ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK (PERIODE JANUARI – MEI 2013) ACHMAD RIVANO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
81
Embed
ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS … · 15 Presentase Keuntungan Petani 45 ... Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Sektor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS
HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM
PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK
(PERIODE JANUARI – MEI 2013)
ACHMAD RIVANO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fenomena
Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif
Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013 adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Achmad Rivano
NIM H14090131
ABSTRAK
ACHMAD RIVANO. Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi
Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Polik. (Periode Januari –
Mei 2013) Dibimbing oleh Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S, D.E.A.
Distribusi Produk-produk pertanian merupakan hal penting dalam
penyampaian hasil produksi yang dilakukan oleh petani hingga ke tangan
masyarakat banyak untuk di konsumsi. Masuknya pasar modern mempengaruhi
proses distribusi. Penelitian ini memfokuskan kepada efisiensi pasar dan transmisi
harga dari enam komoditas hortikultura yang dihasilkan di dalam negeri, melewati
pasar induk kramat jati sebagai salah satu rantai pemasarannya, serta dijual di
empat pasar modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
margin pemasaran, transmisi harga, dan metode deskriptif kualititatif. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan adanya variasi diantara tiap-tiap tingkatan distribusi
dan adanya indikasi terjadinya fenomena oligopsoni dalam distribusi yang
dilakukan oleh pasar modern.
Kata kunci : Hortikultura, Distribusi pertanian, Struktur Pasar, Efisiensi
Pemasaran, Pasar Modern, Ekonomi Politik
ABSTRACT
ACHMAD RIVANO. Analysis of Oligopsony Phenomenom in Horticulture
Distribution in Modern Market: Economy Politic Perspective (January – May
2013 Period) Supervised by Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S,
D.E.A.
Distribution of agriculture product is an important things in delivered
products that produce by farmers to the community to consume. The
infiltration that modern market do in distribution of agriculture products
affect the distribution process. This research was focusing in market
efficiency and price transmission of six horticulture products that produce
in Indonesia and sold by for big modern market. The methods that used in
this research are distribution’s margin analysis, price transmission, and
descriptive kualitative method. Result of this research show there is a
variance in market structure on each level of distribution and there is an
indication that oligopsony phenomenom happened in distribution in modern
Adriano Bramantyo, Puji Rahmania, M. Ikhsan Kamal, Teuku Azwar, dan Dewi
Intan Permatahati. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, September 2013
Achmad Rivano
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 7
Pendahuluan 7
Ekonomi Politik 8
Konsep Pasar 10
Struktur Pasar 11
Oligopsoni 12
Distribusi Pertanian 14
Efisiensi Pemasaran 15
Komoditi Hortikultura 17
Monopsoni dan Oligopsoni dalam Komoditi Hortikultura 18
Penelitian Terdahulu 19
Kerangka Pemikiran 20
METODOLOGI PENELITIAN 22
Pendahuluan 22
Jenis dan Sumber Data 22
Metode Analisis 23
Analisis Struktur Pasar 23
Analisis Efisiensi Pemasaran 24
Analisis Margin Pemasaran 24
Analisis Transmisi Harga 24
Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Komoditas Hortikultura 25
GAMBARAN UMUM 26
Kontribusi Pertanian Indonesia 26
Produksi Hortikultura Indonesia 26
Perdagangan Hortikultura Indonesia 27
Harga Produsen Hortikultura 28
Profil Perusahaan Perdagangan Eceran 29
HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura 31
Bawang Merah 31
Ketimun 33
Tomat 34
Kentang 36
Mangga 37
Semangka 39
Struktur Pasar Komoditas Hortikultura 41
Analisis Ekonomi Politik Distribusi Horikultura 43
SIMPULAN DAN SARAN 55
Simpulan 55
Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 60
RIWAYAT HIDUP 68
DAFTAR TABEL
1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama 2004 dan 2011 3 2 Produksi Sayuran di Indonesia 4 3 Volume Ekspor sub Sektor Hortikultura 2007 – 2011 5 4 Kontribusi Pertanian Indonesia 2009 – 2011 26 5 Produksi Hortikultura Menurut Jenis Tanaman 2009 – 2011 27 6 Ekspor Hortikultura Indonesia 2009 – 2011 dalam ton 28 7 Harga Produsen Pertanian 2001 – 2012 (Rp/100 Kg) 29 8 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Sakernas 2006 30 9 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah 32
10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun 34 11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat 35 12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang 37 13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga 39 14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka 40 15 Presentase Keuntungan Petani 45 16 Biaya Produksi Petani dan Presentase Keuntungan 46 17 Pendapatan Harian Petani dengan Lahan Dibawah 0.5 Ha 46 18 Kebutuhan Harian Rata-rata Keluarga di Perdesaan 47 19 Nilai Tukar Petani Tiap Komoditas 47 20 Presentase Keuntungan Pengumpul atau Tengkulak 48 21 Presentase Keuntungan Pedagang Pasar Induk 49 22 Presentase Keuntungan Pasar Modern 52 23 Kekuatan Pembelian yang Dilakukan Pasar Modern 55 24 Efek dari Abuse of Power Pasar Modern Kepada Konsumen 55
DAFTAR GAMBAR 1 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung 15 2 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung 15 3 Margin Pemasaran 16 4 Kerangka Pemikiran 21
5 Saluran Pemasaran Bawang Merah 31 6 Saluran Pemasaran Ketimun 33 7 Saluran Pemasaran Tomat 35
8 Saluran Pemasaran Kentang 36 9 Saluran Pemasaran Mangga 38
10 Saluran Pemasaran Semangka 39 11 Alur distribusi Komoditas Hortikultura 41 12 Kurva Konsentrasi Empat Pasar Modern 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Harga Sayur dan Buah di Empat Supermarket Terbesar 61 2 Perhitungan Margin Pemasaran dan Transmisi Harga 62
3 Informan yang diwawancara 65 4 Nilai Tukar Petani Tahun 2013 66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses yang pasti dijalani oleh setiap Negara di
dunia ini. Proses pembangunan diartikan sebagai proses peningkatan kualitas serta
kemampuan dari suatu Negara dalam pergaulan dengan Negara-negara lain serta
kemampuan Negara dalam menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam
bukunya, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai:
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta
pengetasan kemiskinan.1
Akan tetapi, sebelum adanya kesadaran pada negara-negara bahwa
pembangunan merupakan suatu hal yang menyeluruh yang mempengaruhi suatu
negara secara keseluruhan, pembangunan hanya diindikatorkan kepada Produk
Domestik Bruto suatu negara saja. Dimana suatu negara akan dikatakan sukses
atau berhasil apabila negara tersebut mengalami peningkatan Produk Domestik
Bruto-nya sehingga pada akhirnya meningkatkan pendapatan per kapita negara
tersebut. Ketimpangan menjadi suatu masalah yang muncul akibat anggapan
pentingnya indikator Produk Domestik Bruto tersebut.
Produk Domestik Bruto menjadi suatu ukuran yang digunakan di dunia
dalam penentuan kemajuan dan keberhasilan suatu Negara. Produk Domestik
Bruto merupakan suatu perhitungan nilai output suatu Negara berdasarkan jumlah
secara agregat dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta
perdagangan luar negeri dari suatu Negara.
Negara berkembang dalam perkembangan dalam memenuhi Produk
Domestik Bruto-nya sangat bergantung kepada sektor pertanian. Sektor pertanian
berperan besar pada kegiatan perekonomian dilihat dari penyediaan lapangan
kerja atau sumber pendapatan sebagian besar masyarakatnya. Peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi terdapat 5 (lima), yaitu: sektor pertanian
sebagai penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja terbesar sehingga kelebihan
tenaga kerja dari sektor pertanian yang berpindah ke sektor industri adalah salah
satu sumber pertumbuhan ekonomi.
Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor
industri dan jasa. Sektor pertanian sebagai pasar bagi produk-produk sektor
industri karena jumlah penduduk perdesaan yang sangat banyak, Sektor pertanian
sebagai penghasil devisa, serta sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang
diandalkan dalam mengurangi angka kemiskinan.2
1 Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Jakarta: Erlangga. 2003), h. 18 2 Steven Block dan C. Peter Zimmer, Agriculture and Economic Growth: Conceptual issues and
Kenyan Experience (Development Discussion Paper No 498 November 1994), h 1-1 Dalam paper yang dibuat oleh Steven dan Zimmer pembahas mengenai sumbangan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi merupakan tulisan dari Johnston dan Mellor pada tahun 1961
2
Pertanian merupakan sektor utama di negara berkembang yang berperan
dalam pertumbuhan ekonomisuatu negara. Pertumbuhan output petanian dapat
mendorong pertumbuhan di sektor ekonomi non-pertanian melalui mekanisme
langsung maupun tidak langsung. Sebagian besar negara menghasilkan sebagian
besar dari kebutuhan atas pangan mereka sendiri, hal inilah yang menyebabkan
sektor pertanian menjadi sebuah hal penting, dan menjadi faktor krusial secara
keseluruhan.3
Selama masa awal orde baru, pertanian merupakan sebuah sektor yang
dijadikan prioritas sebagai dasar dari pembangunan berkelanjutan. Besarnya
peranan sektor pertanian di Indonesia dapat menjadikan sektor ini menjadi sektor
utama dalam mencapai trilogi pembangunan, yaitu pembangunan yang
berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.4 Hal ini dapat
dilihat dari pembangunan perekonomian Indonesia dari Pelita I hingga Pelita III
menintikberatkan pada pembangunan sektor pertanian. Baru kemudian pada Pelita
IV pembangunan diprioritaskan kepada sektor non pertanian, terutama industri
dan jasa. Semenjak Pelita IV, sektor pertanian dipandang lebih rendah
kontribusinya dalam pembangunan ekonomi.
Perubahan arah pembangunan ekonomi Indonesia ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain pengabaian sektor pertanian (the neglect of
agriculture) yaitu; pertama, sebagian besar para pengambil keputusan dan para
pakar di bidang ekonomi kurang memahami karakteristik sektor pertanian; kedua,
prioritas pembangunan diarahkankepada pentingnya akumulasi kapital yang
identik dengan pembangunan industri; ketiga, ada persepsi kuat yang memandang
pertanian sebagai penyedia surplus tenaga kerja yang dapat ditransfer ke sektor
industri tanpa membutuhkan biaya transfer; keempat, ada persepsi yang kuat
bahwa dalam proses pembangunan pertanian para petani tradisional tidak
responsif terhadap insentif pasar.5
Kondisi yang disebabkan faktor-faktor tersebut mendorong proses
industralisasi terjadi di Indonesia. sektor pertanian mengalami perubahan yang
drastis. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
telah turun drastis dari sekitar 47,6 persen pada tahun 1970 menjadi hanya 15,4
persen pada tahun 2004. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian juga semakin
turun hingga tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2011 hanya sekitar 39,3
juta orang dari total 109,6 juta angkatan kerja di Indonesia.
Hal ini mencerminkan proses industrialisasi terjadi dalam perekonomian
nasional. Proses industralisasi yang terjadi di indonesia dilakukan dengan industri
substitusi impor dan promosi ekspor yang pada umumnya padat modal, yang tidak
berdasar kepada pemanfaatan yang optimal dari potensi sumberdaya dalam negeri.
3Ibid. h 2-1 4Achmad Zaini. [tesis].Peranan sektor Pertanian Sebelum dan pada masa krisis ekonomi di
Indonesia: pendekatan neraca sosial ekonomi. Institut Pertanian Bogor. 2003, h 2-3 5ibid, h 3Pandangan mengenai pengabaian sektor pertanian ini merupakan pemikiran dari Lewis pada tulisannya pada tahun 1954, dimana dia memandang telah terjadi pengecilan terhadap peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
3
Tabel 1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
Perdagangan komoditas hortikultura di Indonesia memiliki sistem distribusi
yang panjang dimana banyaknya pelaku yang terlibat di dalam sistem
distribusinya. Sistem pasar yang ada pada komoditas hortikultura memiliki
kecenderungan bersifat monopsoni atau oligopsoni dimana terlihat memiliki pasar
persaingan sempurna dengan banyaknya jumlah pedagang padahal sebenarnya
dikuasai oleh beberapa pedagang besar saja.8
Pasar Modern memiliki sebuah sistem distribusi sendiri, dimana adanya
pembelian besar atas produk-produk oleh perusahaan induk lalu kemudian disebar
ke gerai-gerai pasar modern tersebut. Sistem distribusi yang dimiliki pasar modern
mendorong pasar tersebut untuk melakukan pembelian produk-produk yang
dijualnya dalam skala besar. Pembelian produk dalam skala besar yang dilakukan
oleh pasar modern merupakan usaha penghematan melalui penghematan melaluli
pembesaran skala (economies of scale).
Sejak tahun 2007 hingga tahun 2011, pasar modern di Indonesia tumbuh
rata-rata sebesar 17,57 % per tahun. Jumlah pasar modern tumbuh dari 10.365
gerai pada tahun 2007, menjadi 18.152 gerai pada tahun 2011. Kenaikan jumlah
gerai pasar modern tersebut merupakan akibat pertumbuhan franchise pasar
modern yang berbentuk minimarket, dimana total gerai minimarket pada tahun
2007 sebesar 8.889 gerai hingga menjadi 15.538 gerai pada tahun 2011.9
Menjamurnya franchise-franchise dari pasar modern dan meningkatnya
preferensi masyarakat untuk membeli produk di pasar modern menyebabkan
pangsa pasar modern meningkat. Pasar modern saat ini tidak hanya menyediakan
produk-produk kemasan, tetapi sudah merambah kepada produk-produk pertanian.
Secara tidak langsung, hal tersebut menjadikan pasar modern sebagai tujuan
utama produk-produk pertanian.
8Bambang Irawan. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah.
(analisis kebijakan pertanian, volume 5 no , Desember 2007) h 361 Pendapat mengenai kecenderungan struktur pasar monopsoni pada komoditas hortikulturan merupakan pendapat dari tulisan Sudaryanto tahun 1993
9 Indonesia Commercial Newsletter. Perkembangan Bisnis Ritel Modern. (Juni 2011)[datacon.co.id/ritel-2011profilindustri.html]
6
Perumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam
pembangunan ekonomi di negara berkembang. Pertanian diindetifikasikan
memiliki lima peran dalam pembangunan, yaitu menyediakan pangan untuk
konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja bagi sektor industri, pasar bagi sektor
industri, meningkatkan penawaran dari tabungan domestik, serta pemasukan dari
nilai tukar asing.
Indonesia pada zaman orde baru masa awal mengkonsentrasikan
pembangunannya pada sektor pertanian. Akan tetapi pada masa berikutnya
konsentrasi pembangunan mengarah pada sektor industri.Proses industrialisasi ini
menyebabkan kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan menurun drastis.
Melihat mayoritas penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, proses
industrialisasi yang membuat kontribusi pertanian menurun tanpa adanya
transformasi tenaga kerja yang berarti dari petani ke pekerja, berakibat pada
ketimpangan yang pada akhirnya menyebabkan angka kemiskinan semakin
meningkat.Kemiskinan yang terjadi di desa sebagai pusat produksi sektor
pertanian salah satunya disebabkan oleh proses distribusi hasil pertanian itu
sendiri. Proses distribusi hasil pertanian harus menjadi salah satu perhatian
pemerintah guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Hortikultura sebagai salah satu bahan pangan penting menjadi sebuah
komoditas yang kurang mendapatkan perhatian. Perhatian disini dapat dinilai dari
kalahnya produk komoditas dalam negeri dibanding impor komoditas hortikultura
itu sendiri.Produk hortikultura Indonesia sendiri ternyata memiliki harga yang
lebih mahal di dalam pasar domestik dibandingan harga produk hortikultura yang
diimpor. Hal tersebut muncul akibat kurangnya perhatian dari pemerintah dalam
permasalahan distribusi komoditas hortikultura itu sendiri.
Oligopsoni merupakan fenomena struktur pasar yang terjadi pada komoditas
hortikultura di Indonesia. Fenomena ini pada dasarnya merugikan petani sebagai
produsen utama serta konsumen yang membeli produk ini. Fenomena oligopsoni
ditenggarai akibat adanya penguasaan pasar yang dilakukan pelaku pasar modern
yang menguasai saluran distribusi dari komoditas melalui jalan integrasi
pemasaran dalam bentuk kemitraan atau kerjasama. Kondisi struktur pasar yang
demikian dapat menyebabkan inefisiensipemasaran di dalam distribusi komoditas
hortikultura. Menurut UU no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat kegiatan monopsoni dann oligopsoni adalah
termasuk kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat dimana adanya pemusatan
kekuatan ekonomi serta posisi dominan suatu pelaku usaha dalam kegiatan
ekonomi.
Berkaitan dengan masalah di atas muncul pertanyaan mengenai pola
distribusi serta struktur pasar komoditas hortikultura yang merupakan salah satu
komoditas utama di sektor pertanian. Bagaimana kondisimargin keuntungan
antara petani, pengepul, grosir antara, serta pasar modern? Apakah marjin
keuntungan di antara pelaku dalam komoditas hortikultura tersebut seimbang atau
hanya menguntungkan salah satu pelaku saja. Serta bagaimana peran pemerintah
melalui regulasi yang dihasilkannya dalam menghadapi fenomena oligopsoni
tersebut.
7
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di
Indonesia?
3. Bagaimana kondisi fenomena monoponi atau oligopsoni dalam pasar
komoditas hortikultura yang terjadi?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari
penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia.
2. Menganalisiskondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di
Indonesia.
3. Menganalisis kondisi fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam pasar
komoditas hortikultura yang terjadi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi para akademisis, sebagai
proses pembelajaran bagi mahasiswa dalam meneliti proses
distribusiserta fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam komoditas
hortikultura di Indonesia dan referensi bagi penelitian lebih lanjut dan
mendalam.
2. Berguna untuk mengevaluasi proses distribusi serta struktur pasar dan
sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam mengatasi
masalah proses distribusi di indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Kegiatan ekonomi di suatu komoditas tidak terlepas dari tiga proses
ekonominya, yaitu produksi, distribusi, serta konsumsi. Dalam memproduksi
suatu barang dan jasa dibutuhkan suatu proses distribusi agar barang dan jasa hasil
produksi tersebut sampai di tangan konsumen untuk di konsumsi. Proses
terjadinya kesepakatan jual beli antara pembeli dan penjual atas suatu barang atau
jasa terjadi di dalam pasar.
Distribusi suatu komoditas menghadapi sebuah struktur pasar dalam
kegiatannya tergantung dari komoditasnya.Struktur pasar tersebut dipengaruhi
oleh banyak penjual atau pembeli atas komoditas tersebut di dalam pasar serta
kebijakan-kebijakan terkait atas komoditas tersebut.Komoditas hortikultura
sebagai salah satu produk pangan dihadapi oleh suatu fenomena di dalam struktur
pasarnya, yaitu fenomena oligopsoni. Fenomena struktur pasar monopsoni dan
8
oligopsoni pada komoditas hortikultura ini pada akhirnya dapat menyebabkan
inefisiensi pada proses distribusinya.
