Top Banner
JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jipi p-ISSN: 2614-0500 e-ISSN: 2620-553X Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains....| 103 ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS KONTEKS BENCANA GEMPA BUMI MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA DOMAIN PENGETAHUAN PROSEDURAL DAN EPISTEMIK Muhyiatul Fadilah 1,3* , Anna Permanasari 1 , Riandi 1 , Enok Maryani 2 1 Program Studi S3 Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia 2 Program Studi S2 Pendidikan Geografi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia 3 Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia *Corresponding Author: [email protected] DOI: 10.24815/jipi.v4i1.16651 Received: 6 Mei 2020 Revised: 7 Juni 2020 Accepted: 10 Juni 2020 Abstrak. Tipikal struktur geologi Sumatera Barat menyebabkan tingginya resiko gempa bumi. Oleh sebab itu, kemampuan literasi sains konteks bencana (LSKB) perlu dikembangkan pada mahasiswa Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang agar mahasiswa mampu mengaplikasikan pengetahuan sains dan menyelesaikan permasalahan yang relevan dengan gempa bumi. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kemampuan literasi sains awal mahasiswa Pendidikan IPA tentang penanda (prekursor) gempa bumi. Aspek pengetahuan literasi sains difokuskan pada domain prosedural dan epistemik. Penentuan subjek penelitian secara purposive sampling, melibatkan 70 orang mahasiswa Pendidikan IPA. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan survei menggunakan tes LSKB dan Kuisioner Kesiapsiagaan Bencana. Data dianalisis secara kuantitatif- deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan yaitu: 1) tingkat penguasaan domain pengetahuan prosedural dan epistemik sebesar 38.18 dan 19.12, termasuk pada kategori sangat rendah, 2) pada pengetahuan prosedural, mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang mencukupi dalam penentuan variabel, namun mengalami kendala membuat grafik dan interpretasi grafik, 3) pada pengetahuan epistemik, analisis dan inferensi paling dikuasai oleh mahasiswa, 4) karakteristik pengetahuan prosedural dan epistemik adalah kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, eksplanasi ilmiah dan visualisasi data. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat penguasaan pengetahuan domain prosedural dan epistemik pada mahasiswa IPA masih rendah, dan diperlukan pembekalan pada ketiga domain literasi sains. Kata Kunci: Prekursor gempa bumi, pengetahuan prosedural, pengetahuan epistemik, literasi sains konteks bencana Abstract. The typical geological structure of West Sumatra causes a high risk of earth quakes. Therefore, the ability of disaster context science literacy (LSKB) needs to be developed in order to students can apply science to solve problems related earthquakes. The research aims to describe the characteristics of the early science literacy abilities of science education students about earth quake markers. The knowledge aspect of scientific literacy is focused on the procedural and epistemic domains. Determination of research subjects by purposive sampling involving 70 students. Data collection was carried out with thorough tests and surveys using the LSKB test and the Disaster Preparedness Questionnaire. Data were analyzed quantitatively-descriptive. The results showed that: 1) the level of mastery in the domain of procedural and epistemic knowledge was 38.18 and 19.12, included in the very low category, 2) in procedural knowledge, students already had sufficient knowledge in determining variables but had problems making graphs and graphical interpretations, 3) in epistemic knowledge, analysis and inference most mastered by students, 4) the characteristics
17

ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Nov 04, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jipi

p-ISSN: 2614-0500

e-ISSN: 2620-553X

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains....| 103

ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS KONTEKS BENCANA GEMPA BUMI MAHASISWA PENDIDIKAN IPA

PADA DOMAIN PENGETAHUAN PROSEDURAL DAN EPISTEMIK

Muhyiatul Fadilah1,3*, Anna Permanasari1, Riandi1, Enok Maryani2

1Program Studi S3 Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung, Indonesia 2Program Studi S2 Pendidikan Geografi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung, Indonesia 3Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia

*Corresponding Author: [email protected]

DOI: 10.24815/jipi.v4i1.16651

Received: 6 Mei 2020 Revised: 7 Juni 2020 Accepted: 10 Juni 2020

Abstrak. Tipikal struktur geologi Sumatera Barat menyebabkan tingginya resiko gempa bumi. Oleh sebab itu, kemampuan literasi sains konteks bencana (LSKB) perlu dikembangkan pada mahasiswa

Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang agar mahasiswa mampu mengaplikasikan

pengetahuan sains dan menyelesaikan permasalahan yang relevan dengan gempa bumi. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kemampuan literasi sains awal mahasiswa Pendidikan

IPA tentang penanda (prekursor) gempa bumi. Aspek pengetahuan literasi sains difokuskan pada

domain prosedural dan epistemik. Penentuan subjek penelitian secara purposive sampling,

melibatkan 70 orang mahasiswa Pendidikan IPA. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan survei menggunakan tes LSKB dan Kuisioner Kesiapsiagaan Bencana. Data dianalisis secara kuantitatif-

deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan yaitu: 1) tingkat penguasaan domain pengetahuan

prosedural dan epistemik sebesar 38.18 dan 19.12, termasuk pada kategori sangat rendah, 2) pada pengetahuan prosedural, mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang mencukupi dalam penentuan

variabel, namun mengalami kendala membuat grafik dan interpretasi grafik, 3) pada pengetahuan

epistemik, analisis dan inferensi paling dikuasai oleh mahasiswa, 4) karakteristik pengetahuan prosedural dan epistemik adalah kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, eksplanasi ilmiah

dan visualisasi data. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat penguasaan pengetahuan domain

prosedural dan epistemik pada mahasiswa IPA masih rendah, dan diperlukan pembekalan pada ketiga domain literasi sains.

Kata Kunci: Prekursor gempa bumi, pengetahuan prosedural, pengetahuan epistemik, literasi sains

konteks bencana

Abstract. The typical geological structure of West Sumatra causes a high risk of earth quakes.

Therefore, the ability of disaster context science literacy (LSKB) needs to be developed in order to

students can apply science to solve problems related earthquakes. The research aims to describe the characteristics of the early science literacy abilities of science education students about earth quake

markers. The knowledge aspect of scientific literacy is focused on the procedural and epistemic

domains. Determination of research subjects by purposive sampling involving 70 students. Data collection was carried out with thorough tests and surveys using the LSKB test and the Disaster

Preparedness Questionnaire. Data were analyzed quantitatively-descriptive. The results showed that:

1) the level of mastery in the domain of procedural and epistemic knowledge was 38.18 and 19.12, included in the very low category, 2) in procedural knowledge, students already had sufficient

knowledge in determining variables but had problems making graphs and graphical interpretations,

3) in epistemic knowledge, analysis and inference most mastered by students, 4) the characteristics

Page 2: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

104| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

of procedural and epistemic knowledge are content novelty, contextuality, dimensions of inquiry,

scientific exploration and data visualization. It can be concluded that the level of mastery of procedural and epistemic domain knowledge in science students is still moderate, and it requires

training in the three domains of scientific literacy.

