ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN DISLIPIDEMIA PADA KARYAWAN PRIA HEAD OFFICE PT.X, CAKUNG, JAKARTA TIMUR TAHUN 2013 Nurul Dina Rahmawati, Ratu Ayu Dewi Sartika Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Kejadian dislipidemia di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun, tak terkecuali pada karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia. Penelitian yang dilakukan pada sebuah perusahaan alat berat di Cakung, Jakarta Timur ini menggunakan desain studi cross sectional dan metode simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang pria berusia 25-55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80,6% responden mengalami dislipidemia. Terdapat hubungan bermakna antara asupan karbohidrat (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), usia (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), IMT (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9 ), lingkar pinggang (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), dan hipertensi (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) terhadap kejadian dislipidemia. Asupan karbohidrat merupakan faktor risiko paling dominan setelah dikrontrol oleh variabel usia, IMT, lingkar pinggang dan hipertensi. Diperlukan sosialisasi mengenai PUGS secara lengkap, program kompetisi olah raga yang menarik, dan penyediaan alat pengukur berat badan, tinggi badan serta lingkar pingang yang memadai dari divisi kesehatan perusahaan. Kata Kunci : Dislipidemia; faktor risiko; karyawan; pria. Abstract Dyslipidemia is a public health problem in Indonesia which prevalence is increasing every year, including in workers. The objective of this study was to identify risk factors associated with dyslipidemia. This study was conducted a heavy equipment company located in Cakung, East Jakarta using cross sectional design and simple random sampling method with 93 men aged 25-55 years old. The result showed that 80,6% of respondents are having dyslipidemia. There were significant associations between carbohydrate intake (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), age (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), Body Mass Index (BMI) (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9), waist circumference (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), and hypertension (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) with dyslipidemia in which carbohydrate intake was the most dominant risk factors after adjustment of multiple confounders. Comprehensive general direction of balanced nutrition (PUGS)’s elucidations, attractive sport competition, and equipping weight scale, stadiometer, and waist circumference tape are needed to done by health division of the company. Keywords : Dyslipidemia; risk factors; workers; men Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
17
Embed
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN DISLIPIDEMIA PADA KARYAWAN PRIA HEAD OFFICE PT.X,
CAKUNG, JAKARTA TIMUR TAHUN 2013
Nurul Dina Rahmawati, Ratu Ayu Dewi Sartika Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Abstrak
Kejadian dislipidemia di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun, tak terkecuali pada karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia. Penelitian yang dilakukan pada sebuah perusahaan alat berat di Cakung, Jakarta Timur ini menggunakan desain studi cross sectional dan metode simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang pria berusia 25-55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80,6% responden mengalami dislipidemia. Terdapat hubungan bermakna antara asupan karbohidrat (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), usia (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), IMT (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9 ), lingkar pinggang (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), dan hipertensi (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) terhadap kejadian dislipidemia. Asupan karbohidrat merupakan faktor risiko paling dominan setelah dikrontrol oleh variabel usia, IMT, lingkar pinggang dan hipertensi. Diperlukan sosialisasi mengenai PUGS secara lengkap, program kompetisi olah raga yang menarik, dan penyediaan alat pengukur berat badan, tinggi badan serta lingkar pingang yang memadai dari divisi kesehatan perusahaan.
Kata Kunci : Dislipidemia; faktor risiko; karyawan; pria.
Abstract
Dyslipidemia is a public health problem in Indonesia which prevalence is increasing every year, including in workers. The objective of this study was to identify risk factors associated with dyslipidemia. This study was conducted a heavy equipment company located in Cakung, East Jakarta using cross sectional design and simple random sampling method with 93 men aged 25-55 years old. The result showed that 80,6% of respondents are having dyslipidemia. There were significant associations between carbohydrate intake (OR=10,8 95% CI 1,2-95,4), age (OR=1,7 95% CI 0,5-5,6), Body Mass Index (BMI) (OR=3,9 95% CI 0,7-21,9), waist circumference (OR=2,3 95% CI 0,6-8,4), and hypertension (OR=1,5 95% CI 0,4-6,7) with dyslipidemia in which carbohydrate intake was the most dominant risk factors after adjustment of multiple confounders. Comprehensive general direction of balanced nutrition (PUGS)’s elucidations, attractive sport competition, and equipping weight scale, stadiometer, and waist circumference tape are needed to done by health division of the company.
