-
Analisis Inflasi November 2014 TPI dan Pokjanas TPID 1
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank
Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat
Pengembangan
Ekonomi Daerah Kemendagri RI, Asdep Urusan Ekonomi dan Keuangan
Daerah Kemenko Bidang Perekonomian RI
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2014
Kenaikan Harga BBM Dorong Tingginya Inflasi November
Inflasi IHK bulan November 2014 melonjak mencapai 1,50% (mtm)
atau 6,23% (yoy) dari bulan lalu sebesar 0,47% (mtm) atau 4,83%
(yoy). Tekanan inflasi terutama bersumber dari tingginya inflasi
administered price akibat kenaikan harga BBM dan dampak lanjutannya
kepada komoditas lain1 serta tingginya inflasi volatile food yang
didorong oleh tekanan harga aneka cabai akibat musim kemarau.Secara
spasial, kenaikan tertinggi terjadi di kawasan Sumatera (1,87 %,
mtm) dan terendah di Kawasan Timur Indonesia (1,28%,mtm). Inflasi
Kawasan Timur Indonesia yang lebih rendah dari rata-rata nasional
didorong oleh koreksi harga pada komoditas ikan segar dan daging di
beberapa daerah seperti Papua Barat (0,08%,mtm), Sulawesi Tengah
(0,21%,mtm), dan Maluku Utara (0,41%,mtm). Dampak kenaikan harga
BBM bersubsidi diperkirakan mencapai puncaknya di Desember 2014 dan
berakhir di bulan Januari 2015. Dengan perkiraan demikian, inflasi
akhir tahun 2014 diperkirakan dalam kisaran 7,7%-8,1% (yoy). Agar
dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi terkendali, Bank
Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah perlu melakukan langkah-langkah koordinasi khususnya
dalam hal (a) pengaturan tarif angkutan - baik di dalam kota maupun
antar kota (b) kelancaran pasokan dan distribusi barang (terutama
bahan pangan) (c) penguatan program komunikasi kepada masyarakat;
serta (d) program kompensasi untuk mengurangi dampak kenaikan harga
BBM terhadap masyarakat utamanya kelompok miskin. Kedepan, risiko
inflasi tahun 2015 diperkirakan masih cukup tinggi terutama
bersumber dari kelompok Administered Price, antara lain: (i)
rencana kenaikan harga LPG 12 kg; (ii) kebijakan lanjutan
penyesuaian tarif listrik kelompok RT dan Industri sesuai harga
keekonomiannya (tariff adjustment); dan (iii) kenaikan biaya
pembuatan SIM, serta risiko gejolak di kelompok Volatile Food, baik
yang bersumber dari faktor cuaca maupun faktor struktural. Beberapa
langkah pengendalian inflasi yang perlu diperkuat untuk mengamankan
pencapaian sasaran inflasi kedepan, yakni : (i) mengatur besaran
dan waktu rencana kenaikan sejumlah komoditas Administered Prices
khususnya energi (LPG, TTL); (ii) melanjutkan reformasi kebijakan
energi dengan mempersiapkan implementasi kebijakan fixed subsidy
BBM; (iii) memperkuat dan memperbaiki sistem distribusi LPG 3 kg;
serta (iv) mempersiapkan stok pangan yang cukup.
Tabel 1. Disagregasi Inflasi November 2014
Grafik.1 Disagregasi Inflasi November 2014
1. Inflasi Inti meningkat dari 0,27% (mtm) pada bulan sebelumnya
menjadi 0,40% (mtm) yang bersumber dari domestik, sementara tekanan
dari eksternal relatif minimal. Tekanan dari domestik lebih
disebabkan oleh faktor cost push dibandingkan permintaan. Sementara
itu, tekanan dari eksternal relatif minimal karena turunnya harga
global sementara nilai tukar rupiah relatif stabil. (i) Tekanan
dari cost push meningkat. Inflasi core nontraded meningkat dari
0,25% (mtm) pada bulan
sebelumnya menjadi 0,52% (mtm) yang terjadi baik pada kelompok
pangan maupun non-pangan. Masih
minimalnya dampak 2nd round kenaikan BBM terlihat pada komoditas
penyumbang utama pada bulan
ini yakni biaya administrasi transfer uang (0,04%, mtm) dan
biaya administrasi kartu ATM (0,03%, mtm).