Keywords: Earth quake precursors, procedural knowledge, epistemic knowledge, disaster context science literacy

PENDAHULUAN

Kompleksitas dan peningkatan kebutuhan manusia di bumi berasosiasi dengan

munculnya masalah, kendala dan tantangan bagi manusia untuk mampu beradaptasi dan

lestari. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap individu adalah

keterampilan pemecahan masalah. Meski pada dasarnya manusia memiliki kemampuan

alami menyelesaikan permasalahan, namun tetap memerlukan pengetahuan yang

memadai agar keterampilan tersebut menjadi efektif. Pengetahuan tentang masalah

diperlukan untuk menyusun dan melaksanakan rencana penyelesaian masalah (Polya,

1973) menggunakan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian, solusi yang

dihasilkan adalah solusi yang didukung oleh data, fakta, konsep, prinsip dan hukum ilmiah

yang relevan. Chang (2010) menyatakan bahwa konsep dan pengetahuan ilmiah

merupakan prediktor terbaik untuk kemampuan pemecahan masalah. Pengetahuan dan

kemampuan tersebut dikenal dalam istilah literasi sains, dimana peserta didik memiliki

pengetahuan ilmiah dan mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil survei Drew & Thomas (2018) menunjukkan praktek pembelajaran yang

mengembangkan literasi sains pada siswa sekolah dasar dan menengah menunjukkan

sebagian besar guru sains tidak menunjukkan dukungan yang optimal untuk pembelajaran

literasi membaca dan menulis bidang sains di sekolah. Penurunan kinerja literasi sains

peserta didik Indonesia dari skor 403 pada PISA 2015 menjadi skor 386 dalam PISA 2018

(Tohir, 2019) mengindikasikan upaya peningkatan kemampuan literasi sains siswa

Indonesia masih menjadi tantangan besar, dimana titik lemah peserta didik Indonesia

adalah pada kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan penyelidikan ilmiah.

Peningkatan kinerja literasi sains pada siswa tentu tidak lepas dari kompetensi literasi

sains yang harus dimiliki oleh pendidik dan juga calon pendidik IPA. Kajian literasi sains

pada mahasiswa IPA merupakan bagian penting dari pembekalan kompetensi professional

calon pendidik IPA di sekolah menengah nantinya. Kemampuan literasi sains sangat

diperlukan oleh semua peserta didik, karena lingkungan selalu memiliki potensi-potensi

masalah, baik yang bersifat rutin atau temporal. Kemampuan literasi sains menjadi sangat

urgen bagi mahasiswa pendidikan IPA di Sumatera Barat karena Sumatera Barat memiliki

status rawan bencana gempa bumi. Dengan demikian, Sumatera Barat memiliki satu

potensi masalah yang selalu ada. Selain itu, mahasiswa pendidikan IPA di UNP menguasai

bidang kajian keilmuan yang relevan dengan topik gempabumi, yaitu bahan kajian Ilmu

Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA).

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan literasi sains

mahasiswa IPA dalam matakuliah IPBA. Rosdiana, dkk., (2018) mengembangkan LKM

yang terbukti efektif meningkatkan kemampuan literasi sains mahasiswa Jurusan IPA

FMIPA Unesa pada mata kuliah IPBA dengan persentase ketercapaian literasi sains

mahasiswa sebesar 100%. Sejalan dengan temuan tersebut, Fathkhurrohman & Astuti

(2017) mengembangkan modul untuk meningkatkan kemampuan literasi sains mahasiswa

program studi pendidikan IPA UPS Tegal, namun pada matakuliah Fisika Dasar I.

Innatesari (2016) mengembangkan modul IPA berbasis local wisdom pada materi gunung

berapi, namun belum mengukur efektivitasnya terkait literasi sains. Adapun peningkatan

Page 3: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|105

literasi sains melalui kajian bencana erosi oleh Zakwandi, dkk. (2018), namun dilakukan

pada tingkat Madrasah Aliyah (MA/SMA) dan difokuskan pada literasi fisika.

Kajian literasi sains mahasiswa dalam konteks bencana gempa bumi belum pernah

diteliti, termasuk kajian khusus pada domain pengetahuan prosedural dan epistemik.

Pengetahuan prosedural merupakan suatu langkah-langkah ilmiah umumnya dikaji

melalui aktivitas laboratorium atau praktek, serta jumlah studi yang mengukur

pengetahuan masih terbatas. Pengetahuan epistemik dibangun dari konsepsi individu

tentang asal dan hakikat sains, yaitu dalam bentuk epistemic beliefs (Rittle‐Johnson, dkk.,

2016). Siswa yang tidak memiliki epistemic beliefs hanya menganggap sains sebagai

sebuah kebenaran mutlak yang tidak perlu dipertanyakan. Pembelajaran sains menjadi

kehilangan praktek-praktek epistemik yang terdiri dari mengemukakan gagasan,

berkomunikasi, menilai dan melegitimasi klaim pengetahuan (Kelly & Licona, 2018). Hasil

penelitian Greene, dkk., (2018) menunjukkan pentingnya pengetahuan epistemik yang

relevan dengan pemahaman konseptual dan argumentasi dalam domain akademik,

sehingga perlu dikembangkan dalam pembelajaran.

Baik komponen prosedural dan epistemik merupakan bagian dari scientific culture

atau budaya ilmiah (Jimenez-Aleixandre, dkk., 1998). Pengenalan pengetahuan awal

terhadap masalah, termasuk diantaranya pengetahuan sains yang mendasarinya,

merupakan hal penting agar peserta didik berhasil menyelesaikan masalah (Chang, 2010).

Dengan mengenali masalah, mahasiswa dengan mudah menerapkan solusi yang sesuai

(Chen, 2010), termasuk dalam menangani masalah yang relevan dengan kesiapsiagaan

dan penanggulangan bencana alam seperti gempabumi. Kajian tentang pengetahuan

prosedural dan epistemik dalam konteks bencana penting dilakukan karena hasil studi

pendahuluan Fadilah, dkk., (2020) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa

FMIPA UNP tentang kebencanaan termasuk dalam kategori paling rendah dibanding aspek

sikap dan tindakan. Studi internasional terdahulu yang dilakukan oleh Baytiyeh & Naja

(2015) dan Eddif, dkk., (2015) menunjukkan hasil hampir sama, bahwa tingkat

kesiapsiagaan gempabumi mahasiswa di Lebanon masih rendah dan mayoritas mahasiswa

di Maroko memiliki konsepsi awal yang kurang akurat tentang gempabumi.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik awal domain pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik awal yang

dimiliki oleh mahasiswa IPA di FMIPA UNP, Sumatera Barat. Rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah pertama, bagaimana tingkat penguasaan pengetahuan prosedural

dan pengetahuan epistemik yang dimiliki oleh mahasiswa pendidikan IPA FMIPA UNP

sebagai bagian dari kemampuan literasi sains dalam konteks bencana? Kedua, bagaimana

karakteristik pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik yang dimiliki oleh

mahasiswa pendidikan IPA FMIPA UNP seabgai bagian dari kemampuan literasi sains

dalam konteks bencana? Pengkhususan kajian pada domain pengetahuan prosedural dan

pengetahuan epistemik mempertimbangkan pelestarian karakteristik/ciri pengetahuan

yang bersumber dari proses penyelidikan ilmiah untuk meminimalkan pengetahuan

kebencanaan yang berkembang atas dasar mitos atau sains semu (pseudosains).

