INTEGRASI PASAR KOMODITI BERAS DI KABUPATEN MALANG (Studi Kasus di Pasar Induk Gadang dan Pasar Lawang Kabupaten Malang) Oleh : Dwita Indrarosa, ST., MP. Widyaiswara BBPP batu I. Pendahuluan Integrasi pasar produk-produk pertanian telah memainkan peranan penting, terutama di negara-negara berkembang dalam kaitannya dengan perumusan kebijakan (Lohano dan Mari, 2006). Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan jasa layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006). Integrasi pasar merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Pengukuran integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006). Informasi pasar merupakan salah satu aspek penting bagi pembuat kebijakan dan pelaku pasar dalam rangka tercapainya integrasi pasar yang kuat. Dalam hal ini, jika informasi pasar dikuasai secara baik oleh pelaku pasar, baik produsen, konsumen maupun padagang, maka pasar pada wilayah produksi terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi (Fadhla, 2002). Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga tren pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren- tren pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita, 2004). Anindita (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar. Dimana barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
INTEGRASI PASAR KOMODITI BERAS DI KABUPATEN MALANG (Studi Kasus di Pasar Induk Gadang dan Pasar Lawang Kabupaten Malang)
Oleh :
Dwita Indrarosa, ST., MP.
Widyaiswara BBPP batu
I. Pendahuluan
Integrasi pasar produk-produk pertanian telah memainkan peranan
penting, terutama di negara-negara berkembang dalam kaitannya dengan
perumusan kebijakan (Lohano dan Mari, 2006). Pengukuran integrasi pasar
dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami mekanisme pasar
(Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka
merumuskan kebijakan, berupa penyediaan infrastruktur dan jasa layanan
informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano dan Mari, 2006).
Integrasi pasar merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk menyatakan tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran. Pengukuran
integrasi pasar dapat digunakan sebagai data dasar untuk memahami
mekanisme pasar (Ravallion, 1986) dan sebagai bahan informasi bagi
pemerintah dalam rangka merumuskan kebijakan, berupa penyediaan
infrastruktur dan layanan informasi untuk menghindari eksploitasi pasar (Lohano
dan Mari, 2006). Informasi pasar merupakan salah satu aspek penting bagi
pembuat kebijakan dan pelaku pasar dalam rangka tercapainya integrasi pasar
yang kuat. Dalam hal ini, jika informasi pasar dikuasai secara baik oleh pelaku
pasar, baik produsen, konsumen maupun padagang, maka pasar pada wilayah
produksi terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi (Fadhla,
2002). Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga
tren pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren-
tren pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita,
2004).
Anindita (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu runtutan kegiatan atau
jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik
konsumen. Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang
yang terjadi dalam pasar. Dimana barang mengalir dari produsen sampai kepada
konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
2
pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui
proses penyimpanan.
Pemasaran komoditi pertanian merupakan proses konsentrasi yaitu
pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang
pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan
barang dari pedagang ke agen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2002). II. Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diklasifikasikan atas dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung
dengan responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Secara garis besar data yang akan dijaring meliputi
data struktur pasar, saluran dan lembaga-lembaga pemasaran, margin
pemasaran, berbagai informasi tentang sarana dan prasarana pemasaran beras.
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari instasi terkait, seperti dari
Kantor Camat Kecamatan Tumpang, BKP3 Kab Malang, Biro Pusat Statistik
Malang, serta berbagai pustaka yang bertalian dengan penelitian ini. Data
sekunder berupa data harga beras secara deret waktu (time series) bulan/tahun
selama kurun waktu 5 tahun mulai dari tahun 2005–2010. Analisis Integrasi Perkembangan Harga Beras
Perkembangan harga beras bulanan di pasar Lawang, pasar Inpres
Gadang dan pasar Kecamatan Tumpang selama kurun waktu 5 tahun (2005-
2010) bergerak secara tidak stabil atau berfluktuasi. Perkembangan harga beras
dari ketiga pasar tersebut dapat diuraikan secara jelas di bawah ini.
a. Perkembangan Harga Beras di Pasar Inpres Gadang Harga beras bulanan di pasar Inpres Gadang selama kurun waktu 5
tahun (2005-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan
Maret sampai dengan bulan Juni tahun 2008, yakni sebesar Rp 2500, sedangkan
harga beras tertinggi terjadi selama tahun 2010, yakni sebesar Rp 4000.
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun 2006 harga beras
bergerak naik mencapai Rp 3500/kg, sedangkan pada bulan Juni-Juli harga
beras bergerak turun ke Rp 2750/kg, kemudian pada bulan Agustus harga
kembali bergerak naik ke Rp 3500/kg. Pada bulan Januari sampai dengan bulan
Pebruari tahun 2007 harga beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar
3
Rp 3000/kg sedangkan pada bulan Maret-Juni harga beras berada pada
tingkatan terendah, yakni sebesar Rp 2500/kg, kemudian pada bulan Juli-
Desember harga kembali naik ke Rp 2750/kg. Pada tahun 2008 harga beras
berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 2750/kg. Pada bulan
Januari - September tahun 2006 harga beras berada pada tingkatan terendah,
yakni sebesar Rp 3250/kg sedangkan pada bulan Oktober-Desember harga
beras berada pada tingkatan tertinggi, yakni sebesar Rp 3500/kg. Pada tahun
2010 harga beras mengalami peningkatan menjadi Rp 4000/kg dan sepanjang
tahun tersebut harga beras berada pada tingkatan yang stabil.
Gambar 1. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di
Pasar Inpres Gadang
Bila diamati perkembangan harga beras bulanan selama tahun 2006-
2010 diketahui bahwa harga akan kecenderungan menurun pada bulan Juni. Hal
ini disebabkan terjadinya panen raya. Sedangkan kenaikan harga akan terjadi
pada akhir sampai awal tahun. Hal ini disebabkan terdapatnya hari raya besar
(seperti Natal dan Tahun Baru) dan puncak musim paceklik pangan.
Selain secara grafik, penentuan pola pergerakan data harga beras dapat
dilakukan melalui 2 macam pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit
root test. Pada dasarnya korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas
2400
2800
3200
3600
4000
4400
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Harga
4
data time series melalui Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF).
Pengujian korelogram pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner.
Hal ini ditunjukkan dengan berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan
garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi
mapun autokorelasi parsial.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,906 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Umumnya nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit root test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1,
dibawah ini.
5
Tabel 1. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test
di tingkat Pasar Inpres Gadang
No Uji
Level First Difference
Test Critical
Value
tstatictic Ket. Test Critical
Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
-1,037
ns
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
-3,605
***
Intercept
and Trend
1% (-3,736)
5% (-3,161)
10%(-2,863)
-1,769 ns 1% (-3,740)
5% (-3,164)
10%(-2,866)
-5,246 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546)
5% (-2,912)
10%(-2,593)
-1,109
ns
1% (-3,542)
5% (-2,913)
10%(-2,594)
-7,514
***
Intercept
and Trend
1% (-4,121)
5% (-3,488)
10%(-3,172)
-1,808 ns 1% (-4,124)
5% (-3,489)
10%(-3,173)
-7,634 ***
None 1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
0,8167 ns 1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
-7,576 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
Hasil pengujian DF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,
baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga beras di
pasar Inpres Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih
besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada
tingkat first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari
nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah
stasioner pada orde 1 atau I (1).
Hasil pengujian ADF pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada tingkat level,
baik dengan intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di
6
pasar Inpres Gadang tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih
besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada
tingkat first difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari
nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah
stasioner pada orde 1 atau I(1).
b. Perkembangan Harga Beras di Pasar Inpres Lawang Harga beras bulanan di pasar Inpres Lawang selama kurun waktu lima
tahun (2006-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan
Januari sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006, yakni sebesar Rp 2800,
sedangkan harga beras tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2010, yakni
sebesar Rp 4500. Pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Desember 2008
harga beras di pasar Inpres Lawang cenderung tidak berubah/konstan, yakni
sebesar Rp 3000/kg.
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari tahun 2006 harga
beras bergerak pada tingkatan rendah yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan
pada bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih
tinggi yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2007 dan 2008 harga beras
cenderung berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada
tahun 2009 harga beras mengalami peningkatan dan sepanjang tahun tersebut
harga beras berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3250/kg.
Sedangkan pada tahun 2010 harga beras sangat berfluktuasi dengan trend yang
terus meningkat. Harga terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga
bergerak naik dan mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni
sebesar Rp 4500/kg. Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak
berubah, yakni sebesar Rp 4000/kg.
7
Gambar 2. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di
Pasar Lawang
Gambar 2 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat
dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,
penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam
pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pengujian
stasioneritas data harga beras secara formal yang pertama yaitu korelogram
merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui Fungsi
Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram pada
tingkat level menunjukan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan
berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri. Garis Bartlett adalah garis yang ditandai dengan
garis putus-putus di kanan-kiri garis tengah, baik pada grafik autokorelasi
mapun autokorelasi parsial.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,881 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
2400
2800
3200
3600
4000
4400
4800
2006 2007 2008 2009 2010
Harga
T a hun
8
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%.