Keywords : Dyslipidemia; risk factors; workers; men
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Pendahuluan
Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia menyebabkan penyakit tidak
menular, khususnya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) meningkat
secara drastis di saat penyakit menular masih menjadi penyebab kematian yang belum
tuntas tertangani. Sebagai dasar dari terjadinya penyakit kardiovaskuler, aterosklerosis
telah lama menjadi sorotan dengan dislipidemia sebagai salah satu faktor risiko utamanya.
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak (lipid) yang ditandai peningkatan
kadar kolesterol total (≥200 mg/dl), kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) (≥130
mg/dl), trigliserida (TG) (≥150 mg/dl), atau penurunan kadar kolesterol High Density
Lipoprotein (HDL) (<40 mg/dl) (Rahmawansa, 2009). Sebagai salah satu komponen dari
trias sindrom metabolik selain hipertensi dan diabetes mellitus, dislipidemia merupakan
salah satu faktor utama terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan munculnya penyakit
jantung koroner (PJK), stroke, dan penyakit vaskuler perifer yang tergabung dalam
penyakit kardiovaksular (PKV).
Dislipidemia merupakan masalah kesehatan yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Di Amerika, lebih dari 34 juta orang dewasanya memiliki kadar kolesterol darah yang
tinggi (AHA, 2007). Di Turki, sebanyak 50,9% penduduknya memiliki kadar kolesterol
HDL yang rendah (<40 mg/dl) (Cetin, 2010). Di sisi lain, penelitian di Beijing, China,
tahun 2006 menunjukkan sebanyak 56% populasi berusia di atas 45 tahun mengalami
dislipidemia (Wang, 2011). Di Asia, penduduk Melayu tercatat memiliki prevalensi kadar
kolesterol total tertinggi (35,6%) dibandingkan dengan negara lainnya seperti India
(24,4%) dan diikuti oleh China (23,9%) (Adam, 2004). Di Indonesia sendiri, berdasarkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi dislipidemia mencapai
14% dari populasi berusia di atas 25 tahun.
Di kota Jakarta, prevalensi dislipidemia selalu meningkat dari waktu ke waktu.
Apabila dipakai batas kadar kolesterol ≥250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia,
dapat dilihat terjadinya peningkatan prevalensi hiperkolesterolemia pada MONICA I
(1988) dan MONICA II (1993) dari sebanyak 13,4% menjadi 16,2% pada wanita dan
11,4% menjadi 14% untuk pria (Subekti, 2005). Dari laporan hasil penelitian MONICA di
Jakarta tahun 2002, diperoleh hiperkolesterolemia >250 mg/dl (27.7%), ≥200 mg/dl
Dislipidemia yang merupakan bagian dari sindroma metabolik (obesitas sentral,
kelainan metabolisme lemak, intoleransi insulin/diabetes mellitus, dan hipertensi) ini
adalah salah satu faktor risiko utama timbulnya aterosklerosis (pembentukan plak dan
pengerasan pembuluh darah) yang berujung pada terjadinya infark miokardium ataupun
infark serebral yang mampu menyebabkan kematian.
Seiring dengan berjalannya waktu, prevalensi dislipidemia semakin meningkat di
berbagai tempat, baik di negara maju, maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan dari prevalensi dislipidemia
di Indonesia dan angka ini umumnya didominasi oleh para pekerja.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa prevalensi dislipidemia pada PT.X mencapai
angka yang mengkhawatirkan, yakni sebesar 80,6%. Angka ini jauh lebih tinggi
dibandingkan prevalensi nasional sebesar 14% dan beberapa perusahaan lain di kawasan
industri tersebut, yakni sebesar 21,1% pada perusahaan konstruksi, 22,6% pada perusahaan
kimia, 20% pada perusahaan suku cadang (Zakiyah, 2008). Proporsi ini juga lebih besar
dibandingkan hasil penelitian Sartika (2007) yang dilakukan di perusahaan tambang di
Kalimantan Timur, dimana prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 65,2% dan lebih kecil
dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Hastiti (2013) pada perusahaan tambang batu
bara di Kalimantan Selatan dan Sunardjo (2007) pada karyawan perkantoran perusahaan
perminyakan di Jakarta yang masing-masing mencapai 83,2% dan 89,5%. Meskipun
demikian, angka ini menunjukkan bahwa kejadian dislipidemia di PT.X sangat tinggi dan
ke depannya akan memberikan dampak negatif jika tidak segera di atasi.