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan mahasiswa

pendidikan IPA FMIPA UNP sebagai populasi penelitian. Penentuan sampel menggunakan

teknik purposive, sehingga sebanyak 70 orang mahasiswa IPA yang sedang mengambil

matakuliah IPBA ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan

melalui teknik tes menggunakan TLSKB yang dikembangkan sendiri dan telah memenuhi

kriteria valid secara konstruk dan empiris. Untuk memperoleh data pendukung, peneliti

Page 4: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

106| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

menggunakan Kuisioner Kesiapsigaan Bencana yang dimodifikasi dari lembar survei

kesiapsiagaan LIPI/UNESCO 2006. Butir-butir instrumen TLSKB yang mengukur

pengetahuan prosedural dan epistemik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

naskah tes pengukuran literasi sains secara keseluruhan. Agar pengukuran relevan dengan

tujuan penelitian, penulis memilah jawaban pertanyaan pada indikator yang

merepresentasikan pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik. Indikator

pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang variabel dan interpretasi data.

Indikator pengetahuan epistemik adalah pengetahuan tentang Teori-Eksplanasi, Analisis-

Justifikasi, Analisis Sintesis, dan Inferensi-Aplikasi.

Penguasaan pengetahuan mahasiswa ditentukan dengan perhitungan persentase

skor benar yang diperoleh pada masing-masing butir soal, sehingga didapatkan nilai benar

dari seluruh siswa. Angka tersebut diperoleh dari persamaan berikut.

Tingkat Penguasaan = ΣSkor benar

ΣSkor maksimal ideal 𝑥 100

Tingkat penguasaan tersebut kemudian ditafsirkan sesuai kriteria yang ditafsirkan

Arikunto (2013) yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tafsiran tingkat penguasaan pengetahuan

Interval nilai Kategori

80-100 Sangat tinggi

66-79 Tinggi

56-65 Cukup

40-55 Rendah

0-39 Sangat rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menginformasikan deskripsi awal kemampuan literasi sains

konteks bencana gempa bumi pada domain pengetahuan prosedural dan pengetahuan

epsitemik mahasiswa IPA FMIPA UNP. Tingkat penguasaan dan karakteristik

Kemampuan LSKB mahasiswa pendidikan IPA, yaitu : 1) tingkat penguasaan

mahasiswa IPA domain pengetahuan prosedural lebih tinggi dibanding pengetahuan

epistemik (nilai rata-rata 38,81 dan 19,12), namun keduanya termasuk pada kategori

sangat rendah, 2) komponen pengetahuan prosedural yang paling dikuasai adalah

penentuan variabel penelitian berdasarkan grafik (nilai 74,29), sebaliknya komponen

pengetahuan prosedural paling rendah adalah interpretasi grafik (nilai 12,14). 3)

komponen pengetahuan epistemik paling tinggi adalah argumentasi kritis (nilai 56,19),

sebaliknya komponen pengetahuan paling rendah adalah inferensi (2,86). Uraian

tentang temuan hasil penelitian dideskripsikan berikut secara terpisah antara

pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik.

Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan mengenai prosedur-prosedur

standar yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang reliabel dan valid

(OECD, 2015). Pengetahuan prosedural memberikan deskripsi bagi peserta didik

Page 5: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|107

tentang bagaimana proses ilmiah yang dilakukan untuk menghasilkan suatu informasi

baru. Crooks & Alibali (2014) mengutip definisi dari pengetahuan prosedural dari Rittle-

Johnson & Siegler (1998) yang mendefinisikan bahwa pengetahuan prosedural sebagai

pengetahuan tentang tahap atau urutan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah. Anderson & Krathwohl (2001) menjelaskan pengetahuan prosedural

merupakan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu, metode inkuiri dan kriteria

dalam menggunakan keterampilan, algoritma, teknik dan metode. Pengetahuan

prosedural yang diukur dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu

pengetahuan tentang variabel penelitian dan interpretasi data sesuai ditunjukkan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelompok dan cakupan pengetahuan prosedural

No Kode Cakupan pengetahuan

Variabel Penelitian

1 PP1 Variabel-variabel pada grafik hasil penelitian prekursor alami

gempabumi 2 PP4 Identifikasi variabel terikat dari penelitian medan magnet dan sel

makhluk hidup

3 PP2 Hubungan antar variabel yang terdapat pada grafik hasil penelitian

prekursor alami gempa bumi Interpretasi Data

4 PP3 Interpretasi grafik hasil penelitian anomali perilaku hewan

5 PP5 Representasi data gelombang elektromagnetik sebelum gempabumi (dari tabel menjadi grafik)

6 PP6 Interpretasi grafik (hasil representasi) lead time gelombang

elektromagnetik sebelum gempa bumi

Tingkat penguasaan awal mahasiswa IPA terhadap masing-masing pengetahuan

prosedural disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Penguasaan Pengetahuan Prosedural

74,29

34,2931,43

26,43

54,29

12,14

0

10

20

30

40

50

60

70

80

PP1 PP4 PP2 PP3 PP5 PP6

Nila

i Pen

geta

hu

an P

rose

du

ral

Pengetahuan Variabel Penelitian Pengetahuan Interpretasi Data

Page 6: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

108| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

Nilai rata-rata penguasaan pengetahuan prosedural kelompok pengetahuan tentang

variabel penelitian (PP1, PP4, PP2) adalah 46,67, lebih tinggi daripada rata-rata

pengetahuan tentang interpretasi data (PP3, PP5, PP6), yaitu 30,95. Perbedaan nilai mengindikasikan mahasiswa lebih mampu menentukan variabel pada grafik daripada

membuat grafik berdasarkan data tabel.

Pengetahuan Variabel Penelitian Dalam kelompok pengetahuan tentang variabel penelitian, nilai tertinggi adalah

pengetahuan menentukan variabel (74.29) dengan persentase mahasiswa menjawab

benar mencapai 32.4%. Sedangkan dua pengetahuan lainnya, menentukan variabel bebas-

terikat (PP4) dan hubungan antar variabel (PP2), memperoleh nilai dibawah 35. Hal ini mengindikasikan mahasiswa sudah memahami variabel penelitian, namun belum

memahami perbedaan antara variabel bebas dan variabel terikat serta hubungan antar

variabel. Menentukan variabel bebas-terikat lebih sulit bagi mahasiswa karena hanya

14.3% mahasiswa yang mampu membedakan variabel bebas dan variabel terikat dengan tepat (PP4). Jumlah mahasiswa yang mampu menentukan hubungan antar variabel (PP2)

lebih banyak, yaitu 24.3%. Berdasarkan persentase mahasiswa yang mencapai skor ideal

pada ketiga komponen pengetahuan, urutan tingkat kesulitan memahami pengetahuan

prosedural tentang variabel mulai dari yang paling sulit, yaitu membedakan variabel (PP4),

menentukan hubungan antar variabel (PP2), dan pengenalan variabel penelitian (PP1). Sebagian besar studi yang mengkaji tentang variabel membahas variabel sebagai

komponen keterampilan proses sains dari kegiatan paktek laboratorium (Padila, 1990).

Hamdiyati & Kusnadi (2007) menemukan rendahnya keterampilan menentukan jenis

variabel pada mahasiswa dalam praktikum Mikrobiologi. Hal serupa juga ditemukan oleh Bachtiar (2018) dimana mahasiswa tidak tuntas dalam mengidentifikasi dan

mendefinisikan variabel terkait praktikum fisika. Tidak jauh berbeda, Kurniawan & Endah

(2010) menemukan skor peningkatan keterampilan menetapkan variabel dari siklus 1

sampai siklus 3 adalah paling rendah dibanding skor peningkatan keterampilan proses sains lainnya. Penjelasan paling umum tentang penyebab rendahnya keterampilan proses

sains adalah kurangnya kesempatan melakukan kegiatan inkuiri ilmiah di laboratorium

(Rahmawati, dkk., 2014).

