Page 1
ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT (YOHIMBIN
HIDROKLORIDA) PADA JAMU SEDIAAN PADAT DENGAN
MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
TUGAS AKHIR
Oleh:
RUT NURHAYATI
NIM 162410034
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 4
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan
BerkatNya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas
Akhir ini merupakan syarat memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) pada Program
Studi Analis Farmasi Dan Makanan. Dalam rangka memenuhi syarat tersebut, dan
didorong oleh keinginan untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman,
penulis menyusun Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Bahan Kimia Obat
(Yohimbin Hidroklorida) pada Jamu Sediaan Padat dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis”.
Dalam peyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak menerima bimbingan
dan, arahan, saran serta dukungan dari berbagai pihak sehingga dengan keikhlasan
dan dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
- Prof. Dra. Masfria, M.S., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatra Utara.
- Sri Yuliasmi, S.Farm,.,M.Si.,Apt., selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
Tugas Akhir.
- Popi Patilaya, S.S. M.sc., Apt. Selaku kaprodi Analis Farmasi dan
Makanan.
- Kepada orang tua penulis yang sangat disayangi, abang dan kakak tercinta
yang selalu untuk memberi motivasi, dukungan dan kasih saying.
- Teman-teman seperjuangan Jurusan Analis Farmasi Dan Makanan, yang
selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 5
ii
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan Tugas
Akhir ini, dengan segala keterbatasan yang dimiliki maka penulis menerima setiap
saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan pada Tugas Akhir
ini. Demikian penyusunan Tugas Akhir ini, akhir kata diucapkan terima kasih,
semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Medan, Juli 2019
Penulis
Rut Nurhayati
NIM. 162410034
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 6
ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT(YOHIMBIN HIDROKLORIDA)
DALAM JAMU SEDIAAN PADAT SECARA KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS
ABSTRAK
Latar Belakang : Bahan kimia obat merupakan senyawa kimia obat yang
ditambahkan dengan sengaja kedalam jamu, dengan tujuan agar efek yang
diinginkan tercapai lebih cepat dari biasanya.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada tidaknya bahan kimia
obat dalam jamu sediaan padat.
Metode : Analisis ini dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis sesuai
dengan prosedur dan alat kromatografi yang digunakan di laboratorium obat
tradisional BPOM Medan.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu sediaan padat setelah dianalisis
tidak mengandung bahan kimia obat dan layak untuk dikonsumsi.
Kesimpulan : Sampel jamu sediaan padat memenuhi kualitas mutu obat yaitu
tidak terdapatnya bahan kimia obat.
Kata kunci : bahan kimia obat, jamu, kromatografi lapis tipis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 7
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamu............................................................................................................ 3
2.2 KLT............................................................................................................. 6
2.2.1 Bahan dan Teknik KLT...................................................................... 7
2.2.2 Fase Gerak pada KLT….................................................................... 7
2.3 Yohimbin..................................................................................................... 8
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat............................................................................................................... 12
3.2 Bahan............................................................................................................ 12
3.3 Baku Pembanding......................................................................................... 12
3.4 Pereaksi......................................................................................................... 12
3.5 Prosedur........................................................................................................ 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil............................................................................................................. 15
4.2 Pembahasan.................................................................................................. 15
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 17
5.2 Saran........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 8
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
4.1 Hasil Analisis BKO.................................................................................... 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 9
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Logo Jamu........................................................................................ 4
2.2 Pohon Yohimbin……....................................................................... 11
2.3 Kulit Batang Yohimbin..................................................................... 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamu adalah obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan,
mineral, sari atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang digunakan dalam
upaya pengobatan berdasarkan pengalaman masyarakat. Jamu telah digunakan
secara luas oleh masyarakat Indonesia. Khasiat jamu sebagai obat selama ini
didasarkan pada pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu
yang lama. Salah satu bentuk penyajian jamu yang ada di Indonesia diantaranya
berupa jamu serbuk (Anief, 1991).
