ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT (Studi Kasus : Kecamatan Bogor Barat) FAIZAL MARWAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN
PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT
(Studi Kasus : Kecamatan Bogor Barat)
FAIZAL MARWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
FAIZAL MARWAN. Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan
Pendekatan Willingness to Accept (Studi Kasus : Kecamatan Bogor Barat).
Dibimbing Oleh Eka Intan Kumala Putri.
Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin meningkat. Luas Kota
Bogor yang hanya 11.850 ha dengan panjang jalan 783.412 km sudah padat untuk
menampung jumlah kendaraan yang semakin lama melebihi carrying capacity
jalan. Saat ini ada 3.508 unit angkot yang diijinkan beroperasi di dalam kota, di
tambah lagi ratusan angkot dari Kabupaten Bogor yang trayek operasinya
memasuki wilayah Kota Bogor. Jumlah angkot sebanyak itu tidak hanya menjadi
bagian dari beban kepadatan lalu lintas Kota Bogor, karena masih ada 46.034 unit
kendaraan roda empat pribadi dan 73.145 unit kendaraan roda dua serta ratusan
becak yang hilir mudik setiap harinya. Dengan banyaknya volume kendaraan
tersebut maka menyebabkan terjadinya kemacetan di Kota Bogor.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian ini.
Adapun permasalahan yang dikaji adalah 1) Apakah dampak sosial ekonomi yang
dirasakan oleh pengguna jalan saat terjebak kemacetan? 2) Apakah penguna jalan
bersedia menerima kompensasi sebagai akibat dari terkena dampak kemacetan? 3)
Berapa besarnya nilai kerugian pengguna jalan akibat kemacetan dilihat dari nilai
kompensasi (WTA)? 4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA
tersebut? Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Contingent
Valuation Method (CVM). Metode ini memiliki kemampuan untuk mengestimasi
manfaat lingkungan dari berbagai sisi.
Berdasarkan hasil penelitian, kemacetan menyebabkan pengguna jalan
merasakan lelah, stres, waktu yang hilang serta dampak terhadap penggunaan
bahan bakar. Pengeluaran pembelian BBM dalam kondisi lalu lintas normal untuk
pengguna mobil adalah sebesar Rp 40.500,00 per mobil sedangkan motor Rp
12.277,03 per motor. Namun apabila mereka terjebak dalam kemacetan maka
biaya tersebut meningkat menjadi sebesar Rp 52.159,09 per mobil dan Rp
19.182,43 per motor. Potensi ekonomi BBM yang hilang akibat kemacetan di
Kecamatan Bogor Barat setiap tahunnya mencapai Rp 152.460.925.983,00 per
tahun.
Penggunaan metode CVM menghasilkan nilai rata-rata WTA yang
diekspresikan responden untuk pengguna mobil sebesar Rp 486.363,64, pengguna
sepeda motor Rp 366.000,00 dan penumpang angkutan umum Rp 289.642,86.
Variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya nilai WTA pengguna jalan secara
signifikan ada lima yakni tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan,
umur, frekuensi macet dan lama macet.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
” ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN
PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT (Studi Kasus : Kecamatan Bogor
Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2011
Faizal Marwan
H44060392
Judul Skripsi : Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan
Pendekatan Willingness to Accept (Studi Kasus :
Kecamatan Bogor Barat)
Nama : Faizal Marwan
NIM : H44060392
Menyetujui,
Pembimbing,
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS
NIP 19650212 199003 2001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
NIP 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1988. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sumardi dan Kayati
Suhartati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Lestari pada tahun 1994,
kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Sukamaju 1. Pada tahun
2000, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 3 Depok, lalu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum
Negeri 2 Cibinong dan masuk dalam program IPA pada tahun 2003. Pada tahun
2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan setelah
setahun di Tingkat Persiapan Bersama, penulis melanjutkan ke Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di kegiatan
kemahasiswaan sebagai staf divisi Study Research and Development Resources
Environmental and Economic Student Association (REESA) periode 2008/2009.
Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam lembaga dakwah kampus FORMASI
FEM IPB.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ” ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN
PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT (Studi Kasus : Kecamatan
Bogor Barat)”
Kemacetan merupakan masalah yang sering terjadi di kota-kota besar. Hal
ini terjadi karena kebutuhan masyarakat akan transportasi cukup besar daripada
ketersediaan prasarana transportasi yang tersedia, atau bahkan prasarana
transportasi tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemacetan terjadi
tidak hanya disebabkan oleh banyaknya kendaraan di jalan, tetapi juga disebabkan
oleh banyaknya angkutan umum yang berhenti di jalan untuk menunggu
penumpang sehingga terjadi kemacetan yang tidak dapat dihindari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam pembuatan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalan pembuatan skripsi ini. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
menyempurnakan skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak di bantu oleh berbagai pihak baik secara moril
maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Allah SWT atas karunia dan rahmat Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi
ini.
2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta masukan-masukan dan
motivasi yang membangun.
3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Novindra, SP. selaku dosen penguji
siding skripsi atas masukan yang berharga.
4. Bapak Aiptu Ach. Sujana selaku Kepala Bantara Urusan Lalu Lintas kota
Bogor atas informasi dan masukannya.
5. Staf pengajar dan karyawan/wati di lingkungan Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) FEM IPB
6. Orang tua tercinta serta Sat Herniati yang telah memberikan dukungan moral
dan spiritual.
7. Rekan-rekan mahasiswa ESL 43 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
8. Teman-teman “Pioneer”, X-band dan Sat band atas saran dan dukungannya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ...................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
2.1 Teori Transportasi ...................................................................... 9
2.1.1 Definisi Transportasi ......................................................... 9
2.1.2 Definisi Kemacetan Transportasi ....................................... 9
2.2 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan ..................................... 10
2.2.1 Konsep Metode Valuasi Kontingensi (Contingent
Valuation Methode/CVM) ................................................. 11
2.2.2 Kelebihan dak Kelemahan Dari Teknik CVM ................... 12
2.3 Willingness to Accept (WTA)..................................................... 13
2.4 Analisis Regresi Linier Berganda ............................................... 15
2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................. 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 18
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................. 18
IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 21
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 21
4.2 Jenis dan Sumber Data yang digunakan .................................... 21
4.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 22
4.4.1 Mengestimasi Dampak Kemacetan Secara Sosial
Ekonomi .......................................................................... 23
4.4.2 Analisis Kesediaan Menerima Masyarakat Sesuai
Skenario yang Ditawarkan .............................................. 23
4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Dampak
Kemacetan ...................................................................... 23
4.4.4 Analisis Fungsi Kesediaan Menerima Masyarakat ........... 26
4.5 Pengujian Statistik .................................................................... 27
V. GAMBARAN UMUM LOKASI .................................................. 30
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 31
5.1.1 Keadaan Umum Kecamatan Bogor Barat ......................... 32
5.1.2 Kondisi Demografi .......................................................... 35
5.2 Karakteristik Responden........................................................... 37
VI. DAMPAK KEMACETAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI
PENGGUNA JALAN ................................................................ 43
6.1 Analisa Dampak Kemacetan Terhadap Sosial Ekonomi
pengguna Jalan ....................................................................... 43
6.2 Perhitungan Pengeluaran Biaya BBM Pengguna Jalan bila
Terkena Kemacetan Dibandingkan dengan Tidak Terkena
Kemacetan .............................................................................. 46
VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT ................................. 49
7.1 Willingness to Accept (WTA) Pengguna Jalan Terhadap
Kemacetan .............................................................................. 49
7.2 Analisis Willingness to Accept (WTA) dengan Pendekatan
Contingent Valuation Method (CVM) dalam Menghadapi
Kerugian Akibat Kemacetan ................................................... 50
7.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA
Pengguna Jalan dalam Menghadapi Kemacetan ...................... 54
VIII. Simpulan dan Saran ................................................................. 59
8.1 Simpulan ................................................................................ 59
8.2 Saran ...................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 61
LAMPIRAN ....................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalan di Kota
Bogor Tahun 2008 ....................................................................... 4
2 Jumlah Penduduk Kota Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin
2008 ............................................................................................ 5
3 Metode Pengolahan Data ............................................................. 22
4 Deskripsi Pengukuran Nilai WTA ............................................... 27
5 Jumlah Kendaraan di Kecamatan Bogor Barat sampai dengan
November 2010 ........................................................................... 31
6 Luas Wilayah per Kelurahan se Kecamatan Bogor Barat ............. 34
7 Golongan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bogor Barat ......... 36
8 Perhitungan Pengeluaran Rata-Rata Responden untuk
Pembelian BBM .......................................................................... 47
9 Alasan Ketidaksediaan Responden Mengungkapkan Nilai
Kerugian Akibat Kemacetan ........................................................ 50
10 Distribusi Besaran WTA Responden ........................................... 52
11 Hasil Analisis Nilai WTA Responden .......................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Klasifikasi valuasi non-market.......................................... 10
2 Kerangka Pemikiran Operasional...................................... 20
3 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden .................. 38
4 Perbandingan Jenis Pekerjaan Responden ......................... 39
5 Perbandingan Tingkat Pendapatan Responden .................. 39
6 Perbandingan Usia Responden.......................................... 40
7 Perbandingan Jenis Kelamin Responden ........................... 41
8 Perbandingan Kategori Pengguna Jalan ............................ 41
9 Perbandingan Lama Macet Responden ............................. 42
10 Perbandingan Jarak Tempuh Responden ........................... 42
11 Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Dampak Kemacetan
Berdasarkan Jenis Pekerjaan ............................................. 44
12 Distribusi Pilihan Bersedia dan Tidak Bersedia Pengguna
Jalan dalam Mengungkapkan kerugian akibat kemacetan.. 49
13 Dugaan Bid Curve WTA Pengguna Jalan terhadap
Kemacetan ....................................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Peta Kota Bogor ............................................................. 63
2 Hasil Uji Statistik ........................................................... 64
3 Situasi Kemacetan di Kecamatan Bogor Barat ................ 67
4 Data Total Pengeluaran BBM dan Nilai WTA ................ 68
ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN
PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT
(Studi Kasus : Kecamatan Bogor Barat)
FAIZAL MARWAN
H44060392
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dampak-dampak awal dari revolusi industri adalah kepadatan dan
kemacetan yang semakin meningkat, gangguan-gangguan keamanan baru, serta
pengotoran air dan udara. Transportasi merupakan kunci bagi industrialisasi. Bila
bahan mentah tidak dapat dikirim ke pabrik-pabrik dan hasil industri tidak dapat
didistribusikan ke pasar-pasar, maka revolusi industri tidak akan berlangsung.
Karena itu maka jalan-jalan baru, jalan kereta api, jalur-jalur pelayaran, dan kanal-
kanal di bangun di kota-kota. Biasanya fasilitas transportasi tersebut hanya
diletakkan di atas pola yang sudah ada, seringkali berakibat pada timbulnya
kesemrawutan. Sebelum revolusi industri, pekerja biasanya dipekerjakan di rumah
atau di toko dan warung dekat rumah. Bersamaan dengan revolusi industri muncul
pula suatu fenomena baru dalam kehidupan kota, yaitu perjalanan ke tempat kerja.
Mekanisasi alat angkut dan industri menjadikan perkembangan daerah-daerah
kota (Satyaputra, 2007).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-
2009 dalam bab 33 bahwa kegiatan sektor transportasi merupakan tulang
punggung pola distribusi baik barang maupun penumpang. Transportasi secara
umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,
pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pada umumnya transportasi mengemban fungsi pelayanan
publik dan misi pembangunan nasional. Pembangunan transportasi, diarahkan
untuk mendukung perwujudan Indonesia yang lebih sejahtera dan sejalan dengan
perwujudan Indonesia yang aman dan damai serta adil dan demokratis.
Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi
pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna
mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas
dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun pedesaan, mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta untuk melancarkan mobilitas
distribusi barang dan jasa dan mendukung pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
nasional (Sapta, 2009).
Salah satu bagian penting dari transportasi adalah angkutan darat dalam
hal ini yakni kendaraan bermotor sebagai andalan sektor tersebut. Perkembangan
yang terjadi pada jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan
gambaran mengenai kondisi sub sektor angkutan darat. Jumlah kendaraan
bermotor yang cenderung meningkat, merupakan indikator semakin tingginya
kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang memadai sejalan dengan
mobilitas penduduk yang semakin tinggi.
Sektor transportasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, yaitu mencapai 19.3% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor
yaitu 71,80% dari jumlah kendaraan bermotor pada periode 2004-2005 dan
tingkat pertumbuhannya mencapai 30% dalam lima tahun terakhir. Rasio jumlah
sepeda motor dan penduduk di Indonesia mencapai 1:8 pada akhir tahun 2005
(Sapta, 2009).
