Page 1
ANALISA DUKUNGAN QATAR TERHADAP OPOSISI
PEMERINTAH SURIAH PERIODE 2011-2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
Abdullah Zein
1112113000050
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
Page 2
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
ANALISA DUKUNGAN QATAR TERHADAP OPOSISI PEMERINTAH
SURIAH PERIODE 2011-2013
1. Merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti jika karya saya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 16 Mei 2017
.
Abdullah Zein
Page 5
iv
ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa dukungan Qatar terhadap pihak oposisi di Suriah
Periode 2011-2013. Penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan
mengumpulkan data melalui studi pustaka. Kerangka teori yang digunakan adalah
konsep kebijakan luar negeri, konsep kepentingan ekonomi, konsep power, dan
konsep geopolitik.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dukungan Qatar terhadap oposisi
pemerintah di Suriah disebabkan oleh adanya beragam kepentingan Qatar dalam
konflik tersebut. Salah satunya adalah kepentingan ekonomi melalui rencana
pengajuan pembangunan proyek pipa gas menuju Eropa yang nantinya akan
melalui wilayah Suriah. Adanya penolakan dari Bashar al-Assad sebagai
pemimpin Suriah mempersulit proses pendistribusian ekspor gas alam dan minyak
bumi dari Qatar menuju Eropa. Selama ini sebagian besar negara-negara di Eropa
mendapatkan suplai gas alam dari Rusia. Dengan adanya Qatar sebagai pensuplai
baru terhadap gas alam negara-negara di Eropa tentunya akan menurunkan tingkat
ketergantungan negara-negara Eropa terhadap Rusia. Untuk itu dukungan Qatar
terhadap pihak oposisi di Suriah tidak terlepas dari kepentingan aliansinya, yakni
Amerika Serikat guna menurunkan dominasi Rusia di Eropa. Di sisi lain
dukungan Qatar terhadap pihak oposisi Suriah juga termasuk sebagai salah satu
usaha Qatar untuk menciptakan image sebagai Regional Power di kawasan Timur
Tengah. Adanya dukungan dari Amerika Serikat serta peningkatan power di
bidang ekonomi merubah pola kepentingan Qatar dalam merumuskan kebijakan
luar negerinya menjadi bersifat high politics dan diaplikasikan melalui dukungan
diplomatik, bantuan finansial, serta pernyataan keberpihakannya kepada pihak
oposisi dalam konflik Suriah.
Kata kunci: Qatar, Suriah, Pipa Minyak dan Gas Alam, Geopolitik, Power
Oposisi Suriah.
Page 6
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamiin, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT., atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah untuk
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW., beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk mendapatkan
gelar sarjana pada program studi Hubungan Internasional Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berhasil menyusun skripsi ini
berkat bantuan dan dukungan yang sangat luar biasa dari berbagai pihak. Oleh
sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis tercinta, Ibu Masniyah Ahmad dan Bapak Abdul
Rachman Zaini, beserta kedua kakak penulis Nuralfiah dan Umar Zen,
yang telah memberikan doa, saran, serta dukungan, baik moril maupun
materil. Terima kasih atas doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT
untuk penulis.
2. Bapak Aiyub Mohsin, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah dengan
setulus hati bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama
penyusunan skripsi. Terima kasih banyak atas kesabaran, kepercayaan, dan
ilmu yang sangat bermanfaat yang telah Bapak berikan kepada penulis.
3. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku ketua Program Studi Hubungan
Internasional. Terima kasih banyak atas kesempatan, dan ilmu yang telah
Bapak berikan kepada penulis.
4. Jajaran dosen pada Program Studi Hubungan Internasional: Pak Badrus,
Pak Kiky, Bu Indri, Pak Irfan, Pak Fajri, Bu Debby, Kak Muti, Bang Ulum,
Pak Nazar, Pak Teguh, Pak Andar, Pak Adian, Pak Taufiq, Pak Febri, Bu
Eva, Bu Rahmi, serta dosen lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu. Terima kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat yang telah
diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan.
Page 7
vi
5. Teman terdekat saya, Karimah yang selalu memberikan semangat dan
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat penulis, Khoiriyah, Deedat Akhmad, Labib Syarief, Ratna
Widya Laili, Fajar Fachrian, Fathu Hidayat, Hasymi Romadhony, M.
Ichsan Fadillah, Niyomi Devita, Dita Kirana, Octaviani Nur Asruni, Rizki
Ahmad, Reza Fahlefi, Nurul Minchah, Amrullah Yaqob, M. Rizky
Indrawan, Dinda Cipta Savitry, Dara Amalia Pratiwi, Djordi Prakoso, dan
Guntomo Rahardjo. Terima kasih telah mendampingi perjalanan penulis
sejak awal perkuliahan, terima kasih atas kebersamaannya selama empat
tahun ini dan terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan penulis.
7. Teman-teman Prodi Hubungan Ilmu Hubungan Internasional A, B, C, dan
D angkatan 2012 yang merupakan teman seperjuangan sejak awal
perkuliahan. Terima kasih atas segala dukungan dan keceriaan selama masa
perkuliahan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak membantu selama proses penyusunan skripsi ini.
Terima kasih atas segala doa dan dukungannya, Semoga Allah SWT
senantiasa membalas segala kebaikan yang ada. Penulis berharap penulis berharap
skripsi ini dapat menjadi persembahan bagi semua pihak yang membantu dan
mendukung penulis. Penulis juga sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan serta ketidaksempurnaan dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritikan dan masukan yang konstruktif sehingga skripsi
dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi pembacanya. Aamiin.
Jakarta, 17 Mei 2017
Abdullah Zein
Page 8
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................... iii
ABSTRAKSI ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL ........................................ ix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 8
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8
1.4. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9
1.5. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 12
1.5.1. Konsep Kepentingan Ekonomi ........................................... 12
1.5.2. Konsep Power ....................................................................... 13
1.5.3. Konsep Geopolitik ................................................................ 17
1.5.4. Konsep Aliansi ...................................................................... 20
1.6. Metode Penelitian ............................................................................ 22
1.7. Sistematika Penulisan ..................................................................... 23
BAB II KRISIS POLITIK DI SURIAH
2.1. Arab Spring di Suriah .................................................................... 25
2.1.1. Latar belakang Konflik ....................................................... 25
2.1.2. Persaingan Pembangunan
Pipa Minyak dan Gas Alam ................................................ 30
2.2. Oposisi Pemerintah di Suriah ........................................................ 33
2.2.1. Syrian National Coalition (SNC) ......................................... 33
2.2.2. Free Syrian Army (FSA) ....................................................... 34
2.2.3. Jabhat al-Nusra li-Ahl al-Sham ............................................ 35
2.2.4. Syrian Opposition Coalition (SOC) ...................................... 36
Page 9
viii
2.2.5. Supreme Military Council (SMC) ......................................... 38
BAB III PERAN QATAR DALAM KONFLIK SURIAH
3.1. Qatar di Timur Tengah ................................................................. 41
3.2. Kebijakan Luar Negeri Qatar ....................................................... 44
3.2.1. Kebijakan Luar Negeri Qatar Sebelum Arab Spring ....... 44
3.2.2. Kebijakan Luar Negeri Qatar Pasca Arab Spring ............ 50
3.3. Hubungan Qatar Dengan Suriah Sebelum Arab Spring ............. 51
3.3.1. Kerjasama di Bidang Pariwisata dan Properti ................. 52
3.3.2. Kerjasama di Bidang Perbankan ....................................... 53
3.4. Bentuk Dukungan Qatar Terhadap
Oposisi Pemerintah Suriah ..................................................... 55
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG DUKUNGAN QATAR
TERHADAP OPOSISI SURIAH
4.1. Faktor Yang Mendorong Dukungan Qatar Terhadap Oposisi
Pemerintah Suriah .......................................................................... 59
4.1.1. Faktor Internal ..................................................................... 59
A. Peningkatan Kapasitas dan
Kapabilitas Power Qatar ................................................... 60
B. Kepentingan Ekonomi Qatar ............................................ 64
4.2.2. Faktor Eksternal .................................................................. 70
A. Geopolitik ........................................................................... 70
B. Aliansi Dengan Amerika Serikat ...................................... 73
BAB V KESIMPULAN ......................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 78
Page 10
ix
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL
Gambar I.1 Peningkatan GDP Qatar tahun 2000-2011 .......................... 16
Gambar II. 1 Tulisan Yang Dibuat Oleh Anak-anak di Dara’a ................ 27
Gambar II. 2 Wilayah Kekuasaan dan Sengketa pada
Konflik di Suriah Hingga Juli 2013 .................................... 29
Gambar II. 3 Peta Rencana Pembangunan Pipa Gas dan Minyak Bumi
Qatar dan Iran ..................................................................... 32
Gambar III.1 Peta Wilayah Qatar .............................................................. 42
Gambar III.2 Produksi Gas Alam dan Minyak Bumi
Qatar Tahun 2011 ................................................................ 43
Bagan III.1 Kerjasama Qatar Suriah di Bidang Perbankan .................... 54
Grafik IV.1 Sektor Yang Berkontribusi Terhadap
GDP Qatar 2006-2011 ......................................................... 61
Diagram IV.1 Tujuan Ekspor LNG Qatar Hingga Tahun 2011 .................. 68
Gambar IV.2 Rencana Pembangunan Pipa Gas
dan Minyak Bumi Qatar menuju Turki ............................... 69
Page 11
x
DAFTAR SINGKATAN
ATACMS : Army Tactical Missile System
BMD : Ballistic Missile Defense
CENTCOM : Central Command
CFACC : Coalition Forward Air Component Command
DCA : Defence Cooperation Agreement
GDP : Gross Domestic Product
HAM : Hak Asasi Manusia
JEM : Justice Equity Movement
LCC : Local Coordinating Council
MCAF : Military Construction Air Force
NTC : National Transitional Council
SMC : Supreme Military Council
SNC : Syrian National Coalition
SOC : Syrian Opposition Coalition
SRGC : Syrian Revolution General Commission
THAAD : Terminal High Latitude Area Air Defense
Page 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Skripsi ini menganalisa dukungan Qatar terhadap pihak oposisi Suriah
pada masa kepemimpinan Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani dan Perdana
Menteri Sheikh Hamad bin Jassim bin Jabr al-Thani. Analisa skripsi ini ditujukan
pada faktor yang mendorong dukungan Qatar terhadap oposisi Suriah periode
2011-2013 ketika proses Arab Spring berlangsung.
Pada tahun 2011, bertepatan dengan momentum krisis politik di beberapa
negara arab atau yang dikenal dengan istilah Arab Spring, terjadi perubahan pola
kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Qatar yang dahulunya dikenal sebagai
negara mediator, menjadi salah satu negara yang berperan aktif dalam stabilitas
politik di kawasan Timur Tengah.1
Perubahan skema kebijakan luar negeri tersebut ditetapkan oleh Perdana
Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Hamad bin Jassim bin Jabr
al-Thani. Bentuk baru dari perubahan skema kebijakan luar negeri Qatar adalah
keikutsertaan secara aktif terhadap berbagai konflik di negara yang berada di
dalam maupun di luar kawasan Timur Tengah. Kebijakan tersebut terkait dengan
usaha Qatar untuk membentuk image negara dominan di kawasan regional Timur
Tengah. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, kebijakan luar negeri Qatar
1 Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 Juli 2012 hal. 4. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 13
2
terkesan aktif dan seringkali menunjukkan keberpihakan negara tersebut kepada
kelompok revolusi, kelompok oposisi pemerintah, serta kelompok kebebasan. Hal
ini menimbulkan kesan sebagai kebijakan yang seringkali bertentangan dengan
pemerintah di negara Timur Tengah lainnya. 2
Menurut Sultan Barakat, Qatar sering dipandang sebagai aktor yang
berusaha untuk memainkan perannya di semua sisi (Playing all sides).
Kebijakannya dinilai sebagai sebuah strategi yang dirancang untuk mencapai
kepentingan geostrategic Qatar dalam persaingannya baik dengan Arab Saudi
maupun Iran. 3
Melalui kepemimpinan Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, Qatar
memilih untuk menghilangkan unsur-unsur normatif yang tidak sesuai dengan
kepentingannya dan merubah pola kebijakan luar negeri yang sebelumnya banyak
berperan sebagai mediator guna menyelesaikan konflik di negara-negara kawasan
Timur Tengah, menjadi negara yang memperlihatkan keberpihakannya dalam
mendukung pihak oposisi pemerintah.4
Salah satu isu yang mendapat perhatian besar dari Qatar adalah konflik
yang terjadi di Suriah dengan mendukung pihak oposisi pemerintah Suriah.
2 Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 Juli 2012. hal. 4. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016. 3 Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 Juli 2012 hal. 14. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016. 4 Khaled Hroub, “Qatar: Geostrategic media and foreign policy”, NOREF: Norwegian
Peacebuilding Resource Center, Policy Brief. Februari 2013. Hal. 1. Tersedia di
http://www.peacebuilding.no/var/ezflow_site/storage/original/application/f4595b32095e70d0c16c
ca31498bb8f6.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 14
3
Seiring dengan perkembangan kebijakan luar negeri Qatar, Al-Jazeera mulai
digunakan sebagai instrumen dalam mencapai kepentingan negaranya. Sejak
minggu ketiga bulan Maret 2011, Al-Jazeera sebagai media yang dikuasai oleh
Qatar mulai memperlihatkan keberpihakannya terhadap oposisi pemerintah seperti
dengan menggunakan istilah “revolution” dan “revolutionaries” untuk
mendeskripsikan krisis politik yang terjadi di Suriah.5
Qatar bersama dengan Arab Saudi dan Turki telah memberikan dukungan
serta bantuan yang signifikan terhadap pihak oposisi pemerintah dalam konflik
Suriah. hal ini dapat terlihat dari pernyataan Sheikh Hamad yang menyatakan
keberpihakannya melalui pernyataannya,
We should do whatever necessary to help them [the Syrian rebels],
including giving them weapon to defend themselves. So I think they‟re
right to defend themselves by weapons, and I think we should help these
people by all means.6 [kita harus melakukan apapun yang diperlukan
untuk membantu mereka (pemberontak Suriah) termasuk mempersenjatai
mereka untuk melindungi diri mereka sendiri. Untuk itu saya (Sheikh
Hamad) fikir mereka benar untuk mempertahankan diri mereka dengan
senjata, dan saya fikir kita harus membantu orang-orang ini dengan cara
apapun].
Dukungan nyata yang dilakukan Qatar salah satunya dengan menjadi
negara tuan rumah dalam formasi pembentukan Syrian Opposition Coalition
5 Khaled Hroub, “Qatar: Geostrategic media and foreign policy”, NOREF: Norwegian
Peacebuilding Resource Center, Policy Brief. Februari 2013. Hal. 1. Tersedia di
http://www.peacebuilding.no/var/ezflow_site/storage/original/application/f4595b32095e70d0c16c
ca31498bb8f6.pdf diakses pada 10 November 2016. 6 “Qatar crosses the Syrian Rubicon: £63m to buy weapons for the rebels”. Tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2012/mar/01/syria-conflict-rebels-qatar-weapons diakses
pada 23 April 2017.
Page 15
4
(SOC), yakni sebuah organisasi yang bertugas mengakomodir oposisi pemerintah
Suriah yang disahkan pada November 2012. Kelompok koalisi tersebut bertujuan
untuk menyatukan negara-negara pendukung oposisi Bashar al-Assad dalam satu
organisasi untuk dapat berkoordinasi.7 Organisasi tersebut juga telah diakui oleh
negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab sebagai organisasi yang
merepresentasikan pihak oposisi terhadap rezim Bashar al-Assad.8
Selanjutnya pada 7 Desember 2012 para pemimpin militer yang tergabung
dalam SOC mengadakan konferensi, termasuk di dalamnya perwakilan dari
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Yordania untuk membentuk dewan militer
yang dikenal sebagai Supreme Joint Military Council atau Supreme Military
Council (SMC) di Antalya, Turki.9 Dewan militer tersebut kemudian
berkontribusi besar dalam mengirimkan bantuan terhadap pihak oposisi. Dengan
kata lain, SMC tersebut berdiri sebagai badan institusi yang memiliki kapabilitas
dalam meningkatkan dominasi pihak oposisi Suriah di bidang militer.10
7 Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 14. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 8 Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 14. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 9 Jeffrey White, “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or Extremist?”.
September 2013. Amerika Serikat: The Washington Institute. Hal. 21. Tersedia di
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/PolicyFocus128WhiteTablerZelin.p
df diakses pada 17 Mei 2017. 10
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 14. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016.
Page 16
5
SMC yang telah terbentuk juga memiliki koordinasi dengan Amerika
Serikat. Pasukan militer yang terpilih sebagai anggota SMC merupakan
penggabungan dari kelompok pemberontak yang sebelumnya telah mendapat
dukungan dari Qatar. Bantuan nyata yang diberikan salah satunya terlihat dari
pernyataan presiden Barack Obama yang pada Februari 2012 mengumumkan
akan memberi bantuan melalui SOC yang kemudian didistribusikan pada SMC.11
Disini kita dapat melihat adanya perubahan pola kebijakan luar negeri
Qatar. Sebelumnya Qatar merupakan negara yang mengusung perdamaian dan
berperan sebagai “Third Party” untuk menyelesaikan berbagai macam konflik,
sejak akhir 2011 telah berubah menjadi negara yang menunjukkan
keberpihakannya kepada pemberontak dan oposisi pemerintah. Usaha mediasi
yang telah dilakukan Qatar seperti pada konflik Lebanon antara tentara Israel dan
Hizbullah, konflik Darfur Sudan, konflik antara pemerintah dan pemberontak
Yaman, serta konflik antara Fatah dan Hamas di Palestina.12
Menurut Sultan
Barakat, perubahan pola kebijakan luar negeri Qatar terkait dengan usahanya
dalam pembentukan image sebagai negara dominan di kawasan Timur Tengah.13
11
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 16. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 12
Khaled Hroub, “Policy Brief: Qatar Geostrategic Media and Foreign Policy”.
