1 Analisis beberapa faktor keahlian dan independensi auditor yang mempengaruhi kualitas audit Oleh : Nurhayati F.O399O6O BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya dunia usaha di Indonesia menuntut berkembangnya pula bidang-bidang lain yang terkait didalamnya. Tumbuhnya perusahaan- perusahaan dengan berbagai jenis skala dari skala kecil, menengah, sampai yang besar ternyata semakin memacu pertumbuhan perekonomian negara kita. Disinilah timbul banyak peluang bagi para pelaku ekonomi sehubungan dengan banyaknya jenis jasa yang dibutuhkan seiring pesatnya dunia usaha. Profesi akuntan sebagai salah satu profesi jasa menduduki suatu posisi penting dalam era ini, sejumlah kegiatan usaha akan membutuhkan banyak tenaga akuntan dalam hubungannya dengan laporan keuangan perusahaan. Dan dalam tanggung jawabnya, seorang akuntan berkepentingan bukan hanya pada manajemen perusahaan tetapi juga pada pihak lain seperti para investor,
78
Embed
Analisis beberapa faktor keahlian dan independensi auditor .../Analisis... · Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, ... manfaat penelitian dalam penelitian ini, serta sistematika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Analisis beberapa faktor keahlian dan independensi
auditor yang mempengaruhi kualitas audit
Oleh :
Nurhayati
F.O399O6O
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembangnya dunia usaha di Indonesia menuntut berkembangnya
pula bidang-bidang lain yang terkait didalamnya. Tumbuhnya perusahaan-
perusahaan dengan berbagai jenis skala dari skala kecil, menengah, sampai
yang besar ternyata semakin memacu pertumbuhan perekonomian negara kita.
Disinilah timbul banyak peluang bagi para pelaku ekonomi sehubungan dengan
banyaknya jenis jasa yang dibutuhkan seiring pesatnya dunia usaha.
Profesi akuntan sebagai salah satu profesi jasa menduduki suatu posisi
penting dalam era ini, sejumlah kegiatan usaha akan membutuhkan banyak
tenaga akuntan dalam hubungannya dengan laporan keuangan perusahaan.
Dan dalam tanggung jawabnya, seorang akuntan berkepentingan bukan hanya
pada manajemen perusahaan tetapi juga pada pihak lain seperti para investor,
2
kreditur, pemerintah dan juga masyarakat luas. Akibat dari banyaknya pihak
yang terkait dengan banyak kepentingan yang beragam didalamnya
menyebabkan profesi akuntan tumbuh dengan pesatnya.
Kualitas layanan yang diberikan menjadi sebuah faktor yang diandalkan
dalam pemberian sebuah jasa, tidak terkecuali bagi akuntan publik. Kualitas
jasa sangat penting untuk meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab
kepada klien, masyarakat umum dan aturan-aturan. Dan dalam pemberian
jasanya seperti jasa assurance, jasa atestasi dan jasa nonassurance seorang
akuntan publik wajib untuk mempertahankan kepercayaan yang telah mereka
dapatkan dari klien dan pihak ketiga dengan memberikan jasa audit yang
berkualitas.
Didalam melaksanakan tugas pengauditan dan tercapainya tujuan audit,
auditor dituntut memiliki keahlian yang cukup, seperti disebutkan dalam SPAP
(IAI 2001:210.3) bahwa, “dalam melaksanakan audit, untuk sampai pada suatu
pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi keuangan, sistem akuntansi, dan bidang pengauditan dan untuk dapat
mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan
keuangan auditan lainnya maka auditor dituntut menjadi seorang ahli.”