Penelitian ini menunjukkan temuan yang berbeda dengan penelitian lainnya. Jika

pada penelitian sebelumnya, mahasiswa kesulitan menentukan dan mendefinisikan variabel, dalam penelitian ini mahasiswa telah mampu menentukan variabel, namun

kesulitan dalam membedakan variabel terikat-variabel bebas, dan memaknai hubungan

antar variabel. Kesulitan ini diduga berkaitan dengan karakteristik konten yang menyertai

variabel, yaitu konten yang bersifat baru, meliputi Emanasi Radon, Medan Magnet dan Anomali Perilaku Rodensia. Ketiga konten tersebut sedang dikaji secara intensif dalam riset

nasional dan internasional sebagai bagian dari upaya prediksi gempabumi.

Radon merupakan gas yang dilepaskan akibat adanya tekanan pada batuan di area

fokus seismik sebelum gempabumi berkekuatan > 5 SR, seperti di Taiwan, India, Pakistan, Iran dan banyak lokasi gempa lainnya di berbagai negara (Ching-Chou, dkk., 2017; Deb,

dkk., 2018; Awais, dkk., 2017; Khorshidi & Nabipour, 2017). Jumlah Radon meningkat

seiring dengan peningkatan kekuatan gempabumi. Pemancaran Radon berasosiasi dengan

fenomena fisika lain, antara lain radiasi gelombang elektromagnetik frekuensi rendah, oksidasi hidrogen peroksida, anomali termal dan anomali ion di atmosfer (Kamogawa,

2006). Walia, dkk., (2019) menjelaskan anomali radon tidak hanya dikontrol oleh aktivitas

seismik, melainkan juga dipengaruhi oleh parameter metereologis seperti kelembaban

tanah, curah hujan, temperatur dan tekanan udara.

Penjelasan ringkas diatas mengindikasikan bahwa konten tentang prekursor gempabumi merupakan pengetahuan sains yang memiliki banyak aspek-aspek inkuiri.

Berkaitan dengan kompleksitas pengetahuan penyusun prekursor gempabumi, maka

Page 7: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|109

pengetahuan tentang variabel-variabel riset tentang prekursor merupakan elemen dasar

pengembangan pengetahuan prosedural dalam literasi sains. Penulis menduga, faktor

kebaruan pengetahuan tentang prekursor Radon mempengaruhi tingkat pemahaman mahasiswa terhadap pengetahuan tentang variabel Radon.

Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 50% mahasiswa telah mengetahui Radon

digunakan sebagai penanda gempabumi, baik yang dilepaskan ke permukaan tanah

melalui celah seismik, maupun yang dilepaskan ke bawah permukaan tanah dalam bentuk Hidrogen Peroksida (Gambar 2b dan 2c). Namun rendahnya pengetahuan mahasiswa

dalam mendeskripsikan hubungan antar variabel Radon dengan variabel lainnya

mengindikasikan perlunya penguatan pengetahuan konseptual tentang Radon, tentunya

melalui pembelajaran. Hasil penelitian Rittle‐Johnson, dkk., (2016) merekomendasikan

perlunya pembelajaran terpisah untuk target pemahaman pengetahuan konseptual dan

prosedural dalam mata pelajaran matematika, berbeda dengan asumsi yang selama ini

berkembang bahwa pemahaman konseptual dapat diperoleh sekaligus melalui pembelajaran prosedural. Jika dikaitkan dengan karakteristik konten Radon dalam literasi

bencana, penelitian ini mengimplikasikan perlunya instruksional spesifik untuk

pengetahuan konseptual Radon dan pengetahuan prosedural tentang variabel yang relevan

dengan Radon.

a b c

Gambar 2. a. Sebaran Skor PP2, b. Persentase Pengetahuan Radon, c. Persentase

Pengetahuan Radon-Hidrogen Peroksida.

Pengetahuan tentang hubungan antara variabel juga diukur dari materi tentang

Anomali Perilaku Mencit. Mencit merupakan salah satu hewan yang sensitif terhadap

perubahan medan magnet dalam bentuk anomali gelombang elektromagnetik, sehingga

menunjukkan respon dalam bentuk perilaku tidak biasa (anomali) (Hayakawa, dkk., 2016). Hasil survei menunjukkan sebagian besar mahasiswa (74.6%) telah mengetahui mencit

menunjukkan perubahan perilaku sebelum gempabumi, namun mahasiswa belum

memahami penjelasan ilmiah tentang mekanisme perubahan perilaku Mencit tersebut. Hal

yang sama berlaku juga untuk topik Anomali Medan Magnet. Sebagian besar mahasiswa (66,1%) telah mengetahui adanya anomali medan magnet sebelum gempabumi, namun

eksplanasi saintifiknya belum dipahami dengan baik. Perlu ditambahkan, instruksional

spesifik untuk penguatan pengetahuan konseptual dan prosedural harus kaya dengan

eksplanasi-eksplanasi ilmiah.

Pengetahuan Interpretasi Data

Pengetahuan interpretasi data merupakan pengetahuan penting dalam rangka

melaporkan hasil penyelidikan ilmiah. Hasil interpretasi data dapat ditampilkan dalam

bentuk tabel, grafik, skema, dan diagram. Kemampuan paling rendah dalam interpretasi data adalah interpretasi grafik, yang diukur dari PP3 dan PP6 . Grafik yang diinterpretasikan

61,414,3

24,3

Persentase Skor PP2

.00 1.00 2.00

32,2

10,2

57,6

Persentase Pengetahuan Radon

.00 1.00 2.00

45,8

3,4

50,8

Persentase Pengetahuan Radon-Hidrogen Peroksida

.00 1.00 2.00

Page 8: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

110| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

pada PP3 adalah grafik hasil penelitian yang disediakan dalam soal, sedangkan grafik PP6

merupakan grafik yang dibuat sendiri oleh testee berdasarkan data dari tabel yang

disediakan dalam soal. Nilai menginterpretasikan grafik yang disediakan (PP3) lebih tinggi daripada nilai menginterpretasikan grafik yang dibuat sendiri (PP6). Temuan ini diperkuat

oleh rendahnya nilai mahasiswa dalam membuat grafik, yaitu 54.29. Namun demikian,

membuat grafik lebih menantang bagi mahasiswa karena pada saat tes, hampir 70%

mahasiswa menunjukkan kemampuan mencoba membuat grafik. Rendahnya pengetahuan interpretasi data dalam bentuk grafik oleh mahasiswa juga

ditemukan oleh Hamdani (2017) & Titin (2013), namun pengukuran dilakukan dari

pembelajaran laboratorium. Nuryanti, dkk., (2019) melakukan pengukuran kemampuan

interpretasi data pada topik Erupsi Gunung Api pada siswa SMP dan menemukan kemampuan interpretasi data mencapai kategori sedang (medium).