Norwegian Peacebuilding Resource Centre. Februari 2013. Hal 2. Tersedia di
http://noref.no/var/ezflow_site/storage/original/application/f4595b32095e70d0c16cca31498bb8f6.
pdf diakses pada 08 Februari 2017. 13
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 2012. hal.5. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 17
6
Sultan Barakat mengemukakan bahwa bantuan Qatar terhadap pihak
oposisi pemerintah Suriah didorong oleh kekayaan, keinginan, serta visi dalam
tiga strategi utamanya yakni economic and political liberalization, the pursuit of
an independent foreign policy, dan state branding project. Ketiga strategi tersebut
dapat terlihat sebagai usaha untuk menanamkan image sebagai negara makmur,
netral sehingga Qatar lebih dikenal sebagai aktor yang mampu menjembatani
kepentingan antara negara-negara Timur Tengah dan negara-negara Barat.14
Di sisi lain menurut Mohammed Nuruzzaman, ternyata intervensi yang
dilakukan oleh Qatar terhadap oposisi pemerintahan Bashar al Assad di Suriah
juga memiliki dimensi kepentingan ekonomi.15
Hal ini terkait dengan proyek
pembuatan jalur pipa minyak dari Qatar menuju Turki yang melewati Suriah.
Perlu diketahui bahwa terdapat persaingan antara Qatar dan Iran dalam
proyek pembangunan pipa minyak dan gas alam menuju ke Eropa melalui
wilayah Suriah. Bashar Al Assad menyadari hal tersebut dan memahami bahwa
negaranya kini menjadi titik penting dalam persaingan pembangunan pipa minyak
baik dari Qatar maupun Iran.16
Bashar al-Assad sendiri menganut aliran Syiah Alawite yang dekat dengan
aliran Syiah Iran, yang dalam hal paham keagamaan seringkali bertentangan
14
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 2012. hal.4. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016. 15
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 3. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017. 16
Christian Lin, “Syrian Buffer Zone Turkey-Qatar Pipeline” ISPSW Strategy Series:
Focus on Defense and International Security, No.367. Agustus 2015. hal. 2. Tersedia di
https://www.files.ethz.ch/isn/192741/367_Lin.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 18
7
dengan paham Sunni yang dianut oleh mayoritas dari penduduk Qatar maupun
Wahabi yang dianut mayoritas penduduk Arab Saudi. Selain itu Bashar al-Assad
juga memiliki hubungan baik dengan Rusia, yang merupakan sekutu dari Iran.
Untuk itu Assad lebih memilih untuk menolak proposal pembangunan pipa
minyak yang diajukan Qatar dan menerima pembangunan proyek pipa yang
diajukan oleh Iran serta menyatakan keberpihakannya yang bertujuan “to protect
the interests of our Russian ally”.17
Permasalahan ini tentunya mendapat perhatian dari negara Adidaya Rusia,
karena selama ini negara tersebut telah mendominasi suplai minyak dan gas alam
bagi negara-negara di Eropa. Selain itu Iran merupakan aliansi dari Rusia yang
telah memiliki koordinasi terkait harga minyak dengan Rusia.18
Untuk itu jika
kesepakatan pembangunan pipa tersebut dijalankan oleh Iran, maka Rusia tidak
sepenuhnya kehilangan kendali dalam kontrol politiknya terhadap negara-negara
Eropa.19
Selain itu Rusia juga memiliki pengaruh besar di Suriah. Hal ini
dikarenakan adanya pangkalan militer Rusia di pelabuhan Tartus, sekitar lima
kilometer perbatasan Suriah.20
Untuk itu intervensi yang dilakukan Qatar di
17
Robert F. Kennedy, Jr. “Why the Arabs dont want us in Syria” Online Politico.
Tersedia di http://www.politico.eu/article/why-the-arabs-dont-want-us-in-syria-mideast-conflict-
oil-intervention/ diakses pada 10 Mei 2017. 18
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 3. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017. 19
Christian Lin, “Syrian Buffer Zone Turkey-Qatar Pipeline” ISPSW Strategy Series:
Focus on Defense and International Security, No.367. Agustus 2015. hal. 2. Tersedia di
https://www.files.ethz.ch/isn/192741/367_Lin.pdf diakses pada 10 November 2016. 20
Christopher Harmer. “Russian Naval Base Tartus”. Institute for The Study of War. Juli
2012. Hal 1. Tersedia di
Page 19
8
Suriah menjadi kompleks dan penting karena terkait konstelasi politik negara-
negara Barat dengan aliansi Rusia-Iran.
Penelitian ini dibatasi pada periode 2011 dan 2013 ketika Qatar
memberikan dukungan politik dan militer kepada koalisi oposisi Suriah.
Penelitian ini juga difokuskan guna menjelaskan faktor yang mendorong
kebijakan luar negeri Qatar untuk memberi dukungan kepada oposisi Suriah
melalui analisis kepentingan ekonomi, aliansi, faktor peningkatan power Qatar,
serta kepentingan geografi terhadap krisis politik di Suriah.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kasus yang dibahas dalam tulisan ini, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian, yakni:
“Faktor apa saja yang mendorong dukungan Qatar terhadap kelompok oposisi
Rezim Bashar al-Assad di Suriah?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami Fenomena Arab Spring di Suriah.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong dukungan Qatar terhadap oposisi
pemerintah dalam krisis politik di Suriah.
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Backgrounder_Russian_NavalBaseTartus.pdf
Diakses pada 18 Mei 2017.
Page 20
9
3. Menganalisa faktor-faktor yang mendorong Qatar untuk mendukung oposisi
pemerintah dalam krisis politik di Suriah.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Sebagai pengetahuan melalui hasil analisis dukungan Qatar terhadap oposisi
di Suriah.
2. Untuk memperkaya hasil studi analisis Hubungan Internasional terkait faktor
yang mendorong dukungan Qatar terhadap oposisi di Suriah.
3. Sebagai proses pembelajaran bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah.
1.4. Tinjauan Pustaka
Osman Antwi-Boateng pada tahun 2013 menulis jurnal yang diterbitkan
oleh European Scientific Journal mengenai perubahan pola kebijakan luar negeri
Qatar. Dalam jurnal yang berjudul “The Rise of Qatar as a Soft Power and The
Challenges” tersebut Osman menjelaskan tentang kebijakan soft-power Qatar
dalam mencapai kepentingannya di kawasan Timur Tengah. Osman memaparkan
bagaimana Qatar menyebarkan ide-ide tentang stabilitas politik, pertumbuhan
ekonomi, serta pemerataan pendapatan serta sistem pendidikan progresif yang
terjadi di negara tersebut. Penyebaran ide-ide tersebut dilakukan melalui
instrument soft politik yakni investasi di bidang olahraga, bantuan terhadap
Page 21
10
negara lain, dan salah satu yang paling berpengaruh adalah melalui peran media
Al-Jazeera.21
Perbedaan jurnal tersebut dengan penelitian ini terletak pada isu yang
dibahas. Jurnal tersebut tidak memfokuskan pada isu yang terjadi pada Arab
Spring seperti halnya penelitian ini. Penelitian ini juga membahas tidak hanya
terbatas pada kebijakan soft-power Qatar, karena dengan adanya keterlibatan
Qatar dalam pembentukan SOC di Suriah menggambarkan bahwa penelitian ini
mencakup kebijakan hard-power.
Selain itu, Silvia Colombo juga pernah menulis jurnal yang berjudul “The
GCC Countries and The Arab Spring: Between Outreach, Patronage, and
Repression”. Jurnal yang diterbitkan oleh Instituto Affari Internazionali pada
tahun 2012 ini menggambarkan tentang fenomena Arab Spring yang terjadi di
Timur Tengah dan bagaimana gejolak politik yang terjadi memengaruhi negara-
negara teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC).
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bagaimana Arab Spring memengaruhi
kondisi internal negara-negara teluk, khususnya dalam lingkup stabilitas politik
negara tersebut. Dalam jurnal tersebut juga membahas tentang kebijakan
21
Osman Antwi Boateng. “The Rise of Qatar as a Soft Power and The Challenges”.
European Scientific Journal vol.2 ISSN: 1857-7881. Desember 2013. Tersedia di
http://eujournal.org/index.php/esj/article/viewFile/2337/2210 diakses pada 10 November 2016.
Page 22
11
intervensi serta bantuan-bantuan yang diberikan bagi rakyat yang terkena dampak
revolusi di Suriah dan Libya.22
Perbedaan jurnal yang ditulis oleh Silvia Colombo dengan penelitian ini
terkait subjek dan objek penelitian serta konsep kerangka berfikir. Pembahasan
pada tulisan ini hanya berfokus pada kepentingan Qatar dalam mendukung pihak
oposisi Bashar al-Assad di Suriah dalam konteks Arab Spring. Meskipun terdapat
kesamaan pembahasan mengenai konsep kepentingan negara terhadap kawasan
dari intervensi yang dilakukan, namun tulisan ini juga mencoba menganalisa
kepentingan ekonomi Qatar sebagai salah satu faktor dalam memahami pola
interaksi antara negara dan struktur sistem kawasan serta mendapati pengaruh dari
identitas dalam membentuk kebijakan luar negeri suatu negara.
Selanjutnya adalah jurnal yang ditulis oleh Lina Khatib dengan judul
“Qatar Foreign Policy: the limits of pragmatism” yang secara garis besar
menjelaskan tentang usaha diplomasi publik Qatar dalam perubahan pola
kebijakan luar negerinya untuk menjadi negara dominan di kawasan Timur
Tengah.
Lina Khatib juga memaparkan kebijakan yang dilakukan oleh Qatar
tersebut didorong atas keinginan Qatar untuk menjaga keamanan dan kebijakan
luar negerinya, melawan pengaruh hegemoni kawasan lain (Iran, Arab Saudi),
22
Silvia Colombo, “The GCC Countries and The Arab Spring: Between Outreach,
Patronage, and Repression”, Instituto Affari Internazionali, IAI Working Papers 12. 9 Maret 2012.
Tersedia di http://www.iai.it/sites/default/files/iaiwp1209.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 23
12
memperluas pengaruh Qatar sebagai salah satu aktor dominan di kawasan, serta
untuk memperoleh pengakuan dari komunitas internasional.23
Perbedaan jurnal tersebut dengan penelitian ini terletak pada unit analisis
kebijakan luar negeri Qatar. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menganalisa
intervensi yang dilakukan Qatar terhadap Suriah dalam konteks Arab Spring
merupakan salah satu bentuk kesinambungan dari 3 strategi kebijakan luar negeri
yang diterapkan Qatar yakni economic and political liberalization, the pursuit of
an independent foreign policy, serta state branding Project.24
1.5. Kerangka Pemikiran
1.5.1. Konsep Kepentingan Ekonomi
Menurut Kenneth Waltz dalam buku Theory of World Politics membahas
terkait konsep kepentingan sebagai:
“Each state pursues its own interests, however defined, in ways it judges
best. Force is means of achieving the external ends of states because there
exists no consistent, reliable process of reconciling the conflicts of
interests that inevitably arise among similar units in a condition of
anarchy.”25
[Setiap negara berusaha mencapai kepentingannya, meskipun
dengan cara apapun. Jalan kekerasan dapat ditempuh untuk mencapai
keinginan negara ketika tidak adanya proses rekonsiliasi yang konsisten
dan dapat dipercaya terhadap suatu konflik kepentingan yang muncul
antara negara dalam kondisi anarki].
23
Lina Khatib, “Qatar’s Foreign Policy: the limits of pragmatism”, The Royal Institute of
International Affairs, No.89 Februari 2013. Tersedia di http://iis-
db.stanford.edu/pubs/24060/INTA89_2_10_Khatib.pdf diakses pada 10 November 2016. 24
Lina Khatib, “Qatar’s Foreign Policy: the limits of pragmatism”, The Royal Institute of
International Affairs, No.89. Februari 2013. Tersedia di http://iis-
db.stanford.edu/pubs/24060/INTA89_2_10_Khatib.pdf diakses pada 10 November 2016. 25
Robert O. Keohane, Theory of World Politics: Structural Realism and Beyond.
Amerika Serikat: Westview Press, 1989. hal. 165. Tersedia di
http://www.ir.rochelleterman.com/sites/default/files/keohane%20neorealism.pdf diakses pada 20
Januari 2016.
Page 24
13
Dengan melihat penjabaran Kenneth Waltz, kita dapat menganalisa
kebijakan luar negeri Qatar dalam memberi dukungan kepada pihak oposisi
Suriah melalui kepentingan ekonomi terkait persaingannya dengan Iran untuk
membangun pipa gas melalui Suriah menuju Turki.
Melalui sudut pandang Waltz, perilaku ini dapat kita pahami sebagai usaha
Qatar dalam mencapai kepentingannya, each states pursues its own interests,
however defined.26
[setiap negara akan berusaha mencapai kepentingannya,
dengan berbagai cara]. Kepentingan yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan
perdagangan minyak ke Eropa.
Jika Qatar berhasil menggulingkan kekuasaan Bashar al-Assad dan
menggantinya dengan interim government yang pro terhadap kebijakan Qatar,
maka otomatis pembangunan pipa gas dari Qatar menuju Turki melalui Suriah
akan mudah diimplementasikan sehingga Qatar dapat menjadi salah satu negara
penyuplai minyak terbesar ke Eropa dan tentunya hal tersebut akan memberikan
keuntungan yang besar bagi Qatar baik dari segi ekonomi maupun politik.
1.5.2. Konsep Power
Dalam ilmu hubungan internasional, orientasi, keputusan, dan tujuan
dalam kebijakan luar negeri merupakan konsep yang terbentuk dalam ranah
pemikiran pembuat kebijakan. Akan tetapi suatu kebijakan juga memiliki
komponen actions atau tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai
26
Robert O. Keohane, Theory of World Politics: Structural Realism and Beyond.
Amerika Serikat: Westview Press, 1989. hal. 165. Tersedia di
http://www.ir.rochelleterman.com/sites/default/files/keohane%20neorealism.pdf diakses pada 20
Januari 2016.
Page 25
14
tujuannya. Suatu tindakan pada dasarnya adalah bentuk komunikasi yang
ditujukan untuk merubah atau mempertahankan perilaku aktor lainnya. Tindakan
tersebut dapat juga diartikan sebagai “signal” yang dikirim oleh suatu aktor untuk
memperngaruhi aktor lainnya.27
Dalam prosesnya, keberhasilan tindakan (acts) suatu negara untuk
merubah atau mempertahankan perilaku aktor lainnya sangat dipengaruh oleh
power negara tersebut. Hal ini sejalan dengan pengertian power menurut K. J.
Holsti yakni,
“Power can thus be defined as the general capacity of a state to control
the behavior of others”.28
[Power dapat didefinisikan sebagai kemampuan
suatu negara secara umum untuk mempengaruhi perilaku dari entitas lain].
Salah satu tolak ukur penting dalam mengestimasikan besarnya power
suatu negara adalah melalui GDP nya, hal ini sejalan dengan penjelasan Joshua S.
Goldstein dan Jon C. Pevehouse,
“The best single indicator of a state‟s power may be its total GDP, which
combines overall size, technological level, and wealth”.29
[Salah satu
indikator terbaik dalam mengukur kekuatan suatu negara melalui total
GDP, yang merupakan kombinasi dengan wilayah, tingkat kemajuan
teknologi dan kekayaan].
27
Robert Jervis, The Logic of Images in International Relations. Princeton: Princeton
University Press. 1970. Hal 161. 28
K. J. Holsti. International Politics: A Framework for Analysis. Fourth Edition. 1983.
USA: Prentice-Hall International, INC. hal. 145. 29
Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse. International Relations. Ninth Edition.
2010. USA: Pearson. Hal 45.
Page 26
15
Dalam politik internasional, acts atau tindakan memiliki beragam bentuk.
Beberapa contoh bentuk tindakan suatu entitas misalnya seperti pemberian
bantuan luar negeri, pameran kekuatan militer, kepemilikan hak veto dalam
dewan keamanan, mengadakan konferensi, hingga mengirimkan senjata dan uang
untuk pergerakan kebebasan.30
Power juga bergantung terhadap elemen non-materil. Menurut Joshua,
hubungan antar negara juga menekankan pentingnya power of ideas yakni
kemampuan untuk memaksimalkan pengaruh melalui proses psikologis. Dengan
membentuk rule of behavior, suatu negara dapat merubah pandangan entitas lain
terhadap kepentingan nasional negaranya. Jika value atau nilai dari suatu negara
dapat tersebar ke negara lain, maka secara tidak langsung negara tersebut telah
mempengaruhi negara lain. Hal ini yang kemudian disebut oleh Joshua sebagai
Soft Power.31
Dibentuknya kebijakan luar negeri Qatar untuk mendukung oposisi
pemerintah Suriah tidak terlepas dari peningkatan kekuatan dan kapabilitas negara
tersebut. hal ini dapat dilihat melalui performa ekonomi Qatar sejak tahun 2004
hingga 2011 dengan peningkatan GDP rata-rata 15.9% per tahun yang bahkan
tercatat telah melampaui Cina dalam hal peningkatan GDP per kapita per tahun.32
Menurut IMF, tercatat GDP per kapita Qatar mencapai $97.840 pada tahun
30
K. J. Holsti. International Politics: A Framework for Analysis. Fourth Edition. 1983.
USA: Prentice-Hall International, INC. hal. 144. 31
Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse. International Relations. Ninth Edition.
2010. USA: Pearson. Hal 46. 32
Ibrahim dan Frank Harrigan. “Qatar’s Economy: Past, Present and Future”. Qatar
Foundation Academic Journal QScience Connect. 17 September 2012. Hal 11. Tersedia di
http://www.mdps.gov.qa/en/knowledge/Doc/Studies/Qatars_Economy_Past_Present_and_Future_
2012_EN.pdf diakses pada 5 Mei 2017.
Page 27
16
2011.33
Peningkatan GDP tersebut mencerminkan peningkatan power dari Qatar
untuk menerapkan kebijakan luar negeri yang independen dengan memberi
dukungan kepada pihak oposisi pemerintah Suriah.
Gambar I.1. Peningkatan GDP Qatar tahun 2000-2011
Sumber: Ibrahim, Frank Harrigan. Qatar’s Economy34
1.5.3. Konsep Geopolitik
Pengertian geopolitik menurut Saul Cohen sebagai “the analysis of the
interaction between, on the other hand, geographical setting and, on the other
hand, political processes”. (analisis dari interaksi antara lingkungan geografis,
33
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 27. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 12 Juni 2017. 34
Ibrahim dan Frank Harrigan. “Qatar’s Economy: Past, Present and Future”. Qatar
Foundation Academic Journal QScience Connect. 17 September 2012. Hal 11. Tersedia di
http://www.mdps.gov.qa/en/knowledge/Doc/Studies/Qatars_Economy_Past_Present_and_Future_
2012_EN.pdf diakses pada 5 Mei 2017.