Pengujian standarisasi jamu meliputi parameter spesifik dan parameter
nonspesifik. Parameter spesifik ini terdiri dari pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, penetapan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol. Sedangkan
parameter nonspesifik terdiri dari penetapan susut pengeringan, penetapan kadar
air dengan destilasi, kadar abu total, abu larut air, abu tidak larut asam, uji
cemaran mikroba dengan metode ALT (Angka Lempeng Total). Untuk kadar air
dilakukan secara destilasi dengan persyaratan yaitu dibawah 10%. Pemeriksaan
lain meliputi analisis kromatografi lapis tipis (KLT), analisis BKO (Bahan Kimia
Obat. Dan untuk jamu sendiri harus tidak mengandung BKO (Depkes, 2000).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan
dimasyarakat terutama didaerah pedesaan yang masih kaya dengan
keanekaragaman tumbuhannya. Sejumlah besar obat baru yang disebarluaskan
dipasaran setiap tahunnya menyebabkan interaksi baru antar obat akan semakin
sering tejadi, salah satu diantaranya adalah yohimbin. Yohimbin ini berasal dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 11
2
tanaman Pausinystalia Yohimbe yang tumbuh di Afrika. Yohimbin ini telah
digunakan sebagai obat kuat pada pria dan yohimbin ini berinteraksi dengan
obat konvensional. Di Afrika para pribumi telah menggunakannya untuk
meningkatkan daya seksual dan telah digunakan berabad-abad sebagai zat
perangsang. Saat ini yohimbin sering digunakan untuk mengobati impoten pada
pria dan wanita. Saat dicerna, yohimbin ini tercampur dengan aliran darah ke
genital dan bermanfaat bagi pria dan wanita. Selain manfaatnya sebagai zat
perangsang, yohimbin juga dapat digunakan sebagai antioksidan yang kuat.
Yohimbin dapat mencegah penyumbatan pembuluh arteri, meningkatkan libido
dan mampu membantu mencegah serangan jantung (Gitawati, 2008).
1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui ada tidaknya bahan kimia obat (yohimbin) dalam
sampel jamu.
- Untuk mengetahui apakah sampel jamu memenuhi syarat atau tidak.
1.3 Manfaat
- Untuk mengetahui ada tidaknya bahan kimia obat (yohimbin) dalam
sampel jamu.
- Untuk mengetahui apakah sampel jamu memenuhi syarat atau tidak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 12
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamu
Pengobatan dengan menggunakan jamu yang berbahan dasar tanaman obat
memiliki beberapa keuntungan, yaitu relatif aman untuk dikonsumsi dan memiliki
toksisitas yang rendah. Alasan tersebutlah yang menyebabkan penggunaan jamu
pada saat ini cenderung meningkat, baik di Negara maju maupun Negara
berkembang. Berdasarkan Kemenkes-BPPT (2010) sampai saat ini sekitar 80%
populasi penduduk dunia di Negara berkembang masih menggunakan pengobatan
tradisioanl, berupa ramuan bahan herbal yang di Indonesia disebut jamu, untuk
menjaga kesehatan dan kecantikan. Diantara nya jamu serbuk, jamu serbuk yang
telah diedarkan dan telah dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar
kualitas dan keamanannya secara mikrobiologis untuk dikonsumsi. Hal tersebut
didasarkan pada ketentuan BPOM sehingga jamu tersebut sangat perlu diuji dan
dianalisis kelayakan konsumsinya berdasarkan efek penggunaannya (Suharmiati
dan Handayani, 2006).
Obat tradisional adalah ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang digunakan secara turun-menurun untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat
tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang
sering juga disebut dengan bahan kimia obat (BKO). BKO dalam obat tradisional
inilah yang menjadi titik penjualan produsen. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 13
4
secara tidak terkontrol, baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan demi
meningkatkan penjualan dikarnakan konsumen tersebut menyukai produk obat
tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh (Yuliarti, 2010).
Gambar 2.1 Logo Jamu (Wasito, 2008).
Bahan kimia obat merupakan senyawa kimia obat yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam jamu, dengan tujuan agar efek yang diinginkan bereaksi
lebih cepat dari biasanya. Salah satu cara yang paling tepat dan sederhana untuk
mendeteksi adanya bahan kimia obat dalam jamu adalah dengan mengamati efek
penyembuhan yang dirasakan oleh konsumen. Jika efek penyembuhan yang
dirasakan cepat maka kemungkinan besar jamu tersebut mengandung bahan kimia
obat dengan dosis yang cukup tinggi (BPOM, 2009).
