ANALISA KIMIA KUALITAS PRODUK AKHIR PASTA DI PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk. - BOGASARI DIVISION JAKARTA LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh: KATHERINE KRISTALIA K. NIM : 15.I1.0050 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2018
60
Embed
ANALISA KIMIA KUALITAS PRODUK AKHIR PASTA DI PT. … · pabrik tepung terigu Bogasari yang kedua yang berlokasi di kawasan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Selain kedua pabrik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISA KIMIA KUALITAS PRODUK AKHIR PASTA DI PT.
INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk. - BOGASARI DIVISION
JAKARTA
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan
Oleh:
KATHERINE KRISTALIA K.
NIM : 15.I1.0050
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul
“Analisa Kimia Kualitas Produk Akhir Pasta di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.-
Bogasari Division Jakarta”. Laporan ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
Sepanjang penulis melaksanakan Kerja Praktek dan menulis laporan Kerja Praktek ini
penulis mendapatkan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan terkait dengan
pengawasan mutu di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta,
mulai dari penanganan bahan baku hingga produk akhir. Selesainya laporan ini juga
karena adanya peran dari berbagai pihak yang telah sabar membimbing dan memberi
dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi STP, MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
2. Ibu Dr. Ir. B. Soedarini, MP selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis.
3. Ibu Meiliana, S.Gz. M.S. selaku Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu
proses pelaksanaan Kerja Praktek.
4. Bapak Timotius Da Gomez selaku Public Relation di PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktek.
5. Bapak Heppy Suwardiyanto selaku Pembimbing Lapangan selama penulis
melaksanakan Kerja Praktek di Lab. Center PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
- Bogasari Division Jakarta.
6. Seluruh QC-team di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division
Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu karena telah mau
iv
menerima dan banyak membantu dalam memberikan pengajaran dan informasi
selama pelaksanaan Kerja Praktek.
7. Orang tua dan keluarga yang telah banyak memberikan doa dan selalu
memberikan semangat kepada penulis.
8. Jessica, Nadya, dan Deddy yang merupakan teman seperjuangan penulis dalam
melaksanakan Kerja Praktek bersama pada Periode Januari 2018.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan
dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila ada kesalahan,
kekurangan, ataupun hal-hal yang kurang berkenan bagi para pembaca. Penulis
menerima kritik dan saran atas laporan Kerja Praktek yang telah disusun ini. Penulis
berharap laporan Kerja Praktek ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang
membutuhkan, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang.
Semarang, 21 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii
Berdasarkan kedua tabel diatas, hasil analisa kimia produk pasta PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta (Desember 2017) sudah sesuai dengan quality
guide yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa produk pasta yang dihasilkan PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta memiliki kualitas yang baik
dan konsisten terhadap standar yang sudah ditetapkan.
Dalam industri pangan, pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling
penting yang harus diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kualitas dari produk
yang dihasilkan. Kualitas produk tergantung pada proses pengolahan dan bahan baku
yang digunakan (Dick & Kruger, 1996). Tujuan dari pengawasan mutu adalah untuk
menjaga kualitas produk dan keamanan pangan bagi para konsumen. Pengawasan mutu
dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengolahan dan produk akhir
(Alli, 2004). Pengawasan mutu produk pasta yang dilakukan PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta berupa pengujian secara organoleptik, kimia,
fisikawi, dan mikrobiologi yang dilakukan di Lab Centre dibawah departemen PQC.
Pengujian mutu pasta secara kimia yang akan dibahas kali ini adalah delapan pengujian
yang paling utama yaitu kadar analisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar pati,
warna, cooking loss, tekstur dan white specks. Analisa ini menggunakan sampel pasta
jenis 11-spaghetti yang terbuat dari tiga jenis gandum yaitu durum semolina, wheat
semolina, dan blended semolina.
6.1. Analisa Kadar Air (Moisture)
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar aiar produk pasta, serta
menentukan apakah proses pengeringan pasta yang dilakukan telah mencapai standar,
dimana kadar air merupakan parameter untuk menentukan keberhasilan tersebut.
