Top Banner
86

ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

Nov 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI

ANJUNGAN LEPAS PANTAI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh:

KHASANNIM 108097000013

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013 M/ 1434 H

Page 2: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …
Page 3: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …
Page 4: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

iii

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, BUKAN JIPLAKAN DARI

KARYA ORANG LAIN, KECUALI BEBERAPA PENDAPAT ATAU

KUTIPAN ORANG LAIN YANG SAYA SEBUTKAN MASING-MASING

SUMBERNYA.

Jakarta, September 2013

KHASAN

Page 5: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

iv

Abstrak

ANALISA KERUSAKAN PADA KOMONEN BAUT DI ANJUNGAN

LEPAS PANTAI. Dalam penelitian ini disajikan suatu hasil analisa kerusakan

baut di anjungan lepas pantai, analisa kerusakan ini dilakukan dengan melihat

komposisi kimia, hasil uji tarik, kekerasan, analisa permukaan patahan

(fraktografi) dan struktur mikro (metalografi). dengan mengetahui jenis dan

penyebab kerusakan pada baut tersebut, maka dapat dirumuskan langkah –

langkah penanggulangan atau pencegahan sehingga kerusakan dapat dihindari.

Hasil analisa kerusakan ini menunjukkan bahawa baut tersbut telah mengalami

patah lelah akibat beban tegangan yang berlebihan (overload) berupa pembebanan

dinamis dan penyebab kerusakan berawal dari cacat manufaktur. Berdasarkan

hasil pengujian komposisi kimia baja yang digunakan sebagai bahan baut adalah

jenis baja karbon sedang (medium carbon steel), dengan nilai kekerasan (306 :

321 HV), untuk hasil analisis struktur mikro pada baut ini memiliki struktur mikro

martensite temper akibat proses perlakuan panas.

Kata kunci: Bolt, Fraktografi, metalografi, Uji Kekerasan, kelelahan, matrensite

temper

Page 6: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

v

ABSTRACT

FAILURE ANALYSIS OF THE BOLT AT OFFSHORE PLATFORMS. This

research provides the results of failure analysis of the bolt at offshore platforms,

the process of the failure analysis from the series of laboratory testing such as

chemical composition, tensile testing, hardness, fracture surface (fractography)

and microstructure (metallography). To failure the type and cause failure to the

bolt, it can be formulated measures – mitigation pr prevention measures so that

failure can be avoided. The results of the analysis we see this bolt have suffered

fatigue failure load stress (overload) in the from of dynamic loading and the

initiation cracking surface and manufacture defect. Based on the results of testing

the chemical composition of the steel used as the material is carbon steel bolts are

(medium carbon steel), with a hardness value (306: 321 HV), for the analysis of

the microstructure of the bolt has a tempered martenite microstructure.

Keywords : Bolt, fractography, metalography, hardness testing, fatigue, tempered

martenite

Page 7: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

karna atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini dengan judul “ ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI

ANJUNGAN LEPAS PANTAI ”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah

kepada baginda Nabi Muhammad SAW atas suri tauladan beliau. Dengan

selesainya skripsi ini, maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingannya, kepada :

1. Orang tua dan keluarga dari penulis yang telah memberi dukungan baik

moril maupun materil, menguatkan diriku dengan doa, yang selalu

memberikan aku semangat, kasih sayang, serta menasehatiku dan

membimbingku dalam segala hal untuk menuju keberhasilan.

2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si Selaku Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Sutrisno, M.Si. selaku Ketua Prodi Fisika Universitas Islam Negeri

syarif hidayatullah Jakarta

4. Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si. selaku dosen pembimbing I terimakasih

atas bimbingan, pengarahan dan diskusi dengan penuh kesabaran yang

selalu memberikan arahan, nasuehat serta masukan – masukannya kepada

penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

5. Bapak Ir. Edy Sumarsono, M.T selaku dosen pembimbing II, terimakasih

atas bimbingan dan pengarahannya dengan penuh kesabaran yang selalu

Page 8: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

vii

memberikan arahan, naesat dan masukan-masukannya kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Terimakasih kepada seluruh staff peneliti Balai Besar Teknologi Kekuatan

Struktur, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKS, BPPT)

PUSPITEK Serpong.

7. Teman – teman seperjuangan dan seangkatan Fisika 2008: Agus, April,

Bram, Elis, Emma, Fadhil, Fahmi, Fauzan, Hanisa, Ika, Imam, Indra,

Irmawan, Irna, Isna, Iwan, Mudin, Mut, Nailil, Niko, Putri, Ridwan,

Wahyu, dan Waskito. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini

8. Buat temen – temen saya : Molan, Zaki, Syukron, Khusni Z.N, Mashadi,

Icha, Ahlan, Lukman dan temen seangkatan 08 yang tidak bisa saya

sebutkan. Wisnu purbaya, Arul, Eep, Muhyi, Adib. Terima kasih atas kerja

samanya dan pengertiannya.

9. Mas Diwang, Pak Nanang Anwarudin (semoga bimbel Steno nya tambah

maju) dan Pak Pak Sapto terima kasih atas kesdediaannya berbagi ilmu.

10. Terimakasih juga buat sahabat dan teman – teman IMMAN, HIMA-CITA,

dan KMSGD.

11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

viii

Penulis minta maaf apabila dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan, dan penulis mengharapkan masukkan berupa saran maupun

kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, terima kasih atas

segala bantuan, dukungan serta perhatiannya, dan penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat di masa yang akan datang sebagai acuan untuk pengembangan

selanjutnya.

Jakarta, September 2013

Penulis

Page 10: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ……………………………………..ii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................... iv

ABSTRACT .............................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3

1.4 Batasan Masalah .......................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................. 4

BAB II. DASAR TEORI .......................................................................... 6

2.1 Baut ............................................................................................. 6

Page 11: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

x

2.1.1 Material Baut .................................................................... 6

2.1.2 Proses Pembuatan Baut ..................................................... 9

2.1.3 Sistem Sambungan Pada Baut .......................................... 10

2.2 Analisa Kerusakan (Failure Analysis) ....................................... 11

2.2.1 Definisi Kerusakan (Failure) ........................................... 14

2.2.2 Bentuk – Bentuk Perpatahan Pada Baut ........................... 15

2.3 Kelelahan (Fatigue) ..................................................................... 18

2.4 Metalografi .................................................................................. 29

2.5 Fraktografi ................................................................................... 36

2.6 Kekerasan .................................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 43

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 43

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian .................................................. 43

3.2.1 Bahan Penelitian ................................................................ 43

3.2.2 Peralatan Penelitian .......................................................... 43

3.3 Tahapan Penelitian...................................................................... 44

3.3.1 Pengujian Komposisi Kimia ............................................ 45

3.4.4 Pengujian Metalografi ...................................................... 46

3.4.5 Pengujian Kekerasan ....................................................... 48

3.4.6 Pengujian Tarik................................................................. 54

Page 12: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 50

4.1 Hasil Pemeriksaan Visual atau Makro Fraktografi.................. 50

4.2 Hasil Pengujian metalografi ...................................................... 54

4.3 Hasil Pengujian komposisi kimia............................................. 58

4.4 Hasil Pengujian kekerasan ....................................................... 60

BAB V PENUTUP .................................................................................. 62

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 62

5.2 Saran ........................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 67

LAMPIRAN .............................................................................................. 69

Page 13: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi kimia untuk baut tipe 1 (baja karbon sedang, baja paduan

atau paduan boron…………………………………………………….. 7

Tabel 2.2 Penyelesaian masalah yang timbul pada pemotongan abrasive…….. 31

Tabel 2.3 Skala pada metode pengujian kekerasan Rockwell……………………42

Tabel 2.4 Cara – cara pengujian kekerasan………………………………………42

Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia dengan menggunakan alat METOREX……65

Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan dengan menggunakan alat frank finotest…………67

Page 14: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tahapan proses pembuatan baut dan mur. (a) machined bolt.

(b) headed bolt with rolled thread…………………………….. 10

Gambar 2.2 Sambungan tipe tumpu pada baut. …………………………………11

Gambar 2.3 Sambungan tipe gesek pada baut………………………………….. 11

Gambar 2.4. Mode Perpatahan. (a). Perpatahan material sangat ulet. (b)

Perpatahan material ulet. (c) Perpatahan material getas……… 16

Gambar 2.5. Tahapan terjadinya mode perpatahan ulet. (a) penyempitan awal. (b)

pembentukan rongga- rongga kecil (cavity). (c)penyatuan rongga –

rongga retakan. (d) perambatan retakan. (e) perpatahan geser akhir

pada sudut 450…………………………………………………….. 17

Gambar 2.6. Beberapa awal retak (inti retak) fatigue di tepi atas (antara A) dan

ada lagi di tepi bawah (antara B). final fracture di tunjukkan dengan

tanda panah……………………………………………………….. 22

Gambar 2.7. Tanda panah menunjukkan awal retak pada baja 4330V…………. 22

Gambar 2.8. Skematis penampilan Permukaan patah fatigue terhadap kondisi

pembebanan………………………………………………………23

Gambar 2.9 Diagram tegangan siklik…………………………………………… 27

Gambar 2.10. diagram alir persiapan sampel struktur mikro…………………… 30

Gambar 2.11. Skema prinsip Penekanan oleh harnened steel ball dengan metode

brinell…………………………………………………………….. 39

Gambar 2.12. Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran………..40

Gambar 2.13. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers………………41

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian…………………………………………….44

Gambar 3.2 Specimen ditempelkan pada pembangkit sinar x…………………...46

Gambar 3.3 hasil survey meter pada uji Metorex………………………………..46

Page 15: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

xiv

Gambar 3.4 alat untuk melakukan polishing…………………………………….47

Gambar 3.5 Alat mikroskopis untuk pengambilan photo struktur mikro……….48

Gambar 3.6 alat pengujian dengan metode Vickers..............................................49

Gambar 4.1 Bentuk permukaan patahan baut clam pinyang dianalisis…………50

Gambar 4.2. a) photo makro permukaan patahan baut clamp pin yang mengalami

patah lelah (fatigue fracture) dan awal patah yang dimulai dari tepi

baut (awal patah). Terlihat juga alur garis pantai (beach mark) yang

menunjukkan bentuk area patah lelah hingga 90% dan yang 10%

adalah patah sisa. b) Pada daerah tengah – tengah terdapat retak

akibat beban operasi sesaat………………………………………51

Gambar 4.3 a) Pengambilan sampel metallografi potongan A – B . b) Photo makro

etsa sampel metallografi potongan memanjang (A- B )………….53

Gambar 4.4 a) Lokasi adanya secondary cracks sejajar dengan awal patah. b)

lokasi pengambilan struktur mikro. c) Bentuk struktur mikro baut

yang telah mengalami kerusakan, etsa natal 5%, dengan perbesaran

200x………………………………………………………………55

Gambar 4.5 a) Pembesaran lokasi pengambilan struktur mikro pada gambar 4.4

(a). b) Bentuk struktur mikro baut yang telah mengalami kerusakan,

etsa nital 5%, dengan perbesaran 500x……………………………57

Gambar 4.6 Lokasi uji kekerasan pada sampel potongan baut………………….61

Page 16: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi baut yang mengalami patah ……………………………. 69

Lampiran 2. Bentuk baut clam in yang di ukur dengan penggaris dan ulir baut

yang dianalisis………………………………………………… 70

Page 17: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk – bentuk kerusakan baik yang disengaja ataupun tidak pada

suatu komponen merupakan peristiwa yang sangat tidak diinginkan, karena

hal ini dapat menimbulkan kerugian baik secara moril maupun materil yang

tidak sedikit. Untuk itu perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk tetap

menjamin kekuatan dari setiap komponen yang dipergunakan. Salah satu

faktor yang sering terjadi adalah kerusakan pada komponen baut, hal ini

biasanya akibat dari tidak tepat pemilihan bahan, penggunaan dan desain

komponen yang akan dipergunakan yang dapat menimbulkan kerugian yang

sangat besar.