Tujuan audit yang dijalankan auditor yaitu mampu memberikan laporan
audit yang berkualitas. Dilihat dari definisinya memang tidak ada definisi
yang pasti mengenai kualitas audit. Tidak adanya definisi yang pasti ini
disebabkan tidak adanya pemahaman umum mengenai faktor penyusun
kualitas audit. Walaupun demikian, para peneliti mempunyai kesamaan
3
pendapat mengenai pengukuran kualitas audit. Pengukuran kualitas audit
tersebut membutuhkan kombinasi antara ukuran hasil dan proses. Pengukuran
hasil lebih banyak digunakan karena pengukuran proses tidak banyak
diobservasi secara langsung, sedangkan pengukuran hasil biasanya
menggunakan firma audit besar (Sutton, 1993 dalam Alia Ariesanti, 2001).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh De Angelo (1981)
mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien (dalam
Deis dan Giroux, 1992). Dijelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan
pelanggaran tergantung pada keahlian auditor, dan independensi auditor
menjadi faktor penentu jika pelanggaran pada laporan keuangan akan
terungkapkan. Dari penelitian tersebut, bertujuan untuk mencari faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas audit yaitu faktor kemampuan teknis/keahlian dan
faktor independensi auditor, dan dari hasil penelitian tersebut ternyata kedua
faktor yaitu keahlian dan independensi merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas audit dan merupakan sebuah komponen yang tidak dapat
dipisahkan dalam penentuan kualitas audit.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Alia Ariesanti (2001) dalam
tesisnya, mencoba mengembangkan penelitian De Angelo (dalam Deis dan
Giroux, 1992), yaitu dengan menjabarkan faktor keahlian dan independensi
kedalam beberapa bagian. Komponen keahlian dijabarkan kedalam komponen
pengalaman dan pengetahuan. Independensi dijabarkan menjadi komponen
lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor
4
(Pany dan Reckers, 1980 dan Fogarty, 1996). Pada penelitian ini ingin melihat
apakah komponen-komponen dari keahlian dan independensi juga
berpengaruh terhadap penentuan kualitas audit.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian Alia Ariesanti (2001), ternyata
komponen pengalaman tidak berpengaruh positif terhadap faktor keahlian
sebagai penentu kualitas audit, sedangkan komponen lainnya yaitu
pengetahuan, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari
rekan auditor berpengaruh positif terhadap faktor keahlian dan independensi
sebagai faktor penentu kualitas audit.
Pada penelitian kali ini, peneliti menterjemahkan kualitas audit
sebagai standar yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan
serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan
prosedur yang bersangkutan (SPAP, IAI:2001). Dalam SPAP dijelaskan
bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup mutu profesional auditor dan mutu
pelaksanaan audit. Mutu profesional auditor seperti yang diatur oleh standar
umum auditing meliputi (1)keahlian dan pelatihan teknis auditor,
(2)independensi auditor, (3)penggunaan kemahiran profesional auditor dengan
cermat dan seksama. Sedangkan kriteria mutu pelaksanaan meliputi sembilan
item, yaitu: independensi, penugasan personil untuk melaksanakan perjanjian,
konsultasi, supervisi, pengangkatan, pengembangan profesi, promosi,
penerimaan dan kelangsungan kerja sama dengan klien, dan inspeksi.
Berdasarkan pada definisi yang diambil dari SPAP (IAI:2001), dapat
disimpulkan bahwa kualitas audit terdiri dari dua yaitu kualitas auditor dan
kualitas hasil audit. Dalam penelitian kali ini kualitas audit yang dimaksudkan
5
adalah mutu profesional auditor atau kualitas pribadi auditor, untuk selanjutnya
mutu profesional auditor atau kualitas auditor disebut sebagai kualitas audit.
Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti membuat
sebuah kesimpulan, bahwa indikator kualitas audit yaitu keahlian dan
independensi yang dimiliki auditor, dimana antara keahlian dengan
independensi auditor tidak dapat dipisahkan dan merupakan suatu variabel
kualitas auditor.
Berpedoman pada penelitian Murtanto (1998) yang berjudul
publik untuk memasukkannya kedalam Standar Profesional akuntan Publik
(SPAP, IAI 2001: 102), yaitu pada Standar Umum butir kedua yang berbunyi:
“Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan
sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional”.
Independensi merupakan aspek yang unik dari profesi akuntan publik.
Pada umumnya seorang anggota dari suatu profesi diharapkan hanya
memperhatikan kepentingan kliennya saja, tapi dalam profesi akuntan publik
seorang akuntan yang sedang melaksanakan jasa pemeriksaan harus
memperhatikan kepentingan klien dan juga pihak ketiga yang mendasarkan
keputusan pada laporan keuangan tersebut yang sering kali tidak diketahui
siapa orangnya.
Pendapat akuntan publik secara tidak langsung mencerminkan
independensi akuntan publik. Dalam jangka panjang akuntan publik yang
menjaga independensinya dan sikap tidak memihak dalam laporan akuntan saja
yang akan diterima oleh dunia usaha, lembaga keuangn dan investor.
Masyarakat menilai independesi biasanya tidak hanya secara
perseorangan tetapi dari segi profesi akuntan publik secara keseluruhan.
Biasanya akuntan publik tidak dikenal sebagai individu oleh pihak ketiga. Bila
masyarakat menilai auditor atau suatu kantor akuntan gagal mempertahankan
19
independesi, maka cenderung menimbulkan kecurigaan terhadap independensi
keseluruhan auditor dan mengurangi kepercayaaan terhadap profesi akuntan
publik secara keseluruhan.
Independensi seharusnya manjadi pedoman bagi kebebasan akuntan
publik dari pengaruh atau pengendalian perusahaaan klien yang diaudit.
Dengan kata lain, jika auditor mengikuti kehendak manajemen perusahaan
klien, maka opini auditnya tidak akan mempunyai nilai dimata masayarakat.