Ekonomi Politik
Sebelum menjelaskan mengenai ekonomi politik, ada baiknya pendefinisian
mengenai ilmu ekonomi dan ilmu politik dimengerti terlebih dahulu.Ilmu
ekonomi dalam pendefinisiannya memiliki tiga konsep, yaitu economically atau
ekonomi kalkulasi, provisioning atau kegiatan untuk mendapatkan kebutuhan atau
keinginan, dan ekonomi yang merupakan institusi-institusi pasar. Sedangkan Ilmu
politik didefinisikan dengan tiga konsep juga, yaitu politik sebagai pemerintahan,
politik sebagai publik, dan politik sebagai alokasi nilai oleh pihak yang
berwenang.
Ekonomi kalkulasi atau economically merupakan suatu pendekatan konsep
ekonomi dimana ekonomi diartikan sebagai tindakan manusia dalam mencapai
tujuan tertentu yang dibatasi oleh hambatan-hambatan. Pendekatan ini
mengutamakan efisiensi sebagai pokok pemikiran, dimana dalam mencapai tujuan
setiap manusia dihadapi oleh keterbatasan sumber daya, keterbatasan ini
mendorong manusia untuk melakukan pilihan yang paling baik untuk mencapai
kepuasan maksimal.10
Konsep berikutnya adalah Provisioning atau pemenuhan kebutuhan
merupakan suatu konsep dimana ekonomi merupakan suatu kegiatan produksi
yang bertujuan untuk penyediaan kebutuhan-kebutuhan manusia. Perbedaan
mendasar dari konsep ekonomi kalkulasi adalah pada ekonomi perhitungan secara
rasional untuk mencapai tingkat efisiensi dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu
tidak menjadi hal yang dipertimbangkan pada konsep pemenuhan kebutuhan ini.
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup menjadi hal utama yang mendorong
manusia dalam melakukan produksi guna melakukan pemenuhan kebutuhan.11
Terakhir adalah konsep ekonomi institusi yaitu sebuah konsep yang
mengartikan bahwa ekonomi merupakan suatu institusi yang memiliki sifat dan
sejarah khusus, yang pada akhirnya mempengaruhi tiap pelaku ekonomi dalam
melakukan tindakan. Ekonomi di dalam konsep ini didefinisikan lebih lanjut oleh
Caporasso dan Levin
“sebuah struktur yang bersifat sui generis (“menciptakan diri sendiri”,
yaitu tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia) yang di
dalamnya ada beberapa tuntutan struktural yang akan mendorong individu-
individu untuk melakukan tindakan tertentu.”12
Politik sebagai pemerintah adalah konsep bahwa yang dikatakan politik
merupakan semua kegiatan dan proses yang terjadi di dalam institusi, undang-
undang, kebijakan publik pemerintahan. Konsep berikutnya adalah politik sebagai
publik, maksudnya adalah tindakan-tindakan manusia merupakan suatu hal yang
terkait dengan publik. Publik itu sendiri didefinisikan Caporasso dan Levine
sebagai wilayah atau kegiatan yang melibatkan orang lain..13
10James A. Caporasso dan David P. Levine.Teori-teori Ekonomi Politik.2008. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). h 39 11Ibid. h 44-45 12Ibid. h 61 13Ibid. h. 4-10
9
Konsep politik yang terakhir adalah politik sebagai alokasi nilai oleh pihak
yang berwenang. Konsep ini memandang bahwa politik dan ekonomi adalah
sebuah konsep yang sama di dalam pelaksanaan alokasi sumber daya. Di dalam
konsep politik sebelumnya yang dipahami sebagai segala kegiatan dan proses
yang dilakukan pemerintahan berubah menjadi sebuah cara khusus untuk
membuat keputusan dalam memproduksi dan distribusi sumber daya dengan
melibatkan kewenangan sebagai alat politis.14
Konsep-konsep yang menjelaskan mengenai ekonomi diatas kemudian
digunakan dalam melakukan pendekatan atas ekonomi politik. Ekonomi politik
apabila menggunakan konsep ekonomi kalkulasi atau economically akan
didefinisikan sebagai sebuah tindakan politik seseorang merupakan hasil dari
perhitungan efisien dan rasional. Pandangan ekonomi tersebut dalam kaitannya
dengan politik masih memandang bahwa ekonomi merupakan pengatur segala
kegiatan politik.
Hal itu mengartikan bahwa di dalam pendekatan ekonomi tersebut, tidak
mengenal kekuasaan, dimana segala hal yang dilakukan hanya berdasarkan
perhitungan efisien dan rasional sehingga tidak memandang adanya hubungan-
hubungan akibat lingkup kegiatan yang berada di wilayah atau institusi tertentu
yang dinamakan perekonomian. Perbedaan itu menjadi dasar pada pendefinisian
ekonomi politik dengan ilmu ekonomi. Perbedaan tersebut didasari oleh
pandangan mengenai kekuasaan di dalam setiap individu dalam melakukan
kegiatan ekonomi. Pada pandangan konsep economically kekuasaan di dalam
masyarakat merupakan given atau terberi begitu saja sedangkan pandangan
ekonomi politik mengatakan bahwa kekuasaan dan ekonomi merupakan suatu
bentuk interaksi yang saling mempengaruhi.15
Definisi mengenai ekonomi politik dipaparkan oleh Ahmad Erani Yustika
sebagai:
“interelasi di antara aspek, proses, maupun kelembagaan dengan kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang diintroduksi oleh
pemerintah.”
Definisi tersebut mengartikan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi yang
berada di wilayah politik. Dijelaskan lebih lanjut oleh Ahmad Erani Yustika
bahwa ekonomi politik merupakan sebuah pendekatan untuk menganalisis
kegiatan ekonomi dalam melakukan tindakan di ruang-ruang politik.16
Teori pendekatan ekonomi terhadap politik didefinisikan Caporasso dan
Levine sebagai suatu tindakan politis para pelaku ekonomi dalam mematuhi
aturan-aturan yang membatasi serta memberi peluang yang ada dalam kegiatan
ekonominya.Dalam menjalankan tindakannya tersebut, para pelaku ekonomi
dilandasi oleh konsep rasionalitas dan efisiensi. Konsep rasionalitas diartikan
dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan ekonominya, para pelaku ekonomi
menyusun pilihan-pilihan yang ada sesuai tujuan dan keyakinan yang dimiliki
dengan mempertimbangkan batasan-batasan yang menghalangi tindakannya.
14Ibid. h. 60-61 15Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, & Strategi. (Malang: Alfabeta) 2006, h 131 16Ibid, h 134-135
10
Sedangkan konsep efisiensi adalah cara pelaku ekonomi dalam menghadapi
kelangkaan sumber daya untuk mendapatkan output sebaik mungkin.17
Dalam penerapannya teori pendekatan ekonomi terhadap politik dapat
berupa analisis ekonomi terhadap institusi. Institusi itu sendiri adalah
“pengaturan antara unit-unit ekonomi yang mendefinisikan dan
menspesifikasikan cara-cara yang digunakan unit-unit ini untuk bekerja sama
dan bersaing satu sama lain”.18
Sedangkan analisis ekonomi terhadap institusi merupakan suatu analisis
mengenai aturan-aturan atau prosedur yang ada mengenai proses produksi atau
pertukaran yang terjadi di suatu institusi serta analisis mengenai cara yang
digunakan institusi dalam menghambat atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
pribadi para pelaku ekonomi.19
Dalam analisis ekonomi terhadap institusi, pasar merupakan suatu bentuk
institusi yang memiliki peluang serta batasan yang wajib dipatuhi.20 Oligopsoni
merupakan suatu bentuk fenomena ekonomi politik, dimana struktur pasar
terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga terciptanya perusahaan-perusahaan
dominan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa ekonomi politik merupakan suatu
bentuk interaksi diantara kekuasaan dan politik. Terkait dengan oligopsoni,
Penson, Capps, dan Rosson menjelaskan bahwa munculnya perusahaan-
perusahaan dominan didasari oleh kepentingan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya yang dilakukan melalui jalan mempengaruhi harga pasar.21
Kemampuan mempengaruhi harga pasar dapat dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan dominan akibat adanya kekuasaan atas penjual-penjual sumber daya
yang bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan tersebut akibat kurangnya
persaingan di tingkat pembeli serta adanya integrasi dalam bentuk kemitraan atau
kerjasama yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut dengan penjual atau
penghasil sumberdaya. 22 Struktur pasar oligopsoni pada akhirnya akan
menyebabkan inefisiensi pemasaran akibat adanya perbedaan harga yang terlibat
dalam proses penyampaian sumberdaya dari produsen hingga ke konsumen.
Konsep Pasar
Pasar merupakan tempat bertemunya penjual barang atau jasa hasil produksi
dengan pembeli yang merupakan konsumen yang mengkonsumsi barang atau jasa
hasil proses produksinya tersebut. Proses bertemunya penjual dan pembeli
tersebut pada akhirnya terjadi kegiatan transaksi dimana kegiatan transaksi
17James A. Caporasso dan David P. Levine, op.cit, h 304-318 18Ibid, 361 definisi mengenai institusi merupakan pemikiran dari North dan Thomas tahun 1973. Dilanjutkan lebih lanjut oleh North pada tahun 1984 institusi terdiri dari beberapa batasan terhadap perilaku dalam bentuk aturan dan regulasi, beberapa prosedur untuk mendeteksi penyimpangan dari aturan dan regulasi, dan yang terakhir, beberapa norma moral dan behavioral yang mendefinisikan aturan dan regulasi dan membatasi cara pelaksanaan penegakan aturan dan regulasi itu 19Ibid, h 360-362 20Ibid, h 363 21John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward. Introduction to Agricultural Economies, 2010. (London, Pearson) h 161 22Spencer Henson dan John Cranfield, Building the Political Case for Agribusiness in Developing Country. (Cambridge, FAO and Unindo) 2009 h 29
11
tersebut merupakan tahap awal pembentukan harga dari barang atau jasa yang
diperjualbelikan tersebut.
Menurut peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53
tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern, pasar didefinisikan sebagai,
Area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik
yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lain.
Dalam pemaparan di peraturan tersebut ada pengelompokan dari bentuk
pasar itu sendiri. Pasar dibagi menjadi dua macam, yaitu pasar tradisional serta
pasar modern. Pasar tradisional didefinisikan di dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagai,
Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan
proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Keberadaan pasar tradisional saat ini membutuhkan bantuan dari pemerintah.
Hal ini disebabkan pasar tradisional sebagai usaha kecil dan menengah sudah
semakin tersingkirkan oleh keberadaan retail atau pasar modern. Pasar modern
dengan skala usaha yang lebih besar dengan pilihan produk menyebabkan pasar
tradisional kalah bersaing. Retail atau pasar modern itu sendiri didefinisikan di
dalam Perpres no. 112 tahun 2007 sebagai toko modern, yaitu toko dengan sistem
pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir yang
berbentuk Perkulakan.23
Struktur Pasar
Stuktur pasar merupakan hal-hal yang terdapat di dalam pasar yang dapat
mempengaruhi persaingan antara pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya.
Struktur pasar menjadi penting karena mempengaruhi kinerja suatu industri, baik
dalam produksi dan distribusi, tetapi lebih lanjut lagi dapat mempengaruhi
kesejahteraan pelaku industri tersebut secara keseluruhan. Unsur-unsur dari
stuktur pasar itu sendiri didefinisikan oleh Jaya sebagai berikut:
Unsur – unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi diferensiasi produk,
hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan
pemerintah.24
Tipe struktur pasar itu sendiri dalam pelaksaanaanya baik dalam sudut
pandang pembeli ataupun penjual bisa dikatakan menyerupai, persamaan yang
paling mendasar terletak pada konsentrasi atau bentuk dari struktur pasar yang
dinilai berdasarkan banyaknya pembeli atau penjual yang terlibat di dalam pasar,
banyaknya pembeli dan/atau pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan-
23 Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern 24 Wihana Kirana Jaya.ekonomi industri.(yogyakarta: PAU-Ekonomi UGM, 1997). h 4
12
perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut. Pada posisi penjual, struktur pasar
dapat berupa monopoli (satu penjual), oligopoli (beberapa penjual), ataupun pasar
persaingan sempurna (banyak penjual), sedangkan untuk pembeli, struktur pasar
dapat berupa monopsoni (satu pembeli), oligopsoni (beberapa pembeli), ataupun
persaingan sempurna (banyak pembeli).25
Oligopsoni
Oligopsoni didefinisikan oleh Penson sebagai sebuah pasar dimana tersusun
oleh relatif sedikit perusahaan yang membeli sumberdaya yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi harga pasar untuk sumber daya yang digunakan dalam
produksi. 26 Oligopsoni merupakan suatu tindakan dari perusahaan-perusahaan
yang dominan di dalam pasar untuk menghadapi strategi yang dijalankan
pesaingnya yang dalam pelaksanaanya memiliki dua macam tindakan yang
dilakukan oleh pelaksanannya yaitu:
1. Persaingan,
Perusahaan dalam kegiatannya akan mencari cara untuk mengalahkan
pesaingnya untuk meraih keuntungan yang maksimum, dan proses ini akan terus
menerus terjadi dengan setiap perusahaan menggunakan strategi masing-masing
untuk menjatuhkan pesaingnya
2. Kesepakatan,
Perusahaan terdorong melakukan kerjasama dilandaskan oleh kebutuhan
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dengan melakukan kerjasama
perusahaan akan dapat memaksimumkan keuntungan yang pada akhirnya akan
melampaui keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut tidak bekerja sama.
Akan tetapi, apabila di dalam suatu kesepakatan diantara perusahaan-
perusahaan oligopsoni ini dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu perusahaan-
perusahaan tersebut tetap bersaing secara diam-diam dengan berlomba-lomba
penetapan harga yang lebih tinggi agar produsen lebih memilih untuk menjual
produknya ke perusahaan tersebut atau berkerjasama dengan baik dan bergabung
serta bertindak seperti perusahaan monopsoni dengan menguasai teknologi yang
sedikit serta menetapkan harga beli produk yang rendah. Bentuk kemungkinan
yang terakhir merupakan suatu bentuk kolusi.Kolusi merupakan suatu bentuk
kerjasama illegal dimana adanya kesepakatan diantara perusahaan-perusahaan
oligopsoni dalam penentuan harga serta pembagian wilayah pangsa pasar masing-
masing perusahaan yang pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan.27
Dalam permasalahan struktur pasar ini pemerintah memiliki hak untuk
melakukan intervensi.Intervensi pemerintah yang dapat dilakukan tersebut dapat
dalam bentuk regulasi.Intervensi pemerintah dalam hal regulasi sebagai
pengaturan terhadap pasar dan proses distribusi diperlukan karena adanya
kemungkinan adanya ketidakadilan yang terjadi pada kegiatan ekonomi yang
terjadi pada suatu komoditas. Struktur pasar merupakan refleksi dari kondisi serta
perilaku pasar yang dihadapi petani.Dalam hal ini perlunya peraturan dalam
stuktur pasar karena pada akhirnya sturktur pasar dapat mempengaruhi masalah
penentuan harga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
25Ibid, h 6-8 26John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward, op.cit, h 161 27Wihana Kirana Jaya, op.cit, h 58-59
13
Regulasi pada pemasaran dibutuhkan guna mencegah terjadinya praktik
perdagangan illegal serta menjaga keadilan di dalam proses pemasaran sehingga
terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam regulasi pada pemasaran, terdapat 5
(lima) tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu:28
a) Melindungi petani atau konsumen dari kegiatan perdagangan yang
bersifat merugikan.
b) Menstabilisasi atau meningkatkan harga pada tingkat petani. Petani
sebagai produsen seringkali mengalami harga yang rendah dibandingkan
harga jual setelah proses distribusi yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan petani.
c) Mengurangi marjin keuntungan yang terjadi
d) Meningkatkan kualitas dan standar dari hasil produksi pertanian
e) Meningkatkan ketahanan pangan
Pemerintah dalam intervensi terhadap distribusi komoditas pertanian ini
dapat menggunakan beberapa instumen.Instrumen ini berguna dalam
pengaplikasian dari regulasi yang telah dibuat. Instrument tersebut antara lain
adalah:29
a) Pemberian kebijakan monopoli
Instrument yang digunakan disini adalah pemberian hak monopoli dari
pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik pemerintah dalam hal
distribusi, pengolahan, dan penjualan dari produsen ke konsumen atas
suatu komoditi.Hal ini yang dapat diimplikasikan adalah meregulasi
harga ekspor terhadap sistem distribusi.
b) Kebijakan harga selain monopoli
Instrument dimana ada beberapa lembaga yang terlibat di dalam saluran
distribusi guna penentuan harga atas dan bawah atas suatu komoditas
pangan utama.
c) Koperasi petani
Instrumen ini berbeda dengan instrument yang lain dimana intervensi
pemerintah berkurang dalam sistem distribusi. Instrument ini dapat
digunakan dengan cara pengambilalihan pengumpul di tingkat daerah
dalam bentuk koperasi.
d) Lisensi perdagangan
Instrument ini dilakukan dengan cara pemberian lisensi kepada pedagang
yang dapat terlibat dalam suatu sistem distribusi suatu komoditas. Pada
akhirnya pemberian lisensi ini akan menyebabkan pemerintah
mendapatkan pendapatan dari lisensi yang akan diberikan kepada
distributor kecil.
e) Instrumen untuk meningkatkan pasar
Pemerintah mengambil keputusan serta menciptakan regulasi dalam
pelaksanaan distribusi komoditas dengan membangun infrastruktur yang
diperlukan dalam penyaluran komoditas tersebut.
f) Instrumen untuk meningkatkan struktur pasar
28Frank Ellis, op.cit, h 100-101 29Ibid. h 101-104
14
Pemerintah menggunakan kebijakan guna meningkatkan struktur pasar
dalam distribusi komoditas tertentu seperti pemberian kebijakan terhadap
hambatan perdagangan.
Distribusi Pertanian
Dalam kegiatannya pertanian membutuhkan proses pemasaran hasil-hasil
produksinya agar produk pertanian tersebut dapat sampai dan dinikmati oleh
konsumen. Pemasaran itu sendiri merupakan semua kegiatan yang mengarahkan
aliran barang-barang dari produsen kepada konsumen meliputi kegiatan operasi
dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan, penyimpanan, proses, dan distribusi
barang. Sistem pemasaran terdiri atas perubahan komoditas dalam dimensi waktu,
tempat, dan bentuk.30
Perubahan komoditas ini sendiri pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
dimana konsumen dapat mengkonsumsi produk tersebut. Distribusi atau
pemasaran merupakan suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pada akhirnya
konsumen dapat membeli produk saat waktu yang berbeda dari waktu produksi
produk tersebut, dapat membeli pada tempat yang berbeda dari tempat produksi
berlangsung, serta dapat mengkonsumsi produk tersebut dalam bentuk yang
berbeda hasil dari proses pengolahan.
Tujuan saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu.
