JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jipi p-ISSN: 2614-0500 e-ISSN: 2620-553X Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains....| 103 ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS KONTEKS BENCANA GEMPA BUMI MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA DOMAIN PENGETAHUAN PROSEDURAL DAN EPISTEMIK Muhyiatul Fadilah 1,3* , Anna Permanasari 1 , Riandi 1 , Enok Maryani 2 1 Program Studi S3 Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia 2 Program Studi S2 Pendidikan Geografi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia 3 Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia *Corresponding Author: [email protected]DOI: 10.24815/jipi.v4i1.16651 Received: 6 Mei 2020 Revised: 7 Juni 2020 Accepted: 10 Juni 2020 Abstrak. Tipikal struktur geologi Sumatera Barat menyebabkan tingginya resiko gempa bumi. Oleh sebab itu, kemampuan literasi sains konteks bencana (LSKB) perlu dikembangkan pada mahasiswa Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang agar mahasiswa mampu mengaplikasikan pengetahuan sains dan menyelesaikan permasalahan yang relevan dengan gempa bumi. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kemampuan literasi sains awal mahasiswa Pendidikan IPA tentang penanda (prekursor) gempa bumi. Aspek pengetahuan literasi sains difokuskan pada domain prosedural dan epistemik. Penentuan subjek penelitian secara purposive sampling, melibatkan 70 orang mahasiswa Pendidikan IPA. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan survei menggunakan tes LSKB dan Kuisioner Kesiapsiagaan Bencana. Data dianalisis secara kuantitatif- deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan yaitu: 1) tingkat penguasaan domain pengetahuan prosedural dan epistemik sebesar 38.18 dan 19.12, termasuk pada kategori sangat rendah, 2) pada pengetahuan prosedural, mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang mencukupi dalam penentuan variabel, namun mengalami kendala membuat grafik dan interpretasi grafik, 3) pada pengetahuan epistemik, analisis dan inferensi paling dikuasai oleh mahasiswa, 4) karakteristik pengetahuan prosedural dan epistemik adalah kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, eksplanasi ilmiah dan visualisasi data. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat penguasaan pengetahuan domain prosedural dan epistemik pada mahasiswa IPA masih rendah, dan diperlukan pembekalan pada ketiga domain literasi sains. Kata Kunci: Prekursor gempa bumi, pengetahuan prosedural, pengetahuan epistemik, literasi sains konteks bencana Abstract. The typical geological structure of West Sumatra causes a high risk of earth quakes. Therefore, the ability of disaster context science literacy (LSKB) needs to be developed in order to students can apply science to solve problems related earthquakes. The research aims to describe the characteristics of the early science literacy abilities of science education students about earth quake markers. The knowledge aspect of scientific literacy is focused on the procedural and epistemic domains. Determination of research subjects by purposive sampling involving 70 students. Data collection was carried out with thorough tests and surveys using the LSKB test and the Disaster Preparedness Questionnaire. Data were analyzed quantitatively-descriptive. The results showed that: 1) the level of mastery in the domain of procedural and epistemic knowledge was 38.18 and 19.12, included in the very low category, 2) in procedural knowledge, students already had sufficient knowledge in determining variables but had problems making graphs and graphical interpretations, 3) in epistemic knowledge, analysis and inference most mastered by students, 4) the characteristics
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020 http://jurnal.unsyiah.ac.id/jipi
p-ISSN: 2614-0500
e-ISSN: 2620-553X
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains....| 103
ANALISIS KARAKTERISTIK KEMAMPUAN LITERASI SAINS KONTEKS BENCANA GEMPA BUMI MAHASISWA PENDIDIKAN IPA
PADA DOMAIN PENGETAHUAN PROSEDURAL DAN EPISTEMIK
Muhyiatul Fadilah1,3*, Anna Permanasari1, Riandi1, Enok Maryani2
1Program Studi S3 Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, Indonesia 2Program Studi S2 Pendidikan Geografi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, Indonesia 3Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia
Received: 6 Mei 2020 Revised: 7 Juni 2020 Accepted: 10 Juni 2020
Abstrak. Tipikal struktur geologi Sumatera Barat menyebabkan tingginya resiko gempa bumi. Oleh sebab itu, kemampuan literasi sains konteks bencana (LSKB) perlu dikembangkan pada mahasiswa
Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Padang agar mahasiswa mampu mengaplikasikan
pengetahuan sains dan menyelesaikan permasalahan yang relevan dengan gempa bumi. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kemampuan literasi sains awal mahasiswa Pendidikan
IPA tentang penanda (prekursor) gempa bumi. Aspek pengetahuan literasi sains difokuskan pada
domain prosedural dan epistemik. Penentuan subjek penelitian secara purposive sampling,
melibatkan 70 orang mahasiswa Pendidikan IPA. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan survei menggunakan tes LSKB dan Kuisioner Kesiapsiagaan Bencana. Data dianalisis secara kuantitatif-
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan yaitu: 1) tingkat penguasaan domain pengetahuan
prosedural dan epistemik sebesar 38.18 dan 19.12, termasuk pada kategori sangat rendah, 2) pada pengetahuan prosedural, mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang mencukupi dalam penentuan
variabel, namun mengalami kendala membuat grafik dan interpretasi grafik, 3) pada pengetahuan
epistemik, analisis dan inferensi paling dikuasai oleh mahasiswa, 4) karakteristik pengetahuan prosedural dan epistemik adalah kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, eksplanasi ilmiah
dan visualisasi data. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat penguasaan pengetahuan domain
prosedural dan epistemik pada mahasiswa IPA masih rendah, dan diperlukan pembekalan pada ketiga domain literasi sains.
Abstract. The typical geological structure of West Sumatra causes a high risk of earth quakes.