Page 28
17
dan di sisi lain, proses politik). Menurut Cohen, proses politik yang dimaksud
disini termasuk pengaruh baik dari level internasional dan domestik yang dinamis
serta interaksi negara secara geografis yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Both geographical settings and political processes are dynamic, and each
influences and is influenced by the other. Geopolitics addresses the
consequences of this interaction.”35
[Lingkungan geografis dan proses
politik keduanya bersifat dinamis dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Geopolitik itu sendiri menunjukkan konsekuensi dari adanya interaksi
tersebut].
Saul Cohen juga menjelaskan tentang geopolitik kawasan atau The
Geopolitical Region. Geopolitik kawasan terhubung berdasarkan letak geografis
yang bersinggungan, serta memiliki interaksi politik, budaya dan militer dan
biasanya memiliki kemiripan dalam hal penduduk serta sejarah pembentukan
negara.36
Dalam perkembangannya, geopolitik kawasan menjadi faktor penting
dalam sistem internasional sebagai kerangka kekuatan guna membentuk stabilitas
global dan memperkuat sistem balance of power. Saul cohen juga menjelaskan,
dengan mengartikan tatanan geopolitik sebagai suatu sistem dapat menjadikannya
35
Leondhart van Efferink, “Definition of Geopolitics”, Exploring Geopolitics: The
Academic Faces In The Geopolitical Debate. Januari 2009. Tersedia di
http://www.exploringgeopolitics.org/Publication_Efferink_van_Leonhardt_The_Definition_of_Ge
opolitics_Classicial_French_Critical/ diakses pada 20 Januari 2016. 36
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 52
Page 29
18
sebagai model analisis hubungan antara struktur politik dan lingkungan
geografisnya.37
Tatanan sistem geopolitik tersusun atas geostrategic realms, major power,
regional power, dan relative regional state. Yang pertama adalah geostrategic
realms. Negara yang tergolong kedalam tatanan ini adalah negara yang menjadi
major power dalam struktur internasional dan berperan sebagai inti dari geopolitik
secara global. Urutan selanjutnya dalam tatanan geostrategic adalah negara yang
menjadi regional power, yakni negara yang memiliki power lebih besar
dibandingkan negara lain di kawasannya. Kategori selanjutnya adalah relative
regional state, yakni negara yang terkumpul dalam suatu kawasan dengan power
yang relatif berada dibawah regional power. Meskipun begitu, negara relative
regional state juga memiliki kemungkinan untuk menjadi ancaman terhadap
regional power dengan menyediakan markas teroris.38
Urutan hierarki negara tersebut ditentukan melalui faktor materil dan non-
materil. Faktor materil yakni populasi, wilayah, tingkat pendapatan ekonomi, serta
anggaran militer dan teknologi. Sedangkan faktor non-materil yang digunakan
disini termasuk value atau nilai dari suatu negara, sosial ekonomi, pengaruh
politik dan karakteristik perilaku politik. Akan tetapi, pada dasarnya tidak semua
kawasan memiliki kesamaan. Bahkan beberapa kawasan memiliki lebih dari satu
37
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 53 38
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 52
Page 30
19
regional power, dan biasanya beberapa negara regional power di kawasan
memiliki hubungan ketergantungan yang tinggi dengan negara major power.39
Negara pada tatanan ketiga atau relative regional state mempengaruhi
kawasan dengan cara yang unik. Negara tersebut biasanya berkompetisi secara
tidak langsung dengan regional power dalam hal ideologi dan political
ground/grassroot, yakni pergerakan politik yang pada prosesnya dimulai dari
komunitas, kelompok, atau masyarakat bawah. Saul Cohen menggolongkan Qatar
sebagai bagian dari negara tatanan regional ketiga, karena negara tersebut
memberikan pengaruhnya dengan memberikan bantuan militer kepada kelompok
non-negara di Timur Tengah seperti yang terjadi pada krisis di Suriah.40
Sistem politik antara negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat
dikatakan memiliki sistem yang kompleks. Salah satu faktor penyebabnya karena
banyak negara di luar kawasan Timur Tengah seperti Amerika dan Rusia yang
memiliki kepentingan baik yang bersifat ekonomi maupun politik sehingga
mempengaruhi hubungan antara negara-negara Timur Tengah. Selain itu beragam
persaingan ideologi juga ikut berpengaruh terhadap stabilitas politik di kawasan
tersebut.
Qatar yang merupakan negara penghasil gas alam terbesar ketiga di dunia,
ikut andil dalam kontestasi persaingan negara-negara di Timur Tengah. Bersama
39
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 52 40
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 53
Page 31
20
dengan Arab Saudi dan Iran, masing-masing saling berusaha meningkatkan image
sebagai negara dominan di kawasan Timur Tengah.
Bantuan Qatar terhadap koalisi oposisi Suriah dapat dipahami sebagai
salah satu bentuk kebijakan Qatar dalam membentuk image sebagai regional
power di kawasan Timur Tengah. Krisis politik Suriah yang menjadi bagian dari
proses Arab Spring di Timur Tengah telah menjadi isu internasional. Dengan
mendukung koalisi oposisi Suriah, maka Qatar secara tidak langsung ikut serta
dalam proses demokratisasi di negara tersebut, sehingga dapat meningkatkan
value atau nilai dari negaranya terhadap negara yang mendukung demokrasi
melalui usahanya melawan pemerintahan otoriter di Suriah.
1.5.4. Konsep Aliansi
Beberapa negara dalam usaha mencapai kepentingannya sering kali
membutuhkan bantuan dari negara lain. Salah satu bentuk kerjasama antar negara
adalah dengan membentuk Aliansi. Menurut pandangan Joshua S. Goldstein,
aliansi adalah
a coalition of states that coordinates their actions to accomplish some
end.41
[suatu kerjasama dari satu negara atau lebih yang
mengkoordinasikan tindakan mereka untuk mencapai suatu tujuan].
Secara umum, Aliansi memiliki tujuan untuk menghimpun kekuatan dari
para anggotanya. Bagi negara kecil, aliansi dapat menjadi elemen penting bagi
41
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 63.
Page 32
21
akumulasi perhitungan power negara tersebut, Sedangkan bagi negara besar,
Aliansi dapat merubah struktur power di suatu sistem.42
Menurut pandangan realisme, Aliansi merupakan hubungan yang
terbentuk berdasarkan kepentingan negara dan dapat berubah seiring dengan
perkembangan kepentingan. Aliansi juga dapat menciptakan yang disebut dengan
Security Dilemma. Misalnya sebagai contoh, ketika dalam suatu wilayah terdapat
tiga negara, negara pertama dan kedua memiliki persaingan dan negara ketiga
memiliki kebebasan untuk memilih keberpihakannya. Keadaan itu akan menuntut
negara pertama dan kedua yang saling bersaing untuk membangun pertahanan
yang cukup guna menangkal potensi ancaman dari aliansi yang dibentuk negara
pesaingnya dengan negara ketiga. 43
Aliansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep aliansi sebagai
strategic partnership dimana kerjasama dipahami sebagai sensu stricte, dan sensu
largo. Sensu stricte berarti hubungan antara dua negara atau lebih berdasarkan
perjanjian kerjasama yang dibangun guna menggabungkan kekuatan militer,
politik dan ekonomi untuk menangkal ancaman dari third party atau pihak ketiga
dalam bentuk pakta non-agresi, perjanjian pertahanan, serta keamanan kolektif. Di
sisi lain aliansi bertujuan sebagai sensu largo, yakni kerjasama antara dua negara
42
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 63. 43
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 63.
Page 33
22
atau lebih guna mengkoordinasikan tindakannya dalam mengimplementasikan
suatu tujuan.44
Hal ini terjadi pada hubungan yang terbentuk antara Qatar dengan Iran.
Persaingan kedua negara tersebut ternyata tidak terlepas dari rivalitas dua negara
besar yakni Amerika Serikat dan Rusia. Adanya pangkalan militer Amerika di
Qatar menciptakan security dilemma bagi Iran. Untuk itu pilihan rasional yang
dimiliki Iran adalah untuk berkoalisi dengan Rusia guna menangkal threat atau
ancaman yang disebabkan oleh Aliansi Qatar-Amerika Serikat.
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yakni dengan menganalisa
data yang kemudian digunakan untuk menyusun pertanyaan penelitian
berdasarkan sebuah studi kasus. Dari studi kasus tersebut kemudian penulis dapat
menentukan fokus isu dalam proses pengumpulan data.45
Sumber data yang akan penulis gunakan berdasarkan realita sosial yang
penulis temukan dalam buku, jurnal, artikel, serta website akademis dengan
menggunakan teknik studi kepustakaan. Berdasarkan observasi tersebut kemudian
penulis merumuskan pertanyaan dan menseleksi data yang relevan terhadap isu
studi kasus yang telah penulis tentukan. Setelah itu penulis menganalisa dengan
44 Lucyna Czechowska, “The Concept of Strategic Partnership as an Input In The Modern
Alliance Theory”. The Copernicus Journal of Political Studies 2013, No. 2. Nicolaus Copernicus
University in Torun, Poland. Hal 45. Tersedia di
http://bazhum.muzhp.pl/media//files/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies/The_Copernic
us_Journal_of_Political_Studies-r2013-t-n2_(4)/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies-
r2013-t-n2_(4)-s36-51/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies-r2013-t-n2_(4)-s36-51.pdf
diakses pada 18 Juni 2017. 45
Robert E. Stake. The Art of Case Study Research. California: Sage publications, 1995.
Tersedia di http://www.nova.edu/ssss/QR/QR20/2/yazan1.pdf Diakses pada 20 Januari 2016.
Page 34
23
menggunakan kerangka berfikir yang relevan untuk menjelaskan fenomena
tersebut.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran skripsi secara umum, dimulai dari latar
belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II KRISIS POLITIK DI SURIAH
Kemudian pada bab dua akan dibahas mengenai gambaran penyebab dan
perkembangan krisis politik yang terjadi di Suriah, adanya konflik kepentingan
persaingan pembangunan pipa minyak dan gas alam antara Qatar yang didukung
oleh Amerika Serikat, serta Iran yang mendapat dukungan dari Rusia dalam
konflik tersebut, serta kelompok-kelompok yang menjadi oposisi dari pemerintah
Suriah.
BAB III PERAN QATAR DALAM KONFLIK SURIAH
Selanjutnya pada bab tiga akan diuraikan perubahan kebijakan Qatar yang
signifikan sebelum dan setelah terjadinya Arab Spring, serta akan diuraikan juga
hubungan bilateral dan kerjasama yang terjalin antara Qatar dengan Suriah baik di
bidang pariwisata dan properti, maupun di bidang perbankan sebelum terjadinya
krisis politik Suriah. Selain itu pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam terkait
bentuk dukungan Qatar terhadap pihak oposisi Suriah.
Page 35
24
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG DUKUNGAN QATAR
TERHADAP OPOSISI SURIAH
Bab empat dalam penelitian ini akan menganalisa secara mendalam faktor-
faktor yang menjadi pendorong bagi Qatar untuk memberikan dukungan kepada
pihak oposisi pemerintah Suriah melalui analisa faktor internal yang meliputi
dengan menggunakan konsep kepentingan ekonomi dan konsep power, serta
faktor eksternal yang meliputi konsep kepentingan geopolitik, serta Aliansi.
BAB V KESIMPULAN
Bab lima berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dijabarkan
pada skripsi ini. Pada bab ini juga akan ditemukan jawaban dari pertanyaan
penelitian.
Page 36
25
BAB II
KRISIS POLITIK DI SURIAH
Koalisi Oposisi Suriah terbentuk karena adanya krisis politik yang terjadi
di Suriah. Krisis politik tersebut merupakan bagian dari peristiwa Arab Spring
yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Pada Bab ini akan dijelaskan bagaimana
awal mula proses terjadinya Arab Spring yang berdampak pada perpolitikan
negara-negara di Timur Tengah termasuk Suriah dan bagaimana koalisi oposisi
terhadap pemerintah Suriah terbentuk.
2.1. Arab Spring di Suriah
2.1.1. Latar belakang Konflik
Krisis politik di Suriah diawali dengan adanya demonstrasi di Damaskus
pada 15 Maret 2011 yang beberapa hari kemudian menyebar ke Dara’a dan
akhirnya memicu konflik dengan aparat pemerintah. Konflik di Suriah sendiri
mirip dengan beberapa konflik di negara-negara arab lain, yakni berawal dari
protes terhadap kebijakan pemerintah dan berkembang menjadi pergerakan
revolusi.46
Demonstrasi yang dilakukan masyarakat pada awalnya sebagai bentuk
protes terhadap otoritarianisme dan menuntut kebebasan individu. Akan tetapi,
respon berlebihan yang dilakukan oleh pemerintah Suriah pada demonstran yang
46
Jared Markland, Krittika Lalwaney “The Syrian National Council: A Victorious
Opposition?” The George Washington University of International Affairs. Mei 2012. Hal 2.
Page 37
26
terjadi di wilayah Selatan kota Dara’a merubah aksi demonstrasi menjadi
pergerakan revolusi.47
Pada Februari 2011, beberapa anak di kota Dara’a yang berusia antara
sembilan hingga lima belas tahun membuat graffiti (tulisan atau gambar di
tembok dengan menggunakan cat) berwarna merah. Tulisan tersebut berarti “Your
Turn Doctor” yang mengindikasikan sindiran terhadap Bashar al-Assad dan anti
pemerintah di sekolah mereka. Hal tersebut menyebabkan mereka ditangkap oleh
petugas pemerintah. Ketika mereka dibebaskan, tubuh dan wajah anak-anak
tersebut menunjukkan adanya penyiksaan, beberapa diantaranya terlihat
mengalami luka bakar, dan diantara mereka ada yang kehilangan kuku jarinya.48
Salah satunya adalah Yacob, anak yang menjadi korban kekerasan aparat
pemerintah. Dia memberi keterangan terhadap media VICE bahwa ia dipaksa
untuk tidur tanpa mengenakan busana diatas matras yang basah dan membeku.
Selain itu polisi Dara’a juga menyiksa dengan menyengat listrik menggunakan
pecutan yang terbuat dari logam. Sementara itu Yacob juga mengakui bahwa
47
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 3. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 48
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 3. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016.
Page 38
27
orang yang menginterogasinya bernama Atef Najib, yakni pemimpin pasukan
keamanan di Dara’a dan merupakan sepupu dari presiden Bashar al-Assad.49
Gambar II. 1 Salah Satu Tulisan Yang Dibuat Oleh Anak-anak di Sekolah
Dara’a
Sumber: Vice News50
Melihat peristiwa yang dialami anak-anak tersebut, pada Maret 2011
masyarakat kota Dara’a turun ke jalan dan memulai demonstrasi. Akan tetapi
aparat pemerintah merespon dengan tindakan represif yang menyebabkan
49
Vice News “The Young Men Who Started Syria’s Revolution Speak About Daraa,
Where It All Began” 15 Maret 2016. Tersedia di https://news.vice.com/article/the-young-men-
who-started-syrias-revolution-speak-about-daraa-where-it-all-began Diakses pada 31 Maret 2017. 50
Vice News “The Young Men Who Started Syria’s Revolution Speak About Daraa,
Where It All Began” 15 Maret 2016. Tersedia di https://news.vice.com/article/the-young-men-
who-started-syrias-revolution-speak-about-daraa-where-it-all-began Diakses pada 31 Maret 2017.
Page 39
28
terbunuhnya 4 orang demonstran. Tindakan represif tersebut merubah demonstrasi
menjadi pergerakan revolusi untuk menggulingkan pemerintah.51
Dalam merespon kekerasan yang terus berkembang, kelompok oposisi
memulai melakukan pergerakan yang terorganisir. Dimulai dengan pergerakan
para aktivis muda dari masyarakat sipil di Suriah yang membentuk Local
Coordinating Council (LCC). Kelompok ini melakukan usaha protes dengan
mendokumentasikan kekerasan petugas keamanan pemerintah terhadap
demonstran dan menyebarkannya melalui media sosial seperti Facebook, Twitter,
dan Youtube.52
Pada level distrik dan kota, pihak oposisi membentuk Revolutionary
Councils (Dewan Revolusi), yakni perwakilan yang terdiri dari para intelektual
dan pelaku bisnis yang berkontribusi dengan bertindak sebagai media untuk
mendistribusikan informasi yang dikumpulkan oleh LCC.
Sementara pada level nasional, dibentuk sebuah komisi yakni Syrian
Revolution General Commission (SRGC), yang dipimpin oleh aktivis oposisi
bernama Suhair Atassi. Organisasi tersebut dibentuk pada Agustus 2011 dan
berfungsi sebagai representasi dari lima puluh enam organisasi revolusi termasuk
LCC di Suriah. Meskipun pada akhirnya SRGC dibubarkan, namun organisasi
51
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 3. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 52
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 5. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016.
Page 40
29
tersebut memiliki peran penting pada level domestik dalam membantu
mengumpulkan data serta memberi dukungan dan menyebarkan informasi
mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim Syria masa
kepemimpinan Bashar al-Assad.53
Gambar II. 2 Wilayah Kekuasaan dan Sengketa pada Konflik di Suriah
Hingga Juli 2013
Sumber: Washington Institute54
53
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 5. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016. 54
Jeffrey White, “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or Extremist?”.
September 2013. Amerika Serikat: The Washington Institute. Hal. 4. Tersedia di
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/PolicyFocus128WhiteTablerZelin.p
df diakses pada 17 Mei 2017.
Page 41
30
2.1.2. Persaingan Pembangunan Pipa Minyak dan Gas Alam
Konflik Suriah ternyata telah banyak mendapat perhatian dari dunia
internasional. Menurut Mohammed Nuruzzaman, ternyata terdapat beragam
kepentingan dari negara diluar wilayah Timur Tengah yang ikut andil dalam krisis
politik di Suriah yang pada umumnya dengan menggunakan isu demokrasi serta
kemanusiaan sehingga menambah kompleksitas krisis tersebut.55
Salah satu kepentingan tersebut adalah ekonomi. Wilayah strategis Suriah
menyebabkan negara tersebut menjadi medan persaingan dalam proyek
pembangunan pipa minyak negara-negara di teluk Persia menuju ke pasar Eropa.
