ANALISIS EFEKTIFITAS PENGELOLAAN DANA ZAKAT PADA BAZNAS KABUPATEN BANTAENG (Studi Kasus Baznas Kabupaten Bantaeng) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh KARMILA 10525022515 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1441 H/2020 M
79
Embed
ANALISIS EFEKTIFITAS PENGELOLAAN DANA ZAKAT PADA …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS EFEKTIFITAS PENGELOLAAN DANA ZAKAT PADA BAZNAS KABUPATEN BANTAENG
(Studi Kasus Baznas Kabupaten Bantaeng)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (SH) Pada Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh KARMILA
10525022515
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1441 H/2020 M
vii
ABSTRAK
KARMILA. 105 250 225 15. Analisis Efektifitas Pengelolaan Dana Zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng (Studi kasus BAZNAS Kabupaten Bantaeng). Skripsi Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing 1 Saidin Mansyur, S.S.,M.Hum dan pembimbing II Fakhruddin Mansyur, S.E.I.,M.E.I.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng serta untuk mengetahui bagaimana efektifitas pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan dasar penelitian yaitu studi kasus dan sumber data primer yaitu wawancara dan dokumentasi.
Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode kualitatif. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Bantaeng. Dalam Penelitian Ini, tipe penelitian yang digunakan yaitu secara deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan dana zakat pada BAZNAS sudah terbilang efektif, terkait dengan pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian dananya dengan melihat besarnya dana zakat dan pendayagunaannya meliputi beberapa aspek kesehatan dan pendidikan serta modal usaha yang dapat membantu dalam mendanai kehidupan sehari-hari. Pengelolaan dana zakat di BAZNAS Kabupaten Bantaeng dilakukan dengan cara mengelola zakat secara baik dan sesuai peraturan yang ada dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat, hal tersebut dapat dibuktikan dengan laporan keuangan. Penyaluran dana zakat setiap tahunnya pun selalu bertambah .
Kata Kunci: Efektifitas, Pengelolaan Dana Zakat
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’ alamin penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. Rab yang Maha pengasih tak pilih kasih, Maha penyayang yang
tidak pilih sayang, atas segala limpahan rahmat dan petunjuk-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah
membawa perubahan kepada manusia yang ada di muka bumi ini.
Tiada jalan tanpa rintangan, tiada puncak tanpa tanjakan, tiada
kesuksesan tanpa perjuangan. Dengan kesungguhan dan keyakinan
untuk terus melangkah, akhirnya sampai dititik akhir penyelesaian skripsi
nantinya.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan oleh penulis dalam rangka
menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Akan
tetapi, penulis tidak pernah menyerah karena penulis yakin bahwa Allah
SWT akan senantiasa mengirimkan bantuan-Nya dan dukungan dari
segala pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pak Saidin Mansyur, S.S.,M.Hum dan pak
Fakhruddin Mansyur, S.E.I.,M.E.I selaku pembimbing dalam
menyelesaikan proposal ini. Bapak Dr. H. Abdul Rahman Rahim SE.,MM
selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak Drs. H.
Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku dekan Fakultas Agama Islam.
Bapak Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP. Selaku ketua prodi
Hukum Ekonomi Syariah. Bapak Hasanuddin SE. Sy., ME. Selaku
sekretaris prodi Hukum Ekonomi Syariah yang senantiasa memberikan
arahan-arahan, serta kepada seluruh Bapak/Ibu tata usaha dan para
dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar yang
senantiasa membimbing penulis selama menempuh pendidikan pada
prodi Hukum Ekonomi Syariah.
Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua tercinta, bapakku sahir dan ibuku
tercinta rahobia, serta kepada suami dan seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan, motivasi dan do’a yang tiada henti kalian haturkan
kepada Allah SWT. Tak lupa penulis berterima kasih kepada teman-teman
yang turut memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat
kekurangan dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan agama. Aamiin.
Makassar 7 Februari 2020
Penulis,
KARMILA
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................... iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ............................................................. iv
PERSETUJUAN PEMBIMING ................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan penelitian ............................................................................ 8
D. Manfaat penelitian .......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian terdahulu ....................................................................... 9
B. Kajian teori ................................................................................... 11
A. Kesimpulan .................................................................................. 61
B. Saran ........................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 64
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 66
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daftar Pengumpulan Zakat, Infaq dan Sedekah ...................... 46
Tabel 4.2 Daftar Pendistribusian Zakat dan Infaq ................................... 50
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim
yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang
berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan
sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.
Zakat sangat erat kaitannya dengan masalah bidang moral, sosial
dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis sifat ketamakan dan
keserakahan orang kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai
alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari
masyarakat dengan menyadarkan orang kaya akan tanggung jawab sosial
yang mereka miliki. Sedangkan di bidang ekonomi, zakat mencegah
penumpukan kekayaan yang berlebihan oleh tangan segelintir orang.1
Penyaluran zakat berguna sebagai pemberdayaan ekonomi umat.
Lebih lanjut, potensi zakat cukup besar untuk pemberdayaan ekonomi
umat, memberantas kemiskinan, membuka lapangan kerja, meningkatkan
kesehatan umat, meningkatkan kualitas pendidikan umat, dan
sebagainya. Hal ini juga termaktub dalam Undang-Undang RI Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bahwa yang dimaksud dengan
zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syari’at Islam. Oleh karena itu, zakat dapat berfungsi sebagai
1 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995), h. 256
2
salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Selain itu,
tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantumi orang miskin secara
konsumtif, akan tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu
mengentaskan kemiskinan.
Di dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat menyatakan bahwa pengelolaan dana zakat memiliki
beberapa tujuan. Pertama, meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat. Kedua, meningkatkan manfaat zakat
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Permasalahan kemiskinan merupakan ancaman bagi masa depan
Negara jika tidak ditangani secara serius oleh pemerintah dan semua
elemen masyarakat. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat
manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena
kefakiran. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan
bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran.2 Kemiskinan yang terjadi
akan menambah jurang pemisah antara kaum miskin dan kaum kaya. Di
Indonesia, salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi kemiskinan
adalah melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun
demikian, kebijakan ini sering kali tidak efektif karena koordinasi dan
manajemen yang kurang baik.
Islam sebagai sebuah ajaran telah menawarkan beberapa doktrin
bagi manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia, serta kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di akhirat. Namun pada kenyataannya, tidak semua
2 Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 24
3
warga Negara dapat dengan mudah mendapatkan kesejahteraan.
Berbicara tentang masalah kesejahteraan dalam Islam, tentunya hal
tersebut tidak dapat dilepaskan dengan pembahasan mengenai zakat.
Apabila zakat di kelola dengan baik, maka zakat dapat menjadi
salah satu faktor pendorong bagi perbaikan kondisi ekonomi masyarakat,
karena dengan adanya distribusi zakat akan terjadi pertumbuhan
kesejahteraan pada golongan penerima zakat (mustahik).3 Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi bahwa secara umum target
utama dari aplikasi zakat adalah mengentaskan kemiskinan secara
keseluruhan.4 Oleh karena itu, zakat sangat berperan penting dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Zakat yang terkumpul dari dana masyarakat muslim melalui
lembaga pengelola zakat dapat menjadikan zakat menjadi salah satu
instrumen yang secara khusus dapat mengatasi masalah kemiskinan dan
dapat mensejahterakan masyarakat ekonomi lemah. Namun demikian,
dalam rangka penyaluran dana zakat sebagai kekuatan ekonomi
masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik
yang ada di masyarakat menjadi amat sangat penting.5
Apabila ditinjau dari pola distribusi zakat tersebut, maka
menggambarkan adanya keseimbangan untuk tujuan jangka pendek dan
jangka panjang. Dalam hal ini, tujuan jangka pendeknya adalah distribusi
3 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 9 4 Yusuf al-Qardhawi, Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan (Jakarta:
Zikrul Hakim, 2005), h. 30 5 Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara untuk Memerangi Kemiskinan (Jakarta:
Nuansa Madani, 2004), h. 93
4
zakat dapat disalurkan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif, yaitu
untuk tujuan memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik berupa
pemberian bahan makanan dan bersifat pemberian untuk di konsumsi
secara langsung. Sedangkan untuk tujuan jangka panjang, penyaluran
zakat dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha produktif, sehingga
hasilnya dapat diterima secara terus-menerus dan dapat meningkatkan
pendapatan mustahik.6
Di Indonesia terdapat organisasi atau lembaga pengelola zakat, di
mana keberadaan organisasi tersebut diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan yang dibentuk pemerintah atau
lembaga yang di dirikan oleh masyarakat. Lembaga tersebut meliputi
Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengumpul
Zakat (UPZ). Dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 23 tahun
2011, telah mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat
yang kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja hal ini dapat
meningkatkan pengelolaan zakat sehingga peran zakat menjadi lebih
optimal.