Selain itu, perilaku pedagang untuk menunda harga jual dengan
mempertimbangkan penurunan daya
beli masyarakat diperkirakan juga berkontribusi pada minimalnya
tekanan inflasi Inti.
(ii) Sementara itu, tekanan permintaan cenderung melemah.
Beberapa indikator tekanan pemintaan (retail sales, kapasitas
terpakai) menunjukkan perlambatan seiring dengan menurunnya daya
beli masyarakat akibat meningkatnya harga BBM bersubsidi. Besaran
moneter seperti kredit konsumsi juga menunjukkan perlambatan.
1 Pemerintah menaikkan BBM bersubsidi (Premium dan Bensin)
masing-masing sebesar Rp2000/Liter yang berlaku per 18 November
2014.
-
Analisis Inflasi November 2014 TPI dan Pokjanas TPID 2
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank
Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat
Pengembangan
Ekonomi Daerah Kemendagri RI, Asdep Urusan Ekonomi dan Keuangan
Daerah Kemenko Bidang Perekonomian RI
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2014
(iii) Tekanan eksternal relatif minimal pada bulan ini ditopang
oleh harga global yang masih terkoreksi (baik pangan maupun non
pangan) serta nilai tukar yang cenderung stabil. Hal ini tercermin
dari melambatnya inflasi core traded dari 0,29% (mtm) menjadi 0,25%
(mtm). Dengan mengeluarkan emas, kenaikan inflasi core traded juga
masih terkendali yakni meningkat dari 0,29% (mtm) di bulan lalu
menjadi 0,32% (mtm).2
Grafik 2. Core Traded dan Faktor Ekternal
Grafik 3. Inflasi Core Non-Traded
Grafik 4. Dekomposisi inflasi inti nontraded (nonfood, jasa)
Grafik 5. Penjualan Riil dan Indeks Keyakinan Konsumen
2. Inflasi Volatile Food di bulan November mencapai 2,37% (mtm),
jauh lebih tinggi dari rata-rata
historisnya (0,30%) terutama didorong oleh melonjaknya harga
cabai. Tekanan harga aneka cabai -
berkisar 40%-60%, jauh di atas historisnya sebesar 2% untuk
cabai merah dan deflasi untuk cabai rawit.
Selain faktor cuaca (kekeringan) di sejumlah sentra produksi dan
hambatan distribusi (banjir di Aceh dan
longsor di Sumatera Barat Riau), gejolak harga antar waktu yang
sangat tinggi disebabkan oleh pola
tanam yang tidak terkelola dengan baik. Sementara itu koreksi
harga yang terjadi pada daging ayam, ikan
segar, dan daging ayam akibat tingginya pasokan menahan inflasi
volatile food yang lebih tinggi.
Grafik 4 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food
Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok
Administerd Price
3. Tekanan inflasi pada kelompok administered prices bersumber
dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan dampak lanjutannya terhadap
penyesuaian tarif angkutan (antar kota maupun dalam kota). Bensin
dan Solar secara total menyumbang inflasi sebesar 0,49%, sementara
dampak lanjutannya kepada tarif angkutan sebesar 0,23%3. Selain
karena kenaikan harga bensin dan solar, kenaikan inflasi
administered prices bulan ini juga disebabkan oleh kenaikan TTL
Rumah Tangga tahap III per 1 November 2014 dan kelangkaan LPG 3kg.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi administered prices bulan ini
mencapai 4,2% (mtm) atau 11,39% (yoy).
4. Secara spasial, Sumatera mencatat inflasi 1,87% (mtm) pada
bulan November 2014, lebih besar
dibandingkan kawasan lainnya. Kondisi tersebut selain dipicu
oleh meningkatnya harga BBM bersubsidi
juga akibat kenaikan harga beberapa komoditas pangan strategis,
khususnya cabe merah. Inflasi
Sumatera Barat bahkan tercatat mencapai 3,27% (mtm) atau
tertinggi di Indonesia. Sementara itu,
kenaikan inflasi di berbagai daerah di Jawa secara agregat
tercatat sebesar 1,46% (mtm) dan Jakarta
2 Harga emas turun sebesar 1,44% (mtm) atau menyumbang deflasi
sebesar 0,02%.
3 Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Angkutan Antar Kota
Antar Provinsi (AKAP) sekitar 10%. Sementara tarif angkutan dalam
kota bervariasi
dan diperkirakan dapat mencapai 30%.