Untuk itu Nuruzzaman melihat konflik tersebut juga sebagai perang persaingan
ekonomi. 56
Selama ini suplai pasar minyak bagi negara-negara Eropa di dominasi oleh
Rusia. Pada tahun 2009, Qatar mengajukan proyek pembangunan pipa minyak
dari Qatar menuju ke Turki melalui Arab Saudi, Yordania dan Suriah yang pada
akhirnya akan mencapai pasar di Eropa. Tentunya sebagai salah satu negara
penguasa gas alam di Teluk Persia, Qatar dapat menyediakan gas alam dan
minyak bumi dengan harga yang lebih murah di pasar Eropa. Pengajuan proyek
55
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 3. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017. 56
Thrassy N. Marketos, “East Mediteranean Geopolitical Energy Elbowing”. Forum of
EthnoGeoPolitics Vol. 2 No. 2, 2014. Hal 59. Tersedia di
http://www.ethnogeopolitics.org/cms/wp-
content/uploads/2014/12/ForumEthnoGeoPoliticsVol2No2November2014.pdf diakses pada 31
Maret 2017.
Page 42
31
tersebut mendapat dukungan dari Amerika Serikat yang notabene sebagai negara
rival dari Rusia. 57
Pengajuan pembangunan pipa minyak Qatar tersebut secara langsung
menjadi ancaman bagi kepentingan Iran dan Rusia. Bagi Iran, jika penjualan
minyak Qatar berhasil menembus pasar Eropa, maka akan terjadi eksploitasi dan
keuntungan yang tidak berimbang atas penjualan minyak yang dihasilkan dari
ladang minyak di teluk Persia. Ladang minyak tersebut berada diantara Iran dan
Qatar yakni di sebelah selatan provinsi Fars, Iran dan sebelah Utara Dome, Qatar
sehingga hal tersebut akan lebih menguntungkan Qatar dengan menggunakan
ladang minyak yang sama. Lebih jauh lagi hal tersebut tentunya akan memberi
dampak buruk terhadap persaingan Iran - Arab Saudi.58
57
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 3. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017. 58
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 3. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017.
Page 43
32
Gambar II. 3 Peta Rencana Pembangunan Pipa Gas dan Minyak Bumi
Qatar dan Iran
Sumber: Middle East Observer59
Sementara bagi Rusia hal ini jelas menjadi ancaman. Jika Qatar berhasil
mendapatkan akses pendistribusian minyak ke Eropa, maka hal tersebut sejalan
dengan keinginan Amerika karena dapat berdampak negatif bagi kontrol politik
Rusia di Eropa.
Pada tahun 2009, Bashar al-Assad menolak untuk menandatangani
perjanjian pembangunan pipa minyak yang diajukan oleh Qatar dan secara dengan
jelas menyatakan keberpihakannya terhadap Iran dan Rusia. Namun baik Qatar,
Turki, maupun Amerika Serikat tidak menyerah. Untuk itu terjadinya krisis politik
di Suriah pada Maret 2011 menjadi momentum bagi negara-negara tersebut
59
“Is the Qatar Gas Behind the Continuous War in Libya and Syria?” Middle East
Observer. 26 Oktober 2016. Tersedia di https://www.middleeastobserver.org/2016/10/26/is-the-
qatar-gas-behind-the-continuous-war-in-libya-and-syria/ diakses pada 31 Maret 2017.
Page 44
33
dengan memberi dukungan kepada para pihak oposisi Pemerintah Suriah guna
melengserkan Rezim Bashar al-Assad.60
2.2. Oposisi Pemerintah Suriah
2.2.1. Syrian National Coalition (SNC)
Syrian National Coalition atau SNC merupakan kelompok koalisi oposisi
politik pemerintah Suriah yang telah diakui di tingkat Internasional. Kelompok
tersebut dibentuk pada 2 Oktober 2011 di Istanbul, Turki. Organisasi ini dipimpin
oleh Burhan Ghalion, politisi sekaligus peneliti yang mengenyam pendidikan di
Paris, Perancis. 61
Anggota dari SNC merupakan orang-orang berpendidikan, termasuk elit
masyarakat yang berorientasi pada negara-negara barat. Beberapa anggotanya
telah diasingkan baik oleh rezim Assad maupun masa kepemimpinan ayahnya
karena dianggap sebagai aktivis yang memberikan banyak tekanan pada
pemerintah sejak awal tahun 1980.62
SNC berfungsi sebagai payung organisasi yang berisikan tujuh kelompok
oposisi pemerintah Bashar al-Assad dengan pendistribusian perwakilan dari total
22 kursi, yakni:
60
Mohammed Nuruzzaman, “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National Interest, 20
Desember 2016. Hal 4. Tersedia di https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017. 61
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 6. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 62
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 10. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 45
34
a. Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin) mendapat 5 kursi perwakilan
b. Damascus Declaration mendapat 4 kursi perwakilan
c. The National Bloc mendapat 4 kursi perwakilan
d. The Local Coordination Committee mendapat 6 kursi perwakilan
e. Kurdish Bloc mendapat 4 kursi perwakilan, serta
f. The Assyrian Bloc mendapat 1 kursi perwakilan
SNC merupakan organisasi oposisi pemerintah Bashar al-Assad yang
mendapat pengakuan dari tujuh puluh negara yang tergabung dalam pertemuan
Friends of Syria Summit pada 1 April 2012 di Istanbul, Turki. Pengakuan tersebut
menjadikan SNC dianggap sebagai “legitimate representative” di level
internasional. 63
2.2.2. Free Syrian Army (FSA)
Pada Juli 2011, Kolonel Riad Asa’ad mendeklarasikan pembentukan Free
Syrian Army (FSA). Tujuan dari organisasi ini, seperti yang dikemukakan oleh
Safak Timur, yakni melindungi masyarakat Syria yang tidak bersenjata, serta
untuk mendapatkan kebebasan, mengembalikan martabat, serta menggulingkan
pemerintahan Bashar al-Assad (“protect the free and armless Syrian people and to
gain freedom, dignity, and overthrow the regime.”).64
63
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 64
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 7. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 46
35
Organisasi tersebut berpusat di Homs, kota terbesar ketiga di Syria. Pada
awal terbentuknya, FSA bertugas untuk melindungi para demonstran dari pasukan
keamanan pemerintah. Untuk itu masyarakat sipil yang tergabung dalam FSA
cenderung memiliki persenjataan. Hal ini yang menjadi awal mula dari
pembelotan masyarakat sipil bersenjata untuk memerangi pemerintah.65
2.2.3. Jabhat al-Nusra li-Ahl al-Sham
Organisasi ini dibentuk pada 12 Januari 2012. Jabhat al-Nusra dipimpin
oleh Abu Mohammed al-Gholani “al-Fateh” (sang penakluk). Organisasi ini
memiliki hubungan langsung dengan al-Qaeda di Iraq. Para pasukannya dikenal
dengan keahliannya untuk melakukan serangan melalui bom bunuh diri di wilayah
penting dari daerah kekuasaan rezim Bashar al-Assad seperti pangkalan militer
serta ladang minyak, kemudian memimpin pasukan pemberontak lain untuk
menguasainya.66
Yang membedakan Jabhat al-Nusra dengan organisasi lainnya adalah
penolakannya terhadap bantuan negara-negara barat. Mereka menganggap dengan
menerima bantuan dari negara Barat sama halnya dengan menjadi pasukan dari
negara-negara barat itu sendiri.67
65
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 7. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 66
Claude Moniquet, “The involvement of Salafism/Wahhabism In The Support and
Suplly of Arms To Rebel Groups Around The World”. 11 Juni 2013. Belgium: Brussels. Hal. 17.
Tersedia di http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/etudes/join/2013/457137/EXPO-
AFET_ET(2013)457137_EN.pdf diakses pada 17 Mei 2017. 67
Claude Moniquet, “The involvement of Salafism/Wahhabism In The Support and
Suplly of Arms To Rebel Groups Around The World”. 11 Juni 2013. Belgium: Brussels. Hal. 17.
Page 47
36
Organisasi ini seringkali bekerja sama dengan FSA. Mereka aktif
melakukan pergerakan di wilayah yang memiliki mayoritas berpenduduk Sunni,
misalnya di wilayah Timur Suriah seperti Idlib, Aleppo, dan wilayah utara Hama.
Hal ini disebabkan karena Jabhat al-Nusra menganggap diri mereka sebagai
organisasi pelindung Sunni dari kelompok Syiah dan Alawite.68
Berbeda dengan
organisasi oposisi pemerintah Suriah yang lain, Jabhat al-Nusra dapat dilihat
sebagai organisasi yang mendasarkan pada kepentingan ideologi.
2.2.4. Syrian Opposition Coalition (SOC)
Syrian Opposition Coalition (SOC) atau yang juga dikenal dengan The
National Coalition of Syrian Revolution and Opposition Forces merupakan
organisasi yang mendapat pengakuan dari Amerika Serikat sebagai perwakilan
dari pihak oposisi Pemerintah Bashar al-Assad. Dibentuk pada bulan November
2012 pada konferensi yang diadakan di Doha, Qatar.69
Organisasi ini berfungsi untuk mewakili pihak oposisi pemerintah Suriah
di bidang politik dan menyatukan mereka dengan membentuk pemerintah transisi
yang dipersiapkan untuk menggantikan rezim Bashar al-Assad. SOC juga
digunakan untuk menyalurkan bantuan internasional bagi oposisi pemerintah
Tersedia di http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/etudes/join/2013/457137/EXPO-
AFET_ET(2013)457137_EN.pdf diakses pada 17 Mei 2017. 68
Claude Moniquet, “The involvement of Salafism/Wahhabism In The Support and
Suplly of Arms To Rebel Groups Around The World”. 11 Juni 2013. Belgium: Brussels. Hal. 17.
Tersedia di http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/etudes/join/2013/457137/EXPO-
AFET_ET(2013)457137_EN.pdf diakses pada 17 Mei 2017. 69
Ken Sofer. Juliana Shafroth, “The Structure and Organization of the Syrian
Opposition”. 14 Mei 2013. Amerika Serikat: Washington DC. Hal 3. Tersedia di
https://www.americanprogress.org/wp-
content/uploads/2013/05/StructureAndOrganizationSyrianOpposition-copy.pdf diakses pada 17
Mei 2017.
Page 48
37
Suriah, karena organisasi ini di sisi lain juga bertindak sebagai payung organisasi
oposisi dari mayoritas aktivis, pasukan bersenjata, dan dewan oposisi pemerintah
Suriah. Dengan kata lain pembentukan SOC dapat berfungsi untuk mengakomodir
pihak oposisi terhadap pemerintah Suriah.
Terdapat 71 perwakilan pihak oposisi, termasuk di dalamnya perwakilan
dari Syrian National Council (SNC), Muslim Brotherhood of Syria (Ikhwanul
Muslimin di Suriah), Syrian Revolution General Commission (SGRC), Local
Coordination Committees (LCC), beberapa pemimpin politik dari partai Kurdish,
serta para dewan dan individu yang menjadi oposisi terhadap pemerintah Suriah.70
Pada awal pembentukannya Ghassan Hitto terpilih sebagai perdana
menteri dari Pemerintah transisi SOC pada Maret 2013. Ghassan memiliki latar
belakang pebisnis yang telah belajar di Amerika Serikat. Dia juga mendapat
dukungan yang kuat dari Syrian National Council (SNC) dan Ikhwanul Muslimin.
Sementara Moaz al-Khatib yang merupakan Islamis moderat terpilih menjadi
presiden SOC pada November 2012. Moaz menjadi pemimpin hanya dalam waktu
yang relatif singkat dan mengundurkan diri pada April 2013.
2.2.5. Supreme Military Council (SMC)
Organisasi ini dibentuk pada 7 Desember 2012 di Antalya, Turki.
Pembentukan organisasi ini diawali dengan negosiasi yang dilakukan oleh Qatar
70
Ken Sofer. Juliana Shafroth, “The Structure and Organization of the Syrian
Opposition”. 14 Mei 2013. Amerika Serikat: Washington DC. Hal 3. Tersedia di
https://www.americanprogress.org/wp-
content/uploads/2013/05/StructureAndOrganizationSyrianOpposition-copy.pdf diakses pada 17
Mei 2017.
Page 49
38
dan Arab Saudi guna mewadahi bantuan militer untuk pihak oposisi terhadap
pemerintah Suriah.71
Konferensi pembentukan SMC dihadiri oleh lebih dari 260
pemimpin pemberontak Suriah serta perwakilan dari Amerika Serikat, Inggris,
Perancis, dan Yordania. Dalam konferensi tersebut terpilih 30 anggota yang
tergabung dalam struktur komando yang disebut sebagai Supreme Joint Military
Command Council atau Supreme Military Command (SMC).72
Pengaruh Qatar dan Saudi Arabia sangat terlihat jelas, karena di dalam
anggota SMC juga termasuk penggabungan dari kelompok-kelompok militer yang
didukung oleh Qatar dan Saudi Arabia yaitu anggota dari kelompok militer pihak
oposisi di 17 Provinsi yang dikenal sebagai Joint Command.73
Struktur keanggotaan di SMC tersusun secara linear dan terorganisir,
namun tidak bersifat kohesif. Pada masa awal pembentukannya, kepemimpinan
tertinggi dalam SMC diketuai oleh Salim Idriss sebagai Commander in Chief yang
memimpin langsung seluruh anggota SMC di 5 wilayah Suriah meliputi Utara,
Timur, Barat & Pusat, Selatan, dan di wilayah Homs.74
71
Jeffrey White, “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or Extremist?”.
September 2013. Amerika Serikat: The Washington Institute. Hal. 21. Tersedia di
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/PolicyFocus128WhiteTablerZelin.p
df diakses pada 17 Mei 2017. 72
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 73
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 74
Jeffrey White, “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or Extremist?”.
September 2013. Amerika Serikat: The Washington Institute. Hal. 22. Tersedia di
Page 50
39
Setiap wilayah memiliki ketua dan wakil ketua, serta perwakilan di lima
bidang yakni operations, intelligence, supplies and equipment, administration and
finance, dan bidang transitional justice). Selain itu terdapat dua komite yang
mengurus persenjataan dan finansial (armaments and financial) di setiap
perwakilan Wilayah.75
Tidak seperti organisasi oposisi representatif internasional pada umumnya,
legitimasi dari SMC lebih bersifat bottom up daripada top down. Hal ini
disebabkan karena keanggotaan SMC yang merupakan gabungan dari kelompok
militer oposisi pemerintah Suriah yang satu sama lain memiliki kepentingan yang
berbeda.76
Anggota dari SMC adalah para pemimpin lapangan yang menempati
posisi penting di setiap wilayah. Karena struktur keanggotaan di SMC bersifat
bottom-up, maka otoritas dalam struktur hierarki di SMC sangat bergantung pada
besarnya kekuatan dan pengaruh dari pemimpin tersebut sehingga tidak ada
legitimasi institusi di organisasi tersebut melainkan legitimasi yang dimiliki oleh
para pemimpin itu sendiri. Untuk itu kepatuhan terhadap segala perintah dan
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/PolicyFocus128WhiteTablerZelin.p
df diakses pada 17 Mei 2017. 75
Jeffrey White, “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or Extremist?”.
September 2013. Amerika Serikat: The Washington Institute. Hal. 22. Tersedia di
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/PolicyFocus128WhiteTablerZelin.p
df diakses pada 17 Mei 2017. 76
Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA: Washington DC.
Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 51
40
komando yang diberikan oleh seorang komandan sangat bergantung pada loyalitas
dari setiap anggota.77
Seperti tujuan awalnya, SMC berperan penting dalam menyatukan serta
mengkoordinasikan berbagai kelompok pemberontak. Hal tersebut dapat
dilakukan karena SMC memiliki kapabilitas untuk mendistribusikan bantuan dari
negara-negara pendukung pihak oposisi.
77
Elizabeth O’Bagy, “The Free Syrian Army”. Maret 2013. Amerika Serikat: Institute for
the Study of War. Hal 6. Tersedia di Elizabeth O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012.
USA: Washington DC. Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Political_Opposition.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 52
41
BAB III
PERAN QATAR DALAM KONFLIK SURIAH
Fenomena Arab Spring di Timur Tengah telah menarik perhatian dunia
internasional. Salah satunya adalah konflik politik yang terjadi di Suriah. beberapa
entitas internasional baik itu organisasi internasional, organisasi regional, maupun
negara sebagian besar telah memberi respon terkait konflik tersebut. Salah satu
negara yang berperan aktif dalam perkembangan konflik di Suriah adalah Qatar.
Untuk memahami peran Qatar dalam konflik politik di Suriah, akan di jelaskan
terlebih dahulu kedudukan maupun kapasitas Qatar di regional Timur Tengah dan
di Dunia Internasional, Transformasi kebijakan luar negeri Qatar, serta hubungan
Qatar dengan Suriah.
3.1. Qatar di Timur Tengah
Sebelum menjadi negara pengekspor minyak dan memiliki pendapatan
perkapita terbesar di dunia, Qatar merupakan negara kecil di pesisir laut yang
berada dibawah perlindungan kerajaan Inggris dengan perekonomian yang
bergantung pada perdagangan mutiara dan hasil peternakan.78
78
Bertelsmann Stiftung, Bertelsmann Transformation Index (BTI) 2016 – Qatar Country
Report. Gutersloh: Bertelsmann Stiftung, 2016. Hal. 3. Tersedia di https://www.bti-
project.org/fileadmin/files/BTI/Downloads/Reports/2016/pdf/BTI_2016_Qatar.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 53
42
Gambar III.1 Peta Wilayah Qatar
Sumber: Congressional Research Service79
Luas wilayah Qatar sekitar 11,586 km persegi dengan perkiraan populasi
per 15 Juli 2015 sekitar 2.2 Juta orang.80
Qatar memiliki persediaan gas alam
ketiga terbesar di dunia yang terpusat di bagian Utara dan berbatasan dengan Iran.
Pada 1 Januari 2011, tercatat Qatar memiliki 883.2 triliun kaki kubik gas alam dan
2.3 miliar barel minyak mentah. Hingga pada akhir 2011, Qatar tercatat memiliki
sekitar 12 persen dari total persediaan minyak bumi di dunia yang menurut IMF
79
Kenneth Katzman. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”. Congressional
Research Service (CRS) Report. 15 Maret 2017. Hal. 2. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 9 Mei 2017. 80
Kenneth Katzman. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”. Congressional
Research Service (CRS) Report. 15 Maret 2017. Hal. 2. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 9 Mei 2017.