Kemampuan interpretasi data dan membuat grafik termasuk salah satu kompetensi

literasi sains (OECD, 2015). Lai, dkk., (2016) menemukan sebagian besar siswa mengalami

kesulitan menghubungkan fitur grafik dengan konsep sains, terutama ketika diminta untuk mengkritik atau membuat grafik. Hasil penelitian Nixon, dkk., (2016) menunjukkan bahwa

mahasiswa fisika berhasil membuat grafik namun tidak menghubungkan makna grafik

dengan konsep fisika yang mendasarinya. Dua penelitian tersebut mengindikasikan bahwa

faktor konten berhubungan dengan kemampuan interpretasi dan membuat grafik,

termasuk juga faktor kontekstual (Phage, dkk., 2017). Dengan demikian, mahasiswa perlu memahami konten yang bersifat kontekstual agar terbantu dalam mengembangkan

kemampuan interpretasi data dan membuat grafik.

Pengetahuan Epistemik Pengetahuan epistemik menurut Duschl adalah pengetahuan untuk membangun

dan mendefinisikan fitur esensial untuk membangun proses pengetahuan dalam sains dan

aturan mereka dalam menjastifikasi pembentukan pengetahuan (OECD, 2013).

Pengetahuan epistemik terbagi atas konstruk dan peran konstruk (OECD, 2015), antara lain mencakup eksplanasi, analogi, model, penalaran, hipotesis, dan klaim. Ringkasnya,

pengetahuan epistemik berhubungan erat dengan proses konstruksi pengetahuan. Oleh

sebab itu, pembahasan pengetahuan epistemik berkaitan langsung dengan konten

pengetahuan yang menjadi substratnya. Pengetahuan epistemik yang terdapat dalam

literasi sains konteks bencana gempa bumi terdiri dari 17 komponen pengetahuan dan dikelompokkan berdasarkan proses berfikir dan produk berfikir yang dihasilkannya.

1. Kelompok Teori-Eksplanasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan

penggunaan teori untuk ekplanasi suatu gagasan

2. Kelompok Analisis-Justifikasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan proses analisis yang emnghasilkan suatu justifikasi atau penilaian.

3. Kelompok Analisis-Inferensi, yaitu kelompok pengetahuan epistemik yang

mengindikasikan proses analisis untuk menghasilkan suatu inferensi atau kesimpulan

4. Kelompok Analisis-Sintesis, yaitu kelompok pengetahuan epistemik yang mengindikasikan proses analisis untuk menghasilkan suatu gagasan baru

5. Kelompok Inferensi-Aplikasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan

adanya inferensi yang diaplikasikan dalam kondisi yang berbeda atau baru.

Rincian kelompok pengetahuan epistemik disajikan pada Tabel 3.

Page 9: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|111

Tabel 3. Kelompok dan cakupan pengetahuan epistemik

No Kode Kelompok dan Cakupan pengetahuan Konten

Teori-Eksplanasi

1 PE14 Kemunculan prekursor kimia fisika menurut Model Kopel LAI

Anomali Ionosfer

2 PE17 Deteksi prekursor gelombang seismik

dengan menggunakan Model Lemur

Conjecture

Anomali Perilaku Anjing dan

Kucing

Analisis Inferensi

3 PE1 Identifikasi gagasan kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa

Bumi 4 PE2 Parameter kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa

Bumi

5 PE5 Hubungan Hidrogen Peroksida dan Radon Oksidasi Hidrogen Peroksida

6 PE6 Hubungan Hidrogen Peroksida dan celah seismik

Oksidasi Hidrogen Peroksida

7 PE7 Hubungan Hidrogen Peroksida dan air

tanah

Oksidasi Hidrogen Peroksida

8 PE8 Hubungan Hidrogen Peroksida dan

Toksisitas Hewan

Oksidasi Hidrogen Peroksida

Analisis Justifikasi

9 PE3 Argumentasi konsep kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa

Bumi

10 PE11 Argumen kritis pada fungsi indera hewan Anomali Perilaku Anjing dan Kucing sebagai prekursor gempa

bumi

11 PE16 Klaim fakta dan data untuk menganalisis

penyebab kemunculan anomali perilaku hewan

Anomali Perilaku Sapi

12 PE4 Inferensi Radon sebagai prekursor

gempabumi

Emanasi Radon sebelum

Gempabumi

Analisis Sintesis

13 PE12 Prediksi kebutuhan data Anomali Perilaku Anjing dan

Kucing sebagai prekursor gempa

bumi

Inferensi-Aplikasi

14 PE9 Inferensi Kalsium untuk menjelaskan

anomali perilaku makhluk hidup

Anomali Perilaku (Gerak

Terbang) Burung 15 PE10 Inferensi makna grafik untuk

menjelaskan gejala yang terjadi di alam

Anomali Perilaku (Kicauan)

Burung

16 PE13 Inferensi hubungan antara variabel untuk

penelitian relevan

Anomali Perilaku Mencit sebagai

prekursor gempa bumi 17 PE15 Inferensi makna grafik untuk

menjelaskan gejala yang terjadi di alam

Anomali Gelombang

Elektromagnetik

Nilai penguasaan awal mahasiswa IPA terhadap masing-masing pengetahuan epistemik

sebagai komponen literasi sains dalam konteks bencana gempa bumi, disajikan dalam

bentuk diagram batang pada Gambar 3.

Page 10: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

112| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

Gambar 3. Tingkat Penguasaan Pengetahuan Epistemik

Pengetahuan epistemik dapat dikatakan pengetahuan tingkat lanjut yang diperkuat

oleh penguasaan pengetahuan konten dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konten merupakan pengetahuan yang menanamkan konsep dan prinsip dasar, pengetahuan

prosedural merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui penelusuran komponen dan

proses investigasi ilmiah yang menghasilkan pengetahuan tersebut. Pengetahuan

epistemik merupakan pengetahuan tertinggi dimana mahasiswa melakukan penelaahan (analisis) terhadap proses dan produk investigasi ilmiah (fakta, konsep, prinsip, prosedur,

hukum, teori, atau model), melakukan pemilahan dan penilaian (evaluasi), menghasilkan

gagasan baru (sintesis) atau kesimpulan (inferensi).

Pengetahuan Teori Eksplanasi

Pengetahuan mahasiswa IPA mengemukakan eksplanasi berdasarkan teori

memperoleh nilai sangat rendah (<20%) yang ditunjukkan oleh sekitar 45% mahasiswa

memperoleh skor nol. Jumlah mahasiswa yang memberikan eksplanasi menggunakan teori

sangat sedikit, yaitu dibawah 10%. Pemahaman terhadap teori dalam sains merupakan hakikat sains sebagai produk dan sangat diperlukan dalam pemahaman konsep (Ogundeji,

dkk., 2019). “Sains sebagai produk merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan

kegiatan analitik yang dilakukan para ilmuan selama berabad-abad” (Sudana, 2013).

