RETENSIO PLASENTA DEFINISI : Suatu keadaan dimana plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir. 5 ETIOLOGI Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu : 5 Plasenta belum lepas dari dinding uterus Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta : Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhessiva), Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta) Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RETENSIO PLASENTA
DEFINISI :
Suatu keadaan dimana plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.5
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :5
Plasenta belum lepas dari dinding uterus
Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian
terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta (plasenta adhessiva),
Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab
villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta)
Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang
tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan
serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta).
DIAGNOSIS dan MANAGEMEN8
Perdarahan Sebelum lahirnya plasenta
Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio plasenta.
Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan jaan lahir. Ketika terjadi
perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama yang dilakukan adalah berusaha untuk
mengeluarkan plasentadengan tarikan ringan dengan penekanan pada uterus dengan menekan
1
abdomen. Bila berhasil, uterus harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi
bimanual harus tetap dilakukan hingga uterus berkontraksi dengan baik.
Gambar 1. Kompresi Bimanual
Retensio Plasenta karena kontraksi serviks
Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan preterm.
Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak dianjurkan untuk
melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta, tekanan pada abdomen
maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan adalah dengan memberikan
nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat dilakukan manual plasenta.
Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan relaksan otot miometrium.
Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi uterus tanpa mempengaruhi tekanan darah.
Meskipun demikian, obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan darah
rendah. Sebelum memasukkan nitrogliserin sebaikknya diberikan cairan intravena berupa
kristaloid sebanyak 500-1000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120
2
detik setelah nitrogliserin dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan operator dapat
masuk kedalam kavum uteri.
Retensio Plasenta karena Perlekatan plasenta yang abnormal10
Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada
kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada beberapa kasus
plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit lepas dari dinding uterus
sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan perdarahan menjadi sangat banyak.
Kondisi ini disebut plasenta akreta dan kebanyakan berakhir dengan histerektomi. Plasenta
akreta menunjukkan angka kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal
yang merupakan indikasi histerektomi.
Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada miometrium, yang
mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat persalinan. Komplikasi yang signifikan
dari plasenta akreta adalah perdarahan post partum. Berdasarkan penelitian oleh Resnik, angka
kejadian plasenta akreta meningkat dan dokter diharapkan waspada akan kondisi ini, terutama
pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada
uterus.
Perdarahan setelah Plasenta lahir
Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang juga
disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur uteri dan juga
gangguan sitem koagulasi.
Hal pertama yang dilakukan pada perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan
bimanual vaginal dan abdominal, hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang satu
atau dua infus dan diberikan infu oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL)
Bila penekanan uterus dan infus oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG
untuk memeriksa sisa jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya
robekan uterus.
3
PENATALAKSANAAN1,5
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus harus
dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi perdarahan post
partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu parasat
Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya inversio uteri.
Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan
kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu
salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada
dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan
depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan
penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka
tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang,
ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu
megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan
seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta
dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta
manual.
Indikasi Plasenta manual
Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc
Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir
Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan eksplorasi jalan
lahir.
Tali pusat putus
4
Tehnik Plasenta Manual3
Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita
diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator berdiri atau duduk dihadapan
vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu pula tangan dan lengan bawah si
penolong (setelah menggunakan sarung tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan
masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam
sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah
kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan dinding
rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan
ditarik keluar.
5
PENANGANAN RETENSIO PLASENTA6
Skema 2. Penanganan Retensio Plasenta
6
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal Lahir : 13 April 1977
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : KHT Sengkawang CST PT. THGP
Tanggal masuk RS : 5 April 2011
B. Identitas Suami
Nama : Tn. K
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
7
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 14 Januari 2013
Keluhan Utama :
Ari-ari belum lahir sejak 3 jam SMRS.
Keluhan Tambahan & Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Palembang BARI dengan keluhan ari-ari belum lahir
sejak 10 jam SMRS. Pasien telah melahirkan di klinik Bidan May pada jam 04. 15
pagi hari yang sama tetapi ari-ari belum lahir setelah melahirkan. Pasien mengatakan
banyak darah merah segar keluar setelah melahirkan. Di klinik Bidan tersebut, pasien
dicoba untuk dikeluarkan plasenta tetapi tidak bisa lalu dirujuk ke RSOB. Pasien
mengeluh nyeri perut bagian bawah, pusing, lemas tetapi tidak mual dan tidak
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas: akral hangat, pucat –
Status obstetrik
Payudara: bengkak -, nyeri tekan -, ASI +
Abdomen: datar, strias gravidarum +, line grissea +, supel, nyeri tekan -, TFU
teraba 1 jari bawah pusar
Genitalia: edema -, luka -, tampon kateter dan kateter sudah dilepas, lochia + di
pembalut.
