ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN BATUBARA (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan) ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
106
Embed
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI … · 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 1 Potensi Batubara Indonesia ... Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI
KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN
BATUBARA
(Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu,
Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan)
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya dan Manfaat
Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi
Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Esya Shadrina Rahmaputri
NIM H44100103
ABSTRAK
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi
Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus:
WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.
Batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang masih sangat dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Konsumsi batubara Indonesia setiap
tahun mengalami peningkatan sekitar 13.4 persen per tahun (BPPT, 2013). Hal
tersebut berdampak pada produksi batubara nasional yang terus meningkat,
sehingga menuntut adanya perluasan areal pertambangan batubara. Salah satu
wilayah yang akan menjadi perluasan areal pertambangan batubara adalah
kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Provinsi Sumatera
Selatan. Namun, perluasan areal pertambangan batubara harus mengorbankan
beberapa nilai lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat
dan biaya pertambangan batubara, mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya
kawasan hutan Bukit Munggu, dan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi
rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan
batubara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah valuasi nilai
ekonomi kawasan hutan menggunakan Contingen Valuation Method (CVM) dan
analisis market value serta metode analisis market value untuk pertambangan
batubara, sedangkan untuk analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi
menggunakan B/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang
dapat dihasilkan dari produksi batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah
sekitar empat triliun rupiah per tahun, biaya untuk pertambangan batubara adalah
sekitar satu triliun rupiah per tahun, dan Total Economic Value (TEV) sebagai
opportunity cost adalah sekitar seratus tujuh puluh ribu triliun rupiah per tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan B/C rasio dari kegiatan konversi adalah
< 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan kawasan hutan Bukit
Munggu menjadi pertambangan batubara perlu dipertimbangkan kembali.
Kata kunci: Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi, Kawasan Hutan, Pertambangan
Batubara, Nilai Total Ekonomi.
ABSTRACT
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Economic Cost and Benefit Analysis of
Forest Land Conversion to Coal Mining. (Case Study: WIUP PTBA Bukit
Munggu, Tanjung Enim District, Muara Enim Regency, South Sumatra Province).
Supervised by ADI HADIANTO
Coal is one of natural resources that is still needed to meet the need of
national energy. The consumption of Indonesian coal increases about 13.4 persen
every year (BPPT, 2013). This influeces the production of national coal which
keeps increasing so that this requires the extension of coal mining area. One of
the areas that will be become the coal mining area extension are Bukit Munggu
forest area, Tanjung Enim District, South Sumatra Province. However, this
extension must sacrifice some environmental value. This research aimed to
estimate the cost and benefit of coal mining, to estimate the economic value of
Bukit Munggu forest resources, and to analyze the economic cost and benefit of
plan to change the function of Bukit Munggu forest to coal mining. The method
used in this research was valuation of economic value of forest area using
Contingen Valuation Method (CVM) and market value analysis and the method of
market value analysis for coal mining. Whereas the analysis of economic cost and
benefit of conversion activity used B/C ratio. The results showed that the benefit
yielded from the coal production in Bukit Munggu forest area was about four
trillion rupiah per year, cost for coal mining was about one trillion rupiah per
year, and total economic value (TEV) as the opportunity cost was about one
hundred seventy thusand trillion rupiah per year. Based on the calculation result,
B/C ratio obtained from conversion activity was < 1. The result showed that the
land conversion of Bukit Munggu forest area to coal mining should be
4 Metode Analisis Data ................................................................................... 32
5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2013 .................................................................................................. 43 6 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasarkan Penggunaan Tahun 2013 .................................................................................................. 44
Sumber: Satuan Kerja Perencanaan Jangka Panjang PTBA (2014)
Berdasarkan perhitungan, biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan pertambangan batubara di lahan kawasan hutan Bukit Munggu dengan
produksi sebanyak 4 000 000 ton/tahun adalah sebesar Rp 1.07 triliun/tahun.
Komponen biaya dibagi menjadi dua yaitu biaya produksi dan biaya tambang.
Biaya produksi yang dimaksud adalah biaya operasi pertambangan batubara,
sedangkan biaya tambang adalah biaya penggalian tanah dan batubara beserta alat
beratnya.
Pada komponen biaya produksi terdapat sembilan jenis biaya. Pertama,
biaya eksplorasi digunakan untuk mengeksplorasi lahan yang akan ditambang,
dilakukan sebelum melakukan kegiatan penambangan, agar diketahui apakah pada
lahan tersebut terdapat batubara didalamnya dan layak untuk dilakukan
penambangan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengeksplorasi potensi lahan ini
adalah sebesar Rp 6 milyar/tahun. Kedua, biaya pompa digunakan untuk
memompa air dalam bukaan tambang yang masih terdapat kandungan asam ke
dalam kolam, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 14 milyar/tahun. Ketiga, biaya
CHF (Coal Handling Facility) Tanjung Enim adalah biaya yang digunakan untuk
fasilitas penunjang pertambangan batubara, seperti basecamp karyawan
54
penambang batubara, garasi alat berat, bengkel alat berat, dan lain-lain sebesar Rp
84 milyar/tahun. Keempat, biaya railway cost adalah biaya pengiriman batubara
ke stockpile menggunakan kereta api sebesar Rp 424 milyar/tahun. Kelima, biaya
port cost adalah biaya pelabuhan yang digunakan untuk pengiriman batubara
kepada konsumen sebesar Rp 80 milyar/tahun. Keenam, surveyor, EMKL
(Ekspedisi Muatan Kapal Laut) adalah biaya untuk menguji sertifikasi kandungan
batubara dengan pihak ketiga (surveyor independent) kegiatan ini bisa dilakukan
sebelum maupun setelah pengiriman batubara kepada konsumen. Biaya surveyor,
EMKL yang dibutuhkan sebesar Rp 3.5 milyar/tahun. Ketujuh, royalties dan iuran
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat,
dari sisi pemerintahan biaya ini termasuk menjadi manfaat sedangkan untuk yang
memproduksi batubara termasuk dalam komponen biaya. Biaya royalties dan
iuran adalah sebesar Rp 22 milyar/tahun. Kedelapan, biaya coorporate OH (Over
Head) dan administration cost adalah biaya untuk pengelolaan dan pelaksanaan
administrasi kegiatan pertambangan batubara sebesar Rp 160 milyar/tahun.
Kesembilan, biaya lingkungan adalah biaya yang digunakan untuk reklamasi
(pemulihan kembali) lahan pasca tambang sebesar Rp 20.8 milyar/tahun.
Pada komponen biaya tambang terdapat dua jenis biaya. Pertama, biaya
tanah adalah biaya yang digunakan untuk penggalian tanah dan penyewaan alat
beratnya sebesar Rp 140 milyar/tahun. Kedua, biaya batubara (7000 Kcal/kg
GAR) adalah biaya penggalian batubara dengan kandungan batubara yang ada
pada lahan tersebut sebesar 7000 Kcal/kg GAR serta biaya penyewaan alat berat
untuk penggalian batubara sebesar Rp 116 milyar/tahun.
6.2 Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan
Nilai penggunaan kawasan hutan atau Total Economic Value (TEV) yang
dikuantifikasi pada penelitian ini adalah nilai air yang digunakan oleh masyarakat
Tanjung Enim, nilai karbon yang dapat dihasilkan kawasan hutan, nilai oksigen
yang dapat dihasilkan dari pepohonan dalan kawasan hutan, dan nilai rumput yang
digunakan peternak sapi. Nilai penggunaan kawasan hutan pada penelitian ini
dikuantifikasi dengan menggunakan metode valuasi dan analisis nilai pasar
(market value). Kuantifikasi nilai penggunaan sumberdaya dalam kawasan hutan
55
dilakukan untuk mengestimasi nilai ekonomi manfaat penggunaan kawasan hutan
secara moneter, sehingga dapat dibandingkan dengan manfaat dan biaya ekonomi
dari kegiatan pertambangan batubara. Tetapi dalam penelitian ini TEV menjadi
bagian dari biaya, yaitu opportunity cost. Dimana pada kegiatan konversi kawasan
hutan menjadi pertambangan batubara manfaat yang dihasilkan dari sumber daya
yang ada dalam kawasan hutan akan hilang digantikan dengan manfaat yang dapat
dihasilkan dari produksi batubara.
6.2.1 Nilai Air
Pada penelitin ini akan dihitung nilai air yang digunakan oleh masayarakat
Tanjung Enim. Harga air yang digunakan adalah harga air dari PDAM Kabupaten
Muara Enim adalah sebesar Rp 25 000 /m3, sedangkan penentuan jumlah
penggunaan air rata-rata masyarakat menggunakan literatur dan penelitian yang
pernah dilakukan, disebutkan penggunaan air rata-rata manusia per hari adalah
144 liter. Jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 13 946
orang. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai air adalah sebesar Rp 18.27
milyar/tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai Air
Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Penggunaan air (m3/tahun) 73 0993.5
Jumlah penduduk (jiwa) 13 946 Harga air (Rp/m
3) 25 000
Nilai total air 18 274 838 400
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.2 Nilai Karbon
Manfaat tidak langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah nilai
karbon. Manfaat nilai karbon yang dihasilkan kawasan hutan dianalisis
menggunakan analisis market value (nilai pasar). Menurut penelitian Yusuf
(2010) satu hektar hutan sekunder dapat menyimpan 95 ton karbon dan satu
hektar hutan primer dapat menyimpan 263 ton karbon, dengan nilai karbon pada
saat ini adalah sebesar $ 10 ($ 1 = Rp 12 226). Hutan primer adalah hutan yang
telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan
56
kematangannya, sedangkan hutan sekunder adalah hutan-hutan yang merupakan
hasil regenerasi (pemulihan) setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis.
Maka dari literatur diatas dapat ditentukan pada kawasan hutan Bukit
Munggu ini hutan yang ada termasuk kedalam jenis hutan primer. Berdasarkan
perhitungan didapatkan nilai serapan karbon di kawasan hutan Bukit Munggu
adalah sebesar Rp 8.26 milyar/tahun, dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:
Tabel 9 Nilai Karbon Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Luas lahan (ha) 257 Jumlah karbon (ton) 67 591 Harga karbon (Rp/ton) 122 260 Nilai total karbon 8 263 675 660
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.3 Nilai Oksigen
Pada penelitian ini oksigen merupakan manfaat tidak langsung yang
dihasilkan kawasan hutan, dimana dalam kawasan hutan terdapat banyak tegakan
pohon yang dapat menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan bagi manusia.
Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) tanpa disadari manusia selalu membutuhkan
oksigen agar dapat tetap bernafas. Oksigen adalah barang non ekonomis, karena
untuk mendapatkannya kita tak perlu membayar. Oksigen memang bermanfaat,
namun karena jumlahnya berlimpah, menjadi tidak punya nilai. Namun begitu
tempat tinggal kita mengalami polusi udara dan kita harus pergi ke suatu tempat
untuk mendapatkan udara yang bersih maka oksigen sudah menjadi barang
ekonomi. Hal ini juga dikemukakan oleh Sugiarto, et al (2002) bahwa status suatu
barang dapat berubah terkait dengan waktu dan tempat. Sebagai gambaran, pada
umumnya oksigen adalah barang bebas, tapi bagi seseorang yang mengalami
kekurangan oksigen, oksigen dapar berubah menjadi barang ekonomi. Maka dari
itu dalam penelitian ini jika kegiatan konversi dilakukan, maka udara akan
menjadi barang ekonomi. Sehingga manfaat dari udara atau oksigen yang
dihasilkan dari pepohonan yang ada di kawasan hutan perlu dihitung dan akan
menjadi opportunity cost pada kegiatan konversi kawasan hutan menjadi
pertambangan batubara.
57
Pendugaan jumlah pohon di kawasan hutan dilakukan dengan pendekatan
luas dan jarak antar pohon. Jarak antar pohon sekitar 3 m dan luas lahan sebesar
257 ha, sehingga pendugaan jumlah pohon yang ada di kawasan hutan Bukit
Munggu adalah sebanyak 23 130 000 pohon. Menurut Mahesi (2008), sebuah
pohon dapat menghasilkan 1.2 kg oksigen per hari. Untuk mengkonversikan ke
dalam satuan liter, maka terlebih dahulu harus diketahui massa jenis oksigen.
Massa jenis oksigen adalah (0o
C; 101.325 kPa) 1.429 g/liter dengan harga
oksigen saat ini adalah sebesar Rp 25 000 per liter. Sehingga nilai oksigen yang
dapat dihasilkan dari kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar 176 752
triliun/tahun, untuk perhitungan nilai oksigen dapat dilihat pada tabel 10 berikut:
Tabel 10 Nilai Oksigen Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Luas lahan (ha) 257 Jumlah pohon (pohon) 23 130 000 Harga oksigen (Rp/liter) 25 000 Massa jenis oksigen (g/liter) 1.429 Nilai total oksigen 176 752 694 191 742 000
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.4 Nilai Rumput
Manfaat langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah manfaat hutan
dalam menghasilkan makanan untuk hewan ternak masyarakat Tanjung Enim.
Hewan ternak yang dibebaskan untuk mencari makan di kawasan hutan ini adalah
sapi. Peternak sapi yang mengembalakan sapinya pada kawasan hutan ini adalah
berjumlah empat orang, dengan jumlah sapi yang dimiliki adalah sebanyak 54
ekor. Pada tabel 11 dapat dilihat jumlah peternak sapi yang menggembalakan
Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), seekor sapi membutuhkan pakan
rumput segar sebanyak 45 kg per hari, sehingga dalam setahun dibutuhkan rumput
sebanyak 16 380 kg untuk memenuhi kebutuhan makanan sapi. Sedangkan
menurut harga pasar, harga rumput adalah sebesar Rp 400 /kg. Berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan nilai total rumput adalah sebesar Rp 353 808 000 /tahun.