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.
Hasil pengujian DF menunjukkan bahwa pada tingkat level, dengan
intercept and trend data harga beras di Pasar Inpres Lawang tidak stasioner. Hal
ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai kritisnya. Untuk itu pengujian
stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference. Hasil pengujiannya
menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1).
9
Tabel 2. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test
di tingkat Pasar Inpres Lawang
No Uji
Level First Difference
Test Critical
Value
tstatictic Ket. Test Critical
Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
1,934
*
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
-7,338
***
Intercept
and Trend
1% (-3,736)
5% (-3,161)
10%(-2,863)
-0,739
ns
1% (-3,740)
5% (-3,164)
10%(-2,866)
-7,562 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546)
5% (-2,912)
10%(-2,593)
1,325
ns
1% (-3,542)
5% (-2,913)
10%(-2,594)
-7,268
***
Intercept
and Trend
1% (-4,121)
5% (-3,488)
10%(-3,172)
-0,254
ns
1% (-4,124)
5% (-3,489)
10%(-3,173)
-7,632 ***
None 1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
2,335
**
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
-7,576 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
**) Signifikan pada taraf kepercayaan 5%
*) Signifikan pada taraf kepercayaan 10% Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan
intercept, intercept and trend data harga beras di pasar Inpres Lawang tidak
stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.
Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.
Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde
1 atau I(1).
10
c. Perkembangan Harga Beras di Pasar Tumpang
Harga beras bulanan di pasar Inpres Tumpang selama kurun waktu lima
tahun (2006-2010) selalu berfluktuasi. Harga beras terendah terjadi pada bulan
Pebruari-Maret dan bulan Juli-Agustus 2006, yakni sebesar Rp 1750, sedangkan
harga beras tertinggi terjadi pada bulan Agustus-Desember 2006, yakni sebesar
Rp 3250. Terjadi kestabilan harga yang cukup panjang pada bulan September
2006 sampai dengan Desember 2008, yakni sebasar Rp 2000/kg.
Gambar 3. Harga Beras Bulanan dari Tahun 2006-2010 di
Pasar Produsen Tumpang
Pada bulan Januari sampai dengan bulan Pebruari 2006 harga beras
bergerak pada tingkatan rendah, yakni sebesar Rp 2800/kg, sedangkan pada
bulan Maret-Desember harga beras bergerak pada tingkatan yang lebih tinggi,
yakni sebesar Rp 3000/kg. Pada tahun 2007 dan 2008, harga beras berada pada
tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3000/kg. Demikian pula pada tahun 2009
harga beras berada pada tingkatan yang stabil, yakni sebesar Rp 3250/kg.
Sedangkan pada tahun 2010 harga beras sangat berfluktuasi dengan trand yang
terus meningkat. Harga terendah berada pada bulan Januari selanjutnya harga
bergerak naik dan mencapai harga yang tertinggi pada bulan Desember, yakni
1600
2000
2400
2800
3200
3600
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Harga
11
sebesar Rp 4500/kg. Sedangkan selama bulan Maret-Oktober harga tidak
berubah, yakni sebesar Rp 4000/kg.
Gambar 3 di atas terlihat bahwa harga selalu berfluktuasi, sehingga dapat
dikatakan data harga tersebut cenderung tidak stasioner. Selain secara grafik,
penentuan pola pergerakan data harga beras dapat dilakukan melalui 2 macam
pengujian secara formal, yaitu korelogram dan unit root test. Pada dasarnya
korelogram merupakan teknik identifikasi stasioneritas data time series melalui
Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function = ACF). Pengujian korelogram
pada tingkat level menunjukkan data beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan
dengan berbagai indikator berikut:
Grafik autokorelasi pada lag pertama berada diluar garis Bartlett dan
menurun secara eksponensial atau perlahan, semakin kecil dan bila
diteruskan akan keluar lagi dari garis Bartlett, meskipun grafik batang
berpindah ke sebelah kiri.
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) cukup besar, yaitu 0,939 (dari
kemungkinan -1 sampai dengan 1) dan menurun secara perlahan-lahan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa nilai koefisien autokorelasi mendekati
satu.
Nilai probabilitas dari lag ke-1 sampai dengan lag ke-28 yang sangat
mendekati nol, yang berarti lebih kecil dari α = 5%
Pengujian korelogram dilanjutkan pada tingkat first difference untuk
melihat kestasioneran data pada tingkat tersebut. Hasil pengujian menunjukkan
data sudah stasioner pada orde 1 atau I(1). Hal ini ditunjukkan dengan berbagai
indikator berikut:
Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua
grafik batang sudah berada di dalam garis Bartlett (garis putus-putus).
Nilai koefisien autokorelasi (lihat kolom AC) mendekati nol.
Nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%.
Pengujian stasioneritas data harga beras secara formal yang kedua
adalah dengan menggunakan unit rooot test, yaitu Dickey-Fuller (DF) test dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test.
12
Tabel 3. Dickey-Fuller (DF) test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test
di tingkat Tumpang No Uji Level First Difference
Test Critical
Value
tstatictic Ket. Test Critical
Value
tstatictic Ket.
1 DF:
Intercept
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
0,440
ns
1% (-2,605)
5% (-1,946)
10% (-1,613)
-3,730
***
Intercept
and Trend
1% (-3,736)
5% (-3,161)
10%(-2,863)
-1,660 ns 1% (-3,740)
5% (-3,164)
10% (-2,866)
-6,157 ***
2 ADF:
Intercept
1% (-3,546)
5% (-2,912)
10%(-2,593)
0,1872
ns
1% (-3,542)
5% (-2,913)
10% (-2,594)
-8,344
***
Intercept
and Trend
1% (-4,121)
5% (-3,488)
10%(-3,172)
-2,243 ns 1% (-4,124)
5% (-3,489)
10% (-3,173)
-8,360 ***
None 1% (-2,605)
5% (-1,946)
10%(-1,613)
1,532 ns 1% (-2,605)
5% (-1,946)
10% (-1,613)
-7,918 ***
Keterangan: ns = tidak signifikan
***) Signifikan pada taraf kepercayaan 1%
Hasil pengujian DF pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada tingkat
level, baik dengan intercept maupun dengan intercept and trend data harga
beras tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji DF lebih besar dari nilai
kritisnya. Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkatan first
difference. Hasil pengujiannya menunjukkan uji DF lebih kecil dari nilai kritisnya,
maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner
pada orde 1 atau I(1). Hasil pengujian ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level, baik dengan
intercept, intercept and trend maupun none data harga beras di Pasar Tumpang
tidak stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan uji ADF lebih besar dari nilai kritisnya.
13
Untuk itu pengujian stasioneritas data dilanjutkan pada tingkat first difference.
Hasil pengujiannya menunjukkan uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang berarti data sudah stasioner pada orde
1 atau I(1).
Analisis Integrasi Pasar Beras
Analisis Integrasi Pasar Horisontal Analisis integrasi pasar horisontal dilihat dari pergerakan harga beras
bulanan selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010) yang terjadi di pasar
konsumen, yaitu pasar Inpres Gadang dan pasar Lawang. Data time series yang
digunakan telah dilakukan uji stasioneritas seperti pada sub bab di atas, dimana
variabel yang diteliti sudah stasioner pada derajad atau orde yang sama, yaitu
pada orde 1 atau I(1). Pengujian integrasi pasar horisontal selanjutnya
menggunakan uji kointegrasi. Hasil uji kointegrasi diperoleh bahwa nilai residual
antara pasar Inpres Gadang dengan pasar Lawang telah mencapai stasioner
pada tingkat first difference atau I(1) baik pada intercept, trend and intercept, dan
none. Besarnya nilai koefisien keseimbangan jangka panjang pada intercept
sebesar -0,982665, pada trend and intercept sebesar -0,982679, dan pada none
sebesar -0,979083. Dari nilai uji ADF lebih kecil dari nilai kritisnya dengan nilai
probalilitas lebih kecil dari 0,0100. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual
antara pasar Inpres Gadang dengan pasar Lawang telah stasioner pada tingkat
kepercayaan 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan harga
ditingkat pasar Lawang akan diikuti oleh perubahan harga ditingkat pasar Inpres
Gadang dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan tersedianya sarana-prasarana
transportasi dan komunikasi yang kucup lancar dan memadai. Oleh karena itu
apabila terjadi perubahan harga beras di pasar Inpres Lawang akan diikuti oleh
perubahan harga ditingkat pasar Inpres Gadang dalam jangka panjang.
Analisis integrasi pasar horisontal selanjutnya adalah melalui error
corection model (ECM). Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran
hubungan keseimbangan dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka
panjang dari pasar Inpres Gadang dan pasar Inpres Lawang.
14
Tabel 4. Uji Error Correction Model (ECM) pasar Inpres Gadang dan