Alternatif saluran pemasaran yang digunakan dalam memasarkan produk kepada
konsumen yaitu didasarkan kepada jenis barang dan segmen pasarnya,yaitu:
saluran distribusi barang konsumsi yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen
dan saluran distribusi barang industrii, ditujukan untuk segmen pasar industri
Dalam pemasaran hasil produksi dibutuhkan lembaga pemasaran serta
saluran pemasaran. Lembaga pemasaran merupakan perantara produsen dengan
konsumen dalam pendistribusian barang dan jasa.Lembaga pemasaran merupakan
suatu badan atau orang yang terlibat dalam penyaluran barang dan jasa atau
kehadirannya untuk menggerakkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik
konsumen melalui berbagai kegiatan atau aktivitas.31
Untuk sektor pertanianpola penyaluran pemasaran produknya adalah
sebagai berikut32
30Frank Ellis, agricultural policies in developing countries, (Cambridge University Press, 1996), h 96 31Shanty Rosdiana Batubara, Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor,2009, hal 37. Pemaparan gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk pertanian di Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus pada 1987 32Ibid, hal 38.Pemaparan gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk pertanian di Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus pada 1987
15
Gambar 1 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung
Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59
dan 60 Secara umum tahapan utama dalam proses distribusi melalui saluran
distribusi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu pengepul yang
berada di wilayah tempat produksi dilakukan, tempat pengolahan dimana hasil
produksi mengalami perlakuan sedimikian rupa guna menjalani proses distribusi,
pusat grosir, serta pasar tempat komoditas langsung disalurkan kepada konsumen
untuk dikonsumsi.
Gambar 2 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung
Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59
dan 60
Efisiensi Pemasaran
Permasalahan utama yang terjadi di Indonesia saat ini adalah rendahnya
efisiensi pemasaran. Pendapatan yang diterima oleh petani sebagai produsen tidak
sebanding dengan yang diterima pedagang sebagai penyalur atau distributor dari
produk. Ketidakefisienan ini pada akhirnya akan menyebabkan ketidakadilan serta
tidak signifikannya pendapatan petani yang pada menyebabkan tidak tercapainya
kesejahteraan petani. Efisiensi pemasaran itu sendiri didefinisikan oleh Bambang
Irawan sebagai:
“Secara teoritis efisiensi pemasaran merupakan maksimisasi rasio antara
luaran dan masukan yang digunakan dalam kegiatan pemasaran.Masukan yang
dimaksud adalah berbagai sumberdaya ekonomi yang digunakan sedangkan
luaran yang diperoleh berupa jasa-jasa pemasaran yang dihasilkan dari
pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang
(penyimpanan, sortasi dan grading, pengemasan, pengangkutan, dan sebagainya.”
Efisiensi dari pemasaran ini dapat diukur melalui beberapa indikator antara
lain margin pemasaran dan transmisi harga. Margin pemasaran merupakan suatu
indikator yang mengukur perbedaan harga yang didapat dari setiap tahapan yang
dilalui pada proses ditribusi suatu produk dari produsen hingga ke konsumen.
Pengumpul Produsen Pedagang
besar
Pedagang
pengecer
Konsumen
Pengumpul Produsen
16
Transmisi harga merupakan suatu indikator yang di dapat dari perubahan harga
dari tingkat konsumen hingga ke produsen. Semakin rendahnya margin pemasaran
yang didapat dari suatu komoditas maka semakin efisien pemasarannya.
Sedangkan inefisiensi pemasaran dapat dikatakan apabila transmisi harganya
rendah.33
Dalam pembentukannya, margin pemasaran memiliki dua komponen yaitu
permintaan utama dan permintaan turunan. Permintaan utama adalah respon
langsung dari konsumen atas harga barang dimana penggambaran fungsi
permintaan utama didasari oleh harga retail dan data kuantitas. Sedangkan
permintaan turunan didasari oleh hubungan harga dengan kuantitas yang ada pada
tahapan produk dihasilkan petani atau pada perantara, dimana hasil produksi
tertentu dibeli oleh pembeli besar atau industri pengolah.34
Gambar 3 Margin Pemasaran
Sumber: Willian G. Tomek dan Kenneth L. Robinson. Agricultural Products Price.
(Ithaca and London: Cornell University Press). 1990. h 110
Efisiensi yang dihadapi oleh produsen memiliki pengertian yang berbeda
dengan konsumen. Hal tersebut diakibatkan oleh perbedaan pandangan atas
kemudahan serta harga yang dihadapi atas suatu barang. Sistem pemasaran yang
efisien bagi produsen adalah apabila menghasilkan keuntungan, sedangkan bagi
konsumen yaitu mudahnya konsumen untuk mendapatkan barang dengan harga
yang rendah.35
Suatu rantai pemasaran dikatakan tidak efisien jika memiliki banyak
perantara atau banyak pihak yang terlibat dalam proses penyampaian barang dari
produsen hingga sampai kepada konsumen. Akan tetapi, jika efisien dikatakan
berkurangnya perantara, hal tersebut juga dapat menyebabkan berkurangnya
pilihan konsumen untuk pemenuhan suatu barang. Kurangnya pilihan tersebut
akan membuat konsumen terpaksa menerima layanan serta kualitas barang yang
lebih buruk akibat kurangnya persaingan dari penjual barang tersebut di pasar.36
33 Bambang Irawan, op.cit, h361-362 34Willian G. Tomek dan Kenneth L. Robinson.Agricultural Products Price. (Ithaca and London: Cornell University Press). 1990. H 108-109 35A.M. Hanafiah dan A.M. Safruddin. Tata Niaga Hasil Perikanan. (Jakarta: UI-Press).2006. h-100 36Ibid,.h 101
Price
kuantitas
Derived demand
primary demand
primary supply
derived supply
retail
farm
margin
17
Hal ini terkait dengan fenomena struktur pasar oligopoli atau monopoli yang
dimana pengurangan jumlah penjual akan berdampak pada kurangnya pilihan
konsumen dan pada akhirnya konsumen terpaksa meneriman layanan serta
kualitas yang diberikan oleh oligopolis dan monopolis tersebut.
Komoditi Hortikultura
Istilah Hortikulturan berasal dari bahasa latin hortus yang berarti kebun dan
colore yang berarti membudidayakan. Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu
yang mempelajari pembudidayaan tanaman kebun.
Hortikultura sebagai bahan pelengkap pangan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut, yaitu (1) dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan segar atau hidup
sehingga bersifat mudah rusak, (2) komponen utama mutu ditentukan oleh
kandungan air bukan kandungan kering seperti halnya tanaman agronomi (jagung)
dan tanaman perkebunan, (3) produk bersifat bervolume sehingga susah dan
mahal dalam biaya angkut, dan (4) harga hortikultura ditentukan oleh mutunya
(kualitas) bukan jumlahnya.37
Hortikultura memiliki beberapa sifat yaitu,38
1. Tidak tergantung musim. Sifat ini menyebabkan hortikultura dapat
dibudidayakan kapan saja asal syarat tumbuh terpenuhi
2. Mempunyai resiko yang tinggi. Komoditas hortikultura sifatnya mudah
busuk dan rusak sehingga umur tampilannya pendek. Seiring dengan
berlalunya waktu dan kekuranghatian dalam penanganan secara pasca
panen, sayuran yang dijual semakin lam semakin turun nilainya sampai
tidak bernilai sama sekali.
3. Perputaran modal cepat. Hal ini disebabkan umur tanaman produksi yang
singkat dan permintaan pasar yang tidak pernah berhenti karena setiap
orang membutuhkan komoditas hortikultura, terutama sayuran dan buah-
buahan.
4. Mengingat sifat hortikultura yang mudah rusak dan berumur pendek,
maka lokasi produksi sebaiknya dekat dengan konsumen. Keadaan ini
sangat menguntungkan karena dapat menghemat biaya distribusi.
Hortikultura memiliki karakteristik tertentu jika terkait dengan kebijakan
perdagangan, dilihat dari kebutuhan konsumen dalam membelinya, yaitu
kelompok sayuran dan kelompok buah dan bunga.Kelompok sayuran merupakan
suatu komoditas dalam pemenuhan oleh konsumennya adalah head to head.
Artinya apabila konsumen membutuhkan salah satu jenis sayur, maka dia hanya
akan membeli sayuran tersebut. Berbeda dengan buah atau bunga, dalam hal ini
buah dan bunga merupakan suatu komoditas pilihan atau alternatif.Artinya apabila
konsumen ingin mengkonsumsinya, tidak harus membeli jenis buah atau bunga
tersebut, tetapi dapat diganti dengan mengkonsumsi buah atau bunga jenis
lainnya.39
37Shanty Rosdiana Batubara[skripsi] Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi
Bogor Jawa Barat. (Institut Pertanian Bogor). 2009. h 23 38ibid, h 26-27.Sifat sayuran merupakan penjelasan dari tulisan Rahardi pada tahun 2001 39Roedhy Purwanto. [focus group discussion, Bogor, 31 Januari 2013]
18
Hal diatas diartikan bahwa sayuran dalam penyediaan hasil produksinya di
dalam rantai distribusi tidak mengalami masalah akibat karakteristik sayuran
tersebut yang dalam pemasarannya berupa head to head.Sedangkan buah dan
bunga memiliki masalah khusus dalam penyediaanya yaitu ketidakmampuannya
untuk distok akibat permintaan yang fluktuatif sebagai akibat buah dan bunga
yang merupakan komoditas berkarakteristik pilihan atau alternatif.
Monopsoni dan Oligopsoni dalam Komoditas Hortikultura
Hortikultura sebagai pelengkap tanaman pangan utama memiliki pasar yang
sangat besar. Hal tersebut akibat tingginya permintaan serta penawaran atas
komoditas ini sejak diberlakukannya perdagangan bebas. Perdagangan bebas
mendorong peningkatan perdagangan komoditas hortikultura yang pada akhirnya
menyebabkan turunnya harga-harga komoditas hortikultura pada tingkat petani
akibat persaingan yang semakin kompetitif dengan pasar komoditas yang semakin
terintegrasi dari tingkat petani hingga penjual dan pasar utama, baik pasar-pasar
tradisional dan/atau pasar-pasar modern.
Terintegrasinya pasar dari komoditas hortikultura menyebabkan petani
mengalami masalah dalam bersaing di dalam pasar, integrasi pasar yang dihadapi
oleh petani adalah meluasnya jaringan pemasaran perusahaan-perusahaan
besar.Untuk menghadapi jaringan pemasaran ini, petani akhirnya terdorong untuk
melakukan kerjasama atau kemitraan dengan perusahaan-perusahaan industri
pertanian. Kemitraan itu sendiri merupakan suatu bentuk kesalingtergantungan
antara dua pihak yang didasari untuk mendapatkan keuntungan.
Selain mengalami masalah jarigan pemasaran, dalam pelaksanaannya petani
sebagai produsen hortikultura juga menghadapi preferensi dari konsumen, dimana
kualitas, ukuran, dan tampilan dari produk yang dihasilkan juga menjadi tuntutan.
Masalah tersebut semakin membuat petani, yang pada dasarnya tidak memiliki
kekuatan modal untuk meningkatkan produksi menjadi semakin lemah posisi
tawarnya terhadap kondisi pasar.40
Masalah yang diawali oleh integrasi pemasaran hingga pada kemudian
menjadi suatu bentuk kemitraan, pada akhirnya membentuk suatu industrialisasi
dari komoditas hortikultura tersebut.41 Proses industrialisasi tersebut cenderung
membangun suatu sistem pemasaran yang terintegrasi dan membangun
perusahaan-perusahaan dominan di dalam pasar komoditas ini. 42 Perusahaan-
perusahaan dominan ini menguasai pangsa pasar dengan melakukan pembesaran
proporsi perusahaan dan akhirnya membentuk suatu struktur pasar oligopsoni
Pemikiran karakteristik hortikultura terkait kebijakan perdagangan disampaikan pada focus group discussion di Bogor dengan tema kesiapan IPB dalam merespon larangan sementara impor produk hortikultura
40Saptana, Henny Mayrowani, Adang Agustian, Sunarsih. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura.Makalah Seminar Hasil Penelitian T.A. (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balitbang pertanian, Departemen Pertanian, 2006, h. 3
41Spencer Henson dan John Cranfield, op.cit.h. 29 Vorley dan Fox (2004) berpendapat bahwa adanya integrasi pemasaran akan membuat adanya hubungan kekuasaan di dalamnya. Hubungan kekuasaan di dalam saluran pemasaran yang dimiliki oleh pemain dominan ini berada di dalam lingkungan atau pasar yang kompetitif dan dapat menjalankan kekuasaan “tidak adil”
42Ibid., h. 30 pemikiran ini merupakan pendapat dari Lang (2003)
19
dimana petani sebagai produsen, terikat oleh perusahaan-perusahaan dominan
akibat adanya kemitraan atau kerjasama yang terjadi. Kemitraan dan kerjasama ini
mendorong petani untukmelakukan peningkatan produksi akan tetapi harga dari
produk yang diterima petani ditentukan oleh perusahaan mitranya.43
Pada komoditas hortikultura, kemitraan yang dapat berbentuk beberapa pola,
yaitu: 1). Pola kemitraan dagang umum, yaitu suatu kerjasama pada tingkat
middle man dengan pasar modern, restoran, ataupun pedagang besar, 2). Pola
kemitraan Contract Farming, dimana petani menyetujui jumlah komoditas yang
harus dihasilkan untuk dijual kepada perusahaan mitra, serta 3). Pola kemitraan
kelompok penangkar bibit, diman petani harus mesmbeli bibit dari perusahaan
mitra dan menjual hasil produksi ke perusahaan mitra tersebut.44
Penelitian Terdahulu
1. Batubara (2009) melakukan penelitian yang menganalisi pemasaran sayuran
organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. Hasil yang didapat dari
penelitian yang dilakukan adalah Saluran pemasaran sayur organik di PT
Agro Lestari terdiri dari tiga pola saluran pemasaran, yaitu (1) petani-
pedagang pengumpul dan petani besar-pemasok dan petani besar-konsumen.
(2) petani-pedagan pengumpul dan petani besar-pemasok-konsumen, (3)
Petani-pedagang, pengumpul, dan petani besar-konsumen. Serta dia
mendapatkan perbedaan yang cukup besar antara harga jual di petani dengan
harga jual di tingkat pemasok.
2. Bambang Irawan (2006) melakukan penelitian mengenai Fluktuasi harga,
transmisi harga, serta marjin pemasaran sayuran dan buah dimana didapatkan
fluktuasi harga dan marjin pemasaran sayuran dan buah lebih tinggi dan
transmisi harga yang lebih renda dibandingkan dengan komoditas padi dan
palawija.
3. Ninuk Rahayuningrum, Wayan R. Susila, Tjahya Widayanti (2006)
melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
harga eceran gula. Herfindal Hirschman index digunakan dalam menganalisis
struktur pasar komoditas gula.
4. Sunengcih (2009) meneliti mengenai struktur, perilaku, dan kinerja industri
minuman ringan di indonesia. Dalam penelitiannya digunakan Herfindal
Hirschman Index serta pangsa pasar dalam penetuan struktur pasar yang
terjadi di industri minuman ringan di indonesia. Selanjutnya untuk meneliti
kinerja dari industri tersebut digunakan structur-conduct-performancetheory.
5. Nursahaldin Sam (2012) meneliti mengenai rantai tata niaga biji kakao di
Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam penelitiannya,
marjin pemasaran serta farmer’s share digunakan dalam pengukuran efisiensi
pemasaran yang terjadi pada pemasaran komoditas biji kakao.
Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
1. Dalam penelitian ini menitikberatkan pada distribusi serta struktur pasar dari
komoditas hortikultura yang memiliki kecenderungan terjadi fenomena
oligopsoni dalam penyalurannya.
2. Dalam penelitian ini akan menganalisis struktur pasar dan efisiensi distribusi
dengan menggunakan metode analisis kualitatif untuk struktur pasar dari
komoditas hortikultura serta metode analisis marjin pemasaran dan transmisi
harga untuk efisiensi distribusi.
3. Dalam penelitian ini juga akan menggunakan analisis ekonomi politik dalam
bentuk analisis kelembagaan biaya transaksi serta analisis struktur ekonomi.
Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan salah satu dari Negara berkembang di dunia ini yang
masih mengandalkan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomiannya. Sektor
pertanian sebagai penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia memiliki
beberapa komoditas penting, salah satunya adalah komoditas hortikultura. Petani
sebagai produsen dari komoditas ini mengalami permasalahan akibat semakin
meluasnya integrasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
pertanian. Akibat adanya integrasi ini mendorong petani untuk melakukan
kemitraan atau kerjasama dengan perusahaan-perusahaan tersebut.
Kemitraan ini merupakan suatu bentuk ketergantungan antara petani dengan
perusahaan-perusahaan besar atas produk hortikultura. Dimana adanya perjanjian-
perjanjian dalam produksi hortikultura. Akan tetapi terdapat suatu masalah
dimana kemitraan ini ternyata mendorong terjadinya ekspansi perusahaan-
perusahaan pertanian dengan melakukan pembesaran proporsi perusahaannya
sehingga menjadikan perusahaan tersebut menjadi dominan di dalam persaingan
yang ada di pasar komoditas hortikultura. Dominasi yang dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan ini membuatnya memiliki kekuasaan di dalam saluran
pemasaran komoditas hortikultura.
Pasar dalam pendekatan ekonomi terhadap politik merupakan suatu bentuk
institusi, dimana suatu institusi memiliki aturan-aturan dan regulasi dalam
mengatur setiap orang yang beraktifitas di dalamnya. Akan tetapi,akibat adanya
integrasi dalam bentuk kemitraan atau kerjasama menyebabkan perusahaan-
perusahaan dominan memiliki kekuasaan lebih atas penghasil atau penjual produk
hortikultura. Kekuasaan di dalam saluran pemasaran ini dijalankan oleh
perusahaan di dalam suatu pasar yang kompetitif, sehingga menciptakan
ketidakadilan. Kekuasaan ini dapat berbentuk suatu penahanan informasi harga
yang dihadapi sehingga membuat perusahaan-perusahaan mendapatkan untung
lebih banyak.
Pendekatan ekonomi terhadap politik menggambarkan keputusan
perusahaan-perusahaan dominan yang dilandasi prinsip rasionalitas dan efisiensi.
Prinsip-prinsip ini pada dasarnya melandasi tindakan yang dilakukan oleh pelaku
ekonomi dalam menghadapi aturan-aturan yang ada di dalam institusi bertujuan
akhir memaksimalkan keuntungan dalam menghadapi sumber daya yang terbatas.
Kemudian adanya kekuasaan akibat kemitraan tersebut mendorong perusahaan-
perusahaan dominan untuk menguasai pangsa pasar dari produk hortikultura yang
bertujuanmemaksimalkan keuntungan. Cara yang ditempuh perusahaan-
perusahaan besar tersebut adalah mempengaruhi harga yang terbentuk di pasar.
Kurangnya persaingan akibat adanya perusahaan-perusahaan dominan sebagai
21
pembeli produk hortikultura membuat perusahaan-perusahaan tersebut menjadi
price maker di dalam pasar.
