Top Banner
ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR (KITE) STUDI KASUS PT XYZ Hanum Suroyah, Ali Purwito Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) terkait dengan fenomena penurunan penerima fasilitas KITE dan perubahan menjadi pengusaha Kawasan Berikat (KB). Perusahaan yang diteliti adalah PT XYZ yang berdiri sejak tahun 1998 sebagai penerima fasilitas KITE dan sejak tahun 2012 berubah menjadi pengusaha Kawasan Berikat. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini bahwa pada PMK 253/PMK.04/2012 dan PMK 254/PMK.04/2012 tidak lagi memberikan pembebasan pada PPN dan PPnBM serta sanksi yang memberatkan perusahaan sebesar 100% hingga 500% untuk realisasi ekspor yang tidak sesuai dengan pengajuan, selain itu fasilitas Kawasan Berikat memberikan manfaat-manfaat bagi PT XYZ seperti adanya penangguhan Bea Masuk, Cukai, serta PPN dan PPnBM sehingga mempengaruhi arus kas perusahaan dan hasil barang yang telah diproduksi dapat dijual di dalam Daerah Pabean sebanyak-banyaknya 25% dari realisasi ekspor/penyerahan ke Kawasan Berikat dari tahun sebelumnya. Kata Kunci: Fasilitas KITE, Kawasan Berikat Abstract This study aims to analyze the implementation of the Facility for Export Purpose (KITE) associated with the phenomenon of a decrease in the receiving facility and the changes become bonded entrepreneurs (KB). Companies studied were the XYZ Ltd. was founded in 1998 as a recipient of KITE facilities and since 2012 turn into bonded entrepreneurs. The approach used in this study is descriptive qualitative approach. The results of this study that the PMK 254/PMK.04/2012 and 253/PMK.04/2012 no longer give exemption on VAT and luxury sales as well as sanctions that incriminate the company by 100% to 500% for export realization that does not comply with the filing, bonded facility additionally provide benefits for XYZ Ltd. as the suspension of import duty, excise, VAT and luxury sales and thus affect the company's cash flow and results that have been produced goods can be sold in the customs area as much as 25% of the export realization / delivery to bonded zones from the previous year. Keyword: KITE Facility, Bonded Zone Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014
17

ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR (KITE)

STUDI KASUS PT XYZ

Hanum Suroyah, Ali Purwito

Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) terkait dengan fenomena penurunan penerima fasilitas KITE dan perubahan menjadi pengusaha Kawasan Berikat (KB). Perusahaan yang diteliti adalah PT XYZ yang berdiri sejak tahun 1998 sebagai penerima fasilitas KITE dan sejak tahun 2012 berubah menjadi pengusaha Kawasan Berikat. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini bahwa pada PMK 253/PMK.04/2012 dan PMK 254/PMK.04/2012 tidak lagi memberikan pembebasan pada PPN dan PPnBM serta sanksi yang memberatkan perusahaan sebesar 100% hingga 500% untuk realisasi ekspor yang tidak sesuai dengan pengajuan, selain itu fasilitas Kawasan Berikat memberikan manfaat-manfaat bagi PT XYZ seperti adanya penangguhan Bea Masuk, Cukai, serta PPN dan PPnBM sehingga mempengaruhi arus kas perusahaan dan hasil barang yang telah diproduksi dapat dijual di dalam Daerah Pabean sebanyak-banyaknya 25% dari realisasi ekspor/penyerahan ke Kawasan Berikat dari tahun sebelumnya. Kata Kunci: Fasilitas KITE, Kawasan Berikat

Abstract

This study aims to analyze the implementation of the Facility for Export Purpose (KITE) associated with the phenomenon of a decrease in the receiving facility and the changes become bonded entrepreneurs (KB). Companies studied were the XYZ Ltd. was founded in 1998 as a recipient of KITE facilities and since 2012 turn into bonded entrepreneurs. The approach used in this study is descriptive qualitative approach. The results of this study that the PMK 254/PMK.04/2012 and 253/PMK.04/2012 no longer give exemption on VAT and luxury sales as well as sanctions that incriminate the company by 100% to 500% for export realization that does not comply with the filing, bonded facility additionally provide benefits for XYZ Ltd. as the suspension of import duty, excise, VAT and luxury sales and thus affect the company's cash flow and results that have been produced goods can be sold in the customs area as much as 25% of the export realization / delivery to bonded zones from the previous year.  Keyword: KITE Facility, Bonded Zone