Pengujian ini dengan menggunakan Moisture Tester Buhler. Selain itu, semakin tinggi
aktivitas air pada produk pasta dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
pathogen, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus dan kapang. Aktivitas air pada
dried pasta berkisar antara 0,4-0,6, sedangkan bakteri dan kapang dapat tumbuh pada
aktvitas air lebih dari 0,9 dan 0,65. Maka dari itu, PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. -
Bogasari Division Jakarta menetapkan quality guide kadar air untuk semua jenis pasta
46
adalah sebesar maksimal 12,5% atau setara dengan aktivitas air 0,4-0,6. Sedangkan
menurut standar SNI 01-3777-1995 mengenai produk makaroni dan pasta, menetapkan
kadar air pasta maksimal 12,5% (Fitriani et al., 2013). Hal ini sesuai dengan teori dari
Dick & Kruger (1996), bahwa kadar air pasta pada saat akhir proses pengeringan harus
mencapai 12,5%. Berdasarkan hasil analisa yang didapat, kadar air pada produk pasta
jenis durum semolina, blended semolina dan wheat semolina secara berturut-turut
adalah sebesar 11,1%, 11,1%, dan 11,4%. Dari hasil analisa tersebut telah memenuhi
standar quality guide dan standar SNI yang ditetapkan yaitu kurang dari 12,5%.
Sehingga dengan demikian proses pengeringan pasta telah berhasil dan mikroorganisme
pathogen tidak dapat tumbuh dan mempengauhi kualitas produk pasta yang dihasilkan.
6.2. Analisa Kadar Abu (Ash)
Hasil analisa kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam produk
pasta serta untuk mengetahui kemurnian dari semolina. Abu merupakan senyawa
anorganik sisa pembakaran senyawa organik. Kadar abu dari biji gandum sebagian
besar terdapat pada bagian kulitnya, dimana peningkatan ekstraksi penggilingan
gandum dapat menyebabkan kadar abu pada semolina yang dihasilkan semakin tinggi.
Semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan, maka warna produk pasta akan semakin
gelap (Kill & Turnbull, 2007). Adanya kandungan mineral (Fe, Cu, Zn dan I) dalam
pasta dapat mempercepat reaksi Maillard dengan cara mengakumulasi senyawa
melanoidin. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta menetapkan
standar maksimum kadar abu pada produk pasta maksimal 0,9% (durum semolina), 0,86%
(blended semolina), dan 0,7% (wheat semolina). Sedangkan menurut standar SNI 01-
3777-1995 mengenai produk makaroni dan pasta, menetapkan kadar abu pasta
maksimal 1% (Fitriani et al., 2013). Pada pengujian kadar abu, didapatkan hasil analisa
(Desember 2017) sebesar 0,81% (durum semolina), 0,75% (blended semolina), dan 0,53%
(wheat semolina). Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa kadar abu pada produk
pasta sudah sesuai dengan quality guide dan standar SNI yang ditetapkan. Selain itu,
dari hasil analisa yang didapatkan menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam
semolina relatif rendah (Manthey & Iii, 2007).
47
6.3. Analisa Kadar Protein
Kandungan protein dan gluten merupakan faktor utama yang menentukan cooking
quality dan rheologi adonan pasta (Bruneel et al., 2009). Menurut Irani (2000),
komponen protein dalam pasta sebesar 12-14%. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. -
Bogasari Division Jakarta menetapkan standar minimum kadar protein pada produk
pasta jenis durum semolina, blended semolina, dan wheat semolina secara berturut-turut
adalah 12%, 11,0%, dan 10,5%. Sedangkan menurut standar SNI 01-3777-1995
mengenai produk makaroni dan pasta, menetapkan kadar protein pasta minimal 10%
(Fitriani et al., 2013). Dari hasil analisa didapatkan kandungan protein pada pasta jenis
durum semolina, blended semolina, dan wheat semolina secara berturut-turut sebesar
14,09%, 13,42%, dan 12,01%. Hal ini menunjukkan bahwa pasta yang diproduksi telah
memenuhi quality guide dan standar SNI yang ditetapkan. Selama proses pemasakan,
terjadi kompetisi antara pembengkakan pati dengan polimerisasi protein yang
mempengaruhi kualitas pasta matang, dimana dapat terbentuk pasta yang firm dan
elastis jika jaringan protein yang terbentuk kuat dan partikel-partikel pati terperangkap
dalam jaringan tersebut, atau dapat pula terbentuk pasta yang lengket dan lunak jika
terjadi pembengkakan pati. Pembentukan jaringan atau polimerisasi protein dibutuhkan
untuk mendapatkan cooking quality yang baik, yang dapat mengurangi efek negatif dari
pembengkakan pati selama pemasakan, dimana jaringan protein tersebut membatasi
penyerapan air yang dapat mencegah pati mengalami leaching sehingga kelengketan
pasta menjadi berkurang. Polimerisasi protein muncul ketika proses produksi dan
pemasakan pasta (Bruneel et al., 2009).
