Analisis Karbohidrat dalam Minuman menggunakan Kapiler Elektrolisis (CE) dengan Prekolom Derivatisasi dan Deteksi UV PAPER OLEH : DEWA AYU IKA PRAMITHA 1492061005 MAGISTER KIMIA TERAPAN PASCA SARJANA
Analisis Karbohidrat dalam Minumanmenggunakan Kapiler Elektrolisis (CE)
dengan Prekolom Derivatisasi dan Deteksi UV
PAPER
OLEH :DEWA AYU IKA PRAMITHA
1492061005
MAGISTER KIMIA TERAPANPASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul
karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi,
fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh.
Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi
sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran)
karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk
menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi
jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas
fisik seperti berolahraga atau bekerja. Di dalam ilmu gizi,
secara sederhana karbohidrat dapat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks dan
berdasarkan responnya terhadap glukosa darah di dalam tubuh,
karbohidrat juga dapat dibedakan berdasarkan nilai tetapan indeks
glicemiknya (glycemic index). Contoh dari karbohidrat sederhana
adalah monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa atau
juga disakarida seperti sukrosa dan laktosa. Jenis-jenis
karbohidrat sederhana ini dapat ditemui terkandung di dalam
produk pangan seperti madu, buah-buahan dan susu. Sedangkan
contoh dari karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen
(simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau
dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui
terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung,
singkong, ubi, pasta, roti dan sebagainya (Lehninger, 1997).
Karbohidrat seperti glukosa, maltosa dan maltotriosa yang
dapat ditemukan secara luas di banyak makanan dan minuman dan
sering digunakan sebagai aditif makanan (Paulus&Klockow, 1996
dalam Cortacero-Ramirez et al., 2004) dimana pemantauan
karbohidrat dalam sampel makanan sangat penting dalam segi gizi,
biologi dan ilmu pangan (Molnar-Perl, 2000 dalam Cortacero-
Ramirez et al., 2004). Banyak metode analisis, terutama yang
didasarkan pada teknik kromatografi, kromatografi khususnya
kinerja tinggi cairan (HPLC), menggunakan berbagai detektor
berbeda telah diuji untuk tujuan ini (Glyad, 2002; Honda, 1984;
Ikeguchi&Nakamura, 1999; Vonach, Lendl&Kellner, 1998; Wilson,
Cataldo&Andersen, 1995 dalam Cortacero-Ramirez et al., 2004).
Sebagai alternatif untuk kromatografi, elektroforesis
kapiler (CE) adalah teknik pemisahan yang kuat yang menyediakan
hasil resolusi tinggi dan menjadi alat standar untuk analisis
berbagai senyawa (Baker, 1995; Cruces-Blanco, 1998; Chang &
Kaplan, 2001 ; Cortacero-Ramirez, 2003; El Rassi & Mechref, 1996;
Morales, 2002). Satu perbedaan antara CE dan HPLC adalah bahwa CE
menggunakan kapiler tabung terbuka bukannya kolom kromatografi.
Beberapa metode CE telah dikembangkan berkaitan dengan analisis
karbohidrat (Dia, Sato, Abo, Okubo, & Yamazaki, 2003; Oefner &
Chiesa, 1994; Soga & Serwe, 2000). Karena karbohidrat kurang baik
biaya dan setiap UV kromofor yang kuat, sebagian besar metode
yang dijelaskan dalam literatur mengandalkan semacam teknik
derivatisasi (Guttman, 1997; Honda, Isawe, Makino, & Fujiwara,
1989). Sementara ini Metode menyebabkan berkurang sensitivitas
dan resolusi, kompleksitas deteksi sangat meningkat. Beberapa
metode lain lakukan menghindari masalah ini, seperti yang
digunakan dalam kolom derivatisasi dengan 1-fenil-3-metil-5-pyr-
azol (PMP) (Honda, Suzuki, & Taga, 2003), dengan kombinasi label
oleh aminasi reduktif menggunakan amina aromatik dan mengurangi
reagen (Hase, 1993; Jackson, 1997) atau dengan p-aminobenzoic
acid (PABA) (Grill, Huber, Oefner, Vorndran, & Bonn, 1993;. Heet
al, 2003; Huber, Grill, Oefner, & Bobleer, 1994; Oefner,
Vorndran, Bakar, Huber, & Bonn, 1993).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menganalisis karbohidrat dalam makanan dengan
metode elektroforesis kapiler?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara analisis karbohidrat dalam makanan dengan
metode elektroforesis kapiler
BAB II
ISI
2.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul
karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi,
fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh.
Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi
sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran)
karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk
menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi
jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas
fisik seperti berolahraga atau bekerja. Di dalam ilmu gizi,
secara sederhana karbohidrat dapat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks dan
berdasarkan responnya terhadap glukosa darah di dalam tubuh,
karbohidrat juga dapat dibedakan berdasarkan nilai tetapan indeks
glicemik-nya (glycemic index). Contoh dari karbohidrat sederhana
adalah monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa atau
juga disakarida seperti sukrosa dan laktosa. Jenis-jenis
karbohidrat sederhana ini dapat ditemui terkandung di dalam
produk pangan seperti madu, buah-buahan dan susu. Sedangkan
contoh dari karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen
(simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau
dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui
terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung,
singkong, ubi, pasta, roti dan sebagainya.
2.1.1Metabolisme Karbohidrat
Di dalam sistem pencernaan dan juga usus halus, semua jenis
karbohidrat yang dikonsumsi akan terkonversi menjadi glukosa
untuk kemudian diabsorpsi oleh aliran darah dan ditempatkan ke
berbagai organ dan jaringan tubuh. Molekul glukosa hasil konversi
berbagai macam jenis karbohidrat inilah yang kemudian akan
berfungsi sebagai dasar bagi pembentukan energy didalam tubuh.
Melalui berbagai tahapan dalam proses metabolisme, sel-sel yang
terdapat didalam tubuh dapat mengoksidasi glukosa menjadi CO dan
H2O dimana proses ini juga akan disertai dengan produksi energi.
Proses metabolisme glukosa yang terjadi didalam tubuh ini akan
memberikan kontribusi hampir lebih dari 50% bagi ketersediaan
energi. Didalam tubuh, karbohidrat yang telah terkonversi menjadi
glukosa tidak hanya akan berfungsi sebagai sumber energi utama
bagi kontraksi otot atau aktifitas fisik tubuh, namun glukosa
juga akan berfungsi sebagai sumber energi bagi sistem syaraf
pusat termasuk juga untuk kerja otak. Selain itu, karbohidrat
yang dikonsumsi juga dapat tersimpan sebagai cadangan energi
dalam bentuk glikogen didalam otot dan hati. Glikogen otot
merupakan salah satu sumber energi tubuh saat sedang berolahraga
sedangkan glikogen hati dapat berfungsi untuk membantu menjaga
ketersediaan glukosa didalam sel darah dan sistem pusat syaraf.
2.1.2Jenis-jenis Karbohidrat
Monosakarida
Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana yang
terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang banyak
terdapat di dalam sel tubuh manusia adalah glukosa, fruktosa dan
galaktosa. Glukosa di dalam industri pangan lebih dikenal sebagai
dekstrosa atau juga gula anggur. Di alam, glukosa banyak
terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga sirup jagung.
Fruktosa dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan
rasa yang paling manis. Di alam fruktosa banyak terkandung
didalam madu (bersama dengan glukosa), dan juga terkandung
diberbagai macam buah-buahan. Sedangkan galaktosa merupakan
karbohidrat hasil proses pencernaan laktosa sehingga tidak
terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal,
monosakarida juga akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi
pembentukan senyawa karbohidrat kompleks pati (starch) atau
selulosa.
Disakarida
Disakarida merupakan jenis karbohidrat yang banyak
dikonsumsi oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Setiap
molekul disakarida akan terbentuk dari gabungan dua molekul
monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan dalam
konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan
satu molekul glukosa dan fruktosa dan juga laktosa yang terbentuk
dari gabungan satu molekul glukosa dan galaktosa. Di dalam produk
pangan, sukrosa merupakan pembentuk hampir 99% dari gula pasir
atau gula meja (table sugar) yang biasa digunakan dalam konsumsi
sehari-hari sedangkan laktosa merupakan karbohidrat yang banyak
terdapat di dalam susu sapi dengan konsentrasi 6.8 gr/100 ml.
Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat kompleks merupakan karbohidrat yang terbentuk
oleh hampir lebih dari 20.000 unit molekul monosakarisa terutama
glukosa. Di dalam ilmu gizi, jenis karbohidrat kompleks yang
merupakan sumber utama bahan makanan yang umum dikonsumsi oleh
manusia adalah pati (starch). Pati yang juga merupakan simpanan
energi di dalam sel-sel tumbuhan ini berbentuk butiran-butiran
kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5-50 nm. Dan
di alam, pati akan banyak terkandung dalam beras, gandum,
jagung, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan
banyak juga terkandung didalam berbagai jenis umbi-umbian seperti
singkong, kentang atau ubi. Didalam berbagai produk pangan, pati
umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu
amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa
merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang
sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan
yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan amilosa dan
amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk
pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin
mudah untuk dicerna. Glikogen merupakan salah satu bentuk
simpanan energi di dalam tubuh yang dapat dihasilkan melalui
konsumsi karbohidrat dalam sehari-hari dan merupakan salah satu
sumber energi utama yang digunakan oleh tubuh pada saat
berolahraga.
2.1.3Glikogen
Glikogen merupakan salah satu bentuk simpanan energi di
dalam tubuh yang dapat dihasilkan melalui konsumsi karbohidrat
dalam sehari-hari dan merupakan salah satu sumber energi utama
yang digunakan oleh tubuh pada saat berolahraga. Di dalam tubuh
glikogen akan tersimpan di dalam hati dan otot. Kapasitas
penyimpanan glikogen di dalam tubuh sangat terbatas yaitu hanya
sekitar 350-500 gram atau dapat menyediakan energi sebesar 1.200
- 2.000 kkal. Namun kapasitas penyimpanannya ini dapat
ditingkatkan dengan cara memperbesar konsumsi karbohidrat dan
mengurangi konsumsi lemak atau dikenal dengan istilah carbohydrate
loading dan penting dilakukan bagi atlet terutama yang menekuni
cabang olahraga bersifat endurans (endurance) seperti maraton
atau juga sepakbola. Sekitar 67% dari simpanan glikogen yang
terdapat di dalam tubuh akan tersimpan di dalam otot dan sisanya
akan tersimpan di dalam hati. Di dalam otot, glikogen merupakan
simpanan energi utama yang mampu membentuk hampir 2% dari total
massa otot. Glikogen yang terdapat di dalam otot hanya dapat
digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut dan tidak
dapat dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa
apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkannya. Berbeda
dengan glikogen hati dapat dikeluarkan apabila terdapat bagian
tubuh lain yang membutuhkan. Glikogen yang terdapat di dalam hati
dapat dikonversi melalui proses glikolisis menjadi glukosa dan
kemudian dapat dibawa oleh aliran darah menuju bagian tubuh yang
membutuhkan seperti otak, sistem saraf, jantung, otot dan organ
tubuh lainnya.
2.2 Analisis Karbohidrat
2.2.1 Standar dan Reagen
Glukosa, maltosa, maltotriosa, matotetraose, Malto-pentaose,
maltohexaose dan maltoheptaosa dibeli dari Sigma Chemical Co.
(St. Louis, MO, USA). Larutan standar 10 mg/ml dari masing-masing
analit disiapkan dalam air deionisasi dalam sistem Milli-Q
(Millipore, Bedford, MA, USA). Asam p-Aminobenzoat (PABA) dan
natrium cyanoborohydride (NaBH3CN) juga dari Sigma Chemical Co.
(St. Louis, MO, USA). Metil alkohol (MeOH) 99,9% kelas
spektrofotometri berasal dari Aldrich Chemical Co, Inc
(Milwaukee, USA). Asam asetat (AcOH) dan natrium hidroksida
(NaOH) berasal dari MERCK (Darmstadt, Jerman). Buffer yang
digunakan dibuat dengan melarutkan jumlah natrium borat (Sigma
Chemical Co.) yang tepat dalam air deionisasi mendapatkan
konsentrasi akhir 100 mM, dengan pH yang disesuaikan dengan 10,2.