Terdapat beberapa faktor risiko dalam penelitian ini yang berkaitan dengan
kejadian dislipidemia, di antaranya adalah asupan karbohidrat, usia, Indeks Massa Tubuh
(IMT), lingkar pinggang, dan hipertensi.
Pada penelitian ini, asupan karbohidrat merupakan faktor risiko yang paling
dominan menyebabkan kejadian dislipidemia. Berdasarkan nilai OR yang dihasilkan dari
uji multivariat, dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki asupan karbohidrat
berlebih, akan berisiko 10,782 kali lipat lebih besar menderita dislipidemia dibandingkan
responden yang memiliki asupan karbohidrat cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Song et al. (2012) bahwa konsumsi asupan karbohidrat yang tidak
seimbang (berlebih) seperti nasi putih dapat meningkatkan prevalensi hipertrigliseridemia
sebesar 58% dan rendahnya kadar HDL sebesar 43%. Volek, et al (2008) menjelaskan
secara terperinci mekanisme asupan karbohidrat yang dapat meningkatkan kadar
trigliserida. Dalam penelitiannya, disebutkan bahwa asupan karbohidrat berlebih dapat
meningkatkan lipogenesis di hati. Tingginya asupan karbohidrat menyebabkan
berkurangnya/ tergantikannya asupan lemak, meskipun asupan kalori sama besar. Hal ini
menstimulasi proses “de novo lipogenesis” (DNL) atau pembentukan asam lemak secara
endogen yang secara langsung dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menganggu
proses pembersihannya dari dalam tubuh.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Selain asupan karbohidrat, faktor risiko lain yang dinyatakan berhubungan
signifikan dengan kejadian dislipidemia adalah usia. Pada penelitian ini, responden yang
mengalami kejadian dislipidemia memiliki rata-rata usia yang lebih tua dibanding
responden yang tidak mengalami dislipidemia. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa prevalensi dislipidemia semakin
meningkat seiring dengan semakin tingginya usia seseorang (Estari et al. dan Gupta et al.
(2009); Liu et al. (2010). Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia, kemampuan tubuh
untuk memetabolisme lemak akan semakin berkurang karena adanya perubahan pada
sekresi hormon adiponektin. Di bawah usia 50 tahun, prevalensi dislipidemia lebih banyak
dialami oleh pria, namun di atas 50 tahun, prevalensi dislipidemia pada wanita justru lebih
tinggi. Hal ini disebabkan sebelum masa menopause, hormon esterogen optimal mengatur
keseimbangan kolesterol dan profil lipid darah lainnya, namun setelah melalui masa
menopause, kadar hormon esterogen yang berkurang menyebabkan peningkatan profil
lipid (Soeharto, 2004).
Berdasarkan penelitian ini, faktor risiko lain yang behubungan dengan kejadian
dislipidemia adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan analisis multivariat,
responden yang dinyatakan gemuk berdasarkan IMT memiliki risiko 3,98 kali lipat lebih
besar untuk menderita dislipidemia dibandingkan responden yang memiliki IMT normal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya oleh yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara IMT dan kejadian dislipidemia (Sartika, 2007;
Sunardjo, 2007; Namanda, 2012; Hastiti, 2013). Tingginya IMT dinyatakan berhubungan
erat dengan abnormalitas fraksi lipid dalam darah dan mengganggu tolerasi insulin
(Jellinger, et al., 2012).
