1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG MEMENGARUHI ANAK PUTUS SEKOLAH DAN STRATEGI MENGATASINYA 1 Rokhmaniyah, 1 Siti Fatimah, 1 Kartika Chrysti S., 2 Umi Mahmudah 1) UNS FKIP PGSD Kebumen 2) IAIN Pekalongan E-mail: [email protected]Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anak putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Kebumen tahun 2020, 2) mendeskripsikan faktor yang paling dominan, 3) menganalisis dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah, 4) menemukan strategi untuk menekan anak putus sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan model desain sequential exploratory. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 144 siswa putus sekolah yang tersebar di 7 kecamatan yaitu kec. Kebumen, kec. Karangsambung, kec. Karanggayam, kec. Puring, kec. Rowokele, kec. Sempor, dan kec. Buayan. Instrumen pengambilan data terdiri dari lembar angket, lembar observasi, lembar wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian terdiri dari dua tahap: pertama penelitian kualitatif terdiri dari data collection, data reduction, data display, and conclusions. Kedua, penelitian kuantitatif menggunakan teknik analisis Fuzzy Structural Equation Modelling (FSEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus sekolah di Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya kemampuan anak dalam berpikir; keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi; 2) Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi; 3) Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan keluarga yang rendah, memperbanyak pengangguran, meresahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang berwawasan, mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan sektor ekonomi; 4) Strategi untuk menanggulangi anak putus sekolah adalah menambahkan tempat dan pengelola pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penyelenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pembiayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran, menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan keterlibatan orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan anak. Kata kunci: faktor ekonomi, faktor nonekonomi, anak putus sekolah, strategi mengatasi anak putus sekolah
17
Embed
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anak
putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Kebumen tahun 2020, 2) mendeskripsikan faktor yang paling dominan, 3) menganalisis dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah, 4) menemukan strategi untuk menekan anak putus
sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan model desain sequential exploratory. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 144 siswa putus sekolah yang tersebar di 7 kecamatan yaitu kec. Kebumen, kec. Karangsambung, kec. Karanggayam, kec. Puring, kec. Rowokele, kec. Sempor, dan kec. Buayan. Instrumen pengambilan data terdiri dari
lembar angket, lembar observasi, lembar wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian terdiri dari dua tahap: pertama penelitian kualitatif terdiri dari data collection, data reduction, data display, and conclusions. Kedua, penelitian kuantitatif menggunakan teknik analisis Fuzzy Structural Equation Modelling (FSEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus
sekolah di Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya kemampuan anak dalam berpikir; keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi; 2) Faktor
yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi; 3) Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah
kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan keluarga yang rendah, memperbanyak pengangguran, meresahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang berwawasan,
mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan sektor ekonomi; 4) Strategi untuk menanggulangi anak putus sekolah adalah menambahkan tempat dan pengelola
pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penyelenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif
mencegah/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pembiayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran, menerbitkan peraturan desa
tentang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil, sistem zonasi
penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan keterlibatan orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan anak.
Kata kunci: faktor ekonomi, faktor nonekonomi, anak putus sekolah, strategi mengatasi
M4 <--- Masyarakat 1,141 0,123 9,271 0,000 Signifikan
Berdasarkan nilai p-value maka dapat dikatakan semua nilai estimates
dari regression weights adalah signifikan secara statistika karena p-value lebih kecil dari 0,05. Tabel 3 menunjukkan output AMOS yang mengilusitrasikan covariances antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3. Covariances Antar Variabel
Estimate S.E. C.R. p-value Keterangan
Ekonomi <--> Keluarga 0,079 0,021 3,676 0,000 Signifikan
Keluarga <--> Sekolah 0,034 0,014 2,397 0,017 Signifikan
Ekonomi <--> Sekolah 0,024 0,014 1,754 0,079 Tidak Signifikan
Ekonomi <--> Masyarakat 0,041 0,021 1,933 0,053 Tidak Signifikan
Ekonomi <--> FaktorDiri 0,046 0,029 1,579 0,114 Tidak Signifikan
Keluarga <--> Masyarakat 0,055 0,021 2,584 0,010 Signifikan
Keluarga <--> FaktorDiri 0,109 0,032 3,424 0,000 Signifikan
Sekolah <--> FaktorDiri 0,086 0,026 3,356 0,000 Signifikan
Masyarakat <--> FaktorDiri 0,173 0,039 4,474 0,000 Signifikan
Sekolah <--> Masyarakat 0,090 0,022 4,011 0,000 Signifikan
Tabel 4. Nilai Estimasi dari Korelasi Antar Variabel Penelitian Estimate
Ekonomi <--> Keluarga 0,429
Keluarga <--> Sekolah 0,278
Ekonomi <--> Sekolah 0,181
Ekonomi <--> Masyarakat 0,185
Ekonomi <--> FaktorDiri 0,144
Keluarga <--> Masyarakat 0,271
Keluarga <--> FaktorDiri 0,364
Sekolah <--> FaktorDiri 0,402
Masyarakat <--> FaktorDiri 0,482
Sekolah <--> Masyarakat 0,619
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa antar variabel penelitian yang digunakan memiliki hubungan kausalitas yang positif. Misalkan faktor ekonomi dan keluarga memiliki korelasi sebesar 0,429. Tabel 5 menunjukkan tingkatan
pengaruh dari masing-masing variabel terhadap anak putus sekolah, yang mana disajikan dalam bentuk persentase.