Hal itu menyebabkan kecenderungan terjadinya fenomena oligopsoni dalam
pemasaran hasil komoditas hortikultura yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya ketidakefisienan pemasaran. Inefisiensi pemasaran dapat menyebabkan
ketimpangan pendapatan yang didapat petani sebagai produsen utama komoditas
hortikultura dengan pedagang sebagai penyalur komoditas tersebut.
Masuknya pasar modern dalam usaha pengadaan komoditas hortikultura
menjadi suatu pendorong yang menyebabkan kekuatan integrasi pemasaran
semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh pasar modern dengan sistem retailnya
memiliki suatu integrasi pemasaran sendiri, dimana dengan skala usaha yang
besar pasar modern membutuhkan pasokan produksi hortikultura yang besar
menjadikan pasar modern sebagai pembeli besar.
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
Pertanian sebagai salah
satu sektor utama
indonesia
Hortikultura komoditas
penting setelah pangan
Hortikultura memiliki
masalah efisiensi dalam
pemasarannya
Munculnya Masalah Struktur Pasar Oligopsoni Akibat Kekuatan Dominan dari Pasar modern
Rekomendasi kebijakan
Masuknya pasar modern
dalam kegiatan
penyediaan hortikultura
kepada konsumen
Kerugian Masyarakat
Ketimun kentang semangka mangga tomat Bawang
merah
22
METODOLOGI PENELITIAN
Pendahuluan
Metode penelitian pada dasarnya adalah suatu studi mengenai tata cara
dalam melakukan penelitian. Maksudnya adalah metode-metode yang akan kita
gunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian. Setiap bidang ilmu
memiliki metode penelitian masing-masing dalam mencari jawaban atas masalah-
masalah yang terdapat pada bidang ilmu tersebut.45
Metode penelitian juga dapat diartikan sebagai suatu cara ilmiah atau
langkah-langkah ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data untuk tujuan
tertentu. Cara ilmiah diartikan bahwa suatu penelitian harus rasional, empiris, dan
sistematis dalam pelaksanaanya.Rasional diartikan sebagai cara-cara yang dapat
diterima oleh nalar manusia.Empiris merupakan cara-cara yang digunakan dapat
teramati oleh indera manusia.Serta sistematis yang berarti menggunakan langkah-
langkah yang teratur dan logis.46
Dalam melakukan penelitian dibutuhkan adanya data.Data dapat berupa data
primer ataupun data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat akibat
adanya proses pengumpulan data yang dimaksudkan untuk suatu penelitian.
Sedangkan data sekunder merupakan kumpulan data yang dikumpulkan tidak
dimaksudkan untuk suatu penelitian tertentu.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data sekunder
didapatkan dalam bentuk tabel, laporan, artikel, buku-buku atau karya tulis ilmiah
yang relevan, BPS, Departemen pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Lembaga Swadata Masyarakat terkait.
Data primer melalui wawancara dengan beberapa informan. Informan ini
merupakan pelaku langsung proses distribusi hortikultura serta pihak-pihak yang
mengetahui pola kegiatan distribusi komoditi hortikultura ini. Proses ditribusi
yang dianalisis meliputi pola serta saluran-saluran distribusi yang terjadi.
Komoditas yang diteliti di dalam penelitian kali ini dibatasi kepada saluran
distribusi pada enam komoditas yang dijual oleh pasar modern. Pemilihan enam
komoditas ini dilandasi oleh pengamatan awal mengenai produk hortikultura apa
saja yang dijual oleh pasar modern. Penentuan komoditas apa saja yang diteliti
pada penelitian ini diawali dari penentuan produk komoditas hortikultura apa saja
yang disediakan oleh pasar modern. Kemudian disaring lagi berdasarkan
ketersediaan dan kesesuaian data yang ada di Badan Pusat Statistik. Varietas dari
produk hortikultura juga menjadi pertimbangan. Produk yang memiliki banyak
varietas tidak disertakan dikarenakan akan terciptanya kerancuan dalam
pengolahan data dan karena data yang digunakan untuk harga yang diterima
petani merupakan harga secara umum.
45Bambang Juanda. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis (Bogor: IPB-Press,2009), h 1 46Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta,2011), h-2
23
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metodekualitatif dan kuantitatif.Sugiyono dalam bukunya memaparkan pengertian
metode kuantitatif sebagai
“Suatu metode yang berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmiah, yaitu empiris,
obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.”47
Dalam pelaksanaannya, metode kuantitatif merupakan suatu penelitian yang
berupa angka-angka dan pada akhirnya hasil penelitian merupakan intepretasi dari
angka-angka yang didapat. Sedangkan metode kualitatif didefinisikan di dalam
buku Hamid Patilima sebagai
“Suatu proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah
manusia berdasarkan pada penciptaan gambar holistic yang dibentuk dengan
kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun
dalam sebuah latar ilmiah.”48
Secara garis besar, penelitian kualitatif merupakan sebuah intepretasi
kondisi masyarakat secara keseluruhan dan mendalam guna mendapatkan
gambaran umum atau pola-pola atas suatu fenomena yang terjadi di dalam
masyarakat.
Analisis kualitatif yang digunakan adalah analisis ekonomi politik dimana
merupakan suatu proses analisa gejala-gejala atau fenomena dalam kegiatan
ekonomi yang dilakukan dengan melihat dari struktur kekuasaan di masyarakat.49
Dijelaskan lebih lanjut oleh Yustika bahwa
“analisis dengan pendekatan ekonomi politik merupakan suatu analisis
yang mempertemukan ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya
ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.”50
Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis ,margin pemasaran, dan transmisi harga. Untuk menganalisis proses
distribusi komoditas hortikultura digunakan indikator hasil perhitungan margin
pemasaran serta transmisi harga yang terjadi pada komoditas hortikultura.Analisis
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi politik
di dalam analisis ekonomi terhadap institusi.
Analisis Struktur Pasar
Metode yang digunakan dalam menganalisis bentuk struktur pasar dari
komoditas hortikultura ini digunakan metode analisis kualitatatif berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan, studi literatur, serta wawancara dengan pihak-
pihak yang terlibat di dalam proses distribusi komoditas hortikultura.
Pengamatan mengenai struktur pasar dikonsentrasikan berdasarkan struktur
pembeli dan penjual yang terlibat dalam setiap tingkatan pemasaran.
Pembentukan harga dalam tiap tingkatan juga dapat menjadi salah satu acuan
dalam pembentukan struktur pasar.
47Ibid, h-2 48Hamid Patilima. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2010), h 2-3
Pendefinisian metode kualitatif di buku Hamdi Patilima merupakan pemikiran Cresswel tahun 1994
49Ahmad Erani Yustika.op.cit, h 131 50Ibid., h. 135
24
Analisis Efisiensi Pasar
Metode yang digunakan dalam mengetahui efisiensi pemasaran dalam
komoditas hortikultura adalah analisis Margin Pemasaran serta Analisis Transmisi
Harga.
Analisis Margin Pemasaran
Marjin pemasaran merupakan selisih nilai yang didapatkan setiap tingkatan-
tingkatan yang terlibat di dalam proses distribusi suatu komoditas. Nilai marjin
pemasaran itu sendiri merupakan perbedaan harga yang didapat oleh dua
tingkatan pemasaran dibandingkan dengan jumlah dari komoditas tersebut yang
dipasarkan. Komoditas hortikultura merupakan suatu komoditas yang memiliki
rentang distribusi yang panjang, dimulai dari petani sebagai produsen hingga ke
konsumen. Panjangnya rentang distribusi ini dapat menimbulkan kecenderungan
tingginya margin pemasaran yang terjadi.
Dalam menghitung margin pemasaran yang ada pada komoditas ini,
formulasi yang digunakan adalah:51
MT = ∑ 𝑀𝑖 MT = Psi – Pbi
dimana: MT = Marjin pemasaran total
Mi = Marjin pemasaran tingkat ke-i
Psi = Harga jual pasar tingkat ke-i
Pbi = Harga beli pasar tingakt ke-i
Semakin tinggi nilai margin pemasaran maka semakin tidak efisien
distribusi dari komoditas tersebut, yang pada akhirnya tingginya margin
pemasaran berarti harga yang diterima petani jauh lebih rendah dibandingkan
harga yang diterima konsumen.
Analisis Transmisi Harga
Perbedaan harga yang diterima antara petani sebagai produsen dengan
konsumen sebagai tingkatan akhir dari distribusi merupakan sebuah transmisi
harga. Transmisi harga juga dapat diartikan sebagai bagian yang diterima petani
dibandingkan dengan harga pada konsumen yang merupakan akibat adanya
tingkatan-tingkatan yang ada pada proses distribusi.
Dalam menganalisis transmisi harga atau bagian yang diterima oleh petani
dapat dihitung dengan cara:52
TM = 𝑃𝑟
𝑝𝑓 𝑥 100%
dimana : Pr = harga di tingkat konsumen
Pf = harga di tingkat petani
TM = transmisi harga atau bagian yang di dapat petani
Semakin tinggi transmisi harga menandakan bahwa harga yang didapatkan
oleh petani semakin mendekati harga jual di tingkat konsumen. Hal tersebut
51 Nursahaldin Sam.[Skripsi].Analisis Rantai Tataniaga Biji Kakao di Kabupaten Luwu Utara
Provinsi Sulawesi Selatan..IPB, Bogor 2012. h 32 Formulasi margin pemasaran merupakan tulisan dari Limbong dan Sitorus (1987)
52Ibid., h 34
25
mengartikan semakin tinggi transmisi harga pada komoditas hortikultura
menandakan semakin efisien proses distribusi dari komoditas tersebut.
Transmisi harga merupakan sebuah analisis mengenai pengaruh antar harga
yang ada di pasar. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan oleh jarak geografis atau
tinggi rendahnya rantai pemasarannya. Di dalam pasar, terjadinya transmisi harga
yang simetris dapat terjadi dengan baik pada pasar yang menganut Law of One
Price. Artinya adalah, apabila ada peningkatan dalam harga suatu produk, penjual
lain yanng menjual produk yang homogen akan meresponnya dengan adanya
kenaikan harga juga.53
Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Komoditas Hortikultura
Dalam menganalisis struktur pasar komoditas hortikultura dalam perspektif
ekonomi politik, dilakukan penelitian terhadap saluran pemasaran, dan integrasi
pemasaran yang ada pada produk hortikultura. Untuk menganalisis struktur pasar
yang memberikan gambaran atas fenomena oligopsoni yang terjadi pada tiap
komoditas, peneliti memfokuskan pada analisis ekonomi terhadap institusi.
Analisis ekonomi terhadap institusi memandang bahwa institusi merupakan
suatu hambatan yang dikenakan kepada pelaku ekonomi yang mengatur cara serta
nilai-nilai yang berlaku di dalam kegiatan ekonomi.54Dalam menjadi penelitian ini
yang menjadi titik analisis ekonomi politik ekonomi terhadap institusi adalah pola
hubungan institusi dan perilaku pasar. Analisis ini melihat hubungan di dalam
pasar dimana memandang tiga cara pendekatan, yaitu:55
1. Pasar dipandang sebagai institusi. Pada cara ini penelitian difokuskan
kepada menganalisis aturan-aturan yang berlaku di pasar hortikultura yang
mengatur perilaku para pelaku pasar seperti kesepakatan yang terjadi di
dalam pasar.
2. Institusi akan mendefinisikan cakupan pertukaran pasar. Pada cara ini
penelitian difokuskan kepada larangan-larangan pertukaran yang ada di
pasar hortikultura. Larangan-larangan ini dalam bentuk alasan-alasan
personal atau budaya yang melatar belakanginya
3. Institusi tidak hanya berfungsi untuk melarang, tetapi juga bisa digunakan
untuk mengubah pola intensif yang mendasari pertukaran. Cara ini
difokuskan kepada ganjaran-ganjaran atau hukuman yang ditetapkan di
dalam pasar hortikultura.
Analisis mengenai struktur ekonomi produk hortikultura ini menggunakan
inteprestasi secara deskriptif yang didapatkan dari wawancara dengan narasumber.
Narasumber yang dipilih untuk mendapatkan data hasil wawancara adalah LSM-
LSM yang melakukan penelitian atas produk hortikultura yang dipilih, yaitu enam
produk hortikultura yang dijual oleh pasar modern, serta departemen pertanian
dan departemen perdagangan sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi
institusi pasar dari produk hortikultura ini
53 P. Abbot, C. Wu, F. Tarp. 2011. Transmission of World Prices to the Domestic Market in Vietnam. USA: Purdue University, h-23 54James A. Caporasso dan David P. Levine, op.cit, h 361 55Ibid, h 363
26
GAMBARAN UMUM
Kontribusi Pertanian Indonesia
Pertanian di dalam Produk Domestik Bruto Indonesia terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu pertanian sempit, kehutanan, serta perikanan. Untuk
pertanian sempit itu sendiri terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu tanaman
bahan makanan, tanaman perkebunan, serta peternakan dan hasil-hasilnya.
Hortikultura termasuk di dalam pertanian sempit, tanaman bahan makanan.
Tabel 4 Kontribusi Pertanian Indonesia 2009-2011
2009 2010 2011
Pertanian 295 883.8 304 736.7 313 727.80
a. Pertanian sempit 231 265.1 236 825.3 242 301.70
tanaman bahan
makanan 149 057.8 151 500.7 153 408.5
tanaman
perkebunan 45 558.4 47 110.2 48 964
perternakan dan
hasil-hasilnya 36 648.9 38 214.4 29 929.2
b. Kehutanan 16 843.6 17 249.6 17 361.8
c. Perikanan 47 775.1 50 661.8 54 064.3
Produk Domestik
Bruto Total 2 178 850.4 2 313 838 2 463 242 Sumber: Buku Saku Statistik Makro Sektor Pertanian Vol. 4 No.2 2012, BPS, hal 2
Kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia tiap
tahunnya dari tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan. Pada tahun 2009
pertanian menyumbang 13.58% dari PDB, turun pada 2010 menjadi 13.17%
hingga akhirnya turun lagi pada tahun 2011 menjadi 12.74%. Akan tetapi, hasil
pertanian itu sendiri mengalami peningkatan sebesar 5.69% dari tahun 2009
hingga 2011. Tanaman bahan makanan yang juga merupakan kelompok dari
produk hortikultura memiliki kontribusi sebesar 50.38% pada tahun 2009, dan
terus turun hingga mencapai 49.72% dan 48.89% pada tahun 2010 dan 2011.
Produksi Hortikultura Indonesia
Hortikultura merupakan suatu produk pertanian yang memiliki sifat-sifat
yaitu, dalam penanamannya tidak tergantung musim, mempunyai resiko
penanaman yang tinggi disebabkan oleh mudahnya komoditas ini busuk serta
rusak, memiliki perputaran modal yang cepat dikarenakan waktu penanaman
hingga produksinya relatif cepat, sekitar tiga hingga empat bulan, dan
membutuhkan lokasi produksi yang berdekatan dengan wilayah konsumennya.56
56 Shanty Rosdiana Batubara, op.cit, 2009, h. 23
27
Tabel 5 Produksi Hortikultura Menurut Jenis Tanaman 2009, 2010, 2011
Total Ekspor Hortikultura 447 609 364 139 381 648 Sumber: Buku Saku Statistik Makro Sektor Pertanian Vol. 4 No.2 2012, BPS, hal 14
Ekspor terbesar indonesia ada berasal dari manggis dan bawang merah,
sebanyak 13792 ton dan 12603 ton. Bawang merah pada tahun 2010 mengalami
penurunan ekspor yang sangat tajam dari 12822 ton pada 2009 menjadi 3234 ton.
Harga Produsen Hortikultura
Harga produsen merupakan harga yang diterima oleh petani pada saat
menjual hasil produksinya. Secara umum harga yang diterima petani pada tahun
2011 mengalami peningkatan dibandingkan harga produsen pada tahun 2010.
Harga produsen pertanian tertinggi ada pada komoditas apel sebesar Rp
1.176.485 / 100 Kg, sedangkan harga produsen terendah adalah untuk komoditas
nanas sebesar Rp 12.265/Kg. Harga produsen ini merupakan gambaran umum
mengenai pendapatan petani serta harga atas suatu komoditas.
29
Tabel 8 Harga Produsen Pertanian 2011-2012 (Rp/100 Kg)
nama komoditas harga produsen (Rp/100 Kg)
2011 2012
daun bawang 328 888 269 478
bawang merah 895 131 987 810
bawang putih 874 429 869 856
buncis 259 584 259 584
cabe merah 1 033 217 974 432
cabe rawit 1 099 116 992 256
kacang panjang 262 203 292 393
kangkung 170 602 190 747
kentang 382 609 426 583
ketimun 194 542 233 768
Kol 163 821 240 337
sawi 164 533 159 804
tomat 433 055 489 797
wortel 266 117 266 287
alpukat 316 868 383 333
apel 804 025 1 176 485
durian 197 938 234 750
mangga 557 622 539 281
melon 613 250 715 004
nanas 13 619 12 265
pepaya 237 042 228 990
salak 336 136 368 082
semangka 243 159 231 184
Sumber: Harga Produsen Pertanian sub-sektor Tanaman Pangan, Hortikultura,
danTanaman perkebunan rakyat 2012. Hal. 23-145
Profil Perusahaan Perdagangan Eceran
Perusahaan perdagangan di indonesia, dikelompokkan menjadi beberapa
jenis dilihat dari barang-barang yang dijual serta kegiatan utamanya, jumlah usaha
serta pengelompokan perusahaan perdagangan dapat dilihat pada tabel dibawah.
Angka pada tabel 1 menunjukkan bahwa perdagangan eceran komoditi bukan
makanan, minuan, atau tembakau yaitu sebanyak 21879 (47,87%) perusahaan.
Kemudian perdagangan eceran berbagai macam barang yang utamanya makanan,
minuman, atau tembakau di supermarket/minimarket sebanyak 6360 (13,92%)
perusahaan, dan perdagangan eceran sepeda motor serta suku cadang dan
aksesorisnya sebanyak 4700 (10,28%) perusahaan.
Perusahaan perdagangan eceran berbagai macam barang yang utamanya
makanan, minuman, atau tembakau di supermarket/minimarket lebih banyak
daripada yang selain. hal ini menunjukkan kemungkinan ada anggapan dari
pengusaha bahwa supermarket/minimarket lebih menjajikan keuntungan daripada
toko biasa karena fasilitas dan kenyamanan berbelanja disana lebih bisa menarik
30
konsumen yang menginginkan kenyamanan berbelanja dengan harga yang cukup
bersaing atau mudah terjangkau di setiap lapisan masyarakat.