Polimerisasi protein terjadi akibat adanya reaksi antara protein dengan ikatan disulfida,
hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membentuk jaringan bersifat viskoelastis.
Sedangkan proses pembengkakan pati terjadi akibat pecahnya jaringan protein. Jaringan
protein yang lemah akan melepaskan eksudat dari gelatinisasi pati dan membentuk
permukaan pati sehingga pasta menjadi lengket (Dick & Kruger, 1996). Jaringan protein
pada pasta selama pemasakan juga memberikan shear resistance pada partikel-partikel
di dalamnya. Jika polimerisasi protein lebih sedikit baik saat proses produksi (proses
pengeringan yang tepat) maupun saat pemasakan dapat mencegah terjadinya
pembengkakan pati, sehingga cooking losses lebih sedikit dan pasta tidak lengket.
48
Namun jika polimerisasi protein terlalu banyak baik pada saat proses produksi (terutama
pada kondisi pengeringan yang berlebih) maupun saat pemasakan dapat menyebabkan
penurunan ketahanan untuk mencegah pembengkakan pasta sehingga semakin banyak
cooking losses dan pasta menjadi semakin lengket (Bruneel et al., 2009). Selain itu,
jumlah serat yang tinggi mempengaruhi ikatan antara protein dan pati pada pasta
(Junqueira et al., 2017)
6.4. Analisa Kadar Pati (Starch)
Kadar pati pada produk pasta spaghetti adalah 63,1% dari dry basis pasta (Dhiraj &
Prabhasankar, 2013). Hasil analisa kadar pati PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. -
Bogasari Flour Mills Jakarta (Desember 2017) pada jenis sampel pasta durum semolina,
blended semolina, dan wheat semolina secara berturut-turut adalah sebesar 68,81%,
69,12%, dan 69,31%. Jika kadar pati yang terkandung dalam pasta semakin tinggi dapat
menyebabkan tekstur pasta matang semakin keras (Dexter & Matsuo, 1979).
Pengeringan dengan suhu tinggi dapat menguatkan jaringan gluten yang dapat
melindungi granula pati dari kerusakan selama proses pemasakan. Selain itu,
pengeringan dengan suhu tinggi juga dapat mengurangi permeabilitas air, mencegah
perpindahan granula pati, mengurangi cooking loss dan meningkatkan firmness pada
pasta (Dhiraj & Prabhasankar, 2013).
6.5. Analisa Warna
Warna pasta yang baik adalah kuning, dimana warna ini berasal dari komponen seperti
pigmen karotenoid, beberapa lipid tertentu dan aktivitas lipoksigenase pada semolina.
Warna pasta juga dipengaruhi oleh adanya bahan tambahan pangan berupa pewarna
tartrazin yang menghasilkan warna kuning lemon (Rahayu et al., 2009). Menurut
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 37
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna,
menetapkan batas maksimal penggunaan pewarna tartrazin untuk produk pasta adalah
sebesar 70 mg/kg. Nilai yellowness yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan pigmen
karotenoid pada pasta tinggi (Boudalia et al., 2016). Komponen-komponen tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik pada gandum, kondisi saat penggilingan gandum
(milling), dan parameter yang digunakan saat proses pembuatan pasta (seperti mixing,
49
ekstruksi, pengeringan, dan sebagainya), dimana faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi oksidasi yang dapat merusak pigmen karotenoid melalui enzim
lipoksigenase, sehingga warna pasta menjadi pudar. Hilangnya pigmen karotenoid pada
pasta lebih sering terjadi ketika proses pengeringan pasta dibandingkan oksidasi oleh
enzim lipoksigenase, karena rendahnya substrat bagi enzim lipoksigenase berupa poly-
unsaturated fatty acids (PUFA) bebas serta adanya protein yang terkandung dalam
pasta, sehingga oksidasi pigmen oleh enzim lipoksigenase dapat dicegah. Semakin
tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan pada proses pengeringan pasta
menyebabkan semakin besar resiko kehilangan lysine pada pasta (Dick & Kruger,
1996).