Therefore, the ability of disaster context science literacy (LSKB) needs to be developed in order to
students can apply science to solve problems related earthquakes. The research aims to describe the characteristics of the early science literacy abilities of science education students about earth quake
markers. The knowledge aspect of scientific literacy is focused on the procedural and epistemic
domains. Determination of research subjects by purposive sampling involving 70 students. Data collection was carried out with thorough tests and surveys using the LSKB test and the Disaster
Preparedness Questionnaire. Data were analyzed quantitatively-descriptive. The results showed that:
1) the level of mastery in the domain of procedural and epistemic knowledge was 38.18 and 19.12, included in the very low category, 2) in procedural knowledge, students already had sufficient
knowledge in determining variables but had problems making graphs and graphical interpretations,
3) in epistemic knowledge, analysis and inference most mastered by students, 4) the characteristics
104| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
of procedural and epistemic knowledge are content novelty, contextuality, dimensions of inquiry,
scientific exploration and data visualization. It can be concluded that the level of mastery of procedural and epistemic domain knowledge in science students is still moderate, and it requires
training in the three domains of scientific literacy.
yang bersumber dari proses penyelidikan ilmiah untuk meminimalkan pengetahuan
kebencanaan yang berkembang atas dasar mitos atau sains semu (pseudosains).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan mahasiswa
pendidikan IPA FMIPA UNP sebagai populasi penelitian. Penentuan sampel menggunakan
teknik purposive, sehingga sebanyak 70 orang mahasiswa IPA yang sedang mengambil
matakuliah IPBA ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan
melalui teknik tes menggunakan TLSKB yang dikembangkan sendiri dan telah memenuhi
kriteria valid secara konstruk dan empiris. Untuk memperoleh data pendukung, peneliti
106| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
menggunakan Kuisioner Kesiapsigaan Bencana yang dimodifikasi dari lembar survei
kesiapsiagaan LIPI/UNESCO 2006. Butir-butir instrumen TLSKB yang mengukur
pengetahuan prosedural dan epistemik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
naskah tes pengukuran literasi sains secara keseluruhan. Agar pengukuran relevan dengan
tujuan penelitian, penulis memilah jawaban pertanyaan pada indikator yang
merepresentasikan pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik. Indikator
pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang variabel dan interpretasi data.
Indikator pengetahuan epistemik adalah pengetahuan tentang Teori-Eksplanasi, Analisis-
Justifikasi, Analisis Sintesis, dan Inferensi-Aplikasi.
Penguasaan pengetahuan mahasiswa ditentukan dengan perhitungan persentase
skor benar yang diperoleh pada masing-masing butir soal, sehingga didapatkan nilai benar
dari seluruh siswa. Angka tersebut diperoleh dari persamaan berikut.
Tingkat Penguasaan = ΣSkor benar
ΣSkor maksimal ideal 𝑥 100
Tingkat penguasaan tersebut kemudian ditafsirkan sesuai kriteria yang ditafsirkan
Arikunto (2013) yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tafsiran tingkat penguasaan pengetahuan
Interval nilai Kategori
80-100 Sangat tinggi
66-79 Tinggi
56-65 Cukup
40-55 Rendah
0-39 Sangat rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menginformasikan deskripsi awal kemampuan literasi sains
konteks bencana gempa bumi pada domain pengetahuan prosedural dan pengetahuan
epsitemik mahasiswa IPA FMIPA UNP. Tingkat penguasaan dan karakteristik
Kemampuan LSKB mahasiswa pendidikan IPA, yaitu : 1) tingkat penguasaan
mahasiswa IPA domain pengetahuan prosedural lebih tinggi dibanding pengetahuan
epistemik (nilai rata-rata 38,81 dan 19,12), namun keduanya termasuk pada kategori
sangat rendah, 2) komponen pengetahuan prosedural yang paling dikuasai adalah
penentuan variabel penelitian berdasarkan grafik (nilai 74,29), sebaliknya komponen
pengetahuan prosedural paling rendah adalah interpretasi grafik (nilai 12,14). 3)
komponen pengetahuan epistemik paling tinggi adalah argumentasi kritis (nilai 56,19),
sebaliknya komponen pengetahuan paling rendah adalah inferensi (2,86). Uraian
tentang temuan hasil penelitian dideskripsikan berikut secara terpisah antara
pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik.
Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan mengenai prosedur-prosedur
standar yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang reliabel dan valid
(OECD, 2015). Pengetahuan prosedural memberikan deskripsi bagi peserta didik
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|107
tentang bagaimana proses ilmiah yang dilakukan untuk menghasilkan suatu informasi
baru. Crooks & Alibali (2014) mengutip definisi dari pengetahuan prosedural dari Rittle-
Johnson & Siegler (1998) yang mendefinisikan bahwa pengetahuan prosedural sebagai
pengetahuan tentang tahap atau urutan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Anderson & Krathwohl (2001) menjelaskan pengetahuan prosedural
merupakan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu, metode inkuiri dan kriteria
dalam menggunakan keterampilan, algoritma, teknik dan metode. Pengetahuan
prosedural yang diukur dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu
pengetahuan tentang variabel penelitian dan interpretasi data sesuai ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelompok dan cakupan pengetahuan prosedural
No Kode Cakupan pengetahuan
Variabel Penelitian
1 PP1 Variabel-variabel pada grafik hasil penelitian prekursor alami
gempabumi 2 PP4 Identifikasi variabel terikat dari penelitian medan magnet dan sel
makhluk hidup
3 PP2 Hubungan antar variabel yang terdapat pada grafik hasil penelitian
prekursor alami gempa bumi Interpretasi Data
4 PP3 Interpretasi grafik hasil penelitian anomali perilaku hewan
5 PP5 Representasi data gelombang elektromagnetik sebelum gempabumi (dari tabel menjadi grafik)
6 PP6 Interpretasi grafik (hasil representasi) lead time gelombang
elektromagnetik sebelum gempa bumi
Tingkat penguasaan awal mahasiswa IPA terhadap masing-masing pengetahuan
prosedural disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tingkat Penguasaan Pengetahuan Prosedural
74,29
34,2931,43
26,43
54,29
12,14
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PP1 PP4 PP2 PP3 PP5 PP6
Nila
i Pen
geta
hu
an P
rose
du
ral
Pengetahuan Variabel Penelitian Pengetahuan Interpretasi Data
108| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
Nilai rata-rata penguasaan pengetahuan prosedural kelompok pengetahuan tentang
variabel penelitian (PP1, PP4, PP2) adalah 46,67, lebih tinggi daripada rata-rata
pengetahuan tentang interpretasi data (PP3, PP5, PP6), yaitu 30,95. Perbedaan nilai mengindikasikan mahasiswa lebih mampu menentukan variabel pada grafik daripada
membuat grafik berdasarkan data tabel.
