PERCOBAAN IIIANALISIS KALSIUM GLUKONAT DENGAN METODE
KOMPLEKSOMETRI
A. TujuanMenganalisis sediaan obat dengan metode kompleksometri
dan memahami proses analisis dalam metode kompleksometri.
B. Dasar Teori1. Kompleksometri Salah satu tipe reaksi kimia
yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetik melibatkan
pembentukan kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi, sebuah contohnya adalah reaksi dan ion perak dengan
ion sianida ke bentuk ion kompleks Ag(CN)2- yang amat stabil.Ag+ +
2CN Ag(CN)2 Ion logam dalam kompleks disebut atom pusat, dan gugus
yang tergabung ke atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom logam pusat disebut angka koordinasi dari logam
tersebut. Pada komplek di atas, perak adalah atom pusat dengan
koordinasi dua, dan sianida adalah ligannya (Underwood,
1998).Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah
tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah
kompleks logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuri
nitrat dan perak sianida juga dikenal dengan titrasi kompleksometri
(Khopkar, 2008).Metode yang juga dinyatakan sebagai kompleksometri
ini memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk seju mLah
kation bervalensi banyak dalam larutan air dan praktis tidak
terdisosiasi (Roth, 1998).Beberapa kompleks hanya menjalani reaksi
substitusi dengan begitu lambat dan disebut non labil atau inert.
Hampir semua kompleks yang terbentuk oleh kobat dan kromium pada
tingkat oksidasi +3 adalah inert, sedangkan kebanyakan dari
kompleks lain pada seri pertama logam transisi lainnya adalah
labil. Molekul-molekul atau ion-ion yang berlaku sebagai ligan
umumnya mengandung sebuah atom elektronegatif, seperti nitrogen,
oksigen atau salah satu unsur halogen. Ligan-ligan yang hanya
mempunyai satu pasang elektron yang tidak bergabung dikatakan
unidentat. Ligan-ligan yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom
pusat dikatakan bidentat(Underwood, 1998).Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi reaksi kompleks diantaranya kestabilan ion kompleks
kereaktifan ligan. Kestabilan ion logam dicirikan oleh harga
ketidakstabilan kompleks, sedangkan kekuatan ligan dicirikan oleh
deretan kekuatan ligan.CN- CO NO H- > CH3- SC(NH3)2 SR2 PR3
>SO3H-> NO2- I- SCN- > Br- > Cl- > py > RNH3 NH3
> OH- > H2ODeret kekuatan ligan (R = gugus alkil : py =
piridin)(HAM, 2006)Pembentukan khelat yang sekarang banyak
digunakan dalam kompleksometri adalah asam etilendiamin tetrasetat
(EDTA, Tritiplex II, Idoranat II, Komplexon II, Chelaplex II, asam
edet). Karena senyawa ini sukar larut dalam air, maka garam
dinatriumnya lebih mudah larut yang dibuat untuk membuat pentiter
(Roth, 1998).a. EDTAHOOC CH2CH2COOH N CH2 CH2 - NHOOC
CH2CH2COOHTerlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut
mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun donor dari
atom nitrogen sehingga zat dapat menghasilkan khelat bercincin
sampai dengan enam serempak. Zat pengomplek lain adalah asam
nitrilotriasetat N(CH2COOH)3. Berbagai logam membentuk kompleks
pada pH yang berbeda-beda. Peristiwa pengompleksan tergantung pada
aktivitas anion bebas. Kompleks logam dengan muatan lebih tinggi
umumnya lebih stabil. Hanya Be2+, HO22+ yang tidak membentuk stabil
dengan EDTA. EDTA mudah larut dalam air. Dapat diperoleh dalam
keadaaan murni. Tetapi karena adanya sejumlah tidak tertentu air,
sebaiknya distandarisasi dahulu. Misalkan dengan menggunakan
larutan kadmium. EDTA adalah heksadentat, tetapi bila digunakan
dalam bentuk garam dinatrium menjadi kuadridentat : H4R (Khopkar,
2008).Pengkhelatan merupakan proses pengikatan logam dalam suatu
cairan oleh suatu senyawa yang memiliki lebih dari satu pasangan
elektron bebas. Pengikatan ion logam tersebut menyerupai
penjepitan. Senyawa yang menjepit disebut senyawa pengkhelat dan
ion logam dinamakan ion pusat. Mekanisme pengkhelatan ini terjadi
karena penggunaan elektron bersama antara ion logam dan ion sebagai
bahan pengkhelat (Mamun, 2008).2. Kesetimbangan dalam titrasi
EDTAIon logam seperti Cu2+, yang mencari-cari elektron dalam
reaksinya, analog dengan asam seperti H3O+, dan anion EDTA Y4-,
yang merupakan penyumbang basa sehingga reaksi Cu2+ + y4- CuY2-
analog dengan sebuah reaksi netralisasi biasa (Underwood, 1998).a.