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi
rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan bahkan menyembuhkan penyakit.
Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan. Obat
tradisional juga merupakan obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-
temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Obat-
obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini penggunaannya
cukup mudah dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 14
5
maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena
tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di
masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga (Wasito, 2008).
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis pada penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia telah dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu: (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; (3) Fitofarmaka. Jamu
adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional dalam berbagai bentuk,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.
Golongan ini tidak terlalu memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris karna memang jamu ini telah digunakan secara
turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, dan
telah dibuktikan keamanan dan manfaatnya secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu (Suryana, 2011).
Berbeda dengan fitofarmaka, jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional
yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun
larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun-temurun dan tidak
melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu
(Suryana, 2011):
- Aman untuk dikonsumsi
- Khasiatnya harus berdasarkan data empiris (pengalaman).
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Sebuah ramuan disebut jamu
jika telah digunakan masyaraka melewati 3 generasi. Artinya bila umur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 15
6
satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan
minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana
pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada
penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal
terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa
ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi dan
memenuhi syarat yang berlaku.
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi ialah suatu proses pemisahan yang memiliki analit-analit
didalam sampel. Didalam proses pemisahan ini terdapat 2 fase, yaitu fase diam
dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk
molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat
atau dilapiskan pada dinding kolom. Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau
cairan. Jika dalam penggunaannya gas digunakan sebagai fase gerak, maka
prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga
kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair. Kromatografi
merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam analisis sediaan
farmasetik karna penggunaanya yang sederhana. Reaksi terhadap parameter-
parameter yang terjadi berpengaruh terhadap kinerja kromatografi ini dan akan
meningkatkan sistem kromatografi sehingga akan dicapai suatu pemisahan yang
baik (Rohman, 2008).
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis; yang keduanya sering disebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 16
7
dengan kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT); (d)
kromatografi gas (KG). Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan
kromatografi kertas (KKr) dengan bermacam variasinya pada umumnya dikenal
sebagai kromatografi planar. Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh
Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis ini, fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) sedangkan pada permukaan
bidang datar didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik.
Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat juga dikatakan sebagai bentuk
terbuka dari kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis dalam pengerjaannya
lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Karna
peralatan yang digunakan pun lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua
laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Rohman, 2008).
2.2.1 Bahan dan Teknik KLT
1. Penjerap atau fase diam
Fase diam yang paling sering digunakan pada KLT adalah silika dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak
atau sebaliknya yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis
yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah diubah,
dan digunakan untuk pemisahan. Beberapa penjerap KLT serupa dengan penjerap
yang digunakan pada KCKT. Kebanyakan penjerap harus dikontrol ukuran
partikelnya dan luas permukaannya. Beberapa prosedur dari kromatografi,
terutama pemisahan yang menggunakan larutan pengembang anhidrat,
mensyaratkan adanya kandungan air dalam silika. Syarat kandungan air yang ideal
adalah antara 11-12% b/b. Lempeng silika gel ini dapat diubah untuk membentuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 17
8
penjerap fase terbalik dengan cara mengolah dan dengan menggunakan parafin
cair, minyak silikon, atau dengan lemak. Lempeng fase terbalik jenis ini juga
dapat digunakan untuk identfikasi jenis-jenis hormon yang mengandung steroid
(Rohman, 2008).
2.2.2 Fase Gerak pada KLT
Fase gerak pada KLT dapat dipilih sesuai penggunaannya, tetapi
lebih sering dengan mencoba-coba karna waktu yang diperlukan pun hanya
sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran dua
pelarut organik karna daya elusi campuran kedua pelarut ini sangat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak (Rohman, 2008):
- Fase gerak yang digunakan harus mempunyai kemurnian yang sangat
tinggi karna KLT merupakan teknik pemisahan yang sensitif.
- Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga R,
solut terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
- Untuk teknik pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut
yang berarti juga dapat menentukan nilai R. Penambahan pelarut yang
bersifat sedikit polar seperti dietil eter kedalam pelarut non polar seperti
metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
- Untuk jenis solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol
dengan perbandingan tertentu, penambahan sedikit asam etonoat atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 18
9
amonia masing-masing akan meningkatkan elusi solut-solut yang bersifat
basa dan asam.