Tabel 5. Tingkatan Pengaruh Masing-Masing Variabel Variabel Tingkat (%)
Ekonomi 58
Faktor Diri 55 Keluarga 51
Masyarakat 50 Sekolah 47
11
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel ekonomi memiliki tingkat
pengaruh yang paling besar terhadap anak putus sekolah, yaitu
sebesar 58%, diikuti oleh variabel faktor diri yaitu sebesar 55% dan
variabel keluarga sebanyak 51%. Kemudian, diikuti oleh variabel masyarakat sebanyak 50%.
Sedangkan variabel sekolah diketahui memiliki pengaruh paling
kecil terhadap anak putus sekolah, yaitu sebesar 47%.
Berdasarkan pada tabel 5, diasumsikan bahwa pengaruh suatu
variabel dikatakan sedang dalam mempengaruhi anak putus sekolah
adalah 50%, maka diasumsikan pengaruh variabel yang bawah angka 50% dikatakan rendah
sedangkan jika di atas 50% maka dikatakan tinggi. Gambar berikut
mengilustrasikan kejadian tersebut.
Gambar 13. Ilustrasi pengaruh masing-masing variabel
menggunakan Fuzzy
Gambar 13 merepre-
sentasikan fungsi pengaruh variabel penelitian terhadap anak putus
sekolah dengan interval 25 sampai 75. Dari gambar di atas juga diketahui ada 3 bagian, yaitu 1)
garis liner yang turun ke bawah dengan range 25 sampai 44
merepresentasikan tingkat rendah, 2) kurva segitiga dengan range
antara 38 sampai 44
menggambarkan tingkat sedang, dan 3) garis liner yang naik ke atas
dengan interval 57 sampai 75 menggambarkan tingkatan yang tinggi. Ilustrasi ini dalam logika
fuzzy dapat didefinisikan melalui fungsi keanggotaan (membership function) sebagai berikut:
𝜇𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ(𝑋) = {
1 𝑋 ≤ 2550 − 𝑋
50 − 2525 ≤ 𝑋 ≤ 50
0 𝑋 ≥ 50
𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔(𝑋) =
{
0 𝑋 ≤ 38𝑋 − 38
50 − 3838 ≤ 𝑋 ≤ 50
63 − 𝑋
63 − 5050 ≤ 𝑋 ≤ 63
𝜇𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖(𝑋) = {
0 𝑋 ≤ 57𝑋 − 57
75 − 3857 ≤ 𝑋 ≤ 75
1 𝑋 ≥ 75
12
Dengan demikian, dapat dibuat
kesimpulan sebagai berikut: a) Faktor ekonomi yang memiliki
tingkat pengaruh di angka 58 dapat dikatakan berada di
kategori pengaruh yang tinggi karena nilai tersebut berada pada kurva segitiga dengan
interval 57 sampai dengan 63. b) Faktor diri yang memiliki tingkat
pengaruh di angka 55 dapat dikatakan berada di kategori pengaruh yang sedang karena
nilai tersebut berada pada daerah kategori sedang.
c) Faktor keluarga yang memiliki tingkat pengaruh di angka 51
dapat dikatakan berada di kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada
pada daerah kategori sedang. d) Faktor masyarakat yang
memiliki tingkat pengaruh di angka 50 dapat dikatakan
berada di kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada pada daerah
kategori sedang.
e) Faktor sekolah yang memiliki
tingkat pengaruh di angka 47 dapat dikatakan berada di
kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada
pada daerah kategori sedang. -
4. Dampak yang terjadi adanya
Anak Putus Sekolah Hasil wawancara dan
observasi terhadap dampak terjadinya anak putus sekolah diantaranya sebagai berikut:
kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak
bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan
keluarga yang rendah, mem- perbanyak pengangguran, mere- sahkan masyarakat, menjadi
generasi yang kurang ber- wawasan, mempengaruhi
kualitas pendidikan, dan mele- mahkan sektor ekonomi Berikut adalah hasil analisis
angket mengenai dampak anak putus sekolah.
Gambar 14. Dampak Adanya Anak Putus Sekolah
40,45%
72,51%
91,20%
68,17%
89,36% 87,90% 86,94%97,50% 93%
83,81%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
13
Berdasarkan gambar 14 dampak dari anak putus sekolah
yang paling besar adalah sebanyak 97,50% responden menyatakan
anak yang putus sekolah sulit diterima prusahaan dan sebanyak
93% menyebutkan bahwa dengan adanya anak putus sekolah mempengaruhi kualitas pendidikan.
Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Owusu-Boateng, dkk
(2015) bahwa beberapa dampak adanya anak putus sekolah adalah siswa atau anak muda yang tidak
memiliki keterampilan dan prestasi akademik karena putus sekolah
menjadi tidak layak untuk mengambil posisi yang menantang di
masyarakat dimana masyarakat menuntut untuk memiliki kepribadian yang terdidik. Bahkan ketika anak
yang putus sekolah dipekerjakan akan mendapatkan gaji yang lebih
sedikit dan akhirnya mempengaruhi perekonomian dan pendapatan.
Owusu-Boateng, dkk (2015) juga menjelaskan bahwa dengan adanya angka putus sekolah yang tinggi
menyebabkan hancurnya masa
depan kaum muda yang cerah. Khususnya bagi anak-anak yang
memiliki kecerdasan tinggi namun terkendala biaya sekolah yang tinggi
menyebabkan anak tersebut kehilangan kesempatan untuk
menjadi anak yang lebih sukses. Kulyawan, dkk (2015) menghasilkan temuan bahwa anak yang putus
sekolah selain merugikan diri sendiri juga merugikan pada orang lain
seperti melakukan pencurian, perkelahian dan pemerasan. Selanjutnya Muamalah (2017)
menghasilkan temuan tentang dampak putus sekolah yaitu akan
memperbanyak pengangguran dan menjadi beban bagi masyarakat dan
sertanya kurangnya wawasan bagi generasi penerus.
5. Strategi Mengatasi Anak Putus Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara selama FGD Strategi
mengatasi anak putus sekolah dapat dilihat pada skema berikut ini.
Gambar 15. Model Strategi Mengatasi/Mencegah Putus Sekolah
Keterangan: Input adalah peserta didik yang yang mau masuk sekolah. Proses; proses pembelajaran yang kondusif/berkualitas dan terkontrol. Output adalah lulusan yang berkualitas dan memiliki minat untuk melanjutkan. Outcome adalah dampat output yaitu siswa diterima di jenjang berikutnya SMP/MTs.
14
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mengurangi anak putus
sekolah: a. Menambahkan tempat dan
pengelola pendidikan non- formal kejar paket A dan B di
lokasi/desa terpencil b. Menambahkan penyeleng-
garaan sekolah inklusi
c. Memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya
untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah/mengatasi
anak putus sekolah. d. Menambahkan subsidi pem-
biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu
e. Subsidi pembiayaan untuk keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya
agar ditambahkan dari jumlah nominal yang
diterimanya. f. Meningkatkan pengawasan
terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran dan dimanfaatkan
untuk kepentingan keber- langsungan mengikuti pendi-
dikan di sekolah. g. Memberikan bimbingan
teknis atau pelatihan kepada orang tua/wali siswa putus sekolah yang tidak mampu
tentang keterampilan untuk kreatif menambahkan peng-
hasilan keluarga melaui pembuatan produk-produk home-industri.
h. Menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9 tahun
sebagai persyaratan perni- kahan. Peraturan wajib
belajar 9 tahun sangat tepat jika diberlakukan sebagai syarat menikah.
i. Sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru
ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil.
Sistem zonasi untuk daerah-daerah tertentu yang
jauh dengan lokasi satuan pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang
SMP/MTs. j. Keterlibatan orang tua dan
masyarakat akan pentingnya pendidikan anak. Pelibatan orang tua dan masyarakat
akan pentingnya pendidikan sangat diperlukan.
Penjelasan di atas sejalan dengan Arifi, dkk (2007) bahwa
untuk menerapkan strategi yang efektif diperlukan adanya partisipasi bersama antara pemerintah,
sekolah, orang tua, dan siswa. Dilanjutkan dalam Devkota & Bagale
(2015) bahwa beberapa kegiatan yang dapat mengurangi tingkat
putus sekolah di tingkat dasar adalah: program beasiswa, memperkenalkan pendidikan alter-
natif untuk anak putus sekolah, melibatkan semua pemangku
kepentingan sistem pendidikan dasar yaitu semangat bersama dari
semua pihak baik orang tua, guru, kepala sekolah, dan petugas pendidikan serta pemerintah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa:
1. Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus sekolah di
Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor
nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya
kemampuan anak dalam berpikir;
15
keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi;
2. Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus
sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi;
3. Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah kesulitan mencari kerja, masuk kelompok
“Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan
mendapatkan penghasilan ke- luarga yang rendah, memper- banyak pengangguran, mere-
sahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang ber-
wawasan, mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan
sektor ekonomi; 4. Strategi untuk menanggulangi
anak putus sekolah adalah
menambahkan tempat dan pengelola pendidikan nonformal
kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penye-
lenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk
aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah
/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pem-
biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, mening- katkan pengawasan terhadap
penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran,
menerbitkan peraturan desa ten- tang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem
zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya
untuk daerah terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru
agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan
keterlibatan orang tua dan
masyarakat akan pentingnya pendidikan anak.
Saran dan rekomendasi dalam penelitian adalah:
1. Keluarga/ Orang Tua: Lebih memberikan perhatian kepada
anak-anak, menjalin komunikasi yang baik dengna anak, selalu memotivasi anak untuk selalu
semangat bersekolah dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, tidak membolehkan anak untuk bekerja dalam rangka mem-
bantu kebutuhan keluarga, menjalin komunikasi yang baik
dengan sekolah dan selalu mendukung serta berperan aktif
dalam program-program di sekolah.
2. Sekolah: Membuat lingkungan
sekolah dan kelas yang lebih menyenangkan dan ramah
anak, guru selalu memotivasi anak untuk selalu giat belajar
dan semangat sekolah sampai meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, tidak adanya
diskrimasi terhadap siswa yang memiliki kemampuan berbeda
khususnya anak yang memiliki kemampuan rendah, membe-
rikan pendambingan dan bimbingan yang lebih kepada anak yang memiliki potensi
putus sekolah, menjalin komunikasi yang baik dengan
dinas pendidikan, masyarakat, dan orang tua anak, serta membuat program sekolah yang
mengarah pada penguatan keluarga akan pentingnya
pendidikan anak seperti adanya program parenting, membuat
program sekolah yang dapat memotivasi anak untuk selalu semangat sekolah seperti
adanya .
16
3. Masyarakat dan Pemerintah Desa: Menciptakan lingkungan
masyarakat yang aman dan ramah anak, membuat
lingkungan masyarakat yang peduli akan pendidikan dengan
selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada anak-anak untuk giat belajar dan semangat
sekolah, menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9
tahun sebagai persyaratan pernikahan, membuat program desa yang berkaitan dengan
dukungan terhadap pendidikan anak seperti mematikan TV
pada pukul 18.00-21.00 WIB, menggerakkan darma wanita
untuk aktif dalam pembe- rantasan anak putus sekolah, menjalin komunikasi yang baik
dengan dinas pendidikan setempat dan tokoh-tokoh
masyarakat dalam rangka mendukung pendidikan anak
-anak. 4. Dinas Pendidikan:
Menambahkan tempat dan
pengelola pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa
terpencil, menambahkan penye- lenggaraan sekolah inklusi,
menambahkan subsidi pem- biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, mening-
katkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan
pendidikan tepat sasaran dan dimanfaatkan untuk kepentingan keberlangsungan
mengikuti pendidikan di sekolah, sistem zonasi untuk
penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah
terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada
lingkungan penduduk terdekat
satuan pendidikan, menjalin kemitraan yang baik dengan
sekolah dan pemerintah desa dalam rangka mendukung
penguatan pendidikan keluarga, memaksimalkan program
keluarga harapan dan mengefektifkan kinerja Tim Pencegahan dan Penanganan
Putus Sekolah (TP3S), selalu memperbaharaui data angka
putus sekolah. DAFTAR PUSTAKA
Arifi, S., Kryeziu, V., & Neslon, K. (2007). Student Dropout Prevention and Response. Catholic Relief Services.
BPS. (2010). Statistik Pendidikan 2009. Jakarta: BPS RI.
Devkota, S.P. & Bagale, S. (2015).
Primary Education and Dropout in Nepal. Journal of Education and Practice. Vol 6 (4): 153-357.
Khan, A., Hussain, I., Suleman, Q., Mehmood, A., & Nawab, B. (2017). Causes of Students’
Dropout at Elementary Level in Southern Districts of Khyber
Pakhtunkhwa. Research on Humanities and Social Sciences. Vol 7 (23): 20-25.
Kurebwa, M. & Wilson, M. (2015). Dropouts in the primary schools,
a cause for concern: A case of Shurugwi South Resettlements
Primary Schools 2006 to 2013. International Journal of Education and Research. Vol 3
(4): 505-514. Owusu-Boateng, W., Frank, A., &
Agyekum-Emmanuel, O. (2015). The effect of school
dropout on the lives of the youth in Akim Tafo community. Global Educational Research Journal. Vol. 3(10): 346-369.