Pengetahuan Variabel Penelitian Dalam kelompok pengetahuan tentang variabel penelitian, nilai tertinggi adalah
pengetahuan menentukan variabel (74.29) dengan persentase mahasiswa menjawab
benar mencapai 32.4%. Sedangkan dua pengetahuan lainnya, menentukan variabel bebas-
terikat (PP4) dan hubungan antar variabel (PP2), memperoleh nilai dibawah 35. Hal ini mengindikasikan mahasiswa sudah memahami variabel penelitian, namun belum
memahami perbedaan antara variabel bebas dan variabel terikat serta hubungan antar
variabel. Menentukan variabel bebas-terikat lebih sulit bagi mahasiswa karena hanya
14.3% mahasiswa yang mampu membedakan variabel bebas dan variabel terikat dengan tepat (PP4). Jumlah mahasiswa yang mampu menentukan hubungan antar variabel (PP2)
lebih banyak, yaitu 24.3%. Berdasarkan persentase mahasiswa yang mencapai skor ideal
pada ketiga komponen pengetahuan, urutan tingkat kesulitan memahami pengetahuan
prosedural tentang variabel mulai dari yang paling sulit, yaitu membedakan variabel (PP4),
menentukan hubungan antar variabel (PP2), dan pengenalan variabel penelitian (PP1). Sebagian besar studi yang mengkaji tentang variabel membahas variabel sebagai
komponen keterampilan proses sains dari kegiatan paktek laboratorium (Padila, 1990).
Hamdiyati & Kusnadi (2007) menemukan rendahnya keterampilan menentukan jenis
variabel pada mahasiswa dalam praktikum Mikrobiologi. Hal serupa juga ditemukan oleh Bachtiar (2018) dimana mahasiswa tidak tuntas dalam mengidentifikasi dan
mendefinisikan variabel terkait praktikum fisika. Tidak jauh berbeda, Kurniawan & Endah
(2010) menemukan skor peningkatan keterampilan menetapkan variabel dari siklus 1
sampai siklus 3 adalah paling rendah dibanding skor peningkatan keterampilan proses sains lainnya. Penjelasan paling umum tentang penyebab rendahnya keterampilan proses
sains adalah kurangnya kesempatan melakukan kegiatan inkuiri ilmiah di laboratorium
(Rahmawati, dkk., 2014).
Penelitian ini menunjukkan temuan yang berbeda dengan penelitian lainnya. Jika
pada penelitian sebelumnya, mahasiswa kesulitan menentukan dan mendefinisikan variabel, dalam penelitian ini mahasiswa telah mampu menentukan variabel, namun
kesulitan dalam membedakan variabel terikat-variabel bebas, dan memaknai hubungan
antar variabel. Kesulitan ini diduga berkaitan dengan karakteristik konten yang menyertai
variabel, yaitu konten yang bersifat baru, meliputi Emanasi Radon, Medan Magnet dan Anomali Perilaku Rodensia. Ketiga konten tersebut sedang dikaji secara intensif dalam riset
nasional dan internasional sebagai bagian dari upaya prediksi gempabumi.
Radon merupakan gas yang dilepaskan akibat adanya tekanan pada batuan di area
fokus seismik sebelum gempabumi berkekuatan > 5 SR, seperti di Taiwan, India, Pakistan, Iran dan banyak lokasi gempa lainnya di berbagai negara (Ching-Chou, dkk., 2017; Deb,
seiring dengan peningkatan kekuatan gempabumi. Pemancaran Radon berasosiasi dengan
fenomena fisika lain, antara lain radiasi gelombang elektromagnetik frekuensi rendah, oksidasi hidrogen peroksida, anomali termal dan anomali ion di atmosfer (Kamogawa,
2006). Walia, dkk., (2019) menjelaskan anomali radon tidak hanya dikontrol oleh aktivitas
seismik, melainkan juga dipengaruhi oleh parameter metereologis seperti kelembaban
tanah, curah hujan, temperatur dan tekanan udara.
Penjelasan ringkas diatas mengindikasikan bahwa konten tentang prekursor gempabumi merupakan pengetahuan sains yang memiliki banyak aspek-aspek inkuiri.
Berkaitan dengan kompleksitas pengetahuan penyusun prekursor gempabumi, maka
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|109
pengetahuan tentang variabel-variabel riset tentang prekursor merupakan elemen dasar
pengembangan pengetahuan prosedural dalam literasi sains. Penulis menduga, faktor
kebaruan pengetahuan tentang prekursor Radon mempengaruhi tingkat pemahaman mahasiswa terhadap pengetahuan tentang variabel Radon.
Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 50% mahasiswa telah mengetahui Radon
digunakan sebagai penanda gempabumi, baik yang dilepaskan ke permukaan tanah
melalui celah seismik, maupun yang dilepaskan ke bawah permukaan tanah dalam bentuk Hidrogen Peroksida (Gambar 2b dan 2c). Namun rendahnya pengetahuan mahasiswa
dalam mendeskripsikan hubungan antar variabel Radon dengan variabel lainnya
mengindikasikan perlunya penguatan pengetahuan konseptual tentang Radon, tentunya
melalui pembelajaran. Hasil penelitian Rittle‐Johnson, dkk., (2016) merekomendasikan
perlunya pembelajaran terpisah untuk target pemahaman pengetahuan konseptual dan
prosedural dalam mata pelajaran matematika, berbeda dengan asumsi yang selama ini
berkembang bahwa pemahaman konseptual dapat diperoleh sekaligus melalui pembelajaran prosedural. Jika dikaitkan dengan karakteristik konten Radon dalam literasi
bencana, penelitian ini mengimplikasikan perlunya instruksional spesifik untuk
pengetahuan konseptual Radon dan pengetahuan prosedural tentang variabel yang relevan
dengan Radon.
a b c
Gambar 2. a. Sebaran Skor PP2, b. Persentase Pengetahuan Radon, c. Persentase
Pengetahuan Radon-Hidrogen Peroksida.