E. Aspek Independensi
Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia, agar profesi menjaga dari kehilangan persepsi independensi dari
masyarakat. Hal ini ditekankan karena pemilikan independensi secara intrinsik
merupakan masalah mutu pribadi, bukan suatu aturan yang dirumuskan untuk
dapat diuji secara obyektif.
Pada umumnya pihak yang mengkonsumsi laporan keuangan yang telah
diaudit oleh auditor, mengharapkan suatu pernyataan sikap yang independen
dari akuntan publik yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat dapat hilang
atau goyah bila mendengar auditor mempunyai kepentingan yang dapat
merusak obyektifitasnya. Auditor harus memperkirakan hubungannya dengan
klien untuk menentukan pendapatnya dianggap obyektif dan tidak berat
sebelah di mata seseorang yang mengetahui keadaaan tersebut.
Dalam hubungannya dengan independensi, IAI berpendapat bahwa
kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen
sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan ini
akan menurun atau bahkan hilang jika terdapat bukti bahwa independensi sikap
auditor ternyata berkurang atau olej keadaan yang yang oleh mereka yang
berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen
tersebut. Untuk menjadi auditor independen harus berintelektual jujur. Untuk
20
diakui pihak lain sebagai orang yang independen, ia harus bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya, apakah itu manajemn perusahaan atau pemilik
perusahaan. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa
ia independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaaan yang dapat
menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya (SPAP, IAI:
220.2). Dari keadaan ini, auditor diharapkan dapat bersikap independen dan
juga harus nampak independen
Independesi akuntan publik menurut Mulyadi (1990) mencakup dua
aspek, yaitu :
1. Independensi dalam kenyataan ( independence in fact)
Independensi dalam kenyataan berhubungan dengan objektifitas akuntan
public untuk bersifat bebas dari pengaruh keuntungan pribadi. Hal ini
tumbuh dari diri akuntan publik sendiri, yaitu suatu kejujuran tidak
memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapat. Menurut Mulyadi
(1990) independensi dalam kenyataan merupakan suatu kejujuran dalam diri
akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam
pengauditan. Kejujuran dalam audit bisa juga berarti pengungkapan fakta-
fakta secara apa adanya yang ditemukan selama melakukan audit yang
sesuai dengan norma profesi.
2. Independensi dalam penampilan ( independence in appearance )
Independensi dalam penampilan berarti bebas dari pertentangan kepentingan
(conflict of interest) potensial yang cenderung menggoyahkan kepercayaan
masyarakat terhadap independensi dalam kenyataan akuntan publik dan
melibatkan persepsi pemakai jasa akuntan publik terhadap independensi
akuntan publik. Independensi dalam penampilan merupakan syarat agar
laporan keuangan yang diaudit akuntan publik dapat dipercaya masyarakat
pemakai jasa. Menurut Bambang Sudibyo, akuntan publik harus dapat
21
meyakinkan masyarakat terhadap independensinya dengan menghindari
keadaan yang membuat orang-orang meragukan kebebasannya. Hal ini
dapat dilakukan akuntan publik dengan cara tidak berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan perusahaan klien.
Peneliti menjabarkan independensi berdasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Fogarty (1996) yaitu beberapa faktor yang mempengaruhi
independensi terhadap laporan audit yang dihasilkan, yaitu :
- Lama ikatan dengan klien
Profesi auditor berkaitan dengan jasa yang diberikan mau tidak mau
akan menciptakan hubungan antara auditor dengan klien. Dan dalam
menjalin hubungan kerja yang harmonis sudah pasti diperlukan suatu
pengenalan kedua pihak tersebut. Jika antara auditor dan klien sudah
terjalin hubungan yang baik, maka klien cenderung untuk terus
menggunakan jasa auditor tersebut, hal ini juga diharapkan oleh auditor,
karena dia sudah mengenal klien dan kondisi perusahaan dengan baik.
Tetapi bagaimana jika kondisi ini dinilai tidak baik karena
independensi auditor menjadi diragukan. Semakin lama seorang auditor
terlibat dengan klien, maka auditor akan menjadi bias (Aldhizer dan
Cashell, 1996) dan enggan untuk melaporkan kesalahan klien. Aldhizer
mengungkapkan bahwa lama penugasan audit yang optimal adalah antara
2-10 tahun.
Diungkapkan oleh Supriyono (1988), 34 % responden penelitiannya
menyatakan bahwa lama penugasan audit mempengaruhi rusaknya
independensi auditor. Dinyatakan Supriyono, penugasan audit yang terlalu
lama kemungkinan dapat mendorong akuntan public kehilangan
independensi karena akuntan public tersebut merasa puas, kurang inivasi,
dan kurang ketat didalam melaksanakan audit. Sebaliknya, penugasan
22
audit yang terlalu lama kemungkinan dapat pula meningkatkan
independensi karena akuntan publik sudah familier, pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan efisien, dan lebih tahan terhadap tekanan klien.