Stabilitas absolut atau terapan pembentukanUntuk berbagai ion logam
dan bahan pengkhelat seperti EDTA, nilai dan tetapan kesetimbangan
untuk reaksi-reaksi dirumuskan sebagai berikut :Mn+ + Y4- MY (4-N)
Kabs disebut tetapan kestabilan absolut atau tetapan pembentukan
absolut (Underwood, 1998).
b. Dampak pHPada titrasi kompleksometri (yang melibatkan EDTA),
pH sangat menentukan agar titik ekivalennya tepat. Umumnya
memerlukan batas-batas sampai 1 satuan pH bahkan sampai 0,5 satuan
pH. Untuk itu suatu buffer diperlukan, namun agar kerja buffer
sesuai yang dikehendaki maka larutan yang akan ditambahkan harus
benar-benar netral. Penetralan larutan harus tidak menyebabkan
terjadinya pengendapan pada pH buffer terutama jika larutan asam
dinetralkan dengan basa (HAM, 2006).Karena molekul EDTA mengandung
enam situs basa, empat karboksilat dan dua nama spesies asam dapat
hadir : H6Y2+, H5Y+, H4Y, H3Y-, H2Y2-, dan HY3-. Dua asam pertama
adalah asam yang relatif kuat dan biasanya tidak penting dalam
perhitungan keseimbangan.H4Y + H2O H3O+ + H3Y-Ka1 = 10,2 x 10-2H3Y-
+ H2O H3O+ + H2Y2- Ka2 = 2,14 x 10-3H2Y2- + H2O H3O+ + HY3- Ka3 =
6,92 x 10-7HY3- + H2O H3O+ + Y4- Ka4 = 5,50 x 10-11(Underwood,
1998)3. Macam-macam metode kompleksometriJenis titrasi
kompleksometri diarahkan pada stabilitas khelat yang terjadi selama
titrasi dan kemudian baru pada apakah ada indikator yang memenuhi
syarat. Titik akhir titrasi kompleksometri juga dapat ditentukan
secara elektrokimia (Roth, 1998).a. Titrasi langsungLarutan ion
yang akan ditetapkan ditambah dengan buffer. Untuk mencegah
pengendapan ion hidroksida atau basa dengan garam buffer, dilakukan
dengan penambahan pembentuk kompleks pembantu misalnya tartrat,
sitrat atau trietanol amin. Pada titik ekivalen kadar ion logam
yang ditetapkan berkurang, jika ditunjukkan oleh perubahan warna
indikator logam yang dipengaruhi oleh perubahan pM = - log [ Mn+]
(Gandjar, 2010).b. Titrasi kembaliPenting untuk logam yang
mengendap dengan hidrokarboksida pada pH yang dikehendaki untuk
titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya sulfat, kalsium
oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat
dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium
edetat daripada dengan indikator. Ditambahkan larutan baku
dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan ditambah buffer dan
kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan baku
ion logam. Titik akhir ditunjukkan dengan pertolongan indikator
logam (Gandjar, 2010).c. Titrasi substitusiSelain titrasi kembali,
dapat juga dilakukan titrasi substitusi jika tidak ada indikator
yang sesuai untuk ion logam yang hendak ditentukan atau jika ion
logam pada pH yang digunakan pada titrasi akan mengendap sebagai
hidroksida (Roth, 1998).d. Titrasi tidak langsungCara titrasi tidak
langsung (indirect titration) dapat digunakan untuk menentukan
kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkhelat.
Sebagai contoh barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA, tetapi secara
kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa
sebagai ion kompleks (Gandjar, 2010).e. Titrasi alkalimetriProton
dari dinatrium edetat, Na2H2Y dibebaskan oleh logam berat dan
dititrasi dengan larutan baku alkali. Larutan logam sebelum
dititrasi harus dalam suasana netral (Gandjar, 2010).Kelebihan
titrasi kompleksometri ialah EDTA stabil mudah larut dan
menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas kompleks
dapat diatur dengan pengendalian pH, misalnya Mg2+, Cr3+, Ca2+, dan
Ba2+ dapat dititrasi dengan pH 11 : Mn2+, Fe3+, CO2+, Ni2+, Zn2+,
Cd2+, Al3+, Pb2+, Cu2+. Suatu tititk ekivalen segera tercapai dalam
titrasi sedemikian dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat
digunakan untuk penentuan beberapa logam pada operasi skala mikro
(Adriani, 2009).4. Penerapan titrasi EDTAPh Eur 1 memberikan
monografi umum untuk penentuan enam kation berbeda. Sebagai larutan
baku adalah EDTA 0,05 molar.a. Aluminium: Aluminium Sulfat Larutan
aluminium asetat tartratb. Bismut:Bismut Subgalat Bismut Subnitrat
Bismut Subkarbonatc. Kalsium: Kalsium aminosalisilat Kalsium
karbonat Kalsium klorida Kalsium glukonatMenurut Ph Eur III, garam
kalsium misalnya kalsium laktat dan kalsium pantotenat dapat
dititrasi dengan larutan natrium EDTA 0,1 molar terhadap indikator
campuran eno-T dengan penambahan ju mLah larutan seng sulfat 0,1
molar (Roth, 1998).5. Kalsium glukonatKalsium glukonat adalah
senyawa anhidrat atau mengandung 1 molekul air hidrat. Bentuk
anhidrat mengandung tidak kurang 98% dan tidak lebih dari 102%
C12H22CaO14 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes,
1995).
C. Alat dan Bahan1. Alata. Buret 50 mLb. Erlenmeyer 250 mLc.
Gelas kimia 100 mLd. Pipet tetese. Pipet volume 10 mLf. Propipetg.
Statif dan klem2. Bahana. Aquadesb. Buffer salmiak pH 9-10c. EDTA
0,1 Md. Indikator EBTe. MgSO4 0,1 Mf. Sediaan kalsium glukonat
D. Prosedur kerja1. Standarisasi EDTAa. Dipipet 10 mL larutan
baku MgSO4 0,1 M, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 mL
buffer pH dan indikator EBT.b. Dititrasi dengan larutan EDTA
sehingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.c.
Dicatat volume titrasi, dilakukan sebanyak 3 kali dan dihitung
konsentrasi EDTA.2. Analisis kadar kalsium glukonata. Dipipet 10 mL
sampel kalsium glukonat, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Ditambahkan 2 mL buffer pH dan sedikit indikator EBT.b. Dititrasi
dengan larutan EDTA sehingga terjadi perubahan warna dari merah
anggur menjadi biru.c. Dicatat volume titrasi, dilakukan sebanyak 3
kali dan dihitung kadar kalsium glukonat.
E. Hasil Pengamatan1.Tabel Pengamatana.Standarisasi EDTANoVolume
titran ( mL)Volume titrat ( mL)
10,610
20,510
30,510
1,630
X0,5310
2. Perhitungana.Standarisasi EDTAV1 x M1=V2 x M210 mL x 0,1=0,53
mL x M2M2=1,88 M
b.Analisis kadar kalsium glukonatV1 x M1=0.9 mL x 1,88=Berat=0,9
mL x 1,88 M x 448=758ppm===758x102 ppm
3.ReaksiHOOCCH2CH2COOHN CH2 CH2 N + CaHOOCCH2CH2COOHEDTA 2
Ca-Glukonat
+
glukonat
F.PembahasanMetode kompleksometri atau pengkhelatan mrupakan
metode pembentukan senyawa kompleks antara logam dengan bahan
pengkhelat. Kompleksometri bertujuan untuk menentukan kandungan
garam-garam logam. Metode ini memungkinkan penentuan analisis
pengaruh untuk sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan
air.Pengujian secara kualitatif, dapat diketahui terjadinya suatu
reaksi dengan terbentuknya perubahan fisik pada sampel, misalnya
perubahan warna. Sedangkan secara kuantitatif dapat menetapkan
konsentrasi larutan baku dan kadar sediaan dalam sampel.Tahap
pertama percobaan ketiga ini yaitu standarisasi Etilen Diamin Tetra
Asetat (EDTA) menggunakan larutan baku primer MgSO4. Standarisasi
merupakan suatu reaksi asidimetri yaitu penentuan konsentrasi
titran menggunakan larutan baku primer. Tujuan dari standarisasi
disini ialah untuk mengetahui konsentrasi dari EDTA. EDTA
distandarisasi terlebih dahulu karena digunakan sebagai bahan
larutan baku sekunder untuk percobaan selanjutnya selain itu EDTA
juga berfungsi untuk menstabilkan ion logam Mg. Oleh sebab itu,
perlu diketahui konsentrasi EDTA secara pasti dengan titrasi
larutan MgSO4. Dalam proses standarisasi dikenal larutan baku
primer dan sekunder. Larutan baku primer adalah suatu larutan yang
dibuat dari bahan baku primer yaitu sutau larutan yang
konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan murni
yang dilarutkan. Sedangkan, larutan baku sekunder adalah larutan
yang dapat diketahui konsentrasinya secara tepat dengan
standarisasi menggunakan larutan baku primer. Jadi, dapat diketahui
bahwa MgSO4 berperan sebagai larutan baku primer dan EDTA merupakan
larutan baku sekunder. Adapun syarat dari suatu larutan baku adalah
harus mudah didapat, sederhana dalam penggunaanya, juga harus
stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah jika
disimpan.EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) merupakan suatu senyawa
asam amino yang secara luas dipergunakan untuk mengikat ion
logam-logam bervalensi dua atau tiga. EDTA mengikat logam melalui
empat karboksilan dan dua gugus amina. EDTA sangat mudah larut
dalam air serta dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi, dalam
penggunaanya karena jumlahnya tidak tertentu dalam air, sebaiknya
harus distandarisasi terlebih dahulu.Tahapan standarisasi dilakukan
sebanyak 3 kali, bertujuan untuk memperoleh volume titran rata-rata
dan hasil konsentrasi yang lebih valid yang nantinya mewakili semua
konsetnrasi larutan yang telah distandarisasi. Dalam proses
pengerjaannya, standarisasi dimulai dengan menitrasi MgSO4 (titrat)
dengan EDTA (titran) yang telah berada dalam buret. Namun,
sebelumnya MgSO4 ditambahkan dengan larutan buffer salmiak pH 10
dan sedikit indikator EBT (Eriochrom Black T). Fungsi larutan
buffer adalah untuk menyangga pH larutan sehingga logam-logam
alkali dan alkali tanah dapat bereaksi dengan EDTA. Jika pH larutan
10 akan terbentuk endapan hidroksida Mg(OH)2 yang dapat
memperlambat kerja EDTA. Sedangkan indikator EBT ialah indikator
yang seringkali digunakan dalam metode kompleksometri yang akan
merubah warna dari biru menjadi merah ketika berikatan dengan
buffer dan kembali menjadi biru ketika berikatan dengan EDTA.
Adapun kelebihan yang dimiliki oleh indikator ini yaitu dapat
bekerja secara spesifik pada trayek pH 7-10, dan memberikan
perubahan warna yang signifikan pada larutan. Selain itu indikator
ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak stabil jika pH larutan
tidak berada pada trayek tersebut dan akan menjadi indikator pH
bukan indikator logam kompleksometri. Kemudian larutan dititrasi
dengan EDTA, terlihat perbahan warna yang ialah dari warna ungu
menjadi merah muda. Menurut teori yang ada, larutan akan mengalami
perubahan warna dari merah anggur menjadi biru yang disebabkan oleh
adanya indikator EBT. Indikator EBT akan berikatan dengan ion
magnesium dan membentuk ikatan kompleks antara Mg dan EDTA, yang
disertai pembebasan dua atom hidrogen dari EDTA yang menandai telah
ekivalennya EDTA dengan ion logam dari larutan. Keidaksesuaian ini
dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain: adanya penambahan
buffer yang berlebihan, buffer yang kurang mampu mempertahankan pH,
dan kurangnya ketelitian dalam menentukan titik akhir titrasi yang
terbentuk.Titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen, titik
akhir titrasi adalah titik yang diketahui saat indikator
memperlihatkan perubahan warna karena kelebihan sedikit titran pada
titrasi. Sedangkan titik ekuivalen adalah keadaan dimana
konsentrasi titran dan titrat seimbang. Sulit untuk memastikan
secara tepat titik ekuivalen ini. Jelasnya titik akhir titrasi yang
ditandai oleh perubahan warna mampu mengindikasikan terjadi
kelebihan sedikit titran pada titrasi sehingga dapat diketahui
bahwa titik ekuivalen hanya berbeda selang beberapa tetes dari
titran pada titik akhir titrasi. Berdasarkan hasil perhitungan,
maka didapatkan hasil konsentrasi EDTA sebesar 1,88 M. Berdasarkan
langkahlangkah percobaan pada tahapan pertama dalam standarisasi
EDTA, maka dapat diketahui bahwa kompleksometri pada percobaan ini
menggunakan metode titrasi langsung. Titrasi langsung merupakan
metode yang paling sederhana yang sering dipakai dengan cara
menambahkan buffer pH 10 lalu ditambah indikator logam. Dalam hal
ini EBT dipilih sebagai indikator dititrasi langsung dengan larutan
baku MgSO4. Tahapan kedua pada percobaan ini adalah analisis
kalsium glukonat. Pada tahap kedua ini, cuplikan asam glukonat yang
diperoleh dengan melarutkan sediaan asam glukonat yang berupa
effervesent diambil sebanyak 10 mL. Selanjutnya ditambahkan buffer
dan indikator EBT. Kemudian dititrasi dengan EDTA, sampai tercapai
titik akhir titrasi yang diketahui dengan adanya perubahan warna
dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh volume titran yang
dibutuhkan sebanyak 0,6 mL, dapat diketahui kadar kalsium glukonat
pada sediaan sebesar 758x102 ppm. Setiap langkah pada percobaan
ini, sama dengan percobaan pada tahap pertama. Oleh karena itu,
pada tahap kedua juga menggunakan metode titrasi langsung karena
masih menggunakan larutan buffer pH 10. Kompleksometri erat
kaitanya dengan penggunaan EDTA yang merupakan suatu ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan sebuah ion logam
melalui dua gugus nitrogen dan empat karboksilnya. Ikatan dari EDTA
dengan ion logam inilah yang disebut ion kompleks atau garam yang
sukar mengion. Garam inilah yang menjadi dasar atau prinsip kerja
dari titrasi kompleksometri. Kestabilan dari ion kompleks yang
terbentuk sangat dipengaruhi oleh pH dan zatzat pengompleks lain,
juga sifat kation sendiri. EDTA tidak dapat bekerja dengan baik
pada suhu asam maupun terlalu basa. Adanya zatzat pengompleks lain
misalnya adanya NH3, akan menyebabkan penurunan konsentrasi karena
ion logam cenderung membentuk kompleks dengan NH3.
G.KesimpulanBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:1. Konsentrasi EDTA dengan standarisasi dengan
MgSO4 1,88 M.2. Kadar kalsium dalam sediaan kalsium glukonat adalah
758 mg atau 758x102 ppm.
46