Pada tabel 12 dapat dilihat hasil perhitungan nilai rumput yang dimanfaatkan oleh
peternak sapi.
Tabel 12 Nilai Rumput
Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Sapi (ekor) 54 Rumput (kg/tahun) 884 520 Harga rumput (Rp/kg) 400 Nilai total rumput 353 808 000
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP)
Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, semua responden
adalah masyarakat Tanjung Enim yang tinggal pada kawasan hutan. Karakteristik
responden dalam penelitian ini sangat beragam sehingga diharapkan dapat
mewakili seluruh masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dan jasa
lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan.
Pada penelitian ini analisis nilai willingness to pay menggunakan
pendekatan CVM (Contingen Valuation Method), untuk mengetahui nilai WTP
responden terhadap existence value (nilai keberadaan), bequest value (nilai
warisan), dan option value (nilai pilihan) kawasan hutan. Nilai WTP tersebut
diperlukan untuk memvaluasi kawasan hutan menjadi nilai moneter sehingga
dapat dibandingkan dengan analisis pendapatan pertambangan batubara.
6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value
Analisis WTP existence value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi keberadaan kawasan hutan Bukit
Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung Enim
yang merasakan manfaat dari kawasan hutan Bukit Munggu. Hasil perhitungan
rataan WTP dan total WTP existence value dapat dilihat pada Tabel 13.
59
Tabel 13 WTP Existence Value Responden
No WTP
(Rp/KK/Tahun)
Frekuensi
(orang)
Rataan WTP
(Rp)
Total WTP
(Rp)
1 5 000 3 375 15 000
2 10 000 9 2 250 90 000
3 15 000 4 1 500 60 000
4 20 000 7 3 500 140 000
5 25 000 6 3 750 150 000
6 30 000 5 3 750 150 000
7 35 000 1 875 35 000
8 40 000 2 2 000 80 000
9 50 000 2 2 500 100 000
10 60 000 1 1 500 60 000
Total 40 22 000 880 000
Sumber: Data diolah (2014)
Hasil dari analisis WTP existence value menunjukkan nilai rataan WTP
existence value responden adalah sebesar Rp 22 000. Rataan nilai WTP dihitung
dari data distribusi WTP responden. Kemudian dilakukan pengelompokkan data
dari nilai WTP terkecil sampai nilai WTP terbesar yang sedia dibayarkan oleh
responden. Sedangkan untuk total nilai WTP existence value yang ingin
dibayarkan responden adalah sebesar Rp 880 000. Adapun nilai keberadaan
(existence value) didapatkan dari mengalikan nilai rataan dengan jumlah
penduduk, dimana jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak
13 465 orang. Maka didapatkan nilai keberadaan hutan adalah sebesar Rp 296 912
000 /tahun. Besaran nilai yang dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian
masyarakat Tanjung Enim terhadap manfaat dan jasa lingkungan yang diberikan
atas keberadaan (exsistance value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah
WTP yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP existence value dapat dilihat pada lampiran 1.
Analisis fungsi WTP existence value digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terdahap WTP responden. Analisis fungsi WTP
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima
variabel penjelas (independent variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan,
penghasilan, jumlah tanggungan, dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil
analisis regresi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 14.
60
Tabel 14 Analisis Linier Berganda WTP Existence Value
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -4.559 1.741 -2.62 0.013
JK -0.0257 0.1141 -0.23 0.823 1.1
U 0.2164 0.2133 1.01 0.317 1.2
TP 0.8321 0.3044 2.73 0.010* 1.6
P 0.7830 0.1252 6.25 0.000* 1.5
JT -0.1872 0.1291 -1.45 0.156** 1.2
R-Square 73.3 %
Adjusted R-Square 69.4 %
Durbin Watson 2.3325
F-Statistik 18.71 0.000
Keterangan:
* : Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
** : Signifikan pada taraf nyata(α = 0.2)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.3 persen
yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 73.3 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 18.71 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 4). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut:
ln WTPK = -4.56– 0.026 JK + 0.216 U +0.832 TP + 0.783 P – 0.187 JT
Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata
pada WTP keberadaan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan,
tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan. Variabel tingkat pendidikan
mempunyai nilai P-value sebesar 0.010 menunjukkan bahwa variabel tingkat
pendidikan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan
(α) 5 persen. Nilai koefisisen yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8321 berarti
bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai
WTP yang diberikan akan meningkat sebesar 0.8321 persen. Hal ini disebabkan
oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu
pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi, sehingga memiliki keinginan
61
membayar yang lebih tinggi. Keinginan membayar yang lebih tinggi juga dapat
disebabkan karena sebagian besar responden yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi, memiliki pendapatan yang lebih tinggi.