Selain itu, kualitas warna pada produk pasta juga dipengaruhi oleh reaksi pencoklatan
baik secara enzimatis maupun non-enzimatis, dimana reaksi pencoklatan ini dipengaruhi
oleh adanya warna alami protein dan oksidasi enzimatis. Pada protein terlarut berwarna
yang mengandung tembaga berpengaruh pada jenis pencoklatan yang terjadi pada pasta.
Maillard merupakan reaksi pencoklatan secara non-enzimatis, dimana biasanya muncul
ketika gugus karbonil bereaksi dengan gugus amino bebas dari asam amino, peptida,
dan protein (Dexter et al., 2004). Sedangkan reasi pencoklatan secara enzimatis terjadi
selama proses produksi pasta, dimana sebagian flavonoid teroksidasi oleh polyphenol
oxidase (PPO) sehingga menyebabkan munculnya komponen pencoklatan. Untuk
mencegah browning dapat dilakukan dengan cara menggunakan gandum durum dengan
ketentuan sebagai berikut, yaitu kaya pigmen karotenoid, rendah aktivitas enzim
lipoksigenase dan PPO, memperhatikan penggunaan suhu tinggi dan kondisi saat
pengeringan yang dapat berpengaruh terhadap karakteristik pasta dan semolina.
Penggunaan suhu tinggi pada awal proses pengeringan dapat menghambat sebagian
aktivitas enzim, dimana salah satunya adalah aktivitas enzim pengoksidasi pigmen
pasta. Selain itu, relative humidity (RH) pada saat proses pengeringan perlu dikontrol,
sehingga reaksi Maillard dapat dicegah (Dick & Kruger, 1996).
6.6. Analisa Cooking Loss
Cooking loss menunjukkan seberapa besar kandungan pati yang hilang selama proses
pemasakan pasta dalam waktu tertetntu. Cooking loss dipengaruhi oleh waktu
50
pemasakan pasta, dimana semakin lama waktu pemasakan maka semakin banyak
cooking loss pada pasta. Komponen pasta yang mudah larut dalam air dapat berpindah
ke larutan yang lebih tinggi atau lebih rendah jumlahnya. Contoh komponen yang dapat
berpindah ke larutan yang lebih tinggi jumlahnya, yaitu pati yang tergelatinisasi dan
produk hidrolisisnya, oligosakarida, atau gula sederhana. Sedangkan contoh komponen
yang dapat berpindah ke larutan yang lebih rendah jumlahnya, yaitu serat tidak larut.
Perpanjangan waktu pemasakan spaghetti selama 10 menit dari waktu optimal
pemasakan dapat menyebabkan penurunan jumlah kandungan amilosa pada pasta yang
dimasak, serta meningkatkan jumlah polimer tersebut dalam air yang digunakan untuk
memasak pasta. Selain itu, perpanjangan waktu pemasakan dari 3-12 menit dapat
menyebabkan penurunan komponen karbohidrat seperti fruktosa, glukosa, dan maltosa
pada pasta yang dimasak seiring dengan peningkatan jumlah komponen karbohidrat
tersebut dalam air yang digunakan untuk memasak pasta (Sobota & Zarzycki, 2013).
Cooking loss berkaitan dengan kelengketan pasta, dimana semakin tinggi cooking loss
maka pasta yang dimasak memiliki tesktur yang semakin lengket. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya amilosa yang terlarut dalam air dan menyebabkan tekstur pasta menjadi
semakin lengket (Kosović et al., 2016). Pada saat pasta dimasak, granula pati yang
terbungkus dalam matriks protein mengalami pembengkakan dan gelatinisasi, sehingga
struktur protein menjadi kurang kompak. Hal ini menyebabkan air mudah masuk ke
dalam matriks protein, sehingga komponen pati ikut terlarut dalam air yang digunakan
untuk memasak pasta. Tingkat cooking loss pada pasta berprotein tinggi lebih rendah
karena protein tersebut dapat mempertahankan kekuatan strukturnya, sehingga memiliki
kualitas pasta matang yang lebih baik. Pasta yang terbuat dari semolina memiliki
cooking loss sekitar 6,5% (Sobota & Zarzycki, 2013). Pada analisa kimia produk pasta
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta menghasilkan cooking
loss masing-masing jenis pasta sebesar 1,18% (durum semolina), 1,22% (blended
semolina), dan 1,24% (wheat semolina). Sementara itu, quality guide cooking loss yang
ditetapkan pada masing-masing jenis pasta sebesar maksimal 3%. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil analisa cooking loss telah sesuai dengan teori yang ada.
51
6.7. Analisa Tekstur
Analisa ini menggunakan alat Texture Analyzer, dimana prinsip kerjanya adalah
menarik atau menekan sampel melalui sebuah probe yang sesuai dengan jenis bahan
yang dikehendaki. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel long pasta yang
sudah dimasak. Pasta yang sudah matang diharapkan memiliki tekstur yang tidak
lengket atau lembek saat dimakan. Hardness menunjukkan kekuatan atau ketahanan
pasta. Chewiness berkaitan dengan kekuatan elastisitas matriks protein pada pasta. Pati
merupakan komponen utama dalam semolina, dimana gelatinisasi pati berpengaruh
pada firmness pasta matang (Dexter & Matsuo, 1979). Kualitas cooked pasta
dipengaruhi oleh interaksi antara pati dan gluten yang intensitasnya dipengaruhi oleh
kondisi pengeringan pasta. Jika gluten yang terkoagulasi memiliki struktur yang kurang
kompak dan elastis, maka struktur granula pati akan mudah membengkak selama proses
pemasakan dan menyebabkan lebih banyak kehilangan komponen terlarut di dalam air
rebusan. Semakin banyak pati yang terlarut ditunjukkan melalui warna air rebusan yang
semakin keruh, dimana hal ini menyebabkan tekstur pasta matang menjadi lebih lengket
(Kill & Turnbull, 2007).
Selama proses pembuatan pasta, protein dan air akan membentuk jaringan yang terdiri
dari lapisan film yang hanya dapat ditembus oleh pati. Ketika pasta dimasak, maka
terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi protein yang menyebabkan perubahan tekstur
akhir pasta. Tekstur juga berhubungan dengan cooking loss, dimana pasta yang
memiliki kandungan protein tinggi mengalami peluruhan pati yang lebih sedikit selama
pemasakan pasta, sehingga tekstur pasta semakin kuat. Kandungan protein sangat
berpengaruh pada tekstur pasta, karena di dalam protein tedapat ikatan hidrogen,
disulfida, dan ikatan hidrofobik yang membentuk matriks dan menyebabkan tekstur
pasta matang menjadi firm dan elastis. Selain itu, kandungan protein yang tinggi juga
dapat mempertahankan tekstur adonan pasta dari kerusakan fisik selama proses ektruksi
(kneading) dan pemasakan (Sozer & Kaya, 2008). Jaringan protein yang lemah akan
melepaskan eksudat dari gelatinisasi pati dan membentuk permukaan pati sehingga
pasta menjadi lengket (Dick & Kruger, 1996).
52
6.8. Analisa White Specks
White specks merupakan bintik-bintik putih yang terdapat pada produk pasta. White
specks dapat muncul akibat beberapa faktor, yaitu adanya gelembung udara yang
terperangkap didalam adonan pasta, sehingga pada produk akhir pasta terdapat bintik-
bintik putih. Gelembung udara ini dapat muncul jika proses pencampuran adonan pasta
tidak berjalan optimal. Selain itu, adanya ukuran partikel semolina yang tidak seragam
dan pembasahan adonan yang tidak merata, sehingga pada saat proses pencampuran
partikel semolina yang besar tidak dapat menyerap air dengan baik. Untuk mencegah
munculnya white specks, maka perlu adanya optimasi keadaan vakum pada saat proses
pencampuran maupun pada saat proses ekstruksi, serta optimasi kelembaban adonan
pasta (Dick & Kruger, 1996). Hasil analisa white specks dipengaruhi oleh perspektif
teknisi yang melakukan pengujian, karena pengujian ini bersifat objektif sehingga hasil
penghitungan white specks pada pasta dapat berbeda-beda (Symons et al., 1996).