Pengetahuan tentang hubungan antara variabel juga diukur dari materi tentang
Anomali Perilaku Mencit. Mencit merupakan salah satu hewan yang sensitif terhadap
perubahan medan magnet dalam bentuk anomali gelombang elektromagnetik, sehingga
menunjukkan respon dalam bentuk perilaku tidak biasa (anomali) (Hayakawa, dkk., 2016). Hasil survei menunjukkan sebagian besar mahasiswa (74.6%) telah mengetahui mencit
menunjukkan perubahan perilaku sebelum gempabumi, namun mahasiswa belum
memahami penjelasan ilmiah tentang mekanisme perubahan perilaku Mencit tersebut. Hal
yang sama berlaku juga untuk topik Anomali Medan Magnet. Sebagian besar mahasiswa (66,1%) telah mengetahui adanya anomali medan magnet sebelum gempabumi, namun
eksplanasi saintifiknya belum dipahami dengan baik. Perlu ditambahkan, instruksional
spesifik untuk penguatan pengetahuan konseptual dan prosedural harus kaya dengan
eksplanasi-eksplanasi ilmiah.
Pengetahuan Interpretasi Data
Pengetahuan interpretasi data merupakan pengetahuan penting dalam rangka
melaporkan hasil penyelidikan ilmiah. Hasil interpretasi data dapat ditampilkan dalam
bentuk tabel, grafik, skema, dan diagram. Kemampuan paling rendah dalam interpretasi data adalah interpretasi grafik, yang diukur dari PP3 dan PP6 . Grafik yang diinterpretasikan
61,414,3
24,3
Persentase Skor PP2
.00 1.00 2.00
32,2
10,2
57,6
Persentase Pengetahuan Radon
.00 1.00 2.00
45,8
3,4
50,8
Persentase Pengetahuan Radon-Hidrogen Peroksida
.00 1.00 2.00
110| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
pada PP3 adalah grafik hasil penelitian yang disediakan dalam soal, sedangkan grafik PP6
merupakan grafik yang dibuat sendiri oleh testee berdasarkan data dari tabel yang
disediakan dalam soal. Nilai menginterpretasikan grafik yang disediakan (PP3) lebih tinggi daripada nilai menginterpretasikan grafik yang dibuat sendiri (PP6). Temuan ini diperkuat
oleh rendahnya nilai mahasiswa dalam membuat grafik, yaitu 54.29. Namun demikian,
membuat grafik lebih menantang bagi mahasiswa karena pada saat tes, hampir 70%
mahasiswa menunjukkan kemampuan mencoba membuat grafik. Rendahnya pengetahuan interpretasi data dalam bentuk grafik oleh mahasiswa juga
ditemukan oleh Hamdani (2017) & Titin (2013), namun pengukuran dilakukan dari
pembelajaran laboratorium. Nuryanti, dkk., (2019) melakukan pengukuran kemampuan
interpretasi data pada topik Erupsi Gunung Api pada siswa SMP dan menemukan kemampuan interpretasi data mencapai kategori sedang (medium).
Kemampuan interpretasi data dan membuat grafik termasuk salah satu kompetensi
literasi sains (OECD, 2015). Lai, dkk., (2016) menemukan sebagian besar siswa mengalami
kesulitan menghubungkan fitur grafik dengan konsep sains, terutama ketika diminta untuk mengkritik atau membuat grafik. Hasil penelitian Nixon, dkk., (2016) menunjukkan bahwa
mahasiswa fisika berhasil membuat grafik namun tidak menghubungkan makna grafik
dengan konsep fisika yang mendasarinya. Dua penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
faktor konten berhubungan dengan kemampuan interpretasi dan membuat grafik,
termasuk juga faktor kontekstual (Phage, dkk., 2017). Dengan demikian, mahasiswa perlu memahami konten yang bersifat kontekstual agar terbantu dalam mengembangkan
kemampuan interpretasi data dan membuat grafik.
Pengetahuan Epistemik Pengetahuan epistemik menurut Duschl adalah pengetahuan untuk membangun
dan mendefinisikan fitur esensial untuk membangun proses pengetahuan dalam sains dan
aturan mereka dalam menjastifikasi pembentukan pengetahuan (OECD, 2013).
Pengetahuan epistemik terbagi atas konstruk dan peran konstruk (OECD, 2015), antara lain mencakup eksplanasi, analogi, model, penalaran, hipotesis, dan klaim. Ringkasnya,
pengetahuan epistemik berhubungan erat dengan proses konstruksi pengetahuan. Oleh
sebab itu, pembahasan pengetahuan epistemik berkaitan langsung dengan konten
pengetahuan yang menjadi substratnya. Pengetahuan epistemik yang terdapat dalam
literasi sains konteks bencana gempa bumi terdiri dari 17 komponen pengetahuan dan dikelompokkan berdasarkan proses berfikir dan produk berfikir yang dihasilkannya.
1. Kelompok Teori-Eksplanasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan
penggunaan teori untuk ekplanasi suatu gagasan
2. Kelompok Analisis-Justifikasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan proses analisis yang emnghasilkan suatu justifikasi atau penilaian.
3. Kelompok Analisis-Inferensi, yaitu kelompok pengetahuan epistemik yang
mengindikasikan proses analisis untuk menghasilkan suatu inferensi atau kesimpulan
4. Kelompok Analisis-Sintesis, yaitu kelompok pengetahuan epistemik yang mengindikasikan proses analisis untuk menghasilkan suatu gagasan baru
5. Kelompok Inferensi-Aplikasi, yaitu kelompok pengetahuan yang mengindikasikan
adanya inferensi yang diaplikasikan dalam kondisi yang berbeda atau baru.
Rincian kelompok pengetahuan epistemik disajikan pada Tabel 3.