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 2: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

1. Pendahuluan

Perdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam

perekonomian setiap negara. Peranan perdagangan luar negeri dalam proses

pembangunan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah dapat

meningkatkan pendapatan, membuka kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan

devisa, mentransfer modal dan teknologi dari luar negeri, dan dapat mengembangkan

industri baru didalam negeri atau usaha industrialisasi (Muchtar, 2001:36) Disamping itu,

perdagangan luar negeri juga menyebabkan terjadinya perubahan dari beberapa variabel

dalam sektor ekonomi yang akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi Negara tersebut

(Masrizal, 2004:15)

Salah satu aspek dasar pembentukan Undang-undang nomor 10 tahun 1995

tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 17 tahun

2006, adalah pemberian insentif terhadap perdagangan dan sektor industri. Pemberian

insentif tersebut diharapkan akan memberikan manfaat pertumbuhan perekonomian

nasional. Bentuk fasilitas Kepabeanan yang diberikan oleh Undang-undang Kepabeanan

secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Fasilitas yang terkait dengan

pelayanan, dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih

murah. Fasilitas pelayanan kepabeanan juga ditujukan untuk memperlancar arus barang,

orang, maupun dokumen dalam sistem atau tata laksana kepabeanan di bidang impor.

Fasilitas kedua adalah fasilitas yang terkait dengan fiskal kepabeanan berupa pembebasan

Bea Masuk, keringanan Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk, dan penangguhan Bea

Masuk. Fokus utama pemberian insentif fiskal ini adalah untuk kepentingan sektor

industri dan perdagangan, kepentingan publik, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan juga perlakuan yang lazim dalam tata pergaulan internasional.

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) merupakan salah satu upaya dari

Pemerintah untuk memberikan insentif perpajakan dan kemudahan bagi eksportir.

(Purwito, 2008) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 580/KMK.04/2003 jo

Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.011/2011 yang mulai berlaku tanggal 24

Januari 2011 disebutkan bahwa KITE adalah pemberian pembebasan dan/atau

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 3: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

pengembalian Bea Masuk (BM) dan/atau cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut

atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain

yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Adanya Peraturan Menteri Keuangan nomor 253/PMK.04/2011 yang berlaku

mulai tanggal 1 April 2012 tentang Pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas

impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan

tujuan ekspor serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 254/PMK.04/2011 yang berlaku

mulai tanggal 1 April 2012 tentang Pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan

untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor, hal tersebut

membuat beberapa perubahan dalam kebijakan tersebut. Perbedaan yang tampak jelas

adalah mengenai PPN yang tidak dibebaskan dalam peraturan terbaru tersebut. Hal ini

memicu penurunan jumlah perusahaan penerima fasilitas KITE. Terkait dengan peraturan

baru tersebut, terdapat beberapa perusahaan yang mulai beralih ke fasilitas Kawasan

Berikat (KB). Barang impor/bahan baku yang dimasukkan ke Kawasan Berikat (KB)

untuk diolah diberikan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka

Impor (PDRI). Sedangkan barang impor/bahan baku yang akan diproses/diolah oleh

pengusaha penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) diberikan

pembebasan Bea Masuk dan PPN/PPnBM tidak dipungut atau jika Bea Masuknya sudah

dibayarakan diberikan restitusi atau pengembalian Bea Masuk.

Dari data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Bea Cukai Jakarta, pada tahun

2012 hingga bulan Oktober untuk wilayah Jakarta terdapat dua perusahaan yang beralih

dari fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) ke fasilitas Kawasan Berikat

(KB), yaitu PT XYZ yang bergerak di bidang industri garmen dan PT ABC yang

bergerak di bidang manufaktur alat musik. Hal ini menarik untuk dianalisis mengenai

implementasi fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Atas dasar perumusan

masalah diatas, pembatasan pertanyaan penelitian ini adalah:

“Bagaimana implementasi setelah terjadinya perubahan fasilitas Kemudahan Impor

Tujuan Ekspor (KITE) pada PT XYZ?”

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 4: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

2. Tinjauan Teoritis

2.1 Kebijakan Publik

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam

kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang

mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya.

Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang

dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai

tugas menjatuhkan sanksi. (Dwidjowijoto, 2004, p. 23) Proses pembuatan kebijakan

publik berlangsung dalam suatu lingkungan sosial politik dan kelembagaan dengan unsur

yang komplek, subjek, dan objek yang berbeda-beda, latar belakang yang bervariasi, dan

dengan kepentingan serta motif-motif majemuk. Hal ini menurut (Mutopadidjaja, 2002)

bisa terjadi karena proses pembuatan kebijakan publik bukanlah semata-mata kegiatan

teknis-teknokratis, tetapi juga kegiatan sosiopolitis yang dinamis, dan berlangsung dalam

sistem kelembagaan yang kompleks. (p. 95)

Implementasi dipandang sebagai proses interaksi antara suatu perangkat tujuan

dan tindakan yang mampu untuk mencapai tujuan kebijakan. Dimana didalam

implementasi kebijakan aktor, organisasi, prosedur, dan teknik dipakai secara bersamaan

dan stimultan. (Nugroho, 2004, p. 63) Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan

waktu tertentu. (Sunggono, 1994, p. 85) Proses implementasi kebijakan publik baru

dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program

teah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III memulai dengan

mengajukan dua pertanyaan, yakni (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan? dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi

kebijakan? George C. Edward III berusahan menjawab kedua pertanyaan tersebut dengan

mengkaji empat faktor variabel dari kebajikan yaitu (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3)

disposisi, dan (4) struktur birokrasi.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 5: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

2.2 Insentif Pajak

Menurut Richard Bird yang dikutip (Mansury, 2000) fasilitas (insentif) pajak

adalah kebijakan yang memberikan keringanan atau kemudahan kepada wajib pajak

dalam memenuhi hak dan kewajiban dibidang perpajakan. Kebijakan tersebut diatur

untuk memenuhi tuntutan agar pajak tidak menjadi hambatan (distorsi) bagi investasi

yang dibutuhkan dalam rangka pertumbuhan ekonomi. (p. 84) Secara garis besar, insentif

pajak dapat didefinisikan sebagai fasilitas perpajakan yang mendorong minat investor

melakukan investasi pada sektor tertentu ataupun wilayah tertentu dan pada umumnya

disertai dengan persyaratan tertentu. Insentif pajak merupakan instrumen untuk

meningkatkan investasi di wilayah atau sektorusaha tertentu dan kinerja pertumbuhan

ekonomi.

2.3 Kawasan Berikat

Menurut (Sukardji, 2002, p. 78) Kawasan Berikat adalah suatu bangunan,

tempat/kawasan dengan batas tertentu yang digunakan untuk pengolahan, rancang

bangun, perekayasaan, penyortiran, pengepakan, pergudangan/penimbunan barang dan

bahan hasil impor atau dari Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasil utamanya untuk

diekspor. Sejalan dengan pendapat tersebut diatas adalah (Syarif, 2003, p. 48) yang

menjelaskan bahwa Kawasan Berikat merupakan tempat atau kawasan tertentu Yang

digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang

untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. Namun kritik utama

Kawasan Berikat menurutnya adalah Kawasan Berikat hanya akan menarik investasi

jangka pendek, investor bebas pergi setelah melihat insentif pajak tidak kompetitif dan

Negara lain lebih menguntungkan hal ini disebabkan kebanyakan investasi langsung

jangka pendek tidak didasarkan pada ekonomi domestik.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 6: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

3. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian

Berdasarkan tujuannya, jenis penelitian yang akan digunakan peneliti adalah

penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan situasi atau

kejadian-kejadian tertentu.

3.1.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian

Berdasarkan manfaat penelitian, jenis penelitian yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah penelitian murni karena memiliki orientasi akademis dan ilmu

pengetahuan.

3.1.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu

Berdasarkan dimensi waktu, jenis penelitian yang digunakan penulis dalam

penelitian ini termasuk ke dalam cross sectional research.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini bersifat primer dan sekunder.

Data dikatakan primer apabila didapatkan dari sumber langsung, sedangkan data

sekunder adalah data yang harus diolah terlebih dahulu. Dalam rangka mendapatkan data-

data tersebut maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Metode pengumpulan data ini digunakan

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 7: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

dalam rangka mendapatkan jawaban yang lebih komprehensif atas permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan kedua metode pengumpulan data tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan

literatur berupa buku, artikel, maupun peraturan terkait.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi wawancara mendalam

dengan narasumber dan juga studi atas dokumen-dokumen yang ditemukan

dilapangan.

c. Informan

Dalam proses penelitian ini, wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait

dalam menjawab permasalahan yang diteliti, yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Kanwil DJBC, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, serta pelaksana kebijakan.

3.3 Penentuan Site Penelitian

Dalam penelitian ini dipilih site penelitian yang dapat mendukung penelitian dan

juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat yaitu Kantor Pusat

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Jakarta, Kantor Pelayanan Pajak Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Jakarta, Pusat

Pendidikan dan Latihan Bea dan Cukai, dan PT XYZ sebagai pengguna fasilitas KITE

yang beralih ke Pengusaha Kawasan Berikat. Peniliti memilih site penelitian tersebut

karena mempunyai keterkaitan dengan analisis implementasi fasilitas Kemudahan Impor

Tujuan Ekspor (KITE). Pertimbangan dan penentuan site penelitian ini berguna agar

dapat membantu dalam pengumpulan data dan memperoleh informasi yang lengkap dan

akurat dalam menunjang penelitian ini.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 8: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

3.4 Batasan Penelitian

Batasan penelitian dalam penulisan penelitian ini antara lain :

1. Penelitian akan difokuskan pada implementasi fasilitas KITE dan perusahaan

yang beralih dari penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) ke

Pengusaha Kawasan Berikat

2. Wilayah penelitian adalah PT XYZ, sebuah perusahaan bergerak dalam bidang

garmen yang berorientasi ekspor

3. Fasilitas Pajak yang akan diteliti adalah Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan

Ekspor (KITE) dan fasilitas Kawasan Berikat (KB) dengan data yang dibutuhkan

oleh peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Implementasi Fasilitas Kebijakan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan

Ekspor (KITE)

Setelah sebuah kebijakan dalam hal ini yaitu PMK No. 253/PMK.04/2011 dan

No. 254/PMK.04/2011 ditetapkan, langkah selanjutnya tentu saja mengimplementasikan

kebijakan yang merupakan kegiatan kompleks dengan begitu banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan

publik (Edward III, 1980) dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu komunikasi, sumber

daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

4.1.1 Komunikasi

Terkait dengan komunikasi atas kebijakan PMK No. 253/PMK.04/2011 dan No.

254/PMK.04/2011 yang ditetapkan tanggal 28 Desember 2011 dan berlaku pada tanggal

1 April 2012, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai antara tanggal

setelah ditetapkannya peraturan tersebut sampai berlakunya peraturan telah membentuk

tim yang langsung datang ke kantong-kantong kantor wilayah yang banyak terdapat

perusahaan penerima fasilitas KITE, yaitu Jakarta, Jawa Barat (Bandung), Banten, Jawa

Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya), dan Sumatera Utara. Kantor wilayah

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 9: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

dengan jumlah penerima fasilitas KITE sedikit atau kurang dari lima penerima fasilitas,

perusahaan tersebut dipanggil ke pusat / Jakarta atau kantor wilayah terdekat untuk hadir

dalam sosialisasi peraturan-peraturan terbaru dalam hal ini adalah PMK No.

253/PMK.04/2011 dan No. 254/PMK.04/2011

Dari sisi legalitas, apabila suatu peraturan sudah diundangkan dan diberitahukan

di berita Negara secara de jure atau menurut hukum, maka dianggap seluruh masyarakat

harus mengetahuinya. Bagi perusahaan yang tidak dapat hadir, maka dapat mengunduh

peraturan tersebut di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kendala yang

dihadapi adalah kurang proaktifnya kantor-kantor wilayah dalam mencari perusahaan-

perusahaan yang tidak hadir, tetapi kembali pada uraian pekerjaan masing-masing unit

yang tidak hanya menangani masalah KITE. Dalam hal ini, menurut hemat penulis

Pemerintah dalam hal ini pihak Direktorat Bea dan Cukai serta kantor wilayah sudah

cukup aktif dalam upaya sosialisasi peraturan-peraturan baru.

Dalam suatu transmisi komunikasi terdapat hambatan umum yang biasa terjadi,

yaitu adanya pertentangan atau resistensi dari kelompok implementor terhadap kebijakan.

Pertentangan ini mengakibatkan distorsi dan hambatan dalam komunikasi. Dalam

mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan saluran-saluran

komunikasi yang efektif. Semakin baik pengembangan saluran-saluran komunikasi yang

dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintah tersebut disampaikan dengan benar.

Pada PMK No. 253/PMK.04/2011 dan No. 254/PMK.04/2011 resistensi yang

muncul adalah mengenai tidak adanya pembebasan dan pengembalian PPN dan PPnBM.

Sebelum dikeluarkannya PMK ini sudah diantisipasi dan dibahas di Biro Hukum

Kementerian, Badan Kebijakan Fiskal, DJBC, Dirjen Pajak, dan unit Eselon I lainnya,

secara legal saat itu memutuskan hanya Bea Masuk saja yang diberikan pembebasan dan

pengembalian berdasarkan pasal 26 huruf (k) dan pasal 27 huruf (b) Undang-undang

nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Terkait dengan resistensi tersebut, Dirjen Bea dan Cukai mengembalikan hal ini

ke Dirjen Pajak, apakah mereka memiliki fasilitas tertentu untuk mendukung kebijakan

pembebasan dan pengembalian BM. Fasilitas yang dapat mendukung kebijakan ini

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 10: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

adalah fasilitas WP Patuh yang diatur pada PMK nomor 74/PMK.03/2012 tentang tata

cara penetapan dan pencabutan penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam

rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dan fasilitas PKP

beresiko rendah yang diatur pada PMK nomor 71/PMK.03/2010 tentang Pengusaha Kena

Pajak beresiko rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

Terkait dengan resistensi yang terjadi pada transmisi komunikasi atas PMK No.

253/PMK.04/2011 dan No. 254/PMK.04/2011 menurut hemat penulis dapat disimpulkan

bahwa dalam kejelasan sebuah informasi biasanya ada kecenderungan untuk menolak

tujuan-tujuan informasi oleh implementor atas dasar kepentingan sendiri dengan cara

menginterpretasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk

mengantisipasi hal tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang

jelas mengenai persyaratan, menghilangkan pilihan adanya multi interpretasi,

melaksanakan prosedur dengan hati-hati, serta penyampaian alternatif pendukung atas

kebijakan tersebut secara jelas dan terperinci agar tidak terjadi miskomunikasi dan multi

tafsir oleh implementor.

4.1.2 Sumber Daya

Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya adalah

disebabkan oleh pegawai yang tidak cukup memadai atau tidak kompeten dibidangnya.

Penambahan jumlah pegawai tidak cukup menyelesaikan persoalan sumber daya, tetapi

perlu adanya kecukupan pegawai yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam

mengimplementasikan kebijakan.

Informasi mempunyai dua bentuk, yaitu mengenai cara pelaksanaan dan

kepatuhan para pelaksana terhadap peraturan (compliance). Sedangkan wewenang atau

otoritas dalam implementasi kebijakan umumnya harus bersifat formal agar perintah

dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan. Sumber daya lainnya adalah fasilitas

atau sarana dan prasarana yang merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan

kebijakan.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 11: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

Terkait dengan sumber daya pada fasilitas KITE, lini pelayanan KITE di Kanwil

untuk wilayah yang memiliki jumlah pengguna fasilitas KITE cukup tinggi seperti

Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur 1 bisa dikatakan harus dan

dipaksakan memadai. Sistem pertanggung jawaban realisasi ekspor dan proses penerbitan

NIPER sudah menggunakan komputerisasi yang mempermudah dalam proses pelayanan

fasilitas KITE, namun pada kenyataannya dilapangan para pengusaha banyak

menemukan hambatan mengenai tenaga ahli yang cenderung dan selalu diandalkan yang

kebanyakan adalah tenaga ahli atau pegawai junior, sedangkan pegawai senior belum

banyak beradaptasi dengan sistem yang digunakan saat ini. Hal ini menyebabkan proses

pelayanan menjadi lambat dan apabila pegawai yang diandalkan tersebut tidak ada

dikantor dalam artian sedang melakukan tugas diluar kantor, kegiatan operasional

menjadi terhambat. Hal ini sangat mengganggu kinerja di lini pelayanan KITE.

Menurut hemat penulis, dalam hal ini perlu diadakan rolling atau pemutaran

pegawai dari divisi satu ke divisi lain, hal ini juga perlu didukung dengan training atau

pelatihan kepada pegawai yang dianggap cukup lambat dalam mempelajari ilmu baru,

serta harus dilakukan mapping atau pemetaan dalam perputaran pegawai tersebut untuk

menghindari berkumpulnya para pegawai yang memiliki kinerja rendah sehingga akan

mempengaruhi lingkungan atau pegawai lain yang memiliki kinerja tinggi. Hal ini

diperlukan keberanian dan dukungan dari bagian kepegawaian demi meningkatkan

kinerja pelayanan fasilitas KITE khususnya dan fasilitas lainnya.

4.1.3 Disposisi

Adanya ketentuan-ketentuan yang semakin ketat yang dijabarkan pada penjelasan

sebelumnya, berlakunya PMK No. 253/PMK.04/2011 dan No. 254/PMK.04/2011 tentu

mempunyai pengaruh pada perusahaan pengguna fasilitas KITE. Fasilitas KITE

sebenarnya sangat membantu pengusaha dalam menjalankan usahanya, karena selain

mereka dapat meningkatkan nilai produksinya, juga dapat mengatur keuangan perusahaan

dengan sebaik mungkin. Namun, dalam perkembangannya, banyak perusahaan pengguna

fasilitas KITE yang beralih menggunakan bentuk fasilitas lain yang dinilai lebih

menguntungkan salah satunya adalah fasilitas Kawasan Berikat (KB).

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 12: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

Pada dasarnya, setiap situasi pilihan dapat menghasilkan rekomendasi yang

disukai oleh semua pihak, sebab hal itu akan membuahkan hasil yang diinginkan. Namun

sebagian besar situasi pilihan melibatkan banyak pelaku kebijakan, ketidak-pastian, dan

konsekuensi-konsekuensi yang berubah sepanjang waktu. Adanya perusahaan-

perusahaan yang beralih merupakan bukti konkrit bahwa perusahaan akan mencari

fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta mempertimbangkan efisiensi

waktu dalam kaitannya dengan revenue yang akan diperoleh.

Fasilitas Kawasan Berikat merupakan fasilitas yang “mewah” bagi perusahaan

industri/manufaktur yang berorientasi ekspor karena mendapatkan fasilitas kepabeanan

dan perpajakan. Fasilitas yang diberikan pada Kawasan Berikat, yaitu berupa

penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh 22 Impor atas impor

barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang dipakai oleh Pengusaha

Kawasan Berikat (PKB) termasuk impor barang dan/atau bahan untuk diolah di Kawasan

Berikat.

Fasilitas yang diberikan oleh Kawasan Berikat cukup menggiurkan para

pengusaha khususnya pengusaha yang berorientasi ekspor pengguna fasilitas KITE.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh para pengusaha dengan realisasi ekspor jika

menggunakan fasilitas KB, meskipun syarat yang harus dipenuhi juga berat, seperti

lokasi.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 13: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

Tabel 4.1

Perbandingan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan Fasilitas Kawasan

Berikat (KB)

Failitas Kemudahan Impor Tujuan

Ekspor (KITE)

Fasilitas Kawasan Berikat (KB)

1. Lokasi industri tidak diatur

secara khusus

2. Barang/bahan baku ditimbun

diluar Kawasan Pabean (tidak

diawasi langsung pihak pabean)

3. Pemasukan ke pabrik dengan

BC 2.0 dilampiri SK

Pembebasan BM*)

4. Mempertaruhkan jaminan BM*)

5. Barang modal dan peralatan

kantor tidak termasuk dalam

fasilitas KITE

6. Hasil produksi 100% harus

diekspor*), kecuali barang

reject./rusak.

*) Fasilitas KITE dengan NIPER

pengembalian tidak perlu melampirkan

SK Pembebasan dan jaminan, dan hasil

produksi tidak harus diekspor, karena

sudah dilunasi BM dan PDRInya.

1. Lokasi KB harus berada di

Kawasan industri, kecuali dalam

hal khusus

2. Barang/bahan baku ditimbun di

Kawasan Pabean (diawasi

langsung pihak pabean)

3. Pemasukan ke KB dengan BC

2.3 tanpa SK Penangguahan

BM/PDRI

4. Tidak perlu mempertaruhkan

jaminan

5. Fasilitas diberikan juga atas

impor barang modal dan

peralatan kantor

6. Hasil produksi boleh dijual ke

TLDDP sebanyak-banyaknya

25% dari realisasi

ekspor/penyerahan ke KB lain

tahun sebelumnya.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 14: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

4.1.4 Struktur Birokrasi

Standard Operational Procedures (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan

internal akan kepastian waktu, sumber daya, serta kebutuhan penyeragaman dalam

organisasi kerja yang kompleks dan luas. (Winarno, 2004, p. 76). Para pelaksana dapat

mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan

tindakan-tindakan kompleks para pejabat sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas

dalam implementasi kebijakan.

Sub variabel kedua dalam struktur birokrasi adalah fragmentasi. Edward III dalam

(Winarno, 2004, p. 77) menyatakan bahwa fragmentasi merupakan penyebaran tanggung

jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan

koordinasi.

Terkait dengan SOP fasilitas KITE dalam rangka penyelarasan ketentuan

mengenai bentuk, waktu, dan tata cara mempertaruhkan jaminan, Dirjen Bea dan Cukai

mengeluarkan peraturan nomor PER-9/BC/2011 tentang perubahan keempat atas

keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP-205/BC/2003 tentang petunjuk

pelaksanaan tata laksana kemudahan impor tujuan ekspor dan pengawasannya.

5. Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

Sebelum adanya penerbitan PMK No. 253/PMK.04/2011 dan No.

254/PMK.04/2011 PT XYZ sebagai pengusaha industri garmen yang berorientasi ekspor

merupakan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, namun sejak penerbitan

kebijakan tersebut yang mengalami perubahan atas tidak adanya pembebasan atas PPN,

hal ini memberatkan PT XYZ khususnya dalam hal cash flow perusahaan, selain itu

adanya denda sebesar 100%-500% apabila realisasi ekspor tidak sesuai dengan

pengajuan juga menjadi pertimbangan atas perubahan tersebut. Fasilitas Kawasan Berikat

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 15: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

menjadi alternatif pilihan bagi PT XYZ karena memberikan banyak manfaat bagi

perusahaan terutama penangguhan PPN.

5.2 Saran

Setelah adanya perubahan kebijakan fasilitas KITE, dalam memaksimalkan tujuan

fasilitas kepabeanan khususnya fasilitas Kemudahan Imopr Tujuan Ekspor (KITE), maka

saran dalam penelitian ini yaitu sebaiknya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai

trade fasilitator memaksimalkan insentif yang diberikan pada fasilitas KITE demi

meningkatkan serta mengembangkan industri dalam negeri khususnya perusahaan yang

berorientasi ekspor sehingga meningkatkan sumber devisa Negara.

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 16: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

DAFTAR REFERENSI

Dwidjowijoto, R. N. 2004. Kebijakan Publik: Formulasi, implementasi, dan evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo - Kelompok Gramedia.

Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC: Congresional Quarterly Press.

Mansury. 2000. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: Yayasan pengembangan dan penyebaran pengetahuan perpajakan.

Masrizal. 2004. Ekspor, Dana Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi : Kasus Indonesia. Padang: Universitas Andalas.

Muchtar, R. 2001. Perdagangan Luar negeri Indonesia. Padang: Universitas Andalas.

Mustopadidjaja, A.R. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan evaluasi Kinerja. Jakarta: LAN (Lembaga Administrasi Negara).

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Purwito, A. M. 2008. Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kajian Hukum Fiskal FHUI.

Sukardji, Untung. 2002. Pajak Pertambahan Nilai, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta: Sinar Grafika.

Syarif, H.M. 2003. Perdagangan Luar Negeri. Yogyakarta: BPFE

Peraturan

Kementerian Keuangan. PMK Nomor: 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea

Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada

Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor

Kementerian Keuangan. PMK Nomor: 253/PMK.04/2011 Tentang Pengembalian Bea

Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit,

Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014

Page 17: ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR …

Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. PER Nomor: PER-

9/BC/2011 Tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Direktur Jenderal Bea

dan Cukai Nomor KEP-205/BC/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata

Laksana Kemudahan Impor Tjuan Ekspor dan Pengawasannya

Kementerian Keuangan. PMK Nomor: 120/PMK.04/2012 Tentang Perubahan Ketiga

Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 Tentang Kawasan

Berikat

Analisis implementasi..., Hanum Suroyah, FISIP UI, 2014