Pada hasil penelitian ini, lingkar pinggang juga dinyatakan memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian dislipidemia. Responden yang memiliki lingkar pinggang
≥90 cm (obesitas sentral) dinyatakan berisiko 2,3 kali lipat lebih besar menderita
dislipidemia dibanding mereka yang memiliki lingkar pinggang <90 cm. Secara teori,
peningkatan lemak abdominal berhubungan dengan hipertrigliseridemia, penurunan
kolesterol HDL, dan memperkecil partikel kolesterol LDL. Penumpukan sel lemak pada
bagian abdominal dapat meningkatkan sekresi adipokin dan trigliserida yang kaya akan
partikel VLDL secara berlebihan. Hal ini diikuti dengan peningkatan penyerapan asam
lemak bebas oleh hati dan menstimulasi sekresi apo B-100 dan meningkatkan partikelnya
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
dalam darah sehingga menyebabkan hipertrigliserida. Mekanisme ini khas terjadi pada
kondisi dislipidemia (Nyomtham et al, 2012; Carr, Molly C. dan John D. Brunzell, 2004).
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian dislipidemia pada penelitian
ini adalah hipertensi. Sebanyak 88,9% responden yang menderita hipertensi mengalami
dislipidemia, sedangkan pada mereka yang tidak menderita hipertensi, kejadian
dislipidemia hanya dialami oleh 77,3% di antaranya. Tingginya proporsi orang yang
menderita hipertensi dan dislipidemia sekaligus merupakan indikasi dari meningkatnya
kejadian sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler,
seperti penyakit jantung koroner (CVD), stroke dan penyakit arteri koroner (CAD)
(Jellinger et al, 2012). Hasil uji multivariat menyatakan bahwa responden yang menderita
hipertensi berisiko 1,53 kali lipat lebih besar untuk menderita dislipidemia dibandingkan
yang tidak. Dalam beberapa studi cross sectional disebutkan bahwa pada penderita
dislipidemia, abnormalitas lipid dapat menyebabkan kerusakan endotel dan mengganggu
aktivitas vasomotor secara fisiologis sehingga mampu meningkatkan tekanan darah
(Halperin et al, 2005).
Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan
protein, lemak dan serat, stres kerja, riwayat penyakit keluarga, kebiasaan merokok, dan
aktivitas fisik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Delavar, et al. (2011) dinyatakan bahwa
asupan protein hewani, terutama daging merah memiliki hubungan postitif dengan
kejadian dislipidemia dan asupan protein nabati menunjukkan hasil yang sebaliknya.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Delavar, et al (2011)
mungkin disebabkan pada penelitian ini tidak dilakukannya pembagian asupan protein
secara spesifik yakni dari protein total menjadi protein nabati dan hewani (daging merah
dan daging putih) seperti yang dilakukan pada penelitian tersebut. Hal serupa juga
mungkin yang terjadi pada asupan lemak di mana pada penelitian ini, tidak dilakukan
pembedaaan spesifik asupan lemak menjadi asam lemak jenuh, tidak jenuh tunggal dan
ganda. Berdasarkan penelitian serupa sebelumnya, serat diketahui memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian dislipidemia. Serat, dalam hal ini asupan serat pangan larut air
diketahui dapat membantu menurunkan kadar kolesterol LDL sebanyak 6-15% meskipun
tidak banyak penelitian yang konsisten menunjukkan pengaruhnya terhadap perubahan
kadar kolesterol HDL dan trigliserida. Dengan pemberian 8,4 gr serat larut air/hari
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
didapatkan penurunan kadar kolesterol total sebesar 5,59%. Hal ini dikarenakan serat
mampu menarik cairan asam empedu keluar melalui feses dan mengurangi penumpukan
kolesterol di hati, mempengaruhi aktivitas enzim yang mengatur homeostasis kolesterol,
meningkatkan pembersihan kolesterol, dan mampu mengurangi indeks glikemik makanan
sehingga mengurangi kejadian dislipidemia (Papathanasopoulos, Athanasios dan Michael
Camilleri, 2010; Supari dan Rachman, 2002). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan desain penelitian yang digunakan pada masing-masing
penelitian, di mana penelitian sebelumnya menggunakan desain studi eksperimental
Secara teori, stres dapat memicu terjadinya dislipidemia melalui mekanisme
perubahan jumlah hormon kortisol yang dihasilkan. Dalam keadaan stres, kelenjar
hipotalamus bekerja dengan melepaskan lebih banyak hormon kortisol yang bertugas untuk
meningkatkan ketersediaan bahan bakar metabolik dan bahan-bahan pembangun untuk
membantu mengatasi stres, yakni dengan merangsang gukoneogenesis, penguraian protein
dan lipolisis sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula, asam amino dan asam lemak
bebas dalam darah. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus (stres kronis) tubuh akan
kesulitan membersihkan kelebihan bahan bakar metabolik tersebut sehingga memicu
terjadinya diabetes mellitus dan dislipidemia (Sherwood, 2001; Chandola et al, 2008).