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|111
Tabel 3. Kelompok dan cakupan pengetahuan epistemik
No Kode Kelompok dan Cakupan pengetahuan Konten
Teori-Eksplanasi
1 PE14 Kemunculan prekursor kimia fisika menurut Model Kopel LAI
Anomali Ionosfer
2 PE17 Deteksi prekursor gelombang seismik
dengan menggunakan Model Lemur
Conjecture
Anomali Perilaku Anjing dan
Kucing
Analisis Inferensi
3 PE1 Identifikasi gagasan kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa
Bumi 4 PE2 Parameter kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa
Bumi
5 PE5 Hubungan Hidrogen Peroksida dan Radon Oksidasi Hidrogen Peroksida
6 PE6 Hubungan Hidrogen Peroksida dan celah seismik
Oksidasi Hidrogen Peroksida
7 PE7 Hubungan Hidrogen Peroksida dan air
tanah
Oksidasi Hidrogen Peroksida
8 PE8 Hubungan Hidrogen Peroksida dan
Toksisitas Hewan
Oksidasi Hidrogen Peroksida
Analisis Justifikasi
9 PE3 Argumentasi konsep kesiapsiagaan Sumatera Barat Rawan Gempa
Bumi
10 PE11 Argumen kritis pada fungsi indera hewan Anomali Perilaku Anjing dan Kucing sebagai prekursor gempa
bumi
11 PE16 Klaim fakta dan data untuk menganalisis
penyebab kemunculan anomali perilaku hewan
Anomali Perilaku Sapi
12 PE4 Inferensi Radon sebagai prekursor
gempabumi
Emanasi Radon sebelum
Gempabumi
Analisis Sintesis
13 PE12 Prediksi kebutuhan data Anomali Perilaku Anjing dan
Kucing sebagai prekursor gempa
bumi
Inferensi-Aplikasi
14 PE9 Inferensi Kalsium untuk menjelaskan
anomali perilaku makhluk hidup
Anomali Perilaku (Gerak
Terbang) Burung 15 PE10 Inferensi makna grafik untuk
menjelaskan gejala yang terjadi di alam
Anomali Perilaku (Kicauan)
Burung
16 PE13 Inferensi hubungan antara variabel untuk
penelitian relevan
Anomali Perilaku Mencit sebagai
prekursor gempa bumi 17 PE15 Inferensi makna grafik untuk
menjelaskan gejala yang terjadi di alam
Anomali Gelombang
Elektromagnetik
Nilai penguasaan awal mahasiswa IPA terhadap masing-masing pengetahuan epistemik
sebagai komponen literasi sains dalam konteks bencana gempa bumi, disajikan dalam
bentuk diagram batang pada Gambar 3.
112| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
Gambar 3. Tingkat Penguasaan Pengetahuan Epistemik
Pengetahuan epistemik dapat dikatakan pengetahuan tingkat lanjut yang diperkuat
oleh penguasaan pengetahuan konten dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konten merupakan pengetahuan yang menanamkan konsep dan prinsip dasar, pengetahuan
prosedural merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui penelusuran komponen dan
proses investigasi ilmiah yang menghasilkan pengetahuan tersebut. Pengetahuan
epistemik merupakan pengetahuan tertinggi dimana mahasiswa melakukan penelaahan (analisis) terhadap proses dan produk investigasi ilmiah (fakta, konsep, prinsip, prosedur,
hukum, teori, atau model), melakukan pemilahan dan penilaian (evaluasi), menghasilkan
gagasan baru (sintesis) atau kesimpulan (inferensi).
Pengetahuan Teori Eksplanasi
Pengetahuan mahasiswa IPA mengemukakan eksplanasi berdasarkan teori
memperoleh nilai sangat rendah (<20%) yang ditunjukkan oleh sekitar 45% mahasiswa
memperoleh skor nol. Jumlah mahasiswa yang memberikan eksplanasi menggunakan teori
sangat sedikit, yaitu dibawah 10%. Pemahaman terhadap teori dalam sains merupakan hakikat sains sebagai produk dan sangat diperlukan dalam pemahaman konsep (Ogundeji,
dkk., 2019). “Sains sebagai produk merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan
kegiatan analitik yang dilakukan para ilmuan selama berabad-abad” (Sudana, 2013).
Pemahaman terhadap model dan teori sangat penting dalam pembelajaran sains karena diperlukan untuk sebagai landasan logika untuk menjawab permasalahan-permasalahan
melalui penyelidikan ilmiah, dan diperlukan untuk memperkuat solusi atau jawaban serta
pembentukan pandangan ilmiah, pemikiran logis dan budaya kegiatan informasi (Yeo,
dkk., 2017). Penelitian Suhandi, dkk., (2017) menginformasikan penggunaan multimedia dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memberikan penjelasan yang didukung oleh
bukti ilmiah yang diperoleh dari kegiatan praktikum dan konsep, hukum, prinsip atau teori
yang berlaku. Oktavianti, dkk., (2018) menemukan peningkatan signifikan kemampuan
eksplanasi ilmiah siswa SMA menggunakan e-Blended Learning. Kedua penelitian
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|113
mengimplikasikan peran media dan teknologi untuk meningkatkan kemampuan ekplanasi
ilmiah.
Pengetahuan Analisis Inferensi
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan analisis dan inferensi menunjukkan nilai
rata-rata 15,13 dan tingkat penguasaan paling rendah terdapat pada konten analisis
hubungan antara Hidrogen Peroksida dan Radon (PE5). Pengetahuan epistemik pada kelompok analisis-inferensi terbaik terdapat pada identifikasi gagasan kesiapsiagaan
(PE1), yaitu dengan nilai 51,29 (Gambar 3). Pengetahuan ini diduga telah terbentuk oleh
pengalaman mahasiswa karena tinggal didaerah rawan bencana, dimana sumber informasi
tentang kesiapsiagaan tersedia melimpah. Hasil survei menunjukkan bahwa pengetahuan kesiapsiagaan bencana gempa bumi diperoleh dari 4 macam sumber informasi, yaitu
perkuliahan (97,46%), Media massa cetak dan elektronik (99.15%), Media khusus seperti
brosur/leaflet (87,29%), dan Pendidikan/pelatihan (83,05%).
Hasil penelitian menunjukkan dua temuan yang berlawanan, dimana kemampuan analisis inferensi berbasis pengetahuan teoritis sangat rendah, sebaliknya kemampuan
analisis inferensi berbasis pengalaman praktis termasuk pada kategori yang cukup.
Alhadad (2018) mengemukakan peran visualisasi data yang mampu memperantarai
mekanisme inferensi secara teoritis dan praktis, karena visualisasi data memiliki fungsi
baik sebagai alat komunikasi maupun metodologi penelitian. Tingginya kebutuhan inferensi untuk mengambil keputusan (Teo & Goh, 2019), terutama dalam konteks mitigasi dan
melalui pembelajaran yang melatihkan elaborasi data-data visual, dalam bentuk
representasi visual informasi kompleks yang dikonstruksi sedemikian rupa untuk meningkatkan pemahaman (Ward, dkk., 2015) dan mendukung fungsi kognitif (Hegarty,
dkk., 2011). Kognitif itu sendiri merupakan komponen yang membangun pengetahuan
epistemik, yaitu pemikiran tentang yang diketahui seseorang dan bagaimana mereka
memperoleh pengetahuan tersebut.
Pengetahuan Analisis Justifikasi
Pengetahuan analisis dan justifikasi didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa
menganalisis, menilai pernyataaan lalu memberikan justifikasi (keputusan hasil penilaian)
yang disertai dengan argumentasi. Beberapa bentuk justifikasi terkait konten yang dimaksud dalam pengetahuan ini adalah:
1. Justifikasi gagasan konsep dan parameter kesiapsiagaan bencana yang keliru
menggunakan pemahaman konsep yang tepat dan kemampuan membedakan paramater
kesiapsiagaan bencana. 2. Justifikasi sistem indera yang sensitif mendeteksi fenomena alam yang tidak biasa
sebelum gempabumi dengan mengemukakan argumentasi logis.
3. Justifikasi faktor fisika yang paling potensial menstimulasi reaksi perubahan perilaku
pada sapi, berdasarkan fakta dan data yang disajikan dalam suatu kasus. Pengetahuan ini juga penting dalam mengambil keputusan apakah anomali perilaku hewan tertentu
merupakan penanda gempabumi atau merupakan perubahan perilaku terkait dengan
kebutuhan makan, reproduksi atau perlindungan diri.
4. Justifikasi bahwa trend/pola produksi Radon bersifat relevan atau tidak relevan dengan perubahan fenomena pra gempa bumi. Mahasiswa harus mampu membedakannya karena
Radon juga diproduksi dalam proses industri.
Pengetahuan analisis justifikasi yang paling sedikit dikuasai mahasiswa adalah
pengetahuan inferensi Radon sebagai prekursor gempa bumi dan fakta dan data potensial
penyebab Anomali Perilaku Sapi (PE4 dan PE16), (Gambar 4a dan 4b). Sekitar 75% mahasiswa tidak menguasai kedua pengetahuan tersebut. Dua pengetahuan epistemik
lainnya, yaitu Konsep Kesiapsiagaan (PE3) dan Fungsi Sistem Indera dalam menjelaskan
114| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
anomali perilaku Anjing dan Kucing (PE11) lebih mudah dipahami karena lebih dari 75%
mahasiswa mampu menunjukkan pengetahuannya untuk menjelaskan permasalahan
(Gambar 4c dan 4d).
a b
c d
Gambar 4. a. Persentase Skor PE4, b. Persentase Skor PE16, c. Persentase Skor PE3, d.
Persentase Skor PE11
Pengetahuan Analisis Sintesis
Pengetahuan Analisis Sintesis merupakan pengetahuan yang menggambarkan
kemampuan mahasiswa menganalisis pernyataan dan menghasilkan suatu gagasan baru yang dikontruksi dari pernyataan-pernyataan tersebut. Pengetahuan analisis sintesis
diukur pada konten Anomali Perilaku Anjing dan Kucing. Pencapaian mahasiswa IPA pada
pengetahuan ini adalah 19,29, termasuk pada kategori sangat rendah. Akan tetapi, hasil
survey yang menunjukkan 71,4% mahasiswa IPA telah mengetahui peran Anjing dan
Kucing sebagai penanda gempabumi. Pengetahuan tentang Anjing dan Kucing sebagai prekursor masih bersifat umum, belum memuat logika-logika ilmiah yang berhubungan
dengan data dan fakta.
Pengetahuan Inferensi Aplikasi Pengetahuan epistemik pada kelompok inferensi-Aplikasi memfokuskan pada
penerapan hasil inferensi pada situasi baru atau kasus real yang terjadi di lapangan. Proses
konstruksi yang diharapkan adalah mahasiswa menginferensi hasil-hasil penelitian dari
komponen-komponen penyelidikan ilmiah seperti hubungan antar variabel, penyajian data, dan kemudian menggunakan inferensi tersebut untuk menjelaskan fakta pada konteks
yang berbeda. Ada 4 pengetahuan inferensi-aplikasi sebagai bagian dari pengetahuan
epistemik. Pengetahuan tertinggi adalah inferensi makna grafik anomali perilaku (kicauan)
burung dan aplikasinya dalam kasus keanehan kicauan burung sebelum gempabumi 2009 di Padang (PE10), dengan nilai 21,07. Pengetahuan terendah terdapat pada inferensi
74,37,1
18,6
Persentase Skor PE4
.00 1.00 2.00
75,7
10,0
10,0 4,3
Persentase Skor PE16
.00 1.00 2.00 3.00
15,7
37,141,4
4,3 1,4
Persentase Skor PE3
.00 .50 1.00 2.00 5.00
22,9
15,731,4
30,0
Persentase Skor PE11
.00 1.00 2.00 3.00
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|115
kalsium untuk menjelaskan anomali perilaku (PE9) dengan nilai 2,86. Pencapaian secara
keseluruhan pengetahuan epistemik pada kelompok ini termasuk pada kategori rendah.
Salah satu penyebab perbedaannya adalah karakteristik konten yang menyertai pengetahuan epistemik. Penguasaan pada PE10 lebih tinggi daripada PE9 karena konten
PE10 lebih kontekstual dibanding konten PE9 yang terjadi dalam skala laboratorium.
Lima kelompok pengetahuan epistemik di atas merupakan komponen-komponen
proses berfikir yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Salah satu keterampilan berfikir yang paling urgen terkait dengan bencana dan kesiapsiagaan bencana adalah
mengambil keputusan saat berhadapan dengan masalah bencana. Masek dan Yamin
(2011) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan (solusi) yang beralasan,
rasional, dan masuk akal memerlukan proses analitik yang meliputi interpretasi, evaluasi, dan inferensi. Haase (2010), Jager (2012), dan Zascavage (2010) juga menjelaskan bahwa
kegiatan menganalisis, menginterpretasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi yang
akan disampaikan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dalam
mempertimbangkan solusi atau tindakan terbaik menyelesaikan permasalahan. Pengukuran pengetahuan epistemik merupakan salah satu upaya untuk mendeteksi sejauh
mana mahasiswa di daerah rawan bencana memiliki keterampilan-keterampilan berfikir
yang mendukung untuk pencegahan resiko dan penanganan dampak bencana.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan tingkat penguasaan domain pengetahuan prosedural
dan epistemik pada mahasiswa IPA FMIPA UNP termasuk pada kategori sangat rendah, dengan skor sebesar 38,18 dan 19,12. Pengetahuan yang cukup dikuasai mahasiswa dalam
lingkup pengetahuan prosedural adalah penentuan variable, sebaliknya mahasiswa masih
mengalami kendala pada pengetahuan membuat grafik dan interpretasi grafik. Pada
pengetahuan epistemik, pengetahuan membuat analisis dan inferensi lebih paling dikuasai oleh mahasiswa. Rendahnya pengetahuan prosedural dan epistemik berhubungan dengan
sejumlah faktor. Eksistensi faktor tersebut mengindikasikan beberapa atribut atau karakter
pengetahuan prosedural dan epistemik untuk kemampuan literasi sains konteks bencana,
yaitu kebaruan konten, kontekstualitas, dimensi inkuiri, ekplanasi ilmiah dan visualisasi
data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya upaya serius untuk meningkatkan literasi sains konteks bencana pada mahasiswa IPA pada ketiga domain pengetahuan
prosedural, epistemik, dan pengetahuan konten. Untuk penelitian berikutnya, analisis
statistik diperlukan untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antar pengetahuan
sehingga membantu pemetaan kemampuan awal Literasi Sains Konteks Bencana mahasiswa IPA FMIPA UNP.
DAFTAR PUSTAKA
Alhadad, S.S. 2018. Visualizing data to support judgement, inference, and decision making
in learning analytics: Insights from cognitive psychology and visualization science.
Journal of Learning Analytics, 5(2):60-85.
Anderson, L.W. & Krathwohl (Eds.). 2001. A Taxonomy for learning, teaching, and
assessing: A revision of bloom's taxonomy of educational objectives.
Arikunto, S. 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
116| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
Awais, M., Barkat, A., Ali, A., Rehman, K., Zafar, W.A., & Iqbal, T. 2017. Satellite thermal
IR and atmospheric radon anomalies associated with the Haripur earthquake (Oct
2010; Mw 5.2), Pakistan. Advances in Space Research, 60(11):2333-2344.
Bachtiar, B. 2018. Pengaruh model praktikum fisika berbasis guided inkuiri untuk
meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa pendidikan fisika UIN mataram.
prosiding seminar nasional pendidik dan pengembang pendidikan Indonesia: 82-88.
Baytiyeh, H. & Naja, M.K. 2015. Are colleges in Lebanon preparing students for future
earthquake disasters? International Journal of Disaster Risk Reduction, 14:519-526.
Chang, C.Y. 2010. Does problem solving prior knowledge reasoning skills in earth science?
An exploratory study. Research in Science Education, 40(2):103-116.
Chen, C.H. 2010. Promoting college students’ knowledge acquisition and ill structured problem solving: Web-based integration and procedure prompts. Computers &
A., Shih-Jung, L., Lai, T.H., & Kuo-Liang, W. 2017. Preseismic anomalies in soil-gas radon associated with 2016 M 6.6 Meinong earthquake, Southern Taiwan. TAO:
Terrestrial, Atmospheric and Oceanic Sciences, 28(5):787-798.
Crooks, N.M. & Alibali, M.W. 2014. Defining and measuring conceptual knowledge in mathematics. Developmental Review, 34(4):344-377.
Deb, A., Gazi, M., Ghosh, J., Chowdhury, S., & Barman, C. 2018. Monitoring of soil radon
by SSNTD in Eastern India in search of possible earthquake precursor. Journal of Environmental Radioactivity, 184:63-70.
Drew, S.V. & Thomas, J. 2018. Secondary science teachers’ implementation of CCSS and
NGSS literacy practices: a survey study. Reading and Writing, 31(2):267-291.
Eddif, A., Touir, R., Majdoubi, H., Larhzil, H., Mousaoui, B., & Ahmamou, M. 2015. The
Initial Conceptions for Earthquakes Phenomenon for Moroccan Students of the First
Year Secondary College. Journal of Education and Practice, 6(18):150-158.
Fadilah, M., Permanasari, A., Riandi, R, & Maryani, E. 2020. The Level of disaster literacy
of earthquake-experienced students in mathematics and science faculty of state
university in Indonesia. Journal of Engineering Science and Technology (JESTEC) on
AASEC2019, Februari 2020:30-38.
Fatkhurrohman, M.A. & Astuti, R.K. 2017. Pengembangan modul fisika dasar I berbasis
Greene, J.A., Cartiff, B.M., & Duke, R.F. 2018. A meta-analytic review of the relationship
between epistemik cognition and academic achievement. Journal of Educational
Psychology, 110(8):1084-1111.
Haase, F. 2010. Categories of critical thinking in information management. a study of critical thinking in decision making proceses Nómadas. Revista Crítica de Ciencias
Sociales Jurídicas, 27(3):1-19.
Fadilah, dkk.: Analisis Karakteristik Kemampuan Literasi Sains.....|117
Hamdani, H. 2017. Deskripsi keterampilan proses sains mahasiswa calon guru fisika. Jurnal
Pendidikan Matematika dan IPA, 8(1):43-51.
Hamdiyati, Y. & Kusnadi, M. 2007. Profil keterampilan proses sains mahasiswa melalui
pembelajaran berbasis kerja ilmiah pada matakuliah mikrobiologi. Jurnal Pengajaran
MIPA, 9(2):36-42.
Hayakawa, M., Yamauchi, H., Ohtani, N., Ohta, M., Tosa, S., Asano, T., Schekotov, A.,
Izutsu, J., Potirakis, S.M., & Eftaxias, K. 2016. On the precursory abnormal animal
behavior and electromagnetic effects for the Kobe earthquake (M~ 6) on April 12, 2013. Open Journal of Earthquake Research, 5(03):165-171.
Hegarty, M., Smallman, H.S., Stull, A.T., & Canham, M. 2009. Naïve cartography: How
intuitions about display configuration can hurt performance. Cartographica, 44:171–186.
Innatesari, K. 2016. Kelayakan modul IPA berbasis local wisdom dengan tema erupsi
gunung kelud. Pensa e-jurnal: Pendidikan Sains, 4(3):1-7.
Jager, T. 2012. Can First Year Students’ Critical Thinking Skills Develop in a Space of Three
Months?. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1(47):1374-1381.
Jimenez-Aleixandre, M.P., Diaz de Bustamante, J., & Duschl, R.A. 1998. Scientific Culture and School Culture: Epistemik and Prosedural Components. Paper dipresentasikan
pada The NARST annualmeeting, San Diego CA.
Kamogawa, M. 2006. Preseismic lithospherec–atmospherec–ionosphere coupling. EOS Trans Am Geophys Union, 87(40):417–424.
Kelly, G.J. & Licona, P. 2018. Epistemik practices and science education In: Matthews M.
(eds) History, Philosophy and Science Teaching. Cham: Springer.
Khorshidi, A. & Nabipour, J.S. 2017. Report on correlation between Radon outgassing and
aftershocks activity along the bam fault in Kerman province of Iran. Brazilian Journal
of Radiation Sciences, 5(2):1-12.
Kurniawan, W. & Diana, E.H. 2010. Pembelajaran fisika dengan metode inkuri terbimbing
untuk mengembangkan keterampilan proses sains. Jurnal Penelitian Pembelajaran
Fisika, 1(2):149-158.
Lai, K., Cabrera, J., Vitale, J.M., Madhok, J., Tinker, R., & Linn, M.C. 2016. Measuring graph
comprehension, critique, and construction in science. Journal of Science Education
and Technology, 25(4):665-681.
Masek, A. & Yamin, S. 2011. The Effect of Problem Based Learning on Critical Thinking
Ability: A Theoretical and Empirical Review. International Review of Social Sciences
and Humanities, 2(1):215—221.
Nixon, R.S., Godfrey, T.J., Mayhew, N.T., & Wiegert, C.C. 2016. Undergraduate student construction and interpretation of graphs in physics lab activities. Physical Review
Physics Education Research, 12(1):1-19.
118| JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 4(1), 103-119, 2020
Nuryanti, A., Kaniawati, I., & Suwarma, I.R. 2019. Junior high school students’ scientific
literacy on earth science concept. J. of Physics: Conference Series, 1157(2):1-6.
OECD, 2013. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics, Reading,
Science, Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
OECD, 2015. PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading,
Mathematics and Science, Preliminary Version. Paris: OECD Publishing.
Ogundeji, O.M., Madu, B.C., & Onuya, C.C. 2019. Scientific Explanation of Phenomena and Concept Formation as Correlates of Students’ Understanding of Physics Concepts.
European Journal of Physics Education, 10(3):10-19.
Oktavianti, E., Handayanto, S.K., Wartono, W., & Saniso, E. 2018. Students’ Scientific Explanation in Blended Physics Learning with E-Scaffolding. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 7(2):181-186
Padila, M.J. 1990. The science process skills, (Online), (https://www.narst.org/
publications/research/skill.cfm., diakses 7 Juni 2020).
Phage, I.B., Lemmer, M., & Hitge, M. 2017. Probing factors influencing students’ graph
comprehension regarding four operations in kinematics graphs. African Journal of
Research in Mathematics, Science and Technology Education, 21(2):200-210.
Polya, G. 1973. How to solve it. New Jersey: Princeton University Press.
Rahmawati, D., Nugroho, S.E., & Putra, N.M.D. 2014. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together berbasis eksperimen untuk meningkatkan
keterampilan proses sains siswa SMP. Unnes Physics Education Journal, 3(1):40-45
knowledge: The impact of instructional content within a mathematics lesson. British
Journal of Educational Psychology, 86(4):576-591.
Rosdiana, l., Nurita, T., & Sabtiawan, W.B. 2018. Pengembangan LKM untuk meningkatkan
literasi sains calon guru IPA. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 3(1):27-32.
Rosman, T., Peter, J., Mayer, A.K., & Krampen, G. 2018. Conceptions of scientific
knowledge influence learning of academic skills: epistemik beliefs and the efficacy of information literacy instruction. Studies in Higher Education, 43(1):96-113.
Sudana, D.N., Astawan, G., Kusmaryatni, N., & Rati, W.R.N.P. 2013. Buku Ajar Pendidikan
IPA SD. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha
Suhandi, A., Samsudin, A., & Hermita, N. 2018. Effectiveness of the use of question-driven
levels of inquiry based instruction (QD-LOIBI) assisted visual multimedia supported
teaching material on enhancing scientific explanation ability senior high school students. Journal of Physics: Conference Series, 1013(1):012026.