Top Banner

of 28

Analisa Usaha Bidang Perikanan Br

Mar 02, 2016

Download

Documents

analisa manajemen perikanan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Analisa Usaha Bidang Perikanan Usaha Budidaya Rumput Laut (seaweed culture) Metoda Rakit Apung BAB IPENDAHULUAN1.1LATAR BELAKANGPotensi sumberdaya kelautan dan perikanan kita sangat kaya dan beragam. Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2dengan panjang garis pantai 81.000 km yang diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Selain potensi alami sumberdaya hayati terdapat pula potensi produksi, berupa lahan untuk pengembangan budidaya laut. Terdapat potensi lahan untuk budidaya rumput laut seluas 2 juta ha (20% dari total potensi lahan perairan laut berjarak 5 km dari garis pantai); dengan volume 46,73 juta ton pertahun. Sampai saat ini baru dimanfaatkan sekitar 0,7 juta ton pertahun.

Rumput laut merupakan salah satu komoditi kelautan dan perikanan yang telah dimanfaatkan sejak lama sebagai komoditi ekspor. Rumput laut ( seaweed ) merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp., Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Sejak zaman dulu rumput laut telah digunakan manusia sebagai makanan dan obat-obatan. Rumput laut kadang disebut juga ganggang laut tumbuh subur di wilayah Biak (Irian Jaya), Takalar, Sulawesi Selatan, Lampung, Semarang, Sumenep, Maluku, Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, serta di pantai Bali antar lain di Pulau Nusa Penida, Nusa Dua, Canggu Kabupaten Badung dan Buleleng.

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya yang berbasis keunggulan komparatif untuk menggerakkan ekonomi dengan dukungan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prospek pasar produk olahan rumput laut dimasa mendatang menunjukkan adanya peningkatan; hal ini disebabkan oleh perkembangan yang cukup pesat jumlah penduduk Negara kita dan berkembangnya diversifikasi produk olahan rumput laut. Jumlah penduduk yang cukup besar ini merupakan pasar potensial bagi produk olahan rumput laut; baik sebagai sumber bahan pangan, farmasi, kosmetika maupun industry industry lainnya.

Pengembangan budidaya rumput laut harus pula diikuti dengan pengembangan industri pengolahannya; karena nilai tambah rumput laut sebagian besar terletak pada industri pengolahannya. Kenyataan menunjukkan bahwa industri yang mengolah rumput laut dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi belum begitu banyak di Indonesia.

Sudah banyak informasi mengenai budidaya rumput laut tetapi informasi tersebut kurang memadai, terlebih bagi lembaga perbankan. Untuk itu diperlukan suatu informasi yang komprehensif dari suatu usaha budidaya dan pembinaan langsung pada nelayan. Satu hal yang sangat penting adalah pola pembiayaan usaha. Dalam rangka memberikan pembiayaan para nelayan, perbankan selayaknya mendapatkan informasi yang menyangkut berbagai aspek, tidak saja aspek budidaya dan pengolahannya tetapi termasuk aspek kalkulasi usaha dan pemasaran. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan perbankan tidak ragu untuk membiayai usaha budidaya rumput laut. Untuk itu disaat para pembudidaya melakukan usaha, suatu analisis usah sangat diperlukan, agar terjadinya suatu usaha yang dapat berkelanjutan, tidak hanya 1 siklus saja, seperti budidaya rumput laut jenisEucheuma cottonii.

1.2TUJUANBudidaya rumput laut telah lama dilakukan oleh masyarakat kita khususnya yang bermukim di daerah pesisir, meskipun budidaya yang dilakukan masih bersifat tradisional. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi akuakultur khususnya teknologi polikultur, maka budidaya rumput laut telah diminati oleh masyarakat di beberapa daerah seperti di Biak (Irian Jaya), Takalar, Sulawesi Selatan, Lampung, Semarang, Sumenep, Maluku, Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara. Usaha perikanan yang dilakukan oleh seorang pengusaha harus menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Karena itu, perlu dilakukan analisis usaha. Tujuan analisa usaha adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan pengembalian investasi maupun titik impas suatu usaha. Berbagai antisipasi untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan perusahaan juga dapat dilakukan apabila dilakukan analisis usaha. Dengan adanya analisis usaha ini, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat budidaya rumput laut, dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan pengembangan usaha budidaya rumput laut di Indonesia, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup bagi masyarakat petani nelayan disekitarnya.

1.3RUMUSAN MASALAHKondisi kehidupan masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, mengingat padatnya aktivitas di wilayah pesisir memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas lingkungan. Kondisi ini dengan sendirinya akan mempengaruhi usaha baik di bidang perikanan tangkap maupun budidaya yang pada akhirnya juga berdampak pada ekonomi masyarakat pesisir(Dahuri, 2001dikutipTamarele, 2010).

Pada umumnya usaha perikanan tergantung pada musim. Kondisi tersebut sama halnya dengan usaha pembudidayaan rumput laut. Usaha perikanan yang dilakukan oleh seorang pengusaha harus menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Karena itu, perlu dilakukan analisis usaha. Analisis usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu jenis usaha. Analisa yang umum dipakai adalahBreak Even Point, Return On InvestmentdanBenefit Cost Ratio. Analisis usaha dalam perikanan sangat diperlukan mengingat ketidakpastian usaha yang cukup besar, apalagi usaha dan pengolahan sangat dipengaruhi oleh musim penangkapan.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah mengetahui kelayakan usaha budidaya rumput laut

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Usaha Perikanan BudidayaAkuakultur adalah kegiatan memproduksi ikan dalam wadah terkontrol dan berorientasi pada keuntungan. Berbeda dengan perikanan tangkap yang hanya memanen ikan di perairan. Pada akuakultur, pemanenan dilakukan setelah kegiatan pemeliharaan ikan yang mencakup persiapan wadah pemeliharaan, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta penangan hama dan penyakit. Secara umum, komoditas akuakultur digolongkan berdasarkan habitat, yaitu biota air tawar, air payau dan air laut sehingga sebagai usaha kegiatan bisnis dikenal budidaya air tawar, budidaya air payau, dan budidaya air laut (Effendi dan Oktariza, 2006).

Usaha perikanan budidaya adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan membiakan suatu organism air dan memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol. Pada usaha perikanan budidaya , orang yang disebut sebagai pembudidaya adalah orang yang melakukan pekerjaan sebagai anggota rumah tangga maupun buruh atau tenaga kerja (Ditjen Perikanan Budidaya, 2003dalamRifaldi, 2010).

Pengembangan usaha perikanan budidaya terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kontribusinya bagi pembangunan nasional. Peningkatan kontribusi tersebut difokuskan pada pencapaian tujuan pembangunan perikanan budidaya, yaitu meningkatkan devisa, pendapatan, lapangan kerja, dan kesempatan berusaha; meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi ikan, melindungi, memulihkan serta memelihara sumberdaya perikanan budidaya, melalui upaya tersebut sector perikanan budidaya diyakini mampu menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan dan menyerap tenaga kerja dan menjadi pijakan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2 Deskripsi Rumput LautRumput laut ( seaweed )secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut, jernih dan biasanya menempel pada karang mati, potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah atau buatan (artificial). Alga mempunyai bentuk bermacam-macam, seperti benang atau tumbuhan tinggi. Ciri utamanya, tidak mempunyai alat berupa akar, batang, dan daun yang dinding selnya dilapisi lendir. Alga bersifat autotrof, yaitu dapat hidup sendiri tanpa tergantung makhluk lain. Proses pertumbuhan rumput laut sangat bergantung pada sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis.

Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat bergantung dari factor-faktor osenografi (fisika, kimia, dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya. Perkembangbiakan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kawin antara gamet jantan dan gamet betina (generative) serta secara tidak kawin melalui vegetative dan konjugasi (Anggadiredjadkk, 2008).

Rumput laut cukup mudah dibudidayakan di perairan pantai di Indonesia.Rumput laut (seaweed) merupakan salah satu komoditi yang potensial dan dapat menjadi andalan bagi upaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah yang sering disebut sebagai UKM. Ini terjadi karena rumput laut sangat banyak digunakan oleh manusia, baik melalui pengolahan sederhana yang langsung dikonsumsi maupun melalui pengolahan yang lebih komplek untuk dijadikan barang setengah jadi dan diolah lebih lanjut oleh industri hilir menjadi barang jadi yang dapat digunakan (dikonsumsi) langsung, seperti produk farmasi, kosmetik dan pangan serta produk lainnya.

2.3 Daerah Sebaran Rumput LautDaerah sebaran beberapa jenis rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun budidaya. Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh alami terdapat dihampir seluruh perairan Indonesia yang mempunyai rataan terumbu karang (Karepesina, 2009).

Sebaran rumput laut komersial yang dibudidayakan hanya terbatas untuk jeniseucheuma dan gracilaria. Jeniseucheumadibudidayakan di laut agak jauh dari sumber air tawar, seperti sungai dan air buangan dari pemukiman. Adapungracilariadapat dibudidayakan di laut yang dekat dengan muara sungai.

Wilayah potensial untuk perkembangan budidaya rumput laut eucheuma terletak di perairan Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimanta Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku dan Papua.

2.4 Aspek Ekonomi (Finansial)2.4.1 Kompenen BiayaIstilah biaya dapat diartikan bermacam-macam dan pengertiannya berubah-ubah, tergantung pada bagaimana biaya tersebut digunakan. Umumnya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Inti dari teori biaya sebenarnya merupakan kumpulan dari penalaran dan penjelasan lain yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku biaya. Dengan kata lain, bahwa biaya dalam pengertian ekonomi adalah sebuah beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam menghasilkan barang yang siap dipakai oleh konsumen.

Menurut Mulyadi, (2005)dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

Komponen biaya dalam usaha perikananmenurut Effendi dan Oktariza, (2006)terbagi menjadi dua yaitu:

1. a.Biaya InvestasiMenurut Effendi dan Oktariza, (2006)modal investasi merupakan penanaman modal untuk jangka waktu tertentu agar mendapatkan bayaran di masa depan atas kompensasi dana yang ditanamkan. Modal investasi umumnya merupakan modal yang biasanya dipakai dalam jangka panjang. Biasanya modal ini dinilai cukup besar. Nilai modal investasi akan mengalami penyusutan dari tahun ke tahun, bahkan bisa dari bulan ke bulan.

Selanjutnya dikatakan olehMantjoro, 1996dikutipPapilaya, 2009, bahwa bentuk investasi yang merupakancash flowdapat dibedakan dalam 2 kelompok yaitu:

(Capital expenditureyaitu jenis pengeluaran yang memberikan manfaat jangka panjang seperti pembelian mesin-mesin, bangunan dan aktiva tetap lainnya.

(Revenue expendituremerupakan jenis pengeluaran yang diperhitungankan sebagai biaya seperti biaya tenaga kerja, biaya material,operating express.

b.Biaya Operasional Atau Modal Kerja.Menurut Effendi dan Oktariza, (2006)modal kerja adalah modal yang digunakan untuk untuk menjalankan atau membiayai kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan penggunaannya, modal kerja terbagi menjadi dua yaitu biaya variable dan biaya tetap. Biaya variable merupakan biaya yang harus dikeluarkan berdasarkan tingkat usahanya. Semakin besar skala usaha maka semakin besar pula biaya variable yang harus dikeluarkan. Sedangkan biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan seorang pengusaha meskipun usaha tersebut sedang tidak produktif.

2.4.2Produksi dan pendapatanProduksi memiliki beberapa pengertian yaitu 1) Setiap proses / usaha yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu barang, 2) Pengubahan bahan-bahan dari sumber menjadi hasil yg diinginkan konsumen dan hasilnya dapat berupa barang atau jasa. Sedangkan pendapatan diperoleh darihasil penjualan hasil produksi tersebut.

2.4.3Analisis laba / rugiAnalisis laba / rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau kerugian dari usaha yang dikelola. Suatu usaha yang menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan lebih besar dari pada total pengeluaran.

Keuntungan = penerimaan (total biaya tetap + biaya variabel)

2.4.4Revenue Cost Ratio (R/C)Analisis R/C merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Suatu usaha dikatakan layak bila R/C > 1

R/C =total penerimaan

total biaya tetap + total biaya variabel

2.4.5Payback Period ( PP )Analisis payback period (pp) bertujuan untuk mengetahui waktu tingkat pengembalian investasi yang telah ditanam pada suatu jenis usaha. Secara umum, rumus yg digunakan adalah sebagai berikut :

pp = total investasi x 1 thn

keuntungan

2.4.6Analisis Titik Impas/Break Even Point(BEP)Analisis BEP salah satu analisis untuk mengetahui batas nilai produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Usaha dinyatakan layak bila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit yang sedang di produksi saat ini.Sementara BEP harga harus lebih rendah dari harga yang berlaku saat ini(Effendi dan Oktariza, 2006).Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. Untuk menentukan BEP, ada beberapa hal yang harus diketahui yaitu biaya atau modal (baik untuk modaltetap atau variabel), harga jual dan tingkat produksi(Rahardi,dkk1993). Secara sistematis BEP dapat dirumuskan sebagai berikut:

BEP produksi = total biaya

Hasil penjualan

BEP harga = total biaya

Total produksi

2.4.7Return On Investment(ROI)Merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap jumlah uang di investasikan dalam periode waktu tertentu. Dengan analisis ROI, perusahaan dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang ditanamkan(Rahardi, 2005).ROI = Laba Usaha / Modal Produksi

2.4.8Benefit Cost Ratio(B/C)Merupakan alat analisis yang lebih ditekankan pada criteria-kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan usaha perikanan. Semakin kecil nilai rasio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian (Rahardidkk, 2005).

B/C = Hasil Penjualan / Modal Produksi

BAB IIIPEMBAHASAN3.1Aspek produksi3.1.1Proses budidayaTeknik pemeliharaan selama masa budidayanya meliputi kegiatan-kegiatan: penyiapan lahan, masa pemeliharaan dan pemanenan serta pengeringan. Berikut ini perhitungan waktu hari orang kerja (HOK) untuk masing-masing tahapan budidaya.

1. Proses Penyiapan Lahan dan Mengikat BibitJenis pekerjaan yang dilakukan pada tahap proses penyiapan lahan meliputi kegiatan (Anggadireja, et.al, 2007, dan data primer)

1. Membersihkan hamparan dari tanaman / benda-benda yangmengganggu berupa gulma laut, bulu babi dan bekas pasak kayu yang lapuk. Rumput laut membutuhkan lingkungan yang bersih untuk memperlancar fotosintesis dan penyerapan nutrient.

2. Memasang/memancangkan pasak kayu pada dasar pantai. Jarak antara kedua pasak (sisi panjang) masing-masing 20 cm. Ketinggian pasak dari dasar pantai kurang lebih 40 - 60 cm.

3. Mengikat bibit rumput laut pada tali ris dengan jarak antara ikatan

4. masing-masing 20 cm. Masing-masing ikatan berisi bibit rumput lautkurang lebih sebanyak 1 ons.

5. Mengikatkan tali ris yang berisi ikatan bibit rumpur laut pada pasakpasak kayu yang sudah ditancapkan. Tali diikatkan pada pasak dengan ketinggian tali dari dasar pantai antara 30 40 cm.

2. Proses PemeliharaanSetelah tali ris yang berisi ikatan rumput laut diikatkan pada pasak kayu, maka dimulailah tahap proses pemeliharaan. Proses pemeliharaan ini dilakukan setiap hari selama 45 hari. Pada periode tahap pemeliharaan ini, berbagai macam kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Mengontrol kondisi lahan. Memasang kembali pasak yang roboh dan tali yang lepas karena terkena arus.

2. Mengambil dan mengganti rumput laut yang rusak dengan ikatan bibityang baru.

3. Membersihkan rumput laut dari kotoran yang melekat. Kotoran yang melekat mengganggu fotosintesis yang mengurangi produktivitas rumput laut. Menyingkirkan bulu babi, dan gulma laut yang ada di dekat rumput laut. Beberapa tanaman laut tidak memakan atau predator rumput laut tetapi mereka menjadi pesaing dalam menyerap nutrisi.

3. Proses PemanenanProses pemanenan ada dua cara yaitu pemanenan langsung untuk tujuan produksi produks, dan pemanenan untuk pembibitan (Jaya Suastika, IBM, et.al, 2006). Pemanenan untuk tujuan produksi biasanya dilakukan oleh petani pembudidaya, sedangkan untuk tujuan pembibitan dilakukan oleh kebun pembibitan (broodstock centre). Pemanenan dilakukan paling cepat 45 hari setelah rumput laut disemaikan. Pemanenan dilakukan dengan dengan cara melepas tali ris dari ikatannya dari pasak kayu, kemudian membawanya ke pantai dengan media angkut terbuat dari ban. Setelah sampai di pantai rumput laut dilepas dari tali ris dengan cara memotong tali rafia pengikat rumput laut. Selanjutnya rumput laut dijemur selama 2 3 hari kemudian dijual dalam bentuk kering.

Bersamaan dengan pelaksanaan proses pemanenan sekaligus dilakukan

kegiatan :

1. Pemeriksaan dan perbaikan lahan, agar sesegera mungkin dapatdilakukan budidaya.

2. Kegiatan mengikat bibit rumput laut pada tali ris dan segera menyemaikannya pada lahan.

1.Proses PengeringanSetelah pemanenan, perlu dilakukan penanganan hasil panen yang meliputi pengeringan, sortasi, pengepakan , dan penyimpanan. Proses pengeringan ada dua cara, yaitu : pengeringan secara buatan dengan memakai alat tertentu seperti oven dan pengeringan alami dibawah sinar matahari. Selama penjemuran rumput laut tidak boleh terkena air hujan karena akan menimbulkan kerusakan.

Proses pengeringan dengan sinar matahari sebagai berikut :

1) Proses pengeringan I ( oleh petani nelayan ).

Rumput laut basah dicuci dengan air laut kemudian dijemur dibawah terik matahari sampai menjadi kering hitam selama 3 hari, terjadi penyusutan 70%.

2) Proses pengeringan II ( oleh eksportir )

Rumput laut kering dari petani direndam semalam dalam bak air tawar dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dijemur kembali sampai kering ekspor (warna pucat) terjadi penyusutan 8% lagi atau 88% dari berat basah. Umumnya dalam praktek digunakan rendeman basah : kering = 8 : 1 . Dengan demikian, dari produksi / ha/th tersebut diatas ( Berat panen basah 32.400 kg ) akan diperoleh 4.050 ton kering / ha/th. Setelah kering dan bersih rumput laut tersebut dipak, biasanya dalam proses pengepakam, rumput laut dimasukan ke dalam karung atau plastik, kemudian dipress atau di tindih dengan beban pemberat sehinggga tercapai kepadatan maksimal. Selama penyimpanan digudang rumput laut harus disimpan pada tempat yang kering yaitu dengan cara lantai gudang diberi alas papan atau balok kayu. Rumput laut yang akan diekspor dibagian luar karungnya dituliskan nama jenis barang, nama kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian nama tersebut untuk memudahkan dalam pengiriman.

3.1.2Jumlah dan mutu produksiJumlah produksi yang dihasilkan 4.050 kg per tahun . Sampai saat ini pengolahan rumput laut di Indonesia masih menggunakan teknologi yang sederhana, dengan hasil produksinya berupa tepung agar-agar. Dengan demikian rumput laut yang diekspor selama ini masih dalam bentuk mentah atau segar. Mengingat ekspor rumput laut masih dalam bentuk mentah, maka kualitas rumput laut yang baik untuk dipasarkan keluar negeri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Bebas dari benda asing 5%

Kandungan air 5%

Penyusutan berat pada waktu pengapalan sampai dengan barang diterima oleh importir hanya sekitar 6-8%

Rumput laut terhindar dari jamur dan lainnya.

3.1.3Kendala produksiHal hal yang perlu mendapat perhatian pada aspek teknis/ produksi yang merupakan titik kritis adalah terjadinya perubahan suhu air, arus dan gelombang laut. Disamping itu serangan hama dan penyakit juga merupakan titik kritis pada aspek produksi.

3.2 Aspek Pemasaran3.2.1 Permintaan dan PenawaranPermintaan rumput laut dipengaruhi oleh permintaan pengguna rumput laut, yaitu industri-industri makanan, obat-obatan dan bahan polimer. Perkembangan ekspor rumput laut menurut jumlah dan nilainya dapat disajikan seperti berikut ini (Anang Nugroho, 2006)

Tabel 1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut, 2001 2005

TahunvolumeNilai (US$ 1000)Harga

Jumlah ( ton )PerkembanganjumlahPerkembanganUS$ / kg.

200127.87417.2300,618139

200228.5602,46%15.785-8,39%0,552696

200340.16240,62%20.51129,94%0,510707

200451.01127,01%25.29623,33%0,495893

200563.02023,54%39.97058,01%0,634243

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI,2006

Dari data dalam tabel diatas diketahui bahwa dalam kurun waktu 4 tahun perkembangan volume ekspor rumput laut di Indonesia yang terjadi ialah: 27.874 ton pada tahun 2001 menjadi 63.020 ton pada tahun 2005. Dari tabel tersebut diketahui pula bahwa selama 4 tahun rata-rata perkembangan nilai ekspor yang dicapai sebesar $22,749,000 (dari 15,785,000 US$ menjadi 39,970,000 US$). Perkembangan volume dan nilai ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang besar di pasar internasional.

Tabel 2. Prediksi Jumlah dan Tingkat Perkembangan Kebutuhan, Produksi dan Peluang Pasar Rumput LautEucheuma Cottonii, 2006-2010

TahunPrediksiKebutuhanPrediksiJumlahPrediksi Jumlah

DuniaDiproduksiluar negeriPeluangPasar

Jumlah (ton 1000)PerkembanganJumlah (ton 1000)PerkembanganJumlah (ton 1000)Perkembangan

200620213567.300

20072187,92%1403,70%78.10016.05%

20082357,80%1453,57%90.30015.62%

20092548,09%1556,90%98.9009.52%

20102747,87%1656,45%109.00010.21%

Sumber : DKP,2007

Dari tabel tersebut terlihat bahwa masih terdapat kekurangan pasokan rumput laut di pasaran dunia yang semakin besar yaitu dari 67.300.000 ton pada tahun 2006 menjadi 109.000.000 ton pada tahun 2010. Kekurangan pasokan ini merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan oleh Indonesia yang memiliki potensi lahan budidaya rumput laut yang luas dan belum termanfaatkan secara optimal.

Penawaran produk rumput laut di tingkat dunia tidak mampu memenuhi permintaan yang ada, begitupun yang terjadi di Indonesia, kemampuan produksi yang ada masih kecil dibanding permintaan. Pada tahun 2005 permintaan rumput laut dunia mencapai 260.571.050 ton berat kering sementara Indonesia hanya mampu memenuhi sejumlah 300.000 ton berat kering. Jadi penawaran rumput laut masih jauh dari kebutuhan atau permintaan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi budidaya rumput laut belum dimanfaatkan secara optimal. Ekspor rumput laut Indonesia dalam posisi belum menggembirakan, karena mayoritas masih dilakukan dalam bentukraw seaweedatau rumput laut kering atauraw seaweed, sedangkan ekspor hasil olahan rumput laut (ekstrak) masih kecil porsinya.

Dengan berpedoman data produksi dan ekspor maka dapat dinyatakan bahwa :

1. Peluang pasar dan perluasan usaha budidaya rumput laut masih sangat terbuka karena realisasi produksi jauh berada di bawah kapasitas produksi dan permintaan rumput laut kering.

2. Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar adalahraw seaweed, dengan demikian terdapat peluang yang cukup besar untuk membuka investasi industri pengolahan ekstrakt rumput laut yang memiliki nilai tambah(value added).

3.2.2Analisis Persaingan dan Peluang PasarAnalisis Posisi daya saing rumput laut Indonesia

1. Posisi Indonesia sebagai pengekspor rumput laut berada pada posisi ke 4, namun nilai dan jumlah ekspor relative kecil dibanding China di posisi pertama. Ekspor Indonesia baik nilai maupun jumlahnya kurang dari 25% ekspor China.

2. Harga rumput laut di Indonesia berada pada urutan terbawah.

Berdasarkan dua point penting diatas dapat disimpulkan bahwa nilai ekspor atau harga ekspor yang rendah dari rumput laut disebabkan karena Indonesia mayoritas mengekspor raw seaweed ( rumput laut kering ). Posisi daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu produk. Mutu produk dapat ditingkatkan melalui penggunaanstrainbibit yang baik, dan pemrosesan paska panen lebih yang baik. Indonesia sudah saatnya meningkatkan posisi dari pengekspor raw seaweed menjadi ekpsortir produk rumput laut, baik dalam bentuk makanan siap saji atau hasil olahan

3.2.3HargaHarga rumput laut setiap kilonya adalah Rp.6000. Sedangkan total rumput laut yang diproduksi adalah 4050 kg. Jadi total pendapatan kotor yang didapat adalah 4050 x Rp 6000 = 24.300.000

3.2.4 Rantai PemasaranRantai pemasaran rumput laut ini melibatkan beberapa sub sistem (komponen) yaitu Kelompok Tani, Lembaga ULP2 (Lembaga Usaha Lepas Panen Pedesaan), Perusahaan Penghela, BDS (Business Development Services) dan Lembaga Pembiayaan (Bank atau LPBB).

Proses kerja yang dilaksanakan kelompok tani adalah penanaman, pemanenan dan pengeringan. Seluruh produksi rumput laut dari kelompok tani akan ditampung oleh lembaga ULP2 untuk dilakukan proses lanjutan sebelum dijual ke perusahaan penghela sebagai bahan baku produksi. Proses lanjutan tersebut perlakuan proses sortasi, pengeringan ulang (redrying). Dlam pelaksanaan proses produksi disini, terdapat Business Development Services (BDS) yang berfungsi sebagai pendamping dan pemonitor kinerja ULP2 dan kelompok tani. BDS ini dapat berasal dari kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian atau perusahaan yang berpengalaman dalam industri rumput laut, dimungkinkan juga lembaga koperasi yang mempunyai pengalaman di bidang tersebut. Perusahaan penghela akan menyerap seluruh rumput laut kering yang diproses oleh lembaga ULP2 dan berfungsi sebagai pabrikan pengolah rumput laut kering menjadi tepung karagenan. Produk tepung karagenan tersebut akan dipasarkan oleh perusahaan penghela baik ke pasar domestik maupun internasional. Dalam proses ini terdapat peranan Lembaga Pembiayaan/Bank dan Bukan Bank sebagai sumber dana bagi keberlangsungan pemasaran bisnis rumput laut. Fungsi ini akan diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman berupa investasi dan modal kerja bagi komponen rantai pemasaran yang terlibat yaitu: perusahaan penghela, Lembaga ULP2 dan petani di dalam kelompok tani.

3.2.5 Kendala PemasaranKendala utama pemasaran utama dan pertama-tama harus ditangani adalah masalah kepercayaan pada produk yang ditawarkan. Kepercayaan akan terbentuk melalui terpenuhinya standard mutu produk rumput laut (Neish, 2006). Aspek kualitas ini banyak dipengaruhi aspek teknologi dan pengolahan pasca panen (DKP, 2006). Dengan melihat pernyataan Neish dan DKP tersebut, maka kendala yang ada sebenarnya adalah tantangan pasar dan tuntutan persaingan untuk selalu meningkatkan mutu. Untuk merebut posisi dan kepercayaan pasar, standard mutu produk rumput laut yang diekspor harus memenuhi berbagai criteria (Neish, 2006):

1. Aspek Produk.

1. Kadar air atau tingkat kelembaban max 38%

2. Prosentasi kotoran pada rumput laut maksimum 2%

3. Umur pemanenan minimum 45 hari.

4. Kadar garam rumput laut.

2. Aspek standarisasi produk.

1. Standarisasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar.

2. Prosedur standar menggunakan uji laboratorium

3. Diterapkan dan dipatuhinya manual mutu dan produksi

4. Sertifikasi sebagai penjaminan mutu.

3.3 Aspek keuangan ( Analisa usaha )Usaha perikanan yang akan dilakukan oleh seseorang pengusaha harus menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis usaha. Analisis usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu jenis usaha.

Tujuan analisa usaha adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan pengembalian investasi maupun titik impas suatu usaha. Berbagai antisipasi untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan perusahaan juga dapat dilakukan apabila dilakukan analisis usaha. Analisis usaha pada usaha perikanan umumnya dihitung untuk periode 1 tahun, seperti pada usaha budidaya pembesaran atau usaha penangkapan.

3.3.1Biaya investasi dan biaya operasionalBiaya InvestasiBiaya investasi merupakan modal kerja permanen atau biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang investasi. Modal investasi umumnya merupakan modal yang biasanya dipakai dalam jangka panjang. Nilai modal investasi akan mengalami penyusutan dari tahun ke tahun bahkan bisa dari bulan ke bulan. Untuk lebih jelas modal investasi usaha budidaya rumput laut dapat dilihat pada tabel di bawah iniTabel 3. Biaya Investasi Budidaya Rumput Laut

NoJenis PeralatanBanyakHarga Satuan(Rp)Jumlah(Rp)Umur Ekonomis (Tahun)Penyusutan(Rp)

1.Tali polietilien 12 mm2 rol500.0001.000.0002500.000

2.Tali polietilien 8 mm4 rol250.0001.000.0002500.000

3.Tali polietilien 4 mm10 rol35.000350.0002175.000

4.Pelampung utama (bola hitam)26 buah50.0001.300.0004325.000

5.Pelampung botol aqua1750 buah200350.0002175.000

6Jangkar (tiang tancap)8 buah50.000450.0002200.000

7.Sampan1 unit500.000500.0004125.000

8.Katinting1 unit2.000.0002.000.0005400.000

9.Mesin1 unit3.000.0003.000.0004750.000

10.Tarpal1 rol120.000120.000260.000

11.Waring20 meter10.000200.0002100.000

12.Tempat jemuran1 blok125.000125.000431.250

Total10.345.0003.466.250

Biaya Operasional Atau Modal KerjaBiaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kegiatan produksi. Biaya produksi yang dihitung dalam kegiatan pembudidayaan dibagi atas dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost).

a.Biaya TetapBiaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi tetapi sifatnya tidak terpengaruh oleh besarnya jumlah suatu produk yang dihasilkan. Komponen biaya tetap budidaya rumput laut terdiri dari biaya penyusutan dan biaya perawatan. Total biaya tetap dalam kegiatan budidaya rumput laut adalah sebagai berikut

Tabel 4. Komponen Biaya Dan Total Biaya Pembudidayaan Rumput Laut

NoBiaya TetapJumlah (Rp)

1.Biaya Penyusutan3.466.250

2.Biaya Perawatan1.500.000

Total4.966.000

b. Biaya variabelBiaya variabel merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai seluruh kegiatan produksi sesuai jumlah produksi yang dihasilkan. Komponen biaya variabel untuk budidaya rumput laut adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Rincian Biaya Variabel Pembudidayaan Rumput Laut

No.Biaya VariabelJumlah (Rp)

1.Bibit3.750.000

2.Karung210.000

3.Tali raffia15.000

4.BBM1.170.000

5.Upah Tenaga Kerja2.400.00

Total7.545.000

3.3.2 Produksi danPendapatanProduksi :

Lama pemeliharaan 1,5 2 bulan

Berat panen basah 32.400 kg

Berat kering 4.050 kg ( basah : kering = 8: 1 )

Harga jual = Rp 6.000,-/ kg x 4.050 kg = Rp 24.300.000

Pendapatan :

Penerimaan ( Rp 6.000,-/ kg x 4.050 kg ) = Rp 24.300.000

3.3.3 AnalisaLaba atau RugiLaba atau rugi merupakan keuntungan atau kerugian yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha. Penghitungan laba atau rugi dapat diketahui dengan cara hasil yang diperoleh dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan. Dari hasil budidaya rumput laut ini diperoleh

LABA/RUGI =Penerimaan ( total biaya tetap + total biaya variabel )

= Rp 24.300.000 - ( Rp 4.966.000 + Rp 7.545.000 )

= Rp 24.300.000 - Rp 12.511.000

= Rp 11.789.000

Berarti dalam 1x panen pembudidaya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 11.789.000. Dalam 1tahun terdapat 4x panen jadi total pendapatan bersih atau keuntungan yang diperoleh adalah Rp 11.789.000 x 4 = Rp 47.156.000

3.3.4RevenueCost Ratio (R/C)Revenue Cost Ratio (R/C) dapat dihitung dengan menggunakan rumus hasil yang diperoleh dibagi dengan total biaya yang dikeluarkan.R/C = Pendapatan

Total biaya tetap + Total biaya variabel

= Rp 47.156.000

Rp 4.966.000 + Rp 7.545.000

= Rp 47.156.000

Rp 12.511.000

= 3,77

Keuntungan relatif usaha budidaya rumput laut ini dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut adalah 3,77. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut ini layak karena R/C > 1.

3.3.5PayBack Period (PP)

PP = Total biaya investasi x 1 tahunKeuntungan

= Rp 10.345.000 x 1 tahun

Rp 47.156.000

= 0,22 Tahun

Jadi, pembudidaya dapat mengembalikan biaya investasi yang telah ditanam sekitar 2 3 bulan dalam sekali panen saja.

3.3.6Break Even Point( BEP )Analisis Break Even point (BEP) merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai produksi suatu usaha mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit yang sedang di produksi saat ini. Sementara nilai BEP harus lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini. BEP dapat dibedakan menjadi dua yaitu BEP harga dan BEP produksi. BEP produksi merupakan total biaya dibagi dengan hasil penjualan, sedangkan BEP harga merupakan total biaya dibagi dengan total produksi. BEP produksi dan BEP harga untuk budidaya rumput laut adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Rincian perhitungan penerimaan usaha Budi daya Rumput laut

Penerimaan1x Produksi1 tahun

Produksi (Kg)4.05016.200

Harga jual (Rp/Kg)6.0006.000

Jumlah (Rp)24.300.00097.200.000

BEP Produksi = Total biaya operasional

Harga penjualan

= Rp 12.511.000

Rp 6.000

= 2085 kg

Hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak memperoleh kerugian akan dicapai pada saat hasil pemanenan mencapai 2085 Kg.

BEP Harga = Total biaya operasional

Total Produksi

= Rp 12.511.000

16.200

= Rp 772,3

Dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa pembudidaya akan memperoleh titik impas pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp. 772,3/Kg.

3.3.7Return On Investment (ROI)ROI adalah nilai keuntungan yang diperoleh dari sejumlah modal. Nilai dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal.Ada beberapa factor yangmempengaruhi nilai ROI, dua diantaranya yang penting yaitu kemampuan pengusaha untuk menghasilkan laba dan kemampuan pengusaha mengembalikan modal atau cepat tidaknya perputaran modal (penjualan/modal produksi). Dengan analisis ROI, perusahaan dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang ditanamkan(Rahardi, 2005).ROI = Laba Usaha

Modal Produks

= Laba Usaha

Total biaya investasi + total biaya operasional

= Rp 11.789.000

Rp 4.966.000 + Rp 7.545.000

= Rp Rp 11.789.000

Rp 12.511.000

= 0,94 %

Angka tersebut berarti bahwa dari Rp. 100,00 modal yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 94,00 dalam satu kali panen.

3.3.8Benefit Cost Ratio (B/C)Merupakan alat analisis yang lebih ditekankan pada criteria-kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan usaha perikanan. Semakin kecil nilai rasio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian (Rahardidkk, 2005).

B/C = Hasil Penjualan

Modal Produksi = Hasil Penjualan

Total biaya investasi + total biaya operasional

=Rp 24.300.000Rp 4.966.000 + Rp 7.545.000

= Rp 24.300.000

Rp 12.511.000

= 1,94

Nilai tersebut berarti dengan modal Rp. 12.511.000 diperoleh hasil penjualan sebesar 1,94 kali jumlah modal.

BAB IVPENUTUP4.1Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa budidaya rumput laut ini :

1. Dalam 1x panen pembudidaya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 11.789.000. Berarti dalam 1tahun terdapat 4x panen jadi total pendapatan bersih atau keuntungan yang diperoleh dalam 1 tahun adalah Rp 11.789.000 x 4 = Rp 47.156.000

2. Keuntungan relatif usaha ini dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut adalah 3,77. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut ini layak karena R/C > 1.

3. Pembudidaya dapat mengembalikan biaya investasi yang telah ditanam sekitar 2 3 bulan dalam sekali panen saja.

4. Titik impas atau kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak memperoleh kerugian akan dicapai pada saat hasil pemanenan mencapai 2085 Kg, padahal jumlah rumput laut yang diproduksi adalah 4050 kg diatas BEP Produksi, sehingga masih mendapatkan keuntungan.

5. Pembudidaya akan memperoleh titik impas pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp. 772,3/Kg. Tapi, harga rumput laut disini adalah Rp 6000/kg, jadi pembudidaya tidak akan mungkin mengalami kerugian kecuali disebabakan oleh faktor-faktor khusus.

6. Dari Rp. 100,00 modal yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 94,00 dalam satu kali panen.

7. Dengan modal Rp 12.511.000 diperoleh hasil penjualan sebesar 1,94 kali jumlah modal.

Dari data tersebut dapat dismpulkan bahwa budidaya rumput laut (seewed culture) ini merupakan usaha yang memenuhi standar kelayakan karena dapatmenghasilkan keuntungan yang berkelanjutan.

4.2Saran1.Perlu adanya pembukuan atau catatan keuangan (cashflow) sederhana oleh para pembudidaya demi eksistensi usahanya ke depan.

2.Perlu perhatian yang serius dari pemerintah setempat maupun instansi terkait terhadap usaha yang dijalankan, dalam hal pemberian bantuan modal serta bentuk-bentuk bantuan lainnya dalam rangka membantu mengembangkan usaha ini ke depan.

1