Dalam penelitian ini bahkan menunjukkan bahwa proporsi kejadian dislipidemia
lebih banyak terjadi pada kelompok responden dengan stres kerja ringan dibanding stres
kerja berat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor risiko lain yang lebih kuat
yang mempengaruhi hubungan antara stres kerja dan kejadian dislipidemia ini, misalnya
faktor usia. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar responden yang
memiliki stres kerja ringan adalah mereka yang telah bekerja di perusahaan selama
puluhan tahun dan telah mengenal ritme pekerjaan perusahaan sehingga mampu
mengendalikan tingkat stres akibat pekerjaan. Dengan demikian, kelompok yang memiliki
tingkat stres ringan adalah mereka yang telah berusia lebih tua. Hal sebaliknya ditemukan
pada kelompok yang memiliki stres kerja berat, di mana mereka adalah karyawan yang
baru bekerja dalam beberapa tahun terakhir dan mudah terbawa tingginya tuntutan
perusahaan. Hal ini terbukti dengan hasil perhitungan rata-rata skor stres yang diperoleh
pada kelompok usia ≤35 tahun lebih tinggi (skor 36,3) dibanding kelompok usia >35 tahun
(skor 34,9).
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Kebiasaan merokok, pada penelitian ini juga tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian dislipidemia. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor
lain yang lebih kuat berhubungan dengan kejadian dislipidemia, yakni kejadian hipertensi
yang ditemukan bersamaan dengan kebiasaan merokok berat yang kronis. Pada sebuah
penelitian, didapatkan bahwa perubahan profil lipid terbesar terjadi pada kelompok yang
memiliki kebiasaan merokok berat yang kronis sekaligus mengalami hipertensi, dibuktikan
dengan rata-rata kadar kolesterol total pada kelompok dengan kebiasaan merokok dan
hipertensi yang lebih tinggi (244,50±19,59 mg/dl) dibandingkan kelompok perokok berat
yang kronis saja (225,20±18,1 mg/dl) (Jeeyar, Hemalatha, dan Wilma DS., 2011).
Dalam penelitian ini juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat
penyakit keluarga dengan kejadian dislipdemia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya perubahan gaya hidup seperti pola makan seimbang serta aktivitas fisik teratur
yang dilakukan oleh sebagian besar responden yang telah menyadari bahwa dirinya
memiliki riwayat penyakit keluarga sehingga kejadian dislipidemia pada kelompok
tersebut dapat ditekan.
Penelitian oleh Kokkinos (2010) menyatakan bahwa kelompok responden yang
teratur berolah raga dan aktif secara fisik memiliki kadar HDL yang lebih tinggi dibanding
kelompok lainnya yang memiliki gaya hidup sedenter. Perbedaan hasil temuan ini mungkin
disebabkan perbedaan variasi data respoden yang diteliti dimana pada penelitian Kokkinos
(2010), pembagian kelompok responden dilakukan secara ekstrem, yakni kelompok
pertama terdiri dari responden dengan gaya hidup sedenter, sedangkan kelompok kedua
terdiri dari pada atlet pelari jarak jauh dan pemain ski lintas negara. Variasi aktivitas dan
latihan fisik yang dilakukan pada kedua kelompok dalam penelitian Kokkinos ini sangat
berbeda dengan variasi yang ada pada responden penelitian ini yang seluruhnya merupakan
karyawan tetap perusahaan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 80,6% karyawan menderita dislipidemia
dan didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, asupan karbohidrat, IMT, lingkar
pinggang, dan hipertensi dengan kejadian dislipidemia, dengan asupan karbohidrat sebagai
faktor risiko yang paling dominan setelah dikontrol oleh variabel-variabel lain tersebut.