2.2.2Instrumentasi
Semua percobaan CE dibuat dengan Beckman P/ACETM MDQ
instrumen elektroforesis kapiler. Sistem ini menggunakan tegangan
tinggi built-in power supply 0-30 kV, dilengkapi dengan detektor
diode array, dan perangkat lunak GOLD untuk sistem pengendalian
dan penanganan data. Semua kapiler (leburan silika) memiliki
diameter dalam 75 µm dan 57 cm panjang total (Beckman Instrumen
Inc, Fullerton, CA, USA). Suhu dikontrol menggunakan berbasis
fluorocarbon cairan pendingin cairan.
2.2.3Elektroforesis
Buffer yang digunakan adalah 20 mM Na2B4O7 (pH 10,2); sampel
disuntikkan hidrodinamis untuk 8 s pada 0,5 psi. Deteksi
dilakukan dengan pengukuran pada kolom penyerapan UV pada 280 nm.
Tegangan pemisahan adalah 20 kV pada suhu konstan 25°C.
Kapiler yang memerah selama proses berjalan dengan 0,1 M NaOH
selama 1 menit diikuti dengan air selama 1 menit dan kemudian
diseimbangkan dengan menjalankan buffer selama 3 menit.
Dalam hasil penelitian ini dipelajari elektroforegram
optimum dari campuran standar dari tujuh turunan PABA karbohidrat
(glukosa, maltosa, maltotriosa, maltoretraose, maltopentaose,
maltohexaose dan maltoheptaosa), sehingga dari waktu analisis
kurang dari 12 menit, ditunjukkan puncak yang sangat tinggi
antara puncak lain yang dijelaskan pada Gambar.1.
2.2.4Reaksi Pelabelan
Larutan reagen PABA baru disiapkan sebelum derivatisasi
dengan melarutkan 20 mg NaBH3CN dalam 1 ml larutan metanol yang
mengandung 250 mM PABA dan 20% AcOH. Larutan ini ditambahkan ke
campuran karbohidrat pada konsentrasi 20 mg/l dalam tabung reaksi
kecil. Reaksi pelabelan difasilitasi oleh vortexing lembut selama
5 menit. Larutan yang dihasilkan disimpan selama 1 jam pada 40°C
dan setelah didinginkan sampai suhu kamar diencerkan 1:10 dengan
air sebelum kapiler analisis elektroforesis.
Parameter yang optimal untuk reaksi pelabelan menggunakan
sinyal glukosa, maltosa dan maltotriosa tersendiri karena ketiga
karbohidrat sangat mewakili yang umum digunakan dalam industri
bahan makanan. Pelabelan reaksi karbohidrat dengan reagen PABA
derivatisasi didasarkan pada reaksi amina primer dengan
mengurangi fungsi dari karbohidrat, membentuk basa Schiff yang
kemudian dikurangi dengan NaBH3CN untuk menghasilkan amina
sekunder stabil. Reagen pelabelan yang berbeda diuji dan PABA
dipilih untuk memperoleh hasil yang paling direproduksi. Salah
satu variabel yang paling penting yang harus dioptimalkan dalam
reaksi derivatisasi adalah konsentrasi reagen pelabelan. Jadi
kita diuji reaksi pada konsentrasi PABA mulai 0-450 mM.
Konsentrasi minimum 150 mM diperlukan untuk menyelesaikan reaksi
tetapi salah satu dari 250 mM ditemukan yang ideal untuk menjamin
reproduksibilitas daerah puncak untuk karbohidrat yang dipilih
(Gambar. 2 (a)) jadi dalam penelitian ini digunakan konsentrasi
tersebut untuk pekerjaan eksperimental selanjutnya. Karena basis
Schiff terbentuk selama tahap pertama dari reaksi pelabelan perlu
jauh berkurang, agen mengurangi diperlukan, yang paling sering
digunakan sebagai NaBH3CN. Pengaruh konsentrasi yang berbeda dari
reagen ini dalam larutan reaksi dari karbohidrat diuji pada
kisaran 0-60 mg. Minimum
dari 10 mg diperlukan untuk menyelesaikan langkah kedua reaksi
pelabelan sementara konsentrasi yang lebih tinggi dari 60 mg
menyebabkan penurunan di daerah puncak (Gambar. 2 (b)). Kami
memilih untuk menggunakan 20 mg untuk memastikan kedua
penyelesaian reaksi dan sensitivitas tinggi memuaskan deteksi.