Pemahaman terhadap model dan teori sangat penting dalam pembelajaran sains karena diperlukan untuk sebagai landasan logika untuk menjawab permasalahan-permasalahan

melalui penyelidikan ilmiah, dan diperlukan untuk memperkuat solusi atau jawaban serta

pembentukan pandangan ilmiah, pemikiran logis dan budaya kegiatan informasi (Yeo,

dkk., 2017). Penelitian Suhandi, dkk., (2017) menginformasikan penggunaan multimedia dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memberikan penjelasan yang didukung oleh

bukti ilmiah yang diperoleh dari kegiatan praktikum dan konsep, hukum, prinsip atau teori

yang berlaku. Oktavianti, dkk., (2018) menemukan peningkatan signifikan kemampuan

eksplanasi ilmiah siswa SMA menggunakan e-Blended Learning. Kedua penelitian

18,21

16,07

51,29

10,00

4,29

8,57

5,71

11,43

34,29

56,19

14,29

22,1419,29

2,86

21,07

12,14

22,14

0

10

20

30

40

50

60

PE14PE17 PE1 PE2 PE5 PE6 PE7 PE8 PE3 PE11PE16 PE4 PE12 PE9 PE10PE13 PE4

Nila

i Pen

geta

hu

an E

pis

tem

ik

Pengetahuan

Teori-Eksplanasi

Pengetahuan

Analisis-Inferensi Pengetahuan

Analisis-Justifikasi

Pengetahuan

Analisis-Sintesis Pengetahuan

Inferensi-Aplikasi

Page 11: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|113

mengimplikasikan peran media dan teknologi untuk meningkatkan kemampuan ekplanasi

ilmiah.

Pengetahuan Analisis Inferensi

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan analisis dan inferensi menunjukkan nilai

rata-rata 15,13 dan tingkat penguasaan paling rendah terdapat pada konten analisis

hubungan antara Hidrogen Peroksida dan Radon (PE5). Pengetahuan epistemik pada kelompok analisis-inferensi terbaik terdapat pada identifikasi gagasan kesiapsiagaan

(PE1), yaitu dengan nilai 51,29 (Gambar 3). Pengetahuan ini diduga telah terbentuk oleh

pengalaman mahasiswa karena tinggal didaerah rawan bencana, dimana sumber informasi

tentang kesiapsiagaan tersedia melimpah. Hasil survei menunjukkan bahwa pengetahuan kesiapsiagaan bencana gempa bumi diperoleh dari 4 macam sumber informasi, yaitu

perkuliahan (97,46%), Media massa cetak dan elektronik (99.15%), Media khusus seperti

brosur/leaflet (87,29%), dan Pendidikan/pelatihan (83,05%).

Hasil penelitian menunjukkan dua temuan yang berlawanan, dimana kemampuan analisis inferensi berbasis pengetahuan teoritis sangat rendah, sebaliknya kemampuan

analisis inferensi berbasis pengalaman praktis termasuk pada kategori yang cukup.

Alhadad (2018) mengemukakan peran visualisasi data yang mampu memperantarai

mekanisme inferensi secara teoritis dan praktis, karena visualisasi data memiliki fungsi

baik sebagai alat komunikasi maupun metodologi penelitian. Tingginya kebutuhan inferensi untuk mengambil keputusan (Teo & Goh, 2019), terutama dalam konteks mitigasi dan

situasi darurat bencana mengimplikasikan perlunya pembentukan kompetensi inferensi

melalui pembelajaran yang melatihkan elaborasi data-data visual, dalam bentuk

representasi visual informasi kompleks yang dikonstruksi sedemikian rupa untuk meningkatkan pemahaman (Ward, dkk., 2015) dan mendukung fungsi kognitif (Hegarty,

dkk., 2011). Kognitif itu sendiri merupakan komponen yang membangun pengetahuan

epistemik, yaitu pemikiran tentang yang diketahui seseorang dan bagaimana mereka

memperoleh pengetahuan tersebut.

Pengetahuan Analisis Justifikasi

Pengetahuan analisis dan justifikasi didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa

menganalisis, menilai pernyataaan lalu memberikan justifikasi (keputusan hasil penilaian)

yang disertai dengan argumentasi. Beberapa bentuk justifikasi terkait konten yang dimaksud dalam pengetahuan ini adalah:

1. Justifikasi gagasan konsep dan parameter kesiapsiagaan bencana yang keliru

menggunakan pemahaman konsep yang tepat dan kemampuan membedakan paramater

kesiapsiagaan bencana. 2. Justifikasi sistem indera yang sensitif mendeteksi fenomena alam yang tidak biasa

sebelum gempabumi dengan mengemukakan argumentasi logis.

3. Justifikasi faktor fisika yang paling potensial menstimulasi reaksi perubahan perilaku

pada sapi, berdasarkan fakta dan data yang disajikan dalam suatu kasus. Pengetahuan ini juga penting dalam mengambil keputusan apakah anomali perilaku hewan tertentu

merupakan penanda gempabumi atau merupakan perubahan perilaku terkait dengan

kebutuhan makan, reproduksi atau perlindungan diri.

4. Justifikasi bahwa trend/pola produksi Radon bersifat relevan atau tidak relevan dengan perubahan fenomena pra gempa bumi. Mahasiswa harus mampu membedakannya karena

Radon juga diproduksi dalam proses industri.

Pengetahuan analisis justifikasi yang paling sedikit dikuasai mahasiswa adalah

pengetahuan inferensi Radon sebagai prekursor gempa bumi dan fakta dan data potensial

penyebab Anomali Perilaku Sapi (PE4 dan PE16), (Gambar 4a dan 4b). Sekitar 75% mahasiswa tidak menguasai kedua pengetahuan tersebut. Dua pengetahuan epistemik

lainnya, yaitu Konsep Kesiapsiagaan (PE3) dan Fungsi Sistem Indera dalam menjelaskan

Page 12: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

114| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

anomali perilaku Anjing dan Kucing (PE11) lebih mudah dipahami karena lebih dari 75%

mahasiswa mampu menunjukkan pengetahuannya untuk menjelaskan permasalahan

(Gambar 4c dan 4d).

a b

c d

Gambar 4. a. Persentase Skor PE4, b. Persentase Skor PE16, c. Persentase Skor PE3, d.

Persentase Skor PE11

Pengetahuan Analisis Sintesis

Pengetahuan Analisis Sintesis merupakan pengetahuan yang menggambarkan

kemampuan mahasiswa menganalisis pernyataan dan menghasilkan suatu gagasan baru yang dikontruksi dari pernyataan-pernyataan tersebut. Pengetahuan analisis sintesis

diukur pada konten Anomali Perilaku Anjing dan Kucing. Pencapaian mahasiswa IPA pada

pengetahuan ini adalah 19,29, termasuk pada kategori sangat rendah. Akan tetapi, hasil

survey yang menunjukkan 71,4% mahasiswa IPA telah mengetahui peran Anjing dan

Kucing sebagai penanda gempabumi. Pengetahuan tentang Anjing dan Kucing sebagai prekursor masih bersifat umum, belum memuat logika-logika ilmiah yang berhubungan

dengan data dan fakta.

Pengetahuan Inferensi Aplikasi Pengetahuan epistemik pada kelompok inferensi-Aplikasi memfokuskan pada

penerapan hasil inferensi pada situasi baru atau kasus real yang terjadi di lapangan. Proses

konstruksi yang diharapkan adalah mahasiswa menginferensi hasil-hasil penelitian dari

komponen-komponen penyelidikan ilmiah seperti hubungan antar variabel, penyajian data, dan kemudian menggunakan inferensi tersebut untuk menjelaskan fakta pada konteks

yang berbeda. Ada 4 pengetahuan inferensi-aplikasi sebagai bagian dari pengetahuan

epistemik. Pengetahuan tertinggi adalah inferensi makna grafik anomali perilaku (kicauan)

burung dan aplikasinya dalam kasus keanehan kicauan burung sebelum gempabumi 2009 di Padang (PE10), dengan nilai 21,07. Pengetahuan terendah terdapat pada inferensi

74,37,1

18,6

Persentase Skor PE4

.00 1.00 2.00

75,7

10,0

10,0 4,3

Persentase Skor PE16

.00 1.00 2.00 3.00

15,7

37,141,4

4,3 1,4

Persentase Skor PE3

.00 .50 1.00 2.00 5.00

22,9

15,731,4

30,0

Persentase Skor PE11

.00 1.00 2.00 3.00

Page 13: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|115

kalsium untuk menjelaskan anomali perilaku (PE9) dengan nilai 2,86. Pencapaian secara

keseluruhan pengetahuan epistemik pada kelompok ini termasuk pada kategori rendah.