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas dapat dikategorika
“kromatografi planar”. KLT merupakan salah satu metode yang paling sederhana
dan banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
teknik pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu
sebuah bejana tertutup atau sering disebut sebagai chamber yang berisikan pelarut
dan lempeng KLT. Pelaksanaan analisis dengan KLT ini diawali dengan
menotolkan alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT),
untuk membentuk zona awal pemisahan. Kemudian sampel dikeringkan dan ujung
fase diam yang terdapat pada zona awal tersebut kemudian dicelupkan ke dalam
fase gerak ke dalam chamber. Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa
didasarkan pada perbandingan nilai Rf dengan nilai Rf standar. Nilai Rf
umumnya tidak selalu sama sekalipun pada tempat yang sama bahkan sekalipun
analisis yang berbeda dalam tempat yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan
penggunaan Rf relatif yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingkan noda senyawa
lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf
bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran pada lempeng, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak bahkan metode persiapan
sampel KLT sebelumnya (Wulandari, 2011).
Pada metode analisis KLT, beberapa persiapan harus dipenuhi untuk
mendapatkan hasil pemisahan sampel yang baik yaitu meliputi preparasi sampel,
penanganan lempeng KLT, penanganan eluen, penanganan chamber tempat elusi,
aplikasi sampel, proses pengembangan sampel dan evaluasi noda. Sebelum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 19
10
melakukan preparasi sampel terlebih dahulu ditentukan jenis sampel dan sifat
fisika kimia analit yang akan dianalisis. Jenis sampel terbagi menjadi sampel
larutan jernih, sampel larutan keruh, sampel semisolid (setengah padat), bahkan
sampel padat. Sifat fisika kimia yang harus diketahui sebelum melakukan
preparasi sampel adalah kelarutan analit dan stabilitas analit. Penyaringan sampel
juga merupakan tahapan penting pada preparasi sampel. Penyaringan dapat
memperbaiki kromatogram yang dihasilkan dan mempermudah penotolan sampel
karna dapat memisahkan analit dari partikel-partikel yang ada dalam larutan
sampel (Wulandari, 2011).
Lempeng KLT bersifat rapuh dan harus dilakukan dengan benar mulai dari
pembukaan kemasan sampai ketahap dokumentasi. Pendukung sorben yang paling
umum digunakan pada lempeng KLT adalah aluminium foil, film plastik dan
piring kaca. Pendukung sorben yang paling banyak digunakan adalah aluminium
foil. Lempeng yang telah dimurnikan dengan cara pencucian akan memiliki latar
belakang yang lebih bersih dan lebih seragam saat diamati secara visual maupun
dengan lampu deteksi (Wulandari, 2011).
2.3 Yohimbin
2.3.1 Klasifikasi
Famili : Rubiaceae (bedstraw)
Suku : Naucleeae
Genus : Pausinystalia L
Spesies : Pausinystalia yohimbe (K.Schum) Pierre ex beille
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 20
11
Sinonim : Corynanthe yohimbe, Coeynanthe johimbin (Kuhlmann,
1999).
Yohimin hidroklorida berasal dari alkaloid utama kulit yohimbe, yang
merupakan satu-satunya elemen yang dapat dilakukan identifikasi dan penilaian
bahaya. Efek yohimbin HCL sangat bervariasi dari satu individu ke individu
lainnya. Metode dalam pembuatan yohimbin ini, yaitu kulit kering dari ranting
dan tangkai yohimbe ada yang digunakan secara keseluruhan, dipotong atau
ditumbuk menjadi bubuk untuk digunakan sebagai obat, yohimbin dapat juga
ditawarkan sebagai ekstrak. Yohimbin memiliki komponen utama, yaitu dapat
diperoleh dari kulit kayu atau disintesis secara kimia (Kommission, 1990).
Gambar 2.2 Tanaman pohon Yohimbin (Gitawati, 2008).