Page 54
43
mencapai 7.361 triliun kaki kubik (trillion cubic feet / TFT). Total minyak yang
dimiliki Qatar diperkirakan memiliki produksi rasio hingga lebih dari 100 tahun.81
Gambar III.2 Produksi Gas Alam dan Minyak Bumi Qatar Tahun 2011
Sumber: IMF Country Report 201282
Setelah mundurnya pasukan Inggris pada akhir tahun 1960, Qatar mulai
melakukan negosiasi dengan negara-negara Emirat Arab dan Bahrain untuk
mendirikan negara federasi, akan tetapi negosiasi tersebut mengalami kegagalan.
Hingga akhirnya pada tanggal 1 September 1971, Qatar mendeklarasikan
kedaulatannya. Pada 22 Februari 1972, Sheikh Khalifa bin Hamad Al Thani
menjadi emir (sebutan untuk seorang pemimpin negara) dan dikenal sebagai
pemimpin yang otoriter hingga akhirnya digantikan oleh anaknya pada 1995.83
81
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 35. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 10 Mei 2017. 82
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 35. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 10 Mei 2017. 83
Bertelsmann Stiftung, Bertelsmann Transformation Index (BTI) 2016 – Qatar Country
Report. Gutersloh: Bertelsmann Stiftung, 2016. Hal. 3. Tersedia di https://www.bti-
project.org/fileadmin/files/BTI/Downloads/Reports/2016/pdf/BTI_2016_Qatar.pdf diakses pada
17 Mei 2017.
Page 55
44
Dalam perkembangannya, Qatar merupakan anggota sekaligus negara
yang ikut serta dalam founding summit dari Gulf Cooperation Council (GCC)
pada 1981. Pada masa pembentukannya, organisasi tersebut beranggotakan enam
negara teluk yakni Arab Saudi, Kuwait, United Arab Emirates, Bahrain, dan
Oman yang berusaha bekerjasama menjalin koordinasi, dan membangun
integrasi.84
Menurut Ghassan Alshihaby, di antara negara-negara teluk sendiri
memiliki hubungan yang kompleks, khususnya ketika terjadi krisis Arab Spring.
Menurut pandangannya, negara teluk dapat dikelompokkan sebagai tiga kubu,
yakni Qatar sebagai kubu pertama, kemudian Bahrain, Arab Saudi dan Uni Emirat
Arab sebagai kubu kedua, dan Oman dengan Kuwait sebagai kubu ketiga.
Diantara ketiga kubu tersebut saling mengalami kesenjangan serta krisis
kepercayaan antara satu dengan yang lain.85
3.2. Kebijakan Luar Negeri Qatar
3.2.1. Kebijakan Luar Negeri Qatar Sebelum Arab Spring
Kebijakan Luar negeri Qatar yang aktif dimulai sejak Sheikh Hamad bin
Khalifa Al Thani memegang kekuasaan pada 1995 melalui kudeta non-militer
84 Ghassan Alshihaby, “Gulf Cooperation Council’s Challenges and Prospects”.
AlJazeera Center for Studies. 31 Maret 2014. Hal. 27. Tersedia di
http://studies.aljazeera.net/mritems/Documents/2015/3/31/2015331131534662734Gulf%20Cooper
ation.pdf diakses pada 14 Juni 2017.
85
Ghassan Alshihaby, “Gulf Cooperation Council’s Challenges and Prospects”.
AlJazeera Center for Studies. 31 Maret 2014. Hal. 28. Tersedia di
http://studies.aljazeera.net/mritems/Documents/2015/3/31/2015331131534662734Gulf%20Cooper
ation.pdf diakses pada 14 Juni 2017.
Page 56
45
yang dilakukan terhadap ayahnya, Sheikh Khalifa bin Hamad Al Thani. 86
Kudeta
tesebut disebabkan oleh adanya kekecewaan Sheikh Hamad terhadap
kepemimpinan ayahnya atas pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan
potensi yang dimiliki Qatar. Sheikh Hamad menganggap bahwa Sheikh Khalifa
terlalu mengeksploitasi ekonomi dari sumber daya Qatar tanpa mengembangkan
perekonomian negaranya. Terbukti setelah Sheikh Hamad memimpin dengan
memberlakukan reformasi politik, memberlakukan pengembangan ekonomi, serta
menghapus Kementerian Informasi dan mendirikan al-Jazeera, Qatar cenderung
stabil baik secara ekonomi maupun politik. 87
Sheikh Hamad bersama dengan Perdana Menteri yang merangkap sebagai
Menteri Luar Negeri, Hamad Bin Jassim bin Jabr Al Thani banyak
memberlakukan perubahan yang signifikan pada kebijakan luar negeri Qatar
yakni melalui penerapan agenda liberalisasi politik. Hal ini terkait dengan tiga
strategi utama Qatar, yakni political and economic liberalization (liberalisasi di
bidang ekonomi dan politik), state branding (mempromosikan negaranya), serta
pursuing an independent foreign policy (menerapkan independensi dalam
kebijakan luar negerinya). Beberapa contoh dari liberalisasi yang diberlakukan
Sheikh Hamad yakni untuk pertama kalinya Qatar memberlakukan pemilihan
86
Bertelsmann Stiftung, Bertelsmann Transformation Index (BTI) 2016 – Qatar Country
Report. Gutersloh: Bertelsmann Stiftung, 2016. Hal. 3. Tersedia di https://www.bti-
project.org/fileadmin/files/BTI/Downloads/Reports/2016/pdf/BTI_2016_Qatar.pdf diakses pada
17 Mei 2017. 87
Lina Khatib, “Corruption in Qatar? The Link between he Governance Regime and
Anti-Corruption Indicators. ERCAS Working Paper No. 40. Carnegie Middle East Center.
Desember 2013. Hal 10. Tersedia di http://www.againstcorruption.eu/wp-
content/uploads/2013/12/WP-40-Qatar-paper.pdf diakses pada 13 Juni 2017.
Page 57
46
umum untuk tingkat kota pada tahun 1999, membentuk Ruling Family Council
pada tahun 2000, serta merumuskan konstitusi baru pada 2003. 88
Selain itu, Qatar juga memberlakukan liberalisasi ekonomi sebagai usaha
Qatar untuk merubah skema pertumbuhan ekonominya dari ketergantungan
terhadap gas alam dan minyak bumi dengan melakukan ekspansi ke sektor
pariwisata, baja, dan industri petrokimia, memberlakukan investasi dan
privatisasi, serta membuka pasar modal Doha pada tahun 1995.89
Salah satu strategi yang dilakukan Qatar adalah state branding dengan
tujuan membentuk image positif di dunia internasional. Kebijakan tersebut
diimplementasikan melalui empat bidang antara lain, pendidikan dan budaya,
olahraga, turisme, serta mengembangkan media Arab, yakni Al Jazeera.90
Dalam menerapkan kebijakan tersebut, Qatar membangun kembali
Museum of Islamic Art dan National Museum of Qatar, guna mempromosikan
budaya Qatar bagi para turis. Selain itu, negara teluk ini juga berperan aktif dalam
konferensi internasional dengan menjadi tuan rumah dari pertemuan World Trade
88
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 July 2012. hal. 7. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016.
89
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 July 2012. hal. 5. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016. 90
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 July 2012. hal. 10. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016.
Page 58
47
Internasional (WTO) pada 2001 dan United Nations Summit pada 2006 yang
bertema Sustained Peace in the Middle East.91
Dalam menjalankan strategi pursuing an independent foreign policy, Qatar
mulai menjalankan Kebijakan Luar Negeri yang aktif. Salah satu bentuk
kebijakan luar negeri Qatar adalah melakukan usaha mediasi terhadap konflik-
konflik yang terjadi di Timur Tengah maupun di wilayah Afrika Tengah.
Kebijakan tersebut mengacu pada konstitusi Qatar artikel 7 tahun 2003 yakni,
The foreign policy of the state is based on the principle of strengthening
international peace and security by means of encouraging peaceful
resolution of internasional disputes by peaceful means, and supporting the
people‟s right to self-determination and non-interference in internal
affairs of the State, and cooperation with peace-loving nations” [kebijakan
luar negeri negara (Qatar) berdasarkan pada prinsip untuk memperkuat
perdamaian dan keamanan dengan tujuan mendukung resolusi perdamaian
pada sengketa internasional dengan tujuan mendukung hak masyarakat
atas keinginan dirinya sendiri dan tidak ada intervensi terhadap urusan
internal negara, serta bekerjasama dengan negara yang mencintai
perdamaian].92
Salah satu usaha yang dilakukan Qatar adalah menjadi mediator pada
konflik perang selama 33 hari yang terjadi di Libanon antara tentara Israel dan
Hizbullah. Pada awal tahun 2007, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani merupakan
satu-satunya pemimpin negara Arab yang datang mengunjungi distrik tempat
91
Sultan Barakat, “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in peacemaking,” London
School of Economic and Political Science No. 24 Juli 2012 hal. 11. Tersedia di
http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-
Peacemaking.pdf diakses pada 10 November 2016. 92
Constitute Project, “Qatar’s Constitution of 2003”. England: Oxford University Press,
Inc, 2016. Tersedia di https://www.constituteproject.org/constitution/Qatar_2003.pdf?lang=en
Diakses pada 25 Januari 2017.
Page 59
48
markas Hizbullah di wilayah Beirut, dan wilayah Selatan Libanon yang hancur
akibat perang. Qatar mendonasikan senilai $300 juta dolar Amerika untuk
merekonstruksi dan memperbaiki rumah serta fasilitas umum yang mengalami
kerusakan. Bersamaan dengan bantuan tersebut, Qatar mengadakan beberapa
pertemuan dengan kelompok-kelompok di Libanon guna menjalin hubungan baik
dalam usaha mediasi. 93
Pada 16 Mei 2008, Qatar mengadakan pertemuan di Doha guna membahas
konflik Lebanon. Pertemuan tersebut berlangsung selama lima hari dan
menghasilkan dua poin utama, yakni: pertama, pemimpin pasukan pemerintah
Libanon, Jenderal Michel Suleiman akan ditunjuk sebagai kandidat Presiden.
Kedua, pemerintah akan memberikan kelompok Hizbullah hak veto untuk
menguasai 30 kursi di kabinet, atau setara dengan sepertiga dari keseluruhan
cabinet. Perjanjian tersebut diterima oleh dewan keamanan PBB serta para
pemimpin yang ikut menghadiri pertemuan tersebut.94
Selain itu Qatar juga menjadi mediator dalam konflik yang terjadi di
Darfur, Sudan. Pada September 2008 Qatar ditunjuk oleh Liga Arab sebagai
perwakilan untuk melakukan mediasi antara pemerintah Sudan dengan berbagai
kelompok pemberontak di Doha. termasuk pasukan pemberontak terbesar di
Darfur, yakni Justice Equity Movement (JEM). Pada Februari 2010 pemerintah
93
Sultan Barakat, “Qatari Mediation: Between Ambition and Achievement”. Brookings
Doha Center Analysis Paper No.12 November 2014. Hal 16. Tersedia di
https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2016/06/Final-PDF-English.pdf diakses pada 15
Februari 2017. 94
Sultan Barakat, “Qatari Mediation: Between Ambition and Achievement”. Brookings
Doha Center Analysis Paper No.12 November 2014. Hal 17. Tersedia di
https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2016/06/Final-PDF-English.pdf diakses pada 15
Februari 2017.
Page 60
49
Sudan yang dipimpin oleh Omar al-Bashir dan JEM menandatangani perjanjian
gencatan senjata, dan Omar mendeklarasikan berakhirnya konflik. Dokumen yang
berisikan perjanjian tersebut dikenal dengan Doha Agreement (Perjanjian Doha).95
Selain melakukan mediasi di Sudan, pada bulan Mei 2007, Sheikh Hamad
bin Khalifa serta Menteri Luar Negerinya mengunjungi Yaman dalam usaha
memfasilitasi negosiasi terkait sengketa yang terjadi di Yaman antara pemerintah
dengan pemberontak Houthi.96
Usaha mediasi menghasilkan persetujuan melalui penandatanganan
perjanjian perdamaian di Doha pada 1 Februari 2008 dengan persetujuan bahwa
Qatar akan menyerahkan bantuan senilai $300-500 juta untuk membantu
pembangunan kembali provinsi Saada. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah
Yaman setuju untuk membebaskan tahanan, memberikan amnesti, serta
merekonstruksi wilayah pemberontak Houti yang hancur akibat perang, dan
sebagai gantinya pemberontak Houti setuju akan melucuti senjata mereka.97
Mediasi yang telah dilakukan Qatar antara lain, konflik Hizbullah dan
Israel di Libanon (2007/2008), pemerintah Sudan dan pemberontak Darfur
95
Mehran Kamrava, “Mediation and Qatari Foreign Policy”. Middle East Journal 15
Oktober 2011 No. 65. Middle East Institute. Tersedia di
http://www18.georgetown.edu/data/people/mk556/publication-61175.pdf diakses pada 21 Februari
2017. 96
Sultan Barakat, “Qatari Mediation: Between Ambition and Achievement”. Brookings
Doha Center Analysis Paper No.12 November 2014. Hal 17. Tersedia di
https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2016/06/Final-PDF-English.pdf diakses pada 15
Februari 2017. 97
Sultan Barakat, “Qatari Mediation: Between Ambition and Achievement”. Brookings
Doha Center Analysis Paper No.12 November 2014. Hal 14. Tersedia di
https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2016/06/Final-PDF-English.pdf diakses pada 15
Februari 2017.
Page 61
50
(2009), konflik antara pemerintah Yaman dengan pemberontak Houthi
(2009/2010), serta konflik antara Fatah dan Hamas di Palestina (2012).98
3.2.2. Kebijakan Luar Negeri Qatar Pasca Arab Spring
Ketika terjadi Arab Spring, kebijakan luar negeri Qatar mendapat
perubahan signifikan. Qatar yang sebelumnya memfokuskan negaranya sebagai
mediator dalam berbagai konflik, mulai bertransformasi menjadi negara yang
banyak melakukan intervensi dan memberi dukungan terhadap beberapa usaha
revolusi maupun transisi pemerintahan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika
Barat.
Salah satunya adalah intervensi yang dilakukan Qatar pada konflik politik
di Libya pada Februari 2011 di kota Benghazi. Konflik tersebut terjadi
dikarenakan adanya pelanggaran HAM serta tuduhan tindak korupsi yang
dilakukan oleh oknum pemerintah sehingga mengalami ekskalasi konflik dan
berujung pada tuntutan untuk mengakhiri rezim otoriter Muammar Gaddafi.99
Pada 27 Februari 2011, dibentuk National Transitional Council (NTC),
yakni koalisi oposisi pasukan pemerintah Gaddafi. Qatar menjadi negara Arab
pertama yang memberi pengakuan terhadap NTC yang merupakan kelompok
pemberontak terbesar di Libya. Selain itu Qatar juga memberi dukungan dengan
98
Khaled Hroub, “Policy Brief: Qatar Geostrategic Media and Foreign Policy”.
Norwegian Peacebuilding Resource Centre. Februari 2013. Hal 2. Tersedia di
http://noref.no/var/ezflow_site/storage/original/application/f4595b32095e70d0c16cca31498bb8f6.
pdf diakses pada 08 Februari 2017 99
Maya Bhardwaj, “Development of Conflict in Arab Spring Libya and Syria: From
Revolution to Civil War”. The Washington University International Review. Washington
University in St. Louis. Maret 2012. Hal 81. Tersedia di
http://pages.wustl.edu/files/pages/imce/migration/wuir_spring_2012.pdf#page=76 diakses pada 28
Februari 2017.
Page 62
51
mengadakan pelatihan militer kepada pemberontak di Libya dan menjadi salah
satu negara yang mengusung adanya zona larangan terbang atau no fly zone di
Libya pada forum PBB.100
Dewan Keamanan PBB memberi otoritas dan menyetujui penggunaan
senjata untuk melindungi warga sipil Libya dari penindasan rezim Muammar
Gaddafi Pada 19 Maret 2011. Qatar memilih untuk menjadi fasilitator dari
intervensi yang dilakukan NATO di Libya dengan mengirimkan enam pesawat jet
mirage dibawah perintah NATO untuk menerapkan zona larangan terbang (no fly
zone). Qatar juga menyediakan dana sebesar $400 juta dolar Amerika untuk
membantu operasi dari NTC yang merupakan organisasi pemberontak terbesar
terhadap rezim Muammar Gaddafi.101
3.1. Hubungan Qatar Dengan Suriah Sebelum Arab Spring
Pada tahun 2005 pemerintah Suriah menerapkan kebijakan ekonomi
terbuka dan memberi peluang bagi para negara investor khususnya yang berada di
kawasan Timur Tengah dan negara-negara teluk. Qatar sebagai salah satu negara
penghasil minyak terbesar di kawasan Arab melihat hal tersebut sebagai sebuah
peluang untuk menjalin kerjasama dengan Suriah. Akan tetapi terjadi krisis politik
di Suriah pada awal tahun 2011 yang merubah pola hubungan kedua negara
100
Lina Khatib, “Qatar’s Foreign Policy: The Limits of Pragmatism”. International
Affairs Journal Vol. 89. Blackwell Publishing Ltd. Hal 421 tersedia di
https://fsi.stanford.edu/sites/default/files/INTA89_2_10_Khatib.pdf diakses pada 22 Februari
2017. 101
Mohammed Nuruzzaman, “Qatar and the Arab Spring: Down the Foreign Policy
Slope”. Contemporary Arab Affairs. Vol. 8. Issue 2. 2015. Hal 4. Tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/274085009_Qatar_and_the_Arab_Spring_Down_the_Fo
reign_Policy_Slope diakses pada 28 Februari 2017.
Page 63
52
tersebut. Berikut ini akan dipaparkan bagaimana hubungan kedua negara sebelum
terjadinya Arab Spring.
3.3.1. Kerjasama di Bidang Pariwisata dan Properti
Kenaikan harga minyak yang dimulai sejak tahun 2003 menghasilkan
peningkatan pada nilai tukar uang negara-negara penghasil komoditas tersebut.
Kejadian ini ikut mempengaruhi peningkatan dalam investasi yang dilakukan
negara-negara produsen minyak.