Dengan OR sebesar 10,8, berarti karyawan yang memiliki asupan karbohidrat berlebih
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
berisiko 10,8 kali menderita kejadian dislipidemia dibandingkan karyawan yang cukup
mengonsumsi karbohidrat.
Saran
Diperlukan adanya perhitungan besar kalori dan komposisi asupan zat gizi, khususnya
karbohidrat, untuk disampaikan pada pihak catering, penyediaan alat-alat ukur berat badan,
tinggi badan, dan lingkar pinggang yang memadai, adanya program kompetisi olah raga
dengan hadiah menarik, serta dilakukannya sosialisasi mengenai Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS) kepada seluruh karyawan secara komprehensif dan sesuai dengan
kondisi perusahaan.
Kepustakaan
Adam, MF. John, Sidartawan Soegono, Gatut Semiardji dan Herman Adriansyah. (2004). Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Dislipidemia. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB. PERKENI).
Anonim. (2010). Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi dan Penelitian Rumah Sakit Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Carr, Molly C. dan John D. Brunzell. (2004). Abdominal Obesity and Dyslipidemia in the Metabolic Syndrome: Importance of Type 2 Diabetes and Familial Combined Hyperlipidemia in Coronary Artery Disease Risk. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 89 (6):2601–2607.
Cetin, Ilhan, Beytullah Y., Semsettin S., Idris S., Ilker E. (2010). Serum Lipid and Lipoprotein Levels, Dyslipidemia Prevalence, and the Factors that Influence these Parameters in A Turkish Population Living In The Province of Tokat. Tubitak: Turk J Med Sci, 40 (5): 771-782.
Chandola, et al. (2008). Work Stress and Coronary Heart Disease: What are the Mechanisms?. European Heart Journal :1-9.
Delavar, MA., Lye MS., Hassan, Khor GL., dan Hanachi, P. (2011). Physical Activity, Nutrition, and Dyslipidemia in Middle-Aged Women. Iranian J Publ Health, 40 (4): 89-98.
Estari, M., et al. (2009). The Investigation of Serum Lipids and Prevalence of Dyslipidemia in Urban Adult Population of Warangal District Andhra Pradesh, India. Biology and Medicine, 1 (2) : 61-65.
Gupta, Rajeev. (2009). Younger Age of Escalation of Cardiovascular Risk Factors in Asian Indian Subjects. BMC Cardiovasc Disord.; 9: 28.
Halperin, Howard D. Sesso, Jing Ma, Julie E. Buring, Meir J. Stampfer dan J. Michael Gaziano. (2005). Dyslipidemia and the Risk of Incident Hipetension in Men. Hypertension: Journal of American Heart Association. Available online at http://hyper.ahajournals.org/content/47/1/45 diakses tanggal 14 Maret 2013 pukul 14.20.
Hastiti, Laksita Ri. (2013). Pajanan PM2,5 dan Gangguan Fungsi Paru serta Kadar Profil Lipid Darah (HDL, LDL, Kolesterol Total, Trigliserida) pada Karyawan PT X,
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
Kalimantan Selatan Tahun 2012. S.KM (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Jeeyar, Hemalatha, dan Wilma Delphine Silvia. (2011). Evaluation of Effect of Smoking and Hypertension on Serum Lipid Profile and Oxidative Stress. Asian Pacific Journal of Tropical Disease: 289-291.
Jellinger, Paus S., et al. (2012). American Association of Clinical Endocrinologists’ (AACE) Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention of Atherosclerosis. Endocrine Practice Vol 18 (Suppl 1) 20-25.
Kokkinos, Peter. (2010). Physical Activity and Cardiovascular Disease Prevention. Massacusetts : John and Bartlett Publishers.