Yohimbin, alkaloid utama terjadi pada obat-obatan dan yohimbin HCL
untuk dapat mengobati disfungsi ereksi. Bisa diambil dalam bentuk teh, atau
dalam kapsul dan tablet. Ekstrak kulit Yohimbin pada awalnya digunakan di
Afrika tropis sebagai stimulan dan tonik untuk pria. Sedikit yang diketahui
tentang frekuensi penggunaan, metode konsumsi, jumlah yang dikonsumsi. Saat
ini digunakan untuk mengobati disfungsi seksual dan masalah ereksi dan dapat
dikonsumsi dalam bentuk teh atau kapsul maupun dalam bentuk tablet
(Kuhlmann, 1999).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 21
12
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah corong pisah 250 ml, erlenmeyer 125
ml, penangas air, dan seperangkat peralatan KLT.
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah lempeng silika gel F254
3.3 Baku Pembanding
Adapun baku pembanding yang digunakan adalahYohimbin Hidroklorida
3.4 Pereaksi
Adapun pereaksi yang digunakan adalah air bebas mineral, metanol, etil
asetat, etanol, sikloheksan, dietilamin, amonia, natrium hidroksida, asam
hidroksida.
3.5 Prosedur
1. Larutan Uji
Penetapan bobot rata-rata terlebih dahulu dilakukan terhadap minimal 10
bungkus/kapsul/tablet. Sejumlah serbuk obat tradisional dihomogenkan kemudian
ditimbang seksama setara dengan satu atau dua dosis, dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer 125 ml, ditambah 40 ml air bebas mineral, diasamkan dengan larutan
asam hidroklorida 1 N sampai pH 2, lalu dikocok selama 30 menit. Larutan
disaring dan dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml, kemudian dibasakan
dengan penambahan larutan natrium hidroksida 1 N sampai pH 13. Selanjutnya
diekstraksi tiga kali, tiap kali dengan 40 ml etil asetat. Ekstrak etil asetat
dikumpulkan, kemudian diuapkan diatas tangas air atau penguap putar vakum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 22
13
pada suhu 50oc sampai kering. Residu dilarutkan dengan etanol hinga 5,0 ml dan
disaring bila perlu (Larutan A).
2. Larutan Baku
Sejumlah 5 mg baku yohimbin hidroklorida ditimbang dengan saksama dan
dimasukkan kedalam labu tentukur 5 ml kemudian ditambahkan 2 ml etanol,
disonifikasi hingga larut, dan diencerkan dengan etanol sampai tanda (Larutan B).
3. Larutan Spiked Sample
Dengan cara yang sama seperti pada pembuatan larutan uji, diekstraksi satu
dosis sampel yang ditambah sejumlah 5 mg baku yohimbin hidroklorida yang
ditimang saksama (Larutan C).
4. Cara Penetapan
a. Secara KLT
Larutan A,B dan C ditotolkan secara terpisah dan dilakukan KLT dengan
kondisi sebagai berikut :
Fase diam : Silika gel 60 F254 ukuran 20 x 10 cm atau disesuaikan
Fase gerak :
- Eluen A : Etil asetat – Metanol-Amonia (85 : 10 : 5)
- Eluen B : Toluen – Etil asetat – Dietilamin (70 : 20 : 10)
Aplikasi Sampel :
- Volume. Penotolan : 25 µL
- Tipe penotolan : pita
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 23
14
Kondisi eluasi :
Automatic Manual
Jarak Rambat 7,5 cm 15 cm
Waktu Penjenuhan 20 Menit Deteksi penjenuhan
dengan kertas saring
Waktu Pengeringan 5 Menit Dikeringkan pada suhu
kamar
Bercak diamati dan direkam. Bercak yang sejajar dengan larutan baku, kemudian
dihitung nila Rf masing-masing.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 24
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Untuk hasil Analisis bahan kimia obat (BKO) dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis pada sediaan jamu padat. Sampel yang dipakai
adalah sampel X dengan fase gerak Eluen :Metanol : Amoniak ( 100 : 1,5) dan
fase diam silika gel254 diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Perhitungan dapat dilihat di lampiran.