-
Analisis Inflasi November 2014 TPI dan Pokjanas TPID 3
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank
Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat
Pengembangan
Ekonomi Daerah Kemendagri RI, Asdep Urusan Ekonomi dan Keuangan
Daerah Kemenko Bidang Perekonomian RI
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2014
sebesar 1,48% (mtm). Selain dipengaruhi oleh harga BBM
bersubsidi dan cabe merah, inflasi Jawa juga
dipengaruhi oleh kenaikan biaya administrasi transfer uang dan
kartu ATM yang mulai berlaku pada awal
November 2014. Adapun kenaikan inflasi terendah tercatat terjadi
di Kawasan Timur Indonesia
(1,28%,mtm), akibat tertahannya kenaikan harga di beberapa
daerah seperti Papua Barat (0,08%,mtm),
Sulawesi Tengah (0,21%,mtm), dan Maluku Utara (0,41%,mtm)
terkait koreksi harga pada komoditas ikan
segar dan daging. Dari sisi kontribusi, Jawa Barat, Jakarta, dan
Jawa Timur tercatat sebagai kontributor
utama (0,79%) terhadap pembentukan inflasi nasional pada
November 2014 (1,50%).
Gambar 1. Peta Inflasi Bulan November 2014
5. Dampak kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan mencapai
puncaknya di Desember 2014 dan berakhir di
bulan Januari 2015. Dengan perkiraan demikian, inflasi akhir
tahun 2014 diperkirakan dalam kisaran 7,7%-
8,10% (yoy). Agar dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi
terkendali, Bank Indonesia bersama-sama
dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah perlu
melakukan langkah-langkah koordinasi
khususnya dalam hal (a) pengaturan tarif angkutan - baik di
dalam kota maupun antar kota - dengan
mempertimbangkan daya beli masyarakat serta program kompensasi
kepada sektor transportasi umum; (b)
kelancaran pasokan dan distribusi barang (terutama bahan pangan)
agar tidak memberikan tambahan tekanan
kenaikan harga; (c) penguatan program komunikasi kepada
masyarakat dalam rangka mengelola ekspektasi
inflasi; serta (d) program kompensasi untuk mengurangi dampak
kenaikan harga BBM terhadap masyarakat
utamanya kelompok miskin.
6. Kedepan, risiko inflasi tahun 2015 diperkirakan masih cukup
tinggi terutama bersumber dari kelompok
Administered Prices. Inflasi IHK tahun 2015 setelah
memperhitungkan rencana kenaikan kembali harga LPG 12
kg dan dampak kekeringan pada semester II-2014 yang dapat
mengganggu panen raya tahun 2015 diperkirakan
masih sejalan dengan sasaran inflasinya sebesar 4% 1%. Namun
demikian, terdapat beberapa rencana
kebijakan lainnya yang berisiko menambah tekanan inflasi lebih
lanjut, yakni : (i) kemungkinan rencana
kenaikan harga LPG 3 kg; (ii) rencana berlanjutnya kenaikan
tarif listrik kelompok RT dan Industri sesuai harga
keekonomiannya (tariff adjustment) dan (iii) kenaikan biaya
pembuatan SIM. Selain risiko dari kelompok
Administered Prices tersebut, pengendalian inflasi kedepan juga
masih menghadapi risiko gejolak di kelompok
Volatile Food, baik yang bersumber dari faktor cuaca maupun
faktor struktural, seperti tren penurunan
produksi, yang membutuhkan dukungan dan kerjasama dengan
pemerintah daerah untuk mencapai inflasi yang
rendah.
7. Beberapa langkah pengendalian inflasi yang perlu diperkuat
untuk mengamankan pencapaian sasaran inflasi
kedepan, yakni : (i) mengatur besaran dan waktu rencana kenaikan
sejumlah komoditas Administered Prices
khususnya energi (LPG, TTL) sehingga tidak memberikan tekanan
berlebihan ke inflasi dan daya beli masyarakat;
(ii) melanjutkan reformasi kebijakan energi dengan mempersiapkan
implementasi kebijakan fixed subsidy
dengan memanfaatkan momentum rendahnya harga minyak dunia saat
ini; (iii) memperkuat dan memperbaiki
sistem distribusi LPG 3 kg untuk meminimalkan penyalahgunaan;
serta (iv) mempersiapkan stok pangan yang
cukup, khususnya beras karena penurunan produksi dan pengaruh El
Nino yang menyebabkan bergesernya
musim tanam.
Jakarta, 2 Desember 2014
Inflasi Nasional: 1,50%