Liu, et al. (2010). The Characteristics of Dyslipidemia Patients with Different Durations in Beijing: A Cross-Sectional Study. Lipids in Health and Disease, 9:115.
Marcondes, Fernanda Klein., et al. (2012). Dyslipidemia Induced by Stress. Intech: Dyslipidemia from Prevention to Treatment Roya Kelishadi, Chapter 18 : 367-390
Masulli, Maria dan Olga Vaccaro. (2006). Association between Cigarette Smoking and Metabolic Syndrome. Diabetes Care, Volume 29, Number 2 : 482
National Academy on an Aging Society. Workers and Chronic Conditions, Opportunities to Improves Productivity. (2000). Washington DC.
Niyomtham, et al. (2012). Abdominal Obesity, Hypertension, Hyperglycemia and Dyslipidemia in Rural Thai People. Asia J Public Health; 3(1):3-8.
Papathanasopoulos, Athanasios dan Michael Camilleri. (2010). Dietary Fiber Supplements: Effects in Obesity and Metabolic Syndrome and Relationship to Gastrointestinal Functions. National Institues of Health, Rochester: Gastroenterology 138 (1): 65–72.
Rahmawansa S. Sany. (2009). Dislipidemia sebagai Risiko Utama Penyakit Jantung Koroner (PJK). Cermin Dunia Kedokteran (CDK) 169, 36 (3) : 181-184.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. (2007). Pengaruh Asam Lemak Trans terhadap Profil Lipid Darah. Dr (Disertasi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soeharto, Iman. (2004). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol Edisi Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Song, Su Jin, Jung Eun Lee, Hee-Young Paik, Min Sun Park dan Yoon Ju Song. (2012). Dietary Patterns Based on Carbohydrate Nutrition are Associated With the Risk For Diabetes and Dyslipidemia. Nutrition Research and Practice (Nutr Res Pract);6(4):349-356.
Sunardjo, M. Heru. (2007). Prevalensi Dislipidemia dan Sebaran pada Beberapa Faktor Risiko Pekerja Laki-laki Perkantoran di PT. X. Program Studi Kedokteran Kerja : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Supari, Fadilah dan Otte J. Rachman. (2002). Cholesterol- Lowering Effect of “Soluble Fiber” as an Adjunct to “Low Calories Indonesian Diet” in Patients with Hypercholesterolemia. Med J Indonesia, 11 (4) : 4-5.
Tan, XJ., et al. (2008). Relationship between Smoking and Dyslipidemia in Western Chinese Elderly Males. J Clin Lab Anal., 22 (3) :159-63.
The Third National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES III). (1988-1994). Prevalence of High Blood Cholesterol according to Body Mass Index (BMI). US Department of Health and Human Services : Center for Disease Control and Prevention (CDC)
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.
The Third National Health and Nutrition Educational Survey (NHANES III). (1988-1994). Prevalence of High Blood Cholesterol according to Body Mass Index (BMI). US Department of Health and Human Services : Center for Disease Control and Prevention (CDC)
Volek, Jeff S., Maria Luz Fernandez, Richard D. Feinman, dan Stephen D. Phinney. (2008). Dietary Carbohydrate Restriction Induces a Unique Metabolic State Positively Affecting Atherogenic Dyslipidemia Fatty Acid Partitioning, and Metabolic Syndrome. United States. Elsevier : Progress In Lipid Research p.1-12.
Wang, Shuang. (2011). Prevalence and Associated Factors of Dyslipidemia in the Adult Chinese Population. Plos One 6(3).
Xu et al. (2011). Association between Job Stress and Newly Detected Combined Dyslipidemia among Chinese Workers : Findings from the SHISO study. J Occup Health 53: 334-342.
Zakiyah, Dinie. (2008). Faktor-Faktor Risiko yang berhubungan dengan Hipertensi dan Hiperlipidemia sebagai Faktor Risiko PJK diantara Pekerja di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur Tahun 2006. Departemen Epidemiologi. Program Studi Epidemiologi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Analisis faktor..., Nurul Dina Rahmawati, FKM UI, 2013.