Salah satu penyebab perbedaannya adalah karakteristik konten yang menyertai pengetahuan epistemik. Penguasaan pada PE10 lebih tinggi daripada PE9 karena konten

PE10 lebih kontekstual dibanding konten PE9 yang terjadi dalam skala laboratorium.

Lima kelompok pengetahuan epistemik di atas merupakan komponen-komponen

proses berfikir yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Salah satu keterampilan berfikir yang paling urgen terkait dengan bencana dan kesiapsiagaan bencana adalah

mengambil keputusan saat berhadapan dengan masalah bencana. Masek dan Yamin

(2011) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan (solusi) yang beralasan,

rasional, dan masuk akal memerlukan proses analitik yang meliputi interpretasi, evaluasi, dan inferensi. Haase (2010), Jager (2012), dan Zascavage (2010) juga menjelaskan bahwa

kegiatan menganalisis, menginterpretasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi yang

akan disampaikan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dalam

mempertimbangkan solusi atau tindakan terbaik menyelesaikan permasalahan. Pengukuran pengetahuan epistemik merupakan salah satu upaya untuk mendeteksi sejauh

mana mahasiswa di daerah rawan bencana memiliki keterampilan-keterampilan berfikir

yang mendukung untuk pencegahan resiko dan penanganan dampak bencana.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan tingkat penguasaan domain pengetahuan prosedural

dan epistemik pada mahasiswa IPA FMIPA UNP termasuk pada kategori sangat rendah, dengan skor sebesar 38,18 dan 19,12. Pengetahuan yang cukup dikuasai mahasiswa dalam

lingkup pengetahuan prosedural adalah penentuan variable, sebaliknya mahasiswa masih

mengalami kendala pada pengetahuan membuat grafik dan interpretasi grafik. Pada

pengetahuan epistemik, pengetahuan membuat analisis dan inferensi lebih paling dikuasai oleh mahasiswa. Rendahnya pengetahuan prosedural dan epistemik berhubungan dengan

sejumlah faktor. Eksistensi faktor tersebut mengindikasikan beberapa atribut atau karakter

pengetahuan prosedural dan epistemik untuk kemampuan literasi sains konteks bencana,

yaitu kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, ekplanasi ilmiah dan visualisasi

data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya upaya serius untuk meningkatkan literasi sains konteks bencana pada mahasiswa IPA pada ketiga domain pengetahuan

prosedural, epistemik, dan pengetahuan konten. Untuk penelitian berikutnya, analisis

statistik diperlukan untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antar pengetahuan

sehingga membantu pemetaan kemampuan awal Literasi Sains Konteks Bencana mahasiswa IPA FMIPA UNP.

DAFTAR PUSTAKA

Alhadad, S.S. 2018. Visualizing data to support judgement, inference, and decision making

in learning analytics: Insights from cognitive psychology and visualization science.

Journal of Learning Analytics, 5(2):60-85.

Anderson, L.W. & Krathwohl (Eds.). 2001. A Taxonomy for learning, teaching, and

assessing: A revision of bloom's taxonomy of educational objectives.

Arikunto, S. 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 14: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

116| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

Awais, M., Barkat, A., Ali, A., Rehman, K., Zafar, W.A., & Iqbal, T. 2017. Satellite thermal

IR and atmospheric radon anomalies associated with the Haripur earthquake (Oct

2010; Mw 5.2), Pakistan. Advances in Space Research, 60(11):2333-2344.

Bachtiar, B. 2018. Pengaruh model praktikum fisika berbasis guided inkuiri untuk

meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika UIN mataram.

prosiding seminar nasional pendidik dan pengembang pendidikan Indonesia: 82-88.

Baytiyeh, H. & Naja, M.K. 2015. Are colleges in Lebanon preparing students for future

earthquake disasters? International Journal of Disaster Risk Reduction, 14:519-526.

Chang, C.Y. 2010. Does problem solving prior knowledge reasoning skills in earth science?

An exploratory study. Research in Science Education, 40(2):103-116.

Chen, C.H. 2010. Promoting college students’ knowledge acquisition and ill structured problem solving: Web-based integration and procedure prompts. Computers &

Education, 55(1):292-303.

Ching-Chou, F., Walia. V., Yang, T.F., Lou-Chuang, L., Liu, T.K., Cheng-Hong, C., Kumar,

A., Shih-Jung, L., Lai, T.H., & Kuo-Liang, W. 2017. Preseismic anomalies in soil-gas radon associated with 2016 M 6.6 Meinong earthquake, Southern Taiwan. TAO:

Terrestrial, Atmospheric and Oceanic Sciences, 28(5):787-798.

Crooks, N.M. & Alibali, M.W. 2014. Defining and measuring conceptual knowledge in mathematics. Developmental Review, 34(4):344-377.

Deb, A., Gazi, M., Ghosh, J., Chowdhury, S., & Barman, C. 2018. Monitoring of soil radon

by SSNTD in Eastern India in search of possible earthquake precursor. Journal of Environmental Radioactivity, 184:63-70.

Drew, S.V. & Thomas, J. 2018. Secondary science teachers’ implementation of CCSS and

NGSS literacy practices: a survey study. Reading and Writing, 31(2):267-291.

Eddif, A., Touir, R., Majdoubi, H., Larhzil, H., Mousaoui, B., & Ahmamou, M. 2015. The

Initial Conceptions for Earthquakes Phenomenon for Moroccan Students of the First

Year Secondary College. Journal of Education and Practice, 6(18):150-158.

Fadilah, M., Permanasari, A., Riandi, R, & Maryani, E. 2020. The Level of disaster literacy

of earthquake-experienced students in mathematics and science faculty of state

university in Indonesia. Journal of Engineering Science and Technology (JESTEC) on

AASEC2019, Februari 2020:30-38.

Fatkhurrohman, M.A. & Astuti, R.K. 2017. Pengembangan modul fisika dasar I berbasis

literasi sains. PSEJ (Pancasakti Science Education Journal), 2(2):163-171.

Greene, J.A., Cartiff, B.M., & Duke, R.F. 2018. A meta-analytic review of the relationship

between epistemik cognition and academic achievement. Journal of Educational

Psychology, 110(8):1084-1111.

Haase, F. 2010. Categories of critical thinking in information management. a study of critical thinking in decision making proceses Nómadas. Revista Crítica de Ciencias

Sociales Jurídicas, 27(3):1-19.

Page 15: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|117

Hamdani, H. 2017. Deskripsi keterampilan proses sains mahasiswa calon guru fisika. Jurnal

Pendidikan Matematika dan IPA, 8(1):43-51.