Bentuk kerusakan yang sering terjadi adalah patah/rusaknya

komponen pengikat atau penyambung pada alat kontruksi dilepas pantai yang

berupa baut. Sebenarnya proses perencanaan baut dilepas pantai merupakan

proses yang begitu rumit dimana harus mempertimbangkana beberapa faktor.

Terutama faktor keselamatan, namun kerusakan yang terjadi ternyata sangat

sulit dihindari, oleh karena itu dalam penelitian akan dilakukan analisa

kerusakan pada komponen baut secara lebih mendalam tertutama faktor

penyebab kerusakan pada komponen baut di anjungan lepas pantai.

Page 18: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

2

Bahan baut yang digunakan untuk penelitian ini adalah baut tipe 1

(baut yang terbuat dari baja karbon sedang, baja paduan atau paduan boron)

dengan komposisi karbon 0.30 % - 0.60 % C, dan unsur penyusun utamanya

adalah besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur – unsur pendukung lainnya Mn,

P, S, Si. Unsur – unsur tersebut sangat menunjang sebuah bahan yang

memiliki kekuatan dan kekerasan yang baik jika digunakan sesuai standard[5].

Baut tipe 1 merupakan baut mutu tinggi (high strenght bolt) yang

mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar 8437 kg/cm2 (120 ksi) untuk

baut yang berdiameter 12 mm – 25 mm dan kekuatan tarik minimum 7382

kg/cm2 (105 ksi) untuk baut berdiameter 28 mm – 38 mm yang sesuai dengan

standar spesifikasi ASTM – A325.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur mikro dan sifat mekanik dari baut di anjungan

lepas pantai.

2. Tipe – tipe kerusakan seperti apakah yang dapat dialami oleh baut

yang terpasang seperti mengalami stress konsentrasi.

3. Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan dan mencegah

terjadi kerusakan yang sama pada baut.

Page 19: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

3

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik material yang terjadi pada baut di

anjungan lepas pantai.

2. Mengidentifikasi tipe kerusakan pada material baut di anjungan lepas

pantai.

3. Menentukan jenis dan faktor – faktor penyebab terjadinya kerusakan

pada baut di anjungan lepas pantai.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada permasalahan sebagai berikut :

1. Memahami kronologis kerusakan pada baut di anjungan lepas pantai.

2. Meneliti dengan seksama bentuk patahan yang terjadi dan penyebab

terjadinya kerusakan pada komponen baut di anjungan lepas pantai

sesuai dengan standar analisa.

3. Objek yang di analisis adalah kerusakan pada baut mutu tinggi di

anjungan lepas pantai.

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mencegah terjadinya kerusakan pada baut

sehingga tidak terjadi kerusakan yang sama pada baut tersebut.

Page 20: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

4

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa

bab. Penulis membaginya menjadi lima bab, secara singkat akan di uraikan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang permasalahan,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Pada bab ini diuraikan tentang studi literature yang berkaitan dengan

penelitian skripsi ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai langkah kerja, prosedur penelitian, prinsip

pengujian, serta daftar alat dan bahan yang akan digunakan dalam

penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang data – data hasil penelitian dan analisa yang

didapat dari pengujian dan perhitungan, serta membahas secara detail

mengenai hasil dari pengujian yang telah dilakukan.

Page 21: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

5

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang

telah dilakukan. Selain itu dalam bab ini juga berisikan saran – saran agar

dikembangkan penelitian – penelitian selanjutnya.

Page 22: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Baut

Baut adalah suatu batang atau tabung dengan alur heliks pada

permukaannya. Penggunaan utamanya adalah sebagai pengikat (fastener)

untuk menahan dua obyek bersama, dan juga sebagai pesawat sederhana

untuk mengubah torka (torque) menjadi gaya linier.

Fungsi baut adalah sebagai alat penyambung atau pengikat pada

komponen yang satu dengan yang lainnya, supaya menjadi satu kesatuan

yang kokoh dan terbentuk sesuai dengan keinginan perancangnya[6].

2.1.1 Material Baut

Material dasar untuk pembuatan baut adalah baja karbon atau baja

paduan rendah yang berbentuk gulungan kawat baja batangan. Baja

merupakan paduan yang terdiri dari unsur besi (Fe), karbon (C), dan unsure

lainnya. Baja juga merupakan material yang paling banyak digunakan karena

murah dan mudah di bentuk. Secara garis besar baja dapat dikelompokan

menjadi dua, yaitu baja karbon (carbon steel) dan baja paduan (alloy steel).

Baja karbon berdasarkan komposisi kimianya (terutama pada komposisi

kimianya) di bagi menjadi tiga jenis, yaitu :

Page 23: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

7

1. Baja karbon rendah (low carbon steel) dengan komposisi karbonya 0,05

% - 0,30 % C

2. Baja karbon menengah (medium carbon steel) dengan komposisi

karbonya 0,30 % - 0,60 % C.

3. Baja karbon tinggi (high carbon steel) dengan komposisi karbonya 0,60

% - 1,50 % C.

Tabel 2.1 Komposisi kimia untuk baut tipe 1 (baja karbon sedang,baja paduan atau paduan boron) [3].

Kandungan

Analisi Baja Karbon

Panas Produk

Karbon 0.3 – 0.52 0.28 – 0.55

Mangan,min 0.6 0.57

Phosphor,max 0.04 0.048

Sulfur,max 0.05 0.058

Silicon 0.15 – 0.3 0.13 – 0.32

Kandungan Analisis Baja Karbon Boron

Karbon 0.3 – 0.52 0.28 – 0.55

Mangan,min 0.6 0.57

Phosphor,max 0.04 0.048

Sulfur,max 0.05 0.058

Silicon 0.15 – 0.3 0.13 – 0.32

Boron 0.0005 – 0.003 0.0005 – 0.003

Kandungan Analisis Baja Alloy

Karbon 0.3 – 0.52 0.28 – 0.55

Mangan,min 0.6 0.57

Phosphor,max 0.04 0.048

Page 24: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

8

Sulfur,max 0.05 0.058

Silicon 0.15 – 0.3 0.13 – 0.32

Bahan alloy - -

Kandungan Analisis Baja Alloy Boron

Karbon 0.3 – 0.52 0.28 – 0.55

Mangan,min 0.6 0.57

Phosphor,max 0.04 0.048

Sulfur,max 0.05 0.058

Silicon 0.15 – 0.3 0.13 – 0.32

Boron 0.0005 – 0.003 0.0005 – 0.003

Bahan alloy - -

Tabel 2.1 merupakan tabel komposisi kimia untuk baut tipe 1 (baja

karbon sedang, baja paduan atau paduan boron) sesuai standar ASTM A325.

Berdasarkan kandungan karbon dan kekuatanya, baut dapat dibagi menjadi 2

jenis, yaitu :

1. Baut Biasa (Unfinished Bolt)

Baut biasa adalah baut yang terbuat dari baja karbon rendah (low

carbon steel) serta mempunyai kekuatan tarik minimum ( minimum tensile

strenght) sebesar 4218 kg/cm2 (60 ksi). Baut biasa ini harus memenuhi

spesifikasi ASTM-A307. Pemakian baut ini terutama pada struktur yang

ringan, platform, groding, dan rusuk dinding.

2. Baut Mutu Tinggi (High Strenght Bolt)

Baut mutu tinggi ini di bagi menjadi 2 (dua), yaitu:

Page 25: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

9

a. Baut mutu tinggi yang terbuat dari baja kandungan karbon sedang

(Medium-carbon steel) dan mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar

8437 kg/cm2 (120 ksi) untuk baut berdiamteter 12 mm – 25 mm dan

kekuatan tarik minimum 7382 kg/cm2 (105 ksi) untuk baut berdiameter 28

mm – 38 mm. baut jenis ini umumnya digunakan untuk struktur yang

menggunakan bahan baja kandungan karbon sedang. Berdasarkan ASTM,

maka baut ini harus memenuhi spesifikasi ASTM-A325.

b. baut mutu tinggi yang terbuat dari baja alloy (alloy steel) dan

mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar 10546 kg/cm2 (150 ksi),

baut jenis ini harus memenuhi spesifikasi ASTM-A490.

Kontruksi baut terdiri atas batang berebntuk silinder yang memiliki

kepala pada salah satu ujungnya, dan terdapat alur di sepanjang ataupun

hanya di bagian ujung batang silinder.

2.1.2 Proses Pembuatan Baut

Proses pembuatan baut dengan pekerjaan dingin (Cold Working),

dibedakan menjadi dua cara, yaitu mesin baut (Machined Bolt), Pembuatan

baut yang dikerjakan menggunakan mesin baut atau sejenisnya dan headed

bolt with rolled thread, pembuatan baut yang dikerjakan dengan

menggunakan roda ulir (thread rolled), untuk tahapan proses pembuatan

baut dapat dilihat pada gambar 2.1.

Page 26: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

10

Gambar 2.1. Tahapan proses pembuatan baut dan mur. (a) machined bolt.(b) headed bolt with rolled thread [18].