Laboratorium 7/4/2011
Hb: 8,6 g/dl
Ht: 24,7%
Leukosit: 229,000 ribu
Trombosit: 171,000 ribu
A: P3A0H3 nifas hari ke 2 dengan post kuretase ec retensio plasenta hari ke 2
P: Amoxicillin tab 3 x 500 mg p.o
Methylergometrin tab 3x1 tab p.o
Misoprostol tab 2 x 1 tab p.o
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg p.o
18
Hemafort tab 1x1 tab p.o
Edukasi pompa ASI untuk bayi di rumah
Rencana pulang dan nasihat pulang : bedrest di rumah, tidak melakukan kerja
berat, menyusui bayi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. M, usia 38 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama ari-ari belum
lahir. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkanlah
diagnosis pasien ini yaitu P1A0 + Retensio Plasenta + Anemia
Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Teori Kasus
Plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir
Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat
karena :
a.Kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta
(plasenta adhesive)
b.Plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab vili
korialis menembus desidua
sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta
akreta – perkreta)
Anak lahir spontan dan setelah
setengah jam plasenta tidak
lahir
Pasien merasa lemas
Penegakan diagnosis pada pasien dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diperoleh adanya
amenorhea, perdarahan pervaginam, perut yang membesar seperti pada kehamilan Hal ini sesuai
19
dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan gejala mola hidatidosa adalah amenorhea,
perdarahan pervaginam, adanya besarnya uterus tidak sesuai usia kehamilan, dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti seperti ballottement dan detak jantung anak.
Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola hidatidosa yang
terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi jaringan menyerupai buah anggur secara
spontan. Keluarnya gelembung mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita
menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran
gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
Prevalensi perdarahan sebelumnya dilaporkan muncul pada 97 % kasus, sekarang hanya
didapatkan pada 84% kasus dengan derajat bervariasi dari flek hingga perdarahan masif selama
trimester pertama. Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara
intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia delusional akibat
hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola yang besar. Jaringan mola dapat
terpisah dari desidua dan mengganggu pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum
endometrium dikarenakan kumpulan darah. Anemia didapatkan pada setengah dari kasus, namun
sekarang hanya 8% kasus saja terdapat anemia.
b. Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak
ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi
secara parsial atau lengkap menempel di dalam
uterus
Tinggi fundus uteri : 15 cm,
kontraksi: kurang baik
Periksa Dalam: tampak
perdarahan tidak aktif dan tali
pusat dengan panjang 7 cm,
pembukaan 2 cm, porsio tebal
lunak.
Konjungtiva anemis (+/+)
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa tanda yang
mendukung diagnosis mola hidatidosa itu sendiri yaitu ukuran uterus yang membesar, dan pada
20
pemeriksaan tekanan darah tinggi adanya preeklamsia. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan
darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah 9,0 mg/dl yang didukung oleh
konjungtiva yang anemis akibat perdarahan pervaginam. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
- Darah Rutin
Hemoglobin : 8,0 gr %
Hematokrit : 23,4%
Trombosit : 260.000 / mm3
Bleeding Time: 3 menit
Clotting Time : 10 menit
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola ialah pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan USG. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang tersebut sudah
dilakukan dan sesuai dengan standar. Pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya mola
hidatidosa.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan setelah dilakukan kuretase ialah pemeriksaan
histologi dari jaringan hasil kuret, pemeriksaan β hCG secara kuantitatif dan pemeriksaan foto
thoraks. Pada pemeriksaan β hCG secara kuantitatif dimana kadar yang lebih dari 100.000
mIU/ml biasanya diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000
mIU/ml. Selain itu pemeriksaan β hCG serum dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan
mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau rendah, dimana ini sangat menentukan
penatalaksanaan maupun prognosis pasien. hasil histopatologi tampak di beberapa tempat, vili
yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain
masih tampak vili yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan PA tidak mampu
memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa. Kemudian pada
literature lainnya dikatakan bahwa keganasan pada pemeriksaan specimen kuretase tidak
menyingkirkan adanya mola invasive karena diagnosis histologik mola invasive hanya bisa
didapat setelah pemeriksaan specimen histerektomi.