Mengingat banyaknya hal dimasyarakat yang belum sesuai dengan
teladan Rasulullah dalam pelaksanaan dan pembayaran zakat, maka
ketika program sosialisasi diluncurkan dan dijalankan secara insentif, telah
timbul anggapan di kalangan tertentu bahwa Badan Amil Zakat (BAZ) sok
tau, paling tau dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan amanah-
amanah yang sangat berat tersebut maka badan pengurus zakat Badan
6 Andri Soemitra, Bank dan Keuangan Lembaga Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h.
430
5
Amil Zakat (BAZ) hanya menerima secarik kertas, tanpa diberi dana
operasional. Seiring berjalannya waktu, ternyata sulit memperoleh
pendanaan guna membiayai operasional Badan Amil Zakat (BAZ). Dalam
menghitung zakat berlaku asas menghitung zakat sendiri untuk itu
diperlukan kejujuran dan ketulusan dalam mencatat semua penghasilan,
harta kekayaan dan pengeluarannya serta wajib zakat, infak dan sedekah.
Manusia memang diperintahkan oleh Allah untuk menuliskan yang
berkaitan dengan bermuamalah (hutang piutang) dan harus mencatatnya
dengan dalil dan benar sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Baqarah
ayat 282:
تم بدين إلى أجل مسمى فاكتـبـوه أيـها الذين امنـوا إذا ي نكم ◌ تدايـنـ وليكتب بـيـ فـليكتب ◌ كاتب بالعدل وليملل ◌ ولا �ب كاتب أن يكتب كما علمه الله
ربه الذي عليه الحق وليـتق الله Terjemahannya:
Dan janganlah seseorang enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah dia menulis atau mencatat dan hendaklah orang yang berhutang itu mencatatkan hutangnya dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.7
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang Islam yang sudah
wajib berzakat pada umumnya orang kaya, untuk kemudian disalurkan
kepada fakir miskin, dan pihak-pihak lain yang berhak, dalam penyaluran
tersebut lembaga amil zakat sudah seharusnya berprinsip untuk
mengusahakan agar zakat yang disalurkan tersebut mencapai
sasarannya, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
7 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Banjarsari: Penerbit Abyan,
2014), h. 48
6
Banyak masyarakat yang menginginkan hidup sejahtera, namun
dalam realita kehidupan justru kemiskinan semakin merajalela. Al-Qur’an
telah memberikan panduan dan perintah agar umat Islam menjauhi
kemiskinan. Maka dari itu, Islam tidak akan bersikap dingin dan
membiarkan nasib fakir miskin makin terlantar.8 Kendati demikian,
keadaan sosial Islam tidak mengharuskan agar setiap orang mempunyai
tingkat kemampuan ekonomi yang sama dan terhapusnya kemiskinan
dalam masyarakat. Terciptanya kondisi masyarakat yang harmonis dan
hilangnya faktor penyebab rendahnya produktivitas, pertumbuhan dan
pengembangan potensi sumber daya masyarakat adalah cita-cita umat
Islam yang mesti diperjuangkan, karena masalah kemiskinan merupakan
tanggung jawab bersama.9
Zakat adalah ibadah Maaliyah Ijtima’iyyah yang memiliki posisi
sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran
Islam maupun pembangunan kesejahteraan umat.10 Sebagai suatu ibadah
pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun keempat) dari rukun Islam
yang lima, sehingga keberadaannya dianggap sebagai Ma’lumminad-diin
Bidh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan
bagian mutlak dari keislaman seseorang.11
Berbicara masalah zakat, yang terpenting dan tidak boleh
dilupakan adalah peran amil zakat selaku pengembang amanah
pengelolaan dana itu. Jika amil zakat dapat berperan dengan baik, maka
8 Yusuf al-Qardawi, Konsepsi Islam dalam Mengentas Kemiskinan, alih bahasa Umar
Finany (Cet. III; Surabaya: Bina Ilmu, 1996), h. 99-100 9 Abdurrahman Qadir, Op. Cit., h. 152 10 Yusuf al-Qardawi, Al-Ibadah fil Islam (Beirut: Muassasah Risalah, 1993), h. 235 11 Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial (Bandung, 1994), h. 231
7
tujuh Asnaf lainnya akan meningkat kesejahteraannya. Tetapi jika amil
zakat tidak menjalankan perannya dengan baik dalam mengelola dana
zakat, maka harapan terhadap tujuh Asnaf yang lain akan menjadi impian
belaka. Dengan kata lain, hal terpenting dari zakat adalah bagaimana
pengelolaan dan penyalurannya kepada masyarakat yang berhak
menerimanya.
Tercapainya sebuah tujuan merupakan suatu tolak ukur sebuah
efektivitas organisasi. Efektivitas merupakan kemampuan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan cara atau peralatan yang tepat. Efektivitas juga
dapat diartikan suatu besaran atau angka untuk menunjukkan seberapa
jauh sasaran (target) tercapai.12 Oleh karena itu penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh mengenai pencapaian tujuan dari pengelolaan dana
zakat yang dijalankan oleh BAZNAS diukur dari segi keefektivitasannya.
Maka penulis mengangkat judul : “Analisis Efektifitas Pengelolaan Dana
Zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng (Studi Kasus BAZNAS
Kabupaten Bantaeng)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten
Bantaeng?
2. Bagaimana efektifitas pengelolaan dana zakat pada BAZNAS
Kabupaten Bantaeng?
12 Eti Rochaety dan Ratih Tresnati, Kamus Istilah Ekonomi (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
h. 71
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian
ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dana zakat pada BAZNAS
Kabupaten Bantaeng.
2. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas pengelolaan dana zakat pada
BAZNAS Kabupaten Bantaeng.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat
berguna sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan hukum
Islam dalam memberikan pemahaman terhadap pengelolaan dana
zakat. Selain itu, dapat dijadikan sebagai acuan referensi yang
mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang tertarik dalam bidang
penelitian yang sama terutama tentang pengeloaan dana zakat.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi atau
lembaga pengelola zakat. Khususnya Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Bantaeng dalam mengelola sistem zakat agar
penerimaan zakat bisa maksimal, sehingga penyaluran dana zakat
juga akan lebih optimal.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Pembahasan mengenai zakat secara umum dalam literatur wacana
keislaman memang sudah cukup banyak, namun pembahasan khusus
mengenai konsep penyaluran zakat secara operasional diharapkan dapat
mendukung tercapainya potensi zakat secara optimal dalam
pemberdayaan ekonomi umat yang masih jauh dari harapan, kalaupun
ada hanya sebatas pembahasan secara teoritis dan general.
Sejauh ini penulisan tentang zakat dalam bentuk skripsi yang
ditemukan peneliti antara lain: “Kajian Pengelolaan dan Penyaluran Dana
di BAZNAS Provinsi Sulawesi Selatan”, dari hasil penelitian ini
memberikan penjelasan tentang pengelolaan, penyaluran dan
pendayagunaan zakat secara efektif dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di bidang amil zakat. Tahapan pengelolaan zakat di BAZNAS
Provinsi Sulsel dilakukan sesuai anggaran yang masuk yang diberikan
oleh para muzakki dan dipercayakan kepada BAZNAS untuk mengelola
dan mendistribusikan zakat tersebut. Kepercayaan para muzakki terhadap
BAZNAS sangat tinggi dan cara pendayagunaan zakat dilakukan secara
konsepsional agar dapat bermanfaat dalam pemberdayaan kelompok
asnaf atau penerima zakat.
Kemudian “Strategi Penyaluran Dana Zakat BAZNAS Melalui
Program Pemberdayaan Ekonomi”. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa mekanisme yang digunakan oleh BAZNAS dalam menyalurkan
dana zakat menggunakan dua strategi. Pertama, penyaluran dana zakat
yang dilakukan secara langsung yang bersifat konsumtif. Dana zakat ini
10
disalurkan langsung kepada mustahik dengan cara membuka layanan
konter mustahik, layanan kesehatan cuma-cuma bagi mustahik, layanan
beasiswa bagi mustahik, pemberian modal untuk usaha bagi mustahik.
Kedua, penyaluran dana zakat yang dilakukan secara tidak langsung yang
bersifat produktif. Dana zakat ini tidak disalurkan secara langsung kepada
mustahik, melainkan BAZNAS melakukan pemberdayaan kepada
mustahik berupa pelatihan kewirausahaan untuk mustahik, pemberdayaan
nelayan bagi mustahik, pemberdayaan perempuan dan pemberdayaan
bagi petani.
Didin Hafidhuddin dalam bukunya yang berjudul “Zakat dalam
Perekonomian Modern” mengemukakan bahwa zakat yang dikumpulkan
oleh lembaga pengelola zakat harus segera disalurkan kepada para
mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program
kerja.13
Eri Sadewo dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Zakat
Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar” menjelaskan bahwa
dalam melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang
dapat dijalankan oleh lembaga pengelola zakat antara lain penyaluran
modal, pembentukan lembaga keuangan, pembangunan industri,
penciptaan lapangan kerja, peningkatan usaha dan pelatihan. Oleh karena
itu jika pendistribusian dana disalurkan untuk kegiatan pengembangan
ekonomi, maka usaha merubah mustahik menjadi muzakki memiliki
peluang yang lebih besar.14
13 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta:Gema Insani, 2002),
h. 132 14 Eri Sadewo, Manajemen Zakat Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar
(Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), h. 227-235
11
B. Kajian Teori
1. Pengertian efektivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari
kata efektif yang mempunyai beberapa arti antara lain, ada efeknya,
manjur atau mujarab, dapat membawa hasil, dan berhasil guna. Dari kata
itu muncul kata keefektifan yang berarti keadaan, berpengaruh, hal
berkesan, kemanjuran, kemujaraban dan keberhasilan.15
Adapun pengertian efektivitas menurut Ahli Manajemen Peter F.
Drucker yang dikutip oleh T. Hani Handoko, efektif adalah melakukan
pekerjaan yang benar (doing the right things). Efektivitas merupakan
kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.16 Menurut Mahmudi dalam bukunya yang berjudul
manajemen kinerja sektor publik mendefenisikan bahwa efektivitas
merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar
kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.17
Menurut Supriyono, efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai,
semakin besar kontribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai
pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula pada unit
tersebut.18 Sedangkan menurut E. Mulyasa efektivitas juga dapat diartikan
sebagai adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas yang
15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 374 16 T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 7 17 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik (Yogyakarta: Akademik Manajemen
Perusahaan JKPN, 2005), h. 92 18 Supriyono, Sistem Pengendalian Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 2000), h. 29
12
dituju. Selanjutnya dijelaskan bahwa efektivitas adalah berkaitan erat
dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana
yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan
hasil yang direncanakan.19
Dari pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu usaha yang dijalankan secara tepat yang
bertujuan untuk mencapai sebuah keberhasilan. Efektivitas yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian hasil pengelolaan dana
zakat terhadap sebuah program yang dimiliki oleh Badan Amil Zakat yang
penulis teliti.
Efektivitas menjadi suatu hal yang paling utama dalam pengukuran
keberhasilan organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini khususnya bagi
organisasi filantropi keislaman. Pengukuran efektivitas secara umum dan
yang paling menonjol meliputi keberhasilan program, keberhasilan
sasaran, kepuasan terhadap program dan tingkat input dan output.
Menurut T. Hani Handoko dalam bukunya yang berjudul
Manajemen menyebutkan bahwa untuk mencapai efektivitas organisasi
harus memenuhi syarat atau standar ukuran sebagai berikut:
a. Kegunaan, yakni agar berguna bagi manajemen dalam pelaksanaan
fungsi-fungsinya yang lain, suatu rencana harus fleksibel, stabil,
berkesinambungan dan sederhana.
b. Ketepatan dan objektifitas, maksudnya semua rencana harus di
evakuasi untuk mengetahui apakah jelas, ringkas, nyata dan akurat.
c. Ruang lingkup, yakni perlu memperhatikan prinsip-prinsip
kelengkapan, kepaduan dan konsistensi.
19 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), h. 82
13
d. Efektivitas biaya, dalam hal ini efektivitas biaya menyangkut waktu,
usaha dan aliran emosional.
e. Akuntabilitas, terdapat dua aspek akuntabilitas; pertama, tanggung
jawab atas pelaksanaan; kedua, tanggung jawab atas
implementasinya.
f. Ketepatan waktu, yakni suatu perencanaan, perubahan-perubahan
yang terjadi sangat cepat akan dapat menyebabkan rencana tidak
tepat atau sesuai untuk berbagai perbedaan waktu.
2. Tinjauan Umum Zakat
a. Pengertian zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang keempat yang diwajibkan
kepada setiap muslim yang mampu mengeluarkannya, karena dengan
mengeluarkan zakat dapat membersihkan harta untuk kembali kepada
kesucian. Zakat menurut lughah (bahasa) berarti nama’ (kesuburan),
thaharah (kesucian), barakah (keberkatan) dan berarti juga tazkiya tahhier
(mensucikan).20 Syara’ memaknainya dengan dua pengertian. Pertama,
dinamakan pengeluaran harta ini dengan zakat adalah karena zakat itu
merupakan suatu sebab yang diharapkan akan mendatangkan kesuburan
atau menyuburkan pahala. Kedua, dinamakan harta yang dikeluarkan itu
dengan zakat adalah zakat itu merupakan suatu kenyataan dan kesucian
jiwa dari kekikiran dan kedosaan. Dalam kitab Majma Lugha al-‘Arabiyyah,
al Mu’jam Al-wasith dalam Didin Hafidhuddin zakat itu adalah bagian dari
harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
20 Hasbih Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), h. 24
14
pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.21
Perintah menunaikan zakat banyak terdapat dalam ayat al-Qur’an,
di antaranya dalam Q.S At-Taubah ayat 103:
ر يهم بها وصل عليهم إن صلوتك سكن لهم والله تـز هم و خذ من أمولهم صدقة تطه كيع عليم .سم
Terjemahannya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.22
Ayat diatas mengandung perintah agar zakat diambil dari harta
orang-orang yang berkewajiban, dengan tujuan untuk membersihkan
harta-harta mereka dan diri mereka dari kekikiran dan berlebih-lebihan
dalam mencintai harta benda atau zakat itu akan menyucikan orang yang
mengeluarkannya dan akan menumbuhkan pahala bagi mereka. Adapun
dalam hadits diantaranya adalah:
وأن محمدا رسول الله ويقيمو ا الصلاة أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله بحق الإسلام وحسابهم فإذا فـعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا ويـؤتوا الزكاة,
على الله.
Terjemahannya:
Saya diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang harus disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan mendirikan shalat, serta
21 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), h. 7 22 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Banjarsari: Penerbit Abyan,
2014), h. 203
15
mengeluarkan zakat. Apabila mereka melaksanakan semuanya itu, maka mereka telah memelihara darah dan hartanya dari padaku, kecuali dengan hak Islam maka perhitungan mereka terserah kepada Allah (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam tata organisasi tersirat di dalamnya pengambil (pemungut)
zakat yang terdiri dari sejumlah orang yang mengikat atau di ikat dalam
suatu organisasi. Mereka mengatur tugas pemungutan tersebut. Oleh
karena itu dapat dipahami meski secara samar, ayat tersebut berisi
perintah bagi umat Islam untuk membentuk organisasi yang mengurusi
pemungutan dan pen-tasaruf-an zakat.23 Zakat merupakan dasar prinsipil
untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau
sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi
syarat tertentu, sebagaimana dinyatakan dalam surah Al-baqarah ayat 43
sebagai berikut:
وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة واركعوا مع الراكعين
Terjemahannya: Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang rukuk.24
Ditinjau dari ekonomi Islam, zakat merupakan salah satu instrumen
fiskal untuk mencapai tujuan keadilan sosio-ekonomi serta distribusi
pendapatan dan kekayaan.25 Menurut pandangan Mustafa E. Nasution,
zakat (termasuk infaq, sedekah, dan wakaf) yang merupakan salah satu
kebijakan fiskal dimana zakat termasuk salah satu sendi utama dalam
sistem ekonomi Islam yang jika mampu dilaksanakan dengan baik akan
23 Arif Djufandi, “Organsasi dan Administrasi Zakat,” dalam Pagian Proyek peningkatan
Zakat dan Wakaf Jakarta, Penyuluhan Rintisan Binaan Zakat Kota Yogyakarta Tahun 2002, disampaikan pada Penyuluhan Rintisan Binaan Zakat Kota Yogyakarta, tanggal 9 Setember 2002 (ttp.: DEPAG RI KANWIL, Provinsi DIY, 2002).
24 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Banjarsari: Penerbit Abyan, 2014), h. 7
25 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h. 208
16
memberikan dampak ekonomi yang luar biasa.26 Menurutnya kegiatan
zakat yang berdasarkan sudut pandang ekonomi pasar adalah suatu
kegiatan menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata.
Menurut M.Umer. Chapra zakat merupakan perwujudan sumber
keuangan dari komitmen sosio-ekonomi yang penting dari umat Islam
untuk memenuhi kebutuhan semua orang tanpa meletakkan seluruh
badan keatas pundak pembendaharaan publik (Negara) yang tanpa di
sadari telah dilakukan aliran sosialisme dan negara kesejahteraan (welfare
state).
Sebagai kepala Negara sekaligus Imamul Muslimin, Rasulullah
mempunyai kedudukan untuk mengatur dan mengirimkan para petugas
untuk mengumpulkan zakat. Diantara hadis nabi yang menerangkan hal
tersebut adalah Hadis Riwayat (HR) Jamaah dari Ibnu Abbas,
menerangkan bahwa Nabi SAW mengutus Mu’adz bin jabal sebagai
kepala daerah di Yaman sebagai petugas pemungut zakat.
هما:(أن بي الن صلى الله عليه وسلم بـعث معاذا عن ابن عباس رضي الله عنـ
رضي الله عنه إلى اليمن ) فذكر الحديث , وفيه :(أن الله قد افترض عليهم
صدقة في أموالهم ,تـؤخذ من أغنيائهم ,فترد في فـقرائهم ) متـفق عليه ,واللفظ
للبخاري .
Terjemahannya: Dari Ibnu abbas ra. Bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Negeri Yaman, ia meneruskan hadis itu, dan di dalamnya (beliau bersabda): “sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-
26 Mustafa E Nasution, Zakat sebagai Instrument Pengentasan Kemiskinan (Medan :
IAEI, 2003), h. 48
17
orang fakir di antara mereka.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Dari informasi tersebut dapat di ketahui, bahwa beliau telah
melakukan pengorganisasian zakat sesuai dengan kondisi masyarakat
pada waktu itu dan menghimpun zakat untuk dikumpulkan di tempat
tertentu (Baitul Mal).
Mengenai pengelolaan zakat Yusuf Qardawi berpendapat, bahwa
pelaksanaan zakat mutlak dilaksanakan oleh pemerintah melalui suatu
lembaga khusus yang mempunyai sistem manajemen yang fungsional dan
profesional. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hasil optimal dan efektif.
Lebih lanjut, zakat merupakan dana pertama dan utama bagi
pembendaharaan Islam dalam mengentaskan umat dari kemiskinan.27
Karena itu, tidak bisa tidak diperlukan lembaga-lembaga khusus untuk
mengelola zakat secara profesional.
Sebagai mana di sebutkan dalam UU No. 38 Tahun 1999, bahwa
pemerintahlah yang lebih berhak dan berkewajiban mengelola zakat.
Namun di Indonesia, sementara pemerintah belum siap dalam mengelola
zakat secara efektif, maka umat Islam melalui suatu lembaga mengelola
zakat atas dasar hajat kemaslahatan umat. Hal itu diwujudkan dengan
berdirinya BAZ (Badan Amil Zakat) di berbagai daerah.
Penataan zakat harus menyangkut aspek manajemen modern yang
dapat diandalkan, agar zakat menjadi kekuatan yang bermakna. Penataan
itu meliputi aspek pendataan, pengumpulan, penyimpanan dan
pembagian.28 Oleh sebab itu, sudah menjadi tugas utama bagi lembaga
27 Yusuf al-Qardawi, Konsepsi Islam Dalam Mengentas Kemiskinan, Alih Bahasa Umar
Finany (Cet. III; Surabaya: Bina Ilmu, 1996), h. 85 28 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih, h. 145-146
18
pengelolaan zakatnya, sehingga pengurusan atau pengelolaan zakat
dapat berjalan secara efisien dan efektif, akhirnya dapat mendayagunakan
fungsi zakat sebagaimana mestinya, yaitu memberantas kemiskinan.
Dengan kata lain, lembaga-lembaga pengelola zakat dituntut merancang
program secara terencana dan terukur. Parameter keberhasilan yang
digunakan lebih menitikberatkan pada efek pemberdayaan masyarakat
bukan pada populis atau tidaknya suatu program. Tugas para pengelola
zakat tidak berhenti pada pemberian santunan dana, tetapi bagaimana
upaya-upaya pemberdayaan memandirikan penerima agar terbebas dari
jerat kemiskinan.
b. Jenis-jenis zakat
Secara garis besar zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib dibayarkan pada bulan ramadhan,
terkadang zakat fitrah disebut dengan zakat badan atau zakat fitrah.
2) Zakat mal, yaitu zakat yang diwajibkan atas harta berdasarkan syarat-
syarat tertentu.
Namun menurut para ulama zakat fitrah dibagi atas dua bagian.
Pertama, zakat harta yang nyata (harta yang lahir) yang terlihat oleh
umum, seperti binatang, tumbuhan, buah-buahan, dan logam. Kedua,
zakat harta yang tidak nyata atau yang dapat disembunyikan, yaitu emas,
perak, riqas, dan barang perniagaan.29 Sedangkan zakat mal yang
merupakan zakat harta benda dapat dikeluarkan jika telah memenuhi
nishab dan haulnya.
Pola pengelolaan dan pendistribusian dana zakat dapat dibagi
zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5%, sedangkan nishabnya
diqiyaskan dengan emas yaitu 85 gram atau 200 dirham perak.35
5) Zakat perniagaan
Zakat perniagaan adalah harta yang dimiliki yang disiapkan untuk
diperjual belikan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dan harta
yang dimiliki harus merupakan hasil usaha sendiri. Adapun syarat utama
kewajiban zakat pada perdagangan adalah:
a) Niat berdagang atau niat memperjual belikan komoditas tertentu.
b) Mencapai nishab, nishab kadar zakat harta perdagangan adalah sama
dengan nishab zakat emas yaitu 85 gram emas.
c) Telah berlaku satu tahun, apabila perdagangan itu telah berlangsung
selama satu tahun maka barang-barang itu wajib diperhitungkan nilai
harganya.
6) Zakat riqas
Zakat riqas adalah harta terpendam pada zaman jahiliyah, yakni
harta orang kafir yang diambil pada zaman Islam, baik dalam jumlah
sedikit maupun banyak. Adapun zakat yang wajib dikeluarkan sebesar
20% sedangkan sisanya diberikan kepada penemunya, dengan catatan
daerah penemuannya adalah daerah mubah yang tidak ada pemiliknya.
d. Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Sesuai dengan firman Allah SWT bahwa zakat diberikan kepada
delapan asnaf, dalam surah QS At-taubah ayat 60 :
ها والمؤلفة قـلوبهم وفي الرقاب و ا الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليـ الغارمين إنم ◌ فريضة من الله ◌ وفي سبيل الله وابن السبيل عليم حكيم. والله
35 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat ; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 75
24
Terjemahannya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.36
Beberapa hal menyebabkan seseorang berhak menerima zakat
atau menjadikannya sebagai mustahik. Seseorang tidak berhak menerima
zakat (tidak dianggap sebagai mustahik) kecuali seorang mustahik yang
merdeka (bukan budak), bukan seorang suku Bani Hasyim atau Bani
Muthalib, dan harus memiliki salah satu sifat diantara sifat-sifat delapan
asnaf (kelompok) yang tersebut dalam al-Qur’an.37 Dan sasaran
pendistribusian zakat tersebut kepada:
1) Fakir,orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau mempunyai
harta dan usaha tapi kurang dari seperdua dari kebutuhannya, dan
tidak ada orang yang memberi belanja.
2) Miskin, orang miskin juga sama halnya dengan fakir yaitu sama-sama
mendapatkan manfaat dari dana zakat. Miskin dalam pengertian yang
sederhana adalah mencakup semua orang yang lemah dan tidak
berdaya. Oleh karena itu dalam keadaan sakit, usia lanjut, sementara
tidak memperoleh penghasilan yang cukup untuk menjamin dirinya dan
keluarganya juga dapat dikatakan miskin.
3) Amil, orang yang secara aktif ikut serta dalam mengumpulkan,
menyimpan, menjaga dan membagikan dana zakat kepada pihak-
pihak yang berhak menerimanya secara syar’i. demikian juga mereka
36 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Banjarsari: Penerbit Abyan,
2014), h. 196 37 Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2012), h. 140
25
yang melakukan pekerjaan administrasi, akuntansi, dan dakwah
khusus berkaitan dengan zakat.
4) Muallaf, orang yang baru masuk Islam atau kelompok yang memiliki
komitmen yang tinggi dalam memperjuangkan dan menegakkan Islam.
Muallaf juga diartikan sebagai orang yang masih lemah imannya
karena baru memeluk agama Islam dan masih lemah (ragu-ragu)
kemauannya.
5) Riqab (hambasahaya) yaitu yang mempunyai perjanjian akan
dimerdekakan oleh majikan dengan jalan menebus dengan uang.
6) Gharim, yaitu orang yang mempunyai hutang karena suatu
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak mampu melunasinya.
7) Fisabilillah, yaitu usaha yang tujuannya untuk meninggikan syariat
Islam seperti membela dan mempertahankan agama, mendirikan
tempat ibadah,pendidikan dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya.
8) Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan saat
bepergian dengan maksud baik.
e. Tujuan Zakat
Pada dasarnya tujuan zakat adalah menjadikan mustahik zakat
menjadi muzakki zakat. Seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Daud Ali
yang dikutip oleh Lili Bariadi menegaskan bahwa tujuan zakat yaitu
sebagai berikut:38
1) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantu keluar dari kesulitan
hidup.
2) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para
Gharimin, Ibnu Sabil, dan Mustahik yang lain.
38 Lili Bariadi, Muhammad Zen, dan Muhammad Hudri, Zakat dan Wirausaha, h. 18-19
26
3) Membina tali persaudaraan sesama umat Islam, dan umat manusia.
4) Menghilangkan sifat kikir dan rakus pemilik harta.
5) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) di hati orang-
orang miskin.
6) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, terutama pada mereka
yang mempunyai harta.
8) Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
9) sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan.
10) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia.
f. Syarat-syarat wajib Zakat
1) Syarat orang mengeluarkan zakat
Orang yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang atau badan
yang dimiliki orang muslim. Seseorang yang telah memenuhi syarat untuk
berzakat harus mengeluarkan zakat sebagian dari harta mereka dengan
cara melepas hak kepemilikannya, kemudian diserahkan kepada orang-
orang yang berhak menerimanya melalui imam atau orang yang
memungut zakat.
2) Syarat harta yang dizakatkan
a) Pemilikan yang pasti, halal dan baik
Dapat diartikan di sini sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang
punya (pemilik), baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya. Menurut hadist riwayat muslim, bahwa Rasulullah
27
SAW mengatakan bahwasanyan, “Allah tidak menerima zakat dari harta
yang tidak sah”. Harta yang tidak sah merupakan harta yang diperoleh
dengan cara-cara yang tidak halal, atau dalam memperoleh harta tersebut
menggunakan cara yang dilarang agama, misalnya dengan korupsi,
berjudi, menipu, persekutuan zakat dan lain-lain.
b) Berkembang
Harta itu berkembang baik secara alami maupun secara ikhtiar atau
usaha manusia. Adapula yang menyebutkan harta yang berkembang
adalah harta yang produktif. Harta yang produktif adalah harta yang
berkembang secara konkrit maupun tidak, secara konkrit dapat diartikan
harta itu berkembang melalui pengembangan usaha, perdagangan,
saham dan lain-lain.
c) Melebihi kebutuhan pokok
Harta yang dimiliki seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang
diperlukan bagi diri sendiri dan keluarganya.
d) Bersih dari hutang
Harta yang dimiliki seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang
kepada Allah (nadzar) maupun hutang kepada sesama manusia.
e) Mencapai nishab
Harta yang dimiliki oleh muzakki telah mencapai jumlah (kadar)
minimal yang dikeluarkan zakatnya, nishab inilah yang menjadi tolak ukur
suatu harta wajib dizakati.
f) Mencapai masa haul
Harta tersebut harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat.
Biasanya dua belas bulan Qomariyyah atau setiap kali menuai harta yang
diisyaratkan.
28
g) Berkembang secara riil dan estimasi
Berkembang secara riil adalah harta yang dimiliki seseorang yang
dapat berpotensi untuk tumbuh dan dikembangkan melalui kegiatan usaha
maupun perdagangan.39 Sedangkan yang dimaksud estimasi adalah harta
yang nilainya mempunyai kemungkinan bertambah seperti emas, perak
dan mata uang yang semuanya mempunyai kemungkinan pertambahan
nilai dengan memperjual belikannya.
g. Hikmah zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung
beberapa hikamh yang sangat besar dan mulia, baik hikmah itu berkaitan
dengan orang yang berzakat, orang-orang yang menerima zakat, harta
yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.
Adapun hikmah yang terkandung dalam melaksanakan zakat
antara lain sebagai berikut:
1) Sebagai bentuk keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmatnya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan
harta yang dimiliki.
2) Zakat merupakan hak bagi mustahik, maka zakat berfungsi sebagai
penolong, terutama bagi fakir miskin akan membawa kea rah
kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, sekaligus
menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari
39 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), h. 22
29
kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki
harta yang cukup banyak.
3) Sebagai pilar amal bersama antara orang-orang yang berkecukupan
hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk
berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut ia tidak
memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi
kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, dan sekaligus sarana
pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
5) Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor saja, akan tetapi zakat
adalah mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang
kita usahakan dengan baik dan benar.
6) Zakat sebagai pembangunan kesejahteraan umat, karena zakat
merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan
zakat dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan
ekonomi dan sekaligus pemerataan pendapatan.
h. Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No. 38
Tahun 1999 tentang pengeloaan zakat dan keputusan menteri Agama No.
581 Tahun 1999 dan keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat
Islam dan urusan haji No. D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis
pengelolaan zakat. Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
30
muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Namun setelah semua berjalan lebih dari sepuluh tahun, UU No. 38
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dinilai tidak optimal maka
muncullah dorongan untuk mengubah dan memperjelas substansinya
agar lebih mengarah pada tujuan yang lebih terukur. Beberapa alasan
perubahan tersebut antara lain adalah: tidak maksimalnya peran
pemerintah dan lembaga zakat dalam mengumpulkan, mengelola dan
mendistribusikan zakat.
Maka dengan kondisi itulah UU No. 38 Tahun 1999 mengalami
revisi menjadi UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, dengan
tujuan memaksimalkan peran zakat untuk pembangunan umat.
Pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh lembaga pengelolaan zakat
harus dirumuskan dalam program untuk mencapai tujuan penanggulangan
kemiskinan. Hal tersebut juga secara tegas dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Pasal 27
menyebutkan: 1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. 2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.40
Ulama sepakat bahwa infak dan sedekah bukan saja amal
kebaikan yang sangat dianjurkan dan untuk mendapatkan pahala dari
Allah SWT, melainkan juga untuk membantu sesama umat manusia.
Prinsip saling tolong menolong di antara sesama manusia inilah yang
memperoleh ruang luas dalam Islam maupun peraturan hukum untuk
40 Kementerian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia (Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, 2015), h. 87
31
dikelola dengan baik. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
menyebutkan: 1) Selain menerima zakat, BAZNAS dan LAZ juga dapat
menerima infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya.
2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan dengan yang diikrarkan oleh pemberi.
3) Pengelolaan infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
3. Pengertian pengelolaan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengelolaan berasal dari
kata “kelola” yang artinya “mengendalikan, menyelenggarakan,
mengurus”. Pengelolaan mempunyai arti:
1) Proses, cara, perbuatan mengelola.
2) Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga
orang lain.
3) Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan
organisasi.
4) Proses yang melibatkan pengawasan pada semua hal yang terlibat
dalam pelaksanaan kebijakan dan mencapai tujuan.
Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu
manajemen, secara etimologis berasal dari kata kelola (to manage) dan
biasanya merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk
mencapai tujuan. Meskipun banyak ahli yang memberikan pengertian
tentang pengelolaan yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya memiliki
maksud dan tujuan yang sama. Sebagaimana Prajudi mengatakan bahwa
pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua faktor sumber
32
daya yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk penyelesaian
suatu kerja tertentu.41
Disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, pada BAB 1 Pasal 1 Ayat 1
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.42
Berikut ini adalah empat fungsi manajemen atau fungsi
pengelolaan dalam buku Siswanti yang berjudul Pengantar Manajemen,
yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yaitu sebagai dasar pemikiran dan tujuan
penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan.
Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan,
memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala dan
merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk
mencapai tujuan.
b. Pengorganisasian (Organization)
Pengorganisasian adalah sebagai cara untuk mengumpulkan
orang-orang dan juga menempatkan mereka sesuai keahliannya dalam
pekerjaan yang sudah direncanakan.
c. Penggerakkan (Actuating)
Penggerakan yaitu untuk menggerakkan organisasi agar berjalan
sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakkan
41 Rahardjo Adisasmita, Manajemen Pemerintah Daerah (Yogyakarta: Graha Ilmu), h. 21 42 http://pid.baznas.go.id/wp-content/peraturan/001 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat FC pdf, diakses pada tanggal 25 Maret 2018.
1. Syaipuddin Elman (2015), Strategi Penyaluran Dana Zakat BAZNAS Melalui Program Pemberdayaan Ekonomi.
2. Risnawati (2018), Kajian Pengelolaan dan Penyaluran Dana di BAZNAS Provinsi Sulawesi Selatan.
Studi Teoritik 1. Dalam kitab Majma Lugha
Al-arabiyyah Al-mu’jam Al-wasith Didin Hafidhuddin mengemukakan bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.
2. Menurut Ismail Nawawi penyaluran zakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara konsumtif dan secara produktif.
Studi
Rumusan Masalah
Analisis Kualitatif
Skripsi 1. Pengembangan Ilmu 2. Manfaat karya ilmiah 3. Motivasi penelitian
lanjutan 4. Kesimpulan dan
rekomendasi
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penelitian penulis menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati.44 Penulis
menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis untuk memperoleh hasil
yang diinginkan.
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Bantaeng terletak dijalan Ratulangi No.6 Kabupaten Bantaeng
Sulawesi Selatan, dengan mengelola data di Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Bantaeng sebagai objek penelitian, dengan
mewawancarai langsung pimpinan dan pengurus pada Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) Kabupaten Bantaeng. Sedangkan yang menjadi objek
penelitian ini adalah pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten
Bantaeng.
C. Sumber Data
1. Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pengurus BAZNAS
Kabupaten Bantaeng sebagai pihak pengelola zakat.
2. Referensi, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian, contohnya diperoleh dari buku-buku atau literatur yang
berhubungan dengan penyaluran dana zakat baik berupa buku-buku
makalah, peraturan perundang-undangan atau kebijakan-kebijakan
Sumber : Profil Badan Amil Zakat Nasional Kab. Bantaeng
51
B. Pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng
Data yang akan disajikan dalam penelitian adalah data yang
diambil langsung dari badan amil zakat nasional (BAZNAS) Kabupaten
Bantaeng melalui narasumber dengan proses wawancara secara
langsung, melakukan observasi dan melakukan dokumentasi.
Ide pemberdayaan zakat, infaq dan sedekah sejatinya sudah lama
menjadi wacana nasional. Apalagi ditengah kondisi kemiskinan yang terus
melanda, Negara harus punya solusi jitu dalam menanggulanginya. Maka
zakat bisa menjadi solusi ampuh untuk menanggulanginya.
Pada hakikatnya zakat adalah instrument pemasukan Negara yang
berasal dari muslim dan disalurkan lagi ke muslim lainnya. Maka zakat
sangat potensial diterapkan di Negara mayoritas muslim seperti Indonesia.
Belum lagi perintah Al-Qur’an yang menggandengkan kata shalat dan
zakat di 83 tempat. Artinya antara ibadah dan muamalah tidak bisa
dipisahkan kehadirannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Bantaeng menyadarkan
mayarakat muslim tentang pentingnya pengeluaran zakat secara terus
menerus melalui pemahaman, sosialisasi dan memberikan bukti nyata
terkait program kemanusiaan yang telah terealisasi khususnya dalam
aspek pendidikan dan kesehatan. Sehingga masyarakat sadar akan
pentingnya mengeluarkan zakat sehingga pengoptimalan dana zakat
dapat terealisasi dengan melihat potensi zakat masyarakat Indonesia
yang cukup besar khususnya Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi
Selatan.
Pengumpulan zakat menjadi tema yang mendesak untuk di
koordinasikan antara BAZNAS. Koordinasi dalam hal pengumpulan dana
52
zakat diwujudkan dengan memberikan batasan masing-masing dalam
mengumpulkan dana zakat. Hal ini bertujuan agar potensi dana zakat
dimasyarakat dapat dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana
diketahui bahwa potensi dana zakat di Indonesia menjadi tidak kurang dari
19 trilyun rupiah. Ini adalah angka yang sangat fantastik untuk
dimaksimalkan dalam rangka pemberdayaan ekonomi umat. Agar potensi
yang sangat besar tersebut dapat dimaksimalkan, maka harus ada
pembagian kerja dalam pengumpulan ini, dimana tiap-tiap BAZNAS
menempati posisi masing-masing.48
Proses pengumpulan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten
Bantaeng menurut ibu Ningsih adalah : “BAZNAS Kabupaten Bantaeng mengumpulkan dana zakat dengan beberapa cara, yaitu dengan cara muzakki datang langsung ke kantor BAZNAS utamanya bagi non pegawai atau masyarakat biasa yang memiliki harta dan memenuhi syarat untuk ditunaikan zakatnya, ada pula dengan melalui via transfer. Sedangkan bagi pegawai ada yang lebih memilih secara langsung datang ke kantor BAZNAS untuk menyetor zakatnya dan ada pula yang memilih gajinya secara langsung dipotong oleh Bank Sulselbar dengan persetujuan dari yang bersangkutan”.49
Pengelolaan dana zakat yang telah terhimpun pada BAZNAS
Kabupaten Bantaeng menurut ibu Ningsih : “Dana zakat yang telah terhimpun kita bagi untuk 8 asnaf sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan lalu didistribusikan kepada mereka. Desa/Camat menyetor nama-nama masyarakat yang tergolong tidak mampu (miskin), maksimal 20 orang dalam satu Desa. Nah itulah yang kita berikan zakat jika telah dilakukan survei oleh tim dengan datang kerumah muzakki yang telah terdaftar namanya untuk membuktikan apakah mereka memang orang yang kurang mampu (miskin). Karena terkadang ada orang yang sudah
48 Departemen Agama RI, Panduan Organisasi Pengelola Zakat (Drektorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2015), h. 10-11 49 Syahriah Ningsih, Staf Bagian Pengumpulan, Wawancara, 6 September 2019
53
haji, memiliki kendaraan pribadi tapi namanya yang didaftarkan oleh Desa/Camat ke BAZNAS untuk mendapatkan zakat”.50
Dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan dana zakat agar
dapat diberdayakan secara optimal, maka Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat perlu di masyarakatkan secara
luas dan merata. Setelah pengumpulan dana zakat dari para muzakki
maka selanjutnya BAZNAS Kabupaten Bantaeng bertindak sebagai amil
berkewajiban mendistribusikan kepada mustahik (orang yang berhak
menerima zakat).
Kesalahan atau kendala dalam proses pendistribusian dana zakat
menurut ibu Tiara : “Kalau kendala yah palingan kesalahan informasi dari pemerintah setempat tentang keadaan mustahik yang telah di daftarkan namanya sebagai penerima zakat, lalu saat disurvey ketempat tinggal mustahik tersebut, kenyataannya mereka bukan orang yang kurang mampu (miskin), mereka punya kerjaan tetap dan kendaraan seperti motor, itukan tidak punya hak untuk mendapatkan pembagian zakat”.51
Sasaran pendistribusian zakat itu dibagikan kepada orang yang
berhak menerimanya, yang dalam Al-Quran Surah Attaubah ayat 60,
mustahik dibagi dalam 8 asnaf yaitu fakir, miskin, amil (pengurus zakat),
para muallaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang berhutang),
sabilillah dan ibnu sabil. Namun dalam melakukan pendistribusian,
pengurus Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau amil sebaiknya melakukan
konsultasi dengan dewan pertimbangan tentang asnaf mana yang harus
di prioritaskan, karena tidak semua asnaf harus dibagikan pada waktu
yang bersamaan.
50 Syahriah Ningsih, Staf Bagian Pengumpulan, Wawancara, 6 September 2019 51 Tiara Sani Bachtiar, Staf Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan, Wawancara, 6
September 2019
54
Pendistribusian dana zakat kepada mustahik menurut ibu Tiara
adalah : “Pendistribusian dana zakat pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng dilakukan dengan cara : bagi mustahik yang rumahnya dekat dengan BAZNAS maka dikumpulkan di kantor BAZNAS Kabupaten Bantaeng. Sedangkan untuk mustahik yang jauh masing-masing dikumpulkan di Kantor Kecamatan. Itu dilakukan setiap dua kali dalam setahun. Dan ada pula yang secara langsung rumahnya di datangi oleh tim dari BAZNAS seperti mustahik yang menerima pembagian sembako atau yang menerima program benah rumah, maka disurvey untuk dipastikan apakah benar-benar tidak mampu (miskin) dan rumahnya memang layak untuk dibenah”.52
Merujuk pada mekanisme pendistribusian zakat sebagaimana yang
diisyaratkan oleh ajaran islam mengenai zakat, pendistribusian zakat itu
dilakukan dengan beberapa ketentuan, diantaranya :
1. Distribusi zakat kepada masyarakat setempat (lokal)
2. Pendistribusian secara merata dengan ketentuan :
a. Didistribusikan kepada seluruh golongan yang berhak menerima zakat jika
hasil pengumpulan zakat mencapai jumlah yang melimpah
b. Pendistribusiannya menyeluruh kepada golongan yang telah ditetapkan
c. Apabila didapati hanya terdapat beberapa golongan penerima zakat yang
membutuhkan penanganan secara khusus, diperbolehkan untuk
memberikan semua bagian zakat kepada beberapa golongan tersebut.
d. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang
menerima zakat.
Batasan dana zakat dalam tahap penyaluran dana zakat menurut
ibu Hasmirah : “Dalam penyaluran dana zakat yah tentu ada batasan seperti untuk fakir miskin untuk sementara ini diberikan sejumlah 300 ribu /
52 Tiara Sani Bachtiar, Staf Bagian Penditribusian dan Pendayagunaan, Wawancara, 6
September 2019
55
orangnya, lalu untuk korban bencana seperti kebakaran diberikan sejumlah 2 jt dan untuk orang sakit yang sedang dirawat di rumah sakit itu sejumlah 500 ribu sampai 1 jt untuk biaya selama di rumah sakit bagi orang yang tidak mampu. Sedangkan untuk mahasiswa (i) yang kuliah di kampus keagamaan dan mengambil jurusan keagamaan diberikan beasiswa sebesar 1 jt dan untuk mahasiswa (i) yang kuliah di kampus keagamaan dan mengambil jurusan umum seperti bahasa inggris diberikan beasiswa sebesar 500 ribu”.53
Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZNAS adalah dengan
cara produktif dan konsumtif :
1. Produktif ialah memberikan bantuan dana kepada para penerima zakat
dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial
maupun menambah modal pedagang usaha kecil.
2. Konsumtif ialah dengan membagikan dalam bentuk makanan seperti
sembako atau kebutuhan pokok. dan juga bisa dalam bentuk uang
untuk dibelikan kebutuhan pokok bagi para mustahik.
Strategi atau upaya yang dilakukan dalam penyaluran dana zakat
agar lebih hemat waktu dan biaya menurut pak Malik : “Strategi dalam menyalurkan dana zakat agar lebih hemat waktu dan hemat biaya, yah dengan cara mengumpulkan para mustahik di Kantor BAZNAS dan di Kantor Kecamatan masing-masing mustahik, yah itu untuk lebih mengefesienkan waktu. Tidak mungkin kami mendatangi rumah para mustahik secara langsung satu per satu dengan jumlah mustahik sekitar 2000 orang dan dengan personil kami disini yang terbatas. Jadi kami bekerja sama dengan para pemerintah setempat seperti Desa/Camat untuk mengundang para mustahik datang ke Kantor Kecamatan untuk diberikan zakat, sehingga penyaluran zakat bisa cepat dan lebih hemat waktu juga”.54
53 Hasmirah, Staf Bagian Keuangan dan Pelaporan, Wawancara, 6 September 2019 54 H. Abd. Malik Madong, Wakil Ketua III, Wawancara, 6 September 2019
56
Para pemikir islam menganjurkan agar zakat didistribusikan dengan
cara menggeser dan mengalihkan pola-pola pendistribusian secara
konsumtif ke pendistribusian secara produktif. Pendistribusian zakat
konsumtif, baik secara langsung untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
sehari-hari maupun sekedar mengatasi persoalan ekonomi mustahik
dinilai sulit untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat. Penyebabnya ialah,
orientasi ditribusi zakat secara konsumtif tersebut lebih sekedar untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar mustahik atau memenuhi
kebutuhan peningkatan sumber daya manusia secara minimal.
Pendistribusian model ini hanya tepat jika dilakukan dalam kondisi yang
mendesak, yaitu pada saat mustahik membutuhkan pemecahan masalah
ekonomi.
Pendistribusian zakat didorong kearah yang produktif karena dinilai
lebih menjanjikan pemenuhan dan pencapaian tujuan pengelolaan zakat.
Pendistribusian secara produktif diberikan dalam bentuk berbagai sarana
usaha maupun dalam bentuk permodalan untuk proyek sosial jangka
panjang yang menguntungkan.
Pola distribusi zakat secara produktif dapat mengambil skema
Qardhul Hasan. Pola Qardhul Hasan merupakan salah satu bentuk
pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu
dari pokok pinjaman.
Pendistribusian zakat secara produktif perlu dilakukan dengan
langkah-langkah yang tepat agar dapat mencapai sasaran secara tepat
guna. Zainur Rahman (2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa
langkah pendistribusian zakat secara produktif, yang dapat digambarkan
pada skema berikut :
57
Bagan Distribusi Zakat
Bagan di atas menggambarkan bahwa, distribusi zakat secara
produktif memperkuat pendataan secara akurat tentang zakat dari segi
produktif sehingga dapat membagi rata tata cara pendistribusian zakat
kepada para mustahik melalui pengelompokan mustahik yang terdiri dari
delapan asnaf atau yang berhak dan bisa menyalurkan kemampuan
mereka dengan memberikan pelatihan dasar, dari banyaknya kemampuan
yang tersembunyi dari para mustahik karena terhalang dana untuk
menyalurkan kemampuan mereka sehingga dapat memberikan
keuntungan bagi mereka.
C. Efektifitas pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten
Bantaeng
Peran dan fungsi amil sangat menentukan dalam keberhasilan
pengelolaan zakat yang meliputi pengumpulan, pengelolaan,
Distribusi zakat secara produktif
Pengelompokan mustahik
Pendataan secara akurat
Pemberian pelatihan dasar
Pemberian dana
58
pendistribusian zakat, pelaporan dan pencatatan. Dalam hal ini jika amil
melakukan kesalahan dalam kerjanya seperti tidak amanah, tidak
profesional dan tidak transparan sehingga mengurangi kepercayaan
masyarakat, sehingga eksistensi amil pun akan hilang, karena tidak ada
lagi muzakki yang menyalurkan zakatnya ke amil tersebut.
Suatu usaha dapat dikatakan efektif jika usaha tersebut mencapai
target yang harus dicapai atau tujuannya. Dalam setiap lembaga pasti ada
target yang harus dicapai sesuai dengan perencanaan dalam waktu satu
tahun kedepan, begitu pula BAZNAS Kabupaten Bantaeng yang juga
manargetkan penerimaan dana zakat setiap tahunnya.
Dalam menentukan efektifitas penyaluran zakat, peneliti
menganalisis berdasarkan kriteria menurut Prof. DR. Sondang P. Siagian:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
Pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng sendiri sudah memiliki tujuan
yang ingin dicapai, yakni meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan
dan pengelolaan zakat serta meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Dalam penerapannya,BAZNAS Kabupaten Bantaeng sudah mencapai
tujuan yang diinginkan melalui program-program yang ada pada BAZNAS.
2. Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap
Dalam proses menganalisa dan merumuskan kebijakan, BAZNAS
Kabupaten Bantaeng sudah melakukannya dengan Undang-Undang yang
berlaku, seperti BAZNAS Kabupaten Bantaeng menyusun setiap
pengelolaan mulai dari awal tahun sampai melakukan evaluasi dalam
setiap kegiatan, dan dalam menganalisa dan merumuskan penyaluran
zakat yang menggunakan skala prioritas dengan mengutamakan mustahik
59
yang mana yang paling membutuhkan, yang tentunya disesuaikan dengan
jumlah zakat yang ada dan terkumpul di BAZNAS Kabupaten Bantaeng.
3. Pelaksanaan yang efektif
Pada BAZNAS Kabupaten Bantaeng melaksanakan beberapa
program diantaranya program Bantaeng Peduli, menurut data yang
peneliti terima pada tahun 2015 BAZNAS Kabupaten Bantaeng
menghimpun dana sebesar Rp 1.211.121.544. pada tahun 2016 BAZNAS
Kabupaten Bantaeng menerima dana sebesar Rp 2.357.913.344. dan
pada tahun 2017 BAZNAS Kabupaten Bantaeng menerima dana sebesar
Rp 3.081.786.716. Pada tahun 2015 dari jumlah dana yang terhimpun
BAZNAS Kabupaten Bantaeng menyalurkan pada program Bantaeng
Peduli melalui dana zakat dan infaq sebesar Rp 727.840.324 sedangkan
pada tahun 2016 BAZNAS Kabupaten Bantaeng menyalurkan dana
tersebut untuk zakat dan infaq sebesar Rp 932.905.231 dan pada tahun
2017 BAZNAS Kabupaten Bantaeng menyalurkan dana tersebut sebesar
Rp 2.1.637.403.198.
Jika dilihat penyaluran dalam jumlah tersebut dari segi dana,
BAZNAS Kabupaten Bantaeng sudah efektifitas dalam menyalurkan dana
dalam program Bantaeng Peduli melalui pembagian zakat dan infaq
karena dari dana yang diterima setiap tahunnya terus bertambah dan
penyaluran zakat dan infaq BAZNAS Kabupaten Bantaeng pun terus
bertambah.
4. Akuntabilitas
Setiap kegiatan penghimpunan yang dilakukan oleh lembaga
pengelola zakat, harus didorong dengan program-program penyaluran
yang baik, sehingga sebaik apapun program penghimpunan, maka
60
keberhasilannya akan sampai pada penyaluran. Begitu juga halnya
BAZNAS Kabupaten Bantaeng, keberhasilan kegiatan penghimpunan juga
didorong kegiatan penyaluran.Untuk menegaskan bahwa kegiatan kerja
dapat dipertanggung jawabkan, maka diperkuat dengan adanya laporan
keuangan yang telah di audit oleh kantor akuntan publik.
Efektifitas pengelolaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten
Bantaeng, sebagaimana yang dipaparkan oleh pak Malik ialah : “Yah kita punya RKAT, jadi kita operasional melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang sudah tercantum di RKAT. Semuanya sudah ditargetkan dan dicantumkan di RKAT. Nah untuk pendidikan, kesehatan, untuk bidang sosial dan advokasi itu sudah ada perincian-perincian didalamnya, disitu kita melihat bahwa ini sekian anggarannya. Dan Alhamdulillah selalu mencapai target yang sudah ada”.55
Kegiatan penyaluran yang sudah dipercaya oleh muzakki dan
berdampak besar bagi kesejahteraan mustahik, sehingga muzakki akan
selalu mendonasikan zakatnya di BAZNAS.
55 H. Abd. Malik Madong, Wakil Ketua III, Wawancara, 6 September 2019
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pengelolaan
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Bantaeng disimpulkan
sudah efektif, terkait dengan pengumpulan, pengelolaan dan
pendistribusian dananya dengan melihat besarnya dana zakat dan
pendayagunaannya yang meliputi beberapa aspek kesehatan dan
pendidikan serta modal usaha yang dapat membantu dalam mendanai
kehidupan sehari-hari atau bersifat produktif.
1. Upaya mengeefektifkan pengelolaan dan penyaluran dana zakat pada
BAZNAS Kabupaten Bantaeng ini dengan cara menerapkan
pengelolaan yang sesuai dengan prosedur yang ada pada BAZNAS.
Pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Bantaeng ini dilakukan
dengan cara mengelola zakat secara baik dan sesuai peraturan yang
ada dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Mengelola zakat
dilakukan dengan sangat teliti, membagi sama rata yang akan
diberikan kepada para penerima zakat. Pendistibusian dana zakat
dilakukan dengan cara menyalurkan zakat kepada para mustahik
dengan tertib dengan mengundang para penerima zakat untuk datang
ke kantor BAZNAS Kabupaten Bantaeng atau ke Kantor Kecamatan
masing-masing penerima untuk diberikan zakat. Pendistribusian sesuai
ketentuan agama yang 8 asnaf, namun BAZNAS Kabupaten Bantaeng
melakukan terobosan baru dalam pendistribusian yaitu kesehatan dan
pendidikan.
62
2. BAZNAS Kabupaten Bantaeng menyalurkan dana zakatnya dengan
baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan laporan keuangan dan
dengan mendistribusikan secara terarah dan merata dengan ukuran-
ukuran yang telah ditentukan. Berikut beberapa program yang ada di
BAZNAS Kabupaten Bantaeng diantaranya :
a. Bantaeng PEDULI : yaitu memberikan bantuan kepada fakir miskin
dan korban bencana alam yang terjadi seperti kebakaran.
b. Bantaeng TAQWA : yaitu memberikan bantuan kepada pengurus
masjid dan kegiatan keagamaan lainnya.
c. Bantaeng SEHAT : yaitu bantuan diberikan kepada masyarakat yang
kurang mampu berupa biaya pengobatan dan peralatan kesehatan
seperti kursi roda.
d. Bantaeng MAKMUR : yaitu bantuan modal usaha bagi pedagang-
pedagang kecil yang kekurangan modal dan tergolong masyarakat
yang kurang mampu.
e. Bantaeng CERDAS : yaitu bantuan diberikan kepada Mahasiswa
yang kurang mampu dalam bentuk beasiswa untuk penyelesaian
pendidikan.
B. Saran
1. Sebelum mendaftarkan ke kantor pusat nama-nama mustahik yang
disetor oleh pemerintah Desa/Camat ke kantor BAZNAS, sebaiknya
tim BAZNAS mensurvey terlebih dahulu kondisi mustahik dengan
mendatangi tempat tinggal mereka, apakah benar-benar mustahik
yang akan di berikan zakat memang kurang mampu (miskin) dan wajib
mendapatkan zakat atau tidak.
63
2. Dalam melakukan pendataan BAZNAS harus sering-sering terjun
ke lapangan sehingga tidak ada fakir miskin yang terlewatkan dan
dapat adil serta meratakan zakat kepada mustahik.
3. Menambah program-program yang bersifat produktif, serta menjaga
kepercayaan para muzakki dalam pengelolaan dan penyaluran
dana zakat dengan menerapkan sifat siddi, tabligh, amanah dan
fathonah.
64
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardawi, Yusuf. 1996. Konsepsi Islam Dalam Mengentas Kemiskinan, Alih Bahasa Umar Finany. Cet. III; Surabaya: Bina Ilmu.
…………………….. 2005. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Zikrul Hakim.
Ash-Shiddieqy, Hasbih. 1991. Pedoman Zakat. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Djufandi, Arif. 2002. Organisasi dan Administrasi Zakat, disampaikan pada Penyuluhan Rintisan Binaan Zakat Kota Yogyakarta, 9 September 2002. DEPAG RI KANWIL Provinsi DIY.
Doa, Djamal. 2004. Pengelolaan Zakat oleh Negara untuk Memerangi Kemiskinan. Jakarta: Nuansa Madani.
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Keuangan Lembaga Syariah. Jakarta: Kencana.
Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
66
RIWAYAT HIDUP
KARMILA, Lahir di Kabupaten Bantaeng pada tanggal 13 juli 1998, Sulawesi selatan. Penulis adalah anak ke-1 (satu) dari 2 (dua) bersaudara, dari pasangan Ayahanda Sahir dan Ibunda Rahobia. Penulis mulai masuk jenjang Pendidikan di SDN 43 Biangloe pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan Pendidikan di Mts Guppi Biangloe tahun 2009 dan
tamat pada tahun 2012. Setelah lulus pada tahun tersebut penulis melanjutkan Pendidikan di MA Guppi Biangloe dan lulus pada tahun 2015. Setelah itu penulis melanjutkan Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Agama Islam, dan mengambil Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
Berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt. Serta do’a yang selalu mengiringi penulis dari keluarga terutama do’a dari kedua orangtua penulis, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektifitas Pengelolaan Dana Zakat pada Baznas