Menurut Sapta (2009), jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin
meningkat. Luas Kota Bogor yang hanya 11.850 ha dengan panjang jalan 783.412
km sudah padat untuk menampung jumlah kendaraan yang semakin lama
melebihi carrying capacity jalan. Saat ini ada 3.508 unit angkot yang diizinkan
beroperasi di dalam kota, di tambah lagi ratusan angkot dari Kabupaten Bogor
yang trayek operasinya memasuki wilayah Kota Bogor. Jumlah angkot sebanyak
itu tidak hanya menjadi bagian dari beban kepadatan lalu lintas Kota Bogor,
karena masih ada 46.034 unit kendaraan roda empat pribadi dan 73.145 unit
kendaraan roda dua serta ratusan becak yang hilir mudik setiap harinya. Dengan
banyaknya volume kendaraan tersebut maka menyebabkan terjadinya kemacetan
di Kota Bogor.
Menurut Kepala Bantara Urusan Satuan Lalu Lintas kota Bogor Aiptu
Ach. Sujana mengatakan bahwa penyebab kemacetan yang terjadi bisa disebabkan
oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya ialah banyaknya persimpangan yang
ada di Kota Bogor, banyaknya jumlah kendaraan baik itu kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi yang melintas di jalan, sarana dan prasaran jalan yang
kurang memadai serta pertumbuhan jalan yang tidak sebanding dengan
pertumbuhan kendaraan.
Pertumbuhan jalan di Kota Bogor semakin bertambah seiring
meningkatnya jumlah penduduk dan alat transportasi. Pembangunan infrastruktur
ini dilakukan untuk mengimbangi kebutuhan sarana penunjang transportasi. Data
yang diperoleh dari BPS untuk panjang jalan yang telah ada adalah 576.665 Km
pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 sampai 2008 panjang jalan tidak bertambah
atau tetap yakni 749.213 Km. Kondisi jalan di Kota Bogor dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalan di Kota Bogor
Tahun 2008
Keadaan Status Jalan
Jumlah (Km) Jalan Negara
Jalan Provinsi
Jalan Kab/Kota
I. Jenis Permukaan
a. Diaspal 34.199 - 677.093 711.292
b. Kerikil - - 15.219 15.219
c. Tanah - - 3.823 3.823
d. Beton/Conblock - - 53.078 53.078
e. Tidak dirinci - - - -
Jumlah 34.199 - 749.213 783.412
II. Kondisi Jalan
a. Baik 24.266 - 230.780 255.046
b. Sedang 8.546 - 419.676 428.222
c. Rusak 1.387 - 78.589 79.976
d. Rusak berat - - 20.168 20.168
Jumlah 34.199 - 749.213 783.412
2007 34.199
749.213 783.412 2006 34.199 - 739.213 773.412 2005 33.810 10.120 576.665 620.595
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor 2009 dari BPS
Masyarakat Kota Bogor, dalam hal ini adalah pengguna jalan, selalu
dihadapkan dengan kemacetan lalu lintas sehingga mereka menganggap
kemacetan adalah bagian dari rutinitas hidup. Padahal saat mereka terjebak dalam
kemacetan, banyak manfaat yang hilang. Kemacetan dilihat dari dampak sosialnya
dapat membuat seseorang menjadi stres, lelah, hingga terlambat ke kantor atau
sekolah.
Dampak kemacetan terhadap ekonomi jelas lebih terlihat dari sisi manfaat
yang hilang dan biaya yang dikeluarkan. Kemacetan membuat laju kendaraan
melambat atau bahkan terhenti. Hal ini membuat penggunaan Bahan Bakar
Minyak (BBM) meningkat karena mesin menyala lebih lama sehingga pengendara
harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk membeli BBM. Selain itu,
kemacetan lalu lintas waktu tempuh dalam suatu perjalanan akan lebih lama,
padahal waktu tersebut dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu adanya studi yang adanya
mengkaji tentang besarnya dampak sosial ekonomi pengguna jalan dilihat dari
dampak yang dirasakan saat terjebak kemacetan dan berapa besarnya kerugian
pengguna jalan jika ada kompensasi yang diberikan akibat terjebak kemacetan.
Penggunaan Willingness to Accept (WTA) digunakan untuk mengetahui besarnya
kompensasi yang bersedia diterima pengguna jalan terkait dengan dampak sosial
ekonomi yang dirasakan setiap individu.
1.2 Perumusan Masalah
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah penduduk di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak terkecuali di Kota Bogor
khususnya Kecamatan Bogor Barat yang penduduknya terbanyak bila
dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kota bogor. Berikut adalah tabel
jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kota Bogor tahun 2008.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin 2008
Kecamatan Laki-laki Perempuan Total
Bogor Selatan 91.85 87.644 179.494
Bogor Timur 47.185 47.144 94.329
Bogor Utara 83.485 82.76 166.245
Bogor Tengah 56.45 55.502 111.952
Bogor Barat 103.874 101.249 205.123
Tanah Sereal 93.632 91.429 185.061
Kota Bogor 476.476 465.728 942.204
2007 457.717 447.415 905.132
2006 444.508 434.63 879.138
2005 431.862 423.223 855.085
2004 424.819 406.752 831.571 Sumber : BPS Kota Bogor, 2009
Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan
transportasi pun ikut meningkat. Pemenuhan kebutuhan transportasi sangat
diperlukan agar mobilitas penduduk dapat berjalan dengan baik sehingga
berdampak positif bagi aktifitas sosial maupun ekonomi. Namun di sisi lain,
semakin bertambahnya alat transportasi juga mengurangi jarak lintasan antar
kendaraan di jalan raya, sehingga semakin lama menyebabkan terjadinya
kemacetan. Masalah kemacetan telah mengganggu aktifitas masyarakat,
khususnya aktifitas ekonomi (Sapta, 2009).
Kemacetan merupakan masalah yang sering terjadi di kota-kota besar. Hal
ini terjadi karena kebutuhan masyarakat akan transportasi cukup besar daripada
ketersediaan prasarana transportasi yang tersedia, atau bahkan prasarana
transportasi tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemacetan terjadi
tidak hanya disebabkan oleh banyaknya kendaraan di jalan, tetapi juga disebabkan
oleh banyaknya angkutan umum yang berhenti di jalan untuk menunggu
penumpang sehingga terjadi kemacetan yang tidak dapat dihindari.
Jumlah kendaraan yang masuk Kota Bogor setiap harinya rata-rata
mencapai 9.360 unit. Persentase jumlah kendaraan pribadi dari luar Kota Bogor
yang masuk setiap harinya sekitar 35% dari jumlah kendaraan pribadi berplat-F di
Kota Bogor tercatat berjumlah 38.994 unit (Sapta, 2009). Tingkat kemacetan di
Kota Bogor telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Kondisi kemacetan
mempengaruhi efisiensi perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Kemacetan juga menaikkan biaya transportasi karena konsumsi BBM meningkat.
Dampak bagi penggunanya sendiri, kemacetan menyebabkan hilangnya
opportunity cost. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang
produktif, kini banyak dihabiskan di jalan, sehingga mereka kehilangan manfaat
tertentu seperti biaya, waktu dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian meliputi :
1. Apakah dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh pengguna jalan saat
terjebak kemacetan?
2. Apakah penguna jalan bersedia menerima kompensasi sebagai akibat dari
terkena dampak kemacetan?
3. Berapa besarnya nilai kerugian pengguna jalan akibat kemacetan dilihat dari
nilai kompensasi (WTA)?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis dampak kemacetan secara sosial ekonomi yang dirasakan
pengguna jalan saat terjebak kemacetan.
2. Menganalisis kesediaan menerima masyarakat sesuai skenario yang
ditawarkan.
3. Mengestimasi besarnya nilai kerugian pengguna jalan akibat kemacetan dilihat
dari nilai kompensasi (WTA) yang bersedia mereka terima.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat mengaplikasikan teori yang
didapatkan selama kuliah mengenai metode Contingent Valuation Method
(CVM) yang terkait dengan lingkungan.
2. Bagi Pemerintah Kota Bogor diharapkan agar menjadi bahan masukan bahwa
kemacetan di Kota Bogor telah mengkhawatirkan dan telah mengganggu
aktifitas masyarakat, khususnya aktifitas ekonomi. Untuk itu diperlukan
adanya kebijakan yang dapat mengatasi masalah kemacetan tersebut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut :
1. Perhitungan nilai kerugian kemacetan dihitung melalui pendekatan biaya
pengeluaran bahan bakar.
2. Perhitungan nilai WTA masyarakat dilakukan dengan memasukkan
seluruh unsur dalam penelitian yakni penumpang angkutan umum serta
pengguna kendaraan bermotor.
3. Perhitungan dampak pada penelitian ini hanya dampak secara sosial dan
ekonomi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Transportasi
Sistem transportasi erat kaitannya dengan keadaan ekonomi suatu wilayah
karena pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi kondisi sistem
transportasi yang ada di wilayah tersebut. Sistem transportasi yang baik akan
mempermudah pergerakan mobilitas perekonomian baik produksi, distribusi,
maupun konsumsi. Teori transportasi saat ini menempatkan sistem transportasi
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari infrastruktur desa maupun kota (Sapta,
2009).
2.1.1 Definisi Transportasi
Transportasi merupakan turunan dari kombinasi tata guna lahan yang
saling membutuhkan yang kemudian membentuk suatu pergerakan dari guna
lahan satu ke guna lahan lain. Transportasi di darat ada beberapa macam, mulai
dari kendaraan tidak bermesin seperti sepeda, delman, andong, becak dan
sebagainya, serta kendaraan bermesin seperti motor dan mobil. Masyarakat
biasanya menggunakan transportasi pribadi seperti mobil pribadi, sewaan, ataupun
motor untuk memenuhi kebutuhan akan transportasi. Pengguna jalan yang tidak
memiliki kendaraan pribadi dapat menggunakan transportasi massal, seperti bus,
angkot, ojek, dan lain sebagainya (Sapta, 2009).
2.1.2 Definisi Kemacetan Transportasi
Kemacetan merupakan suatu indikasi dimana permintaan kendaraan yang
melintas di jalan mendekati atau melebihi kapasitas disain infrastruktur
transportasi. Jumlah kendaraan yang melintasi suatu jalan mendekati kapasitas
fisik fasilitas jalan yang ada dan membuat kecepatan berlalu lintas akan semakin
melambat sehingga kemampuan keseluruhan perlintasan di jalan tersebut menjadi
turun (Sapta, 2009). Menurut definisi teknik tata lalu lintas yang dimaksud dengan
macet atau kemacetan lalu lintas adalah suatu kondisi dimana arus lalu lintas
terhambat namun masih berjalan.
2.2 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan
Secara umum, teknik valuasi ekonomi yang tidak dapat dipasarkan (non-
market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama
adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness to
Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Kelompok kedua adalah
teknik valuasi yang didasarkan pada survey di mana keinginan membayar atau
WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara
lisan maupun tertulis. Secara sistematis, teknik valuasi non-market tersebut dapat
dilihat pada tampilan berikut ini.
Valuasi Non-Market
Tidak langsung Langsung (Survey)
(Revealed WTP) (Expressed WTP)
*Hedonic Pricing *Contingent Valuation
*Travel Cost *RandomUtility model
*Random Utility model *Contingent Choice
Sumber : Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pustaka Gramedia
Utama, Jakarta.
Gambar 1. Klasifikasi Valuasi Non-Market
2.2.1 Konsep Metode Valuasi Kontingensi
Pendekatan CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis tahun 1963
dalam penelitian mengenai perilaku perburuan (hunter) di Miami. Pendekatan ini
disebut contingent (tergantung) karena pada praktiknya informasi yang diperoleh
sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya
yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya (Fauzi, 2006).
Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua,
dengan teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan melalui
simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit.
CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui : pertama, keinginan
membayar (willingness to pay atau WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap
perbaikan kualitas lingkungan dan kedua, keinginan menerima (willingness to
accept atau WTA) kerusakan suatu lingkungan (Fauzi, 2006)..
Teknik CVM ini didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak
pemilikan (Garrod dan Willis, 1999), jika individu yang ditanya tidak mempunyai
hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, pengukuran yang
relevan adalah keinginan membayar yang maksimum (maximun willingness to
pay) untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya
memiliki hak atas sumber daya, pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk
menerima (willingness to accept) kompensasi yang paling minimum atas hilang
atau rusaknya sumber daya alam yang dia miliki.
2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Dari Teknik CVM
Menurut Hanley dan Spash (1993) kelebihan dari penggunaan CVM yaitu:
1. Sifatnya yang fleksibel dan dapat diterapkan pada beragam kekayaan
lingkungan, tidak hanya terbatas pada benda atau kekayaan alam yang
terukur secara nyata di pasar saja.
2. Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal yang
penting, yaitu: seringkali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk
mengestimasi manfaat, dapat diaplikasikan pada berbagai konteks
kebijakan lingkungan.
3. Dapat digunakan dalam berbagai macam penilaian barang-barang
lingkungan di sekitar masyarakat.
4. Dibandingkan dengan teknik penilaian yang lain, CVM memiliki
kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna.
5. Kapasitas CVM dapat menduga ”nilai non pengguna”
6. Responden dapat dipisahkan ke dalam kelompok pengguna dan non
pengguna sesuai dengan informasi yang didapatkan dari kegiatan
wawancara.
Adapun kelemahan dari teknik CVM adalah timbulnya bias. Bias tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Bias Strategi, yaitu bias yang terjadi karena barang lingkungan memiliki
sifat ”non-excludability” dalam pemanfaatannya, sehingga akan
mendorong terciptanya responden yang bersifat ”free rider” dan tidak jujur
dalam memberikan informasi.
2. Bias Rancangan, yaitu mencakup cara informasi disajikan, instruksi yang
diberikan, format pertanyaan, dan jumlah serta tipe informasi yang
disajikan kepada responden.
3. Bias yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan responden, yang terkait
dengan langkah proses pembuatan keputusan seorang individu dalam
memutuskan seberapa besar pendapatan, kekayaan dan waktunya
dihabiskan untuk barang lingkungan tertentu dalam periode waktu tertentu.
4. Kesalahan Pasar Hipotetis, terjadi jika fakta yang ditanyakan kepada
responden dalam pasar hipotetis membuat tangapan responden berbeda
dengan konsep yang diinginkan.
2.3 Willingness to Accept (WTA)
Kesediaan untuk menerima atau WTA merupakan suatu ukuran dalam
konsep penilaian ekonomi dari barang/jasa lingkungan. Ukuran ini memberikan
informasi tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat
terhadap penurunan kualitas lingkungan disekitarnya yang setara dengan biaya
perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang/jasa lingkungan dari sisi
WTA mempertanyakan seberapa besar jumlah minimum uang yang bersedia
diterima seseorang (rumah tangga) setiap bulan/tahun sebagai kompensasi atas
diterimanya kerusakan lingkungan.
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA untuk
menilai peningkatan atau pemburukan kondisi lingkungan antara lain :
1. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi
dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan.
2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin
menurunnya kualitas lingkungan.
3. Melalui suatu survey untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat
menerima dana kompensasi dalam rangka mengurangi dampak negatif pada
lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.
Perhitungan WTA dapat dilakukan secara langsung (direct method)
melalui survey dan wawancara dengan masyarakat, maupun secara tidak langsung
(indirect method) dengan menghitung nilai dari penurunan kualitas lingkungan
yang telah terjadi. Metode bertanya pun tidak jauh berbeda dengan WTP. Menurut
Hanley dan Spash (1993), terdapat 4 (empat) metode bertanya yang digunakan
untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTA responden, yaitu :
1. Metode Tawar Menawar (bidding game), yang dilaksanakan dengan
menanyakan kepada responden apakah bersedia menerima sejumlah uang
tertentu yang diajukan sebagai titik awal. Jika “ya” maka besarnya nilai uang
diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati.
2. Metode Pertanyaan Terbuka (open-endedquestion), dilakukan dengan
menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah minimal uang yang
diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah
responden tidak perlu diberikan petunjuk yang dapat mempengaruhi nilai yang
diberikan dan tidak digunakannya nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak
akan menimbulkan bias titik awal. Namun, metode ini lemah dalam akurasi
nilai dan terlalu besar variasinya.
3. Metode Kartu Pembayaran (payment card), yang menawarkan kepada
responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk
menerima sehingga responden dapat memilih nilai minimal yang sesuai
dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk
mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Untuk mengembangkan
kualitas metode ini sering diberikan semacam nilai patokan yang
menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan
tertentu bagi barang/jasa lingkungan yang lain. Metode ini memiliki
keunggulan dalam memberikan stimulan dalam membantu responden berpikir
lebih leluasa tentang nilai minimum yang akan diberikan tanpa harus
terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar-menawar. Untuk
menggunakan metode ini diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.
4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (closed-ended referendum), yang
menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan kepada
responden apakah mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut akibat
perubahan kualitas lingkungan.
2.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada
regresi berganda. Hubungan kedua variabel memungkinkan seseorang untuk
memprediksi secara akurat variabel terikat berdasarkan pengetahuan variabel
bebas. Namun situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah begitu sederhana,
diperlukan lebih dari satu variabel secara akurat. Model regresi yang terdiri lebih
dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda.
Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan
pada metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun sifat-sifat OLS adalah
(Gujarati, 2003) : (1) penaksir OLS tidak bias, (2) penaksir OLS mempunyai
varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati
(2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan
terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Model yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-asumsi berikut
dapat dipenuhi :
1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i= 1, 2, …, n. artinya rata-rata galat adalah
nol, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel
bebas tertentu adalah nol.
2. Cov (ui,ui) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.
3. Var (ui) = σ2, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, …, n. artinya setiap galat
memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).
4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. artinya kovarian setiap galat memiliki varian
yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda.
5. Tidak ada multikoliniearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang
pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling
bebas.
2.5 Penelitian Terdahulu
Sapta (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Dampak
Kemacetan Lalu Lintas Terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan Dengan
Contingent Valuation Methode (Studi Kasus : Kota Bogor, Jawa Barat)”,
menghitung besarnya nilai kerugian pengguna jalan akibat kemacetan di Kota
Bogor. Besarnya nilai kerugian pengguna jalan akibat kemacetan di Kota Bogor
yakni sebesar Rp 642.214.762,40 untuk pengguna jalan yang menggunakan mobil
dan sebesar Rp 853.357.639,50 untuk pengguna jalan yang menggunakan sepeda
motor serta sebesar Rp 3.721.137.094,00 untuk para supir angkutan umum.
Selain itu, Sapta juga menghitung besarnya pengeluaran penggunaan BBM
bila pengguna jalan terkena kemacetan dibandingkan dengan tidak terkena
kemacetan. Hasil dari perhitungan tersebut dihasilkan Rp 13.933,25 pengeluaran
pengguna jalan yang menggunakan mobil dalam kondisi normal. Sedangkan
apabila terkena kemacetan, pengeluarannya menjadi sebesar Rp 19.171,12.
Sementara itu, besarnya pengeluaran BBM pada pengguna sepeda motor dalam
keadaan normal yakni sebesar Rp 5.082,87, sedangkan dalam kondisi terkena
kemacetan menjadi sebesar Rp 7.172,65. Pendapatan pengguna jalan yang hilang
pun dihitung oleh Sapta dan menghasilkan nilai sebesar Rp 7.377.521.660,00.
Keterkaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
metode yang digunakan, yaitu Contingent Valuation Methode (CVM). Namun
yang membedakannya adalah bahwa dalam penelitian ini hanya mengestimasi
dampak sosial dari kemacetan serta nilai kerugian beserta faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai kerugian masyarakat akibat kemacetan serta dalam
penelitian ini beberapa variabel menggunakan peubah dummy.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional
Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin meningkat. Luas Kota
Bogor yang hanya 11.850 ha dengan panjang jalan 783.412 km sudah padat untuk
menampung jumlah kendaraan yang semakin lama melebihi carrying capacity
jalan. Saat ini ada 3.508 unit angkot yang diijinkan beroperasi di dalam kota, di
tambah lagi ratusan angkot dari Kabupaten Bogor yang trayek operasinya
memasuki wilayah Kota Bogor. Jumlah angkot sebanyak itu tidak hanya menjadi
bagian dari beban kepadatan lalu lintas Kota Bogor, karena masih ada 46.034 unit
kendaraan roda empat pribadi dan 73.145 unit kendaraan roda dua serta ratusan
becak yang hilir mudik setiap harinya
Selain itu, jumlah kendaraan yang masuk Kota Bogor setiap harinya rata-
rata mencapai 9.360 unit. Persentase jumlah kendaraan pribadi dari luar Kota
Bogor yang masuk setiap harinya sekitar 35% dari jumlah kendaraan pribadi
berplat-F di Kota Bogor tercatat berjumlah 38.994 unit
Kemacetan lalu lintas merupakan dampak yang tidak dapat dihindari
dengan kondisi populasi kendaraan sebanyak itu. Kemacetan semakin lama
semakin memberikan masalah yang akhirnya berdampak pada masalah
lingkungan. Masalah lingkungan ini juga akhirnya berdampak pada pada sosial
ekonomi masyarakat.
Dampak kemacetan yang harus masyarakat tanggung akibat dari terjadinya
kemacetan cukup besar kerugian yang dialami masyarakat pun beragam, mulai
dari segi kesehatan, stres, meningkatnya pengeluaran BBM, dan berbagai
kerugian lainnya yang merupakan dampak yang harus ditanggung masyarakat,
khususnya para pengguna jalan. Mengingat besarnya dampak yang terjadi, maka
diperlukan analisis mengenai kerugian pengguna jalan.
Kompensasi merupakan cerminan besarnya nilai kerugian dari pengguna
jalan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi WTA masyarakat untuk menerima kompensasi. Penilaian
ekonomi mengenai kemacetan dengan mencari nilai WTA pengguna jalan dengan
menggunakan tahapan dalam CVM dan analisis regresi berganda. Metode dan
analisis tersebut akan memberikan besaran nilai WTA pengguna jalan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
Perhitungan pengeluaran masyarakat akan difokuskan pada pengeluaran
penggunaan BBM yang digunakan. Perhitungan ini akan membandingkan
penggunaan BBM pada saat pengguna jalan terjebak dalam kemacetan dengan
tidak terjebak dalan kemacetan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai besarnya nilai dari kerugian masyarakat akibat
dampak dari kemacetan. Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian,
dibuatlah alur berpikir seperti pada Gambar 2.
Kendaraan di Kota Bogor
Pribadi Umum
Tidak Tertib ·Jumlah kendaraan meningkat Overcappacity
dari waktu ke waktu
·Kapasitas jalan terbatas
·Kondisi jalan dan infrastruktur
lainnya buruk
Kemacetan Masalah Lingkungan
Dampak Sosial-Ekonomi
Dampak Sosial Kemacetan WTA Faktor yang
Mempengaruhi
Deskriptif-Kualitatif CVM
Nilai Kerugian Sosial
Ekonomi
Rekomendasi Pengelolaan
atas Kemacetan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan setelah melakukan survey (baik secara
langsung maupun tak langsung) dengan mempertimbangkan: (1) Kecamatan
Bogor Barat merupakan salah satu kecamatan di Kota Bogor yang mengalami
kemacetan lalu lintas dari waktu ke waktu, (2) Adanya kesesuaian data yang
diharapkan dapat mendukung dan mewujudkan tujuan penelitian yang diajukan.
Pengambilan data primer melalui kuisioner dilakukan pada bulan November 2010.
4.2 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dengan wawancara langsung kepada responden menggunakan
kuisioner, sedangkan untuk data sekunder diambil dari beberapa instansi terkait
dengan objek penelitian seperti BPS, Samsat Kota Bogor, DLLAJ Kota Bogor,
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor, Kecamatan Bogor Barat,
perpustakaan serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian
ini.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yakni dengan menggunakan
teknik Purposive sampling, yakni memilih secara sengaja (dengan suatu kriteria
tertentu) seorang individu untuk dijadikan sampel. Kriteria seorang individu yang
dapat menjadi responden dalam penelitian ini adalah individu tersebut merupakan
warga Kecamatan Bogor Barat atau pengguna jalan yang sering melintasi jalan di
Kecamatan Bogor Barat, berusia minimal 15 tahun, serta merasakan kemacetan
yang terjadi di Kecamatan Bogor Barat. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive dengan mewawancarai responden yang ditemui di jalan serta pusat
perbelanjaan. Banyaknya responden dalam penelitian ini berjumlah 110 orang.
Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi
kaidah pengambilan sampel secara statistika yaitu minimal sebanyak 30
data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan
deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat dampak sosial dari
kemacetan lalu lintas melalui kuisioner, sedangkan metode kuantitatif
menggunakan rumus nilai tengah contoh. Metode CVM digunakan untuk
mengestimasi besarnya nilai WTA pengguna jalan. Selanjutnya untuk menentukan
tingkat validitas, reabilitas, dan signifikansi dalam penggunaan CVM, dilakukan
pengujian dengan program SPSS 16 for Windows. Berikut adalah metode
pengolahan data untuk setiap tujuan penelitian seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Metode Pengolahan Data No. Tujuan Penelitian Alat Analisis Teknik
Pengumpulan Data
1 Mengestimasi dampak kemacetan
secara sosial ekonomi
Deskriptif dan
kualitatif
Kuisioner
2 Kajian mengenai kesediaan menerima
masyarakat sesuai skenario yang
ditawarkan
Deskriptif dan
kualitatif
Kuisioner
3 Mengestimasi besarnya nilai WTA
pengguna jalan
CVM Kuisioner
4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai WTA
Analisis Regresi
Berganda dengan
SPSS 16 for
Windows
Kuisioner
4.4.1 Mengestimasi Dampak Kemacetan Secara Sosial Ekonomi
Data yang diperlukan untuk estimasi ini meliputi dampak yang dirasakan
oleh responden ketika mengalami kemacetan lalu lintas. Dampak yang dialami
bisa berupa stres, waktu yang terbuang, emosi, bahan bakar yang hilang, dan lain-
lain. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan kualitatif.
4.4.2 Analisis Kesediaan Menerima Masyarakat Sesuai Skenario yang
Ditawarkan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data mengenai proporsi
kesediaan menerima masyarakat sesuai dengan skenario yang ditawarkan.
Informasi ini diperoleh dari kuisioner penelitian. Alasan responden mengenai
kesediaan menerima diperoleh dari wawancara secara mendalam (interdeph
interview) terhadap masyarakat.
4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Dampak Kemacetan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai dana kompensasi
(WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tersebut. Pendekatan CVM akan digunakan untuk mengetahui nilai WTA
masyarakat dalam penelitian ini. Pendekatan CVM dalam penelitian ini terdiri dari
enam tahap pekerjaan (Hanley dan Spash, 1993) :
1. Membangun Pasar Hipotetis
Dalam penelitian ini, pasar hipotetis dibentuk dengan skenario bahwa
pemerintah Kota Bogor akan memberlakukan kebijakan dalam manajemen
transportasi darat dengan tujuan mengganti kerugian kemacetan. Adapun
kebijakan tersebut adalah pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat
yang terkena kemacetan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah atas
kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan. Besarnya kompensasi atau
WTA akan ditanyakan kepada responden atas pemberlakuan kebijakan
tersebut dimana WTA tersebut mencerminkan besarnya kerugian individu
dalam rupiah, sehimgga pertanyaan yang sesuai untuk skenario di atas adalah :
”Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan pemerintah berupa pemberian kompensasi terhadap pengguna jalan yang mengalami kemacetan dengan menerima kompensasi tersebut?”
2. Memperoleh Nilai Tawaran
Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai tawaran pada penelitian ini
adalah metode pertanyaan terbuka (open ended question), yaitu dilakukan
dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah minimal uang
yang ingin diterima akibat kemacetan.
3. Menghitung Nilai Rata-rata dari WTA
Jika nilai WTA telah didapat, maka diperlukan perhitungan rata-ratanya.
Ukuran nilai median tidak dipengaruhi oleh penawaran (bids) yang besar
dalam batas atas tingkat distribusinya. Tahap ini biasanya diabaikan adanya
penawaran sanggahan (protes bids), dimana yang dimaksud dengan
penawaran sanggahan adalah respon dari responden yang bingung untuk
menentukan jumlah yang mereka ingin terima karena mereka tidak
mempunyai keinginan untuk ikut serta dalam kebijakan pemerintah ini.
4. Menduga Kurva Penawaran WTA
Menduga kurva penawaran merupakan proses menentukan variabel-variabel
yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan kurva penawaran
akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini :
midWTA = f (Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8, €)
Keterangan :
midWTA = Nilai tengah WTA responden Z5 = Frekuensi terkena kemacetan
Z1 = Tingkat pendidikan Z6 = Durasi terkena kemacetan
Z2 = Jenis pekerjaan Z7 = Waktu yang hilang
Z3 = Tingkat pendapatan Z8 = Lelah
Z4 = Umur € = Galat
5. Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penwaran
dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai
tengah WTA maka dapat diduga nilai total WTA dari masyarakat dengan
menggunakan rumus :
Dimana :
TWTA = Total WTA
WTAi = WTA individu ke-i
ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA
i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
(i = 1, 2, 3, ..., k)
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM
Hal ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil.
Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan
dalam pengaplikasian CVM. Untuk mengevaluasi pelaksanaan model CVM
dapat dilihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA. Uji yang dapat
dilakukan dengan uji keandalan yang melihat R squared dari model Ordinary
Least Square (OLS).
4.4.4 Analisis Fungsi Kesediaan Menerima Masyarakat
Analisis fungsi Willingness to Accept digunakan model regresi linier
berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut :
WTA = f (α0 +α1 Z1+ α2 Z2+ α3 Z3+ α4 Z4+ α5 Z5+ α6 Z6+ α7 Z7+ α8 Z8+ €)
Keterangan :
α0 = Intersep Z5 = Frekuensi terkena kemacetan
α1... α8 = Koefesien regresi Z6 = Durasi terkena kemacetan
Z1 = Tingkat pendidikan Z7 = Waktu yang hilang
Z2 = Jenis pekerjaan Z8 = Lelah
Z3 = Tingkat pendapatan € = Galat
Z4 = Umur
Variabel-variabel di atas dimasukkan ke dalam model karena dianggap
mempeunyai pengaruh pada besarnya WTA yang akan diungkapkan (expressed
WTA) oleh responden. Variabel-variabel tersebut juga merupakan salah satu
komponen dalam melakukan perhitungan dalam penelitian ini. Keterangan untuk
setiap variabel yang berada pada model dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Deskripsi Pengukuran Nilai WTA Variabel Keterangan Variabel Cara Pengkuran
WTA Willingness to Accept Responden ditanyakan besarnya
kompensasi yang bersedia terima
melalui open-ended question (Rp)
Z1 Tingkat pendidikan Responden ditanyakan jenjang
pendidikan mereka mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi
(tahun)
Z2 Jenis pekerjaan Menanyakan responden mengenai
profesi mereka. Jenis pekerjaan
dibedakan menjadi PNS, Karyawan swasta, Pengusaha/Wiraswasta dan
sebagainya.
Z3 Tingkat pendapatan Responden diminta untuk menjawab
rata-rata pendapatan (Rp)
Z4 Umur Responden ditanyakan langsung umur
mereka
Z5 Frekuensi terkena kemacetan Responden ditanyakan berapa kali
mengalami kemacetan dalam setiap hari perjalanan mereka (tahun)
Z6 Durasi terkena kemacetan Menanyakan kepada responden
durasi/lama waktu saat terjebak dalam
kemacetan (menit)
Z7 Waktu yang hilang Menanyakan kepada responden apakah
waktu mereka hilang/terbuang akibat
terjebak kemacetan.Apakah (ya atau
tidak)
Z8 Lelah Apakah responden merasakan kelelahan saat terjebak kemacetan (ya
atau tidak)
4.5 Pengujian Statistik
Uji kebaikan dari model yang telah dibuat dapat dilakukan melalui
pengujian secara statistik. Uji yang dilakukan adalah :
1. Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X1 ,X2 ,…
,Xn) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Y). F hitung dapat dicari dengan rumus sebagai berikut (Priyatno,
2010) :
F hitung = R
2/k
(1 – R2)/(n –k – 1)
Keterangan : R2 = Koefesien determinasi
n = Jumlah data atau kasus
k = Jumlah variabel independen
Hipotesis dalam uji F sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen.
H1 : Ada pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap
variabel dependen.
Ho diterima bila F hitung ≤ F tabel
Ho ditolak bila F hitung > F tabel
2. Uji Koefesien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam regresi variabel independen
(X1 ,X2 ,… ,Xn) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen (Y). Rumus t hitung pada analisis regresi adalah sebagai berikut
(Priyatno, 2010) :
t hitung = bi
Sbi
Keterangan : bi = Koefesien regresi variabel i
Sbi = Standar error variabel i
Hipotesis dalam uji F sebagai berikut :
Ho : Secara parsial tidak ada pengaruh antara variabel independen dengan
variabel dependen.
H1 : Secara parsial ada pengaruh antara variabel independen dengan variabel
dependen.
Ho diterima bila –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak bila -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
3. Uji Terhadap Kolinear Ganda (Multicoliniearity)
Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah
multicoliniearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah
bebas. Masalah multicoliniearity dapat dilihat langsung melalui output
komputer, dimana apabila nilai VIF (Varian Inflation Factor) < 10 maka tidak
ada masalah multicoliniearity.
4. Uji Heterokedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.
Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas.
Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan Uji White. Uji white
dilakukan dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen
dengan variabel dependen ditambah dengan kuadrat variabel independen,
kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel independen.
Prosedur pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada heterokedastisitas
H1 : Ada heterekodastisitas
Jika α = 5%, maka tolak H0 jika obs*R-square > X2 atau P-value < α.
5. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah eror term dari data atau
observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji
Kolmogorov-smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak
menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat
yang lain, yang sering sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan
grafik. Penerapan pada uji Kolmogorov-Smnirnov adalah bahwa jika
signifikansi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan
yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal.
Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 5% berarti tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data
tersebut normal.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Bogor mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena Kota Bogor
merupakan salah satu kota penyangga Jakarta sebagai ibukota negara. Pemerintah
kota membangun dan mengembangkan Kota Bogor sebagai kota jasa yaitu kota
yang menyediakan berbagai jasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk mulai dari
ekonomi, sosial, hingga edukasi dan rekreasi.
Salah satu kecamatan di Kota Bogor adalah Kecamatan Bogor Barat.
Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan di Kota Bogor dengan jumlah
penduduk terbanyak1. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu ikut mempengaruhi
berbagai aktifitas yang dilakukan oleh masyarakatnya, salah satunya adalah sektor
transportasi. Masalah yang terjadi dalam sektor transportasi di Kecamatan Bogor
Barat yakni kemacetan.
Menurut data dari Sistem Administrasi Satu Atap (SAMSAT) Kota Bogor,
saat ini ada sekitar 21.830 unit kendaraan yang terdaftar di Kecamatan Bogor
Barat. Adapaun rincian jumlah kendaraan tersebut terdapat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Jumlah Kendaraan di Kecamatan Bogor Barat sampai dengan
November 2010
No Jenis Kendaraan Jumlah
1 Mobil Penumpang 3.502
2 Mobil Bus 68
3 Mobil Barang 639
4 Sepeda Motor 17.616
5 Kendaraan Khusus 5
Jumlah 21.83 Sumber : SAMSAT Kota Bogor, 2010
1 Lihat tabel 2.
Sementara itu, panjang kondisi jalan di Kota Bogor ada perubahan yang berarti,
data yang diperoleh dari BPS untuk panjang jalan yang telah ada adalah 576.665
Km pada tahun 2005 dan pada tahun 2008 panjang jalan bertambah yakni menjadi
749.213 Km. Kondisi jalan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1. Walaupun
kondisi jalan mengalami pertambahan pertumbuhan, kemacetan tak dapat
terhindarkan, hal ini dikarenakan jumlah pertumbuhan kendaraan lebih tinggi
daripada pertumbuhan jalan di Kota Bogor.
Ada tiga titik utama kemacetan di Kecamatan Bogor Barat, yakni di
pertigaan Bubulak-Laladon, Gunung Batu dan Loji. Kemacetan biasanya terjadi
pada jam-jam sibuk sekitar pukul 07.00-12.00 WIB. Kemacetan yang terjadi biasa
disebabkan oleh banyaknya angkot yang berhenti sembarangan, jalan rusak,
banyaknya kendaraan yang melintas serta persimpangan yang menghubungkan
titik-titik jalan di Kecamatan Bogor Barat.
5.1.1 Keadaan Umum Kecamatan Bogor Barat
Kecamatan Bogor Barat adalah merupakan salah satu kecamatan di
wilayah Kota Bogor yang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13
Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah yang dilimpahkan oleh walikota
kepada camat. Sementara itu kecamatan juga berfungsi sebagai suatu unit kerja
yang melaksanakan fasilitasi tugas-tugas dinas dan badan/kantor yang
dilaksanakan di wilayah kecamatan, pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat,
pengelolaan keuangan/kepegawaian/administrasi umum, dan penyelenggaraan
tugas pembantuan.
Dalam menjalankan tugas kedinasan sehari-hari, saat ini kecamatan
berpedoman kepada Peraturan Walikota Bogor Nomor 38 Tahun 2005 tentang
Tugas Pokok, Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di
lingkungan Kecamatan. Disamping itu ada 3 (tiga) buah kewenangan yang
diserahkan oleh Walikota kepada Camat berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 3
Tahun 2005 yakni Pelayanan Umum Bidang Kependudukan, Izin Mendirikan
Bangunan, dan Izin Gangguan, yang pelaksanaan teknisnya ditetapkan dengan
ketentuan tertentu.
Kecamatan Bogor Barat merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kota
Bogor, memiliki luas wilayah 3.174,00 Ha. Adapun batas-batasnya adalah sebagai
berikut:
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor;
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor;
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan
Ciomas Kabupaten Bogor;
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Kecamatan Bogor Barat terbagi dalam 16 wilayah Administrasi Kelurahan
dengan masing-masing luas wilayah Kelurahan sebagai berikut :
Tabel 6. Luas Wilayah per Kelurahan se Kecamatan Bogor Barat No KELURAHAN Luas (Ha)
1 Menteng 209
2 Sindang barang 370
3 Bubulak 157
4 Margajaya 255
5 Balumbang jaya 145
6 Situ Gede 273
7 Semplak 90
8 Cilendek Barat 174
9 Cilendek Timur 105
10 Curug Mekar 104
11 Curug 195
12 Pasir Jaya 290
13 Pasir Kuda 225
14 Pasir Mulya 100
15 Gunung Batu 220
16 Loji 253
JUMLAH 3,165.00
Sumber : Laporan Kecamatan Bogor Barat tahun 2008
Kondisi fisik Kecamatan Bogor Barat secara tofografi mempunyai kemiringan 0-
2% dan 3-15% yang merupakan lahan yang baik untuk mendukung kegiatan
perkotaan seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata,
pertanian dan lain-lain.
Secara hidrogeologinya, beberapa sungai melalui Kecamatan Bogor Barat
antara lain sungai Cidepit, Cisadane, Cisindang Barang, Ciapus yang semuanya
mempunyai aliran anak sungai. Sungai yang terdapat di daerah Kecamatan Bogor
Barat sangat membantu terhadap drainase di wilayah Kecamatan Bogor Barat.
Berdasarkan data yang diperoleh, Kecamatan Bogor Barat juga mempunyai curah
hujan yang cukup tinggi seperti daerah Bogor lainnya yaitu antara 3.500 s/d 4.500
mm/tahun dimana Kelurahan-kelurahan yang berada di wilayah bagian utara
mempunyai spesifikasi rata-rata curah hujan antara 3.500 s/d 4.000 mm/tahun dan
4.000 s/d 4.500 mm/tahun. Intensitas curah hujan minimum terjadi pada bulan
april s/d Oktober antara 128 s/d 345 mm/tahun. Sedangkan kondisi suhu seperti
halnya wilayah Bogor lainnya yaitu berkisar antara 26oC s/d 34
oC dengan
kelembaban udara menjadikan Kecamatan Bogor Barat sangat cocok untuk
dijadikan kawasan pemukiman.
5.1.2 Kondisi Demografi
Kondisi penduduk di Kecamatan Bogor Barat tersebar cukup merata
diberbagai kelurahan yang terdapat di wilayah ini dengan proporsi terhadap
keseluruhan penduduk Kecamatan Bogor Barat sebesar 11,17% terdapat di
Kelurahan Gunung Batu dan wilayah yang memiliki jumlah penduduk terkecil
adalah Kelurahan Pasir Mulya dengan proporsi sebesar 2,5% dari jumlah
keseluruhan penduduk Kecamatan Bogor Barat.
Perkembangan jumlah penduduk di kelurahan-kelurahan yang ada di
wilayah Kecamatan Bogor Barat ini mengalami dinamika, namun dalam kurun
waktu 2000-2006, penduduk wilayah ini cenderung mengalami penurunan.
Pengurangan jumlah penduduk yang cukup tajam terjadi di Kelurahan Menteng
dengan laju sebesar 3,80%. Pengurangan ini terjadi diakibatkan berkembangnya
wilayah Kelurahan Menteng, yang merupakan bagian dari wilayah pusat kota.
Perkembangan tersebut memicu terjadinya alih guna lahan dari pemukiman ke
non pemukiman yang kemudian menyebabkan penduduk yang semula bermukim
di Kelurahan tersebut pindah ke daerah pinggiran. Pengurangan jumlah penduduk
juga terjadi di Kelurahan Pasir Jaya, Gunung Batu, Sindang Barang, Bubulak,
Cilendek Timur, Cilendek Barat, dan Loji.
Dalam kurun waktu yang sama Kelurahan yang lainnya mengalami
penambahan jumlah penduduk, dengan laju pertumbuhan penduduk terbesar di
Kelurahan Curug Mekar dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 2,15%.
Letak Kelurahan Curug Mekar yang strategis, tidak terlalu jauh dari pusat kota
dan pusat perdagangan, serta sebagian besar wilayahnya adalah perumahan yang
dibangun pengembang (PT. Inti Innovaco) mengakibatkan kelurahan ini menjadi
pilihan untuk bermigrasi, yang berdasarkan pengamatan lapangan kebanyakan
pendatang dari daerah DKI Jakarta maupun luar kota lainnya, selain pertumbuhan
penduduk secara alami. Sementara itu ada fenomena menarik bahwa kelurahan-
kelurahan yang berada di pinggiran juga mengalami penambahan jumlah
penduduk dengan angka pertumbuhan yang bervariasi, yakni kelurahan Pasir
Kuda, Pasir Mulya, Situ Gede, Margajaya, Balumbang Jaya, dan Curug.
Sementara itu apabila dilihat dari kepadatan di wilayah ini, Kelurahan
Curug Mekar memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 97,52
jiwa/Ha, dan Kelurahan Margajaya memiliki kepadatan penduduk terendah, yaitu
20,66 jiwa/Ha. Kepadatan penduduk di Kecamatan Bogor Barat dapat
digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu kepadatan rendah, kepadatan sedang dan
kepadatan tinggi. Dengan nilai dari masing-masing golongan dapat dilihat pada
Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7. Golongan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bogor Barat
No Golongan Kepadatan Penduduk Jumlah (Jiwa/Ha)
1 Rendah 21,56 - 41,76
2 Sedang 41,76 - 64,84
3 Tinggi >64,84
Sumber : Laporan Kecamatan Bogor Barat tahun 2008
Berdasarkan penggolongan diatas, kelurahan-kelurahan yang termasuk dalam
golongan kepadatan penduduk rendah adalah : Kelurahan Marga Jaya, Kelurahan
Sindang Barang, Kelurahan Situ Gede. Sedangkan Kelurahan yang termasuk
golongan kepadatan penduduk sedang adalah Kelurahan Bubulak, Kelurahan
Balumbang Jaya, Kelurahan Loji, Kelurahan Pasir Jaya, Kelurahan Pasir Kuda,
Kelurahan Curug, Kelurahan Menteng. Sementara itu enam kelurahan lainnya
termasuk kelurahan dengan golongan kepadatan penduduk tinggi, enam kelurahan
tersebut adalah : Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Pasir Mulya, Kelurahan
Semplak, Kelurahan Curug Mekar, Kelurahan Cilendek Barat, Kelurahan
Cilendek Timur.
Sebagian besar penduduk Kecamatan Bogor Barat berprofesi sebagai
pegawai swasta dan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Keberadaan kantor-kantor
pemerintah di sekitar Bogor Barat baik itu kantor pemerintah maupun penelitian
yang cukup banyak dapat menjelaskan jumlah yang cukup signifikan pada
presentase ini. Mudahnya jalur menuju Jakarta membuat banyak pekerja di
kantor-kantor swasta yang berada di daerah Jakarta dan sekitarnya, memilih untuk
tinggal di Bogor akan tetapi melakukan kegiatannya diluar Kota Bogor.
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden di Kecamatan Bogor Barat diperoleh dari
hasil survey yang dilakukan terhadap 110 orang pengguna jalan yang ditemui
peneliti. Karakteristik responden ini dinilai dari beberapa variabel. Meliputi
tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, usia, jenis kelamin dan
kategori pengguna jalan.
i. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden di Kecamatan Bogor Barat cukup beragam,
mulai dari lulusan sekolah dasar hingga lulusan perguruan tinggi. Dari data yang
diperoleh memperlihatkan responden dengan tingkat pendidikan SMA memiliki
jumlah terbesar, yaitu sebesar 40 orang (36%), sedangkan responden dengan
tingkat pendidikan SD memilki jumlah terkecil, yakni sebesar 11 orang (10%).
Perbandingan persentase untuk tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada
Gambar 3.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 3. Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden
ii. Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden cukup bervariasi, mulai dari pelajar, PNS, sopir
angkutan umum, hingga wiraswasta. Dalam penelitian ini, mayoritas pekerjaan
responden adalah sopir angkutan umum, yakni sebesar 30 orang (27,27%).
Sebanyak 26 responden atau 23,64% dari keseluruhan responden berprofesi
sebagai buruh pabrik, kuli, pengangguran, serta office boy atau cleaning service.
Responden tersebut termasuk dalam kategori lainnya dalam jenis pekerjaan.
Sementara itu responden dengan pekerjaan PNS memiliki jumlah tekecil yakni
sebesar 4 orang atau 3.64% dari jumlah keseluruhan. Perbandingan persentase
jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 4. Perbandingan Jenis Pekerjaan Responden
iii. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan tertinggi responden berada pada selang >Rp.
1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 perbulan yaitu sebanyak 53 responden atau
53,48% dari keseluruhan responden. Responden dengan tingkat pendapatan
melebihi level tertinggi yang diajukan (>Rp 5.000.000,00) merupakan para
pengusaha serta beberapa pegawai swasta, yaitu sebesar 8,7%. Distribusi tingkat
pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 5. Perbandingan Tingkat Pendapatan Responden
iv. Usia
Tingkat usia responden pengguna jalan di Kota Bogor khususnya di
Kecamatan Bogor Barat cukup beragam, mulai dari anak sekolah hingga usia
lanjut. Jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran usia 36-45 tahun yaitu
sebanyak 32 orang (29,09% dari jumlah responden keseluruhan). Responden yang
berusia 15-25 tahun dan 26-35 tahun memiliki jumlah yang sama yakni sebanyak
30 orang atau sebesar 27,27% dari total responden keseluruhan. Responden yang
berusia 46-55 tahun berjumlah 11 orang (10% dari total responden), responden
yang berusia 56-65 tahun berjumlah tujuh orang (5,45% dari total responden),
responden yang berusia 66-75 tahun berjumlah satu orang (0,91% dari total
responden). Perbandingan distribusi usia responden dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Data Data Primer, 2010
Gambar 6. Perbandingan Usia Responden
v. Jenis Kelamin
Sebagian besar responden yang ditemui saat survey adalah laki-laki, yaitu
sebanyak 83 orang (75,45% dari total responden) sedangkan responden dari jenis
kelamin perempuan sebanyak 27 orang (24,55% dari total responden).
Perbandingan responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 7. Perbandingan Jenis Kelamin Responden
vi. Kategori Pengguna Jalan
Para responden yang merupakan pengguna jalan di Kota bogor khususnya
di Kecamatan Bogor Barat menggunakan berbagai kendaraan untuk transportasi
mereka. Mulai dari menggunakan angkutan umum seperti angkot, sepeda motor,
serta mobil pribadi. Pengguna jalan tertinggi dalam penelitian ini adalah
penumpang angkutan umum, yaitu sebesar 40,36% dari jumlah responden.
Persentase jumlah pengguna jalan dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 8. Perbandingan Kategori Pengguna Jalan
vii. Lama Macet
Sebagian besar responden umumnya merasakan lama macet antara 0 – 30
menit atau sebesar 64% dari total keseluruhan responden. Sementara itu, lama
macet pada kisaran waktu antara 31 – 60 menit, 61 – 90 menit, dan 91 – 120 menit
berturut-turut yakni sebesar 23%, 10%, dan 3%. Perbandingan lama macet yang
dirasakan oleh responden dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 9. Perbandingan Lama Macet Responden
viii. Jarak Tempuh
Jarak tempuh responden tertinggi yakni berkisar antara 0 – 10 km atau
sebesar 77% dari total keseluruhan responden. Sementara itu, jarak tempuh pada
kisaran 11 – 20 km dan 21 – 30 km berturut-turut yakni sebesar 22% dan 1%.
Perbandingan jarak tempuh antar responden dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 10. Perbandingan Jarak Tempuh Responden
VI. DAMPAK KEMACETAN TERHADAP SOSIAL EKONOMI
PENGGUNA JALAN
6.1. Dampak Kemacetan Terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan
Kemacetan lalu lintas telah menjadi fenomena umum di daerah perkotaan.
Beberapa faktor spesifik seperti jumlah penduduk, urbanisasi, penambahan
pemilikan kendaraan, dan penambahan jumlah perjalanan juga turut menambah
masalah kemacetan lalu lintas. Penambahan jumlah penduduk dan urbanisasi
biasanya terjadi di negara yang sedang berkembang.
Perkembangan Kota Bogor yang pesat menyebabkan lebih banyak
penduduk yang datang dan menetap. Hal ini bisa dilihat dengan berkembangnya
jumlah pemukiman penduduk di berbagai wilayah di Kota Bogor. Penduduk ini
memerlukan tempat tinggal yang akan menyebabkan kota menjadi lebih padat.
Mobilitas penduduk meningkatkan kebutuhan akan angkutan umum. Sesuai
dengan peningkatan pendapatan penduduk, pemilikan kendaraan, dan jumlah
perjalanan juga akan meningkat sehingga menghasilkan lebih banyak kebutuhan
akan fasilitas dan pelayanan transportasi. Akan tetapi pertumbuhan ruas jalan
tidak sebanding dengan kebutuhan akan fasilitas dan pelayanan transportasi,
sehingga frekuensi kemacetan di Kota Bogor meningkat.
Kemacetan merupakan salah satu indikasi dari ketidakteraturan pemanfaatan atau
aturan atas suatu barang publik yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak,
misalnya jalan raya. Keberadaan suatu barang publik dimana setiap orang berhak
untuk menggunakan atau mengambil manfaatnya tanpa bisa dilarang oleh
pengguna lainnya. Akhirnya kondisi ini menyebabkan tragedy of common yaitu
penurunan manfaat dari suatu barang publik yang harus ditanggung oleh
semuanya akibat dari pemanfaatan seseorang atau kelompok terhadap barang
publik tersebut.
Hasil penelitian terhadap 110 responden di Kota Bogor menunjukkan
bahwa kemacetan merupakan situasi yang sangat merugikan sehingga berdampak
pada sosial ekonomi pengguna jalan itu sendiri. Umumnya, setiap responden yang
pernah mengalami kemacetan langsung memberikan pernyataan negatif. Dampak
kemacetan terhadap sosial ekonomi pengguna jalan dilihat dari jenis pekerjaan
pengguna jalan tersaji pada Gambar 11.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 11. Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Dampak Kemacetan
Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Gambar 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan
setuju bahwa kemacetan menguras waktu pengguna jalan dan merasakan dampak
sosial ekonomi yang besamaan, tidak hanya waktu yang terkuras dan stres tetapi
juga menyebabkan boros bensin dan kelelahan. Hilangnya waktu merupakan
opportunity cost yang harus ditanggung pengguna jalan, padahal waktu yag hilang
tersebut dapat digunakan untuk aktifitas lainnya yang dapat mendatangkan
benefit, baik sosial maupun ekonomi bagi pengguna jalan itu sendiri. Responden
yang menyatakan waktu yang hilang saat terjebak kemacetan adalah sebanyak 96
orang atau 87,27% dari keseluruhan responden. Rincian untuk responden yang
merasakan waktu yang hilang adalah 30 sopir (100% dari jumlah sopir yang
menjadi responden). Sebanyak 9 responden lainnya(96,15% dari jumlah lainnya
yang menjadi responden), dan masing-masing untuk PNS, pelajar atau mahasiswa
dan pengusaha memiliki persentase sebesar 40%, 95,45%,34,62% dari kelompok
responden masing-masing.
Hal ini jelas mengindikasikan bahwa sebagian besar pengguna jalan
merasakan dampak waktu yang hilang saat mereka terjebak kemacetan. Kinerja
mengendarai kendaraan menjadi lebih berat saat berada dalam kemacetan karena
mereka harus menginjak gas dan mengerem lebih sering. Selain membuat
perjalanan lebih lama dibandingkan dengan kondisi normal, kemacetan juga
membuat badan lelah dan berdampak pada emosi pengguna jalan sehingga ada
dari mereka yang menggerutu, kesal, marah dan akhirnya stres.
Para sopir angkutan umum mengeluhkan pendapatan mereka berkurang
karena sering terjebak kemacetan. Sebanyak 30 orang sopir angkutan umum yang
dipilih sebagai responden (100% dari jumlah responden sopir angkutan umum)
menyatakan mereka harus menambah uang bensin agar beroperasi seperti
biasanya atau mereka harus mengurangi operasional rit kendaraan dari yang
biasanya empat atau lima rit menjadi tiga rit.
6.2. Perhitungan Pengeluaran Biaya BBM Pengguna Jalan bila Terkena
Kemacetan Dibandingkan dengan Tidak Terkena Kemacetan
Kemacetan yang sering terjadi tidak hanya berdampak pada sisi sosial
pengguna jalan saja, namun tentunya pada kendaraan yang digunakan pengguna
jalan. Kemacetan akan mempengaruhi setiap perjalanan, baik perjalanan untuk
bekerja maupun perjalanan bukan untuk bekerja. Hal itu akan mempengaruhi
pergerakan orang dan arus barang. Kendaraan yang melaju pada lalu lintas
normal, tidak terjebak kemacetan, biasanya mengkonsumsi BBM sesuai dengan
efisiensi mesin kendaraan dalam mengkonsumsi BBM. Kendaraan bermotor
biasanya ditunjukkan dengan perbandingan per satu liter bensin dengan jarak yang
dapat ditempuhnya, misalnya konsumsi satu liter bensin untuk delapan kilometer
untuk jenis kendaraan mobil, tetapi efisiensi kendaraan ini juga dipengaruhi oleh
jenis mobil, kapasitas cc mesin, dan merk mobil tersebut.
Kendaraan roda dua seperti motor, penggunaan bahan bakarnya lebih
efisien daripada mobil. Konsumsi untuk sepeda motor dengan kondisi mesin
normal minimal dapat menempuh 20 km untuk penggunaan satu liter bensin.
Sebanyak 70 responden pengguna kendaraan mobil dan motor (responden
penumpang angkutan umum tidak masuk dalam perhitungan) dihitung
pengeluaran biaya BBM mereka saat kendaraan melaju dengan normal
dibandingkan dengan saat terjebak kemacetan, dengan menggunakan rumus nilai
tengah contoh maka didapat rata-rata kerugian individu pengguna jalan seperti
ysng terlihat seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Perhitungan Pengeluaran Rata-Rata Responden untuk Pembelian
BBM
Pengeluaran Rata-Rata Mobil (33 unit) Motor (37 unit)
Pengeluaran rata-rata normal per kendaraan/hari Rp 40.500,00 Rp 12.277,03
Pengeluaran rata-rata macet per kendaraan/hari Rp 52.159,09 Rp 19.182,43
Rata-rata kerugian per kendaraan/hari Rp 11.659,09 Rp 6.905,41
Sumber : Data Primer, 2010
Hasil perhitungan pengeluaran pengguna kendaraan bermotor untuk
pembelian BBM dengan rumus perhitungan rata-rata, dalam kondisi lalu lintas
normal didapat sebesar Rp 40.500,00 per mobil. Namun apabila terjebak
kemacetan maka biaya tersebut meningkat menjadi Rp 52.159,09 per mobil
karena konsumsi BBM menjadi meningkat. Begitu pula pada kendaraan jenis
sepeda motor dimana pengeluaran responden untuk pembelian BBM dalam
kondisi lalu lintas normal didapat sebesar Rp 12.277,03 per motor. Namun apabila
mereka terjebak kemacetan maka biaya tersebut meningkat menjadi Rp 19.182,43.
Meningkatnya pengeluaran ini merupakan kerugian yang harus ditanggung
oleh setiap pengguna kendaraan baik mobil maupun motor. Kerugian yang
ditanggung pengguna jalan adalah selisih antara rata-rata pengeluaran kemacetan
per kendaraan dengan rata-rata pengeluaran normal per kendaraan yaitu sebesar
Rp 11.659,09 untuk setiap mobil sedangkan motor sebesar Rp 6.905,41, sehingga
total kerugian BBM kendaraan bermotor akibat kemacetan adalah Rp 18.564,00.
Jika nilai tersebut dikalikan dengan jumlah kendaraan bermotor yang
terjebak kemacetan pada salah satu titik kemacetan yang ada di Kecamatan Bogor
Barat, misalnya kemacetan di ruas jalan Gunung Batu pada peak hours pukul
07.00-12.00 dengan rata-rata volume kendaraan sebanyak 25 unit per menit, maka
kerugian BBM akibat kemacetan adalah Rp 139.233.722,00 setiap peak hours.
Jumlah kerugian tersebut hanya untuk satu titik kemacetan saja. Namun, bila
dikalikan dengan seluruh titik kemacetan di Kecamatan Bogor Barat yang
jumlahnya sekitar 3 titik kemacetan, dengan asumsi bahwa volume kendaraan
pada setiap titik kendaraan sama dengan volume kendaraan di Gunung Batu, maka
total kerugian BBM akibat kemacetan adalah sebesar Rp 417.701.167,00 per
hari. Berarti potensi ekonomi yang hilang dari pengguna BBM akibat kemacetan
di Kecamatan Bogor Barat mencapai Rp 152.460.925.983,00 per tahun. Potensi
nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang sangat besar untuk kota yang
termasuk daerah sub-urban.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sapta di dapat nilai potensi
ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di Kota Bogor
mencapai Rp 256.724.056.800,00 per tahun. Bila dibandingkan dengan nilai
kerugian yang didapat penulis, nilai kerugian yang didapatkan pada penelitian
Sapta tersebut lebih besar. Hal ini mungkin terjadi karena ruang lingkup yang
dilakukan oleh Sapta dalam penelitiannya tersebut mencakup seluruh Kota Bogor,
sedangkan penulis hanya meneliti salah satu bagian dari Kota Bogor yakni di
Kecamatan Bogor Barat.
VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT
7.1. Willingness to Accept (WTA) Pengguna Jalan Terhadap Kemacetan
Analisis WTA pengguna jalan di Kota Bogor khususnya di Kecamatan
Bogor Barat dilakukan dengan cara menanyakan kepada 110 orang responden
mengenai kesediaan mereka untuk mengungkapkan kerugian atas kemacetan yang
mereka rasakan akibat kemacetan yang terjadi. Distribusi pilihan bersedia dan
tidak bersedia pengguna jalan yang mengekspresikan kerugian mereka akibat
kemacetan dapat dilihat pada Gambar 12.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 12. Distribusi Pilihan Bersedia dan Tidak Bersedia Pengguna Jalan
dalam Mengungkapkan kerugian Akibat Kemacetan
Berdasarkan hasil wawancara dengan 110 orang responden, sebanyak 91
orang diantaranya bersedia mengungkapkan nilai kerugian mereka sedangkan 19
orang lainnya menyatakan tidak bersedia mengungkapkan nilai kerugiannya.
Jumlah responden yang tidak bersedia mengungkapkan nilai WTA diidentifikasi
sebagai penawaran sanggahan. Alasan responden tidak bersedia mengeluarkan
nilai WTA mereka dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Alasan Ketidaksediaan Responden dalam Mengungkapkan Nilai
Kerugian Akibat Kemacetan
Alasan Frekuensi (orang) Persentase (%)
Tidak Peduli 5 26,32
TidakPerlu 10 52,63
Tidak Dapat Dinilai dengan Uang 4 21,05
Jumlah 19 100,00 Sumber : Data Primer, 2010
Penjelasan dari Tabel 9 adalah bahwa alasan ketidaksediaan responden
mengungkapkan nilai kerugian mereka adalah didasari oleh persepsi mereka
terhadap kerugian akibat kemacetan. Sebanyak lima responden menyatakan
bahwa mereka tidak peduli dengan kerugian yang mereka tanggung akibat
kemacetan. Sepuluh responden menyatakan bahwa kerugian tidak perlu
dikonversikan dengan nilai nominal. Sedangkan empat responden sisanya
menyatakan bahwa kerugian mereka seperti hilangnya waktu, stres, dan
sebagainya tidak bisa dinilai dengan uang atau kerugian mereka sangatlah besar
sehingga mereka tidak bisa mengungkapkan besarnya kerugian mereka dalam
bentuk nominal uang.
7.2. Analisis Willingness to Accept (WTA) dengan Pendekatan Contingent
Valuation Method (CVM) dalam Menghadapi Kerugian Akibat
Kemacetan
Analisis Willingness to Accept (WTA) pengguna jalan di Kota Bogor
khususnya di Kecamatan Bogor Barat dilakukan dengan cara menanyakan
kepada 110 orang responden mengenai kesediaan mereka untuk mengungkapkan
kerugian atas kemacetan yang mereka rasakan, dimana WTA mencerminkan nilai
kerugian individu pengguna jalan. Pendekatan Contingent Valuation Method
(CVM) dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTA tersebut. Hasil
pelaksanaan enam langkah kerja adalah sebagai berikut :
1 Membangun Pasar Hipotetis
Responden diberikan informasi bahwa pemerintah Kota Bogor akan
memberlakukan suatu kebijakan baru dalam manajemen transportasi darat
dengan tujuan untuk memperbaiki mekanisme lalu lintas di lapangan. Adapun
kebijakan tersebut ialah pemberian kompensasi terhadap pengguna jalan yang
terkena kemacetan, karena kemacetan yang terjadi tidak dapat dihindarkan.
Setiap responden akan dinilai kompensasi yang diterimanya atas kemacetan
yang terjadi. Kompensasi tersebut adalah biaya pengganti dari kerugian yang
mereka rasakan akibat terjadinya kemacetan.
2 Memperoleh Nilai WTA
Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode
pertanyaan terbuka (open ended question), maka diperoleh nilai kompensasi
yang bersedia diterima pengguna jalan bila terjebak kemacetan. Hasil
perhitungan statistik memperoleh nilai rata-rata responden sebesar Rp
386.154,00/bulan.
3. Menghitung Nilai Rata-rata dari WTA
Pasar hipotetis yang dibuat dan dalam pelaksanaan penelitian hipotetis
tersebut dijelaskan kepada responden, maka akan didapat nilai penawaran atau
lelang (bids). Nilai penawaran inilah yang akan menjadi dasar penentuan nilai
rataan WTA. Nilai rataan WTA didasarkan pada nilai rataan (mean) dari
distribusi besaran WTA responden. Data distribusi besaran WTA responden
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Besaran WTA Responden
Penumpang Motor Mobil
∑ WTA (Rp) 8.110.000 10.980.000 16.050.000
Frekuensi (orang) 28 30 33
Rata-rata WTA (Rp) 289.642,86 366.000,00 486.363,64
Sumber : Data Primer, 2010
Dugaan nilai WTA responden berdasarkan data WTA yang diekspresikan 91
responden (sebanyak 19 responden tidak mengekspresikan WTA mereka,
sehingga tidak masuk dalam perhitumgan) menghasilkan nilai rata-rata WTA
pengguna jalan sebesar Rp 289.642,86 untuk penumpang, Rp 366.000,00
untuk motor, dan Rp 486.363,64 untuk mobil. Nilai tersebut mencerminkan
besarnya nilai kerugian setiap individu pengguna jalan yang terkena
kemacetan.
4. Menduga Bid Curve
Kurva lelang (Bid Curve) dapat dibentuk dengan beberapa cara, salah satu
cara untuk membuat kurva lelang (Bid Curve) WTA adalah dengan cara
menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang menjawab suatu
nilai WTA. Asumsi dari cara ini adalah individu yang bersedia menerima
suatu nilai WTA tertentu akan bersedia pula menerima suatu nilai WTA yang
lebih besar, jumlah kumulatif tersebut akan semakin banyak dan sejajar
dengan semakin meningkatnya nilai WTA. Dengan cara ini, kurva lelang (Bid
Curve) WTA dari pengguna jalan apabila terjadi kemacetan dapat tergambar
pada Gambar 13.
Sumber : Data Primer, 2010
Gambar 13. Dugaan Bid Curve WTA Pengguna Jalan terhadap Kemacetan
5. Menentukan Total WTA (Agregating Data)
Hasil perhitungan distribusi besaran WTA dapat dilihat pada tabel 10,
berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata WTA setiap pengguna
jalan untuk kategori penumpang angkutan umum sebesar Rp 289.642,86,
pengguna sepeda motor Rp 366.000,00, dan pengguna mobil Rp 486.363,64.
jika setiap nilai WTA tersebut dikalikan dengan penduduk Kota Bogor
Khususnya di Kecamatan Bogor Barat pada tahun 2008 yaitu sebanyak
205.123 jiwa, dengan asumsi bahwa setiap penduduk adalah juga sebagai
pengguna jalan, maka total nilai WTA Kecamatan Bogor Barat yang tercermin
sebagai kerugian pengguna jalan untuk pengguna mobil (3.893 pemilik mobil)
adalah Rp 1.893.413.651,00, pengguna motor (17.616 pemilik motor) Rp
6.447.456.000,00, dan penumpang angkutan umum (184.005 pengguna
angkutan umum) Rp 53.295.734.454,00. sehingga total WTA pengguna jalan
di Kecamatan Bogor Barat adalah Rp 61.636.604.105,00. Nilai tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pemerintah Kota Bogor dalam
mengambil kebijakan untuk mengurangi kemacetan yang ada.
6. Evaluasi pelaksanaan CVM
Berdasarkan hasil regresi berganda, diperoleh nilai R2 = 79,56%. Penelitian
yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R2
sampai dengan 15% (Mitchell dan Carson, 1989 dalam Garrod dan Willis,
1999) oleh karena itu hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian masih dapat
diyakini kebenarannya atau keandalannya (reliable).
7.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA Pengguna
Jalan dalam Menghadapi Kemacetan
Model Willingness to Accept (WTA) pengguna jalan di Kecamatan Bogor
Barat diamati dengan memasukkan delapan variabel bebas (independent variable)
yang diduga mempengaruhi Willingness to Accept (WTA) pengguna jalan sebagai
variabel tak bebas (dependent variable). Delapan variabel tersebut adalah tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, umur, frekuensi terkena
kemacetan, durasi terkena kemacetan, waktu yang hilang, dan lelah. Model
Willingness to Accept (WTA) pengguna jalan dalam menghadapi kemacetan di
Kecamatan Bogor Barat dibangun dengan analisis regresi berganda.
Hasil pengolahan nilai WTA responden diperoleh bahwa model yang
dihasilkan dalam penelitian ini tergolong baik karena nilai R2 yang dihasilkan
bernilai 79,56%. Nilai tersebut mengartikan bahwa keragaman WTA responden
sebesar 79,56% dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 20,44%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.hasil estimasi parameter model fungsi
Willingness to Accept (WTA) pengguna jalan di Kecamatan Bogor Barat dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Nilai WTA Responden
Variabel Bebas Koefisien Sig. Keterangan C 4,536233 0,0003
LNTKTPDDKN -1,39862 0,0308 Nyata**
LNPEKERJAAN -0,31624 0,5933 Tidak Berpengaruh
LNPDPTN 1,013696 0,2394 Tidak Berpengaruh
LNUMUR -0,51756 0,3393 Tidak Berpengaruh
LNFREKUENSIMCT 5,433506 0,0000 Nyata*
LNLAMAMCT 4,368208 0,0000 Nyata*
WKTHLG 0,192018 0,8125 Tidak Berpengaruh
LELAH -0,81667 0,2247 Tidak Berpengaruh
R-Squares 79,56%
Adjusted R-Squares 77,94% Sumber : Data Primer Diolah, 2010
Keterangan :
* : Pada taraf nyata 1%
** : Pada taraf nyata 15%
Secara serentak, variabel-variabel bebas berpengaruh nyata terhadap model.
Model yang dihasilkan juga telah diuji koefisien regresi secara bersama-sama (Uji
F), heteroskedastisitas, normalitas, dan multikolinearitas. Hasil dari uji tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Dari
hasil perhitungan diperoleh nilai F hitung sebesar 49,164, sedangkan F tabel
dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah variabel-
1) atau 9-1 = 8, dan df 2 (n-k) atau 110-9 = 101. Di dapat F tabel adalah 2,031.
Hasil perhitungan menunjukkan F hitung (49,164) > F tabel (2,031), maka
tolak Ho
Ho : Model tidak berpengaruh terhadap WTA
H1 : Model berpengaruh terhadap WTA
Kesimpulan :
Dapat diketahui bahwa F hitung (49,164) > F tabel (2,031), maka Ho ditolak,
artinya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, umur,
frekuensi terkena kemacetan, durasi terkena kemacetan, jarak sampai tujuan,
waktu yang hilang, dan lelah secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai
WTA.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji White. Dari hasil perhitungan,
didapatkan nilai Probability dari Obs*R-squared sebesar 0.1492 atau lebih
besar daripada α = 0,05 (Lampiran 2). Maka dapat disimpulkan bahwa pada
model regresi tidak ditemukan adanya masalah heteroskedastisitas.
3. Uji Normalitas
Pemeriksaan asumsi sisaan menyebar normal dilakukan dengan Uji
Kolgomorov-Smirnov (Lampiran 2). Pada output komputer terlihat nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) berada di atas 0,05 yakni sebesar 0,74. Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas.
4. Uji Multikoliniearitas
Pemeriksaan asumsi untuk menguji masalah multikolinearitas didasarkan pada
nilai VIF. Pada lampiran dua menunjukkan nilai VIF masing-masing variabel
bebas memiliki nilai kurang dari sepuluh (VIF < 10). Hal ini mengindikasikan
tidak ada indikasi terjadinya pelanggaran multikolinearitas.
Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah :
LNWTA = 4,536233 – 1,39862 LNTKTPDDKN – 0,31624 LNPEKERJAAN +
1,013696 LNPDPTN – 0,51756 LNUMUR + 5,433506
LNFREKUENSIMCT + 4,368208 LNMCT + 0,192018 WKTHLG –
0,81667 LELAH
Beberapa variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap nilai WTA
responden adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan
Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai sig. 0,0308. Artinya variabel ini
berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf α = 0.15 (15%).
Koefesien bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 1,39862. Nilai tersebut
mengartikan bahwa jika tingkat pendidikan responden yang semakin tinggi
atau meningkat sebesar satu satuan, maka nilai WTA yang diberikan akan
semakin rendah atau turun sebesar Rp 1,39862. Hal ini disebabkan bahwa pola
pikir responden dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih menganggap bahwa
pemberian kompensasi bukanlah jalan keluar untuk mengatasi kemacetan
yang ada.
2. Frekuensi Terkena Kemacetan
Variabel frekuensi terkena kemacetan memiliki nilai sig. 0,0000. Artinya
variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf α =
0.01 (1%). Frekuensi terkena kemacetan memiliki koefisien bertanda positif
(+) dengan nilai sebesar 5,433506. Hal ini memiliki arti semakin sering
pengguna jalan terjebak kemacetan atau frekuensi terkena macet meningkat
satu satuan, maka nilai WTA yang diekspresikan akan semakin tinggi atau
naik sebesar Rp 5,433506. Hal ini mungkin disebabkan pengguna jalan yang
sering melewati titik kemacetan merasa dirugikan dengan seringnya terjebak
kemacetan pada titik-titik kemacetan.
3. Durasi Terkena Kemacetan
Variabel durasi terkena kemacetan memiliki nilai sig. 0,0000. Artinya variabel
ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf α = 0.01
(1%). Durasi terkena kemacetan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+)
dengan nilai 4,368208. Hal ini memiliki arti semakin lama seseorang terkena
kemacetan atau durasi kemacetannya meningkat satu satuan, maka responden
tersebut akan memberikan nilai WTA yang semakin tinggi atau meningkat
sebesar Rp 4,368208. Hal ini karena semakin lama seseorang terjebak dalam
kemacetan, maka waktu yang ia miliki akan semakin banyak yang terbuang
sehingga menyebabkan semakin banyak pula opportunity cost yang hilang.
Semakin banyak benefit yang hilang, maka nilai kesediaan menerima
kompensasi akan semakin besar pula.
Variabel yang tidak berpengaruh nyata ada lima variabel yaitu variabel
jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, umur, waktu yang hilang, dan lelah. Kelima
variabel tidak berpengaruh nyata karena mempunyai P-value yang besar melebihi
selang kepercayaan pada penelitian ini yaitu 85 persen, 90 persen serta 99 persen.
Selain itu ada kemungkinan bahwa responden tidak menjawab pertanyaan
wawancara dengan sungguh-sungguh, kurang paham akan pertanyaan yang
diajukan dalam kuisioner dan wawancara, dan banyak hal lain yang bisa
mengakibatkan beberapa variabel kemungkinan tidak berpengaruh nyata.
VIII. Simpulan dan Saran
8.1. Simpulan
1. Kemacetan mengakibatkan pengguna jalan merasakan lelah, stres, waktu yang
hilang serta dampak terhadap penggunaan bahan bakar.
2. Sebanyak 91orang responden bersedia mengungkapkan nilai kerugiannya atau
sebesar 83% dari jumlah responden keseluruhan. Sedangkan sisanya lagi
sebanyak 19 orang responden lainnya atau sebesar 17% dari jumlah responden
keseluruhan tidak bersedia mengungkapkan besarnya nilai kerugian yang
mereka rasakan.
3. Pengeluaran pembelian BBM dalam kondisi lalu lintas normal untuk
pengguna mobil adalah sebesar Rp 40.500,00 per mobil sedangkan motor Rp
12.277,03 per motor. Namun apabila mereka terjebak dalam kemacetan maka
biaya tersebut meningkat menjadi sebesar Rp 52.159,09 per mobil dan Rp
19.182,43 per motor. Potensi ekonomi BBM yang hilang akibat kemacetan di
Kecamatan Bogor Barat setiap tahunnya mencapai Rp 152.460.925.983,00
per tahun.
4. Total WTA di Kecamatan Bogor Barat mencapai Rp 61.636.604.105,00 dan
nilai rata-rata WTA yang diekspresikan responden untuk pengguna mobil
sebesar Rp 486.363,64, pengguna sepeda motor Rp 366.000,00 dan
penumpang angkutan umum Rp 289.642,86. Variabel-variabel yang
mempengaruhi besarnya nilai WTA pengguna jalan secara signifikan ada tiga
yakni tingkat pendidikan responden, frekuensi terkena macet dan durasi
terkena kemacetan.
8.2. Saran
1. Peningkatan sarana dan prasarana jalan serta perawatan jalan agar dapat
mengurangi kemacetan dengan cara melakukan pelebaran jalan, memperbaiki
jalan yang rusak , menambah lajur lalu lintas serta membuat pembatas jalan.
2. Pengurangan jumlah angkutan umum yang beroperasi dengan cara
pembatasan berdasarkan umur angkot serta tidak ada lagi pemberian ijin baru
bagi pengusaha angkot yang akan menambah angkotnya.
3. Pembatasan kendaraan pribadi yang melintas di jalan protokol dengan
membuat peraturan tentang batasan kepemilikan maksimal kendaraan
bermotor dalam satu keluarga serta pelarangan penggunaan BBM bersubsidi
bagi kendaraan pribadi.
4. Dengan total nilai WTA di Kecamatan Bogor Barat yang mencapai Rp
61.636.604.105,00 dan jumlah penduduk sebanyak 205.123 jiwa, maka nilai
dana kompensasi yang sebaiknya diberikan sebesar Rp 300.486/orang. Hal ini
terkait dengan WTA masyarakat terhadap kemacetan yang mereka rasakan,
karena dengan demikian akan terjadinya sinkronisasi antara pemerintah dan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik 2009. „Bogor Dalam Angka 2009‟. BPS, Kota Bogor.
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pustaka
Gramedia Utama, Jakarta.
Garrod, G dan K. G. Willis.1999. Economic Valuation Of The Environment.
Edward Elgar Publishung Limited, England.
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric 4th
ed. Mc Graw Hill-Irvine New
York, USA.
Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environment.
Edward Elgar Publishung Limited, England.
Juanda, B. 2008. Ekonometrika I. Bogor Agricultural University Press, Bogor.
Kecamatan Bogor Barat. „Laporan Tahunan Kecamatan Bogor Barat 2009‟.
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. MediaKom,
Yogyakarta.
SAMSAT Kota Bogor 2010. „Rekapitulasi Data Kendaraan Bermotor Wilayah
Bogor Barat Kota Bogor‟. SAMSAT, Kota Bogor.
Sapta, Rendy D. 2009. Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas Terhadap Sosial
Ekonomi Pengguna Jalan Dengan Contingent Valuation Method (CVM)
(Studi Kasus : Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Satyaputra, Irvan P. 2007. Penanganan kemacetan Lalu Lintas di Jalan Raya
(Studi Kasus di Jalan Margonda Raya Kota Depok). Tesis. Program
Pascasarjana Studi Kajian Ilmu Kepolisian. Universitas Indonesia, Jakarta.
Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Bambang Sumantri (Penerjemah).
Terjemahan dari : Introduction to Statistics. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
LAMPIRAN
Lokasi Penelitian
Lampiran 1. Peta Kota Bogor
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik
1. Hasil Uji Statistik Model
Dependent Variable: LNWTA
Method: Least Squares
Date: 05/09/11 Time: 09:36
Sample: 1 110
Included observations: 110
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4.536233 1.216332 3.729437 0.0003
LNTKTPDDKN -1.398620 0.638382 -2.190881 0.0308
LNPEKERJAAN -0.316236 0.590187 -0.535824 0.5933
LNPDPTN 1.013696 0.856585 1.183415 0.2394
LNUMUR -0.517560 0.539028 -0.960174 0.3393
LNFREKUENSIMCT 5.433506 0.690013 7.874498 0.0000
LNLAMAMCT 4.368208 0.661711 6.601387 0.0000
WKTHLG 0.192018 0.807610 0.237761 0.8125
LELAH -0.816672 0.668526 -1.221600 0.2247
R-squared 0.795676 Mean dependent var 10.54673
Adjusted R-squared 0.779492 S.D. dependent var 4.884453
S.E. of regression 2.293656 Akaike info criterion 4.576448
Sum squared resid 531.3468 Schwarz criterion 4.797396
Log likelihood -242.7046 F-statistic 49.16408
Durbin-Watson stat 1.991004 Prob(F-statistic) 0.000000
2. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 110 Normal Parametersa
Mean 0 Std. Deviation 2.207882
Most Extreme Differences
Absolute 0.065 Positive 0.065 Negative -0.056
Kolmogorov-Smirnov Z 0.682 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.74
a. Test distribution is Normal.
3. Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant) LNtktpddkn 0.756 1.323
LNpekerjaan 0.394 2.536
LNpdptn 0.46 2.176
LNumur 0.594 1.684
LNfrekuensimct 0.439 2.28
LNlamamct 0.469 2.132
wkthlg 0.66 1.515
lelah 0.749 1.335
4. Uji Heterokedastisitas White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 1.404818 Probability 0.105663
Obs*R-squared 51.50902 Probability 0.149237
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/09/11 Time: 09:37 Sample: 1 110
Included observations: 110
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 10.02930 30.02497 0.334032 0.7394 LNTKTPDDKN 6.991807 28.62651 0.244242 0.8078
LNTKTPDDKN^2 -7.201494 4.261152 -1.690035 0.0957
LNTKTPDDKN*LNPE
KERJAAN
-4.068136 7.221423 -0.563343 0.5751
LNTKTPDDKN*LNPD
PTN
9.244768 11.63925 0.794275 0.4298
LNTKTPDDKN*LNUM
UR
1.240051 5.273099 0.235165 0.8148
LNTKTPDDKN*LNFR
EKUENSIMCT
-0.803673 5.313418 -0.151254 0.8802
LNTKTPDDKN*LNLA
MAMCT
4.154001 4.641294 0.895009 0.3740
LNTKTPDDKN*WKTH
LG
4.454070 21.54847 0.206700 0.8369
LNTKTPDDKN*LELA
H
-3.679596 8.985646 -0.409497 0.6835
LNPEKERJAAN 6.776189 18.60909 0.364133 0.7169
LNPEKERJAAN^2 -0.056221 7.068299 -0.007954 0.9937
LNPEKERJAAN*LNPD
PTN
-2.116542 13.92808 -0.151962 0.8797
LNPEKERJAAN*LNU
MUR
1.455873 8.920061 0.163213 0.8708
LNPEKERJAAN*LNFREKUENSIMCT
3.139172 7.438841 0.421997 0.6744
LNPEKERJAAN*LNLA
MAMCT
-2.532277 6.077838 -0.416641 0.6783
LNPEKERJAAN*WKT
HLG
-3.166991 15.48701 -0.204493 0.8386
LNPEKERJAAN*LELA
H
0.597622 5.080068 0.117640 0.9067
LNPDPTN -17.29492 42.63185 -0.405681 0.6863
LNPDPTN^2 -0.896125 11.33274 -0.079074 0.9372
LNPDPTN*LNUMUR 1.845360 9.410223 0.196102 0.8451
LNPDPTN*LNFREKUE
NSIMCT
-8.511203 13.27390 -0.641198 0.5236
LNPDPTN*LNLAMAM
CT
9.000023 11.05308 0.814255 0.4184
LNPDPTN*WKTHLG 0.854664 16.64432 0.051349 0.9592
LNPDPTN*LELAH 9.481346 8.134241 1.165609 0.2479
LNUMUR -6.407687 17.28460 -0.370717 0.7120
LNUMUR^2 -0.385808 3.626835 -0.106376 0.9156
LNUMUR*LNFREKUE
NSIMCT
3.464531 5.260611 0.658580 0.5124
LNUMUR*LNLAMAM
CT
0.162401 5.949402 0.027297 0.9783
LNUMUR*WKTHLG 0.622233 7.452579 0.083492 0.9337
LNUMUR*LELAH 0.320235 9.447580 0.033896 0.9731
LNFREKUENSIMCT 0.496528 17.94670 0.027667 0.9780
LNFREKUENSIMCT^2 -8.984436 8.032391 -1.118526 0.2673
LNFREKUENSIMCT*L
NLAMAMCT
22.35887 8.162722 2.739144 0.0079
LNFREKUENSIMCT*
WKTHLG
-13.90708 16.64330 -0.835597 0.4064
LNFREKUENSIMCT*LELAH
4.819334 12.17919 0.395702 0.6936
LNLAMAMCT -10.19030 18.94498 -0.537889 0.5924
LNLAMAMCT^2 -10.47448 6.130335 -1.708632 0.0921
LNLAMAMCT*WKTH
LG
14.59570 14.68799 0.993717 0.3239
LNLAMAMCT*LELAH -2.803641 11.43647 -0.245149 0.8071
WKTHLG -3.277113 24.70577 -0.132646 0.8949
WKTHLG*LELAH 8.962908 8.651223 1.036028 0.3039
LELAH -8.518071 14.89539 -0.571860 0.5693
R-squared 0.468264 Mean dependent var 4.830425
Adjusted R-squared 0.134937 S.D. dependent var 4.983477
S.E. of regression 4.635071 Akaike info criterion 6.191211
Sum squared resid 1439.420 Schwarz criterion 7.246853
Log likelihood -297.5166 F-statistic 1.404818
Durbin-Watson stat 2.355580 Prob(F-statistic) 0.105663
Lampiran 3. Situasi Kemacetan di Kecamatan Bogor Barat
Lampiran 4. Data Total Pengeluaran BBM dan Nilai WTA
1. Data Total Pengeluaran BBM Motor :
No Tanpa macet BBM (Liter) Kena macet BBM (Liter)
1 4500 1 9000 2
2 9000 2 11250 2,5
3 9000 2 11250 2,5
4 9000 2 11250 2,5
5 4500 1 6750 1,5
6 9000 2 11250 2,5
7 9000 2 11250 2,5
8 9000 2 11250 2,5
9 6750 1,5 9000 2
10 4500 1 6750 1,5
11 45000 10 67500 15
12 50000 11,1 100000 22,2
13 45000 10 54000 12
14 15000 3,3 20000 4,4
15 10000 2,2 15000 3,3
16 4500 1 6750 1,5
17 4500 1 9000 2
18 4500 1 13500 3
19 13500 3 15750 3,5
20 4500 1 6750 1,5
21 10000 2,2 15000 3,3
22 4500 1 9000 2
23 13500 3 22500 5
24 15000 3,3 20000 4,4
25 10000 2,2 20000 4,4
26 13500 3 20250 4,5
27 9000 2 18000 4
28 11250 2,5 18000 4
29 13500 3 18000 4
30 4500 1 9000 2
31 9000 2 13500 3
32 11250 2,5 18000 4
33 9000 2 13500 3
34 9000 2 18000 4
35 13500 3 20250 4,5
36 9000 2 18000 4
37 18000 4 31500 7
Mobil :
No Tanpa macet BBM (Liter) Kena macet BBM (Liter)
1 54000 12 81000 18
2 40500 9 54000 12
3 40500 9 54000 12
4 67500 15 90000 20
5 54000 12 67500 15
6 58500 13 67500 15
7 45000 10 67500 15
8 54000 12 67500 15
9 20250 4.5 27000 6
10 20250 4.5 27000 6
11 40500 4.5 27000 6
12 67500 9 54000 12
13 54000 15 90000 20
14 20250 12 67500 15
15 13500 4.5 27000 6
16 40500 3 20250 4.5
17 20250 9 47250 10.5
18 54000 4.5 27000 6
19 45000 9 47250 10.5
20 20250 4.5 27000 6
21 54000 12 67500 15
22 45000 10 54000 12
23 20250 4.5 27000 6
24 40500 9 54000 12
25 45000 10 54000 12
26 45000 10 58500 13
27 67500 15 90000 20
28 45000 10 54000 12
29 54000 12 90000 20
30 45000 10 67500 15
31 22500 5 27000 6
32 9000 2 18000 4
33 13500 3 22500 5
2. Data Total WTA :
o Motor Mobil
1 150000 300000
2 150000 300000
3 150000 300000
4 600000 300000
5 210000 900000
6 1500000 300000
7 150000 360000
8 150000 900000
9 0 390000
10 600000 900000
11 0 450000
12 150000 900000
13 150000 1200000
14 150000 150000
15 150000 600000
16 150000 390000
17 150000 450000
18 0 1050000
19 0 900000
20 0 1260000
21 750000 390000
22 300000 300000
23 450000 390000
24 150000 390000
25 150000 300000
26 150000 390000
27 750000 390000
28 0 300000
29 510000 300000
30 210000 150000
31 1500000 150000
32 0 150000
33 450000 150000
34 150000
35 150000
36 150000
37 600000