Tabel 4.1 Hasil analisis BKO dengan KLT
Nama Zat Volume
Penotolan
Tinggi
Bercak (cm)
Harga Rf Warna
Yohimbe 25 µl 12,9 0,86 Tidak
berwarna
Sampel X 25 µl 10 0,66 Tidak
berwarna
Analisis bahan kimia obat (Yohimbin) diperoleh hasil yang negatif dan
memenuhi syarat. Didalam jamu sediaan padat tidak mengandung bahan kimia
obat .Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan KLT dan hasil plat nya
diamati dibawah sinar UV untuk Yohimbin tidak berfluorensensi atau tidak
berwarna inilah yang menandakan bahwa jamu tersebut tidak mengandung bahan
kimia obat dan aman untuk dikonsumsi. Harga Rf untuk Yohimbin yaitu 0,86.
Sedangkan harga Rf untuk sampel X yaitu 0,66 dan setelah diamati dibawah sinar
UV tidak menghasilkan warna. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 25
16
yang berlaku, obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik berkhasiat obat yang sering disebut dengan bahan kimia obat (BKO).
Metode pemisahan pada kromatografi sangat tergantung dari jenis fase
diam yang digunakan. Jenis fase diam yang digunakan menentukan interaksi yang
terjadi antara analit fase diam dengan fase gerak. Senyawa terpisah karna
perbedaan polaritas. Analit akan cenderung lebih larut dalam fase dengan polaritas
yang sama. Analit akan berpartisi diantara dua fase yaitu fase padat-cair dan fase
cair-cair. Ketika analit berpartisi diantara fase padat dan cair maka faktor
utamanya adalah pemisahan dengan adsorbsi, sedangkan bila analit berpartisi
diantara fase cair dengan fase cair maka faktor utama pemisahannya adalah
kelarutan. Untuk noda yang berwarna evaluasi noda dapat dilakukan dengan
visualisasi langsung pada lempeng KLT dengan menggunakan cahaya matahari,
atau dapat dibantu dengan menggunakan lampu UV. Untuk noda yang tidak
berwarna, dapat dilakukan dengan penyemprotan atau pencelupan kedalam
pereaksi penampak noda (Wulandari, 2011).
Ada beberapa faktor-faktor yang menentukan harga Rf, yaitu pelarut,
suhu, ukuran dari bejana, kertas, dan sifat dari campuran. Harga Rf biasanya
dinyatakan sebagai fraksi. Perbedaan dalam harga-harga Rf untuk dua senyawa
yang dipisahkan tergantung pada besarnya noda-noda dan panjangnya aliran pada
pelarut. Cara yang paling mudah dalam pengukuran Rf adalah dengan
menggunakan mistar. Dalam penentuan harga Rf ini perlu mengukur dari pusat
pita atau noda (Sastrohamidjojo, 1985).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 26
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Analisis bahan kimia obat (BKO) dengan menggunakan metode KLT dalam
jamu sediaan padat sampel X tidak mengandung bahan kimia obat dan layak
untuk dikonsumsi.
- Harga Rf yang diperoleh untuk Yohimbin 0,86 dan sampel X harga Rf nya
adalah 0,66
5.2 Saran
Jamu yang diedarkan dikalangan masyarakat diharapkan dapat dipertahankan
kualitas mutunya agar tidak mengandung bahan kimia obat yang berbahaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 27
18
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktek, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
BPOM . Badan POM RI. (2009). Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di
Bidang Obat Tradisional, Biro Hukum dan Humas. Jakarta: BPOM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Gitawati, R. (2008). Interaksi Obat dengan Beberapa Implikasinya.Media Litbang
Kesehatan Volume XVII Nomor 4. Available from.
Kommission, E. (1990). Yohimbe Cortex. Bundesanzeiger 22a.
Kuhlmann, H. (1999). Yohimbin. Potenzkraft von Aquator. Pharmazeutische
Zeitung.
Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Suharmiati dan Handayani, L. (2006). Cara Benar Meracik Obat Tradisional.
Jakarta: Agro Pustaka.
Suryana, A. M. (2011). Kandungan Gizi dan Senyawa Aktif Jamu Tradisional
untuk Kesehatan. Bogor: Fakultas Pertanian Instirur Pertanian Bogor.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 28
19
Wasito, H. (2011). Obat Tradisonal Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. Jember: Penerbit PT Taman
Kampus Presindo.
Yuliarti, N. (2010). Sehat, Cantik, dan Bugar dengan Herbal dan Obat Tradisional,
Andi offset. Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA