-
1. PENDAHULUAN
Proses pengelasan adalah penyambungan dengan pemasanasan lokal
dengan kecepatan yang relatif singkat/cepat. Akibat pemanasan ini
terjadi pertumbuhan butir, peregangan dan penyusutan logam dengan
cepat dan tidak seragam, yang selanjutnya mengakibatkan perubahan
bentuk dan dimensi (distorsi). Pengelasan telah banyak digunakan
dalam dunia perindustrian, termasuk industri perkapalan, kereta
api, pembuatan bejana tekan dan masih banyak lagi. Untuk menjamin
kesesuaian ukuran maka untuk setiap proses proses pengelasan
digunakan jig and fixture untuk mencegah perubahan bentuk.Beberapa
peneliti telah mempelajari proses pengelasan terutama yang
berhubungan dengan parameter pengelasan. Anggono (1999), dalam
artikelnya menjelaskan bahwa kecepatan pengelasan () dan besar arus
listrik las (I)
berpengaruh atas besarnya distorsi. Penelitian ini dilakukan
terhadap sambungan T pada proses SMAW. Oleh sebab itu perlu
dilakukan penelitian terhadap distorsi sudut dan kedalaman
penetrasi pada sambungan butt-joint dengan proses las MIG yang
sekarang banyak digunakan.
Tujuan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tujuan
untuk mendapatkan model hubungan antara parameter proses
terhadap distorsi sudut dan kedalaman penetrasi. Selain itu untuk
mengetahui pengaruh masing-masing parameter proses pengelasan
terhadap distorsi sudut dan kedalaman penetrasi. Selanjutnya dapat
diperkirakan parameter mana yang harus lebih dicermati dalam
pemilihannya, sehingga distori yang terjadi pada proses pengelasan
selanjutnya dapat diminimumkan.
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
ANALISA PENGARUH PROSES PENGELASAN MIGTERHADAP DISTORSI SUDUT
DAN KEDALAMAN PENETRASI PADA
SAMBUNGAN BUTT-JOINT
Pranowo SidiStaf Pengajar Jurusan Teknik Permesinan Kapal
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya ITSJl. Teknik Kimia,
Kampus ITS, Sukolilo, Keputih, Surabaya 60111
Telp. 031-5947186, Fax.031- 5925524Email:
[email protected]
Abstrak
Pada proses pengelasan busur gas (MIG= Metal Inner Gas) sering
terjadi distorsi sudut yang dapat memberikan gangguan terhadap
dimensi. Selain itu, kedalaman penetrasi yang berlebihan akan
mengakibatkan kekuatan hasil las menjadi berkurang.
Permasalahannnya adalah bagaimana mengatur variabel proses
pengelasan agar distorsi sudut dan kedalaman penetrasi dapat
diminimalkan.Untuk melakukan optimasi proses terlebih dahulu
ditentukan hubungan antara distorsi sudut dan kedalaman penetrasi
dengan variabel proses pengelasan kuat arus, kecepatan pengelasan
dan panjang pelat; dengan menggunakan metode permukaan respon.
Model hubungan tersebut didapatkan dari eksperimen yang dilakukan
berdasarkan rancangan Central Composite Design (CCD). Proses
optimasi dilakukan dengan metode non-linier programming, dimana
sebagai respon primer adalah distorsi sudut dan sebagai respon
sekunder adalah kedalaman penetrasi. Melalui penelitian ini
didapatkan model empiris polinomial orde kedua dari distorsi sudut
dan kedalaman penetrasi. Optimasi dengan teknik non-liniear
programming menghasilkan distorsi sudut minimum 0.139 [radian] pada
kedalaman penetrasi 2.77 [mm]. Kedua nilai tersebut diperoleh
dengan setting variabel proses pengelasan panjang pelat 355.75
[mm], kuat arus 30 [Ampere], kecepatan pengelasan 30
[cm/menit].
Kata kunci: MIG, distorsi sudut, kedalaman penetrasi, CCD,
panjang pelat, kuat arus dan kecepatan pengelasan.
10
-
Batasan dan AsumsiKarena luasnya permasalahan, maka dalam
pembahasan ini diambil beberapa batasan, yaitu: ?Material yang
digunakan adalah Pelat Baja
Grade A;?Efek akibat proses pemotongan dan
penyiapan spesimen/benda uji diabaikan;?Material benda uji
dianggap rata dan
memiliki struktur yang homogen;?Jenis elektrode yang digunakan
dalam
penelitian ini adalah jenis AWS A/SFA 5.18:ER70S-6, dengan
diameter 1,2 [mm]. (ESSAB);
?Tidak dilakukan pengukuran tegangan sisa yang terjadi akibat
pengelasan;
?Kekuatan hasil proses pengelasan tidak diukur;
?Tidak menguji struktur mikro;?Semua alat uji yang digunakan
dianggap
bekerja dengan baik.
Persiapan dan Rancangan Percobaan a Pelat Baja Grade A,
ketebalan 12 [mm],
dipotong menjadi benda uji berukuran 100 x 200 [mm], 100 x 300
[mm] dan 100 x 400 [mm].
b Pengujian awal sebelum dilakukan pengelasan.
c Pembuatan alur V. d Pengelasan MIG dengan kuat arus 200,
250
dan 300 [Amper]. e Pengambilan data
2. TINJAUAN PUSTAKAProses pengelasan telah banyak digunakan
dalam berbagai konstruksi bangunan seperti
dalam pembuatan pressure vessel, pembuatan kapal baja,
perkeretapian, dan masih banyak lagi.
Las Metal Innert Gas (MIG)Las MIG lebih dikenal sebagai mesin
las busur gas, sehingga dapat disebut juga GMAW (Gas Metal Arc
Welding) yaitu Suatu proses pengelasan busur listrik. Pada las MIG
kawat las pengisi yang juga berfungsi sebagai elektrode yang
diumpankan secara kontinyu. Kawat las yang digunakan biasanya
berupa kawat yang digulung dalam gulungan besar. Kawat las
diumpankan melalui pemegang elektrode (torch) dari mekanisme
pengumpan kawat (wire feeder), selanjutnya kawat las bila mengenai
benda kerja akan bereaksi menghasilkan poros busur listrik yang
diselubungi oleh gas.Pada proses pengelasan MIG gas pelindung yang
dihembuskan melalui torch berfungsi untuk melindungi busur, kawat
las, logam lasan dan logam induk dari kontaminasi udara. Gas
pelindung yang digunakan pada proses pengelasan MIG umumnya adalah
gas helium (He), gas Argon (Ar), gas karbondioksida (CO ) 2atau
campuran dari keduanya Saat ini las MIG banyak sekali digunakan
dalam praktek, terutama untuk pengelasan baja dan logam-logam baja
yang tidak dapat dilas dengan cara lain. Berdasarkan fungsi
elektrodanya tersebut maka las MIG tergolong pengelasan dengan
elektroda terumpan, dimana elektroda selain berfungsi sebagai
pembangkit busur (arc) juga berfungsi sebagai logam pengisi (filler
metal). Gambar 1 menunjukkan Mesin las GMAW beserta skemanya.
Gambar 1. Mesin las GMAW dan skema mesin las GMAW (GMAW Welding
Guide)
11
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
12
Metalurgi Pengelasan
Pada saat peleburan logam las akibat busur listrik, terjadi
aliran panas yang merambat ke logam induk. Panas tersebut
menyebabkan terjadinya siklus termal pada logam induk. Temperatur
pemanasan mulai dari temperatur terendah yakni pada jarak yang
paling jauh dari garis lebur, sampai pada temperatur tertinggi pada
cairan logam di garis lebur. Sementara itu pada saat pendinginan,
tingkat pendinginan yang berbeda dialami oleh tiap titik pada logam
induk. Akibat pemanasan dan pendinginan tersebut, maka daerah di
sekitar logam las akan mengalami perubahan struktur mikro yang
selanjutnya lebih di kenal sebagai HAZ (heat affected zone).
Perubahan ini tergantung pada beberapa faktor antara lain: a.
Temperatur Puncak Yang Dicapai Setiap
Posisi b. Kecepatan Pendinginan c. dan lain sebagainya
Gambar 2, menunjukkan skema distribusi temperatur pada proses
pengelasan
Daerah Las
Pada proses penyambungan logam dengan menggunakan mesin las akan
dijumpai daerah-daerah atau bagian-bagian dari sambungan las yang
biasanya disebut daerah las. Daerah las dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu:a. Logam las (weld metal)b. Garis
penggambungan (fusion line)c. Daerah pangaruh panas (HAZ, Heat
Affected
Zone)
Gambar 2. Skema distribusi temperatur pada saat pengelasan.
d. Logam induk (parent metal)
Parameter Pengelasan
Dalam proses pengelasan ada banyak parameter pengelasan, dimana
tiap-tiap parameter mempunyai pengaruh yang berlainan terhadap
hasil pengelasan. Beberapa parameter tersebut anatara lain:
a. Kuat ArusBerpengaruh langsung pada penetrasi logam las,
bentuk manik, lebar HAZ dan dilusi. Semakin besar arus las dapat
memperdalam penetrasi logam las dan juga memperlebar HAZ, demikian
sebaliknya. Besarnya kuat arus listrik pada proses pengelasan
tergantung dari jenis logam induk, dimensi dan diameter
elektrode.
b. Kecepatan PengelasanMakin tinggi kecepatan pengelasan
biasanya dipengaruhi oleh tingginya arus pengelasan. Untuk
mencairkan ujung elektrode/kawat las diperlukan energi panas yang
cukup. Apabila energi panas yang diberikan lebih dari cukup
misalnya dengan memberikan arus yang lebih tinggi, maka proses
pencairan ujung elektrode (feeding rate) berlangsung cepat.
Kecepatan pencairan elektrode yang tidak diimbangi dengan kecepatan
pengelasan akan menyebabkan penumpukancairan logam las di permukaan
logam induk.
c. Panjang PengelasanMerupakan fungsi waktu dari proses
pengelasan. Semakin panjang pengelasan yang dilakukan maka waktu
yang dibutuhkan semakin lama untuk kecepatan pengelasan yang sama.
Karena waktu yang dibutuhkan saat proses pengelasan yang dilakukan
lebih lama, maka panas yang diserap oleh logam induk juga lebih
banyak sehingga kemungkinan distorsi yang terjadi semakin
besar.
DistorsiMenurut Kou (2005) [4], karena adanya penyusutan
pembekuan dan kontraksi termal dari logam las selama proses
pengelasan, benda kerja akan mempunyai kecenderungan untuk
menyimpang yang menyebabkan terjadinya
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
13
distorsi. Benda kerja yang dilas dapat menyusut dalam arah
melintang (transvere shrinkage) dan dapat juga dalam arah memanjang
(longitudinal shrinkage), yaitu serarah dengan proses pengelasan.
Perubahan bentuk dalam arah menyudut disebabkan adanya perbedaan
temperatur permukaan yang dilas dengan p e r m u k a a n s e b a l
i k n y a . G a m b a r 3 menggambarkan beberapa jenis distorsi
akibat pengelasan.
Distorsi SudutPenyusutan melintang yang sama rata di
seluruh ketebalan pelat yang dilas akan berakibat terjadinya
distorsi sudut, yaitu berupa menekuknya pelat di daerah sambungan
las yang mengurangi ketegak-lurusan, sehingga terjadi simpangan
(defleksi terhadap kondisi semula). Simpangan yang diakibatkan oleh
terjadinya perubahan ini disebut sebagai distorsi sudut () [rad],
diilustrasikan pada Gambar 4.
Pengukuran besarnya distorsi dari kedua sisi dengan menggunakan
alat ukur dial indikator. Besarnya distorsi sudut dihitung dengan
persamaan:
(1)
Penetrasi
Adalah kedalaman penembusan bahan tambah (elektrode/filler wire)
terhadap logam induk.
Gambar 3. Perubahan bentuk pada lasan [4]
Gambar 4. Pengukuran distorsi sudut pada pengelasan sambungan
butt-joint
Kedalaman penetrasi dipengaruhi oleh input panas, yaitu kuat
arus, kecepatan pengelasan dan tegangan. Gambar 5, menunjukkan
ilustrasi pengukuran kedalaman penetrasi.
Rancangan Eksperimen dan OptimasiRancangan eksperimen bertujuan
untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang diperlukan dalam melakukan penelitian atau persoalan yang
dibahas. Rancangan sebaiknya dibuat sesederhana mungkin, mengingat
waktu, biaya, tenaga dan material yang harus digunakan dalam
penelitian. Dalam penelitian ini rancangan eksperimen digunakan
adalah rancangan eksperimen Central Composite (CCD) [3].Parameter
proses dan level-levelnya yang digunakan dalam penelitian ini
ditunjukkan pada tabel 1.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ditetapkan
dengan rancangan percobaan Central Composite Design (CCD)
ditunjukkan pada tabel 2.
Gambar 5.Pengukuran kedalaman penetrasi
Tabel 1. Parameter Proses dan Level-levelnya
Tabel 1. Rancangan Percobaan CCD
1
221d
d
21X X
2
2
1
1212 ][ X
dXdrad +=+=
Kedalaman penetrasi
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
14
Prosedur Penelitian a.Persiapan Percobaan b.Pembuatan alur las
c.Penekukan/pengerolan d.Pengelasan e.Pengambilan/pembuatan
spesimen
3. DATA DAN PEMBAHASANDari data hasil percobaan kemudian diolah
dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14 [2].
Analisa Distorsi SudutProses analisa data distorsi sudut
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB R14 [2]. Hasil
pengolahan data besarnya kedalaman penetrasi dapat dilihat pada
tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 3. Analisa Regresi Distorsi Sudut
Tabel 4. ANAVA untuk Distorsi Sudut
Gambar 6. Respon permukaan kuat arus dan panjang pengelasan dari
distorsi sudut pada kecepatan pengelasan 25[cm/menit]
Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa tiap variabel
memiliki nilai yang signifikan terhadap respon yang terjadi.
Interaksi hanya terjadi antara X *X dan X *X . Dari tabel 3
diketahui 1 2 2 3bahwa panjang pelat mempunyai pengaruh yang
terbesar terhadap distorsi sudut, diikuti oleh kecepatan pengelasan
dan yang paling kecil pengaruhnya adalah kuat arus. Dari tabel 4,
juga diketahui model distorsi sudut tidak terjadi lack of fit untuk
level = 0,05 dengan variasi total yang
2dapat dijelaskan oleh model R sebesar 91,5%, hasil
Durbin-Watson statistic test menunjukkan nilai 1,47 yang berarti
antara masing-masing pengamatan menunjukkan sifat independen. Model
regresi yang dihasilkan untuk respon besarnya distorsi sudut dapat
dilihat pada persamaan 2.
()() ( )
32
212
2
213
21DS
**000055.0**000003.0*000385.0
*000002.0*002645.0
*00131.0*000673.0438504.0
XXXXX
XX
XXY
+
+
=
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
Untuk mendapatkan nilai minimum distorsi sudut, maka model yang
diperoleh (persamaan 2) kemudian dilakukan optimasi dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak LINGO 8. Gambar 7 dan Gambar 8
adalah menunjukkan cara dan hasil proses optimasi distorsi
sudut.
Dengan menggunakan batas bawah untuk X = 1200 [mm] dan batas
atas X = 400 [mm], X = 250 1 2[A] dan batas bawah X = 350 [A], X =
20 2 3[cm/mnt] dan batas bawah X = 30 [cm/mnt], 3maka didapatkan
nilai distorsi sudut minimum adalah 0,139 [rad]. Nilai tersebut
dapat dihasilkan dengan panjang pelat (X ) 355.75 1[mm], kuat arus
(X ) 250 [A] dan kecepatan 2pengelasan (X ) 30 [cm/mnt].3
Analisa Kedalaman PenetrasiProses analisa data kedalaman
penetrasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB R14
[2]. Hasil pengolahan data besarnya kedalaman penetrasi dapat
dilihat pada tabel 5 dan tabel 6.
Gambar 7. Model distorsi sudut dengan rentang percobaan
parameter.
Gambar 8. Hasil pengolahan model distorsi sudut untuk
mendapatkan nilai optimum
15
Tabel 5. Analisa Regresi Kedalaman Penetrasi
Tabel 6. ANAVA untuk Kedalaman Penetrasi
Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa tiap variabel
memiliki nilai yang signifikan terhadap respon yang terjadi.
Interaksi hanya terjadi antara X *X . Dari tabel 5 diketahui bahwa
2 3panjang pengelasan mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap
kedalaman penetrasi, diikuti oleh kecepatan pengelasan dan yang
paling kecil pengaruhnya adalah kuat arus. Dari tabel 5, juga
diketahui model kedalaman penetrasi tidak terjadi lack of fit untuk
level = 0,05 dengan
2variasi total yang dapat dijelaskan oleh model R sebesar 92,9%,
hasil Durbin-Warson statistic test menunjukkan nilai 1.34 yang
berarti antara masing-masing pengamatan menunjukkan sifat
independen. Model regresi yang dihasilkan untuk respon besarnya
kedalaman penetrasi dapat dilihat pada persamaan 3.
Est imated Regressiopn Coef if icients for kedalaman
penetrasi
C o ef P
6.46686 0.101
-0.01367 0.030
0.00743 0.629
-0.12525 0.385
0.00002 0.035
-0.00005 0.049
-0.00610 0.017
0.00122 0.001
P redicto r
(X2) *(X3)
Constant
Panjang Pelat (X1) [mm]
Kuat Arus (X2) [A]
Kecepatan Pengelasan (X3) [cm/mnt]
(X1) *(X1)
(X2) *(X2)
(X3) *(X3)
Analysisi o f Variance for Kedalaman Penetrasi
So urce D F Seq SS A dj M S F P
Regression 7 6.11176 6.11176 22.35 0.000
Liniear 3 4.29276 0.10840 2.78 0.087
Square 3 1.07480 1.07480 9.17 0.002
Intersection 1 0.74420 0.74420 19.05 0.001
Residual Error 12 0.46874 0.46874
Lack of-Fit 7 0.37760 0.37760 2.96 0.125
Pure Error 5 0.09113 0.09113
Total 19 6.58049
S = 0.01976 R-Sq = 92.9% R-Sq(adj) = 88.7%
Sumber: Hasil olahan perangkat lunak MINITAB 14
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
Gambar 11. Hasil pengolahan kedalaman penetrasi untuk
mendapatkan nilai optimum.
Dengan menggunakan batas bawah untuk X = 1200 [mm] dan batas
atas X = 400 [mm], X = 250 1 2[A] dan batas bawah X = 350 [A], X =
20 2 3[cm/mnt] dan batas bawah X = 30 [cm/mnt], 3maka didapatkan
nilai kedalaman penetrasi minimum adalah 0,2.77 [mm]. Nilai
tersebut dapat dihasilkan dengan panjang pelat (X ) 1341.75 [mm],
kuat arus (X ) 250 [A] dan 2kecepatan pengelasan (X ) 30
[cm/menit].3
Optimasi dual responOptimasi distorsi sudut dengan kendala
kedalaman distorsi sudut dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan non linear programming , a tau d ih i tung dengan
memasukkan nilai-nilai parameter dari hasil distorsi yang optimasi
yaitu 0,139 [rad] yaitu panjang pelat 355.75 [mm], kuat arus 250
[Amper] dan kecepatan pengelasan 30 [cm/menit].
Dari hasil perhitungan didapatkan besarnya kedalaman penetrasi
adalah 2,77 [mm].
16
(3)
Untuk mendapatkan nilai minimum kedalaman penetrasi, maka model
yang diperoleh (persamaan 3) kemudian dilakukan optimasi dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak LINGO 8. Gambar 10 dan Gambar
11 adalah hasil proses optimasi kedalaman penetrasi.
Gambar 9. Respon permukaan kuat arus dan panjang pengelasan dari
kedalaman penetrasi pada kecepatan pengelasan 25 [cm/menit]
Gambar 10. Model kedalaman penetrasi dengan rentang percobaan
parameter.
()() ()
32
23
22
213
21KP
**00122,0*00610,0*00005,0
*00002,0*12525,0
*00743,0*01367.046686.6
XXXX
XX
XXY
+
++
+=
( )() ()
769919.230*250*00122,0
30*00610,0250*00005,0
75.355*00002,030*12525,0
250*00743,075,355*01367.046686.6
22
2KP
=
+
++
+=Y
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
-
4. KESIMPULAN
Dari hasil pengolahan dan analisis data proses pengelasan
butt-joint dengan menggunakan mesin las MIG, dapat disimpulkan
bahwa:1. Dari ketiga variabel proses, yang paling
besar pengaruhnya adalah panjang pelat diikuti kecepatan
pengelasan dan yang paling kecil pengaruhnya kuat arus.
2. Model hubungan antara variabel bebas tebal pelat, kuat arus
dan kecepatan pengelasan terhadap distorsi sudut dinyatakan dengan
persamaan 2
3. Model hubungan antara variabel bebas tebal pelat, kuat arus
dan kecepatan pengelasan terhadap kedalaman penetrasi dinyatakan
dengan persamaan 3.
4. Nilai distorsi sudut terkecil sebesar 0,139 [radian] dan
kedalaman penetrasi 2.77 [mm] dapat dicapai dengan variabel
pengelasan yang menggunakan panjang pelat 355.75 [mm], dengan kuat
arus sebesar 250 [A] dan kecepatan pengelasan sebesar 30
[cm/menit].
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anggono, Juliana, dkk (1999), Pengaruh Besar Input Panas
Pengelasan SMAW Terhadap Distorsi Angular Sambungan T Baja Lunak
SS400, , Jurnal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri,
Universitas Kristen Petra, Surabaya, Vol 1, No. 1
[2] Iriawan, Nur, Astuti, Septin Puji, (2006), Mengolah Data
Statistik dengan Mudah Menggunakan MINITAB 14, Andi,
Yogyakarta.
[3] Montgomery, D.C., (1984), Design And Analysis Of Experiment,
Jhon Willey and Sons.
[4] Kou, Sindho, (2003), Welding Metalurgy, second edition,
Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New
Jersey.Published Simultaneously in Canada.
[5] Wiryosumarto, Harsono dan Toshie O k u m u r a , ( 2 0 0 0 )
, Te k n o l o g i Pengelasan Logam, Jakarta, PT. Pradnya
Paramita.
http://www.petra.ac.id/ ~puslit/journals/
17
Pramono Sidi, (2011) MeTrik Polban, Vol.5, No.1, 10-17 ISSN :
1411-0741
Page 1Page 2Page 3Page 4Page 5Page 6Page 7Page 8