2.1.3 Sistem Sambungan Pada Baut

Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat

buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat sambung (baut dan

las). Pada sambungan yang menggunakan alat sambung baut, terdapat 2

(dua) tipe sambungan yaitu:

1. Sambugan tipe tumpu (bearing type connection)

Pada sambungan tipe ini, sambungan dibuat dengan menggunakan

baut biasa yang dikencangkan dengan tangan atau baut mutu tinggi yang

dikencangkan sampai gaya tarik minimum yang telah ditentukan. Beban

rencana yag bekerja disalurkan melalui gaya geser baut atau bertumpu pada

bagian yang disambungkan.

(b)(a)

Page 27: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

11

Gambar 2.2 Sambungan tipe tumpu pada baut[9].

2. Sambungan tipe gesek (friction type connection)

Pada sambungan tipe ini, sambungan dibuat dengan menggunakan

baut mutu tinggi yang dikencangkan sampai gaya tarik minimum yang telah

disyaratkan sedemikan rupa sehingga gaya – gaya geser rencana yang

bekerja disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan

gesekan yang ditimbulkan antara bidang – bidang kontak.

`

Gambar 2.3 Sambungan tipe gesek pada baut[9].

2.2 Analisa Kerusakan (Failure Analysis)

Analisa kerusakan adalah langkah – langkah pemeriksaan kerusakan

atau kegagalan pada suatu komponen yang mencakup situasi dan kondisi

Page 28: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

12

kerusakan/kegagalan tersebut, sehingga dapat ditentukan penyebab dari

kerusakan/kegagalan. Untuk kerja suatu komponen atau sistem yang

mengalami kerusakan/kegagalan, maka analisa kerusakan dapat di gunakan

dengan pendekatan sistematis, yaitu: bagaimana kerusakan bisa terjadi,

menentukan apa yang mengalami kerusakan dan mengapa bisa terjadi

kerusakan. Analisa kerusakan mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Menemukan penyebab utama kerusakan

2. Menghindari kegagalan/kerusakan yang sama dimasa yang akan

datang yaitu dengan melakukan langkah – langkah

penanggulangan.

3. Sebagai bahan pengaduan teknis terhadap pembuat komponen

4. Sebagai langkah awal untuk perbaikan kualitas komponen tersebut

5. Sebagai penentuan kapan waktu perawatan (maintenance)

dilakukan.

Dalam mempelajari setiap kerusakan/kegagalan, analis harus

mempertimbangkan kemungkinan – kemungkinan atau alasan – alasan atas

suatu kejadian. Mungkin saja sejumlah faktor berhubungan satu dengan yang

lainnya harus dimengerti untuk menentukan penyebab utama

kerusakan/kegagalan. Adapun tahapan atau langkah – langkah utama dalam

melakukan analisa kerusakan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan investigasi lapangan, yang meliputi:

Melakukan observasi lapangan

Page 29: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

13

Melakukan wawancara/interview terhadap pihak yang terkait

Mendokumentasikan temuan lapangan(fotografi)

2. Melakukan uji tidak merusak dilapangan

Menentukan panjang retak actual

Menentukan derajat kerusakan (damage level determination)

dengan cara: uji kekerasan, uji metalografi in-situ,uji komposisi

kimia (dengan portabel spectrometry).

3. Melakukan uji aspek metalurgis di laboratoruim

Pengukuran dimensi dari objek yang diteliti

Dokumentasi fraktografi (makro – optik, dan mikro -SEM)

Analisis komposisi kimia dari paduan dan/atau produk

Korosi

Inspeksi metalografi (sampling, cutting, molding, polishing,

etching).

Uji sifat mekanik

4. Melakukan analisa beban dan tegangan

Perhitungan beban dan tegangan kritis

Perhitungan mekanika retak

5. Mempelajari aspek desain, operasi dan inspeksi terkini

6. Melakukan analisa mendalam dan komprehensif terhadap informasi/data

yang telah diperoleh

7. Mempersiapkan laporan dan presentasi

8. Mempersiapkan saran untuk perbaikan

Page 30: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

14

2.2.1 Definisi Kerusakan (Failure)

Kerusakan adalah ketidakmampuan suatu komponen untuk dapat

berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa harus terjadi perpatahan (fracture).

Hal ini ditandai oleh kondisi umum (suatu komponen) sebagai berikut:

- Bila peralatan atau kontruksi secara keseluruhanya tidak dapat

dijalankan lagi.

- Bila komponen, peralatan atau kontruksi Masih dapat beroperasi, tetapi

tidak berjalan sebagaimana mestinya.

- Bila komponen, peralatan atau kontruksi mengalami Kerusakan serius

atau sangat buruk atau tidak aman digunakan/dioperasikan, sehingga

harus diperbaiki atau diganti.

Material disebut gagal/rusak apabila material itu tidak mampu lagi

memenuhi tujuan pemakaian yang diinginkan[15]. Di dalam kerusakan

terdapat Faktor – faktor yang menyebabkan kerusakan sebagai berikut :

- Kesalahan dalam memilih desain dan material seperti kesalahan dalam

proses peleburan, pengecoran dan penempaan, pengerjaan akhir

(finishing), control kualitas yang kurang baik diluar

spesifikasi/standard yang berlaku.

- Material yang tidak sempurna atau miliki cacat.

- Kesalahan dalam proses pembuatan seperti

- Kesalahan ketika proses assembly/perakitan.

- Kondisi pengoperasian yang tidak tepat seperti kecepatan (speed) yang

terlalu tinggi, temperature yang terlalu tinggi, adanya kandungan kimia

Page 31: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

15

yang bersifat merusak, sumber daya manusia yang kurang kompeten di

bidangnya.

- Kesalahan dalam proses perawatan.

2.2.2 Bentuk – Bentuk Perpatahan Pada Baut

Perpatahan secara bahasa, adalah proses pemisahan atau pemecahan

sebuah material menjadi dua bagian atau lebih sebagai akibat adanya

tegangan yang diterima. Tegangan itu berupa tegangan tarik (tensile),

tegangan tekan (compressive), tegangan geser (shear), atau tegangan punter

(torsion). Proses perpatahan karena pembelahan akibat tarik uniaxial secara

bertahap dimulai dari deformasi plastis untuk menghasilkan tumpukan

dislokasi, permukaan retak, penjalaran retak dan akhirnya mengalami

perpatahan.

Pada dasarnya jenis jejak perpatahan (farcture path) pada baut di bagi

menjadi 2 (dua), yaitu perpatahan ulet (ductile), perpatahan getas (brittle).

Setiap jenis perpatahan memilki ciri dan karakteristik tersendiri sehingga

setiap material bisa dibedakan berdasarkan karakteristik patahannya.

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan

gelap (dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan

yang berbutir (granular) dan terang. Perbedaan antara perpatahan ulet dengan

getas adalah patah ulet jika diamati dengan SEM (Scanning Electron

Microscop) akan terdapat dimple. Sedangkan patah getas, pada polifase

Page 32: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

16

terdapat dimple dan garis serta bentuk butirnya lebih kasar. Beberapa

tampilan perpatahan seperti diilustrasikan oleh gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4. Mode Perpatahan. (a). Perpatahan material sangat ulet. (b)Perpatahan material ulet. (c) Perpatahan material getas[4].

A. Perpatahan Ulet (ductile fracture )

Perpatahan yang disebabkan karena adanya kemampuan untuk

mengalami deformasi plastis yang cukup besar dengan penyerapan energi

yang tinggi sebelum dan selama proses penjalaran retak. Pada permukaan

patahan ulet ini, memiliki deformasi plastis yang cukup tinggi. Patah ulet

memilki ciri – ciri antara lain:

- Permukaan patah yang rata seperti kasar/kusam dan berserat.

- Bibir geser (shear lip) yang membentuk sudut 450 terhadap permukaan

patahan.

- Diawali dengan proses pengecilan penampang setempat (necking) bila

mendapat beban tarik.

- Didominasi oleh adanya tegangan geser.

Page 33: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

17

Secara umum perpatahan ulet akan mengalami beberapa tahapan,

yaitu penyempitan awal, terbentuknya rongga – rongga kecil (cavity),

rongga– rongga itu langsung menyatu dan berkumpul dan menimbulkan

keretakan (crack), penjalaran retak dan akhirnya menalami perpatahan.

Tahapannya bisa dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Tahapan terjadinya mode perpatahan ulet. (a)penyempitan awal. (b) pembentukan rongga- rongga kecil (cavity).(c) penyatuan rongga – rongga retakan. (d) perambatan retakan.

(e) perpatahan geser akhir pada sudut 450[4].

Perpatahan ulet umumnya lebih disukai dikarenakan 2 (dua) alasan.

bahan ulet itu umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih

dahulu sebelum terjadinya kerusakan.

B. Perpatahan Getas (brittle fracture)

Perpatahan getas perambatan retakanya sangat cepat. Perpatahan ini

memilki tidak terjadi deformasi plastis, bentuk permukaan patahannya rata

dan terang, dan tidak didahului dengan pengecilan penampang. Penyebab

Page 34: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

18

utama dari perpatahan getas adalah adanya stress yang terlokasisasi, tegangan

tarik dan temperature kerja yang terlalu rendah.

Material lunak dengan butir kasar (coorse grain) dapat dilihat pola –

pola permukaan belah atau pola sungai (river pattern) yang dinamakan

chevrons mark atau fan-like pattern yang berkembang keluar dari Sedangkan

pada material keras dengan butir halus (fine grain) tidak memilki pola – pola

yang mudah dibedakan. Material amorphous seperti gelas dan keramik

memiliki permukaan patahan yang mulus dan bercahaya.

2.3 Kelelahan (Fatigue)

Fatigue atau kelelahan adalah bentuk dari kerusakan/kegagalan yang

terjadi pada struktur karena beban dinamik yang berfluktuasi dibawah yield

strength dan berulang-ulang. Fatik menduduki 90% penyebab utama

kegagalan/kerusakan pemakaian. Patah lelah (fatigue fracture) terjadi pada

komponen kontruksi dengan pembebanan yang berubah – ubah, meskipun harga

tegangan nominalnya masih dibawah kekuatan luluh material. Patah lelah ini

berawal dari lokasi yang mengalami pemusatan tegangan (strees concentration)

yang mana apabila tegangan itu tinggi bahkan melampui batas lulu material, maka

akibatnya di tempat tersebut akan terjadi deformasi plastis dalam skala

makroskopik. Terdapat 3 fase dalam perpatahan fatik : permulaan retak,

penyebaran retak, dan patah.

Page 35: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

19

Permulaan retak (crack initiation)

Mekanisme dari permulaan retak umumnya dimulai dari crack

initiation yang terjadi di permukaan material yang lemah atau daerah

dimana terjadi konsentrasi tegangan di permukaan (seperti goresan,

notch, lubang-pits dll) akibat adanya pembebanan berulang.

Ciri – ciri awal retak adalah sebagai berikut:

- Arah retak awal selalu berlawanan dengan cabang – cabang retak.