Tabel 9 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Sakernas 2006 KBLI Jenis Kegiatan Utama Jumlah % (1) (2) (3) (4) 50102 Perdagangan Eceran
Mobil 1 478 3.23
50202 Perdagangan Eceran
suku Cadang dan
aksesoris Mobil
820 1.79
50302 Perdagangan eceran
sepeda motor serta suku
cadang dan aksesorisnya
4 700 10.28
50400 Perdagangan eceran
bahan bakar kendaraan di
SPBU
3 083 6.75
52111 Perdagangan eceran
berbagai macam barang
yang utamanya makanan,
minuman, atau tembakau
di
supermarket/minimarket
6 360 13.92
52112 Perdagangan eceran
berbagai macam barang
yang utamanya makanan,
minuman, atau tembakau
selain di
supermarket/minimarket
825 1.81
52191 Perdagangan eceran
berbagai macam barang
yang utamanya bukan
makanan, minuman, atau
tembakau di toserba
(departemen store)
2 669 5.84
52192 Perdagangan eceran
berbagai macam barang
yang utamanya bukan
makanan, minuman atau
tembakau selain di
toserba (departemen
store)
605 1.32
522 Perdagangan eceran
komoditi makanan,
minuman, atau tembakau
2 973 6.50
523 Perdagangan eceran
komoditi bukan
makanan, minuman, atau
tembakau
21 879 47.87
524 Perdagangan eceran
barang bekas
282 0.62
5271 Perdagangan eceran
melalui media
32 0.07
Total 45 706 100.00
Sumber: Direktori perusahaan perdagangan eceran, hasil sensus ekonomi 2006, BPS, hal 7-8
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura
Bawang Merah
Pemasaran bawang merah dari petani hingga sampai ke tangan konsumen
memiliki tiga tahapan. Berawal dari petani, kemudian dikumpulkan oleh
pengumpul di desa, lalu langsung disalurkan ke pasar-pasar induk, kemudian
langsung dibeli oleh pasar modern melalui pasar induk. Saluran dari pemasaran
bawang merah ini dapat dijelaskan oleh gambar 5.1 dibawah ini.
Gambar 4 Saluran Pemasaran Bawang Merah
Bawang merah dalam pemasarannya sampai ke pasar induk kramat jati
mayoritas berasal dari Brebes, Tegal, Bandung, Cirebon, dan Kuningan. Pasar
modern membeli langsung bawang merah di pasar induk Kramat jati kemudian
melakukan packing dan sorting langsung di pasar induk tersebut. Pada tingkat
petani harga yang diterima petani sebagai produsen adalah sebesar Rp 9 878,- /Kg,
harga tersebut merupakan harga yang dibayarkan pengumpul atau tengkulak
kepada petani. Kemudian tengkulak menjual kepada pedagang besar di pasar
induk sebesar Rp 14 950,- /Kg.
Perbedaan harga atau margin pemasaran yang ada pada tingkatan pertama,
yaitu dari petani kepada tengkulak adalah sebesar Rp 5 072,- /Kg. Presentase dari
keuntungan yang diperoleh pengumpul atau tengkulak adalah sebesar 51.35 %.
Petani Bawang Merah
Pengumpul Desa
Pasar modern
konsumen
Pasar induk kramat jati
32
Tabel 10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah
tingkatan
pemasaran Penjual Pembeli
harga
jual
(Rp)
margin
pemasaran
(Rp)
transmisi
harga
1 Petani Pengumpul 9 878
5 072
22.17%
2 pengumpul
pedagang pasar
induk 14 950
650
3
pedagang pasar
induk pasar modern 15 600
28 965 4 pasar modern Konsumen 44 565
Sumber: diolah dari BPS, dan pengamatan langsung di lapangan57
Pada tingkat pemasaran ke dua, yaitu dari pedagang besar di pasar induk
kepada pasar modern, harga bawang merah yang dijual oleh pedagang besar di
pasar induk adalah sebesar Rp 15 600,- /Kg.58 Margin pemasaran yang terjadi di
tingkat pemasaran kedua adalah sebesar Rp 650,- / Kg atau sebesar 4.35%.
Penjualan kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern merupakan
tingkat pemasaran terakhir dari komoditas bawang merah. Harga pada pasar
modern yang dibebankan kepada konsumen saat membeli bawang merah adalah
sebear Rp 44 565,- /Kg. margin pemasaran yang terjadi di tingkat ke tiga
merupakan margin terbesar pada pemasaran komoditas bawang merah, yaitu
sebesar Rp 28 965;- /Kg. Presentase dari margin yang terjadi pada tingkat akhir
adalah sebesar 185.67%. Transmisi harga dari konsumen kepada petani atau
bagian yang diterima petani dari pemasaran bawang merah adalah sebesar 22,17%.
Transmisi harga tersebu merupakan gambaran dari kekuatan tawar petani
bawang merah. Transmisi harga sebesar 22.17% artinya adalah dari harga jual
yang dikenakan kepada konsumen, 22.17% adalah bagian yang didapatkan oleh
petani. Petani bawang merah dengan transmisi harga sebesar 22.17% masih
termasuk dalam petani yang memiliki transmisi harga rendah. Kekuatan tawar
petani bawang merah dipengaruhi oleh adanya kartel di dalam penyaluran atau
ketersediaan bawang merah di indonesia.59
Kartel mengatur pasokan bawang merah kedalam negeri sehingga terjadinya
kelangkaan di pasaran yang pada akhirnya meningkatkan harga bawang merah.
Akan tetapi, kenaikan harga tersebut tidak dinikmati oleh petani, hanya kartel
yang menikmati meningkatnya harga. Perbedaan harga yang tinggi dari produsen
57BPS, harga produsen pertanian sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat 2012. Hal 23-145 data dari BPS yang diambil adalah data harga produsen untuk menentukan harga pada tingkat pemasaran satu 58 Harga tersebut didapatkan dari kantor pengelola pasar induk, harga yang didapat adalah harga rata-rata yang masuk ke kantor pasar induk. Diasumsikan harga tersebut memiliki kesamaan dengan harga yang dibeli oleh pasar modern karena berada di tingkatan yang sama. 59 Informasi mengenai adanya kartel di dalam pemasaran komoditas bawang merah dihasilkan dari studi pustaka. Adanya kartel dalam komoditas bawang merah diawalli dari terindikasinya kartel importir bawang merah. Mekanisme yang dilakukan oleh kartel adalah dengan mengatur pasokan bawang merah dari luar negeri. Pasokan tersebut akan mempengaruhi harga bawang merah dalam negeri. (metrotvnews, 4 April 2013, BBC.co.uk, 18 Mei 2013, dan tempo)
33
dengan harga yang diterima konsumen memiliki andil dalam pembentukan
transmisi harga tersebut.
Ketimun
Komoditas ketimun memiliki saluran pemasaran yang sama dengan bawang
merah. Tingkatannya dari petani hingga ke konsumen ada empat tingkat. Pertama
adalah tingkatan dari petani ke pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran
komoditas ketimun dari pengumpul atau tengkulak sampai ke pasar induk.
Tingkat kemudian adalah pembelian ketimun di pasar induk yang dilakukan oleh
pasar modern dan terakhir adalah penjualan di gerai-gerai pasar modern kepada
konsumen. Ketimun yang berada di pasar induk Kramat Jati berasal dari Lembang,
Cipanas, Garut, Cikampek, dan Sukabumi.
Tingkatan terendah dari pemasaran komoditas ketimun, yaitu penjualan
ketimun dari petani kepada pengumpul atau tengkulak, berada pada harga Rp
2.337,-/Kg. Kemudian ketimun disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak ke
pasar induk, harga yang terbentuk adalah sebesar Rp 3.398,-/Kg. Hal tersebut
menghasilkan margin pemasaran sebesar Rp 1.061,-/Kg atau sebesar 45,4%.
Gambar 5 Saluran Pemasaran Ketimun
Penyaluran dari pedagang pasar induk kepada pasar modern terjadi dengan
harga jual yang diterima oleh pedagang pasar induk sebesar Rp 5.273,-/Kg.
Karena harga pada tingkatan yang terjadi pada tingkatan sebelumnya adala Rp
3398,-/ Kg maka margin pemasaran yang terbentuk pada tingkat pemasaran ke-
tiga adalah sebesar Rp 1 875,-/ Kg.
Petani Ketimun
Pengumpul Desa
Pasar modern
konsumen
Pasar induk kramat jati
34
Tabel 11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun
tingkatan
pemasaran penjual Pembeli
harga jual
(Rp)
margin
pemasaran
(Rp)
transmisi
harga
1 petani Pengumpul 2 337
1 061
27.42%
2 pengumpul
pedagang pasar
induk 3 398
1 875
3
pedagang pasar
induk pasar modern 5 273
3 249.25 4 pasar modern Konsumen 8 522.25
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
Tingkatan terakhir pada pemasaran komoditas ketimun adalah penjualan
komoditas ini kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern. Harga jual
rata-rata ketimun di empat pasar modern besar adalah sebesar Rp 8 522.25,-/ Kg.
Dalam pemasaran ketimun, penjualan oleh pasar modern menghasilkan margin
pemasaran terbesar, yaitu sebesar Rp 3 249.25,-/ Kg. Perbedaan harga yang
diterima oleh konsumen dengan yang diterima oleh petani menghasilkan transmisi
harga, dalam kasus pemasaran ketimun transmisi harga yang terbentuk adalah
sebesar 27.42%.
Transmisi harga yang terbentuk pada komoditas ketimun tersebut masih
tergolong rendah karena masih tingginya perbandingan antara harga yang diterima
oleh petani sebagai produsen dengan harga yang dikenakan kepada konsumen.
Salah satu penyebab rendahnya transmisi adalah posisi tawar dari petani ketimun.
Lama produksi dari ketimun yang cepat menjadi salah satu penyebab hal tersebut.
Ketimun dengan lama penanaman yang cepat, berkisar 55 hingga 65 hari setelah
munculnya buah menyebabkan kelangkaan pasokan ketimun sulit terjadi. 60
Kemudahan penanaman tersebut menyebabkan petani tidak memiliki kekuatan
untuk menekan pengumpul akibat tersedianya pasokan terus menerus.
Tomat
Tomat sebagai salah satu sayuran penting dalam pemasaran produknya dari
dihasilkan oleh petani hingga akhirnya sampai ke konsumen memiliki empat
pelaku pemasaran. Saluran dalam pemasaran tomat memiliki tiga tingkatan
pemasaran. Diawali pembelian hasil pertanian tomat oleh pengumpul atau
tengkulak dari petani, dilanjutkan penjualan ke pasar induk. Tomat di pasar induk
dibeli oleh pasar modern dan mengalami proses packing, sorting, dan grading
hingga akhirnya dijual ke konsumen. Stok tomat di pasar induk Kramat Jati
dipasok dari Garut, Ciwidey, Cipanas, dan Dieng
60 Vincent E. Rubatzky, Mas Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi, dan Gizi. (bandung: Penerbit ITB) h 60-65
35
Gambar 6 Saluran Pemasaran Tomat
Tomat dibeli oleh pengumpul atau tengkulak dari petani sebesar Rp 4.897,-
/Kg, kemudian dijual kembali oleh ke pasar induk dengan harga sebesar Rp
5.240,-/Kg. Perbedaan harga di dua tingkatan pemasaran tersebut membuat
margin pemasaran sebesar Rp 343,-/Kg atau sebesar 43,08% dari harga yang
diterima petani.
Tabel 12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat
tingkatan
pemasaran Penjual pembeli
harga jual
(Rp)
margin
pemasaran
(Rp)
transmisi harga
1 Petani pengumpul 4 897
343
42.59%
2 Pengumpul
pedagang
pasar induk 5 240
1 125
3
pedagang
pasar induk pasar modern 6 365
5 132.5 4 pasar modern konsumen 11 497.5
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung dilapangan
Pedangang pasar induk menyalurkan tomat kepada pasar modern dengan
menjualnya dengan harga Rp 6.365,-/Kg. Margin yang terbentuk dari harga yang
ada di tingkatan pemasaran ketiga adalah Rp 1.125,-/Kg. Presentase dari margin
pemasaran pada tingkatan pemasaran ketiga adalah 21,47%. Pada tingkatan
pemasaran terakhir pada komoditas tomat ini harga yang terbentuk adalah sebesar
Rp 11.497,5/Kg dengan persentase keuntungan pemasaran sebesar 80,64%.
Keuntungan terbesar dari pemasaran komoditas tomat terletak pada tingkatan
akhir sebelum sampai ke konsumen, yaitu penjualan yang dilakukan oleh pasar
modern. Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh
konsumen atau transmisi harga dari komoditas ini adalah sebesar 42,59%.
Petani Tomat
Pengumpul Desa
Pasar modern
konsumen
Pasar induk kramat jati
36
Transmisi harga yang terjadi pada komoditas ini tergolong besar
dibandingkan komoditas lain yang diteliti. Hal tersebut akibat posisi tawar dari
petani tomat yang lebih kuat dibandingkan petani komoditas lain. Kuatnya posisi
tawar petani tomat diakibatkan tomat sebagai produk hortikultura dapat dipanen
dari kondisi buah masih muda hingga tua, sehingga resiko tidak dapat dijualnya
hasil produksi dapat dihindarkan. Tomat dalam penjualannya dapat dijual dari
berwarna hijau muda, hijau matang, hingga merah.61 Terhindarnya resiko tidak
dapat menjual hasil produksinya membuat petani tomat memiliki kekuatan dalam
menentukan kapan dia akan menjual hasil. Petani dapat menjual pada saat fase
panen yang paling menguntungkannya. Kondisi tersebut diperkuat dengan daya
tahan dari tomat setelah dipanen yang dapat mencapai beberapa minggu dalam
suhu yang tepat.
Kentang
Kentang sebagai salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai jual tinggi
memiliki empat tingkatan dalam pemasarannya. Terdapat lima pelaku yang
terlibat dalam penyampaian komoditas ini dari petani sebagai produsen hingga
sampai kepada konsumen, yaitu petani, pengumpul atau tengkulak, pedagang
pasar induk, pasar modern, dan konsumen.
Gambar 7 Saluran Pemasaran Kentang
Pemasaran tingkat pertama yang dimulai dari penjualan komoditi kentang
dari petani ke pengumpul atau tengkulak menghasilkan harga kentang sebesar Rp
4.265,-/Kg. Tingkatan kedua adalah penyaluran kentang yang telah dikumpulkan
dari desa ke pasar induk. Pada kegiatan ini, pengumpul atau tengkulak menjual
kentang ke pedagang di pasar induk seharga Rp 6.102,-/Kg. Dua tingkatan
tersebut membentuk margin pemasaran sebesar Rp 1.837,-/Kg atau 43,07% dari
harga yang diterima petani.
61 Ibid, h 17-20
Petani Kentang
Pengumpul Desa
Pasar modern
konsumen
Pasar induk kramat jati
37
Tabel 13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang
tingkatan
pemasaran Penjual Pembeli
harga jual
(Rp)
margin
pemasaran
(Rp)
transmisi harga
1 Petani Pengumpul 4 265
1 837
30.31%
2 pengumpul
pedagang pasar
induk 6 102
511
3
pedagang pasar
induk pasar modern 6 613
7 457 4 pasar modern Konsumen 14 070
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
Kentang saat disalurkan oleh pedagang pasar induk kepada pasar modern
memiliki terjual pada harga Rp 6.613,-/Kg. Hal tersebut menghasilkan perbedaan
harga atau margin antara tingkat kedua dan ketiga sebesar Rp 511,-/Kg. Tingkatan
terakhir dari pemasaran komoditi ini adalah penjualan yang dilakukan oleh pasar
modern kepada konsumen. Konsumen dikenakan harga dalam membeli kentang di
pasar modern sebesar Rp14.070,-/Kg. Margin pemasaran antara pembelian
kentang dari pasar induk dan penjualan kepada konsumen adalah sebesar Rp
7.457,-/Kg. Margin pemasaran total dari pemasaran kentang dari petani sampai
dijual ke konsumen adalah sebesar Rp 9.805,-/Kg atau sebesar 112,76%.
Perbedaan harga dari harga yang dibeli oleh konsumen dengan yang diterima oleh
petani adalah 30,31%.
Kentang dalam produksinya di Indonesia saat ini memiliki kasus unik
dibandingkan komoditas lain. Produksi dari kentang saat ini lebih didominasi oleh
bentuk kemitraan antara petani dengan PT Indofood. Petani kentang pada
kabupaten Brebes, Garut, dan Banjarnegara banyak yang memiliki ikatan
kemitraan sebagai penyedia bahan baku kentang jenis Atlantis kepada PT.
Indofood. Kemitraan tersebut dapat menjadi keuntungan ataupun kerugian bagi
petani kentang. Keuntungannya adalah petani mendapatkan harga tetap sehingga
pendapatannya dapat terjaga akibat adanya kontrak. Akan tetapi, hal tersebut
memiliki hal negatif, adanya kontrak pengadaan produk dengan adanya perjanjian
atas penyediaan bibit oleh PT Indofood dan penjualan dalam jumlah tertentu yang
dibebankan kepada petani menyebabkan petani tidak memiliki pilihan lain dalam
menjual hasil produksinya. Kondisi kemitraan tersebut menyebabkan adanya
ketergantungan dari petani kepada perusahaan yang melakukan kemitraan
sehingga permasalahan harga dari produk diatur oleh perusahaan tersebut.62
Mangga
Mangga dalam pemasaran hasil produksinya memiliki lima tingkatan.
Saluran pemasaran manga terdiri dari penjualan manga dari petani kepada
pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran manga dari pengumpul ke
62 Bambang Irawan Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Margin Pemasaran Sayuran dan Buah. (Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah) h 8-9
38
pedagang di pasar induk. Selanjutnya mangga dibeli oleh supplier yang nantinya
akan menyalurkannya kepada pasar modern untuk dijual kepada konsumen. 63
Saluran lain yang terjadi pada pemasaran mangga adalah pengumpul atau
tengkulak tidak menyalurkan mangga tidak melewati pasar modern, akan tetapi
langsung kepada supplier yang nantinya akan menjual mangga ke pasar modern.
Gambar 8 Saluran Pemasaran Mangga
Saluran pertama adalah pengumpul atau tengkulak pada komoditas mangga
membeli dari petani sebesar Rp 3.677,-/Kg. Kemudian pengumpul
menyalurkannya untuk dijual kepada pedagang besar di pasar induk dengan harga
Rp 5.392,-/Kg. Dua tingkatan pemasaran tersebut menghasilkan margin sebesar
Rp 1.715,-/Kg. Tingkatan selanjutnya adalah pedagang di pasar induk menjual
mangga kepada supplier seharga Rp 14.400,-/Kg. Margin yang terbentuk pada
kegiatan ini adalah sebesar Rp 9.008,-/Kg. Selanjutnya supplier menjual mangga
tersebut kepada pasar modern, harga jual mangga pada tingkatan tersebut adalah
sebesar Rp 16.000,-/Kg. Penjualan mangga dari supplier menyebabkan margin
yang terbentuk pada tingkatan keempat adalah sebesar Rp 1.600,-/Kg.
Tahap akhir dari saluran pemasaran ini adalah penjualan mangga kepada
konsumen. Pasar modern menjual mangga kepada konsumen dengan harga Rp
25.335,-/Kg. Margin pemasaran yang terjadi pada tingkatan akhir dari pemasaran
mangga adalah sebesar Rp 9.335,-/Kg.
63 Di pasar induk kramat jati, pasar modern tidak membeli mangga langsung dari pedagang di pasar induk. hal tersebut berdasarkan keterangan dari pegawai pasar induk kramat jati bernama Komeng. Dia memaparkan supermarket tidak mengambil mangga langsung di pasar induk.
Petani Mangga
Pengumpul Desa
supplier
Pasar modern
Pasar induk kramat jati
konsumen
39
Tabel 14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga tingkatan
pemasaran penjual Pembeli harga jual
margin
pemasaran transmisi harga
1 petani Pengumpul 3 677
1 715
14.51%
2 pengumpul
pedagang
pasar induk 5 392
9 008
3
pedagang
pasar induk Supplier 14 400
1 600
4 supplier pasar modern 16 000
9 335
5 pasar modern Konsumen 25 335
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
Semangka
Saluran pemasaran semangka seperti saluran pemasaran dari mangga
dimana terdapat dua macam saluran pemasaran. Saluran pertama mempunyai lima
tingkatan dimulai dari petani menjual kepada pengumpul atau tengkulak,
kemudian pengumpul menyalurkannya kepada pedagang besar di pasar induk.
Selanjutnya supplier membeli semangka dari pedagang di pasar induk untuk
dijual kepada pasar modern.
Saluran kedua dari pemasaran semangka memiliki empat tingkatan untuk
menyalurkan semangka dari petani hingga sampai ke tangan konsumen.
Perbedaan antara saluran satu dan dua terletak pada pada saluran satu pengumpul
menjual ke pasar induk terlebih dahulu sebelum pasar induk menjualnya kepada
supplier, sedangkan pada saluran dua supplier langsung membeli komoditas ini
dari pengumpul atau tengkulak.
Gambar 9 Saluran Pemasaran Semangka
Petani Mangga
Pengumpul Desa
supplier
Pasar modern
Pasar induk kramat jati
konsumen
40
Semangka pada saluran pemasaran satu dititipkan oleh petani kepada
pengumpul atau tengkulak dengan harga Rp 2.311,-/Kg, semangka tersebut
kemudia disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak kepada pedagang pasar induk
dengan harga Rp 3.045,-/Kg. Tingkatan ini menghasilkan margin pemasaran
sebesar Rp 734,-/Kg. Pedagang pasar induk kemudian menjual semangka kepada
supplier dengan harga Rp 3.311,-/Kg. Perbedaan harga dari pengumpul dan
pedagang pasar induk menyebabkan terjadinya margin pemasaran sebesar Rp
266,-/Kg.
Tingkatan pada pemasaran komoditas ini selanjutnya adalah penjualan oleh
supplier kepada pasar modern. Harga jual semangka pada tingkatan ini adalah
sebesar Rp 5.000,-/Kg. Margin pemasaran yang didapatkan oleh supplier dari
hasil pembelian dari pasar induk dan penjualan kepada pasar modern adalah
sebesar Rp 1.689,-/Kg. Pada akhirnya pasar modern menjual kepada konsumen
dengan harga Rp 8.422,5/Kg. Besaran margin yang terjadi pada tingkatan ini
adalah sebesar Rp 3.422,5/Kg. Kedua saluran pemasaran dari semangka tersebut
memiliki transmisi harga dari konsumen kepada produsen sebesar 27,44%.
Transmisi harga yang terjadi pada pemasaran komoditas semangka ini
masih terhitung rendah dibandingkan transmisi harga yang terjadi pada komoditas
tomat. Posisi tawar petani sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
transmisi harga pada komoditas ini lemah. Salah satu penyebabnya adalah daya
tahan penyimpanan dari semangka itu sendiri. Semangka sebagai produk
hortikultura yang membutuhkan waktu penanaman selama 3 hingga 5 bulan
memiliki daya tahan yang rendah dan tidak cocok untuk disimpan lama.
Ketidakmampuan semangka dalam bertahan lama membuat petani memiliki possi
yang lebih membutuhkan penjualan daripada pengumpul karena petani tidak mau
hingga semangka membusuk dan tidak laku dijual.
Tabel 15 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka
tingkatan
pemasaran penjual pembeli
harga
jual
(Rp)
margin
pemasaran
(Rp)
transmisi
harga
1 petani pengumpul 2 311
734
27.44%
2 pengumpul
pedagang
pasar induk 3 045
266
3
pedagang
pasar induk supplier 3 311
1 689
4 supplier pasar modern 5 000
3 422.5 5
pasar
modern konsumen 8 422.5
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
41
Struktur Pasar Komoditas Hortikultura
Pasar dari komoditas hortikultura secara umum di setiap tingkatan
pemasaran memiliki struktur pasar yang berbeda-beda. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh banyaknya pembeli dan penjual pada setiap komoditas. Struktur
Pasar dari komoditas ini dapat dipaparkan dengan menganalisis alur distribusinya.
Secara umum alur distribusi pada komoditas hortikultura digambarkan pada
gambar 5.7 dibawah ini:
Gambar 10 Alur Distribusi Pasar Hortikultura
Sumber: diolah dari data penelitian
Struktur pasar yang umum terjadi pada tingkatan pertama pemasaran atau
penjualan dari petani kepada pengumpul atau tengkulak memiliki bentuk
monopsony.64 Pengumpul memiliki kuasa lebih di dalam desa untuk mengambil
atau membeli hasil dari pertanian hortikultura dari petani. 65 Ketidakmampuan
petani dalam memilih penjual dan hanya menjualnya langsung kepada pengumpul
atau tengkulak dijelaskan oleh Adnyana, et.al disebabkan oleh kondisi petani
hortikultura di Indonesia saat ini secara umum merupakan petani kecil dengan
area produksi tidak lebih dari 0,5 ha, petani-petani tersebut memiliki
kecenderungan tidak memiliki keinginan untuk lebih memasarkan hasilnya dan
memilih untuk menjual kepada penjual terdekat.66
Pada kasus di Brebes, salah satu petani yang bernama Sodikin mengatakan
bahwa keterikatan dengan pengumpul tersebut diakibatkan adanya bantuan pada
masa-masa sebelumnya seperti pada masa penanaman yang diberikan oleh
tengkulak kepada petani, dalam bentuk materi seperti peminjaman uang. Adanya
keharusan pemberian balas budi yang menyebabkan para petani menjual hasil
pertaniannya kepada pengumpul. Dalam pelaksanaan pengumpulan hasil-hasil
hortikultura tersebut pengumpul langsung menunggu petani pada saat panen di
lahan milik petani. Nantinya pengumpul yang akan menanggung semua biaya
64 Penjualan dari bawang merah pada tingkatan pertama di kabupaten Brebes terjadi dimana
tengkulak atau pengumpul menunggui langsung petani saat memanen bawang merah sehingga petani dihadapkan langsung kepada satu pembeli
65 Petani tidak mengetahui informasi harga bawang merah yang dibeli di pasar, sistem yang terjadi adalah petani menitipkan barang kepada pengumpul atau tengkulak kemudian tengkulak membayar kepada petani berapapun harga yang terjadi di pasar, jadi petani tidak mengetahui harga terlebih dahulu pada saat menjual kepada tengkulak
66 Adnyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa. Marketing Infrastructure for the Promotion of Non-traditional Agriculture Production and Export in Indonesia. 1997. Center for Agro Socio-economic Research. H 43
Petani pengumpul Pedagang besar Pasar modern konsumen
Supplier
42
yang akan dikeluarkan untuk menyalurkan hasil tersebut ke tingkat pemasaran
selanjutnya.
Pada tingkatan pemasaran selanjutnya, pengumpul dihadapkan oleh struktur
pasar persaingan sempurna dikarenakan banyaknya pembeli dari komoditas ini.
Alternatif penjualan yang dapat dilakukan oleh pengumpul dapat langsung
membawanya kepada pasar induk atau menjualnya kepada pasar kota terdekat dari
hasil pertanian itu sendiri. Pengumpul juga menguasai informasi harga dalam
komoditas ini sehingga dapat memainkan perannya dalam menjual produk
hortikultura ke penjual yang dapat memberikan keuntungan terbesar kepada
pengumpul atau tengkulak.
Dalam pemasaran pada tingkatan pengumpul dikenal istilah “bos” yang
merujuk kepada pedagang di pasar, baik pasar induk atau pasar di daerah. “bos”
memiliki kekuatan untuk menentukan harga beli dari suatu komoditas yang
nantinya akan diinformasikan kepada pengumpul pada saat pembayaran melalui
supir mobil pengangkut. “bos” juga memiliki kekuatan untuk menilai atau sorting
barang yang dibelinya. Produk hortikultura yang telah dibawa tapi tidak sesuai
dengan standar atau kualitas yang diinginkan “bos” dapat langsung ditolak dan
tidak mendapatkan bayaran dari barang tersebut.67
Pengumpul dihadapkan oleh kekuatan dari pedagang besar di pasar induk
yang dapat menentukan harga. Akan tetapi, pengumpul memiliki alternatif
penjualan dengan dapat langsung membawanya kepada pasar induk atau
menjualnya kepada pasar kota terdekat dari hasil pertanian itu sendiri. Pengumpul
juga menguasai informasi harga dalam komoditas ini sehingga dapat memainkan
perannya dalam menjual produk hortikultura ke wilayah yang dapat memberikan
keuntungan terbesar kepada pengumpul atau tengkulak dengan mengatur berapa
biaya yang dibayarkan kepada petani.
Namun, walaupun pengumpul atau tengkulak dihadapkan kepada struktur
pasar persaingan sempurna dengan banyaknya penjual di pasar induk serta adanya
alternatif menjual ke supplier, pengumpul atau tengkulak tidak dapat menentukan
harga. Pengumpul atau tengkulak pada awalnya dapat mencari pembeli dari
produk hortikulturanya, tetapi pada saat sudah terjadinya perjanjian antara
pembeli dan pengumpul harga dari komoditas tersebut langsung ditentukan oleh
pedagang di pasar induk.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa penjual di pasar, atau
yang dipanggil “bos” dapat melakukan sorting atas produk mana yang dapat dia
beli atau tidak menyebabkan resiko dari hasil pertanian yang dibawa oleh
pengumpul atau tengkulak menjadi tanggungan pengumpul. Hal tersebut menjadi
landasan kepada pengumpul untuk mengambil margin pemasaran yang lebih besar
dengan cara membebankan kepada biaya apabila terjadinya kerugian seperti itu
kepada petani dengan cara mengurangi harga yang dibayarkan oleh petani.
Kondisi ini diperkuat oleh Adnyana, et.al yang mengatakan setelah tengkulak
mengumpulkan hasil pertanian dari petani-petani, tengkulak membayarkan bagian
dari petani setelah barang telah dibayarkan oleh penjual di pasar, tetapi segala
resiko seperti kebusukan ditanggung oleh tengkulak.68
67 Informasi ini didapatkan dari wawancara dengan Hadi seorang supir pengangkut sayur dari
desa Dawuhan, kabupaten Brebes. Walaupun “bos” memiliki kekuatan besar dalam menentukan harga, tetapi tengkulak dapat menyalurkan barangnya ke pedagang lain..
Informasi yang dipegang oleh pengumpul atau tengkulak serta kekuatan
dalam pemilihan penjual untuk menjual hortikultura yang dibawanya dari desa
menyebabkan margin pemasaran dari beberapa komoditas hortikultura pada
tingkatan kedua menjadi lebih besar dibandingkan margin yang diterima oleh
pedagang di pasar induk. Margin yang terbentuk dari perbedaan harga pembelian
hortikultura oleh pengumpul dari petani serta penjualannya kepada pedagang
pasar induk pada enam komoditas yang diteliti dalam penelitian ini terdapat dua
karakteristik, yaitu komoditas yang memiliki margin yang lebih besar pada
tingkatan pengumpul atau tengkulak dibandingkan margin yang diterima oleh
pedagang pasar induk setelah menjualnya kepada pasar modern dan komoditas
yang memiliki dan komoditas yang mengalami kejadian sebaliknya.
Kondisi dimana margin pemasaran yang diterima oleh pengumpul atau
tengkulak yang lebih besar daripada yang diterima oleh pedagang pasar induk
terjadi pada komoditas kentang, bawang merah, dan ketimun. Untuk komoditas
tomat, semangka, serta mangga terjadi sebaliknya. Komoditas semangka serta
mangga melibatkan satu lagi pelaku kegiatan pemasaran komoditas ini, yaitu
supplier. Supplier menyalurkan langsung semangka dan mangga kepada pasar
modern.
Kemudian di pasar induk dikenal dengan istilah “langganan”, yaitu istilah
yang disematkan kepada penjual di dalam pasar induk yang menjual dagangannya
kepada pasar modern. Perjanjian dagang yang terjadi diantara “langganan” dan
pasar modern adalah dalam bentuk kesiapan pedagang dalam menyiapkan
hortikultura dalam jumlah tertentu tiap harinya69.
Melonjaknya harga jual dari komoditas hortikultura pada tingkat pemasaran
terakhir, yaitu penjualan dari pasar modern kepada konsumen, diakibatkan
pembebanan biaya untuk packing yang dilakukan oleh pasar modern terhadap
hortikultura yang dibelinya. Packing yang dilakukan oleh pasar modern langsung
dilakukan di tempat pembelian di pasar induk. Pasar modern memiliki “lapak”
khusus yang mereka miliki untuk melakukan kegiatan tersebut.
Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Distribusi Hortikultura
Persaingan merupakan suatu kondisi ideal dalam usaha pemenuhan suatu
komoditas. Akan tetapi, persaingan itu sendiri hanya dapat berjalan fungsinya
apabila terjadi tanpa adanya persaingan secara curang diantara peserta persaingan
dan persaingan itu sendiri merupakan suatu hal yang dinamis dan berubah-ubah
sesuai faktor yang mempengaruhinya seperti kebijakan pemerintah.70
Dalam distribusi komoditas hortikultura, struktur pasar yang
menggambarkan peta persaingan pada setiap tingkatan distribusi memiliki bentuk
yang berbeda-beda. Bentuk struktur pasar yang berbeda-beda tersebut diakibatkan
oleh pelaku-pelaku ekonomi di tingkatan distribusi tersebut memiliki kemampuan
modal, kemampuan pengetahuan, serta kemampuan akses dan informasi yang
berbeda-beda. Perbedaan kemampuan tersebut menyebabkan adanya perbedaan
69 Informasi tersebut didapatkan dari wawancara dengan Komeng salah satu pegawai dari PD
Pasar Induk serta Syamsudin dan Teteh yang merupakan penjual makanan di dalam parkiran pasar induk. mereka menyebutkan istilah langganan sebagai sebutan untuk pedagang yang menjual sayur kepada pasar modern seperti Giant.
70 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia), H 17-18
44
kekuatan pada setiap pelaku kegiatan distribusi. Perbedaan kekuatan ini yang
mendorong adanya perbedaan keuntungan yang dapat diperoleh oleh setiap pelaku
pada setiap tingkatan.71
Pada tingkat distribusi hortikultura yang pertama, terjadinya transaksi hasil
produksi dari petani kepada pengumpul. Pada tingkat distribusi ini, kemampuan
pengetahuan dikuasai oleh petani diakibatkan petani merupakan tumpuan utama
dari produksi komoditas ini. Petani memiliki kemampuan dalam bercocok tanam
serta menghasilkan produk hortikultura yang dapat dikonsumsi sehingga memiliki
nilai jual. Kemampuan bercocok tanam petani ini meliputi kemampuan menilai
kesuburan dari tanah, kuantitas dan kualitas benih yang harus ditanam, kebutuhan
air untuk tanaman, serta manajemen waktu tanam. Petani juga memiliki
kemampuan kepemilikan lahan sehingga dapat melakukan usaha bercocok tanam
tersebut.
Kepentingan petani dalam melakukan tanam ini didorong oleh kebutuhan
petani dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Produk hortikultura yang
dihasilkannya merupakan produk yang digunakan untuk sehari-hari serta untuk
dijual agar mendapatkan dana memenuhi kebutuhan lainnya. Kemampuan modal
merupakan kemampuan suatu pelaku ekonomi dalam memenuhi kebutuhan modal
dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Hal inilah sebuah kemampuan yang
tidak dimiliki oleh petani dalam produksi hortikultura. Untuk memenuhi
kebutuhan modal ini petani mendapatkan bantuan oleh pelaku dalam distribusi
komoditas hortikultura berikutnya, yaitu pengumpul.
Pengumpul dalam kegiatan distribusi hortikultura berperan sebagai penyedia
modal bagi petani. Kemampuan modal ini menjadi kekuatan bagi pengumpul
untuk memberikan bantuan kepada petani apabila petani membutuhkan sehingga
adanya keharusan balas budi dengan menjual hasil produksi dari petani kepada
pengumpul.72 Kemampuan akses dalam bentuk informasi mengenai pembeli serta
71 Henry Bernstein, Class Dynamics of Agrarian Change, (Canada: Kumarian Press). H.10 Konsep
kunci mengenai ekonomi politik pertanian pada awalnnya merupakan pemikiran dari Marx mengenai kepentingan kelas, kemudian dipaparkan kembali oleh bernstein. Konsep kunci tersebut terdiri atas dua bagian yaitu kondisi tekhnis penanaman dan kondisi sosial produksi. Kondisi tekhnis penanaman digambarkan sebagaii kemampuan pengetahuan yang dimiliki dalam menghasilkan produk pertanian yang nantinya dapat memiliki nilai guna. Kondisi sosial produksi digambarkan oleh empat pertanyaan kunci mengenai suatu proses produksi yaitu, siapa memiliki apa? Siapa melakukan apa? Siapa mendapatkan apa? Dan apa yang mereka lakukan dengan hal tersebut? Perrtanyaan kunci tersebut disederhanakan menjadi analisis mengenai kemampuan dasar dari aktor dalam proses produksi. Proses produksi ini juga termasuk kegiatan distribusi. Kemampuan-kemampuan tersebut adalah kemampuan pengetahuan, kemampuan akses dan informasi, serta kemampuan modal antara para aktor-aktor dalam kegiatan penyaluran barang hortikultura. Kemampuan itu nantinya dapat menentukan kekuatan pada tiap tingkatan distribusi
72 Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan, (Bogor: IPB Press) h 44-46. Pemikiran mengenai kemampuan modal dari pengumpul ini merupakan gambaran dari pemikiran Marx mengenai teori surplus values. Teori tersebut menjelaskan bahwa buruh sebagai pemilik tenaga menjual tenaganya sesuai dengan nilai dari sarana kehidupan yang dibutuhkan buruh dalam mempertahankan hidupnya. Dalam penelitian ini petani disamakan dengan buruh pada teori surplus value. Petani hortikultura dalam pelaksanaan produksi komoditas ini hanya mendapatkan harga jual produk yang dihasilkannya sesuai dengan yang diberikan oleh pengumpul. Petani kurang memiliki kekuatan dikarenakan tidak memiliki kemampuan akses dan informasi. Petani kurang menikmati nilai tambah dari penjualan produknya, margin
45
harga di pasar memperlemah kekuatan petani dalam kegiatan ekonomi di dalam
tingkatan ini. Kemampuan modal dari pengumpul tidak hanya membuat dia
menguasai satu orang petani, tetapi banyak petani dari suatu dusun di desa.73
Ditambah dengan kemampuan aksesnya untuk mengetahui informasi mengenai
pembeli mendorong pengumpul menjadi penentu harga dan pembeli satu-satunya
atas hasil produksi komoditas hortikultura. Hal tersebut menyebabkan struktur
pasar pada tingkat pertama distribusi komoditas ini berbentuk monopsoni.
Tabel 16 Presentase Keuntungan Petani
Komoditas
harga yang
didapatkan
petani
keuntungan
distribusi total
(%)
transmisi harga (%)
bawang merah 9 878 11.62 22.17
ketimun 2 337 11.96 27.42
tomat 4 897 17.48 42.59
Kentang 4 265 13.73 30.31
Mangga 3 677 5.67 14.51
Semangka 2 311 10.46 27.44
Sumber: diolah
Melihat dari tabel 16, keuntungan yang didapatkan petani dibandingkan
dengan total transaksi yang terjadi dalam distribusi hortikultura ini relatif kecil.
Pada komoditas bawang merah 11,62% dari total transaksi diterima petani,
11,96% pada ketimun, 17,49% untuk tomat, 13,74% didapatkan pada kentang,
5,67% pada mangga, dan 10,46% dari semangka. Akan tetapi, apabila kita melihat
transmisi harga yang merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani
dengan harga dijual oleh pasar modern kepada konsumen, petani mendapatkan
besaran keuntungan yang lebih dibandingkan dengan perbandingan harga yang
diterimanya dengan total transaksi yang terjadi. Transmisi harga untuk bawang
merah adalah sebesar 22,17%, ketimun 27,42%, 42,59% untuk tomat, kentang
sebesar 30,31%, 14,51% untuk mangga, dan 27,44% pada semangka.
Untuk biaya yang dibutuhkan petani dalam memproduksi komoditas
hortikultura dapat dilihat pada tabel 5.8. Keuntungan yang didapatkan petani
dalam memproduksi dan menjual komoditas ini sebenarnya terhitung sangat besar,
dari enam komoditas yang diteliti petani mendapatkan keuntungan 163,77 % pada
bawang merah, 28,45% pada ketimun, 60,63% untuk kentang, 63.46% merupakan
keuntungan dari menanam tomat, serta keuntungan sebesar 51.63% dari komoditi
semangka.
pemasaran yang diterima petani masih kalah besar dibandingkan yang diterima oleh pengumpul. Dengan kemampuan modal dan akses serta informasinya pengumpul mendapatkan akumulasi modal dari kegiatan distribusi hortikultura
Tabel 17 Biaya Produksi Petani dan Presentase Keuntungan
Komoditas
Biaya
produksi
(Rp/Kg)
harga yang
diterima
produsen
(Rp/Kg)
Keuntungan
penanaman
(Rp/Kg)
%
keuntungan
bawang merah 3 744.86 9 878 6 133.14 163.77
Ketimun 1 819.3 2 337 517.7 28 45
Kentang 2 655.15 4 265 1 609.85 60.63
Tomat 2 995.82 4 897 1 901.18 63.46
Mangga 2 034.33 3 677 1 642.67 80.74
Semangka 1 524.16 2 311 786.84 51.63
Sumber: diolah
Besaran keuntungan yang didapatkan petani secara matematis merupakan
keuntungan yang super normal. Akan tetapi, besar perhitungan mengenai
keuntungan tersebut tidak menggambarkan secara utuh biaya yang dibutuhkan
petani dalam menghasilkan produk komoditas hortikultura. Resiko kegagalan
panen, ketidaksempurnaan informasi mengenai harga, dan kuantitas produksi
yang kecil merupakan variable lain yang mempengaruhi biaya dan keuntungan
yang akan didapatkan petani pada nantinya.74
Perhitungan biaya produksi yang digambarkan oleh tabel 17 merupakan
biaya untuk memproduksi hortikultura dengan luas lahan minimal 1 Ha.
Sedangkan, mayoritas petani di Indonesia saat ini tidak memiliki lahan lebih luas
dari 1 Ha. Besarnya lahan merupakan suatu gambaran mengenai keadaan dimana
kemampuan modal memiliki andil dalam mempengaruhi keuntungan seseorang
dari suatu proses produksi.75
Tabel 18 Pendapatan Harian Petani dengan Lahan Dibawah 0.5 Ha Komoditi Rata-rata hasil per
0.5 ha (kg)
Lama Penanaman
(hari)
Pendapatan Harian
(Rp)
Bawang merah 2425 100-120 123 940.54
Ketimun 5000 55-75 36 978.57
Kentang 4125 100-120 55 337.91
Tomat 6250 100-120 99 019.79
Mangga 3670 100-120 50 238.32
Semangka 3625 100-120 23 769.13
74Henry Bernstein, op.cit. H.28. petani dihadapkan dengan hambatan yaitu masalah dengan alam,
antara lain, ritme pertumbuhan alami dari tumbuhan dan hewan dan perubahan iklim yang tidak dapat diduga. Petani kecil sebagai pelaku yang tidak memiliki kemampuan modal memiliki keterikatan dengan tingkatan-tingkatan distribusi di atasnya mengenai pemenuhan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan. Akan tetapi resiko-resiko alam yang dihadapi oleh petani tidak dibebankan juga kepada tingkatan diatasnya. Hal tersebut menyebabkan biaya yang dihadapi petani menjadi lebih besar.
75James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, h 133-135. Teori dari Marx menjelaskan bahwa suatu tujuan individu tergantung kepada apa yang dimilikinya. Dari teori tersebut dapat menjelaskan mengapa petani dengan luas lahan yang kecil mendapatkan keuntungan tidak secara utuh dapat digambarkan dengan perhitungan biaya produksi pada tabel 5.8.
47
Keuntungan petani pada data diatas terlihat menggambarkan bahwa petani
di Indonesia tergolong sejahtera karena keuntungannya. Berdasarkan
perbandingan keuntungan yang didapat dengan rata-rata hasil yang didapatkannya
dan lamanya penanaman pendapatan harian petani adalah sebesar Rp 123.940,54
untuk bawang merah, Rp 36.978,57 pada ketimun, Rp 55.337,91 untuk kentang,
Rp 99.019,79 pada komoditas tomat, Rp 50.238,32 pada mangga, dan Rp
23.769,13 untuk komoditas semangka. Pendapatan harian yang didapatkan petani
berdasarkan perhitungan menyebabkan petani tidak termasuk dalam kategori
miskin menurut World Bank, yaitu penduduk dengan pendapatan kurang dari $ 2
dalam sehari. Akan tetapi, perhitungan diatas tidak memperhitungkan resiko
kegagalan panen ataupun resiko lainnya yang akan dihadapi petani.
Tabel 18 Kebutuhan Harian Rata-rata Keluarga di Perdesaan Nama Barang Banyak konsumsi
harian (gr)
Harga Eceran
Perdesaan (Rp)
Total Pengeluaran
per hari (Rp)
Beras 400 8 227.80 3 291.12
Tempe 40 8 416.67 336.67
Telur 80 15 034.72 1 202.77
Sayuran 150 5 458.15 818.72
Gula 60 11 800 7 080
Minyak Goreng 20 10 688.69 213.77
Santan 50 1 750 875
Jumlah 13 836.05
Jumlah untuk satu keluarga (4 Orang) 55 344.2
Sumber: diolah
Nilai tukar petani merupakan gambaran tingkat kesejahteraan petani dilihat
dari perbandingan harga yang didapat petani dengan harga yang dibayarkan petani
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Nilai tukar petani hortikultura secara
nasional adalah sebesar 107.35 dengan tingkat kesejahteraan tertinggi adalah
petani hortikultura di provinsi Bali dengan nilai tukar petani sebesar 150.38 dan
yang terendah adalah provinsi Kep. Bangka Belitung dengan nilai tukar petani
hortikultura sebesar 84.10.76 Rendahnya rata-rata nilai tukar petani secara nasional
disebabkan peningkatan harga kebutuhan sehari-hari tidak sebanding dengan
peningkatan harga jual komoditas hortikultura di tingkat petani.
Tabel 19 Nilai Tukar Petani Tiap Komoditas Komoditi Indeks Harga yang
Didapatkan Petani
Indeks Harga yang
Dibayarkan Petani
Nilai Tukar Petani
Bawang merah 114.50 110.04 104.05
Ketimun 104.01 110.04 94.52
Kentang 103.34 110.04 93.91
Tomat 107.56 110.04 97.75
Mangga 104.87 110.04 95.30
Semangka 101.04 110.04 91.82
Sumber: diolah
76 Biro Pusar Statistik. 2013. Nilai Tukar Petani Komoditas Hortikultura Indonesia
48
Pada tabel 19 dapat dilihat kesejahteraan terbesar berada pada petani
bawang merah dengan nilai tukar petani sebesar 104.05 dan kesejahteraan
terendah didapatkan oleh petani semangka dengan nilai tukar petani sebesar 91.82.
Indeks nilai tukar petani yang didapatkan dari hasil perhitungan pada tabel 19
mengartikan bahwa petani bawang merah, ketimun, kentang, tomat, mangga, dan
semangka masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Hal tersebut
disebabkan oleh peningkatan harga pada komoditas-komoditas tersebut lebih kecil
jika dibandingkan dengan peningkatan harga kebutuhan sehari-hari di perdesaan.
Angka nilai tukar petani yang didapatkan dari hasil perhitungan tidak jauh beda
dengan nilai rata-rata nilai tukar petani di Jawa Tengah sebagai tempat penelitian
ini, yaitu sebesar 100.87.
Pada tingkatan distribusi penjualan produk pertanian dari petani ke
tengkulak, besar keuntungan yang diambil oleh tengkulak pada tiap komoditas
dapat dilihat pada tabel 20. Pengumpul atau tengkulak dalam distribusi enam
komoditas hortikultura mendapatkan keuntungan dari total transaksi yang terjadi
di dalam distribusi sebesar 5,97% pada komoditas bawang putih, 5,43 % untuk
ketimun, 1,23 % pada komoditas tomat, 5,92 % pada kentang, 2,65 % dalam
komoditas mangga, serta 3,32 % untuk komoditas semangka.
Tabel 20 Persentase Keuntungan Pengumpul atau Tengkulak
Komoditas Transaksi margin
pemasaran
(Rp) % keuntungan transaksi
bawang merah 24 828 5 072 20,42
Ketimun 5 735 1 061 18,50
Tomat 10 137 343 3,38
Kentang 10 367 1 837 17,71
Mangga 9 069 1 715 18,91
Semangka 5 356 734 13,70
Sumber: diolah
Namun, apabila dilihat dari besaran transaksi yang terjadi pada tingkat
petani dan tengkulak, tengkulak mengambil untung yang relatif besar pada tiap-
tiap komoditas. Sebesar 20,43% pada bawang merah, 18,5 % dari ketimun,
17,72 % pada komoditas kentang, 18,91 % untuk mangga, serta 13,7 % untuk
semangka. Hanya pada komoditas tomat pengumpul mengambil keuntungan yang
relatif kecil yaitu sebesar 3,38 % dari total transaksi pada tingkatan pemasaran ini.
Pengumpul dengan kemampuan aksesnya memiliki pengetahuan mengenai
harga yang diterima di pasar menyebabkan pengumpul dapat mengambil
keuntungan sebesar-besarnya pada proses distribusi di tingkatan ini. Pengambilan
keuntungan yang diambil oleh pengumpul ini dipengaruhi oleh kegiatan distribusi
pada tingkatan selanjutnya, yaitu penjualan hasil produksi tersebut dari
pengumpul kepada pedagang di pasar induk.
Besarnya keuntungan dari pedagang pasar induk dalam transaksi pembelian
produk hortikultura dari pengumpul hingga dijual lagi baik langsung ke supplier
atau langsung ke pasar modern untuk komoditas pasar modern adalah sebesar
2,13 %. Kemudian, untuk komoditas tomat 9,69 %, kentang sebesar 4,02 %, dan
semangka sebesar 4,19 %. Adanya anomali pada komoditas mangga dan ketimun
49
dimana pedagang pasar induk mengambil keuntungan relatif besar yaitu sebesar
21,62 % pada ketimun dan 45,51 % untuk mangga. Secara keseluruhan apabila
dibandingkan dengan total transaksi pada setiap komoditas. Pedagang pasar induk
mendapatkan keuntungan sebesar 0,76 % pada bawang merah, 9,6 % pada
ketimun, 4,02 pada tomat, 1,65 % pada kentang, 13,9 % untuk mangga, dan 1,2 %
pada semangka.
Tabel 21 Presentase Keuntungan Pedagang Pasar Induk
Komoditas transaksi margin
pemasaran
(Rp) % keuntungan transaksi
bawang merah 30 550 650 2,12
Ketimun 8 671 1 875 21,62
Tomat 11 605 1 125 9,69
Kentang 12 715 511 4,01
Mangga 19 792 9 008 45,51
Semangka 6 356 266 4,18
Sumber: diolah
Dalam hal kemampuan akses dan informasi, kekuatan dari pengumpul dan
pedagang pasar induk memiliki kekuatan yang hampir sama. Keduanya memiliki
informasi mengenai harga komoditas di dalam pasar. Kemampuan informasi yang
dimiliki oleh pengumpul menyebabkan pengumpul memiliki kemampuan dalam
memilih pedagang yang mana yang akan ditujunya untuk menjual hasil produksi
yang dimilikinya. Kondisi tersebut disebabkan oleh banyaknya pedagang di dalam
pasar induk sehingga menyebabkan struktur pasar yang terbentuk adalah pasar
persaingan sempurna.77
Akan tetapi, pada tingkatan distribusi ini, apabila pengumpul telah
menentukan akan menjual produk yang dimilikinya ke suatu pedagang di pasar
induk, pengumpul tidak memiliki kemampuan dalam menentukan harga,
pedagang pasar induk lah yang berperan menjadi penentu harga.78 Hal tersebut
disebabkan kekuatan dari pedagang pasar induk untuk melakukan sortir atas
produk mana yang akan diterimanya atau tidak. Produk yang kualitasnya tidak
sesuai tidak akan dibeli sehingga menyebabkan segala resiko selama proses
77 Berdasarkan informasi dari Jari supir angkutan sayur di Brebes supir angkutan, pengumpul bisa
memberikan perintah kepada supir angkutan untuk membawa sayur tersebut ke pedagang lain. Jadi pengumpul memiliki kekuatan untuk memilih mana pedagang besar tujuan penjualan dari barang produksinya. Tetapi pada saat sudah sampai di pasar harga tetap ditentukan pedagang.
78 James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, h 130-135 Caporaso menjelaskan pendapat dari Marx yang mengatakan bahwa perekonomian pasar bukan suatu sistem yang bertujuan menciptakan kesejahteraan maksimal yang terlibat dalam pasar, tetapi merupakan sarana untuk para kapitalis atau pemilik modal yang lebih banyak untuk merampas nilai surplus dari proses pertukaran di dalam pasar. Dalam penelitian ini, hal tersebut dapat dilihat dari tingkatan distribusi penjualan hortikultura dari pengumpul kepada pedagang pasar induk dimana walaupun pengumpul memiliki kemampuan untuk menjual kepada siapapun tetapi apabila sudah menentukan akan dijual kemana pedagang pasar induklah yang menentukan harga dan barang mana yang akan diterimanya (sorting). Hal tersebut akibat kemampuan modal pedagang besar yang lebih besar. Nantinya kerugian yang diterima pengumpul tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada petani yang tidak memiliki kemampuan modal bila dibandingkan pengumpul.
50
distribusi dari petani hingga ke pedagang pasar induk menjadi tanggung jawab
dari pengumpul.
Resiko tersebutlah yang menyebabkan pengumpul mengambil margin
pemasaran yang lebih besar pada kegiatan jual beli dari petani ke pengumpul
dibandingkan margin pemasaran yang diambil oleh pedagang pasar induk setelah
menjual produk tersebut kepada pasar modern.79 Keuntungan pemasaran akibat
dari margin tersebut didapat oleh pengumpul dengan cara membebankan biaya
resiko kepada petani. Pembebanan tersebut dengan dilakukan dengan menekan
harga yang nantinya akan dibayarkan kepada petani. Hal tersebut dapat dilakukan
oleh pengumpul dikarenakan adanya kemampuan informasi yang dimiliki oleh
pengumpul.80 Pada tingkatan ini kemampuan modal dari pasar modern sangat
besar sehingga pasar modern memiliki kekuatan dalam menurunkan harga yang
dibayarkan kepada pedagang pasar induk dalam memperoleh produk hortikultura.
Kekuatan tersebut diperoleh karena pembelian dalam jumlah besar yang dilakukan
pasar modern. Dengan adanya aturan sistem langganan dalam pasar induk, yaitu
hanya langganan yang dapat membeli produk hortikultura dalam jumlah 100
Kg/hari, pasar modern menjadi pembeli besar yang memiliki keistimewaan dalam
pasar induk.81
Keistimewaan tersebut dalam bentuk ketersediaan lapak yang dimiliki oleh
pasar modern untuk melakukan packing dan sorting atas produk yang telah
dibelinya. Kegiatan packing dan sorting ini pada akhirnya membuat pasar modern
memiliki kekuatan dalam meningkatkan harga yang dibebankan kepada konsumen
yang membeli produk hortikultura di pasar modern. Secara umum pasar modern
yang membeli produk hortikultura di pasar induk mendapatkan harga yang sama
dari pedagang di pasar induk, perbedaan harga yang dibebankan kepada pasar
modern terletak pada perbedaan harga antara langganan dan bukan langganan.
Pasar moderrn termasuk dalam golongan langganan dikarenakan melakukan
pembelian melebihi 100 Kg/hari. Pembelian yang tergolong besar tersebut
mendorong pasar modern memiliki kemampuan untuk melakukan penekanan
kepada pedagang pasar induk untuk menentukan harga. Akibat adanya tekanan
tersebut, struktur pasar yang terjadi pada tingkatan penjualan produk hortikultura
oleh pedagang pasar induk dan pembelian oleh pasar modern cenderung bersifat
oligopsoni. Hal ini diperkuat dengan besar keuntungan yang diterima oleh
pedagang pasar induk yang dipaparkan pada tabel 19 cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh pasar modern.
Kekuatan pasar modern ditenggarai akibat adanya kekuatan modal yang
dimliki oleh pasar modern untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar.
79 Informasi mengenai besarnya margin pemasaran yang diambil tiap tingkatan distribusi
dijelaskan pada sub-bab 5.1 mengenai efisien pemasaran dari produk hortikultura 80Andyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa, op.cit, h 43-44
Andyana menjelaskan bahwa setiap resiko dalam penyaluran hasil distribusi merupakan tanggung jawab dari pengumpul, pedagang pasar induk tidak mendapatkan resiko dari barang yang diterimanya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan langsung di lapang memang tengkulak yang menanggung semua resiko penyaluran tersebut, tetapi resiko tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada petani dengan cara memotong harga yang nantinya diterima oleh petani sehingga pendapatannya relatif tidak berkurang
81Informasi mengenai adanya sistem langganan ini dari wawancara dengan beberapa orang yang beraktifitas di pasar induk kramat jati seperti pedagang, tukang parkir, pedagang minuman, serta petugas PD Kramat Jati.
51
Margin pemasaran yang diterima oleh pasar modern paling besar jika
dibandingkan margin pemasaran yang diterima oleh pelaku distribusi lainnya.