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan
bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.7830 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.7830 persen. Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mereka mempunyai uang lebih untuk disisihkan bagi keperluan lain salah
satunya menjaga kelestarian hutan.
Variabel jumlah tanggungan mempunyai P-value sebesar 0.156
menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap
WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 20 persen. Nilai koefisien yang
bertanda negatif (-) dengan nilai 0.1872 berarti bahwa setiap peningkatan jumlah
tanggungan responden sebanyak 1 orang maka nilai WTP yang diberikan akan
menurun sebesar 0.1872 persen. Hal ini dikarenakan responden memiliki
tanggung jawab dan prioritas lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
dibandingkan dengan menyisihkan uangnya untuk kelestarian lingkungan.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin dan usia.
6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value
Analisis WTP bequest value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai warisan kawasan hutan
Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung
Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Hasil
perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP bequest value responden dapat
dilihat pada Tabel 15.
62
Tabel 15 WTP Bequest Value Responden
No WTP
(Rp/KK/Tahun)
Frekuensi
(Orang)
Rataan WTP
(Rp)
Total WTP
(Rp)
1 5 000 2 250 10 000
2 10 000 7 1 750 70 000
3 12 000 1 300 12 000
4 15 000 7 2 625 105 000
5 20 000 7 3 500 140 000
6 25 000 5 3 125 125 000
7 30 000 6 4 500 180 000
8 40 000 2 2 000 80 000
9 50 000 2 2 500 100 000
10 60 000 1 1 500 60 000
Total 40 22 050 882 000
Sumber: Data diolah (2014)
Berdasarkan perhitungan rataan WTP bequest value dari distribusi data
responden didapatkan nilai rataan WTP bequest value responden adalah sebesar
Rp 22 050. Sedangkan total nilai WTP bequest value yang ingin dibayarkan oleh
responden adalah sebesar Rp 882 000. Nilai warisan (bequest value) didapatkan
dari mengalikan rataan WTP bequest value dengan jumlah penduduk, maka
didapatkan nilai warisan hutan sebesar Rp 297 586 800 /tahun. Besaran nilai yang
dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas
nilai warisan (bequest value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP
yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP bequest value dapat dilihat pada lampiran 2.
Analisis fungsi WTP bequest value dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent
variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan,
dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP
responden dapat dilihat pada Tabel 16.
63
Tabel 16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -1.598 1.586 -1.01 0.321
JK -0.0528 0.1040 -0.51 0.615 1.1
U -0.1282 0.1943 -0.66 0.514 1.2
TP 0.8500 0.2773 3.06 0.004* 1.6
P 0.6521 0.1141 5.72 0.000* 1.5
JT 0.0519 0.1176 0.44 0.662 1.2
R-Square 73.7 %
Adjusted R-Square 69.9 %
Durbin Watson 2.1938
F-Statistik 19.09 0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.7 persen
yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 73.7 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 19.09 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 8). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut:
ln WTPW = -1.60 – 0.053 JK – 0.128 U + 0.850 TP + 0.652 P – 0.052 JT
Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata
pada WTP warisan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan
tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar
0.000 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisisen
yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.6521 berarti bahwa setiap kenaikan
tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan
akan meningkat sebesar 0.6521 persen. Keinginan membayar yang lebih tinggi
disebabkan oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
memiliki ilmu pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi.
64
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.004 menunjukkan
bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.8500 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.8500 persen. Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mempunyai uang lebih untuk digunakan pada pemanfaatan lain.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin, usia, dan jumlah tanggungan.
6.2.6.3 Analisis WTP Option Value
Analisis WTP option value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai pilihan kawasan hutan
Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung
Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Berdasarkan
perhitungan rataan WTP option value dari distribusi data responden didapatkan
nilai rataan WTP option value responden adalah sebesar Rp 24 550. Sedangkan
total nilai WTP option value yang ingin dibayarkan oleh responden adalah sebesar
Rp 982 000. Hasil perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP option value
responden dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 WTP Option Value Responden
No WTP
(Rp/KK/Tahun)
Frekuensi
(orang)
Rataan WTP
(Rp)
Total WTP
(Rp)
1 5 000 3 375 15 000
2 10 000 3 750 30 000
3 12 000 1 300 12 000
4 15 000 8 3 000 120 000
5 20 000 8 4 000 160 000
6 25 000 2 1 250 50 000
7 30 000 7 5 250 210 000
8 35 000 1 875 35 000
9 40 000 2 2 000 80 000
10 50 000 3 3 750 150 000
11 60 000 2 3 000 120 000
Total 40 24 550 982 000
Sumber: Data diolah (2014)
65
Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh nilai pilihan (option value)
kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 331 326 800 /tahun, hasil ini
didapatkan dari mengalikan rataan WTP option value dengan jumlah penduduk.
Nilai tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas nilai
pilihan (option value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP yang
dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP option value dapat dilihat pada lampiran 3.
Analisis fungsi WTP option value dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent variable)
yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan, dan
dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP responden
dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -1.673 2.120 -0.79 0.436
JK -0.0188 0.1390 -0.14 0.893 1.1
U -0.1093 0.2598 -0.42 0.676 1.2
TP 0.8353 0.3707 2.25 0.031* 1.6
P 0.6678 0.1525 4.38 0.000* 1.5
JT -0.0790 0.1572 -0.50 0.619 1.2
R-Square 60.8 %
Adjusted R-Square 55.0 %
Durbin Watson 1.6254
F-Statistik 10.54 0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 60.8 persen
yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 60.8 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 10.54 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
66
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 9). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi ini adalah sebagai berikut:
ln WTPP = -1.67 – 0.019 JK – 0.109 U + 0.835 TP + 0.668 P – 0.079 JT
Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata
pada WTP pilihan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan
tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar
0.031 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien
yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8353 berarti bahwa setiap kenaikan
tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan
akan meningkat sebesar 0.8353 persen. Hal ini disebabkan oleh responden yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu pengetahuan tentang
lingkungan lebih tinggi, sehingga mempunyai kesadaran tentang kelestarian
lingkungan lebih tinggi dari responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan
bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.6678 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.6678 persen.Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mempunyai uang lebih untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan
agar masyarakat masih tetap dapat merasakan berbagai manfaat hutan yang ada di
dalamnya baik manfaat secara ekonomi maupun ekologi.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu usia, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan.
6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan
Menurut Fatriani (2006), nilai merupakan persepsi manusia tentang makna
atau suatu objek (sumber daya hutan) bagi individu tertentu pada waktu dan
tempat tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumber daya hutan
67
berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai
sumber daya hutan sendiri diperoleh dari manfaat yang diperoleh masyarakat.
Masyarakat yang memperoleh manfaat secara langsung akan memiliki persepsi
yang positif terhadap nilai sumber daya hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan
dengan tingginya nilai sumber daya hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda
dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima
manfaat secara langsung.
Nilai total ekonomi pada kawasan hutan Bukit Munggu adalah nilai total
secara moneter dari semua manfaat yang dapat dihasilkan kawasan hutan, yaitu
akumulasi dari nilai penggunaan (use value) kawasan hutan dan nilai bukan
penggunaan (non use value) kawasan hutan. Berdasarkan perhitungan total nilai
ekonomi kawasan hutan adalah sebesar Rp 1.83 triliun/tahun. Nilai tersebut
didapatkan dari penjumlahan nilai penggunaan (use value) kawasan hutan yaitu
nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, dan nilai rumput dengan nilai bukan
penggunaan (non use value) kawasan hutan yaitu nilai keberadaan (existence
value), nilai warisan (option value), dan nilai pilihan (option value). Hasil
perhitungan nilai total ekonomi kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan
No. Keterangan Nilai Ekonomi (Rp/tahun)
Use Value
1. Nilai air 18 274 838 400 2. Nilai karbon 8 263 675 660 3. Nilai oksigen 176 752 694 191 742 000 4. Nilai rumput 353 808 000 5. Nilai pilihan 331 326 800
Non Use Value 1. Nilai keberadaan 296 912 000 2. Nilai warisan 297 586 800
Total Nilai Ekonomi 176 752 722 009 890 000 Sumber: Data diolah (2014)
6.3 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi
Menurut Sugiyono (2001), analisis biaya dan manfaat digunakan untuk
mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar sumber daya langka
dapat digunakan secara efisien. Dengan analisis ini, dapat menjamin penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program yang memenuhi
68
kriteria efisien. Analisis biaya dan manfaat merupakan alat bantu untuk membuat
keputusan dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat.
Analisis biaya dan manfaat ekonomi pada kawasan hutan dilakukan
dengan menghitung B/C rasio dari lahan kawasan hutan, yaitu dengan membagi
jumlah manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
konversi. Dimana pada penelitian ini manfaat dalam konversi lahan adalah
manfaat dari produksi batubara yang dianalisis menggunakan analisis market
value, sedangkan komponen biayanya adalah biaya produksi batubara dan Total
Economic Value (TEV). TEV termasuk dalam opportunity cost dimana manfaat
yang diperoleh dari sumber daya yang ada dalam kawasan hutan akan hilang jika
lahan kawasan hutan di konversi menjadi pertambangan batubara. TEV di analisis
menggunakan metode valuasi dan market value, sedangkan biaya produksi
batubara menggunakan analisis market value. Hasil perhitungan manfaat dan
biaya ekonomi dari kegiatan konversi lahan kawasan hutan Bukit Munggu dapat
dilihat pada tabel 20 berikut:
Tabel 20 Manfaat dan Biaya Ekonomi Kegiatan Konversi
No. Keterangan Nilai Manfaat dan Biaya
(Rp/tahun) Nilai Hasil
I. Manfaat
Manfaat Produksi Batubara 4 105 001 760 000
II. Biaya
2.1 Nilai Ekonomi Total 1 835 184 913 067
a. Nilai air 18 274 838 400
b. Nilai karbon 8 263 675 660
c. Nilai oksigen 176 752 694 191 742 000
d. Nilai rumput 353 808 000
e. Nilai keberadaan 296 912 000
f. Nilai warisan 297 586 800
g. Nilai pilihan 331 326 800
2.2 Biaya Produksi Batubara 1 070 300 000 000
Total Biaya 176 753 764 491 742 000
III. B/C Rasio -0.000002
Sumber: Data diolah (2014)
69
Dari tabel 21 dapat diketahui ada delapan nilai yang diestimasi pada
valuasi total nilai ekonomi kawasan hutan dalam penelitian ini. Nilai manfaat
yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara pada kawasan hutan Bukit
Munggu adalah sebesar Rp 4.10 triliun/tahun. Opportunity cost terbesar dari
kawasan hutan adalah oksigen, dimana oksigen adalah kebutuhan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Sebenarnya oksigen bukanlah barang ekonomi,
namun jika terjadi penurunan kualitas udara maka oksigen menjadi barang
ekonomi, maka dari itu dibutuhkan penilaian untuk oksigen. Berdasarkan
perhitungan, nilai oksigen yang ada di kawasan hutan Bukit Munggu adalah
sebesar Rp 176 752 triliun/tahun. Untuk opportunity cost terbesar kedua adalah air.
Air adalah salah satu sumberdaya yang memiliki nilai yang cukup besar, karena
air adalah sumberdaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia membutuhkan air setiap harinya untuk kebutuhan sehari-hari, seperti
minum, mandi, dan mencuci. Sedangkan opportunity cost terendah adalah rumput.
Dimana rumput hanya digunakan oleh peternak saja, sehingga nilainya tidak
sebesar manfaat sumber daya dalam kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh
seluruh masyarakat Tanjung Enim. Berdasarkan perhitungan nilai rumput adalah
sebesar Rp 353.81 juta/tahun.
Selain itu biaya lain yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk
memproduksi batubara. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan
kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar
Rp 1.07 triliun/tahun dengan asumsi produksi batubara dalam setahun sebanyak
4 000 000 ton/tahun. Biaya yang dibutuhkan dalam pertambangan batubara dibagi
menjadi dua komponen, yaitu biaya produksi dan biaya tambang. Biaya tersebut
adalah biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan batubara mulai dari
biaya eksplorasi yaitu biaya untuk identifikasi lahan yang akan dijadikan tambang
batubara sampai dengan biaya lingkungan yaitu biaya untuk reklamasi lahan
pasca tambang. Penambangan batubara yang dilakukan oleh PTBA disertai
dengan kegiatan reklamasi lahan pasca tambang batubara sesuai dengan peraturan
pemerintah yang tercantum dalam UU No. 4 tahun 2009 Pasal 96. Adapun dari
hasil perhitungan didapatkan total biaya dari kegiatan konversi lahan kawasan
70
hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara adalah sebesar Rp 176 753
triliun/tahun.
Setelah mengetahui hasil estimasi dari manfaat dan biaya kegiatan
konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara maka
analisis biaya dan manfaat ekonomi dapat dilakukan dengan menganalisis dari
hasil perhitungan benefit cost rasio. Dari hasil perhitungan didapatkan benefit cost
rasio pada studi kasus penelitian ini adalah sebesar -0.000002 berarti tidak
mamenuhi kriteria B/C rasio dimana suatu kegiatan dapat dijalankan jika hasil
dari B/C rasio lebih besar daripada satu. Manfaat yang dihasilkan dari lingkungan
jika di moneterkan dan dibandingkan dengan kegiatan lain tentu nilai manfaatkan
akan jauh lebih besar dari pemanfaatan lainnya. Tetapi jika ada kebutuhan yang
lebih penting dan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak tentu kegiatan konversi lahan kawasan hutan dapat dipertimbangkan
kembali, tentunya disertai dengan aturan dan ketetapan yang jelas dalam
melakukan kegiatan konversi tersebut. Misalnya jika akan melakukan kegiatan
konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara adalah dengan
menyertainya dengan kegiatan reklamasi, dimana manfaat ekologis kawasan hutan
yang hilang saat dijadikan pertambangan dapat kembali memberikan manfaat
ekologis bagi masyarakat. Walaupun manfaat ekologis yang didapatkan tidak
akan sama persis seperti manfaat ekologis yang dihasilkan kawasan hutan pada
saat sebelum dilakukan konversi lahan.