- Jika retakan saling bertemu dan membuat sudut 900, retakan tegak

lurus sehingga tidak akan memotong dan merupakan retakan yang

terjadi kemudian (sekunder). Maka dari itu awal retakan ada di

penjalaran retak (crack propagation) yang pertama.

Penyebaran retak (crack propagation)

Daerah penyeberan retak ditunjukkan oleh pola berbentuk garis yang

berbeda, yaitu garis kasar dan halus. Daerah tersebut di bagi menjadi

dua bagian, yaitu daerah fatigue kasar yang terletak di awal retak dan

fatigue halus yang terletak di akhir retak. Selanjutnya, adalah

penyebaran retak ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan

atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks

yang akan berujung pada failure.

Patah akhir (final fracture)

Maka setelah itu, material akan mengalami apa yang dinamakan

perpatahan. Perpatahan terjadi ketika material telah mengalami siklus

tegangan dan regangan, yaitu pada saat sisa penampang tidak mampu

Page 36: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

20

lagi menahan beban dan menghasilkan kerusakan yang permanen.

Patah fatigue bisa dikenali dari permukaanya, yaitu dengan adanya

daerah yang halus (smooth) karena adanya efek gesekan ketika retakan

menjalar, dan sisa permukaan yang kasar sebagai daerah patah akhir

akibat beban yang berlebihan (overload). Modus patahan pada tahap

final fracture adalah patah statik, yaitu dikarenakan tegangan yang

bekerja pada penampang yang tersisa sudah melampui kekuatan tarik

material.

Suatu bagian dari benda dapat dikenakan berbagai macam kondisi

pembebanan termasuk tegangan berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur

berfluktuasi (fatigue termal), atau dalam kondisi lingkungan korosif atau

temperatur tinggi. Kebanyakan kegagalan pemakaian terjadi sebagai akibat dari

tegangan-tegangan tarik.

Awal proses terjadinya kelelahan (Fatigue) adalah jika suatu benda

menerima beban yang berulang maka akan terjadi slip. Ketika slip terjadi dan

benda berada di permukaan bebas maka sebagai salah satu langkah yang

disebabkan oleh perpindahan logam sepanjang bidang slip. Ketika tegangan

berbalik, slip yang terjadi dapat menjadi negatif (berlawanan) dari slip awal,

secara sempurna dapat mengesampingkan setiap efek deformasi. Deformasi ini

ditekankan oleh pembebanan yang berulang, sampai suatu retak yang dapat

terlihat akhirnya muncul retak mula-mula terbentuk sepanjang bidang slip.

Page 37: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

21

Fatigue menyerupai brittle farcture yaitu ditandai dengan deformasi

plastis yang sangat sedikit. Proses terjadinya fatigue ditandai dengan crack awal,

crack propagatin dan fracture akhir. Permukaan fracture biasanya tegak lurus

terhadap beban yang diberikan. Dua sifat makro dari kegagalan fatigue adalah

tidak adanya deformasi plastis yang besar dan farcture yang menunjukkan tanda-

tanda berupa ‘beach mark’ atau ‘camshell’ (disebut beach marks karena

menyerupai riak – riak yang tertinggal di pasir laut akibat mundurnya gelombang

laut) adalah garis yang menunjukan hubungan siklus selama pembebanan. Lokasi

dan bentuk beach mark bervariasi terhadap kondisi pembebanan. Beach marks

terjadi akibat proses permulaan dan berakhirnya pertumbuhan retak (crack) dan

beach marks tersebut menelilingi atau melingkupi suatu daerah yang menjadi

awal mula terjadinya crack yang biasanya menyerupai notch atau internal stress-

riser. Retak (crack) selalu dimulai dari daerah yang mempunyai konsentrasi

tegangan seperti fillet dan alur pasak pada poros. Retak awal dapat berawal dari

beberapa tempat dengan bergantung pada kondisi pembebanan, seperti yang

ditunjukkan pada gambar. 2.6 dan 2.7.

Page 38: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

22

Gambar 2.6. Beberapa awal retak (inti retak) fatigue di tepi atas (antara A)dan ada lagi di tepi bawah (antara B). Final fracture di tunjukkan dengan

tanda panah[1]

Pengaruh kondisi pembebanan fatigue akan mempengaruhi karakteristik

permukaan patahnya, seperti pada gambar.2.8. Tanda-tanda makro dari fatigue

adalah tanda garis garis pada pemukaan yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop

elektron.

Gambar 2.7. Tanda panah menunjukkan awal retak pada baja 4330V[1].

22

Gambar 2.6. Beberapa awal retak (inti retak) fatigue di tepi atas (antara A)dan ada lagi di tepi bawah (antara B). Final fracture di tunjukkan dengan

tanda panah[1]

Pengaruh kondisi pembebanan fatigue akan mempengaruhi karakteristik

permukaan patahnya, seperti pada gambar.2.8. Tanda-tanda makro dari fatigue

adalah tanda garis garis pada pemukaan yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop

elektron.

Gambar 2.7. Tanda panah menunjukkan awal retak pada baja 4330V[1].

22

Gambar 2.6. Beberapa awal retak (inti retak) fatigue di tepi atas (antara A)dan ada lagi di tepi bawah (antara B). Final fracture di tunjukkan dengan

tanda panah[1]

Pengaruh kondisi pembebanan fatigue akan mempengaruhi karakteristik

permukaan patahnya, seperti pada gambar.2.8. Tanda-tanda makro dari fatigue

adalah tanda garis garis pada pemukaan yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop

elektron.

Gambar 2.7. Tanda panah menunjukkan awal retak pada baja 4330V[1].

Page 39: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

23

Karakteristik fatigue pada logam dapat dibedakan menjadi 2, yaitu makro

dan mikro. Karakteristik makro merupakan ciri – citi fatigue yang dapat diamati

secara visual (dengan mata atau kaca pembesar), sedangkan karakteristik mikro

hanya dapat diamati dengan mikroskop.

1. Karakteristik makroskopis

Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam ini sebagai berikut:

Tidak adanya deformasi plastis secara makro

Terdapat tanda ‘garis – garis pantai’ (beach marks) atau clam shell

atau stop/arrest marks.

Gambar 2.8. Skematis penampilan Permukaan patahfatigue terhadap kondisi pembebanan[1].

Page 40: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

24

Terdapat ‘rathet marks’

Ratchet marks menjalar kearah radial dan merupakan tanda

penjalaran retakan yang terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi awal

retak, ratchet marks ini merupakan pertemuan beach marks dari satu

lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya. Tanda garis-

garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda penjalaran retakan,

mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan setelah menjalar

sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu lagi menahan

beban yang bekerja, maka akhirnya terjadilah patah akhir atau patah statik.

Luas daerah antara tahap penjalaran retakan dan tahap patah akhir secara

kuantitatif dapat menunjukkan besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas

daerah tahap penjalaran retakan lebih besar daripada luas daerah patah

akhir, maka tegangan yang bekerja relatif rendah, demikian sebaliknya.

Tahap I terjadinya kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak,

lebih mudah terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan

lebih sukar dalam tahap penjalaran retakannya (tahap II), artinya logam-

logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan. Demikian

sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap

pembentukkan awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran retakan.

Tahapan pembentukan awal retak dan penjalaran retakan dalam

mekanisme kelelahan logam, membutuhkan waktu sehingga umur lelah

dari komponen atau logam, ditentukan dari ke-2 tahap tersebut (total

fatigue life, NT = Fatigue Initiation, Ni + fatigue propagation, Np).

Page 41: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

25

2. Karakteristik mikroskopis

Karakteristik mikroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut:

Pada permukaan terdapat striasi (striations)

Permukaan patahan memperlihatkan jenis transganular (memotong

butir) tidak seperti patah intergranular (melalui butir) seperti yang

terjadi pada kasus SCC (Stress Corrosion Cracking) atau mulur

(creep).

Persamaan striasi dengan beach marks adalah sebagai berikut:

Ke – 2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi saat sebagai

fungsi dari waktu siklik

Keduanya berasal dari lokasi awal retak yang sama

Keduanya memiliki arah yang sama (parallel ridges)

Keduanya tidak hadir pada logam – logam yang terlalu keras atau

terlalu lunak.

Perbedaan striasi dengan beach marks adalah sebagai berikut

Ukuran striasi adalah mikroskopis (1 ÷ 100 μ) dan hanya dapat dilihat

dengan menggunakan mikroskop electron. Sedangkan ukuran beach

marks adalah makroskopis (> 1000 μ atau 1 mm) dan dapat dilihat

dengan mata.

Striasi mewakili majunya ujung retakan yang bergerak setiap satu

siklus pembebanan dan merupakan karakteristik utama fatik pada

Page 42: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

26

tahap kedua dimana retak merambat dan meninggalkan tonjolan (ridge,

striasi) pada permukaan. Sedangkan beach marks mewakili posisi daru

ujung retak ketika beban siklik berhenti untuk satu periode tertentu

(satu beach marks terdiri dari ribuan buah striasi).

Faktor – faktor yang mempengaruhi Fatigue adalah:

1. Tegangan siklik

Besarnya tegangan siklik yang tergantung pada kompleksitas

geometri dan pembebanan. Parameter pembebanan yang berpengaruh

terhadap keleahan adalah tegangan rata – rata ( ) dan tegangan

amplitude ( ) serta frekuensi pembebanan yang ditunjukkan pada gambar

2.9 dibawah ini.

- Tegangn amplitudo:= = ( )(2.1)

- Tegangan rata – rata := = ( )(2.2)

- Dan jarak, ∆ , adalah∆ = ( − ) = 2 (2.3)

- Rasio tegangan = (2.4)

Page 43: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

27

Gambar 2.9 Diagram tegangan siklik[7].

Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan terhadap

besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai suatu umur lelah

tertentu. Bila tegangan rata-rata sama dengan 0 atau rasio tegangan sama dengan -

1, maka besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya

(Se). Dengan demikian jika tegangan rata-ratanya semakin besar maka tegangan

amplitudonya harus diturunkan.

Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata disebut

rasio amplitudo (A=Sa/Sm), sehingga hubungan antara nilai R dan A yaitu

sebagai berikut: jika R=-1, maka A=~ (kondisi fully reversed), jika R=0, maka

A=1 (kondisi zero to maximum), jika R=~, maka A=-1 (kondisi zero to

minimum).

2. Pengaruh kondisi material.

Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro

setempat, dengan demikian komposisi kimia dan struktur mikro material

Page 44: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

28

akan sangat mempengaruhi kekuatan untuk menahan terjadinya deformasi

plastis sehingga akan sangat berpengaruh pula terhadap kekuatan lelahnya.