Proses sorting, transportasi, dan grading yang dilakukan oleh pasar modern
dibebankan kepada konsumen dengan cara meningkatkan harga jual akibat adanya
penambahan nilai dari produk-produk hortikultura tersebut.
Bentuk penekanan-penekanan yang dilakukan oleh pasar modern kepada
penjual yang menyalurkan produk kepada pasar modern dapat dilihat pada tabel
20. Aktivitas yang dilakukan oleh pasar modern tersebut diakibatkan adanya
penyalahgunaan kekuatan yang dimilikinya. Bentuk penekanan tersebut pada
dasarnya adalah suatu usaha oleh pasar modern dalam mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya dan menghadapi persaingan dengan pasar modern lainnya. Akan
tetapi, bentuk penekanan-penekanan tersebut pada akhirnya dapat merugikan
penjual sebagai penyalur produk ke pasar modern dan konsumen sebagai pembeli
akhir. Kerugian yang nantinya dihadapi oleh konsumen digambarkan oleh tabel 21.
Kerugian akibat aktivitas-aktivitas tersebut tidak hanya merugikan konsumen
untuk jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang.
Secara umum dilihat dari margin pemasaran serta persentase keuntungan
pada komoditas-komoditas hortikultura yang diteliti, pasar modern mendapatkan
presentase keuntungan yang paling besar diantara pelaku distribusi yang lain.
Keuntungan yang didapatkan pasar modern dibandingkan dengan nilai transaksi
pembelian komoditas tersebut dari pembelian di pasar induk dan dijual kepada
konsumen pasar modern mendapatkan keuntungan sebesar 48,14 % pada bawang
putih, 23,55 untuk ketimun, 28,73 % untuk tomat, 36,05 % pada kentang, 22,58 %
untuk mangga, dan 25,5 % dari komoditas semangka. Keuntungan tersebut
merupakan value added atau nilai tambah dari tiap komoditas. Dari total
keuntungan tersebut biaya yang dikeluarkan oleh pasar modern adalah biaya
tenaga kerja dan biaya kerugian dan material. Biaya tersebut sebesar 21-35%82
dari margin pemasaran. Hal tersebut menyebabkan keuntungan dari nilai tambah
dari pemasaran yang telah dikurangi dengan biaya adalah sebesar 65-71%.
82World Bank, 2007. Horticultural producers and supermarket development in Indonesia. Report
No. 38543-ID. (Jakarta: World Bank Jakarta) H.96
52
Kondisi saat ini pasar modern menguasai 38.1% pangsa pasar dari penjualan
sayuran dan buah-buah segar.83 Pangsa pasar tersebut dibagi kepada beberapa
perusahaan dimana Carrefour menjadi pemilik pangsa pasar terbesar. Sebesar
38,12% dari pangsa pasar yang dimiliki oleh pasar modern dikuasai oleh
Carrefour. Pangsa pasar perusahaan pasar modern lain adalah Hypermart sebesar
28,75%, Giant 21,25%, dan Makro/Lotte sebesar 11,88%. Penjualan sayuran dan
buah-buahan segar yang dilakukan oleh pasar modern belum termasuk di dalam
oligopsoni jika menilik dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 mengenai
larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Akan tetapi, keuntungan
yang supernormal serta adanya kekuatan dalam menekan penyalur komoditas
hortikultura mengindikasikan terjadinya fenomena oligopsoni di dalam distribusi
hortikultura yang dilakukan oleh pasar modern.
Gambar 11 Kurva Konsentrasi Empat Pasar Modern
Sumber: Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pasific 2010, The
Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG industry, h 34
(diolah)84
Keuntungan tersebut dalam persentase jika dibandingkan dengan persentase
keuntungan yang didapatkan oleh petani adalah lebih rendah. Akan tetapi, apabila
kita membandingkannya dengan besaran nilai Rupiah per-Kg-nya, persentase
keuntungan pasar modern yang berkisar 65-71% tersebut ternyata memiliki nilai
yang jauh lebih tinggi dibandingkan keuntungan petani, perbedaan keuntungan
dari dua pihak tersebut adalah 373,09% pada komoditas bawang merah, 159,5%
pada ketimun, 265,88% pada kentang, 150,6% untuk tomat, dan 170,53% pada
83 Ibid, h 34 84 Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pasific 2010, The Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG industry h 34
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5
concentration curve
53
komoditas semangka.85. Dapat dikatakan bahwa dari perbandingan keuntungan
yang didapat petani dan pasar modern, pasar modern mendapatkan keuntungan
yang super normal.
Tabel 23 Kekuatan pembelian yang dilakukan oleh pasar modern Abuse of Power yang dilakukan pasar modern Efek yang didapatkan oleh penjual
Biaya menjadi penyalur
Untuk menjadi bagian dari penyalur kepada pasar
modern, dikenakan biaya
- Tambahan biaya
- Resiko dari stock produk baru dibebankan
kepada penjual
Pengancaman untuk dikeluarkan dari daftar
penyalur
Saat penjual menolak untuk mengurangi harga atau
melakukan pembayaran pada pihak lain
- Pengancaman keluar dari daftar
menyebabkan ketidakpastian, melemahkan
posisi tawar dari penjual dan membatasi
kemampuan untuk berencana
Biaya slotting
Untuk mendapatkan akses ke ruand di tempat
penjualan
- Tambahan biaya
- Resiko dari stock produk baru dibebankan
kepada penjual
Meminta pemotongan harga atau pembayaran
kepada penjual
Untuk pemasaran, pembukaan toko atau model
baru, packaging, dan promosi oleh retailer
- Biaya tidak terduga, pendapatan yang lebih
rendah dari yang direncanakan, dan
peningkatan ketidakpastian dibebankan
kepada penjual
Pengembalian barang yang tidak terjual kepada
penjual
Untuk produk segar tidak dapat dijual kembali
- Biaya dan resiko dari kesalahan perkiraan
dari pasar modern dikembalikan dibebankan
kepada penjual
Pembayaran dibelakang - Mempengaruhi cash flow dari penjual
- Menyebabkan tambahan biaya dan
ketidakpastian atas berapa banyak yang akan
mereka terima dari hasil penjualan
Peninjauan kembali untuk perubahan atas
kesepakatan
Peninjauan kembali potongan atas kesepakatan
harga, perubahan kuantitas dan spesifikasi tanpa
kompensasi
- Biaya dan resiko atas perubahan dari
kesalahan perkiraan dari pasar modern
dikenakan kepada penjual
- Menyebabkan peningkatan biaya dan
ketidakpastian
Penjualan dibawah biaya
Promosi yang tidak terjadwal, untuk menghabiskan
kelebihan stok atau untuk melampaui hasi
penjualan dari pesaing
- Menyebabkan keuntungan penjual dalam
tekanan
- Dapat menghasilkan permintaan untuk harga
yang lebih rendah oleh pembeli lainnya
- Mendistorsi persepsi konsumen atas nilai
dari produk
Mempengaruhi ketersediaan produk atau
meningkatkan biaya dari pasar modern lain
Dengan meminta merendahkan harga beli
dibandingkan pasar modern lain atau meminta
pembatasan atas persediaan kepada pasar modern
lain
- Meningkatkan biaya pesaing, mempengaruhi
ketersediaan produk dari pesaing, dan
membatasi volume yang tersedia kepada
penjual
Promosi atas merk milik pasar modern
Mengalahkan merk yang lain, memiliki masalah
kemasan yang mirip.
- Kehilangan volume penjualan dan
keuntungan
- Kehilangan atas hak barang, mengarah
kepada inovasi yang rendah
Sumber: Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are
the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 686
85 James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, 131-134. Perhitungan perbandingan antara
keuntungan yang didapatkan oleh petani dan pasar modern sesuai dengan pendapat Marx mengenai adanya nilai surplus yang akan lebih dinikmati oleh pihak dengan kemampuan modal yang lebih besar. Hal tersebut juga menjelaskan mengenai akumulasi capital.
86 : Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 6
54
Tabel 24 Efek dari Abuse of Power Pasar Modern kepada Konsumen EFEK ABUSE OF POWER KEPADA
PENJUAL
EFEK KEPADA KONSUMEN
Penekanan secara umum atas harga produk - Ancaman atas ketersediaan penjual
dapat mempengaruhi supply dan secara
jangka panjang dapat meningkatkan
harga dan mengurangi pilihan
- Penjual dipaksa untuk memotong biaya
produksi (kemungkinan kualitas bahan
dan memeras kondisi kerja demi
mengejar produksi)
Tambahan biaya kepada penjual - Secara jangka panjang, dapat
meningkatkan harga konsumen
- Dalam jangka pendek, dapat
meningkatkan harga konsumen di
tempat lain selain supermarket
Resiko dalam penyediaan produk baru
ditekankan kepada penjual - Produk baru yang lebih sedikit, dengan
efek dengan potensi menjatuhkan dari
range dan kualitas
Dikeluarkan dari daftar penyalur - Mengganti merk barang milik penjual
dengan merk milik pasar modern
- Kehilangan pilihan dan kemungkinan
atas kualitas
biaya dan resiko penyusutan akibat kesalahan
perkiraan oleh pasar modern dikenakan
kepada penjual
- Harga, jangkauan, dan kualitas menjadi
sesuatu hal yang beresiko melalui
menurunan dana yang tersedia kepada
penjual untuk investasi dan promosi Mempengaruhi cash flow dari penjual
Resiko dan biaya dari perubahan produk dari
penyalur, peningkatan biaya, dan
ketidakpastian
Efek domino atas permintaan harga yang lebih
murah dari pasar modern lain - Konsumen salah paham mengenai
ketahanan atas harga murah
Biaya persaingan meningkat - Mempengaruhi ketersediaan produk
pasar modern lain
- Mengurangi pengurangan toko pilihan
Sumber: Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are
the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 1287
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kemampuan pasar modern dalam
pembelian produk hortikultura dalam jumlah besar dan kemampuan untuk
penekanan kepada penjual di pasar induk sebagai penyedia produk hortikultura
sehingga adanya pemberian pengaruh terhadap pembentukan harga, menyebabkan
struktur pasar pada tingkatan terakhir sebelum sampai ke tangan konsumen
cenderung bersifat oligopsoni. Kecenderungan struktur pasar yang cenderung
oligopsoni tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak-pihak lain yang terlibat
dalam distribusi komoditas ini. Akan tetapi, jika melihat regulasi yang ada
mengenai persaingan sehat, kondisi struktur pasar yang terjadi di dalam distribusi
hortikultura masih belum melanggar hukum. Regulasi mengenai Oligopsoni
secara khusus terdapat pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bagian ketujuh mengenai
oligopsoni Pasal 13.
87 Ibid, h 12
55
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa
dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, praktek monopsoni belum memiliki aturan yang
detail mengenai mekanisme seperti apa yang sudah tergolong praktek monopsoni.
Regulasi tersebut menyebutkan bahwa suatu kelompok pelaku usaha yang patut
diduga melakukan praktek oligopsoni adalah dua atau tiga pelaku usaha yang
menguasai 75% pangsa pasar atas satu jenis barang atau jasa tertentu atau menjadi
pelaku usaha dominan. Namun, menurut Wihana Kirana Jaya dalam tulisannya
suatu usaha oligopsoni dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu:
oligopsoni longgar dan oligopsoni ketat.88
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan masalah yang ada, tujuan yang ingin dicapai, dan hasil
pembahasan yang telah dilakukan. Maka dari penelitian ini dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Efisiensi pemasaran darri komoditas hortikultura di indonesia masih
memiliki efisiensi yang rendah. Distribusi produk hortikultra memiliki
margin pemasaran yang tinggi dan transmisi harga yang rendah. Panjangnya
jalur distribusi komoditas menjadi salah satu penyebab rendahnya efisiensi.
Margin pemasaran terbesar dari distribusi komoditas hortikultura didapatkan
oleh pasar modern. Pasar modern mengambil margin dengan alasan biaya
untuk sorting, packaging, dan transportasi. Biaya tersebut didapatkan juga
dengan membebankannya kepada konsumen sehingga harga komoditas
hortikultura di pasar modern jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat-
tingkat distribusi di bawahnya. Transmisi harga tertinggi berada pada petani
88 Wihana Kirana Jaya, Ekonomi Industri, (Yogyakarta: UGM), h.7 Oligopsoni longgar merupakan usaha dari 4 (empat) atau kurang pelaku usaha yang menguasai 40% atau kurang dari pangsa pasar. Praktek usaha dalam bentuk oligopsoni longgar tergolong suatu usaha yang masih sehat dikarenakan kemungkinan penetapan harga diantara pelaku usaha tersebut relatif sulit. Sulit terjadinya pembentukan harga larangan atas suatu struktur pasar seperti ini tidak diperlukan. Perbedaan antara oligopsoni longgar dengan oligopsoni ketat terletak pada besaran pangsa pasar pada oligopsoni ketat adalah sebesar 60% hingga 100% sehingga memungkinkan terjadinya penetapan harga.
56
bawang putih dan tomat sedangkan semangka memiliki transmisi harga
terendah
2. Struktur pasar yang terbentuk di distribusi komoditas hortikultura berbeda-
beda pada tiap tingkatannya. Pada tingkat distribusi penjualan produk
hortikultura dari petani ke pengumpul atau tengkulak struktur pasar yang
terbentuk adalah monopsoni. Tingkatan selanjutnya yaitu penyaluran
produk hortikultura dari pengumpul ke pedagang pasar induk adalah pasar
persaingan sempurna dikarenakan banyaknya pembeli di pasar induk kramat
jati dan harga yang terbentuk berdasarkan harga pasar. Selanjutnya adalah
pembelian yang dilakukan oleh pasar modern yang cenderung memiliki
struktur pasar yang berbentuk oligopsoni.
3. Dalam distribusi komoditas hortikultura pihak yang paling dirugikan adalah
petani. Angka transmisi harga yang menggambarkan bagian yang diterima
petani dibandingkan harga jual kepada konsumen masih dibawah 50%. Bila
dibandingkan dengan total transaksi yang terjadi pada komoditas
hortikultura, petani hanya mendapatkan bagian kurang dari 20%. Pasar
modern mendapatkan keuntungan paling besar dari total transaksi yang
terjadi pada distribusi komoditas ini. Keuntungan yang didapatkan oleh
pasar modern pada komoditas ini berkisar diatas 65% hingga 71%. Pelaku
distribusi selanjutnya yang mendapatkan keuntungan lebih besar
dibandingkan pelaku distribusi lainnya adalah pengumpul atau tengkulak.
Tengkulak mendapatkan keuntungan besar dikarenakan dihadapkan kepada
struktur pasar monopsoni dimana dia menjadi pembeli tunggal diantara
banyak petani.
4. Nilai tukar petani hortikultura pada komoditas di dalam penelitian ini
memiliki angka sebesar 98.81 hingga 104.05 dimana yang terbesar dimiliki
oleh petani bawang merah dan yang terendah adalah petani semangka.
Angka tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai tukar petani di Jawa tengah
sebagai tempat penelitian sebesar 100.87. Angkat nilai tukar petani tersebut
menggambarkan bahwa kesejahteraan petani pada komoditas-komoditas
tersebut masih rendah.
5. Distribusi hortikultura yang dilakukan oleh pasar modern memiliki
kecenderungan terjadinya fenomena oligopsoni dimana hanya ada beberapa
perusahaan yang menguasai pembelian dan penjual komoditas ini. Pangsa
pasar yang dikuasai oleh pasar modern dalam penyaluran komoditas
hortikultura adalah sebesar 38.1% dimana Carrefour memegang pangsa
pasar terbesar dengan 38.18%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kurangnya pengaturan dan
pengawasan pemerintah dalam distribusi hasil hortikultura menyebabkan adanya
keuntungan sepihak yang didapatkan pihak-pihak tertentu, oleh karena itu:
1. Seyogyanya pemerintah melakukan kebijakan harga atap dan harga dasar
pada komoditas hortikultura seperti yang dilakukan pada bahan-bahan
pokok untuk melindungi petani dan juga konsumen.
57
2. Pemerintah diharapkan melakukan pengaturan dan pengawasan atas
kegiatan distribusi komoditas hortikultura. Proses distribusi saat ini
cenderung merugikan petani dengan pembelian dengan harga yang rendah
serta konsumen yang dibebankan dengan harga yang tinggi. Sebaiknya
pemerintah mendorong usaha koperasi untuk terus berkembang di desa-desa.
Koperasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi tempat penjualan hasil-
hasil produksi petani agar petani tidak dirugikan dengan menjual hasil
produksinya kepada tengkulak.
3. Pemerintah sebaiknya melakukan pengawasan dan penegakan yang lebih
tegas atas praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Penegakan pertama
yang harus dilakukan pemerintah adalah meminta transparansi dari
perusahaan-perusahaan pasar modern yang terlibat dalam distribusi
hortikultura agar dapat dinilai secara pasti kondisi persaingan dari distribusi
hortikultura ini. Pemberian kekuasaan dalam pengawasan dan penegakan
yang lebih besar kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
agar persaingan usaha dalam distribusi hortikultura dapat tetap terjaga sehat
sehingga tidak ada pihak yang terlalu diuntungkan ataupun dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, J.C. 1990. Agricultural Marketing Enterprises : For the Developing
World. (Great Britain: Cambridge University Press)
Abbott P, Wu C, Tarp F. 2011. Transmission of World Prices to the Domestic
Market in Vietnam. (USA: Purdue University)
Adnyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut
Kariyasa. 1997. Marketing Infrastructure for the Promotion of Non-
traditional Agriculture Production and Export in Indonesia. Center for
Agro Socio-economic Research.
Batubara, Shanty Rosdiana. 2009.Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT
Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Bernstein, Henry. 2010. Class Dynamics of Agrarian Change. (Canada:
Kumarian Presss)
Block, Steven dan C. Peter Zimmer. 1994.Agriculture and Economic Growth:
Conceptual issues and Kenyan Experience (Development Discussion
Paper No 498 November 1994)
[BPS] Data Suskenas 2004 – 2011. BPS.go.id [diakses pada 20 November
2012]
[BPS] Direktori Perusahaan Perdagangan Eceran, Hasil Sensus Ekonomi 2006
[BPS] Harga Produsen Pertanian sub-sektor Tanaman Pangan, Hortikultura,
dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2012 [diakses pada 14 Maret 2013]
[BPS] Tabel Produksi Sayuran Indonesia 2012. BPS.go.id [diakses pada
tanggal 20 November 2012]
Caporasso, J. A. dan David P.L. 2008. Teori-teori EkonomiPolitik.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
58
Conforti, P. 2004. Price Transmission in Selected Agricultural Markets.FAO
Commodity and Trade Policy Research Working Paper no. 7. Roma:
FAO Information Divition
Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers:
What are the implications for consumers? (European Union: Consumer
International)
Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Teori, Kritik,
dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. (Bogor: IPB
Press).
[Deptan] Data Volume Ekspor Komoditas Hortikultura 2007-2011.
Deptan.go.id [diakses pada tanggal 22 November 2012]
Ellis, Frank. Agricultural Policies in Developing Countries, (Cambridge
University Press)
Ferguson, P.R. 1988. Industrial Economics: Issues and Perspective. (London: