Top Banner
Analisis Dampak IJEPA Terhadap Indonesia Dan Jepang 1 Sigit Setiawan 2 1 Peneliti pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Jl. Dr. Wahidin 1 Jakarta 10710. E-mail : [email protected] Abstrak Penelitian ini merupakan suatu analisis dari dampak kesepakatan perdagangan barang IJEPA terhadap Indonesia dan Jepang. Pendekatan dengan metode analisis ekonometrik digunakan untuk menilai pengaruh dari IJEPA terhadap kedua pihak dari dua sisi : kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional dan pertumbuhan kontribusi tersebut. Kesimpulan yang diperoleh adalah secara makro, Indonesia maupun Jepang sama-sama memetik manfaat dari pemberlakuan IJEPA. Namun demikian, Indonesia menerima tingkat manfaat yang lebih besar dari Jepang dari sisi naiknya kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional secara nominal dan persentase, serta berlipat gandanya tingkat pertumbuhan ekspor. Kata Kunci : kawasan perdagangan bebas, perdagangan preferensial, ekspor, analisis dampak Abstract The study is an impact assessment of IJEPA trade agreement in goods toward Indonesia and Japan. The econometric analysis approach has been used to assess the impact of IJEPA toward the two countries from two sides : export contribution to national income and the export contribution growth. The result is at macro level, both Indonesia and Japan took benefits of IJEPA. Yet, Indonesia received more benefits than Japan from the increased export contribution to national income by amount and by percentage, and from leverage toward the export contribution. Keyword : free trade area, perdagangan preferensial, export, impact assessment JEL Classification : F13, F15, F17 1 Telah dipublikasikan sebelumnya dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis Volume 17 No. 2 Tgl. 2 Agustus 2012 2 Peneliti pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Jl. Dr. Wahidin 1 Jakarta 10710. E-mail : [email protected]
18

Analisis Dampak IJEPA

Jan 19, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Dampak IJEPA

Analisis Dampak IJEPA

Terhadap Indonesia Dan Jepang1

Sigit Setiawan2

1 Peneliti pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Jl. Dr.

Wahidin 1 Jakarta 10710. E-mail : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini merupakan suatu analisis dari dampak kesepakatan perdagangan barang

IJEPA terhadap Indonesia dan Jepang. Pendekatan dengan metode analisis ekonometrik

digunakan untuk menilai pengaruh dari IJEPA terhadap kedua pihak dari dua sisi :

kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional dan pertumbuhan kontribusi tersebut.

Kesimpulan yang diperoleh adalah secara makro, Indonesia maupun Jepang sama-sama

memetik manfaat dari pemberlakuan IJEPA. Namun demikian, Indonesia menerima tingkat

manfaat yang lebih besar dari Jepang dari sisi naiknya kontribusi ekspor terhadap

pendapatan nasional secara nominal dan persentase, serta berlipat gandanya tingkat

pertumbuhan ekspor.

Kata Kunci : kawasan perdagangan bebas, perdagangan preferensial, ekspor, analisis

dampak

Abstract

The study is an impact assessment of IJEPA trade agreement in goods toward Indonesia and

Japan. The econometric analysis approach has been used to assess the impact of IJEPA

toward the two countries from two sides : export contribution to national income and the

export contribution growth. The result is at macro level, both Indonesia and Japan took

benefits of IJEPA. Yet, Indonesia received more benefits than Japan from the increased

export contribution to national income by amount and by percentage, and from leverage

toward the export contribution.

Keyword : free trade area, perdagangan preferensial, export, impact assessment

JEL Classification : F13, F15, F17

1 Telah dipublikasikan sebelumnya dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis Volume 17 No. 2 Tgl. 2 Agustus 2012

2 Peneliti pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Jl. Dr.

Wahidin 1 Jakarta 10710. E-mail : [email protected]

Page 2: Analisis Dampak IJEPA

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesepakatan perdagangan bebas dalam bingkai kesepakatan kerjasama ekonomi secara

bilateral yang pertama kali Indonesia lakukan dengan negara mitra adalah IJEPA (Indonesia-

Japan Economic Partnership Agreement). Perjanjian tersebut disusun guna menghasilkan

manfaat bagi kedua pihak secara fair, seimbang, dan terukur melalui liberalisasi akses pasar,

fasilitasi, dan kerjasama melalui pengembangan kapasitas untuk sektor-sektor industri

prioritas. Terdapat 11 bidang yang dicakup dalam kesepakatan IJEPA antara lain

perdagangan barang, pengaturan terkait asal barang dan prosedur kepabeanan.

Penandatanganan perjanjian tersebut telah dilakukan oleh baik kepala negara Indonesia dan

Jepang pada tanggal 20 Agustus 2007 di Jakarta.

Dalam sektor perdagangan barang IJEPA, Indonesia dan Jepang sama-sama

menyepakati adanya konsesi khusus yang diberikan. Konsesi tersebut berupa penghapusan

atau penurunan tarif bea masuk dalam tiga klasifikasi : fast–track, normal track, dan

pengecualian, dengan memasang rambu-rambu tindakan pengamanan (emergency and

safeguard measures) untuk mencegah kemungkinan dampak negatifnya terhadap industri

domestik. Untuk produk klasifikasi fast-track, persentase tertentu dari total pos tarif akan

diturunkan ke 0% pada saat berlakunya IJEPA. Bagi produk klasifikasi normal-track, tarif

diturunkan menjadi 0% pada jangka waktu tertentu yang bervariasi dari minimal tiga tahun

hingga maksimal 10 tahun (bagi Jepang) atau 15 tahun (bagi Indonesia) sejak berlakunya

IJEPA bagi persentase tertentu dari total pos tarif. Di samping konsesi tarif tersebut, diatur

pula suatu skema konsesi tarif khusus bagi sektor-sektor industri tertentu dan kompensasinya

melalui fasilitasi pusat pengembangan industri manufaktur.

Neraca perdagangan antara Indonesia dan Jepang pada tahun 2010 mencatat surplus

bagi Indonesia sebesar US$ 8,7 miliar. Angka surplus ini merupakan peningkatan sebesar

8,9% dibandingkan surplus perdagangan tahun 2009 yang tercatat sebesar US$ 9,6 miliar.

Pada tahun 2010 nilai perdagangan kedua negara secara keseluruhan telah mencapai angka

US$ 42,3 miliar. Indonesia mengekspor ke Jepang sebesar US$ 25,5 miliar dan mengimpor

dari Jepang sebesar US$ 16,8 miliar. Nilai total perdagangan tersebut merupakan kenaikan

sebesar 45,6% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 29 miliar.

Sementara itu pada periode Januari-Oktober 2011, total perdagangan kedua negara telah

berjumlah US$ 43,8 miliar atau naik 27% dibanding periode yang sama pada tahun 2010

sebesar US$ 34,4 miliar. Nilai total perdagangan antar kedua negara menunjukkan

kecenderungan positif, di mana rata-rata pertumbuhannya selama lima tahun terakhir (2006-

2010) tercatat sebesar 8,4%.

Perjanjian kemitraan IJEPA menyepakati pemberian keistimewaan tarif oleh kedua

pihak. Dari pihak Indonesia, keistimewaan yang diberikan kepada Jepang adalah dengan

memberikan perlakuan khusus tarif di 93% dari jumlah pos tarif tahun 2006 yang sebanyak

11.163 pos tarif. Ekspor Jepang ke Indonesia dalam pos-pos tarif khusus tersebut telah

mencakup 93% dari nilai ekspor Jepang ke Indonesia. Untuk produk klasifikasi fast-track,

sekitar 35% dari pos tarif akan diturunkan hingga 0% pada saat berlakunya IJEPA. Untuk

produk klasifikasi normal track, sekitar 58% dari pos tarif secara bertahap akan diturunkan

menjadi 0% dalam masa tiga hingga 15 tahun sejak berlakunya IJEPA. Sisanya yang 7%

merupakan produk yang dikecualikan dari pos tarif IJEPA.

Page 3: Analisis Dampak IJEPA

2

Jepang memberikan kepada Indonesia perlakuan khusus tarif di lebih dari 90% dari

pos tarif Jepang yang berjumlah 9.275 (tahun 2006). Ekspor Indonesia ke Jepang pada pos-

pos tarif tersebut mencakup 99% dari nilai ekspor Indonesia ke Jepang. Untuk produk

klasifikasi fast-track, sekitar 80% dari total pos tarif akan diturunkan ke 0% pada saat

berlakunya IJEPA. Sementara itu, untuk produk-produk dalam klasifikasi normal track

sekitar 10% dari total pos tarif akan diturunkan hingga 0% secara bertahap dalam waktu tiga

hingga sepuluh tahun sejak berlakunya IJEPA. Sedangkan 10% sisanya akan dikecualikan

dari skema tarif IJEPA.

Di luar skema tarif preferensial terdapat skema khusus yang diperjanjikan antara

Indonesia dan Jepang di mana skema semacam itu tidak ada dalam ASEAN-China FTA dan

ASEAN-Korea FTA. Indonesia bersedia memberikan fasilitas User Spesific Duty Free

Scheme (USDFS) dengan imbalan fasilitas Manufacturing Industry Development Center

(MIDEC) dari Jepang.

IJEPA sebagai salah satu bentuk FTA khusus telah berlangsung efektif hampir

mencapai empat tahun, dan karenanya menarik untuk dikaji dampaknya sejauh ini bagi

perekonomian Indonesia dan Jepang. Adapun tujuan dari penilaian dampak suatu FTA

adalah untuk mengetahui apakah tujuan suatu FTA dapat dipenuhi (Plummer 2010). Salah

satu bidang perjanjian yang penting untuk dievaluasi dampaknya atau perlu dilakukan

penilaian dampak adalah bidang atau sektor perdagangan barang IJEPA.

1.2 Tujuan, dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis pengaruh atau dampak dari

keikutsertaan Indonesia dan Jepang dalam perjanjian perdagangan barang IJEPA dari sisi

kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhan kontribusi ekspor

tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif ekonometrika.

Temuan-temuan dari kajian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi

efektivitas kebijakan pemerintah di sektor perdagangan barang dalam kerangka IJEPA,

khususnya pengaruhnya terhadap Indonesia dan Jepang dari sisi kontribusi ekspor terhadap

pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhannya.

1.3 Penelitian Terdahulu

Studi Llyod dan MacLaren (2004) menjelaskan bahwa pendapatan nasional merupakan salah

satu dari tiga variabel endogen yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan penilaian

dampak suatu free trade agreement (FTA) terhadap negara-negara anggota dan non-anggota.

Selanjutnya, hasil kajian yang dilakukan oleh tim peneliti OECD yang beranggotakan

antara lain Philippa Dee (2011) berjudul “The Impact of Trade Liberalisation on Jobs and

Growth” menyimpulkan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan (antara lain free trade

agreement/FTA, preferential trade agreement/PTA, kesatuan kepabeanan, pasar bersama)

akan meningkatkan keterbukaan pasar yang pada gilirannya akan berkontribusi positif

terhadap pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan

pertumbuhan produktivitas.

Markusen (1995) menjelaskan peran positif dari FTA atau PTA dalam berbagai model

perdagangan preferensial dari teori perdagangan internasional. Keberadaan IJEPA akan

Page 4: Analisis Dampak IJEPA

3

menyebabkan terjadinya „penciptaan perdagangan‟ dan „pengalihan perdagangan‟ yang akan

meningkatkan kesejahteraan domestik Indonesia dan Jepang.

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Data dan Variabel Penelitian Data penelitian bersumber dari data ekspor Indonesia ke Jepang dan data ekspor Jepang ke

Indonesia dari IMF yang diunduh melalui CEIC. Data time series relevan yang digunakan

dalam kajian adalah data ekspor bulanan periode Januari 1990 – Juni 2011.

Variabel-variabel yang digunakan dalam kajian ini adalah ekspor Indonesia ke Jepang

dan ekspor Jepang ke Indonesia dengan skema tarif IJEPA, serta hasil simulasi ekspor

Indonesia ke Jepang dan ekspor Jepang ke Indonesia tanpa skema tarif IJEPA. Guna

keperluan pembentukan model digunakan data periode Januari 1990 – Juni 2011, sedangkan

untuk simulasi digunakan periode pengamatan 1 Juli 2008 – 30 Juni 2011.

2.2 Kerangka Pemikiran

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk

dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu

Kemitraan Ekonomi menetapkan IJEPA berlaku efektif sejak 1 Juli 2008. Dengan demikian,

titik waktu 1 Juli 2008 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 95/PMK.011/2008 digunakan untuk mengevaluasi pengaruh dari

skema IJEPA terhadap Indonesia dan Jepang dari sisi kontribusi ekspor bagi pendapatan

nasional dan peningkatan pertumbuhannya.

Kajian dampak IJEPA terhadap Indonesia dan Jepang dilakukan dengan

membandingkan nilai ekspor barang dalam hubungan perdagangan Indonesia – Jepang

dengan skema tarif IJEPA dan dengan hasil simulasi tanpa skema tarif IJEPA. Pendapatan

nasional kedua negara dipengaruhi oleh peningkatan nilai ekspor, dikarenakan nilai ekspor

merupakan salah satu komponen bagian dari pendapatan nasional model Keynesian empat

faktor.

Simulasi dilakukan dengan menghilangkan kondisi adanya skema tarif IJEPA pada

periode berlakunya IJEPA periode 1 Juli 2008- 31 Juni 2011. Dengan membandingkan hasil

simulasi dan kondisi aktual pada periode yang sama tersebut (di mana sebenarnya skema tarif

IJEPA sudah efektif berlaku) dapat dihitung dampak dari pemberlakuan skema tarif IJEPA

pada periode tersebut terhadap Indonesia dan Jepang.

Pendekatan yang digunakan untuk mengukur dampak IJEPA bagi Indonesia dan

Jepang dalam penelitian ini dilakukan dengan mengukur kontribusi nilai ekspor terhadap

pendapatan nasional, di mana pendapatan nasional merupakan salah satu dari variabel

endogen yang dapat dijadikan ukuran dalam mengukur dampak suatu FTA sebagaimana

dikemukakan oleh Dee (2011) dan Llyod dan MacLaren (2004). Suatu FTA berdampak

positif bagi kedua negara bila kontribusi tersebut positif, dan berdampak negatif bila

kontribusi tersebut negatif. Selain itu dihitung pula persentase pertumbuhan kontribusi nilai

ekspor tersebut sebagai akibat dampak IJEPA. Bila terdapat kenaikan persentase

pertumbuhan kontribusi setelah berlaku efektifnya IJEPA, maka IJEPA berdampak positif.

Page 5: Analisis Dampak IJEPA

4

Hal sebaliknya berlaku di mana bila terjadi penurunan persentase pertumbuhan kontribusi

sebagai dampak IJEPA, maka IJEPA berdampak negatif.

Kontribusi nilai ekspor terhadap pendapatan nasional yang positif dan kenaikan

persentase pertumbuhan kontribusi setelah berlaku efektifnya IJEPA menunjukkan terjadinya

peningkatan keterbukaan pasar, trade creation dan trade diversion sebagaimana teori

perdagangan internasional dan model-model perdagangan preferensial. Ketiga hal tersebut

pada gilirannya akan berkontribusi positif bagi peningkatan pendapatan, penciptaan lapangan

kerja, pertumbuhan produktivitas, dan kesejahteraan ekonomi dari Indonesia dan Jepang yang

menjadi obyek studi kasus ini.

Asumsi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah skema tarif IJEPA

merupakan satu-satunya faktor ekonomi yang berpengaruh signifikan pada periode

pengamatan 1 Juli 2008 – 30 Juni 2011. Dengan demikian, faktor-faktor ekonomi lain yang

mungkin mempengaruhi perdagangan Indonesia dan Jepang pada periode tersebut bersifat

tetap (ceteris paribus) atau tidak signifikan sehingga dapat diabaikan.

Kondisi Aktual Dengan Skema Tarif IJEPA (i)

Simulasi Kondisi Tanpa Skema Tarif IJEPA (ii)

Gambar 2-1.Kerangka Pemikiran

2.3 Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk forecasting dan simulasi dalam kajian ini adalah model

ekonometrika ARIMA atau yang secara populer lebih dikenal dengan sebutan metodologi

Box-Jenkins.

Karakteristik dari model ARIMA adalah model tersebut memberikan penekanan pada

sifat-sifat probabilistik atau stokastik dari runtun waktu ekonomi dengan menggunakan data

yang bersangkutan untuk menentukan arah kecenderungannya sendiri tanpa melibatkan data

lainnya (Gujarati, 2009). Dalam model regresi, Y dijelaskan oleh k variabel bebas X1, X2,

1 Juli 2008

Skema Tarif

IJEPA mulai

berlaku

2009

2010

2011

2012

2007 2005

2006 2004

2009

2010

2011

2012

2007 2005

2006 2004

Tidak ada

skema tarif

IJEPA

Nilai ekspor

dalam

hubungan

perdagangan

kedua negara

pada periode

1 Juli 2008 –

30 Juni 2011

pada kondisi

aktual dan

kondisi

simulasi

diperbanding-

kan

Page 6: Analisis Dampak IJEPA

5

X3, ... , Xk, dalam Sedangkan dalam model ARIMA, Y dijelaskan oleh nilai-nilai Y sendiri

di waktu sebelumnya. Mengutip Gujarati (2009:778), ”Salah satu dasar popularitas

pemodelan ARIMA adalah keberhasilannya dalam peramalan. Dalam banyak kasus, hasil

ramalan yang dihasilkan metode ini lebih andal daripada hasil ramalan yang dihasilkan

pemodelan ekonometrik tradisional, khususnya dalam jangka pendek. Namun, tentunya

setiap kasus mesti dicek.

Gambar 2-1. Metodologi Box-Jenkins Sumber : Gujarati (2009)

Kajian ini menggunakan model multiplicative ARIMA, suatu kombinasi dari model

Autoregressive (AR), differencing, dan moving average/rata-rata bergerak (MA) yang

dinotasikan dengan ARIMA (p, d, q).

Yt = θ + α1 (Yt–1 - δ) + α2 (Yt–2 - δ) + ... + αp (Yt–p - δ) + β0 ut + β1 ut-1 + β2 ut-2 + ... + βq ut-q

............... (Pers. 1 )

Dalam ekonometrika, data yang dimasukkan ke dalam model ARMA tersebut di atas

harus terlebih dulu harus stasioner. Untuk itu data yang non-stasioner perlu ditransformasi

melalui differencing sebanyak d kali hingga data time series tersebut menjadi stasioner.

Δ Yt = Yt - Yt–1 (differencing pertama)

Δ Yt-1 = Yt-1 - Yt–2 (differencing kedua) dan seterusnya ............... (Pers. 2 )

Data time series non-stasioner yang telah mengalami differencing sebanyak d kali

untuk membuatnya stasioner dan kemudian data time series tersebut diproses dengan model

ARMA (p,q), maka data time series tersebut telah melalui proses model ARIMA (p,d,q).

Data time series selanjutnya dimasukkan ke dalam estimasi model terbaik untuk dapat

diketahui hasil simulasinya berupa nilai ekspor Indonesia ke Jepang dan nilai ekspor Jepang

ke Indonesia dalam hubungan perdagangan kedua negara seandainya tidak ada skema tarif

IJEPA. Kemudian hasil simulasi dibandingkan dengan nilai aktual pada periode yang sama di

mana perjanjian IJEPA telah efektif berlaku. Dari proses pembandingan ini akan dapat

dihitung seberapa besar dampak dari skema tarif perjanjian IJEPA terhadap ekspor Indonesia

ke Jepang dan dan juga ekspor Jepang ke Indonesia. Selain itu walau kedua belah pihak

Ya

Tidak

(Kembali ke

Langkah 1)

Langkah 1: Identifikasi model (Pilih

tentative p,d,q)

Langkah 2: Estimasi parameter model

terpilih

Langkah 3: Pemeriksaan diagnostik

Apakah estimasi residual white-noise ?

Langkah 4: Peramalan

Page 7: Analisis Dampak IJEPA

6

sama-sama memperoleh keuntungan, akan dapat diketahui di antara keduanya pihak mana

yang menerima keuntungan lebih dibandingkan mitranya.

Dalam proses pengolahan dan analisis tersebut di atas digunakan software

ekonometrika Eviews versi 6.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Ekspor Indonesia Ke Jepang

Gambar 3-1. Grafik Data Ekspor Indonesia ke Jepang Periode

Januari 1990 – Oktober 2011 Sumber data : IMF, diunduh dari CEIC (2012)

Data yang digunakan untuk input model ARIMA adalah data ekspor time series

Indonesia ke Jepang periode Januari 1990 - Juni 2011, sedangkan data untuk simulasi

digunakan data Juli 2008 – Juni 2011, yang merupakan data periode pengamatan. Titik awal

periode pengamatan adalah 1 Juli 2008, sehingga tahun pengamatan pertama akan berakhir

pada 30 Juni 2009. Selanjutnya tahun pengamatan kedua akan berawal pada tanggal 1 Juli

2009 dan berakhir pada 30 Juni 2010, dan seterusnya hingga tahun pengamatan ketiga

sebagai tahun terakhir pengamatan.

Output Model Data ekspor Indonesia ke Jepang pada gambar 3-1 mengindikasikan kondisi non-stasionernya

data input model. Prakondisi peramalan time series metode ekonometrika selalu

mensyaratkan stasioneritas dari data yang menjadi input model. Pengecekan lebih rinci

dengan correllogram dan Augmented-Dickey Fuller Test sebagai unit root test menegaskan

keyakinan tersebut.

Model ARIMA yang reasonable fit terhadap data ekspor Indonesia ke Jepang

kemudian dihasilkan dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan

pengidentifikasian derajat AR dan MA sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian.

Identifikasi model tersebut menghasilkan estimasi terbaik pada derajat differencing (d) = 1,

derajat autoregressive (AR) = 8, dan derajat moving average (MA) = 8. Gujarati (2009:782)

menyatakan hasil pengidentifikasian model dengan cara tersebut sudah memadai sehingga

tidak perlu mencari model ARIMA lainnya. Keyakinan tersebut ditegaskan oleh hasil

Page 8: Analisis Dampak IJEPA

7

pemeriksaan diagnostik melalui grafik first difference data ekspor Indonesia ke Jepang,

correllogram residual model dan unit root test.

Gambar 3 – 2. Model Ekspor Indonesia Ke Jepang (ARIMA D=1, P=8, Q=8) Sumber : Hasil analisis

Tabel 3 – 1. Hasil Peramalan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia Ke Jepang

Dalam Kerangka IJEPA (Dalam US$ 000)

Tahun

Tanpa Tarif

Preferensial

Dengan Tarif

Preferensial

Periode Jul 2010-Jun 2011 30,807,930 33,535,290

Akibat IJEPA (US$ 000) bertambah 2,727,360

Sumber : Hasil analisis

Krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Indonesia ke

Jepang sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3-1 di atas. Penurunan ekspor Indonesia ke

Jepang secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga September 2010 akibat

krisis, dan baru kembali normal sejak Oktober 2010. Efek krisis cukup berat terasa sehingga

pada saat itu telah meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial IJEPA. Mengingat

adanya anomali akibat krisis tersebut, sebagian data aktual pada periode pengamatan yaitu

data November 2008 – September 2010 tidak dapat digunakan sebagai data pembanding

Page 9: Analisis Dampak IJEPA

8

dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data aktual yang dapat diperbandingkan

hanyalah pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011 (lihat gambar 3-3).

Gambar 3-3. Nilai Ekspor Indonesia Ke Jepang Aktual Dengan IJEPA

Dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa IJEPA (dalam US$ 000) Sumber : Hasil analisis

Kontribusi Nilai Ekspor terhadap Pendapatan Nasional Indonesia

Tabel 3-2. Variabel Nilai Ekspor Indonesia ke Jepang Dengan IJEPA

Dan Nilai Ekspor Tanpa IJEPA

Periode Total nilai ekspor (US$000)

Pra IJEPA Juli 2007-Juni 2008 26,082,260

Pasca IJEPA

berlaku

Kondisi Aktual (Dengan

Skema IJEPA)

Hasil Estimasi Simulasi

Tanpa Skema IJEPA

Juli 2010-Juni 2011 33,535,290 30,807,930

Sumber : Hasil analisis

Nilai keseluruhan ekspor aktual Indonesia ke Jepang selama periode Juli 2010 hingga

Juni 2011 – skema tarif tarif preferensial IJEPA telah berlaku - adalah US$ 33,535,290,000.

Dalam kondisi simulasi tidak ada skema tarif preferensial IJEPA pada periode yang sama,

total nilai ekspor Indonesia ke Jepang akan mencapai US$ 30,807,930,000. Selisih angka

aktual dan angka simulasi sebesar US$ 2,727,360,000 merupakan dampak tarif preferensial

IJEPA pada peningkatan total nilai ekspor Indonesia ke Jepang selama periode Juli 2010-Juni

2011 atau US$ 2,727,360,000 per tahunnya.

Tabel 3-3. Perbandingan Kontribusi Nilai Ekspor terhadap Pendapatan Nasional

Indonesia Dengan dan Tanpa Skema IJEPA

URAIAN Total Kontribusi Ekspor (US$)

Dengan Skema IJEPA (p.a.) 33,535,290,000

Tanpa Skema IJEPA (p.a.) 30,807,930,000

Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi

nilai ekspor (p.a.)

2,727,360,000

Sumber : Hasil analisis

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000Ekspor RI ke JPN aktual

FORECAST

IJEPA berlaku

Krisis subprime mortgage

Page 10: Analisis Dampak IJEPA

9

Berdasarkan data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Indonesia ke Jepang rata-rata

tumbuh sebesar 14,29% per tahunnya. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa nilai ekspor

tanpa skema tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 9,06% saja per tahunnya. Skema tarif

IJEPA berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia ke Jepang sebesar 5,23%

(secara persentase) atau menjadikan pertumbuhan ekspor 1,58 kali lipat dibandingkan bila

tidak ada skema tarif IJEPA. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan tetap sebesar 14,29% per

tahun, dalam dua tahun mendatang (Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013) nilai

ekspor Indonesia ke Jepang berpotensi meningkat masing-masing menjadi

US$ 38,326,660,120 dan US$ 43,802,599,468,189.

Walau secara nominal dan persentase, Indonesia mengalami pertumbuhan kontribusi

ekspor ke Jepang yang positif akibat IJEPA, pangsa Jepang sebagai tujuan ekspor Indonesia

terus mengalami penurunan. Bila posisi Jepang pada tahun 1995 masih memegang pangsa

tujuan ekspor sebesar 28%, pada tahun 2000 turun menjadi 23%, dan pada tahun 2010 terus

turun menjadi 16%. Hal ini dapat menunjukkan pasar ekspor Indonesia yang makin

terdiversifikasi.

3.2 Ekspor Jepang Ke Indonesia

Gambar3-4. Grafik Ekspor Jepang ke Indonesia

(Periode Januari 1990 – Oktober 2011) Sumber data : IMF, diunduh dari CEIC (2012)

Untuk pemodelan dan menghasilkan output model ARIMA dari ekspor Jepang ke

Indonesia ditempuh prosedur yang persis sama dengan model ARIMA ekspor Indonesia ke

Jepang terdahulu. Untuk input model ARIMA digunakan data time series Januari 1990 – Juni

2011, sedangkan untuk simulasi digunakan data time series Juli 2008 – Juni 2011.

Pemeriksaan visual atas data ekspor Jepang ke Indonesia pada grafik dalam gambar

3-4 di atas menunjukkan data awal belum dapat digunakan sebagai data input model

mengingat data masih non-stasioner. Dugaan ini kemudian dipertegas oleh analisis

correllogram dan hasil dari unit root test.

Output Model Melalui proses pengidentifikasian model sebagaimana dijelaskan pada metodologi penelitian

dihasilkan model ARIMA yang sesuai dengan terhadap data ekspor Jepang ke Indonesia.

Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) =

12, dan derajat moving average (MA) = 1. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dengan

grafik first difference, analisis correllogram model residual, dan dua unit root test yakni ADF

test dan PP test mempertegas keyakinan telah memadainya model tersebut (Gujarati

2009:782).

Page 11: Analisis Dampak IJEPA

10

Gambar 3 – 5. Model Ekspor Jepang Ke Indonesia (ARIMA D=1, P=12, Q=1) Sumber : Hasil analisis

Grafik ekspor Jepang ke Indonesia pada gambar 3-4 di atas memperlihatkan krisis

ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Jepang ke Indonesia.

Penurunan ekspor Jepang ke Indonesia secara drastis terjadi sejak periode November 2008

hingga Mei 2010 akibat krisis, dan baru kembali normal sejak Juni 2010. Efek krisis cukup

berat terasa sehingga pada saat itu telah meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial

IJEPA. Mengingat terjadinya anomali akibat krisis tersebut, sebagian data aktual pada periode

pengamatan yaitu data November 2008 – Mei 2010 tidak dapat digunakan sebagai data

pembanding dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data aktual yang dapat

diperbandingkan hanyalah pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011 (lihat gambar 3-6).

Tabel 3 – 4

Perbandingan Nilai Ekspor Non Migas Jepang Ke RI Tanpa Skema Tarif

Dan Dengan Skema Tarif Dalam Kerangka IJEPA(Dalam US$ 000)

Tahun

Tanpa Tarif

Preferensial Dengan Tarif

Preferensial

Periode Jul 2010-Jun 2011 17,888,760 17,982,250

Akibat IJEPA (US$ 000) bertambah 93,490

Sumber : Hasil analisis

Page 12: Analisis Dampak IJEPA

11

Gambar 3-6. Data Time Series Aktual Dengan IJEPA Dan Estimasi Simulasi Nilai

Ekspor Jepang Ke Indonesia Tanpa IJEPA (dalam US$ 000) Sumber : Hasil analisis

Kontribusi Nilai Ekspor terhadap Pendapatan Nasional Jepang Selama periode simulasi Juli 2010-Juni 2011 setelah berlaku skema tarif preferensial

IJEPA total nilai ekspor aktual Jepang ke Indonesia adalah US$ 17,982,250,000. Pada

periode yang sama berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema tarif preferensial IJEPA,

total nilai ekspor Jepang ke Indonesia akan sedikit lebih rendah yaitu sebesar

US$ 17,888,760,000. Dampak yang diberikan dengan adanya skema tarif preferensial IJEPA

bagi ekspor Jepang ke Indonesia adalah meningkatnya total nilai ekspor Jepang ke Indonesia

rata-rata sebesar US$ 93,490,000 per tahunnya.

Tabel 3-5. Variabel Nilai Ekspor Dengan Skema IJEPA Dan Nilai Ekspor

Tanpa Skema IJEPA Jepang ke Indonesia

Periode Total nilai ekspor

(US$000)

Pra IJEPA Juli 2007-Juni 2008 10,754,290

Pasca IJEPA Kondisi Aktual (Dengan

Skema IJEPA)

Hasil Estimasi Simulasi

Tanpa Skema IJEPA

berlaku Juli 2010-Juni 2011 17,982,250 17,888,760

Sumber : Hasil analisis

Tabel 3-6. Perbandingan Kontribusi Nilai Ekspor Jepang ke Indonesia terhadap

Pendapatan Nasional Jepang Dengan dan Tanpa Skema IJEPA

URAIAN Total Kontribusi Ekspor

(US$)

Dengan Skema IJEPA (p.a.) 17,982,250,000

Tanpa Skema IJEPA (p.a.) 17,888,760,000

Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi

nilai ekspor (p.a.)

93,490,000

Sumber : Hasil analisis

Bersumber analisis data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Jepang ke Indonesia

rata-rata tumbuh sebesar 33,61% per tahunnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000Ekspor JPN ke RI aktual

forecast

IJEPA berlaku

awal krisis subprimemortgage

Page 13: Analisis Dampak IJEPA

12

ekspor tanpa skema tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 33,17% saja per tahunnya.

Skema tarif IJEPA berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Jepang ke Indonesia

sebesar 0,43% (secara persentase) atau menjadikan pertumbuhan ekspor hanya 1,01 kali lipat

kali lipat dibandingkan bila tidak ada skema tarif IJEPA. Secara makro bagi negara Jepang,

angka sebesar ini jelas bukan merupakan angka yang bagus dalam menunjukkan signifikansi

dari dampak IJEPA terhadap ekspornya ke Indonesia.

Dengan tingkat pertumbuhan diasumsikan tetap sebesar 17,93% per tahun, dalam dua

tahun mendatang (Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013), nilai ekspor Indonesia

ke Jepang berpotensi meningkat masing-masing menjadi US$ 24,025,186,526 dan dan

US$ 32,098,852,347,266.

Secara nominal dan persentase, Jepang mengalami pertumbuhan kontribusi ekspor ke

Indonesia yang positif akibat IJEPA walau tidak terlalu signifikan. Pangsa Jepang sebagai

negara asal impor Indonesia mengalami pasang surut. Bila posisi Jepang pada tahun 1995

masih memegang pangsa negara asal impor sebesar 23%, pada tahun 2000 turun menjadi 9%,

dan kembali naik di tahun 2010 menjadi 12%.

3.3 Keterbukaan Pasar, Daya Saing, dan Manfaat FTA

Sebagaimana dijelaskan pada bagian 3.1 dan 3.2 di atas, penurunan tarif dan keterbukaan

pasar melalui pembukaan hambatan non tarif dalam IJEPA telah memberikan dampak positif

bagi kedua negara. Bagi Indonesia, IJEPA telah meningkatkan kontribusi langsung ekspor

terhadap pendapatan nasionalnya sebesar US$ 2,7 miliar per tahun atau 5,23% per tahun atau

1,58 kali lipat dibandingkan tanpa skema IJEPA. Bagi Jepang, IJEPA berperan positif dalam

peningkatan kontribusi langsung ekspor terhadap pendapatan nasionalnya sejumlah US$ 93,5

juta per tahun atau 0,43% per tahun atau 1,01 kali lipat dibandingkan tanpa skema IJEPA.

Dampak IJEPA berupa kontribusi langsung terhadap pendapatan nasional tersebut ditambah

dengan tumbuhnya aktivitas ekonomi di sektor hulu dan hilir dari perdagangan internasional

yang turut meningkatkan pendapatan nasional dalam jangka panjang menyebabkan

meningkatnya kesejahteraan masyarakat kedua negara.

Hasil kajian tersebut di atas sejalan dengan temuan Dee (2011) yang menyimpulkan

bahwa penurunan tarif dan pembukaan pasar dalam FTA menyebabkan harga barang impor

yang makin terjangkau bagi konsumen dan menciptakan peluang pasar baru di kawasan FTA

bagi para eksportir dari negara-negara anggota FTA. Kedua hal tersebut menjadi landasan

empiris mengapa kemudian terjadi peningkatan ekspor antar negara anggota FTA

sebagaimana hasil kajian tersebut di atas, yang berkontribusi langsung bagi pendapatan

nasional.

Fakta peningkatan ekspor dalam hasil kajian tersebut di atas juga diperkuat oleh

pijakan empiris lainnya dalam kesimpulan Dee (2011) yang menyatakan bahwa penurunan

tarif dan pembukaan pasar dalam FTA menyebabkan : (1) realokasi sumber daya di antara

sektor-sektor sehingga lebih efisien, dan (2) peningkatan produktivitas. Menurut teori

comparative advantage, kedua hal tersebut akan mendorong spesialisasi Indonesia dan

Jepang untuk memproduksi dan mengekspor produk yang menjadi keunggulan tertingginya

dan mengimpor produk yang memiliki keunggulan terendah.

Temuan kajian ini dapat pula dikaitkan dengan kajian Llyoid (2004). Kajian Llyoid

(2004) yang menggunakan studi kasus NAFTA, Uni Eropa, dan APEC menyimpulkan bahwa

FTA memberikan peningkatan kesejahteraan yang relatif signifikan bagi negara-negara

Page 14: Analisis Dampak IJEPA

13

anggota dan penurunan kesejahteraan yang relatif tidak signifikan bagi negara non anggota

FTA. Dalam kajian Llyoid (2004) tersebut peningkatan kesejahteraan didefinisikan sebagai

persentase dari pendapatan nasional periode dasar. Hasil empiris dari kajian penulis yang

menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan kontribusi ekspor bagi

pendapatan nasional (yang secara tidak langsung akan menciptakan aktivitas ekonomi baru di

sektor hulu dan hilir dari aktivitas ekspor impor terkait) memperkuat temuan Llyoid (2004)

tersebut.

Terdapat satu kajian yang telah dilakukan untuk mensimulasikan dampak dari FTA

antara Jepang dengan negara mitranya di Asia, yaitu Kawasaki (2003). Ia menyatakan bahwa

FTA antara Jepang dan negara-negara berkembang di Asia akan memberikan manfaat utama

berupa pembentukan modal bagi negara-negara berkembang Asia, dan peningkatan

produktivitas bagi Jepang sebesar 0,057% PDB. Namun kondisi di atas mungkin dicapai

dengan persyaratan cakupan FTA yang diperjanjikan tidak hanya meliputi liberalisasi

perdagangan sektor barang saja, namun juga sektor jasa dan sektor investasi.

IJEPA sendiri merupakan kesepakatan kemitraan ekonomi yang menyeluruh yang

mengikutsertakan elemen-elemen penting seperti sektor barang, jasa, dan investasi ke dalam

perjanjian. Dengan demikian hasil simulasi Kawasaki (2003) terkait pembentukan modal bagi

Indonesia sangat mungkin dicapai. Dan bila diamati seksama, sebagian pembentukan modal

oleh Jepang melalui penanaman modal langsung pada industri Indonesia tersebut telah

diperuntukkan untuk industri yang memiliki kemampuan ekspor ke luar negeri. Contohnya

adalah Astra Internasional.

Berdasarkan kajian Hallaert (2008), dapat dikatakan bahwa langkah Indonesia untuk

melakukan kesepakatan FTA dengan negara-negara mitra utama dalam satu kawasan akan

memberikan dampak positif, yang salah satunya telah disebutkan pada bagian 3.1 dan 3.1

kajian ini.

Dampak positif tersebut akan signifikan bila IJEPA dapat mendorong kesetaraan

perlakuan di kawasan ataupun secara multilateral. Namun manfaat dari IJEPA akan tergerus

manakala Indonesia dan Jepang membuat banyak kesepakatan FTA baru dengan negara-

negara lain yang menciptakan kesenjangan perlakuan dengan negara mitra FTA sebelumnya.

Secara ideal, kesepakatan FTA menyeluruh tanpa diskriminasi di kawasan atau secara

multilateral akan memberikan manfaat peningkatan kesejahteraan yang signifikan bagi

negara-negara anggotanya.

Temuan Hallaert (2008) terkait dampak negatif dari pembentukan FTA-FTA baru

bertentangan dengan model-model perdagangan preferensial dalam Markusen (1995)

termasuk model dari Heckscher-Ohlin, yang meyakini bahwa fenomena „penciptaan

perdagangan‟ dan „pengalihan perdagangan‟ akibat FTA baru tetap dapat berdampak positif

bagi perekonomian negara anggota maupun non-anggota.

Dalam level mikro, pembukaan akses pasar yang lebih luas sebagai salah satu tujuan

dari pembentukan IJEPA akan menciptakan iklim kompetisi antara pelaku usaha Indonesia

dan Jepang. Iklim serupa terjadi pula dalam level makro. Melalui FTA akan terjadi

persaingan antara kedua negara dalam menciptakan kesejahteraan yang akan meningkatkan

daya saing keduanya. Sebagaimana dinyatakan Aiginger (2006), peningkatan daya saing

suatu negara dapat berjalan seiring sejalan dengan peningkatan daya saing negara lainnya.

Merujuk studi FTA pada kasus negara berkembang oleh Heng (2004) yang

menjadikan Vietnam sebagai studi kasusnya, ekspansi Indonesia pasca ASEAN Free Trade

Page 15: Analisis Dampak IJEPA

14

Area (AFTA) dengan mengikuti FTA-FTA lain termasuk IJEPA dapat memberikan manfaat

ekonomi yang besar dan biaya penyesuaian yang rendah terkait upayanya dalam melakukan

industrialisasi dan membina perubahan ekonomi struktural. Walau menurut Tan (1999)

pembentukan suatu FTA dengan Amerika Serikat akan memberikan manfaat lebih besar bagi

Indonesia dibandingkan Jepang atau negara lainnya, namun berdasarkan kajian Frankel

(1996), keinginan Indonesia untuk membentuk suatu FTA dengan negara mitra akan

bergantung pada sejauh mana manfaat pembentukan tersebut melampaui tingkat optimal yang

besarnya ditentukan oleh besaran biaya transportasi antara Indonesia dengan negara mitra

FTA-nya.

Menurut Saggi (2009), keanggotaan dalam kepabeanan tunggal akan memberikan

manfaat lebih besar dibandingkan dalam FTA. Dengan demikian, keanggotaan Indonesia

dalam AFTA akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan keanggotaan dalam

FTA seperti IJEPA. Namun sebagaimana dinyatakan oleh Nadal de Simone (1995), masalah

complementarity yang rendah akibat kemiripan sumber daya ekspor di antara negara ASEAN

menjadi kendala dalam penerimaan manfaat AFTA. Di samping itu, adanya

ketidakseimbangan makroekonomi di antara negara anggota ASEAN khususnya antara

ASEAN-6 dan empat LDCs menyebabkan perlunya perubahan besar secara makroekonomi

terkait tingkat keseimbangan nilai tukar mata uang masing-masing. Dalam hal ini

keanggotaan Indonesia di IJEPA yang memiliki complementarity yang relatif lebih baik

memberikan peluang perolehan manfaat yang setara dengan keanggotaannya di AFTA.

Di tengah babak perundingan putaran Doha WTO yang mengarah kepada jalan buntu,

regionalisme termasuk bilateralisme menemui momentumnya di Asia. Pada periode 2000-

2010 telah terjadi peningkatan dari hanya 3 menjadi 61 FTA, dengan 47 FTA termasuk

IJEPA telah efektif berlaku. Merujuk pada rekomendasi Kawai (2010), untuk

mengoptimalkan manfaat keberadaan IJEPA bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi

Indonesia, Jepang, dan negara-negara lain di kawasan Asia, perlu dilakukan hal-hal berikut

terhadap IJEPA: (1) diperkuatnya sistem dukungan IJEPA, (2) aturan asal barang (rules of

origin) dirasionalisasi dan diperbaiki pengadministrasiannya, (3) cakupan sektor pertanian

dalam perjanjian ditingkatkan, (4) kesepakatan mesti bersifat WTO plus dan menyeluruh, (5)

partisipasi negara-negara lain di kawasan Asia yang mengarah kepada FTA yang luas di

kawasan Asia. Hal tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tingkat kepatuhan

FTA - yang selama ini banyak diragukan (Mavroidis, 2006) - terhadap aturan-aturan

multilateralisme WTO. Meningkatnya kepatuhan tersebut akan berdampak positif terhadap

optimalisasi manfaat perdagangan dunia sebagaimana dicita-citakan negara-negara yang

tergabung dalam WTO.

IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Simpulan

Melalui studi empiris ini secara makro, Indonesia maupun Jepang memetik manfaat dari

penurunan tarif dan keterbukaan pasar dalam IJEPA dalam tingkatan yang berbeda. Indonesia

menerima tingkat manfaat yang lebih besar dari Jepang baik dari sisi naiknya kontribusi

ekspor terhadap pendapatan nasional secara nominal dan persentase dan berlipat gandanya

tingkat pertumbuhan ekspor akibat keikutsertaannya dalam IJEPA.

Berdasarkan analisis dampak IJEPA terhadap Indonesia dengan menggunakan model

ARIMA, dapat diketahui bahwa skema tarif IJEPA telah memberikan dampak terhadap

peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Jepang rata-rata sebesar US$ 2,727,360,000 per

Page 16: Analisis Dampak IJEPA

15

tahunnya. Angka tersebut merupakan besar kontribusi langsung terhadap pendapatan nasional

Indonesia. Pertumbuhan nilai ekspor Indonesia ke Jepang meningkat rata-rata sebesar 5,23%

setiap tahunnya sebagai akibat dampak IJEPA, yang berarti peningkatan 1,58 kali lipat

dibandingkan bila Indonesia tidak mengikuti IJEPA.

Dari hasil analisis model ARIMA untuk Jepang, dapat diketahui bahwa skema tarif

IJEPA telah memberikan dampak terhadap peningkatan nilai ekspor Jepang ke Indonesia

rata-rata sebesar US$ 93,490,000 per tahunnya yang juga merupakan kenaikan kontribusi

nilai ekspor terhadap pendapatan nasional Jepang. Pertumbuhan nilai ekspor Jepang ke

Indonesia akibat IJEPA meningkat tipis rata-rata sebesar 0,43% p.a. atau naik hanya 1,01

kali lipat dibandingkan bila Jepang tidak mengikuti IJEPA.

Di luar dampak langsung IJEPA tersebut, terdapat dampak tidak langsung pada

sektor-sektor ekonomi lain di hulu dan hilir aktivitas ekspor dan impor yang dalam jangka

panjang turut berkontribusi baik bagi pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan

kesejahteraan masyarakat Indonesia maupun Jepang.

Sejalan dengan teori comparative advantage, penurunan tarif dan pembukaan pasar

dalam IJEPA akan menyebabkan : (1) realokasi sumber daya di antara sektor-sektor sehingga

lebih efisien, dan (2) peningkatan produktivitas. Kedua hal tersebut akan mendorong

spesialisasi Indonesia dan Jepang untuk memproduksi dan mengekspor produk yang memiliki

keunggulan tertinggi dan mengimpor produk yang memiliki keunggulan terendah.

IJEPA dapat memberikan manfaat lebih bagi Indonesia dari sisi pembentukan modal

melalui penanaman modal langsung mengingat cakupannya yang menyeluruh termasuk di

sektor barang, jasa, dan investasi. Sifat complementarity produk ekspor Indonesia yang lebih

baik dengan Jepang dibandingkan dengan negara-negara mitra Indonesia dalam AFTA

memberikan peluang perolehan manfaat IJEPA yang besar bagi Indonesia.

4.2 Rekomendasi Penulis merekomendasikan beberapa hal baik yang terkait dengan kebijakan dan yang terkait

dengan penelitian selanjutnya sebagai berikut :

- Keikutsertaan dalam IJEPA memberikan dampak positif bagi Indonesia dan Jepang, oleh

karena itu hubungan kemitraan tersebut perlu dilanjutkan dan ditingkatkan ke arah yang

makin memberikan manfaat bagi keduanya. Cara-cara yang dapat dipertimbangkan

adalah pendalaman (intensifikasi) dan perluasan (ekstensifikasi) komitmen, dan

perluasan keanggotaan yang mengarah kepada FTA yang luas di kawasan Asia.

- Indonesia perlu mendorong produksi dari produknya yang memiliki keunggulan relatif

tinggi untuk dapat diekspor ke manca negara

- Relatif tidak terlalu besarnya persentase pertumbuhan nilai ekspor Indonesia dan Jepang

sebagai dampak keikutsertaan dalam IJEPA dapat menjadi indikasi belum optimalnya

pemanfaatan fasilitas tarif khusus IJEPA oleh eksportir-eksportir kedua negara,

khususnya Indonesia. Kurangnya informasi detil tentang implementasi termasuk waktu

pemberlakuan, pemanfaatan tarif preferensi, dan penerbitan sertifikat surat keterangan

asal (SKA) barang dapat menjadi beberapa faktor penyebab. Oleh karena itu jumlah dan

kualitas sosialisasi skema tarif IJEPA perlu ditingkatkan baik melalui tatap muka

langsung maupun media komunikasi massal yang dapat secara lebih efektif

menginformasikan fasilitas tarif khusus kepada seluruh eksportir Indonesia ke Jepang.

- Kajian selanjutnya dapat menggunakan model kuantitatif lain untuk mengevaluasi

dampak suatu FTA sehingga dapat bermanfaat sebagai benchmarking.

Page 17: Analisis Dampak IJEPA

16

REFERENSI

Aiginger, Karl. 2006. “Competitiveness: From a Dangerous Obsession to a Welfare Creating

Ability with Positive Externalities”. Journal of Industry, Competition, and Trade

6: 161–177.

Dee, Philippa; Francois, Joseph; Manchin, Miriam; Norberg, Hanna; Nordås, Hildegunn K.,

van Tongeren, Frank. 2011. “The Impact of Trade Liberalisation on Jobs and

Growth”. OECD Trade Policy Working Papers No. 107.

Frankel, Jeffrey A; Stein, Ernesto; Wei, Shang-Jin. 1996. “Regional trading arrangements:

Natural or supernatural?”. The American Economic Review; May 1996; 86, 2;

ABI/INFORM Complete pg. 52

Hallaert, Jean-Jacques. 2008. “Proliferation of Preferential Trade Agreements : Quantifying

its Welfare Impact and Preference Erosion.” Journal of World Trade 42(5): 813-836.

Heng, Toh Mun; Gayathri, Vasudevan. 2004. “Impact od Regional Trade Liberalization on

Emerging Economies. The Case of Vietnam.” ASEAN Economic Bulletin Vol. 21,

No. 2 (2004), pp. 167-82.

Kawai, Masahiro; Wignaraja, Ganeshan. 2011. “Asian FTAs: Trends, prospects and

challenges”. Journal of Asian Economics 22 (2011) 1–22

Kawasaki, Kenichi. 2003. “The Impact of Free Trade Agreements in Asia”. RIETI Discussion

Paper Series 03-E-018.

Llyoid, P. ; MacLaren, D. 2004. “Gains and Losses from Regional Trading Agreements: A

Survey.” The Economic Record. 80 (251). pp. 445-467

Markusen, James R. et al. 1995. International Trade, Theory and Evidence. International Ed.

McGraw-Hill

Mavroidos, Petros C. 2006. “If I Don‟t Do It, Somebody Else Will (Or Won‟t). Testing the

Compliance of Preferential Trade Agreements with the Multilateral Rules”. Journal of

World Trade 40(1): 187-214.

Nadal De Simone, Francisco D. A. 1995. “A macroeconomic perspective of AFTA's

problems and prospects”. Contemporary Economic Policy; Apr 1995; 13, 2;

ABI/INFORM Complete pg. 49

Saggi, Kamal; Yildiz. Halis M. 2009. “Optimal Tariffs of Preferential Trade Agreements and

the Tariff Complementarity Effect”. Indian Growth and Development Review

Vol. 2 No. 1, 2009 pp. 5-17.

Tan, Kong-Yam; Park, Innwon; Toh, Mun-Heng. 1999. “Strategic Interests of ASEAN-5 in

Regional Trading Arrangements in the Asia-Pacific”. Asia Pacific Journal of

Management, Vol. 16, 449-467 (1999).

Page 18: Analisis Dampak IJEPA

17