Setelah kejadian 9/11 dan bertepatan dengan diterapkannya Arab Free
Trade Area pada 2005, investasi yang sebelumnya dikirim ke Amerika Serikat
dan negara-negara Eropa mulai dialihkan ke negara-negara di kawasan Timur
Mediterania. Negara-negara di kawasan Mashriq (terbit matahari) mendapat porsi
yang besar dari pengalihan investasi tersebut. Hal ini dapat terlihat hingga tahun
2007, Investasi Langsung Asing atau Foreign Direct Investment (FDI) di negara
Mashriq mengalami peningkatan terbesar yakni mencapai 14 persen.102
Suriah merupakan salah satu negara Mashriq yang berada di sebelah
Timur negara Mesir. Dengan menipisnya ketersediaan minyak bumi yang menjadi
sumber pendapatan negara serta adanya defisit di sektor perdagangan
internasional pada tahun 2004, pemerintah Suriah dibawah kepemimpinan Bashar
102
Valerie Clerc dan Armand Hurault. “Property Investments and Prestige Projects in
Damascus: Urban and Town Planning Metamorphosis”. Built Environment, Vol. 36, No. 2. 2010.
Hal 162. https://halshs.archives-
ouvertes.fr/file/index/docid/554925/filename/2010_VCAH_BE_Property_Investments_and_Presti
ge_project_in_Damascus.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Page 64
53
al-Assad menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi. Tujuannya adalah untuk
menciptakan iklim yang baik bagi investasi asing terhadap pengusaha domestik.103
Kebijakan ini sejalan dengan rencana yang telah di inisiasi Bashar al-
Assad melalui ketentuan hukum no. 10 tahun 1991 untuk meningkatkan kondisi
pengusaha domestik. Salah satu sektor penting yang difokuskan oleh pemerintah
Suriah adalah pariwisata. Untuk itu dibentuk Tourism Investment Market (TIM)
yang berfungsi menjembatani investor asing dengan perusahaan domestik sebagai
pemilik lahan. Qatar sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi dan gas
alam terbesar di dunia memanfaatkan momentum tersebut. Melalui Qatari Diar
(perusahaan yang bergerak di bidang properti dan di danai oleh pemerintah Qatar)
negara tersebut menjalin kerjasama dengan pemerintah Suriah dengan
menginvestasikan pembangunan lahan di beberapa wilayah Suriah seperti Emaar,
Khams Shammat dan Yaafour Gardens. 104
3.3.2. Kerjasama Qatar-Suriah di Bidang Perbankan
Selain memberikan investasi langsung, Qatar juga membantu
perekonomian Suriah melalui investasi portfolio. Qatar mendanai pembangunan
dua bank di Suriah yaitu Qatar National Bank-Syria (QNBS) dan Syrian
103
Valerie Clerc dan Armand Hurault. “Property Investments and Prestige Projects in
Damascus: Urban and Town Planning Metamorphosis”. Built Environment, Vol. 36, No. 2. 2010.
Hal 164. https://halshs.archives-
ouvertes.fr/file/index/docid/554925/filename/2010_VCAH_BE_Property_Investments_and_Presti
ge_project_in_Damascus.pdf diakses pada 17 Mei 2017. 104
Valerie Clerc dan Armand Hurault. “Property Investments and Prestige Projects in
Damascus: Urban and Town Planning Metamorphosis”. Built Environment, Vol. 36, No. 2. 2010.
Hal 165. https://halshs.archives-
ouvertes.fr/file/index/docid/554925/filename/2010_VCAH_BE_Property_Investments_and_Presti
ge_project_in_Damascus.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Page 65
54
International Islamic Bank (SIIB) dan salah satunya menjadi bank swasta terbesar
di Suriah.105
Bagan III.1 Kerjasama Qatar Suriah di Bidang Perbankan
Sumber: Rashad Kattan “Mapping The Ailing Syrian Banking Sector”106
Qatar National Bank-Syria (QNBS) merupakan cabang dari Qatar
National Bank (QNB) yang berpusat di Doha. QNBS memiliki total aset senilai
$333 juta dolar Amerika sehingga menempatkannya sebagai bank swasta dengan
kepemilikan modal terbesar di Suriah pada tahun 2009. QNB menjadi lembaga
asing yang memiliki saham terbesar yakni dengan presentase 50.81%.
Bank kedua di Suriah yang juga mendapat dana dari Qatar adalah Syria
International Islamic Bank (SIIB) yang merupakan cabang dari Qatar
International Islamic Bank atau (QIIB) yang berpusat di Doha. SIIB mulai
105
Rashad Kattan. “Mapping the Ailing (but resilient) Syrian Banking Sector”. Syria
Studies, Volume 7 No. 3. 2015. Hal 10 Tersedia di https://ojs.st-
andrews.ac.uk/index.php/syria/article/view/1175/910 diakses pada 29 Maret 2017. 106
Rashad Kattan. “Mapping the Ailing (but resilient) Syrian Banking Sector”. Syria
Studies, Volume 7 No. 3. 2015. Hal 11. Tersedia di https://ojs.st-
andrews.ac.uk/index.php/syria/article/view/1175/910 diakses pada 29 Maret 2017.
Page 66
55
beroperasi pada September 2007 dengan total asset sebesar $188.88 dolar
Amerika dengan 30% dari total saham dimiliki oleh QIIB.107
3.3. Bentuk Dukungan Qatar Terhadap Koalisi Oposisi Suriah
Qatar merupakan negara dengan wilayah yang relatif kecil dan dengan
sistem pemerintahan kerajaan dan memiliki populasi kurang dari 250.000 jiwa.
Sejak akhir tahun 2011 Qatar telah banyak mengeluarkan kebijakan luar negeri
yang pro-aktif melalui keikutsertaannya terhadap berbagai konflik di regional
Timur Tengah maupun dalam isu internasional, yakni melalui bidang diplomasi
dan militer.
Salah satu bentuk kebijakan luar negeri Qatar yang dapat dilihat memiliki
resiko besar adalah dukungannya terhadap kelompok Oposisi Pemerintah di
Suriah. Bantuan Qatar terhadap pemberontak pemerintah Bashar al-Assad
dilakukan baik melalui kebijakan Soft Power maupun Hard Power.
Hal ini sehubungan dengan pernyataan yang dikeluarkan Sheikh Hamad
Bin Jasim al-Thani yang menjabat sebagai perdana menteri sekaligus sebagai
menteri luar negeri Qatar pada hari senin 27 Februari 2012 yang mengatakan,
We should do whatever necessary to help them [the Syrian rebels],
including giving them weapon to defend themselves. So i think they‟re
right to defend themselves by weapons, and i think we should help these
107
Rashad Kattan. “Mapping the Ailing (but resilient) Syrian Banking Sector”. Syria
Studies, Volume 7 No. 3. 2015. Hal. 11.. Tersedia di https://ojs.st-
andrews.ac.uk/index.php/syria/article/view/1175/910 diakses pada 29 Maret 2017.
Page 67
56
people by all means”108
[kita harus melakukan apapun yang diperlukan
untuk membantu mereka (pemberontak Suriah), termasuk mempersenjatai
mereka untuk melindungi diri mereka sendiri. Untuk itu saya (sheikh
hamad) fikir mereka benar untuk mempertahankan diri mereka dengan
senjata, dan saya fikir kita harus membantu orang-orang ini dengan cara
apapun].
Ketika terjadinya krisis politik di Suriah pada awal November 2011, Qatar
telah berperan penting dengan menyediakan pemberitaan yang intens atas krisis
politik tersebut melalui instrumen media Al-Jazeera. Dengan kata lain Qatar juga
ikut berkontribusi dengan melakukan proses penyebaran ide dan meningkatkan
kesadaran masyarakat serta memobilisasi perlawanan terhadap kepemimpinan
Bashar al-Assad.109
Melalui jalur diplomasi perdana menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassim
al-Thani berhasil menangguhkan keanggotaan perwakilan Suriah dari Liga Arab
yang berdampak pada pemberian sanksi ekonomi terhadap Suriah. Hal ini
dilakukan agar Koalisi Oposisi Pasukan Suriah menjadi perwakilan dari warga
Suriah pada pertemuan Liga Arab di Doha yang dilangsungkan pada Maret 2013.
Untuk itu sebagai langkah nyata Qatar mengizinkan pihak oposisi Suriah untuk
membuka kantor kedutaan di Doha setelah menutup kantor kedutaan Suriah yang
108
“Qatar crosses the Syrian Rubicon: £63m to buy weapons for the rebels”. The
guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2012/mar/01/syria-conflict-rebels-qatar-
weapons diakses pada 23 April 2017. 109
Mohammed Nuruzzaman. “Qatar and the Arab Spring: Down the Foreign Policy
Slope”. Contemporary Arab Affairs. Vol. 8. Issue 2. 2015. Hal 4. Tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/274085009_Qatar_and_the_Arab_Spring_Down_the_Fo
reign_Policy_Slope diakses pada 28 Februari 2017.
Page 68
57
berada dibawah kepemimpinan Bashar.110
Hal ini menjadikan Qatar sebagai
negara teluk pertama yang menutup hubungan diplomasi dengan Suriah.
Pada November 2012, Qatar juga menjadi tuan rumah dalam pembentukan
organisasi Syrian Opposition Coalition (SOC). SOC bertujuan untuk menyatukan
serta menjadi wadah bagi pihak oposisi Suriah dalam satu organisasi. Organisasi
tersebut juga mendapat pengakuan dari Liga Arab, Perancis, Uni Eropa, Serta
Amerika Serikat.
Hal ini menjadi penting karena selain SOC berperan sebagai payung
organisasi bagi pihak oposisi Suriah, pembentukan SOC juga berfungsi untuk
mengakomodir pihak oposisi terhadap pemerintah Suriah, termasuk dalam
mempersiapkan pemerintah transisi untuk menggantikan pemerintah Bashar al-
Assad. Hal ini sejalan dengan pernyataan administrasi Barack Obama pada 11
Desember 2012 yang menyatakan:
[The U.S. has] made a decision that the Syrian Opposition Coalition is
now inclusive enough, is reflective and representative enough of the
Syrian population that we consider them the legitimate representative of
the Syrian people in opposition to the Assad regime, and so we will
provide them recognition.”111
110
“Syria opposition open embassy in Qatar”. 28 Maret 2013. Tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/201332801947829802.html diakses pada 24
April 2017. 111
Asaad Al-Saleh, “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising and the Future
of the Country,” Institute For Sosial Policy And Understanding. Juni 2013. Hal. 16. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.pdf diakses pada 10 November
2016.
Page 69
58
Selain itu Qatar juga mengirimkan bantuan finansial sebesar $3 miliar
dolar Amerika ketika terjadi konflik antara April 2012 hingga Maret 2013.
Melalui wawancara media Financial Times dengan para pemberontak di Suriah,
beberapa diantaranya memberi informasi bahwa Qatar telah mendonasikan sekitar
$50.000 dolar Amerika untuk pemberontak dan keluarganya sebagai bantuan
kemanusiaan. Pada tenggang waktu yang sama, yakni antara April 2012 hingga
Maret 2013, Qatar juga tercatat telah mengirimkan senjata sebanyak lebih dari 70
kargo pesawat yang didistribusikan melalui Turki. 112
112
Roula Khalaf and Abigail Fielding Smith. “Qatar bankrolls Syrian Revolt With Cash
and Arms”. Financial Times 16 Mei 2013. Tersedia di http://www.ft.com/cms/s/0/86e3f28e-be3a-
11e2-bb35-00144feab7de.html?ft_site=falcon#axzz4fBGyUbtc diakses pada 24 April 2017.
Page 70
59
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG DUKUNGAN
QATAR TERHADAP OPOSISI SURIAH
4.1. Faktor yang mendorong Dukungan Qatar terhadap Oposisi
Pemerintah Suriah
Dukungan Qatar untuk mendukung pihak oposisi pemerintah Suriah
merupakan kebijakan luar negeri yang dirancang oleh perdana menteri sekaligus
menteri luar negeri Qatar, Sheikh Hamad bin Jabr al-Thani. Dukungan tersebut
tergolong sebagai kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencapai
kepentingan Qatar. Untuk itu pada Bab ini penulis mencoba menganalisa
dukungan Qatar melalui faktor internal dan eksternal yang menjadi latar belakang
kebijakan luar negeri tersebut.
4.1.1. Faktor Internal
Salah satu faktor yang mempengaruhi Qatar dalam merumuskan kebijakan
untuk mendukung oposisi pemerintah Suriah dapat dilihat melalui faktor internal
domestik Qatar. Penulis melakukan observasi adanya peningkatan kapasitas &
kapabilitas power Qatar, serta kepentingan ekonomi menjadi faktor dominan yang
mendorong kebijakan luar negeri tersebut.
Page 71
60
A. Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas Power Qatar
Sejak Sheikh Hamad Bin Khalifa al-Thani mengambil alih kekuasaan
melalui kudeta non-militer terhadap ayahnya pada tahun 1995, negara Qatar
mengalami perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, pembangunan
infrastruktur, sistem politik, maupun kebijakan luar negeri.
Di bidang sumber daya, Qatar merupakan negara penghasil gas alam
terbesar ketiga di dunia setelah Rusia dan Iran. Menurut U.S. Energy Information
Administration pada tahun 2012, tercatat bahwa 57.8% dari total pendapatan
Qatar berasal dari hasil ekspor di bidang hidrokarbon, yakni nilai sekitar $55
miliar dolar Amerika.113
113
U.S. Energy Information Administration, Countries: Qatar. 30 Januari 2014. Hal 1.
Tersedia di
http://www.europarl.europa.eu/meetdocs/2009_2014/documents/darp/dv/darp20140213_04_/darp
20140213_04_en.pdf diakses pada 27 April 2017.
Page 72
61
Grafik IV.1 Sektor Yang Berkontribusi Terhadap Pertumbuhan GDP Qatar
2006-2011
Sumber: Ibrahim, Harrigan. Qatar’s Economy114
Qatar menjadi negara dengan tingkat pendapatan perkapita terbesar di
dunia. Menurut IMF, tercatat GDP per kapita Qatar mencapai $97.840 pada tahun
2011.115
Kekayaan atas gas alam dan minyak bumi menjadikan masyarakatnya
tidak perlu membayar pajak. Kesehatan, air, listrik, dan pendidikan dibebaskan
dari biaya, serta terdapat subsidi terhadap kepentingan publik seperti rumah dan
pernikahan.116
Kesejahteraan masyarakat menjadi faktor penting atas terjaganya
stabilitas politik domestik.
114
Ibrahim dan Frank Harrigan. “Qatar’s Economy: Past, Present and Future”. Qatar
Foundation Academic Journal QScience Connect. 17 September 2012. Hal 11. Tersedia di
http://www.mdps.gov.qa/en/knowledge/Doc/Studies/Qatars_Economy_Past_Present_and_Future_
2012_EN.pdf diakses pada 5 Mei 2017. 115
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 27. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 12 Juni 2017. 116
Bertelsmann Stiftung, Bertelsmann Transformation Index (BTI) 2016 – Qatar Country
Report. Gutersloh: Bertelsmann Stiftung 2016. Hal. 14. Tersedia di https://www.bti-
Page 73
62
Sebagai salah satu negara eksportir gas alam dan minyak bumi terbesar di
dunia, Qatar mengalami peningkatan GDP yang signifikan sejak tahun 2004
hingga 2011 mencapai rata-rata 15.9% per tahun. Qatar juga tercatat memiliki
total GDP perkapita terbesar di dunia. Seperti yang dikemukakan oleh Joshua S.
Goldstein, bahwa “The best single indicator of a state‟s power may be its total
GDP”.117
Menurut Joshua Goldstein, tingkat GDP berpengaruh terhadap power
suatu negara.
Peningkatan GDP Qatar yang signifikan juga diiringi oleh peningkatan
belanja milter Qatar. Hal ini terlihat pada tahun 2012, Qatar membeli sistem
Ballistic Missile Defense (BMD) dengan jenis PAC-3 senilai $10 miliar dolar
Amerika. Pada tahun yang sama, Qatar juga membeli Terminal High Latitude
Area Air Defense (THAAD) yakni sistem pertahanan misil terbaru pada tahun
2012. Di sektor udara, Qatar membeli 72 pesawat perang dengan jenis F-15
dengan total nilai $21 miliar dolar Amerika. Qatar juga membeli helicopter
berjenis AH-64 Apache, UH-60 Blackhawk, dan MH-60 Seahawk. Di bidang misil
dan sistem roket, Qatar membelanjakan senilai $260 juta dolar Amerika untuk
membeli Hellfire missile, High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS),
Army Tactical Missile System (ATACMS) dan Guided Multiple Launch Rocket
System (GLMRS) dengan jenis M31A1.118
project.org/fileadmin/files/BTI/Downloads/Reports/2016/pdf/BTI_2016_Qatar.pdf diakses pada
26 April 2017. 117
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 46. 118
Kenneth Katzman. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”. Congressional
Research Service (CRS) Report. 9 Juni 2017. Hal. 15. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 9 Mei 2017.
Page 74
63
Power merupakan salah satu komponen penting yang berpengaruh
terhadap proses serta tingkat keberhasilan kebijakan luar negeri suatu negara, hal
ini sejalan dengan argumentasi yang dikemukakan oleh K.J Holsti bahwa “Power
can thus be defined as the general capacity of a state to control the behavior of
other”.119
(Power dapat di definisikan sebagai kapasitas suatu negara dalam
mengendalikan perilaku [negara] lain). Dengan kata lain, power menjadi salah
satu indikator penting dalam mempengaruhi negara lain.
Setiap kebijakan luar negeri memiliki komponen Actions atau tindakan
sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk merubah atau
mempertahankan perilaku dari suatu objek sehingga dapat sesuai dengan
kepentingannya.120
Setiap negara sebelum merancang kebijakan luar negeri
tentunya telah memperhitungkan bagaimana pengaruh (influence) negara tersebut
terhadap konsekuensi kebijakan luar negeri yang dibuatnya. Influence atau
pengaruh merupakan salah satu aspek penting dari power yang dapat digunakan
sebagai instrumen dalam memperhitungkan keberhasilan dari kebijakan luar
negerinya. Power yang dimaksud disini adalah seperti yang telah dijelaskan oleh
Joshua S. Goldstein, “power often defined as the ability to get another actor to do
what it would not otherwise have done [or not to do what it would have done]. 121
(kemampuan untuk menjadikan aktor lain melakukan apa yang sebenarnya tidak
akan mereka lakukan dan sebaliknya).
119
K. J. Holsti. “International Politics: A Framework for Analysis”. Fourth Edition. 1983.
USA: Prentice-Hall International, INC. hal. 145. 120
K. J. Holsti. “International Politics: A Framework for Analysis”. Fourth Edition. 1983.
USA: Prentice-Hall International, INC. hal. 144. 121
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 45.
Page 75
64
Kemudian kita dapat menarik alur logika dari penjelasan diatas. Dalam
konteks ini, dukungan Qatar terhadap pihak oposisi Suriah termasuk kedalam
kebijakan luar negeri karena usahanya dalam mempengaruhi perilaku dari negara
lain yang melampaui batas teritorinya. Qatar merupakan negara yang mengalami
peningkatan signifikan dalam konteks GDP dan menjadi salah satu negara
eksportir gas alam dan minyak bumi terbesar di dunia.
Ketika Qatar mengalami peningkatan power, hal ini berpengaruh terhadap
peningkatan influence nya, karena infuence atau pengaruh itu sendiri merupakan
komponen dari power. Influence merupakan hal penting bagi suatu negara dalam
merumuskan kebijakan luar negerinya, karena dapat menjadi salah satu indikator
pembuat kebijakan dalam memperhitungkan keberhasilan actions suatu negara.
Qatar yang sebelumnya merupakan negara yang memfokuskan pada
strategi soft politic dalam usahanya sebagai mediator terhadap konflik di berbagai
negara, telah merubah haluannya dengan merumuskan kebijakan yang bersifat
high politics dengan menyatakan keberpihakannya dalam konflik yang terjadi di
Suriah. Action Qatar dengan memberi bantuan baik secara finansial maupun
melalui jalur diplomatik diketahui berpengaruh terhadap perkembangan konflik
Suriah. Salah satunya adalah melalui bargaining power Qatar di Liga Arab, yakni
diberikannya sanksi terhadap perwakilan dari pemerintah Suriah. Hal ini
menunjukkan adanya perhitungan peningkatan power Qatar melalui proses
pembuatan kebijakannya yang menjadikan negara tersebut memiliki dapat
merumuskan kebijakan yang bersifat high politics.
Page 76
65
B. Kepentingan Ekonomi Qatar
Minyak bumi dan gas alam merupakan komoditas perdagangan
internasional yang sangat sulit dilepaskan dari unsur politik. Seperti yang
dikemukakan oleh Brenda Shaffer, yakni suplai energi dapat dianggap sebagai
“senjata” dan sebaliknya, gangguan terhadap supplai tersebut terkadang dianggap
sebagai ancaman. Hal ini sejalan dengan pernyataan mantan Senator Amerika
Serikat, Richard Lugar bahwa,
Energy is a potent weapon and a cut-off of natural gas supplies can
cripple an economy, lead to deaths of citizens, and create domestic
instability”.122
[energi merupakan senjata potensial, dan pemutusan suplai
gas dapat melumpuhkan ekonomi, menuntun pada kematian penduduk,
dan menciptakan instabilitas dalam negeri].
Berbeda dengan komoditas lain seperti petrolium dan batu bara, hasil gas
alam dan minyak memiliki dampak jangka panjang. Hal ini terkait dengan metode
pendistribusian komodits tersebut, yakni melalui pembangunan infrastruktur
permanen berupa pipa minyak dan gas. Untuk itu dibutuhkan persetujuan serta
perjanjian pembangunan infrastruktur permanen dan otomatis menjadikannya
sebagai perjanjian jangka panjang antara negara produsen dan negara konsumen,
karena modal yang diperlukan dalam proses pendistribusian komoditas minyak
dan gas relatif tinggi sehingga membuka kesempatan untuk berpolitik dari
122
Brenda Shaffer, “Natural gas supply stability and foreign policy”. Elsevier Energy
Policy. 15 November 2012. Tersedia di
http://poli.haifa.ac.il/~bshaffer/Shaffer_Natural_Gas_Supply_Stabiity_and_Foreign_Policy.pdf
diakses pada 9 Mei 2017. Hal. 1.
Page 77
66
perdagangan tersebut. Maka dari itu gas alam dan minyak bumi seringkali
dijadikan sebagai alat kebijakan luar negeri, terutama bagi negara produsen.123
Dalam perdagangan internasional, gas alam berbeda dengan komoditas
lainnya. Metode distribusi melalui pembangunan pipa menjadikan harga
komoditas tersebut tidak ditentukan oleh pasar global, melainkan melalui
perjanjian kontrak antara negara produsen dan negara konsumen. Hal ini yang
kemudian menciptakan perbedaan penentuan harga gas alam di berbagai lokasi
geografis yang berbeda di belahan dunia. Biasanya investasi dalam ekspor impor
di bidang gas alam membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 tahun untuk
kemudian mendapatkan keuntungan.
Untuk itu sebelum membentuk perjanjian, investor akan memastikan
terlebih dahulu komitmen dari perusahaan serta negara yang akan menjalankan
proyek tersebut. Salah satu hal penting dalam pembangunan pipa minyak adalah
kerjasama antara host state atau negara yang menjadi penyalur pendistribusian,
dan negara yang menjadi tempat transit dari pendistribusian pipa guna
mempersiapkan hal-hal teknis seperti persetujuan jalur pemasangan sekaligus
keamanan. Untuk itu diperlukan perjanjian bilateral antar negara dalam
menjalankan proyek tersebut.
Qatar merupakan penghasil Liquified Natural Gas (LNG) terbesar di
dunia. Melalui kontrak jangka panjangnya, ekspor Qatar telah menyediakan
123
Brenda Shaffer, “Natural gas supply stability and foreign policy”. Dalam Jurnal
Elsevier Energy Policy. 15 November 2012. Tersedia di
http://poli.haifa.ac.il/~bshaffer/Shaffer_Natural_Gas_Supply_Stabiity_and_Foreign_Policy.pdf
diakses pada 9 Mei 2017. Hal. 2
Page 78
67
sebagian besar dari kebutuhan gas alam bagi negara konsumennya. Selama ini,
negara-negara di Eropa dan Asia telah menjadi pasar terbesar bagi penjualan
ekspor LNG Qatar. Pada 2009, Doha menandatangani kontrak jangka panjang
selama 25 tahun untuk melakukan ekspor impor LNG ke negara China. Hal ini
menjadikan Qatar sebagai negara penyuplai LNG terbesar bagi Beijing. Selain itu
Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang juga menjalin hubungan ekspor jangka
panjang dengan Qatar.124
Di benua Eropa, sejak tahun 2009 Inggris telah menjadi salah satu negara
pengimpor LNG terbesar dari Qatar. Pada tahun 2011, Qatar telah menyediakan
sebesar 52% dari total konsumsi gas alam Inggris. Selain itu Belgia dan Spanyol
juga termasuk negara Eropa yang menjadi negara konsumen dari ekspor gas alam
Qatar.125
Hingga tahun 2011, negara-negara di Eropa menjadi pengimpor terbesar
dari keseluruhan ekspor LNG Qatar yakni sebesar 38%, diikuti oleh benua Asia
sebesar 34% dan benua Amerika sebesar 2%. 126
124
Kristina Kausch, ed., “Qatar: The Opportunist”. Geopolitics and Democracy in the
Middle East. FRIDE. 2015. Hal. 65. Tersedia di
http://fride.org/download/geopolitics_and_democracy_in_the_middle_east.pdf diakses pada 17
Mei 2017. 125
Mowafa Taib. “The Mineral Industry of Qatar”. USGS 2009 Minerals Yearbook:
Qatar. Tersedia di https://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/country/2009/myb3-2009-qa.pdf
diakses pada 10 Mei 2017. 126
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 36. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 10 Mei 2017.
Page 79
68
Diagram IV.1 Tujuan Ekspor LNG Qatar Tahun 2011
Sumber: IMF Country Report 2012127
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa negara-negara di benua Eropa
berpotensi besar untuk menjadi tujuan penjualan ekspor LNG Qatar. Hal ini
sejalan dengan rencana Qatar pada tahun 2009 dengan mengajukan pembangunan
pipa gas sepanjang lebih dari 1500km. Pipa gas tersebut nantinya akan
menghubungkan ekspor gas alam Qatar langsung ke pasar Eropa melalui wilayah
Arab Saudi, Yordania, Suriah, hingga menuju Turki yang akan menjadi host state,
yakni negara terminal pendistribusian ke negara-negara di benua Eropa.128
127 International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article IV
Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013. Hal 36. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses pada 10 Mei 2017. 128
“Why the Arabs dont want us in Syria”. Tersedia di
http://www.politico.eu/article/why-the-arabs-dont-want-us-in-syria-mideast-conflict-oil-
intervention/ diakses pada 10 Mei 2017.
Page 80
69
Gambar IV.2 Rencana Pembangunan Pipa Gas dan Minyak Bumi Qatar
menuju Turki
Sumber: Charis Chang, News.com.au129
Menurut Robert F. Kennedy, Jr., yang merupakan keponakan dari mantan
presiden John F. Kennedy, bahwa sebenarnya konflik di Suriah tidak dimulai
sejak 2011, melainkan pada 2009 sejak penolakan pemimpin Suriah, Bashar al-
Assad untuk menandatangani perjanjian kontrak pembangunan pipa yang diajukan
oleh Qatar. Bashar menyatakan dengan tegas bahwa alasan penolakannya adalah
“to protect the interests of our Russian ally”.130
Pernyataan tersebut secara
langsung telah menunjukkan keberpihakan pemerintah Suriah dalam kontestasi
politik Amerika Serikat dan Rusia.
129
“Is the fight over a gas pipeline fuelling the world’s bloodiest conflict?” 2 Desember
2015. Tersedia di http://www.news.com.au/world/middle-east/is-the-fight-over-a-gas-pipeline-
fuelling-the-worlds-bloodiest-conflict/news-story/74efcba9554c10bd35e280b63a9afb74 diakses
pada 16 Mei 2017. 130
“ Why the Arabs dont want us in Syria”. Tersedia di
http://www.politico.eu/article/why-the-arabs-dont-want-us-in-syria-mideast-conflict-oil-
intervention/ diakses pada 10 Mei 2017.
Page 81
70
Ekskalasi konflik tersebut mencapai puncaknya pada momentum Arab
Spring yang terjadi di Suriah. Adanya demonstrasi yang menyebabkan krisis
politik di Suriah membuka celah bagi Qatar dan Amerika Serikat untuk
menurunkan rezim Bashar al-Assad. Hal ini yang menjadi salah satu alasan
penting bagi Qatar untuk memberi dukungan bagi pihak oposisi pemerintah
Suriah.
4.2.2. Faktor Eksternal
A. Geopolitik
Menurut Saul Cohen, geopolitik merupakan konsekuensi atas interaksi
yang terjadi antara lingkungan geografis serta proses politik, baik yang berasal
dari level internasional maupun domestik. Proses politik tersebut bersifat dinamis.
Dalam penjelasannya, Cohen juga menyebutkan tentang geopolitik kawasan,
yakni negara-negara yang bersinggungan secara geografis, serta memiliki
interaksi baik di bidang politik, budaya, maupun militer.131
Menurut Cohen, dengan memahami suatu kawasan sebagai suatu sistem
dapat menjadikannya sebagai model analisis. Hal ini menjadi penting karena
dalam sistem internasional, suatu kawasan dapat berperan sebagai suatu kerangka
kekuatan dalam membentuk stabilitas global dan memperkuat sistem balance of
power.132
131
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 52 132
Saul Bernard Cohen, “Geopolitics: The Geography of International Relations”. Third
Edition. Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc. 2015. Hal. 52
Page 82
71
Qatar selama ini tergolong sebagai relative regional state karena negara
tersebut cenderung berperan sebagai negara mediator dan tidak memiliki
pengaruh politik yang kuat di kawasan Timur Tengah. Akan tetapi, semenjak
terjadinya proses Arab Spring, Qatar membuat gebrakan dengan merumuskan
kebijakan yang bersifat high politics dengan menyatakan keberpihakannya dan
memberi dukungan kuat terhadap kelompok pemberontak di beberapa negara
Timur Tengah, salah satunya adalah Suriah.
Krisis politik di Suriah merupakan konflik yang kompleks, karena terdapat
kepentingan dari negara-negara besar yakni Amerika Serikat dan Rusia. Adanya
perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat, serta Peningkatan GDP yang
signifikan sejak tahun 2000 hingga akhir 2011 menjadi faktor penting dalam
perhitungan Qatar untuk merubah pola kebijakan luar negerinya.
Qatar menjadi negara Arab pertama yang menarik duta besar dari
Damaskus pada Juli 2011.133
Qatar juga mendonasikan lebih dari $3 miliar dolar
Amerika guna membantu para pemberontak di Suriah.134
Melalui pernyataan
Sheikh Hamad bin Jasim al-Thani,
We should do whatever necessary to help them [the Syrian rebels],
including giving them weapon to defend themselves. So i think they‟re
133
“Syria opposition open embassy in Qatar”. 28 Maret 2013. Tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/201332801947829802.html diakses pada 24
April 2017. 134
Roula Khalaf and Abigail Fielding Smith. “Qatar bankrolls Syrian Revolt With Cash
and Arms”. Financial Times 16 Mei 2013. Tersedia di http://www.ft.com/cms/s/0/86e3f28e-be3a-
11e2-bb35-00144feab7de.html?ft_site=falcon#axzz4fBGyUbtc diakses pada 24 April 2017.
Page 83
72
right to defend themselves by weapons, and i think we should help these
people by all means”135
Untuk itu kita dapat melihat bahwa Qatar secara langsung telah
mengambil posisi keberpihakannya terhadap pihak oposisi dalam krisis politik
yang terjadi di Suriah. Hal ini sejalan dengan tiga strategi utama Qatar yakni
economic and political liberalization, the pursuit of independent foreign policy,
serta state branding project. Keberpihakannya terhadap kelompok oposisi
menjadi penting sebagai usaha dalam meningkatkan value Qatar sebagai salah
satu faktor non-materil yang bertujuan untuk menunjukkan pengaruh serta
karakteristik politik Qatar di kawasan Timur Tengah. Hal tersebut dapat dipahami
sebagai salah satu usaha Qatar untuk membentuk image sebagai negara yang ikut
berperan aktif sebagai regional power di kawasan Timur Tengah.
B. Aliansi dengan Amerika Serikat
Amerika Serikat pertama kali membuka kedutaan besarnya di Qatar pada
tahun 1973. Pada 23 Juni 1992, Qatar menandatangani perjanjian kerjasama
pertahanan formal dalam bentuk Defence Cooperation Agreement (DCA) dengan
Amerika Serikat.136
Perjanjian tersebut menjadi langkah awal dalam koordinasi
135
“Qatar crosses the Syrian Rubicon: £63m to buy weapons for the rebels”. The
guardian. Tersedia di https://www.theguardian.com/world/2012/mar/01/syria-conflict-rebels-qatar-
weapons diakses pada 23 April 2017. 136
Christopher M. Blanchard. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 9 Juni 2017. Hal. 13. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei 2017.
Page 84
73
hubungan militer antara kedua negara dan kedekatan keduanya berlangsung
hingga saat ini.137
Meskipun Qatar memiliki wilayah yang relatif kecil dengan populasi yang
sedikit, namun adanya kerjasama di bidang militer yang terjalin dengan Amerika
Serikat sebagai Geostrategic Realm meningkatkan posisi Qatar di Timur Tengah.
Salah satunya adalah kerjasama pembangunan pangkalan udara di wilayah Al-
Udeid sebelah selatan Doha dengan para insinyur Amerika Serikat, yakni Military
Construction Air Force (MCAF). Pangkalan tersebut kemudian berfungsi sebagai
markas komando Amerika Serikat yakni Coalition Forward Air Component
Command (CFACC).138
Melalui investasi dengan total $1 miliar dolar Amerika, Qatar membuat
kontrak serta memberikan izin bagi angkatan udara Amerika untuk menempati
wilayah Qatar. Area tersebut selain berfungsi sebagai salah satu wilayah
pertahanan bagi Qatar, juga telah berkontribusi bagi Amerika dalam operasi
militer Amerika di Irak dan Afganistan.139
Hal ini yang menjadi salah satu faktor
kalkulasi penting bagi Qatar untuk membentuk kebijakan yang bersifat high
politics dengan memberi dukungan terhadap oposisi pemerintah Suriah.
137
Christopher M. Blanchard. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 9 Juni 2017. Hal. 13. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei 2017. 138
Christopher M. Blanchard. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 9 Juni 2017. Hal. 14. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei 2017. 139
Christopher M. Blanchard. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 9 Juni 2017. Hal. 14. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei 2017.
Page 85
74
Menurut Joshua S. Goldstein, aliansi secara umum memiliki tujuan untuk
menghimpun kekuatan dari para anggotanya.140
Bagi Qatar, aliansi dapat menjadi
elemen penting bagi akumulasi perhitungan power negara tersebut dalam
membuat kebijakan, sedangkan bagi Amerika Serikat, Aliansi dapat merubah
struktur power di sistem kawasan Timur Tengah.
Adanya kerjasama perjanjian pertahanan antara Qatar dan Amerika Serikat
menciptakan keleluasaan bagi Qatar dalam mendukung oposisi pemerintah Suriah
baik melalui bantuan finansial maupun militer. Bagi Amerika Serikat, hubungan
dengan Qatar dapat mengimbangi pengaruh Aliansi Rusia-Iran di Timur Tengah.
Hal ini dikarenakan Amerika Serikat dapat menempatkan angkatan udara di Al-
Udeid, Qatar sebagai cabang dari komando pusat atau Central Command
(CENTCOM) Amerika Serikat di Timur Tengah.141
140
Joshua S. Goldstein, Jon C. Pevehouse. “International Relations” Ninth Edition. 2010.
USA: Pearson. Hal 63. 141
Christopher M. Blanchard. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 9 Juni 2017. Hal. 14. Tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei 2017.
Page 86
75
BAB V
KESIMPULAN
Sejak tahun 2011, terjadi perubahan skema kebijakan luar negeri Qatar
yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Sheikh Hamad bin Jassim bin Jabr Al
Thani yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Bentuk baru dari
perubahan skema kebijakan luar negeri Qatar adalah keikutertaan Qatar terhadap
beragam konflik baik di negara yang berada di dalam maupun di luar kawasan
Timur Tengah. Kebijakan tersebut terkait dengan usaha Qatar untuk membentuk
image negara dominan di kawasan regional Timur Tengah. Dalam usaha
mencapai tujuan tersebut, kebijakan luar negeri Qatar terkesan aktif dan seringkali
menunjukkan keberpihakan negara tersebut kepada kelompok revolusi, kelompok
oposisi pemerintah, serta kelompok kebebasan. Hal ini menimbulkan kesan
sebagai kebijakan kontroversial dan seringkali bertentangan dengan pemerintah di
negara Timur Tengah lainnya.