21
d. Komplikasi
Teori Kasus
- Perdarahan
- Preeklampsia
- Hipertiroidisme
- Tirotoksikosis. Dapat diduga bila :
a. Nadi istirahat ≥ 100
kali/menit tanpa adanya
sebab yang jelas seperti Hb
< 7 gr/dl atau demam
b. Besar uterus > 20 minggu
- Komplikasi lanjut ialah terjadinya
tumor trofoblas gestasional
pascamola maupun perdarahan
yang mengancam
- Pada pasien ini terdapat adanya
perdarahan pervaginam
- Didapatkan tekanan darah
pasien 150/90 mmHg sebelum
umur kehamilan 20 minggu
- Pemeriksaan hormon tiroid :
tidak dilakukan
- Pemeriksaan nadi istirahat : <
100 x/menit
Pada pasien ini telah terjadi komplikasi berupa preeklamsia dimana tekanan darah pasien
150/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20 mnggu. Preeklampsia pada mola hidatidosa berbeda
dengan kehamilan nonmola, preeklampsia pada mola hidatidosa sudah terjadi pada trimester
pertama kehamilan. Adapun pada pasien tidak di lakukan pemeriksaan hormon tyroid sehingga
adanya tirotoksikosis tidak diketahui. Pada pasien datang dengan keluhan adanya perdarahan
pervaginam, dimana perdarahan pervaginam merupakan salah satu komplikasi dari
molahidatidosa.
e. Penatalaksanaan
Teori Kasus
- Retensio plasenta tanpa perdarahan masih
dapat menunggu. Sementara itu kandung
kemih dikosongkan, masase uterus dan
suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau
22
melalui infus).
- Perasat Crede
- Perasat Brandt
- Manual Plasenta
Penatalaksanaan pada kasus ini ialah dengan memperbaiki keadaan umum dan
melakukan evakuasi mola dengan kuretase yang sudah dilakukan sebanyak 1 kali. Perbaikan
keadaan umum yang dilakukan ialah dengan memberikan IVFD RL dan transfusi hingga Hb
mencapai ≥ 10 mg/dl. Kuretase yang telah dilakukan adalah untuk mengeluarkan jaringan mola.
Kerokan perlu dilakukan secara hati-hati karena adanya bahaya perforasi. Sebelum tindakan
kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga apabila terjadi perdarahan yang banyak dan hal
ini telah dilakukan pada kasus dimana sebelum kuret telah disiapkan darah PRC sebanyak 2 kolf.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulangan agar ada kepastian bahwa
uterus sudah benar-benar kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas dan
mengetahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke miometrium. Pada pasien kuretase ke-2
direncanakan dilakukan seminggu setelah kuretase pertama. Selain itu penatalaksanaan terhadap
komplikasi berupa preeklamsia adalah nifedipe 2x 10 mg.
Setelah evakuasi mola maka tetap harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dimana kadar
hCG pasien harus tetap dimonitor perminggu atau per 2 minggu sampai kadarnya normal 3
minggu berturut-turut, kemudian diikuti perbulan sampai kadarnya normal atau tak terdeteksi (<
5 mIU/ml) sampai 6 bulan berturut-turut.
f. Prognosis
Teori Fakta
- Sebagian besar dari pasien mola
akan sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi
ada sekelompok wanita yang
kemudian menderita keganasan
yakni koriokarsinoma
- Apabila dalam pemeriksaan
lanjutan diperoleh bahwa kadar
- Prognosis pada pasien ini masih
bersifat dubia. Karena
pemeriksaan β hCG kualitatif
maupun kuantitatif setelah
evakuasi mola hidatidosa belum
diketahui hasilnya.
23
hCG preevakuasi < 100.000
mIU/ml, besar uterus < 20
minggu dan tidak ditemukan
kista teka lutein dengan
diameter > 6 cm maka prognosis
pasien baik.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena hasil pemeriksaan β hCG kualitatif
maupun kuantitatif setelah evakuasi mola hidatidosa belum diketahui.
24
BAB V
KESIMPULAN
1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.2. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.
3. Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena
kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
4. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam
setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus.
5. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta.
6. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta.
7. Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international edition. 21 st
edition. Page 619-663.
2. Wainscott, Michael P. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage. http://www.eMedicine.com. May
30, 2006
3. Smith, John R , Barbara G. Brennan. Postpartum Hemorrhage. http://www.eMedicine.com.
June 13, 2006
4. ALARM International. Hemorrhage in Pregnancy. 2nd edition. Page 49-53.
5. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2002