71
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara di
kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun,
sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
penambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar
Rp 1 070 300 000 000 /tahun. Perkiraan cadangan batubara yang terdapat di
kawasan hutan Bukit Munggu dapat dimanfaatkan selama kurang lebih untuk
sepuluh tahun kedepan.
2. Nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 176 752
722 009 890 000 /tahun, dimana dalam penelitian ini nilai ekonomi total
kawasan hutan menjadi opportunity cost dalam kegiatan konversi kawasan
hutan menjadi pertambangan batubara. Nilai ekonomi total adalah nilai yang
didapatkan dari penjumlahan delapan hasil valuasi nilai ekonomi sumber daya
kawasan hutan Bukit Munggu. Nilai ekonomi tersebut diantaranya adalah
nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, nilai rumput, nilai keberadaan (existence
value) kawasan hutan, nilai warisan (bequest value) kawasan hutan, dan nilai
pilihan (option value) kawasan hutan.
3. Berdasarkan hasil perhitungan manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi
batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760
000 /tahun. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dan dikorbankan untuk
kegiatan konversi adalah sebesar Rp 176 753 764 491 742 000 /tahun. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan
konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara lebih
besar daripada biaya yang dikeluarkan. Setelah dilakukan analisis biaya dan
manfaat ekonomi didapatkan B/C rasio sebesar -0.000002, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konversi dari sudut pandang lingkungan belum
dapat dijalankan.
72
7.2 Saran
1. Pelaksanaan kegiatan pertambangan batubara harus dilakukan dengan
mempertimbangkan luasan hutan yang ada pada wilayah tersebut, agar
tercipta pemanfaatan sumberdaya alam lestari.
2. Nilai lingkungan yang besar dari sumberdaya alam yang dapat dihasilkan dari
kawasan hutan harus dikelola secara optimal dan dimanfaatkan secara
bijaksana agar lingkungan dan sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan
hutan dapat tetap lesatari dan manfaatnya dapat dirasakan manfaatnya secara
optimal bagi masyarakat.
3. Dari hasil perhitungan didapatkan B/C < 1, hasil ini menunjukkan bahwa
manfaat ekologis yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya hutan nilainya
sangat besar. Sehingga dibutuhkan pertimbangan atau analisis yang lebih
mendalam lagi untuk melaksanakan kegiatan konversi kawasan hutan
menjadi pertambangan batubara.
4. Penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan menggunakan cash flow
sehingga dapat dibandingkan manfaat dan biaya dari kegiatan konversi
kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara yang lebih
rinci sepanjang umur proyek.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adger N, Brown K, Cerfigni R, Moran D. 1994. Towards Estimating Total
Economic Value of Forests in Mexico. Centre for Social and Economic
Research on the Global Environment. Inggris (GB): University of East
Anglia, University Collage London.
Albarqoni F. 2013. Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi Untuk
Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan
Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan. 2011. Panduan Valuasi Ekonomi Kegiatan
Pertambangan. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.
Barbier B, Acreaman M, Knowler D. 1997. Economic Valuation of Wetlands.
Ramsar Convention Bureau. United Kingdom: University of York.
Barry CF, Martha KF. 2002. Environmental Economics: An Introduction Third
Edition. Mc Graw Hill Companies. New York (US).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2009 – 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
________________________. 2013a. Kecamatan Lawang Kidul dalam Angka
2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
________________________. 2013b. Neraca Energi Indonesia Tahun 2008-2013.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPTT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2013. Outlook Energi
Indonesia 2013. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Cavuta, Giacomo. 2012. Environmental Goods Valuation: The Total Economic
Value. Pescara (IT): University of Chieti.
Devkota, K H. 2006. Benefit-Cost Analysis of Agriculture Enterprise: A Case of
Jutpani VDC, Chitwan, Nepal. Nepal: Institute of Agriculture and Animal
Sciences. 27: 119-125.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2012. Statistik Batubara Indonesia
Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2013. Produksi Batubara Indonesia
Tahun 2008-2013. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2006. Konsumsi Air Orang Indonesia. Jakarta:
Kementrian Pekerjaan Umum.
74
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT
GramediaPustaka Utama. Jakarta.
Fauzi, Akhmad. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. PT Penerbit IPB Press. Bogor.
Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi
Aksara. Jember.
Frick H, Setiawan PL. 2002. Ilmu Konstruksi Perlengkapan dan Untilitas
Bangunan. Kanisius. Yogyakarta.
Gilarso T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Kanisius. Yogyakarta.