(Suriyono, 1988 dalam Alie Ariesanti, 2001).
- Tekanan dari klien
Tekanan dari klien dapat timbul pada kondisi konflik yang terjadi
antara auditor dengan klien. Kondisi konflik terjadi ketika antara auditor
dengan klien tidak sependapat dalam beberapa aspek hasil pelaksanaan
pengjuian laporan keuangan. Klien mempengaruhi fungsi pengujian
laporan keuangan yang dilakukan dengan memaksa auditor untuk
melanggar standar auditing, termasuk dalam pemberian opini yang tidak
sesuai dengan keadaan klien.
Pada situasi ini timbul dilema yang dirasakan oleh auditor, disatu
sisi melanggar standar profesi dan disisi lain kemungkinan penghentian
tugas (Goldman dan Barleu dalam Nicholas dan Price, 1976). Karena
pada kondisi konflik ini kekuatan tidak seimbang, sementara auditor
membutuhkan klien untuk meneruskan usahanya. Sehingga akan lebih
mudah dan lebih murah bagi klien untuk memganti auditornya
dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee
tambahan/alternative sumber fee lain (Nicholas dan Price, 1976).
Terlebih lagi pada kondisi keuangan klien yang kuat sehingga dapat
memberi fee yang cukup besar dan dapat memberi fasilitas, sehingga
menyebabkan seorang auditor kurang memperhatikan probabilitas akan
terjadinya kebangkrutan dan auditor cepat puas diri dan kurang teliti (Deis
dan Giroux, 1992).
Kondisi ini semakin diperkuat dengan tingkat persaingan diantara
profesi akuntan publik yang semakin ketat, dan buruknya kondisi ekonomi
23
yang menyebabkan melemahnya dunia usaha sehingga banyaknya
perusahaan pengguna jasa akuntan publik yang melakukan merger atau
akuisisi bahkan mengalami kebangkrutan. Sehingga bagi para akuntan
publik yang sudah memiliki klien tetap akan enggan untuk melepaskannya.
- Telaah dari rekan auditor
Bagi seorang auditor menjaga kualitas jasanya adalah keharusan,
karena jasa yang diberikan auditor digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan laporan keuangan. Selain itu juga jasa yang diberikan auditor
tidak dapat diberikan oleh pihak lain. Dan untuk menjaga kualitas audit
telaah rekan auditor menjadi sumber penilaian yang objektif mengenai
kualitas audit (King et all, 1994).
Tujuan telaah rekan auditor digunakan untuk menjamin bahwa
pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar profesi yang
berlaku. Telaah rekan auditor dirancang sebagai pengujian kesesuaian
(compliance test) untuk menjamin bahwa auditor telah merancang,
menerapkan dan menjaga system telaah kualitas (Fogarty, 1996). Ini
dilakukan untuk mengontrol kebijakan auditor agar hasil pemeriksaan
yang dilakukan memenuhi standard dan berkualitas. Selain itu, telaah
rekan auditor dapat menjaga independensi, karena salah satu telaah adalah
dengan melihat posisi auditor terhadap klien (Evers dan Pearson, 1999).
Hasil pendapat dan pernyataan dari telaah yang diberikan oleh rekan
auditor dapat mendukung firma untuk menjalankan dan mengevaluasi
pengendalian kualitas pelaksanaan praktik akuntansi dan audit (Evers,
1999, Austin Langston, 1981). Bahkan Bremser (1985) menyatakan
bahwa telaah rekan auditor dapat meningkatkan pelaksanaan pengendalian
kualitas yang dilakukan firma untuk menjaga kinerjanya.
24
Dalam sebuah penelitian Kenneth. R. Austin (1981) menyatakan
bahwa mengaharuskan setiap kantor akuntan publik diperiksa (review)
secara perioik oleh kantor akuntan publik lainnya, bukan hanya sesama
auditor dari kantor akuntan publik yang sama. Dengan cara: suatu tim
pemeriksa yang tergabung dalam local firm quality program, review
dilaksanakan tiga tahun sekali, dan laporan review yang diterbitkan berisi
kesimpulan dan saran-saran dari pemeriksaan.
Dengan review terhadap praktek suatu kantor akuntan merupakan
hal yang baru dan dianggap perubahan penting dalam profesi akuntan
publik. Dengan peer review kantor akuntan publik harus membuka diri
terhadap kritik-kritik jika ia tidak memenuhi standar profesi. Hal ini akan
meningkatkan kualitas jasa yang diberikan oleh kantor akuntan publik,
yang secara tidak langsung berarti juga akan menambah kepercayaan
masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
F. Review Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengungkapkan beberapa
faktor keahlian dan independensi sebagai variabel independen. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Alia Ariesanti (2001) dalam tesisnya yang
berjudul “Pendapat Auditor tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keahlian
dan independensi sebagai Kualitas Audit “ dengan menghasilkan kesimpulan
bahwa faktor pengalaman ternyata tidak berpengaruh terhadap keahlian
auditor, sedangkan faktor-faktor yang lain yaitu pengetahuan, lama ikatan
dengan klien, tekanan dari klien dan telaah rekan auditor ternyata berpengaruh
secara signifikan terhadap keahlian dan independensi auditor. Dalam
penelitian tersebut yang dijadikan sebagai pokok permasalahan yaitu
komponen-komponen keahlian dan independensinya, tanpa mencari
25
pengaruhnya lebih lanjut terhadap kualitas audit. Dan kedua faktor keahlian
dan independensi sudah dirasa cukup sebagai faktor penentu kualitas audit
tanpa mengorek lebih lanjut lagi pendapat respondennya yaitu auditor.
Penelitian lain yang dilakukan oleh De Angelo (1981, dalam penelitian
Deis dan Giroux, 1992) didapat kesimpulan bahwa faktor keahlian dan
independensi ternyata berpengaruh terhadap kualitas audit, dan kedua faktor
tersebut menjadi faktor yang saling berkait dan tidak dapat dipisahkan dalam
penentuan kualitas audit. Pada penelitian tersebut, peneliti tidak mencari
faktor-faktor lain yang bisa berpengaruh terhadap kualitas audit.
Sementara itu Murtanto (1998) melakukan sebuah penelitian tentang
karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi keahlian auditor. Dan dari 25
atribut yang dikembangkan pada penelitian Abdolmohammadi (1992), didapat
lima atribut yang dirasa dapat mewakili 20 atribut yang lainnya. Yaitu:
komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi
penentuan keputusan dan analisis tugas yang kemudian peneliti gunakan
sebagai indikator faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Pada penelitian
Murtanto (1998) faktor-faktor tersebut mengidentifikasikan keahlian sebagai
faktor yang diuji.
G. Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah :
• Beberapa faktor keahlian dan independensi auditor meliputi: komponen
pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan
keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan
telaah rekan auditor sebagai variabel independen (variabel bebas).
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
26
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,
2002 : 33).
• Kualitas audit sebagai variabel dependen (variabel terikat). Variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel independen (Sugiyono 2002 : 33).
Bertitik tolak dari teori yang telah dikemukakan oleh De Angelo (dalam
Deis dan Giroux, 1992) dan pengembangan yang dilakukan oleh Alia Ariesanti
(2001), maka dapat digambarkan suatu alur pemikiran yang tertuang dalam
skema kerangka teoritis berikut ini:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 1
Skema Kerangka Teoritis
Dari uraian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari
beberapa faktor keahlian dan independensi auditor yaitu: komponen
pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan
keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan
telaah rekan auditor terhadap kualitas audit. Dimana faktor tersebut dijabarkan
dari faktor keahlian dan independensi yang dimiliki auditor berdasarkan pada
penelitian Murtanto (1998) dan Fogarty (1996)
H. Hipotesis
1. Komponen pengetahuan 2. ciri-ciri psikologis 3. kemampuan berfikir 4. strategi penentuan keputusan 5. analisis tugas 6. lama ikatan dengan klien 7. tekanan dari klien 8. telaah rekan auditor
Kualitas Audit
27
Untuk dapat mengidentifikasikan pengaruh dari beberapa faktor keahlian
dan independensi auditor terhadap kualitas audit, hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh Murtanto (1999), bahwa faktor-faktor yaitu: komponen
pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan
keputusan dan analisi tugas, dan penelitian yang dilakukan Fogarty (1996),
Pany dan Reckers (1980) dan Supriyono (1988), bahwa komponen lama ikatan
dengan klien (tenure), tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor (peer
review) sebagai komponen independensi auditor dalam melaksanakan tugas
audit. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, peneliti mencari pengaruh dari
beberapa faktor diatas terhadap kualitas audit. Sehingga peneliti merumuskan
hipotesis nol sebagai berikut :
H01 : adanya pengaruh komponen pengetahuan terhadap kualitas
audit.
H02 : adanya pengaruh ciri-ciri psikologis terhadap kualitas audit.
H03 : adanya pengaruh kemampuan berfikir terhadap kualitas audit.
H04 : adanya pengaruh strategi penentuan keputusan terhadap kualitas
audit.
H05 : adanya pengaruh analisis tugas terhadap kualitas audit.
H06 : adanya pengaruh lama ikatan dengan klien terhadap kualitas
audit
H07 : adanya pengaruh tekanan dari klien terhadap kualitas audit.
H08 : adanya pengaruh telaah rekan auditor terhadap kualitas audit
H09 : adanya pengaruh secara bersama-sama kedelapan variabel
independen terhadap kualitas audit
28
I. Identifikasi dan Metode Pengukuran Variabel
Penelitian ini dirancang sebagai studi empiris dan merupakan cross
sectional study yaitu studi yang dilakukan terhadap suatu objek pada satu
waktu tertentu. Untuk dapat mengidentifikasikan pengaruh dari faktor-faktor
terhadap kualitas audit.
Definisi Operasional Variabel
Definis operasional variabel adalah suatu definisi yang dinyatakan dalam
kriteria atau operasi yang dapat diuji secara khusus (Donald R.C dan william E,
1997). Oleh karena itu definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Kualitas Audit
Kualitas audit sebagai standar mutu audit yang dihasilkan auditor,
dapat juga berarti mutu profesional auditor. Dalam penelitian ini kualitas
audit yang dijabarkan adalah kualitas pribadi auditor. Dalam pengukuran
kualitas audit sebagai variabel dependen faktor-faktor keahlian dan
independensi dijadikan faktor yang mempengaruhi (variabel independensi)
2. Faktor-faktor Keahlian Auditor
Keahlian auditor sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit
dijabarkan peneliti menjadi lima komponen berdasarkan penelitian
Murtanto (1998), yaitu: pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan
berfikir, strategi penentuan keputusan, dan analisis tugas. Keahlian
peneliti jadikan sebagai faktor penentu kualitas audit, dikarenakan pada
penelitian sebelumnya (alia Ariesanti, 2001) didapatkan pengaruh yang
signifikan antara keahlian terhadap kualitas audit.
Selain itu, merujuk pada standar umum yang berlaku (SPAP,
IAI:2001), yaitu terdiri dari :
29
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
3. faktor Independensi auditor
Independensi sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit
didefinisikan sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dijabarkan
peneliti kedalam tiga komponen, yaitu: lama ikatan dengan klien, tekanan
dari klien, dan telaah rekan auditor (Fogarty, 1996). Disamping itu juga
mengacu pada standar umum yang telah ditetapkan oleh IAI (SPAP:2001).
Pengukuran Variabel
Penelitian ini dirancang sebagai studi empiris dan merupakan cross
sectional study yaitu studi yang dilakukan terhadap suatu objek pada satu
waktu tertentu. Dimana dalam penelitian kali ini mencoba untuk
mengidentifikasikan pengaruh dari faktor-faktor keahlian dan independensi
auditor sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit.
KUALITAS
AUDIT
Ciri-ciri
Psikologis
Kemampuan
Berfikir
Strategi
Penentuan
Keputusan
Analisis
Tugas
Lama Ikatan
Dengan Klien
Pengetahuan
Faktor-faktor
keahlian
Faktor-faktor
independensi
30
GAMBAR 2
Kualitas audit sebagai variable dependen. Variabel independen terdiri
dari delapan faktor yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis,
kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisis tugas, lama
ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah dari rekan auditor. Kelima
komponen pertama dari variabel independen merupakan indikator dari keahlian
audit yang telah diteliti oleh Murtanto (1998), ketiga faktor berikutnya
merupakan indikator dari independensi auditor yang telah diteliti oleh Fogarty
(1996). Untuk selanjutnya peneliti menyajikan pengukuran variabel
independen kedalam tabel berikut .
KEAHLIAN ELEMEN PENGUKUR 1.Komponen Pengetahuan 1. pengetahuan mengenai prinsip akuntansi
dan standar audit 2. pengetahuan mengenai kondisi umum
perusahaan klien 3. Lama bekerja sebagai auditor di KAP4. Tingkat pendidikan auditor5. Pelatihan yang pernah diikuti auditor6. keahlian khusus, mis.pajak
2. Ciri-ciri Psikologis 1. Bertanggung jawab2. kemampuan berkomunikasi auditor 3. kemampuan untuk bekerja sama
3. Kemampuan berfikir 1.kemampuan mengakumulasi dan mengolah informasi
2. tingkat kecerdasan tinggi3. kemampuan beradaptasi
4. Strategi penentuan keputusan
1. strategi penentuan keputusan auditor
5. Analisis Tugas 1. Bantuan rekan auditor2. intuisi3. lama bekerja
Tekanan dari
Klien
Telaah Rekan
Auditor
31
4. pengalaman kerjaINDEPENDENSI ELEMEN PENGUKUR
1. Lama ikatan dengan klien
1. lama mengaudit klien2. intensitas ikatan dengan klien3. pemberian jasa lain
2. Tekanan dari klien 1. Fee audit 2. penggantian auditor3. fasilitas dari klien
3. Telaah rekan auditor 1. manfaat telaah2. hukuman terhadap audit yang buruk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tipologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berarti adalah
penelitian yang akan meneliti masalah-masalah yang berupa fakta-fakta saat ini
dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menguji atau
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang
diteliti. Tipe penelitian ini umumnya berkaitan dengan opini (individu,
kelompok, atau organisasional), kejadian, atau prosedur (Nur Indriantoro,
1998:26).
B. Populasi dan sampel
Penelitian dilakukan pada KAP yang berada di wilayah Jawa Tengah
dan DIY, dengan alasan semakin banyak jumlah KAP yang diteliti, semakin
banyak responden yang dapat diteliti.
32
Satuan pengamatan pada penelitian ini adalah para auditor pada setiap
levelnya yang bekerja di KAP, junior auditor, senior auditor, supervisor,
manajemen, dan partner.
Dalam penelitian ini, penulis tidak menentukan terlebih dahulu jumlah
sampel yang akan digunakan. Jumlah sampel yang diteliti didapat dari
kuesioner yang kembali dan telah terseleksi kelengkapannya. Dari sejumlah
KAP yng berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang dianggap sebagai
populasi, peneliti bermaksud mengambil sampel semaksimal mungkin dengan
metode sampling convienience yaitu pengumpulan informasi dari anggota
populasi yang dengan baik sekali/dengan mudah dapat menyediakan informasi
(Sekaran, 2000). Oleh karena itu, peneliti membagikan kuesioner sebanyak
mungkin kepada responden. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
adanya kemungkinan tidak didapatnya jawaban dari responden. Alasan lain
adalah agar data yang terkumpul tetap memenuhi kriteria pengolahan data.
Menurut buku directory IAI Kompartemen Akuntan Publik tahun 2001-2002,
KAP di wilayah Jawa Tengah dan DIY tersebar di kota, yaitu: Semarang,
Purwokerto, Yogyakarta, dan Surakarta.
C. Teknik Pengumpulan data
Jenis Data Yang Dikumpulkan :
1. Data Primer
Sekaran (2000: 221) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari individu, kelompok-
kelompok tertentu, dan juga responden yang telah ditentukan secara
33
spesifik oleh peneliti yang memiliki data secara spesifik dari waktu ke
waktu.
Instrumen Data Primer :
Survey dalam bentuk kuesioner dan wawancara merupakan cara yang
ditempuh untuk mendapatkan data primer. Tujuan pokok pembuatan
kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan
survey dengan validitas dan reliabilitas yang setinggi mungkin
(Singarimbun dan Effendi, 1999:175).
Kuesioner dinyatakan dalam bentuk Closed Questions dan Open-
Ended Questions. Sekaran (2000:237) mengatakan bahwa tujuan
penggunaan Closed Questions dalam suatu kuesioner adalah untuk
membantu responden dalam membuat keputusan secara cepat dalam
memilih berbagai alternatif pernyataan yang tersedia sedangkan Open-
Ended Questions mengarahkan responden untuk menjawab pertanyaan
dengan cara mereka sendiri. Open Ended Question dalam kuesioner ini
lebih mengarah pada pertanyaan yang bersifat mengupas pendapat
responden mengenai faktor lain yang mereka anggap mampu untuk
dijadikan indikator untuk menilai kualitas audit. Closed Questions juga
memudahkan peneliti dalam memberi kode untuk analisis yang akan
dilakukan.
Teknik Pengumpulan dan Penyebaran Data Primer:
Penyebaran data itu sendiri akan dilakukan dengan dua cara, yaitu
melalui pos dan mendatangi responden secara langsung. Untuk responden
34
di luar wilayah Kotamadya Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) peneliti akan akan mengirimkan kuesioner melalui pos, sedangkan
untuk responden di kedua wilayah tersebut peneliti akan mendatangi
rsponden secara langsung. Peneliti akan mendatangi responden sedikitnya
dua kali. Kunjungan pertama untuk menyerahkan kuesioner, kunjungan
kedua dilakukan satu minggu setelah kunjungan pertama untuk mengambil
kuesioner yang telah diisi responden. Untuk kuesioner yang belum terisi,
peneliti akan mengambilnya pada kunjungan ketiga, satu minggu setelah
kunjungan kedua.
Digunakannya jasa pos untuk menyebarkan kuesioner di luar
wikayah Kotamadya Surakarta dan DIY memiliki banyak kelemahan,
antara lain:
1. besar kemungkinan yang menjawab kuesioner bukanlah sasaran yang
dituju dalam penelitian,
2. besar kemungkinan responden menjawab dengan asal-asalan,
3. besar kemungkinan kuesioner tidak kembali, juga
4. memerlukan waktu yang cukup lama.