53
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
• Pengawasan mutu produk pangan merupakan hal utama yang harus dilakukan untuk
menjaga kualitas dan keamanan pangan yang konsisten.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pasta adalah jenis gandum yang
digunakan, proses penggilingan gandum, dan proses produksi pasta.
• Analisa kimia kualitas produk akhir pasta yang dilakukan PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta adalah analisa kadar air, kadar abu, kadar
pati, warna, cooking loss, tekstur dan white specks.
• Hasil analisa kimia kualitas produk akhir pasta PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. -
Bogasari Flour Mills Jakarta jenis durum semolina, blended semolina, dan wheat
semolina (Desember 2017) telah sesuai dengan standar quality guide yang ditetapkan.
• PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta telah melakukan
pengawasan mutu produk akhir pasta dengan baik.
• Pengawasan mutu yang dilakukan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari
Division Jakarta dimulai dari penanganan bahan baku gandum, proses pengolahan
baik penggilingan semolina maupun proses produksi pasta, hingga menjadi produk
akhir pasta.
7.2. Saran
Saran dari penulis yang dapat diberikan terkait dengan analisa kimia kualitas produk
akhir pasta PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. - Bogasari Division Jakarta adalah agar
dilakukan pengujian kekuatan atau fleksibilitas adonan pasta (tepung semolina) dengan
menggunakan Alveograph, dimana selama ini pengujian kekuatan adonan hanya dengan
menggunakan Texture Analyzer.
54
8. DAFTAR PUSTAKA
Alli, I. (2004). Food Quality Assurances, Principles, and Practise. CRC Press. USA. https://epdf.tips/food-quality-assurance-principles-and-practices.html
Bao, J., and Bergman, C. J. (2004). Starch in Food. Woodhead Publishing Limited.
https://doi.org/10.1533/9781855739093.2.258
Boudalia, S. , E. Y. Mezroua , A. Bousbia, M. Khaldi, W. Merabti & H. Namoune. (2016). Evaluation of the stability of the physic-chemical properties and sensory qualities of farfalle pasta from the region off Guelma, Algeria. Mal J Nutr 22(3):443-453, 2016. https://www.researchgate.net/publication/313601836_Evaluation_of_the_stability_of_the_physico-chemical_properties_and_sensory_qualities_of_farfalle_pasta_from_the_Region_of_Guelma_Algeria
Bruneel, C., Pareyt, B., Brijs, K., and Declour, J. A. (2009). The impact of the protein network on the pasting and cooking properties of dry pasta products. Food Chemistry 120 (2010) 371-378. https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/256028/1/Bruneel%2Bet%2Bal%2B2010.%2BFood%2Bchem%2B120%2B371-378.pdf
Chanu, S. N. and Jena, S. (2015). Development of millet fortified cold extruded pasta and analysis of quality attributes of developed pasta products. The International Journal Of Science & Technoledge, Vol. 3 Issue 6 June 2015. http://www.theijst.com/force_download.php?file_path=wp-content/uploads/2015/07/21.-ST15
Dexter, J. E., and Matsuo, R. R. (1979). Effect of Starch on Pasta Rheology and Spaghetti Cooking Quality. Cereal Chemistry, 56(3), 190–195. https://www.aaccnet.org/publications/cc/backissues/1979/Documents/chem56_190.pdf
Dexter, J. E., M. A. Doust, C. N. Raciti, G. M. Lombardo, F. R. Clarke, J. M. Clarke, B. A. Marchylo, L. M. Schlichting, and D.W. Hatcher. (2004). Effect of durum wheat (Triticum turgidum L. var. durum) semolina extraction rate on semolina refinement, strength indicators and pasta properties. Canadian Journal Of Plant Science. http://www.nrcresearchpress.com/doi/abs/10.4141/P03-205#.WremAYhubIU
Dhiraj, B and Prabhasankar, P. (2013). Influence of Wheat-Milled Products and Their Additive Blends on Pasta Dough Rheological, Microstructure, and Product Quality Characteristics. Hindawi Publishing Corporation International Journal
of Food Science Volume 2013. http://dx.doi.org/10.1155/2013/538070
Dick, J. W. and Kruger, J. E. (1996). Pasta and noodle technology. Retrieved from http://lib.unika.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24605&keywords=pasta
EPA. (1995). Pasta Manufacturing. U.S. environmental Protection Agency Office of Air Quality Planning and Standards Emission Factor and Inventory Group Research Triangle Park, NC 27711. https://www3.epa.gov/ttnchie1/ap42/ch09/bgdocs/b9s09-5.pdf
Fitriani, Sugiyono, Purnomo, E. H. (2013). Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki) dan Terigu (Triticum aestivum L.). Jurnal Pangan, Vol. 22 No 4 Desember 2013 : 349-364. http://jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/136
Iriani, P. (2000). Pasta quality traits of some durum wheat varieties. J. Agr, Sci. Tech. (2000) Vol. 2:143-148. http://jast.modares.ac.ir/article-23-11856-en.pdf
Junqueira, J. R. J., Junior, F. A. D. L., Fernandes, G. S., Paes, M. C. D. & Pereira, J. (2017). Proximate composition and technological characteristics of dry pasta incorporated with micronized corn pericarp. Universidade Federal Rural do Semi-Árido Pró-Reitoria de Pesquisa e Pós-Graduação. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1983-21252017000200496&lng=en&tlng=en
Kill, R. C., and Turnbull, K. (2007). Pasta and Semolina Technology. Pasta and Semolina Technology. https://doi.org/10.1002/9780470999370
Kosović, I., Marko J., Antun J., Durdica A., and Daliborka K.K. (2016). Influence of chestmut flour addition on quality characteristics of pasta made on extruder and minipress. Czech J. Food Sci., 34, 2016 (2): 166-172. https://www.agriculturejournals.cz/publicFiles/181690.pdf
Manthey, F. A., and Iii, C. A. H. (2007). Effect of processing and cooking on the content of minerals and protein in pasta containing buckwheat bran flour. Journal of the Science of Food and Agriculture, 2033 (October 2005), 2026–2033. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/jsfa.2953
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 37
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=Cwz64Bj9OPinOJI%2Bk4%2BRloz%2FFtdUIuPm7dPnQTWo5xo%3D
Pomeranz, Y. (1964). Wheat chemistry and technology. Retrieved from http://lib.unika.ac.id/index.php?p=show_detail&id=22048&keywords=wheat
Rahayu, W. S., Tjiptasurasa, Najilah, P. (2009). Analisis Zat Warna Tartrazin pada Minuman Orson dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel di Pasar Induk Brebes. Pharmacy, Vol. 06 No. 01 April 2009. http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARMACY/article/view/406
Sandberg, E. (2015). The effect of durum wheat bran particle size on the quality of bran enriched pasta. Swedish University of Agricultural Science. https://pdfs.semanticscholar.org/7358/0810ed287cf715e40b9a8c02d3af2144f765.pdf
Sobota, A. & Zarzycki, P. (2013). Effect of pasta cooking time on the content and fractional composition of dietary fiber. Journal of Food Quality, Vol 36 (2013) 127-132. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/jfq.12023
Sozer, N. & Kaya, A. (2008). The effect of cooking water composition on textural and
cooking properties of spaghetti. International Journal of Food Properties, 11: 351-362, 2008. https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/10942910701409260?needAccess=true
Suteebut, N., Petcharat, K., Tungsathitporn, D., and Sae-tung, D. (2009). Pasta from organic jasmine. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 2009, Special Issue, S349-S355. http://www.ajofai.info/Abstract/Pasta%20from%20organic%20jasmine%20rice.pdf
Symons, S. J., Dexter, J. E., Matsuo, R. and Marchylo, B. A. (1996). Semolina Speck Coounting Using an Automated Imaging System. Cereal Chemistry. 73(5):561-566, Vol. 73, No. 5, 1996. http://www.aaccnet.org/publications/cc/backissues/1996/documents/73_561.pdf
Ubadillah, A. & Hersoelistyorini, W. (2010). Kadar protein dan sifat organoleptik nugget rajungan dengan substitusi ikan lele (Clarias gariepinus). Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 2 Tahun 2010. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPDG/article/view/787
Wibowo, B. A., Rivai, M. & Tasripan. (2016). Alat uji kualitas madu menggunakan polarimeter dan sensor warna. Jurnal Teknik ITS Vol. 5, No. 1, (2016). http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/viewFile/15251/2513