3. Tegangan sisa

Proses manufaktur seperti pengelasan, pemotongan, casting dan

proses lainnya yang melibatkan panas atau deformasi dapat membentuk

tegangan sisa yang dapat menurunkan ketahanan fatigue material.

4. Besar dan penyebaran internal defects

Cacat yang timbul akibat proses casting seperti gas porosity, non-

metallic inclusions dan shrinkage voids dapat nenurunkan ketahanan

fatigue.

5. Arah beban

Untuk non-isotropic material, ketahanan fatigue dipengaruhi oleh

arah tegangan utama.

6. Besar butir

Pada umumnya semakin kecil ukuran butir akan memperpanjang fatigue.

7. Lingkungan

Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan erosi, korosi dapat

mempengaruhi fatigue life.

8. Temperatur

Temperatur tinggi menurunkan ketahanan fatigue material.

Fatigue dapat ditingkatkan dengan cara :

1. Mengontrol tegangan

- Peningkatan tegangan menurunkan umur lelah.

Page 45: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

29

- Pemicunya dapat secara mekanis (fillet atau alur pasak) maupun

metalurgi (porositas atau inklusi).

- Kegagalan fatigue selalu dimulai pada peningkatan tegangan.

2. Mengontrol struktur mikro

- Meningkatnya ukuran benda uji, umur lelah kadang-kadang

menurun

- Kegagalan fatigue biasanya dimulai pada permukaan

- Penambahan luas permukaan dari benda uji besar meningkatkan

kemungkinan dimana terdapat suatu aliran, yang akan memulai

kegagalan dan menurunkan waktu untuk memulai retak

3. Mengontrol penyelesaian permukaan

- Dalam banyak pengujian dan aplikasi pemakaian, tegangan

maksimum terjadi pada permukaan

- Umur lelah sensitif terhadap kondisi permukaan

2.4 Metalografi

Tujuan pengujian metalografi yaitu untuk memberikan informasi

tentang tingkat mutu material mengenai keberadaan cacat pada material yang

digunakan, serta mengetahui struktur daerah yang mengalami perpatahan

sesuai dengan yang dikehendaki. Pengujian metalografi ini dilakukan untuk

menganalisa struktur mikro pada sempel. Seperti pada gambar 2.10 diagram

di bawah ini.

Page 46: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

30

Gambar 2.10. Diagram alir persiapan sampel struktur mikro

Adapun prinsip dasar langkah – langkah untuk melakukan pengujian

metalografi ini sebagai berikut :

2.4.1 Pemotongan (Cutting)

Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang

akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk

pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kerusakan, maka sampel

diambil sedekat mungkin pada daerah kerusakan (pada daerah kritis dengan

kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil

dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam

proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang

berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi

pendinginan yang memadai.

Etsa Elektrolitik

Pemilihan Sampel

Pemotongan Sampel

Mounting

Gerinda

Pemolesan

Etsa

Pengamatan dengan Mikroskop

Poles EleketrolitikFracture

Page 47: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

31

Tabel 2.2 Penyelesaian masalah yang timbul pada pemotongan abrasive[19].

Masalah kemungkinan penyebab Penyelesaian

Terbakar Cuplikan terlalu panas Laju pendingin ditingkatkan; bebandikurangi; dipilih wheelyang lunak.

Wheels mudah aus Perekat abrasive rapuh Pilih wheel yang lebihkeras; beban dikurangi.

Wheel sering patah Pendingin tak merata;pemegang cuplikan rendah;revolusi terlalu besar.

Periksa pendingin; periksapemegang sampel; revolusidikurangi

Ketahananpemotongan

Kemacetan/kerusakan Wheelyang lambat

Memilih wheel yang lebihlunak; menggunakan modeloscillating

Pemotong stalls Pemotong telalu bercahayabagi pekerjaan

Menggunakan pemotongyang lebih berat; ukuransample terbatas.

Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media

pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan,

penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM

(Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang

dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :

a) Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda

b) Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed

diamond saw.

Page 48: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

32

2.4.2 Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak

beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan

pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang

berupa kawat, specimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk

memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus

ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat

yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

2. Sifat eksoterimis rendah

3. Viskositas rendah

4. Penyusutan linier rendah

5. Sifat adhesi baik

6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

7. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan

yang terdapat pada sampel

8. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus

Kondusif.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan

jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting

menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin

(castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan

castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana

Page 49: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

33

dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.

Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik

(lunak) sehingga kurang cocok untuk material yang keras. Teknik mounting

yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan

menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia

dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat

khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490C)

pada mold saat mounting.

2.4.3 Grinding

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi

memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan

agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan

dengan menggunakan kertas amplas silicon karbit (SiC) dengan berbagai

tingkat kekasaran yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh,

yaitu kombinasi dari 220, 330, 500, 600, 800, dan 1000. Ukuran grit pertama

yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman

kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Seperti perubahan struktur

akibat panas yang timbul pada saat proses pemotongan dan perubahan bentuk

sample akibat beban alat potong.

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah

pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan

akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan

memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus

Page 50: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

34

diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka

arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

2.4.4 Polishing

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas

goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan

sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah

mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau

bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan

karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh

permukaan sampel.

Tujuan polishing adalah :

a. Bebas dari goresan akibat grinding

b. Bebas dari flek-flek yang timbul selama grinding

c. Tidak ada perubahan logam, khususnya pada permukaan logam

preparat yang akan diselidiki.

Hal yang harus diperhatikan selama polishing adalah:

a. Media poles tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh terlalu basah,

hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya gesekan yang

berlebihan.

b. Setiap penggantian tingkat kekasaran telebih dahulu harus dicuci.

Setiap polishing tidak boleh terlalu lama untuk menghindari

timbulnya relief-relief.

Page 51: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

35

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu

kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan

antara lain yaitu sebagai berikut :

a. Pemolesan Elektrolit Kimia

Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit

dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis

pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses

etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.

b. Pemolesan Kimia Mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang

dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur

dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada

piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga,

kuningan, dan perunggu.

2.4.5 Etching

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara

selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil

struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk

beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.

Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

Page 52: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

36

a. Etsa Kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia

dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri

sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.

Contohnya antara lain: nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 90%), picral

(asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat

bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan

setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol

kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa.

Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta

waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel

karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.

2.5 Fraktografi

Fraktografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang perpatahan,

yang mana ilmu tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana benda

tersebut mengalami suatu perpatahan dan juga bagaimana pengaruh

lingkungan sekitar terhadap perpatahan tersebut. Alat –alat (Tools) yang

digunakan pada fraktografi yaitu : mikroskop optic, SEM (Scenning

Electron Mikroscopy), TEM (Transmision Electron Microscopy), dan lain

– lain.

Page 53: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

37

Pada penelitian ini, alat yang digunakan adalah Mikroskop Optik

(MO) yang berfungsi untuk mengetahui keadaan permukaan dan cacat

pada logam yang rusak. Pemotretan struktur mikro dari spesimen baut

(bolt) yang telah melalui tahapan metalografi, dilakukan dengan

menggunakan alat mikroskop optik dengan cara mengatur intensitas

cahaya, fokus dan pembesaran dari lensa objekti dan lensa okuler. Dari

hasil foto struktur mikro maka akan diketahui korelasi antara komposisi

kimia, sifat mekanik, dan fenomena kerusakan yang terjadi.

2.6 Kekerasan (Hardness)

Prinsip pengujian kekerasan ini yaitu melakukan penekanan pada

permukaan material dengan material lain yang lebih keras yang

dikonsentrasikan pada suatu daerah tertentu pada sampel. Prinsipnya ialah

mengukur ketahanan suatu material terhadap deformasi berupa indentasi

permanen. Mekanisme penekanan tersebut dapat berupa mekanisme

penggoresan (scratching), pantulan (re-bouncing), ataupun indentasi dengan

indentor yang sesuai dengan parameter (diameter, beban dan waktu).

Berdasarkan mekanisme penekanannya, dikenal 3 (tiga) metode

pengujian kekerasan :

2.6.1 Metode gores

Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam metalurgi dan material

lanjut, tetapi masih sering sering digunakan dalam dunia mineralogy. Metode ini

Page 54: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

38

dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini

berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini

bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki

oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana

dimiliki oleh intan.

2.6.2 Metode Elastic/Pantul (Rebound)

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat

Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan

berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda

uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji.

Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur,

maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.

2.6.3 Metode Indentasi

Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji

dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.

Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang

dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip

bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

A. Pengujian Brinell

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.

Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras

Page 55: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

39

(hardenedsteel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana

ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Pengukuran nilai kekerasan suatu material

diberikan oleh rumus: = ( ) √ (2.5)

Dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak

(mm). Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus

dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak.

Gambar 2.11. Skema prinsip Penekanan oleh harnened steel ball denganmetode brinell [21].

Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10

mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk

logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya

sekitar 10 detik sementara untuk logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun

demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula

ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang

Page 56: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

40

dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan

kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg

selama waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti

angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30

menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian

dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.

Gambar 2.12. Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran[21].

B. Metode Vickers

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan

sudut 1360, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.13. Prinsip pengujian adalah

sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur

sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop

pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:= .(2.6)

Dimana d adalah panjang diagonal rata – rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.

Page 57: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

41

Gambar 2.13. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers[21].

C. Metode Rockwell

Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu

bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell

merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode

ini banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam

beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak

macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan

indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C

(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode

Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell

suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang

menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.

Berikut ini diberikan Tabel 2.3 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range

uji dalam skala Rockwell.

Page 58: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

42

Tabel 2.3 skala pada metode pengujian kekerasan Rockwell[21].

Tabel 2.4 cara – cara pengujian kekerasan[4].

Page 59: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

43

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan dari Maret 2013

sampai September 2013 di Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur, Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKS, BPPT) PUSPITEK Serpong

Tangerang selatan.

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian,

sebagai berikut di bawah ini.

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan Penelitian yang digunakan adalah komponen baut di Anjungan

lepas pantai jenis Baut Mutu Tinggi (High Strenght Bolt).

3.2.2 Peralatan Penelitian

1. Pada pengamatan visual, alat yang digunakan adalah digital camera

2. Pada pengujian analisa komposisi kimia, alat yang digunakan adalah

METOREX.

3. Pada Pengujian Metalografi, alat yang digunakan, yaitu:

Alat Pemotong

Page 60: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

44

Cetakan mounting

Mesin amplas

Mesin poles

4. Pada pengujian kekerasan, alat yang digunakan Vickers Test Machine

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian untuk mencari penyebab kerusakan yang terjadi

pada komponen baut yang dilakukan dengan metode failure analysisi,

meliputi:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.

Penjelasan dari diagram alir diatas adalah kerusakan pada baut sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah Baut Mutu Tinggi (High Strenght

Kerusakan Pada Baut

Fotografi pada bagian yang rusak

Pengujian

Uji KekerasanFraktografiMetalografikomposisi kimia

Analisis Hasil

Kesimpulan

Page 61: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

45

Bolt) yang terbuat dari baja karbon sedang (medium carbon steel). Uraian

tentang prosedur penelitian secara garis besar di awali dengan mengumpulkan

historical data dan memilih sampel. Setelah melakukan pengamatan visual

(Fotografi) bagian yang mengalami kerusakan dan mencacatnya.

Pengamatan visual (fotografi) yang bertujuan untuk mengetahui jenis

kerusakan dan bagian permukaan yang mengalami perpatahan (fracture).

Mencatat ukuran dan kondisi kerusakan (failure), menggambar sketsa

kerusakan dan sejauh mana hubungannya terhadap patahan. Fotografi ini

dilakukan pada berbagai perbesaran sudut dan bagian – bagian yang utama

pada kerusakan tersebut.

Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan prosedur pengujian

masing- masing yaitu berupa metalografi dan fraktografi, yang disertai

pengujian tak merusak (non destructive testing) dan pengujian mekanis

(destructive testing).

3.3.1 Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi bertujuan untuk menentukan prosentase

kandungan unsur yang terdapat pada baut dan untuk menjamin bahwa material

yang mengalami kegagalan sesuai dengan yang di spesifikasikan. dilakukan

dengan menggunakan alat METOREX di Balai Besar Teknologi Kekuatan

Struktur, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKS, BPPT)

PUSPITEK Serpong. Sebelum dilakukan pengujian, spesimen ditembakan

menggunakan sinar x terlebih dahulu digrinda.

Page 62: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

46

Setelah di grindra, maka dilanjutkan dengan menempelkan spesimen

pada alat pembangkit sinar x seperti pada gambar 3.2 dan hasilnya bisa dilihat

pada survey meter seperti pada gambar 3.3.

3.3.2 Pengujian Metalografi

Pengujian metalografi ini bertujuan untuk mengetahui struktur

mikro yang terjadi pada Baut yang mengalami kerusakan. Pengambilan

sampel untuk pemeriksaan struktur mikro ini, yaitu diambil pada bagian

di sekitar patahan (fracture) dan pada bagian yang jauh dari patahan.

Tahapan – tahapan pengujian metalografi, yaitu sebagai berikut:

Pemotongan spesimen dilakukan dengan alat wirecutting dimana dalam

proses memotong harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang

berlebih-lebihan. Untuk itu pada setiap pemotongan harus diberikan

pendinginan yang memadai.

Dilanjutkan dengan mencetak sampel diperlukan untuk

memudahkan pemegangan pada proses preparasi, tahapan ini dilakukan

dengan menggunakan resin yang dikeraskan dengan hardener, samoel

dicetak dengan menggunakan cara dingin, yaitu dengan mengoleskan

Gambar 3.3 hasil survey meter padauji metorex

Gambar 3.2 Specimen ditempelkanpada pembangkit sinar x

Page 63: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

47

bahan pasta khusus ke dalam bagian cetakan. Setelah dilakukan

pencetakan sampel, langkah selanjutnya pengampelasan (grinding) yaitu

dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan permukaan. Selama proses

grinding harus dilakukan pendinginan dengan air secukupnya.

Pemolesan dilakukan setelah proses grinding, media yang

digunakan untuk pemolesan adalah chrome oxide dan setiap proses

pemolesan, specimen harus dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan

alkohol dan dikeringkan menggunakan udara.

Pada proses pengetsaan dilakukan dengan cara melihat

keburaman dari permukaan sampel yang dietsa. Bila keburaman telah

tercapai, maka segera mungkin specimen dicuci dengan air dan alkohol

kemudian dikeringkan menggunakan udara panas atau pengering. bahan

etsa yang digunakan disesuaikan dengan medium etsa, misalnya baja

menggunakan medium nital campuran HNO3 dengan alkoho.

Gambar 3.4 alat untuk melakukan polishing

Page 64: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

48

Analisa struktur mikro yang dilakukan adalah dengan Pemotretan

struktur mikro dari specimen baut (bolt) yang telah melalui tahap

metalografi, dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optic

dengan cara mengatur intensitas cahaya, fokus. Dari hasil foto struktur

mikro ini, maka akan diketahui korelasi antara komposisi kimia, sifat

mekanik, dan fenomena kerusakan (failure) yang terjadi.

3.3.3 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan ini menggunakan metode Vickers, dimana

prinsip dasar yang digunakan sebagai ukuran kekerasan adalah ketahanan

bahan terhadap deformasi plastis dan harga kekerasan ini didapat dari

beban penekanan dalam Kgf di bagi luas permukaan bekas penekanan

indentor. Uji kekerasan ini dilakukan dengan memakai indentor intan

berbentuk piramida dengan sudut 1360, hasil jejaknya adalah berbentuk

bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan dengan skala

pada mikroskop pengukur jejak. Untuk pengujian pada kekerasan vikers

Gambar 3.5 Alat mikroskopis untuk pengambilan photo struktur mikro

Page 65: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

49

pada baut dimulai dari lokasi patahan hingga ke bagian kepala baut,

menggunakan mesin uji Frank Finotest.

Gambar 3.6. alat pengujian dengan metode Vickers

Page 66: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Visual atau Makro Fraktografi

Pemeriksaan visual atau makro fraktografi ini dilakukan untuk melihat

bentuk permukaan patahan pada baut clam pin. Hasil analisa ini menunjukkan

bahwa baut clam pin yang patah seperti pada gambar 4.1 dibawah ini, merupakan

karakteristik patahan karena lelah, akibat beban dinamis (beban yang berulang -

ulang).

Gambar 4.1 Bentuk permukaan patahan baut clam pin yang dianalisis

Bila ditinjau dari bentuk permukaan patah lelah seperti yang ditunjukkan

pada gambar 4.2 dibawah ini, sebagaimana tanda panah warna merah menjelaskan

lokasi atau daerah awal terjadinya perpatahan lelah. Retak awal (crack initiation)

terjadi pada dua bagian terluar dari specimen yang ditunjukkan pada tepi bawah

baut (tanda panah A) dan di tepi atas baut (tanda panah B). Retak awal (crack

initiation) ini menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan tinggi yang dimulai

pada tepi baut yang ditandai dengan adanya notch berupa pitting marks, sehingga

retak akan merambat seiring dengan bertambahnya siklus pembebanan.

Page 67: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

51

Gambar 4.2. a) photo makro permukaan patahan baut clamp pin yangmengalami patah lelah (fatigue fracture) dan awal patah yang dimulai daritepi baut (awal patah). Terlihat juga alur garis pantai (beach mark) yangmenunjukkan bentuk area patah lelah hingga 90% dan yang 10% adalahpatah sisa. b) Pada daerah tengah – tengah terdapat retak akibat beban

operasi sesaat.

Dari gambar 4.2 diatas ini, Penjalaran retak (Crack propogation) yang

terjadi tergantung pada beban tegangan yang digunakan, maka baut ini menerima

beban tegangan yang besar sehingga penjalaran retaknya menjadi cepat dan luasan

area retaknya (final fracture) akan mengecil. Pada daerah penjalaran retak (crack

Awal patah B

awal patah A

Radial Fan like

Beach mark

Micro crack

Sisa patahan

Patah lelahII

Patah lelah Ibeach mark

a)

Micro crack

b)

Page 68: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

52

propagation) ditunjukkan oleh pola beban berbentuk garis yang berbeda dan

saling bergantian, yaitu garis yang halus dan yang kasar. Pola garis yang halus

ditandai dengan adanya garis pantai (beach marks) yang terjadi akibat proses

permulaan dan pertumbuhan retak yang menunjukkan bentuk area patah lelah

hingga 90%, sedangkan pola garis yang kasar ditandai dengan adanya tanda radial

(radial fanlike) yang arahnya datar tegak lurus terhadap ujung retakan seperti pada

gambar 4.2.a di atas yang ditandai dengan garis panah. Pada daerah ini terdapat

retakan yang terletak di tengah yang diakibatkan beban pada saat operasi (gambar

4.2.b). Dilihat dari bentuk permukaan patahannya (gambar 4.2), maka termasuk

patah getas yang terlihat kasar dan tidak mengkilap ditandai dengan adanya radial

fanlike dan tidak terjadi deformasi plastis.

Daerah patah akhir (final fracture) atau sisa patahan (residual fracture)

(gambar 4.2) terjadi pada akhir siklus tegangan, yaitu pada saat sisa penampang

baut tidak mampu lagi menahan beban, Patah ini bergerak cepat dan berada di

daerah yang kecil yaitu 10% dari keseluruhan seperti yang ditunjukkan dengan

tanda panah pada gambar 4.2 bagian a. Perpatahan ini terjadi secara tiba – tiba

dikarenakan sumber patah lelah yang terjadi berupa retak mikro atau micro crack

yang tidak bisa dilihat oleh mata. Pada daerah patah akhir ini terlihat pada sisa

patah permukaan yang halus.

Page 69: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

53

Gambar 4.3 a) Pengambilan sampel metallografi potongan A – B . b) Photomakro etsa sampel metallografi potongan memanjang (A- B )

Pada permukaan patahan baut (gambar 4.3), bentuk permukaan

patahannya shear fracture yang menunjukan bahwa baut ini mengalami beban

atau gaya tarik uni-axial murni normal, sehingga bentuk permukaan patahannya

membentuk patahan geser. Yang mencirikan sisa patahan akibat beban statik ini

adalah membentuk sudut 450 terhadap arah gaya dan menunjukkan bahwa baut

yang patah merupakan karakteristik pataha karena lelah (fatigue), yang

diakibatkan pembebanan dinamis (beban fluktuasi), bentuk sampel permukaan

patahan baut, berupa potongan memanjang disajikan pada gambar 4.3 bagian b.

A

B

Retak mikro Patah awal A

Patah sisa

Patah awal B

Page 70: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

54

Untuk analisa keadaan pembebanan bisa dikaitkan dengan bentuk

permukaan patahan yang terjadi yaitu dengan melihat referensi penampang

patahan akibat lelah, sebagaimana terlihat pada gambar 2.8. Hasil perbandingan

antara gambar 4.2 dengan gambar 2.8 sebagai referensi, maka yang mirip dengan

kerusakan pada komponen baut dianjungan lepas pantai adalah kerusakan yang

disebabkan pembebanan dinamis (bolak-balik). Pembebanan dinamis ini adalah

gabungan antara reversed bending dan beban geser. Pada pembebanan reversed

bending termasuk tingkat pembebanan low nominal stress yang ditandai dengan

adanya beach mark pada tahap penjalaran retak (crakc propagation). Sedangkan

pada beban geser di tandai dengan adanya radial fanlike seperti pada gambar 4.2

diatas.

4.2 Hasil Pengujian Metalografi

Pemeriksaan struktur mikro hasil potongan memanjang terhadap baut

menggunakan etsa nital 5 % dengan mikroskop optik dengan perbesaran 200x.

Pengujian ini bertujuan untuk melihat bentuk struktur baut yang mengalami

perpatahan. Berikut hasil pengujian metalografi yang dilakukan pada baut, seperti

pada gambar 4.4 di bawah ini. Bentuk struktur mikro pada bagian kepala ulir baut

ini nampak menunjukkan adanya cacat yang berbentuk lipatan. Cacat ini

merupakan salah satu akibat proses manufaktur pada baut yang kurang sempurna.

Proses manufaktur ini terjadi ketika proses pengerolan ulir (thread rolling).

Page 71: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

55

Gambar 4.4 a) lokasi adanya secondary cracks sejajar dengan awal patah. b)lokasi pengambilan struktur mikro. c) Bentuk struktur mikro baut yang

telah mengalami kerusakan, etsa natal 5%, dengan perbesaran 200x

Berdasarkan gambar 4.5 dibawah, hasil analisa struktur mikro atau

metalografi pada baut ini menunjukkan bahwa bentuk struktur mikro pada baut

tersebut berupa martensite temper dan pada lokasi tertentu di temukan adanya

inklusi berupa Manganese Sulfide (MnS) berwarna hitam, yang diakibatkan

adanya gaya yang dialami baut tersebut. Inklusi adalah suatu impuritas (kotoran)

yang membentuk pola garis lurus (stringer) baik berupa inklusi logam (metalic)

1

2

3

4

a

c

a

1

2

3

4

55

Gambar 4.4 a) lokasi adanya secondary cracks sejajar dengan awal patah. b)lokasi pengambilan struktur mikro. c) Bentuk struktur mikro baut yang

telah mengalami kerusakan, etsa natal 5%, dengan perbesaran 200x

Berdasarkan gambar 4.5 dibawah, hasil analisa struktur mikro atau

metalografi pada baut ini menunjukkan bahwa bentuk struktur mikro pada baut

tersebut berupa martensite temper dan pada lokasi tertentu di temukan adanya

inklusi berupa Manganese Sulfide (MnS) berwarna hitam, yang diakibatkan

adanya gaya yang dialami baut tersebut. Inklusi adalah suatu impuritas (kotoran)

yang membentuk pola garis lurus (stringer) baik berupa inklusi logam (metalic)

1

2

3

4

a

c

a

1

2

3

4

55

Gambar 4.4 a) lokasi adanya secondary cracks sejajar dengan awal patah. b)lokasi pengambilan struktur mikro. c) Bentuk struktur mikro baut yang

telah mengalami kerusakan, etsa natal 5%, dengan perbesaran 200x

Berdasarkan gambar 4.5 dibawah, hasil analisa struktur mikro atau

metalografi pada baut ini menunjukkan bahwa bentuk struktur mikro pada baut

tersebut berupa martensite temper dan pada lokasi tertentu di temukan adanya

inklusi berupa Manganese Sulfide (MnS) berwarna hitam, yang diakibatkan

adanya gaya yang dialami baut tersebut. Inklusi adalah suatu impuritas (kotoran)

yang membentuk pola garis lurus (stringer) baik berupa inklusi logam (metalic)

1

2

3

4

a

c

a

1

2

3

4

Page 72: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

56

atau inklusi non-logam (non metalic) yang terperangkap dalam ingot dan

membentuk lonjongan (elongated) searah dengan arah giling (rolling

direction)[13]. Inklusi ini terjadi pada saat proses manufaktur dan bisa juga

dikarenakan proses perlakuan panas. Unsur sulfide atau belerang yang terdapat

dalam baja martensit temper harus diusahakan ditekan serendah mungkin

dikarenakan nantinya akan berikatan dengan mangan (Mn) membentuk mangan

sulfide (MnS) yang tidak diinginkan, karena MnS ini akan membentuk inklusi.

Unsur mangan (Mn) merupakan unsure yang slalu harus ada didalam baja dengan

jumlah yang kecil dean sebagai pencegah oksida penambahan unsure mangan

(Mn) didalam baja dapat menambah kekuatan dan ketahanan panas baja tersebut.

Sedangkan sulfide (S) adalah suatu unsur yang membentuk inklusi dan tidak

memberikan banyak pengaruh terhadap temperature transisi tetapi menurunkan

keuletan pada arah tegak lurus terhadap arah gaya sebab inklusi tersebut

memanjang pada arah datangnya gaya[12].

Sifat mekanis baja dapat dikontrol salah satunya dengan ukuran inklusi,

semakin besar ukuran inklusi maka akan menurunkan sifat mekanis pada baja,

seperti keuletan (ductility), umur fatigue, dan kegetasan (fracture toughness).

Page 73: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

57

Gambar 4.5 a) pembesaran lokasi pengambilan struktur mikro pada gambar4.4 (a). b) Bentuk struktur mikro baut yang telah mengalami kerusakan,

etsa nital 5%, dengan perbesaran 500x

Bentuk struktur martensit temper ini biasanya dicapai melalui proses

perlakuan panas, yaitu proses pengerasan (hardening) yang kemudian diikuti oleh

proses temper. Proses pengerasan dilakukan dengan memanaskan baut tersebut

hingga mencapai suhu austenite dan kemudian dicelupkan kedalam media

pendingin, seperti air, oli atau lainnya. Setelah dicelupkan beberapa saat hingga

•2

•1

1)

2)

MnS

500 x

500 x

57

Gambar 4.5 a) pembesaran lokasi pengambilan struktur mikro pada gambar4.4 (a). b) Bentuk struktur mikro baut yang telah mengalami kerusakan,

etsa nital 5%, dengan perbesaran 500x

Bentuk struktur martensit temper ini biasanya dicapai melalui proses

perlakuan panas, yaitu proses pengerasan (hardening) yang kemudian diikuti oleh

proses temper. Proses pengerasan dilakukan dengan memanaskan baut tersebut

hingga mencapai suhu austenite dan kemudian dicelupkan kedalam media

pendingin, seperti air, oli atau lainnya. Setelah dicelupkan beberapa saat hingga

•2

•1

1)

2)

MnS

500 x

500 x

57

Gambar 4.5 a) pembesaran lokasi pengambilan struktur mikro pada gambar4.4 (a). b) Bentuk struktur mikro baut yang telah mengalami kerusakan,

etsa nital 5%, dengan perbesaran 500x

Bentuk struktur martensit temper ini biasanya dicapai melalui proses

perlakuan panas, yaitu proses pengerasan (hardening) yang kemudian diikuti oleh

proses temper. Proses pengerasan dilakukan dengan memanaskan baut tersebut

hingga mencapai suhu austenite dan kemudian dicelupkan kedalam media

pendingin, seperti air, oli atau lainnya. Setelah dicelupkan beberapa saat hingga

•2

•1

1)

2)

MnS

500 x

500 x

Page 74: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

58

kondisi baut tersebut kembali ke suhu ruang dan selanjutnya baut tersebut

dipanaskan pada suhu temper sehingga menghasilkan struktur temper.

Pada daerah patahan kelihatan bentuk patahannya berupa patahan yang

membelah butir (transgranular fracture), hal ini menunjukkan bahwa material

baut cukup getas. Patahan transgranular ini di tandai dengan pola radial.

4.3 Hasil Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia yang dilakukan pada baut di Balai Besar

Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) BPPT PUSPITEK Serpong Tangerang

Selatan. Pengujian komposisi kimia pada baut dengan menggunakan alat

METOREX yang berfungsi untuk mengetahui unsur – unsur kimia yang

terkandung dalam bahan baku baut.

Dari hasil pengujian ini bahwa baut clam in merupakan baut yang terbuat

dari bahan atau material baja karbon sedang denagan nilai karbon (0.41% C) dan

sesuai dengan standar ASTM A325 Structural Bolts, Steel, Heat Treated, 120/105

ksi Minimum Tensile Strength, dan disertai unsure paduannya meliputi : unsure

0.24% Si, 0.74% Mn, 0.90% Cr, 0.069% Ni, 0,12% Mo, 0.14% Cu, 0.028% Al,

0.068% W, 0.020% S, 0.018% P. Komposisi kimia yang terkandung dalam bahan

sampel baut tersebut masih masuk dalam standard dan tidak menunjukkan

adanyan perbedaan.

Page 75: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

59

Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia dengan menggunakan alat METOREX

Unsur Kandungan unsur(%) patahan baut

Kandungan unsur(%) standar ASTMA325

Fe Rem -C 0.41 0.28 – 0.55Si 0.24 0.13 – 0.32

Mn (min) 0.74 0.57Cr 0.90 -Ni 0.069 -Mo 0.12 -Cu 0.14 -Al 0.028 -W 0.068 -

S (max) 0.020 0.058P (max) 0.018 0.048

Unsur mangan (Mn) mempunyai fungsi mengurangi karbida dan

menurunkan temperature transformasi, yang membuat perlit dan ferit menjadi

butir yang lebih halus, Mn juga memperbaiki keuletan. Unsur Mn ini dapat

mengikat sulfur (S) dengan membentuk mangan sulfide (MnS). Unsure phosphor

(P) dan sulfur mempunyai dampak negatif dalam pembuatan baut, karena dapat

mengurangi kekuatan, bila kandungan presentasenya melebihi batas yang telah

ditentukan dan juga akan menyebabkan sumber keretakan pada proses rolling.

Oleh sebab itu, kadar phosphor dan sulfur dalam pembuatan baut sangat rendah.

Silicon (Si), unsur ini sebagai penyetabil yang dapat menaikkan kekuatan tanpa

harus menurunkan keuletannya.

Page 76: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

60

Dalam pembuatan baut, bahan atau material yang digunakan tidak hanya

unsure – unsure yang penting saja, tetapi juga juga ada unsure – unsure

pendukung lainnya. Meliputi unsure Cr (chrom), Cu, Mo dan Al yang terdapat

pada baut ini yang walaupun presentasinya sangat sedikit, namun berguna untuk

meningkatkan meningkatkan ketahanan terhadap korosi unsure Nb, Sn dan W

berguna untuk menghaluskan butiran struktur mikro dan meningkatkan kekerasan

baut. Pada tabel 4.1 diatas, nilai sensitive retak menunjukkan nilai yang rendah

dan masuj dalam rentan standar, hal ini dikarenakan jumlah kandungan unsure

sulfur dan phosphor yang rendah sehingga akan menurunkan nilai sensitive retak.

Maka semakin rendah nilai sensitive retaknya, semakin baik pula kualitas baut

tersebut.

4.5 Hasil Pengujian Kekerasan

Hasil uji kekerasan dilakukan pada bolt yang sudah putus atau patah pada

lokasi disekitar patahan hasil potongan memanjang dengan menggunakan nilai

kekerasan vickera (HV), hasil penyajian data yang diperoleh dalam bentuk angka.

Pada pengujian kekerasan ini dilakukan satu kali pengujian dengan tujuh kali

penekanan disetiap titik kemudian dihitung rata – ratanya sehingga nilai

kekeasannya lebih akurat. Hasil uji kekerasan pada baut tersebut disajikan pada

tabel 4.2.

Page 77: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

61

Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan dengan menggunakan alat frank finotest

No Baut yang patah (HV)1 3172 3093 3214 3065 3216 3217 321

Rata – rata 316,5

Adapun hasil uji kekerasan pada baut ini disajikan pada tabel 4.2,

menunjukkan bahwa nilai kekerasan terendah adalah 306 HV terletak sebelum

menuju final fracture (no 4 tabel 4.2) sedangkan nilai kekerasan tertinggi

mencapai 321 HV terletak, setelah dirata – rata dari 7 titik hasil pengujian ini,

maka di dapat nilai kekerasan rata – rata pada baut ini adalaha 316.5 HV.

•6•4•5

•7

•3•2 •1

Gambar 4.6 Lokasi uji kekerasan.

Page 78: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

62

Dari baut clim pin ini terlihat bahwa kekerasan pada bagian (no 4 tabel

4.2) sedikit lebih lunak dibandingkan pada bagian yang lain dari bagian tepi

sebelum final fracture yang lain, maka dari itu dapat terjadi karena pengaruh

pengerasan permukaan dengan heat treatment maupun mechanical treatment,

maka efeknya nilai kekerasan berkurang pada bagian itu.

Page 79: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

63

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian analisa kerusakan pada komponen baut di anjungan lepas

pantai, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil dari pengujian metalografi menunjukkan bahwa bentuk struktur

mikro adalah martensit temper yang terdapat pada bagian kepala ulir baut

ini nampak menunjukkan adanya cacat yang berbentuk lipatan. Cacat ini

merupakan salah satu akibat proses manufaktur pada baut yang kurang

sempurna. Proses manufaktur ini terjadi ketika proses pengerolan ulir

(thread rolling). Cacat tersebut berupa inklusi yaitu manganese sulfide

(MnS). Sifat mekanis baja dapat dikontrol salah satunya dengan ukuran

inklusi, semakin besar ukuran inklusi maka akan menurunkan sifat

mekanis pada baja, seperti keuletan (ductility), umur fatigue, dan

kegetasan (fracture toughness). Berdasarkan hasil pengujian komposisi

kimia baja yang digunakan sebagai bahan baut adalah jenis baja karbon

sedang (medium carbon steel) yang memiliki kadar karbon 0.41%.

2. Kerusakan yang menyebabkan patahnya baut di anjungan lepas pantai

disebabkan oleh kelelahan (fatigue) dari material baut yang diakibatkan

beban dinamis (beban berualang - ulang). Pembebanan dinamis ini adalah

gabungan antara reversed bending dan beban geser. Pada pembebanan

reversed bending termasuk tingkat pembebanan low nominal stress yang

Page 80: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

64

ditandai dengan adanya beach mark pada tahap penjalaran retak (crakc

propagation). Sedangkan pada beban geser di tandai dengan adanya radial

fanlike. Jenis kelelahan yang tejadi pada baut tersebut adalah jenis

kelelahan siklus rendah (low cycle fatigue). Kelelahan jenis ini diakibatkan

kelelahan yang disebabkan oleh konsentrasi tegangan yang tinggi. Hal ini

ditunjukkan oleh bentuk permukaan patahan baut yang menunjukkan

kondisi overload yaitu suatu kondisi dimana perambatan retak (crack

propogation) yang terjadi dalam waktu singkat dan diakhiri dengan cepat,

diikuti patah getas dan tidak adanya deformasi plastis.

3. Bahan baut yang digunakan dianjungan lepasn pantai tersebut mempunyai

kekerasan terendah 306 HV dan kekerasan tertinggi 321 HV (306 : 321

HV) sehingga mempunyai ketangguhannya (toughness) menjadi rendah

dan karena itu sangat sensitive terhadap bentuk tekikan (notch) yang

memudahkan menimbulkan retak getas.

4. Di dalam kerusakan terdapat beberapa Faktor yang menyebabkan

kerusakan, diantaranya sebagai berikut :

- Kesalahan dalam memilih desain dan material seperti kesalahan dalam

proses peleburan, pengecoran dan penempaan, pengerjaan akhir

(finishing), control kualitas yang kurang baik diluar

spesifikasi/standard yang berlaku.

- Material yang tidak sempurna atau miliki cacat.

- Kesalahan dalam proses pembuatan seperti

- Kesalahan ketika proses assembly/perakitan.

Page 81: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

65

- Kondisi pengoperasian yang tidak tepat seperti kecepatan (speed) yang

terlalu tinggi, temperature yang terlalu tinggi, adanya kandungan kimia

yang bersifat merusak, sumber daya manusia yang kurang kompeten di

bidangnya.

- Kesalahan dalam proses perawatan.

Page 82: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

66

5.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat kerusakan yang

diakibatkan oleh fatigue yaitu menggunakan alat mikro fraktografi seperti

SEM (Scanning Electron Microscopy) atau TEM (Transmision Electron

Microscopy) yang mempunyai resolusi optik yang lebih tinggi

dibandingkan mikroskop optik.

2. Pada penelitian ini dibatasi, hal lain yang perlu diperdalam analisa adalah

pengetahuan tentang korosi, adanya pengujian tentang korosi yang

terdapat pada baut yang mengalami perpatahan.

Page 83: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

67

DAFTAR PUSTAKA

[1] ASM Handbook Committee. 1987. ” Fractography ”, ASM Handbook

Volume 12. By ASM Handbook Committee. Ohio

[2] ASM Handbook committee. 1996.”Fatigue and Fracture”, ASM Handbook

Volume 19. By ASM Handbook Committee. Ohio

[3] ASTM A 325. “Standard Specification for Structural Bolts, Steel. Heat

Treated, 120/105 ksi Minimum Tensile Strength”.

[4] Callister, William D. 1985. “Material Science and Engineering, An

Introduction “. John Wiley and Sons, Inc. Canada.

[5] Devi Chandra, Gunawarman, M. Fadil. 2010. “Analisis Tegangan Buat

Pengunci Girth-Gear Kiln”. No.33 Vol.1 XVII.

[6] Hatta Ilham. 2010. Mikroskopi dan Mikroanalisi. “analisa kerusakan baut

pengikat meja putar pada sistem transportasi alat angkat”.Vol. 3.

No1.

[7] Hosford William F. 2005. “Mechanical Behavior of Material”.Cambridge

University Press. New York.

[8] http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/523/jbptunikompp-gdl-dadangnugr-26103-

3-unikom_d-2.pdf 03 Maret 2013 Pukul 11.33

[9] http://dodybrahmantyo.dosen.narotama.ac.id/files/2012/05/KONSTRUKSI-

BAJA-3_SAMBUNGAN-BAUT.pdf 03 Maret 2013 pukul 09.00 am

[10] http://www.scribd.com/doc/96174078/Pengertian-SEM 18 Maret 2013 Pukul

07.27

[11] http://ftkceria.wordpress.com/2012/04/21/fatigue-kelelahan 20 Maret 2013

Pukul 07.09

[12]http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_teknologi_baja/bab1_b

esi_dan_baja.pdf 30 Agustus 2013 pukul 13.08

[13]http://xa.yimg.com/kq/groups/3862917/480176839/name/18908_PENGKAJI

AN.pdf 30 Agustus 2013 pukul 13.15

Page 84: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

68

[14] Juliaptini Devinta. 2010. “Analisis Sifat Mekanik Dan Metalografi Baja

Karbon Rendah Untuk Aplikasi Tabung Gas 3 Kg”. Skripsi, Fisika

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayaullah, Jakarta.

Hal 18 – 23.

[15] L. H. Van Vlack. 1989. “Elements Of Material Science And Engineering, 6TH

Ed”. Addison – Wesley. Reading, Mass.

[16] Michael F Ashby, David r H Jones.1996.”Engineering Materials 1, An

Introduction to their Properties and Applications”. Second edition.

Butterworth Heinemann.

[17] Ricky L, Tawekal. “Perhitungan SCF Untuk Analisa Fatigue Pada

Sambungan Struktur Anjungan Lepas Pantai”. Volume 13, No. 2,

Edisi XXXII Juni 2005.

[18] Sutarjo, Ilham Hatta. 2010. Prosiding PPI Standardisasi 2010.”Aplikasi

Standar untuk Analisis Kerusakan Stud Bolt pada Suction Valve

Compressor”.

[19] Vander Voort, George F. 2004. ” Metallography and Microstructures ”,

ASM Handbook Volume 9. By ASM Handbook Committee. Ohio

[20] William T. Becker and Roch J. Shipley. 2002.” Failure Analysis and

Prevention”, ASM Handbook Volume 11. By ASM Handbook

Committee. Ohio

[21] Yuwono Akhmad Herman. 2009. “Buku Panduan Praktikum Karakteristik

Material 1 Pengujian Merusak (Destructive Testing)”. Departemen

Metalurgi Dan Material, Fakultas Teknik UI. Depok.

Page 85: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

69

LAMPIRAN 1

Posisi baut yang mengalami perpatahan

Posisi Baut Patah

69

LAMPIRAN 1

Posisi baut yang mengalami perpatahan

Posisi Baut Patah

69

LAMPIRAN 1

Posisi baut yang mengalami perpatahan

Posisi Baut Patah

Page 86: ANALISA KERUSAKAN PADA KOMPONEN BAUT DI ANJUNGAN …

70

LAMPIRAN 2

Bentuk baut yang diukur dengan penggaris dan ulir baut yang dianalisis

70

LAMPIRAN 2

Bentuk baut yang diukur dengan penggaris dan ulir baut yang dianalisis

70

LAMPIRAN 2

Bentuk baut yang diukur dengan penggaris dan ulir baut yang dianalisis