Karena reagen derivatisasi harus dipersiapkan dalam asam asetat
(AcOH) kami mempelajari pengaruh pada daerah puncak persentase
yang berbeda dari pelarut ini dalam reaksi label dan menemukan
itu harus diabaikan dengan analit sedang dipelajari. Jadi kami
memilih untuk menggunakan 20% AcOH, yang menyediakan tingkat
terbaik kelarutan untuk tujuan kita. Parameter lain yang
cenderung memengaruhi reaksi derivatisasi yang pemanasan waktu
dan suhu. Suhu adalah dimodifikasi antara 30 dan 90 C selama
periode 2 jam. Daerah tertinggi untuk analit diperoleh setelah 1
jam pada 40? C.
Setelah pemanasan untuk kali ini campuran reaksi didinginkan
sampai suhu kamar dan kemudian diencerkan 1:10 dengan air sebelum
analisis oleh CE.
2.2.5 Pemisahan karbohidrat oleh CE
Pemisahan derivatif PABA karbohidrat standar dilakukan
dengan capillary zone electrophoresis (CZE), berdasarkan rasio antara
beban listrik dan ukuran molekul. Deteksi dilakukan pada 280 nm
dan diidentifikasi dengan spiking sampel dengan standar. Untuk
menjamin ionisasi analit dibuat studi terhadap pH media pemisahan
pada rentang antara pH 8 dan 11. Resolusi terbaik versus waktu
migrasi terendah diperoleh pada pH 10.2, dimana nilai derivatif
PABA karbohidrat bermuatan negatif. Konsentrasi penyangga juga
harus dioptimalkan karena dalam pengaruh pada kedua aliran
elektroosmosis dan mobilitas elektroforesis dalam CE. Hal ini
juga mempengaruhi simetri puncak. Jika konsentrasi ion analit
lebih tinggi dibandingkan dengan ion buffer, yang medan listrik
di kapiler dapat menjadi terdistorsi mengarah ke bentuk puncak
tidak teratur (Frazier, Ames, & Nursten, 2000). Pengaruh
konsentrasi buffer pada mobilitas dan resolusi karbohidrat yang
dipilih diselidiki dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda
dari solusi karbohidrat penyangga sodium tetraborat pada pH 10,2.
Meskipun resolusi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
keterbatasan konsentrasi sampai konsentrasi buffer yang tinggi
menjadi penyebab pemanasan Joule (Knox&McCormack, 1994).
Mengambil semua efek yang diperhitungkan, digunakan konsentrasi
20 mM untuk studi lebih lanjut. Di antara parameter instrumental,
efek tegangan yang berbeda dari 5 sampai 30 kV pada pemisahan
elektroforesis kapiler diuji. Seperti yang diharapkan, mobilitas
derivatif PABA karbohidrat menurun bersamaan dengan penurunan
tegangan. Sebuah tegangan 20 kV dipekerjakan. Waktu injeksi lain
adalah parameter penting yang penting dalam pemisahan
elektroforesis kapiler. Kami mencoba waktu antara 4 dan 16 s dan
memperoleh hasil terbaik di 8 s.
2.2.6 Linearitas dan Sensitivitas
Linearitas dan sensitivitas metode diuji terhadap glukosa,
maltosa dan maltotriosa, karbohidrat yang paling umum ditemukan
pada makanan dan minuman. Ketiga kurva kalibrasi menunjukkan
linearitas yang baik dari 4 sampai 60mg/l. Setiap titik plot
kalibrasi diulang tiga kali dalam larutan independen disiapkan
dengan cara yang sama. Plot kalibrasi menunjukkan korelasi yang
baik antara luas puncak dan PABA-mobil-bohydrate konsentrasi
derivatif; koefisien regresi adalah 0,997 untuk tiga senyawa.
Ketepatan pengukuran diperiksa sebanyak tiga injeksi untuk semua
titik plot kalibrasi. Deteksi dan kuantisasi batas karbohidrat
dihitung dengan menggunakan metode yang dijelaskan oleh Cuadros-
Rodriguez, Garcia-Campana, Jimenez-Lin-ares, and Roman Ceba
(1993). Semua hasil yang diperoleh untuk tiga turunan PABA
karbohidrat diringkas dalam Tabel 1.
2.2.7 Aplikasi untuk sampel minuman
Untuk analisis bir, sampel gasnya sebelum diderivatisasi dan
diencerkan 1:20 dengan air dan melewati 0,22 µm membran filter
sebelum injeksi. Puncak diidentifikasi dengan membandingkan waktu
migrasi mereka dengan standar diinjeksi dalam sampel.
Karena minuman ringan yang akan diuji mengandung glukosa yang
banyak, pertama diencerkan 1:50 dengan Milli-Q air,
diderivatisasi, diencerkan 1:20 dan melewati 0,22 µm membran
filter sebelum injeksi.
Tujuan dalam pekerjaan ini adalah untuk menunjukkan
fleksibilitas dan konfirmasi resolusi potensi teknik pemisahan CE
menggunakan deteksi UV untuk menentukan karbohidrat dalam jenis
minuman bir berbeda (alkohol dan non-alkohol) dan non-alkohol
seperti jus buah diet dan minuman ringan. Tiga analit yang
dihitung (glukosa, maltosa dan maltotriosa) adalah karbohidrat
difermentasi yang mungkin terdapat dalam bir tergantung pada
jenis ragi yang digunakan (Pollock, 1981). Kontribusi dari
karbohidrat yang paling penting untuk rasa manis dapat dengan mudah
diukur (kisaran ditemukan dalam bir adalah 0,04-1,1 g/l untuk
glukosa, 0,7-3,0 g/l untuk maltosa dan 0,4-3,4 g/l untuk
maltotriosa). Jika karbohidrat terdiri dari lebih dari empat unit
glycosil minuman yang dimaksud adalah tidak manis (Hughes &
Baxter, 2001). Seperti yang dapat dilihat pada Gambar. 3, puncak
maltotriosa muncul di semua jenis bir dianalisis, sementara
maltosa hadir dalam dua diantara jenis minuman lain, “Beer
Special” dan “Khusus Hitam Beer”. Glukosa hanya terdeteksi pada
“Khusus Hitam Beer” tapi karena perlakuan khusus terakhir
diberikan kepada jenis bir.
Karbohidrat non-fermentasi lainnya seperti maltotetraose,
maltopentaose, maltohexaose dan maltoheptaosa juga muncul dalam
sampel yang dianalisis, seperti dapat dilihat pada
electropherograms. Pada penelitian ini juga dianalisis jus plum,
jus jeruk dan minuman ringan. Total kandungan karbohidrat
ditunjukkan pada plum dan jus jeruk yaitu 4,5%. Electropherogram
analisis yang sesuai dilakukan untuk dua jus dan minuman ringan
disajikan pada Gambar. 4. Seperti dapat dilihat pada
electropherogram, satu-satunya karbohidrat yang terdeteksi dan
dianalisis dalam semua minuman adalah glukosa (Tabel 2). Dalam
semua kasus diperiksa hasil terhadap metode standar-penambahan
kalibrasi, diperoleh 1,50% dan 1,98% glukosa untuk plum dan jus
jeruk, yang berbeda dari isi dinyatakan oleh produsen (4,5%)
karena data ini sesuai dengan total kandungan karbohidrat.
BAB III
KESIMPULAN
Metode PABA dijelaskan di sini dapat digunakan pada
penurunan apapun untuk mengurangi karbohidrat. Derivatif kemudian
dapat secara efisien dipisahkan oleh CE. Penyerapan yang kuat di
wilayah UV menjamin aplikasi luas dalam kualitas kontrol rutin
yang menyerukan dengan cepat analisis multi-sampel. Pemisahan
dengan CE terbukti menjadi alternatif untuk HPLC dan akan
memberikan pemisahan yang lebih sangat efisien dalam analisis
makanan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Cortacero-Ramirez, S., Segura-Carretero, A., Cruces-Blanco, C.,
Hernainz-Bermudez de Castro, M., Fernandez-Gutierrez, A.,
2004, Analysis of carbohydrates in beverages by capillary
electrophoresis with precolumn derivatization and UV
detection, Spain : Food Chemistry 87 (2004) 417-476
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1,
diterjemahkan oleh M. Thenawidjaja, Jakarta : Erlangga