Walaupun metode pos mempunyai kelemahan-kelemahan di atas,
namun mengingat penulis tinggal di wilayah Kotamadya Surakarta,
maka metode tersebut sangat menghemat biaya dan tenaga. Untuk
memperkecil kemungkinan resiko yang ditimbulkan oleh kelemahan-
kelemahan metode pos, penulis sebelumnya menghubungi via telepon
KAP yang bersangkutan dengan menjelaskan maksud dan tujuan
35
penyebaran kuesioner serta permohonan agar kuesioner tersebut
disebarkan kepada masing-masing level di KAP dan bantuan untuk
mengirimkan kembali jawaban yang telah terisi kedalam amplop dan
perangko balasan yang telah disediakan.
Dengan mendatangi sendiri responden KAP yang ada di wilayah
Surakarta dan DIY minimal dua kali, maka biaya yang dikeluarkan akan
lebih banyak jika dibandingkan melalui pos. Selain itu, metode ini akan
banyak menyita waktu dan tenaga.
Walaupun metode mendatangi langsung responden memilki
kelemahan-kelemahan seperti disebutkan diatas, namun penulis
menganggap keuntungan dari metode ini lebih banyak, antara lain:
1. dapat dipastikan bahwa yang berpartisipasi adalah mereka yang
benar-benar memiliki kepentingan dengan penelitian ini,
2. kemungkianan jawaban kuesioner hanya diisi secara asal-asalan oleh
subjek dapat diperkecil,
3. kemungkinaan yang mengisi kuesioner adalah bukan sasaran dapat
diperkecil, juga
4. waktu yang diperlukan lebih sedikit.
Dengan kelebihan-kelebihan dalam metode pengumpulan data
ini, maka diharapkan data dapat memenuhi kriteria pengolahan dan hasil
penelitian dapat menggambarkan keadaan yangs sesungguhnya.
1. Data Sekunder
36
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dari responden yang diteliti karena data tersebut dinyatakan dalam bentuk
publikasi baik oleh media massa maupun oleh laporan tertulis yang
dipublikasikan secara tidak langsung oleh responden melalui berbagai
media, web sites, internet maupun oleh pemerintah (Uma Sekaran, 2000:
221).
Instrumen Data Sekunder :
Jurnal-jurnal ilmiah, literatur-literatur yang berkaitan dengan
pokok bahasan yang diteliti serta artikel yang memuat tentang
permasalahan yang dirumuskan.
Teknik Pengumpulan Data Sekunder :
Untuk memperoleh data sekunder dilakukan studi pustaka
dengan membandingkan relevansi antara masalah yang diteliti dengan
literatur-literatur yang relevan, seperti jurnal-jurnal ilmiah dan artikel yang
bersangkutan.
C. Pengembangan instrumen
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data penelitian ini adalah
pengembangan tulisan Alia Arisanti (2001) mengenai keahlian dan
independensi auditor dan tulisan Murtanto dan Gundono (1999) mengenai
keahlian audit.
37
Atas dasar tesis Alia Ariesanti (2001) tersebut penulis merumuskan
faktor-faktor keahlian dan independensi untuk menilai kualitas audit. Dari
masing-masing faktor kemudian dikembangkan sejumlah pertanyaan, dengan
distribusi sebagai berikut:
1. Faktor pengalaman : 6 pertanyaan (no 1 - 6)
2. Pendidikan : 8 pertanyaan (no 7 - 14)
3. Lama ikatan dengan klien : 2 pertanyaan (no 15-17)
4. Tekanan dari klien : 2 pertanyaan (no 17– 8)
5. Telaah rekan auditor : 4 pertanyaan (no 19-22)
Saat ini penulis ingin mengembangkan kuesioner tersebut kedalam
pernyataan yang lebih kompleks dengan menambah 8 pertanyaan, karena
adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen (X1)
yaitu keahlian auditor. Perubahan faktor-faktor tersebut mengikuti penelitian
yang telah dilakukan oleh Murtanto dan Gudono (1999), yang membagi
variabel keahlian auditor kedalam 5 faktor, yaitu: komponen pengetahuan,
ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, dan
analisis tugas. Sehingga terjadi perubahan dalam susunan pertanyaan sebagai
berikut:
1. Komponen pengetahuan : 11 pertanyaan (no 1 - 11)
2. Ciri-ciri psikologis : 4 pertanyaan (no 12-15)
3. Kemampuan berfikir : 6 pertanyaan (no 16-21)
4. Strategi penentuan keputusan : 3 pertanyaan (no 22-24)
5. Analisis tugas : 6 pertanyaan (no 25-30)
38
6. Lama ikatan dengan klien : 4 pertanyaan (no 1 – 4 )