Hamdiyati, Y. & Kusnadi, M. 2007. Profil keterampilan proses sains mahasiswa melalui

pembelajaran berbasis kerja ilmiah pada matakuliah mikrobiologi. Jurnal Pengajaran

MIPA, 9(2):36-42.

Hayakawa, M., Yamauchi, H., Ohtani, N., Ohta, M., Tosa, S., Asano, T., Schekotov, A.,

Izutsu, J., Potirakis, S.M., & Eftaxias, K. 2016. On the precursory abnormal animal

behavior and electromagnetic effects for the Kobe earthquake (M~ 6) on April 12, 2013. Open Journal of Earthquake Research, 5(03):165-171.

Hegarty, M., Smallman, H.S., Stull, A.T., & Canham, M. 2009. Naïve cartography: How

intuitions about display configuration can hurt performance. Cartographica, 44:171–186.

Innatesari, K. 2016. Kelayakan modul IPA berbasis local wisdom dengan tema erupsi

gunung kelud. Pensa e-jurnal: Pendidikan Sains, 4(3):1-7.

Jager, T. 2012. Can First Year Students’ Critical Thinking Skills Develop in a Space of Three

Months?. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1(47):1374-1381.

Jimenez-Aleixandre, M.P., Diaz de Bustamante, J., & Duschl, R.A. 1998. Scientific Culture and School Culture: Epistemik and Prosedural Components. Paper dipresentasikan

pada The NARST annualmeeting, San Diego CA.

Kamogawa, M. 2006. Preseismic lithospherec–atmospherec–ionosphere coupling. EOS Trans Am Geophys Union, 87(40):417–424.

Kelly, G.J. & Licona, P. 2018. Epistemik practices and science education In: Matthews M.

(eds) History, Philosophy and Science Teaching. Cham: Springer.

Khorshidi, A. & Nabipour, J.S. 2017. Report on correlation between Radon outgassing and

aftershocks activity along the bam fault in Kerman province of Iran. Brazilian Journal

of Radiation Sciences, 5(2):1-12.

Kurniawan, W. & Diana, E.H. 2010. Pembelajaran fisika dengan metode inkuri terbimbing

untuk mengembangkan keterampilan proses sains. Jurnal Penelitian Pembelajaran

Fisika, 1(2):149-158.

Lai, K., Cabrera, J., Vitale, J.M., Madhok, J., Tinker, R., & Linn, M.C. 2016. Measuring graph

comprehension, critique, and construction in science. Journal of Science Education

and Technology, 25(4):665-681.

Masek, A. & Yamin, S. 2011. The Effect of Problem Based Learning on Critical Thinking

Ability: A Theoretical and Empirical Review. International Review of Social Sciences

and Humanities, 2(1):215—221.

Nixon, R.S., Godfrey, T.J., Mayhew, N.T., & Wiegert, C.C. 2016. Undergraduate student construction and interpretation of graphs in physics lab activities. Physical Review

Physics Education Research, 12(1):1-19.

Page 16: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

118| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020

Nuryanti, A., Kaniawati, I., & Suwarma, I.R. 2019. Junior high school students’ scientific

literacy on earth science concept. J. of Physics: Conference Series, 1157(2):1-6.

OECD, 2013. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics, Reading,

Science, Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.

OECD, 2015. PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading,

Mathematics and Science, Preliminary Version. Paris: OECD Publishing.

Ogundeji, O.M., Madu, B.C., & Onuya, C.C. 2019. Scientific Explanation of Phenomena and Concept Formation as Correlates of Students’ Understanding of Physics Concepts.

European Journal of Physics Education, 10(3):10-19.

Oktavianti, E., Handayanto, S.K., Wartono, W., & Saniso, E. 2018. Students’ Scientific Explanation in Blended Physics Learning with E-Scaffolding. Jurnal Pendidikan IPA

Indonesia, 7(2):181-186

Padila, M.J. 1990. The science process skills, (Online), (https://www.narst.org/

publications/research/skill.cfm., diakses 7 Juni 2020).

Phage, I.B., Lemmer, M., & Hitge, M. 2017. Probing factors influencing students’ graph

comprehension regarding four operations in kinematics graphs. African Journal of

Research in Mathematics, Science and Technology Education, 21(2):200-210.

Polya, G. 1973. How to solve it. New Jersey: Princeton University Press.

Rahmawati, D., Nugroho, S.E., & Putra, N.M.D. 2014. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together berbasis eksperimen untuk meningkatkan

keterampilan proses sains siswa SMP. Unnes Physics Education Journal, 3(1):40-45

Rittle‐Johnson, B., Fyfe, E.R., & Loehr, A.M. 2016. Improving conceptual and prosedural

knowledge: The impact of instructional content within a mathematics lesson. British

Journal of Educational Psychology, 86(4):576-591.

Rosdiana, l., Nurita, T., & Sabtiawan, W.B. 2018. Pengembangan LKM untuk meningkatkan

literasi sains calon guru IPA. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 3(1):27-32.

Rosman, T., Peter, J., Mayer, A.K., & Krampen, G. 2018. Conceptions of scientific

knowledge influence learning of academic skills: epistemik beliefs and the efficacy of information literacy instruction. Studies in Higher Education, 43(1):96-113.

Sudana, D.N., Astawan, G., Kusmaryatni, N., & Rati, W.R.N.P. 2013. Buku Ajar Pendidikan

IPA SD. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha

Suhandi, A., Samsudin, A., & Hermita, N. 2018. Effectiveness of the use of question-driven

levels of inquiry based instruction (QD-LOIBI) assisted visual multimedia supported

teaching material on enhancing scientific explanation ability senior high school students. Journal of Physics: Conference Series, 1013(1):012026.

Teo, T.W. & Goh, W.P.J. 2019. Assessing lower track students’ learning in science inference

skills in Singapore. Asia-Pacific Science Education, 5(1):1-19.

Page 17: ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS …

Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|119

Titin, T. 2013. Deskripsi keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan biologi melalui

pembelajaran berbasis praktikum pada mata kuliah taksonomi tumbuhan. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 4(1):47-52.

Tohir, M. 2019. Hasil PISA Indonesia tahun 2018 turun dibanding tahun 2015, (Online),

(https://matematohir.wordpress.com/2019/12/03)

Walia, V., Kumar, A., Fu, C.C., Lin, S.J., & Wen, K.L. 2019. Implication of Earthquake

Precursory Studies in Taiwan With Special Emphasis on Soil-gas Radon

Measurements. Geophysical Research Abstracts, 21, (Online), (https://web.a. ebscohost.com/, diakses 7 Juni 2020).

Ward, M.O., Grinstein, G., & Keim, D. 2015. Interactive data visualization: Foundations,

techniques, and applications, 2nd ed. Boca Raton: CRC Press.

Yeo, J.A.C., Tan, A.T.L., & Tan, J. 2017. Producing a scientific explanation in physics: What

it entails and challenges students face, (Online), (https://repository.nie.edu.sg/

bitstream/10497/19466/1/NIE_research_brief_17-001.pdf, diakses 7 Juni 2020).

Zakwandi, R., Rochman, C., Nasrudin, D., Yuningsih, E.K., & Putra, S. 2018. Profil literasi

fisika siswa madrasah terhadap mitigasi bencana erosi batang sinamar. Belajea:

Jurnal Pendidikan Islam, 3(1):47-58.

Zascavage, V. 2010. Critical thinking skills and the intervention specialist. Journal of Border

Educational Research, 8:71-80.