Qatar bersama dengan Arab Saudi dan Turki telah memberikan dukungan
serta bantuan yang signifikan terhadap pihak oposisi pemerintah dalam konflik
Suriah. hal ini dapat terlihat dari pernyataan Sheikh Hamad yang mengatakan
akan melakukan apapun yang diperlukan untuk membantu pemberontak Suriah,
termasuk melalui bantuan finansial, maupun militer.
Wilayah Suriah menjadi lokasi strategis dalam persaingan perencanaan
pembangunan pipa minyak menuju pasar Eropa antara Qatar yang didukung oleh
Amerika Serikat, dan Iran yang didukung oleh Rusia. Bashar al-Assad memiliki
Page 87
76
hubungan baik dengan Rusia, yang merupakan sekutu dari Iran. Untuk itu Assad
lebih memilih untuk menerima pembangunan proyek pipa yang diajukan oleh Iran
dan menyatakan keberpihakannya dengan mengklarifikasi penolakan proposal
Qatar dan menerima pengajuan Iran dengan tujuan “to protect the interests of our
Russian ally”.
Qatar merupakan penghasil Liquified Natural Gas (LNG) terbesar di
dunia. Di benua Eropa, sejak tahun 2009 Inggris telah menjadi salah satu
negara pengimpor LNG terbesar dari Qatar. Pada tahun 2011, Qatar telah
menyediakan sebesar 52% dari total konsumsi gas alam Inggris. Selain itu Belgia
dan Spanyol juga termasuk negara Eropa yang menjadi negara konsumen dari
ekspor gas alam Qatar. Akan tetapi benua Eropa hanya mendapat impor sebesar
30% dari total keseluruhan ekspor LNG Qatar dikarenakan sulitnya
pendistribusian yang selama ini dilakukan melalui jalur laut, sehingga dapat
memakan biaya dan waktu yang relatif lama. Maka dari itu benua Eropa memiliki
potensi besar untuk menjadi tujuan ekspor LNG Qatar.
Selain itu kebijakan Qatar untuk mendukung pihak oposisi Suriah juga
terkait dalam usaha Qatar untuk menjadi regional power di Timur Tengah. Hal ini
sejalan dengan penjelasan Saul Cohen, bahwa geopolitik merupakan analisis
terkait proses politik sebagai konsekuensi dari adanya interaksi. Melalui kebijakan
yang dibuat Sheikh Hamad bin Jasim al-Thani, Qatar secara langsung
mendeklarasikan keberpihakannya terhadap pihak oposisi dalam krisis politik
yang terjadi di Suriah. Hal ini dilakukan sebagai usaha dalam meningkatkan value
Qatar sebagai faktor non-materil yang bertujuan untuk menunjukkan pengaruh
Page 88
77
politik serta karakteristik politik Qatar. Sejalan dengan penjelasan Sultan Barakat,
bahwa dukungan Qatar tersebut terkait dengan tiga strategi utama Qatar yakni
Economic and Political Liberalization, Independent Foreign Policy, serta State
Branding Project. Hal ini yang menjadi salah satu faktor penting bagi Qatar untuk
memberi dukungan terhadap oposisi pemerintah Suriah.
Selain itu adanya kerjasama perjanjian pertahanan antara Qatar dan
Amerika Serikat menciptakan keleluasaan bagi Qatar dalam mendukung oposisi
pemerintah Suriah baik melalui bantuan finansial maupun militer. Sedangkan bagi
Amerika Serikat, hubungan dengan Qatar dapat mengimbangi pengaruh Aliansi
Rusia-Iran di Timur Tengah.
Dalam skripsi ini penulis memahami bahwa masih terdapat beberapa
kekurangan, salah satunya adalah tidak adanya pengumpulan data melalui
wawancara langsung terhadap pemerintah Qatar maupun kelompok oposisi
pemerintah Suriah. Akan tetapi, penulis berusaha menutupi kekurangan tersebut
dengan melakukan penelitian dan pengumpulan data melalui literatur yang
dipublikasikan oleh lembaga penelitian maupun universitas-universitas yang
reliable dan dapat dipercaya di Qatar sehingga data tersebut dapat dipertanggung
jawabkan dan tidak mengurangi kredibilitas dari penelitian ini.
Page 89
78
Daftar Pustaka
Al-Saleh, Asaad “Dissecting an Evolving Conflict: The Syrian Uprising
and the Future of the Country,” Institute For Sosial Policy And
Understanding. Juni 2013. Tersedia di
http://mob11.all4syria.info/wp-
content/uploads/2013/06/ISPU_Dissecting_an_Evolving_Conflict.
pdf diakses pada 10 November 2016.
Alshihaby, Ghassan. “Gulf Cooperation Council’s Challenges and
Prospects”. AlJazeera Center for Studies. 31 Maret 2014. Tersedia
di
http://studies.aljazeera.net/mritems/Documents/2015/3/31/2015331
131534662734Gulf%20Cooperation.pdf diakses pada 14 Juni
2017.
Antwi, Osman. Boateng. “The Rise of Qatar as a Soft Power and The
Challenges”. European Scientific Journal vol.2 ISSN: 1857-7881.
Desember 2013. Tersedia di
http://eujournal.org/index.php/esj/article/viewFile/2337/2210
diakses pada 10 November 2016.
Barakat, Sultan. “The Qatari Spring: Qatar’s emerging role in
peacemaking,” London School of Economic and Political Science
No. 24. Juli 2012. Tersedia di http://eprints.lse.ac.uk/59266/1/The-
Qatari-Spring%20-%20Qatars-Emerging-Role-in-Peacemaking.pdf
diakses pada 10 November 2016.
Barakat, Sultan. “Qatari Mediation: Between Ambition and Achievement”.
Brookings Doha Center Analysis Paper No.12 November 2014.
Hal 16. Tersedia di https://www.brookings.edu/wp-
content/uploads/2016/06/Final-PDF-English.pdf diakses pada 15
Februari 2017.
Bhardwaj, Maya. “Development of Conflict in Arab Spring Libya and
Syria: From Revolution to Civil War”. The Washington University
International Review. Washington University in St. Louis. Maret
2012. Hal 81. Tersedia di
http://pages.wustl.edu/files/pages/imce/migration/wuir_spring_201
2.pdf#page=76 diakses pada 28 Februari 2017.
Page 90
79
Blanchard, M. Cristopher. “Qatar: Background and U.S. Relations”.
Congressional Research Service. 6 Juni 2012. Hal. 11 Tersedia di
http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rl31718.pdf diakses pada
16 Mei 2017.
Blanchard, M. Cristopher. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service. 15 Maret 2017. Hal. 16. Tersedia
di https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf diakses pada 16 Mei
2017.
Clerc, Valerie dan Armand Hurault. “Property Investments and Prestige
Projects in Damascus: Urban and Town Planning Metamorphosis”.
Built Environment, Vol. 36, No. 2. 2010.
Cohen, Saul Bernard. “Geopolitics: The Geography of International
Relations”. Third Edition. Rowman & Littlefield Publishing
Group, Inc. 2015.
Colombo, Silvia. “The GCC Countries and The Arab Spring: Between
Outreach, Patronage, and Repression”, Instituto Affari
Internazionali, IAI Working Papers 12. 9 Maret 2012. Tersedia di
http://www.iai.it/sites/default/files/iaiwp1209.pdf diakses pada 10
November 2016.
Constitute Project. “Qatar’s Constitution of 2003”. England: Oxford
University Press, Inc, 2016. Tersedia di
https://www.constituteproject.org/constitution/Qatar_2003.pdf?lan
g=en Diakses pada 25 Januari 2017.
Czechowska, Lucyna. “The Concept of Strategic Partnership as an Input In
The Modern Alliance Theory”. The Copernicus Journal of
Political Studies 2013, No. 2. Nicolaus Copernicus University in
Torun, Poland. Tersedia di
http://bazhum.muzhp.pl/media//files/The_Copernicus_Journal_of_
Political_Studies/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies-
r2013-t-n2_(4)/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies-
r2013-t-n2_(4)-s36-
51/The_Copernicus_Journal_of_Political_Studies-r2013-t-n2_(4)-
s36-51.pdf diakses pada 18 Juni 2017.
Efferink, Van Leondhart. “Definition of Geopolitics”, Exploring
Geopolitics: The Academic Faces In The Geopolitical Debate.
Januari 2009. Tersedia di
Page 91
80
http://www.exploringgeopolitics.org/Publication_Efferink_van_Le
onhardt_The_Definition_of_Geopolitics_Classicial_French_Critica
l/ diakses pada 20 Januari 2016.
F. Robert, Kennedy, Jr. ““Why the Arabs dont want us in Syria” Online
Politico. Tersedia di http://www.politico.eu/article/why-the-arabs-
dont-want-us-in-syria-mideast-conflict-oil-intervention/ diakses
pada 10 Mei 2017.
Goldstein, S. Joshua dan Jon C. Pevehouse. International Relations. Ninth
Edition. 2010. USA: Pearson. Hal 45.
Harmer, Christopher. “Russian Naval Base Tartus”. Institute for The Study
of War. Juli 2012. Hal 1. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Backgrounder
_Russian_NavalBaseTartus.pdf Diakses pada 18 Mei 2017.
Hroub, Khaled. “Policy Brief: Qatar Geostrategic media and foreign
policy”, Norwegian Peacebuilding Resource Center, Policy Brief.
Februari 2013. Hal 1. Tersedia di
http://www.peacebuilding.no/var/ezflow_site/storage/original/appli
cation/f4595b32095e70d0c16cca31498bb8f6.pdf diakses pada 10
November 2016.
Holsti, K.J. International Politics: A Framework for Analysis. Fourth
Edition. USA: Prentice-Hall International, INC. 1983.
Ibrahim dan Frank Harrigan. “Qatar’s Economy: Past, Present and
Future”. Qatar Foundation Academic Journal QScience Connect.
17 September 2012. Hal 11. Tersedia di
http://www.mdps.gov.qa/en/knowledge/Doc/Studies/Qatars_Econo
my_Past_Present_and_Future_2012_EN.pdf diakses pada 5 Mei
2017.
International Monetary Fund, “IMF Country Report: Qatar 2012 Article
IV Consultation”. IMF Country Report No.13/14. January 2013.
Hal 36. Tersedia di
http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2013/cr1314.pdf diakses
pada 10 Mei 2017.
Jervis, Robert. The Logic of Images in International Relations. Princeton:
Princeton University Press. 1970.
Page 92
81
Kamrava, Mehran. “Mediation and Qatari Foreign Policy”. Middle East
Journal 15 Oktober 2011 No. 65. Middle East Institute. Tersedia di
http://www18.georgetown.edu/data/people/mk556/publication-
61175.pdf diakses pada 21 Februari 2017.
Kattan, Rashad. “Mapping the Ailing (but resilient) Syrian Banking
Sector”. Syria Studies, Volume 7 No. 3. 2015. Hal 10 Tersedia di
https://ojs.st-andrews.ac.uk/index.php/syria/article/view/1175/910
diakses pada 29 Maret 2017.
Katzman, Kenneth. “Qatar: Governance, Security, and U.S. Policy”.
Congressional Research Service (CRS) Report. 15 Maret 2017.
Hal. 14. Tersedia di https://fas.org/sgp/crs/mideast/R44533.pdf
diakses pada 9 Mei 2017.
Kausch, Kristina, ed. “Qatar: The Opportunist”. Geopolitics and
Democracy in the Middle East. FRIDE. 2015. Hal. 65. Tersedia di
http://fride.org/download/geopolitics_and_democracy_in_the_mid
dle_east.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Keohane, O. Robert. “Theory of World Politics: Structural Realism and
Beyond”. United States of America: Westview Press. 1989.
Tersedia di
http://www.ir.rochelleterman.com/sites/default/files/keohane%20n
eorealism.pdf diakses pada 20 Januari 2016.
Khatib, Lina. “Corruption in Qatar? The Link between he Governance
Regime and Anti-Corruption Indicators. ERCAS Working Paper
No. 40. Carnegie Middle East Center. Desember 2013. Hal 10.
Tersedia di http://www.againstcorruption.eu/wp-
content/uploads/2013/12/WP-40-Qatar-paper.pdf diakses pada 13
Juni 2017.
Khatib, Lina. “Qatar’s Foreign Policy: the limits of pragmatism”, The
Royal Institute of International Affairs, No.89. Februari 2013.
Tersedia di http://iis-
db.stanford.edu/pubs/24060/INTA89_2_10_Khatib.pdf Diakses
pada 10 November 2016.
Khalaf, Roula dan Abigail Fielding Smith. “Qatar bankrolls Syrian Revolt
With Cash and Arms”. Financial Times 16 Mei 2013. Tersedia di
http://www.ft.com/cms/s/0/86e3f28e-be3a-11e2-bb35-
Page 93
82
00144feab7de.html?ft_site=falcon#axzz4fBGyUbtc diakses pada
24 April 2017.
Lin, Christian. “Syrian Buffer Zone Turkey-Qatar Pipeline” ISPSW
Strategy Series: Focus on Defense and International Security,
No.367. Agustus 2015. Tersedia di
https://www.files.ethz.ch/isn/192741/367_Lin.pdf Diakses pada 10
November 2016.
Marketos, N. Thrassy. “East Mediteranean Geopolitical Energy
Elbowing”. Forum of EthnoGeoPolitics Vol. 2 No. 2, 2014. Hal 59.
Tersedia di http://www.ethnogeopolitics.org/cms/wp-
content/uploads/2014/12/ForumEthnoGeoPoliticsVol2No2Novemb
er2014.pdf diakses pada 31 Maret 2017.
Markland, Jared dan Krittika Lalwaney. “The Syrian National Council: A
Victorious Opposition?” The George Washington University of
International Affairs. Mei 2012.
Moniquet, Claude “The involvement of Salafism/Wahhabism In The
Support and Suplly of Arms To Rebel Groups Around The World”.
11 Juni 2013. Belgium: Brussels. Hal. 17. Tersedia di
http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/etudes/join/2013/4
57137/EXPO-AFET_ET(2013)457137_EN.pdf diakses pada 17
Mei 2017.
Nuruzzaman, Mohammed. “As Aleppo Falls, Iran Rises”. The National
Interest, 20 Desember 2016. Hal 3. Tersedia di
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2888942
diakses pada 31 Maret 2017.
Nuruzzaman, Mohammed. “Qatar and the Arab Spring: Down the Foreign
Policy Slope”. Contemporary Arab Affairs. Vol. 8. Issue 2. 2015.
Hal 4. Tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/274085009_Qatar_and_t
he_Arab_Spring_Down_the_Foreign_Policy_Slope diakses pada
28 Februari 2017.
O’Bagy, Elizabeth. “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA:
Washington DC. Hal. 6. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Politica
l_Opposition.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Page 94
83
O’Bagy, Elizabeth. “The Free Syrian Army”. Maret 2013. Amerika
Serikat: Institute for the Study of War. Hal 6. Tersedia di Elizabeth
O’Bagy, “Syria’s Political Opposition”. April 2012. USA:
Washington DC. Hal. 9. Tersedia di
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/Syrias_Politica
l_Opposition.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Shaffer, Brenda. “Natural gas supply stability and foreign policy”. Elsevier
Energy Policy. 15 November 2012. Tersedia di
http://poli.haifa.ac.il/~bshaffer/Shaffer_Natural_Gas_Supply_Stabi
ity_and_Foreign_Policy.pdf diakses pada 9 Mei 2017.
Stake, E. Robert. The Art of Case Study Research (California: Sage
publications, 1995). Tersedia di
http://www.nova.edu/ssss/QR/QR20/2/yazan1.pdf diakses pada 20
Januari 2016.
Stiftung, Bertelsmann. Bertelsmann Transformation Index (BTI) 2016 –
Qatar Country Report. Gutersloh: Bertelsmann Stiftung, 2016.
Hal. 3. Tersedia di https://www.bti-
project.org/fileadmin/files/BTI/Downloads/Reports/2016/pdf/BTI_
2016_Qatar.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Sofer, Ken dan Juliana Shafroth. “The Structure and Organization of the
Syrian Opposition”. 14 Mei 2013. Amerika Serikat: Washington
DC. Hal 3. Tersedia di https://www.americanprogress.org/wp-
content/uploads/2013/05/StructureAndOrganizationSyrianOppositi
on-copy.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
Taib, Mowafa. “The Mineral Industry of Qatar”. USGS 2009 Minerals
Yearbook: Qatar. Tersedia di
https://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/country/2009/myb3-2009-
qa.pdf diakses pada 10 Mei 2017.
U.S. Energy Information Administration, Countries: Qatar. 30 Januari
2014. Hal 1. Tersedia di
http://www.europarl.europa.eu/meetdocs/2009_2014/documents/da
rp/dv/darp20140213_04_/darp20140213_04_en.pdf diakses pada
27 April 2017.
White, Jeffrey. “Syria’s Military Opposition: How Effective, United, or
Extremist?”. September 2013. Amerika Serikat: The Washington
Institute. Hal. 21. Tersedia di
Page 95
84
https://www.washingtoninstitute.org/uploads/Documents/pubs/Poli
cyFocus128WhiteTablerZelin.pdf diakses pada 17 Mei 2017.
“Is the fight over a gas pipeline fuelling the world’s bloodiest conflict?” 2
Desember 2015. Tersedia di
http://www.news.com.au/world/middle-east/is-the-fight-over-a-
gas-pipeline-fuelling-the-worlds-bloodiest-conflict/news-
story/74efcba9554c10bd35e280b63a9afb74 diakses pada 16 Mei
2017.
“Is the Qatar Gas Behind the Continuous War in Libya and Syria?”
Middle East Observer. 26 Oktober 2016. Tersedia di
https://www.middleeastobserver.org/2016/10/26/is-the-qatar-gas-
behind-the-continuous-war-in-libya-and-syria/ diakses pada 31
Maret 2017.
“Qatar crosses the Syrian Rubicon: £63m to buy weapons for the rebels”.
Tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2012/mar/01/syria-conflict-
rebels-qatar-weapons diakses pada 23 April 2017.
“Syria opposition open embassy in Qatar”. 28 Maret 2013. Tersedia di
http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133280194
7829802.html diakses pada 24 April 2017.
“Travel Guide: Qatar”, National Geographic, tersedia di
http://travel.nationalgeographic.com/travel/countries/qatar-guide/
diakses pada 7 Februari 2017.
“Why the Arabs dont want us in Syria”. Tersedia di
http://www.politico.eu/article/why-the-arabs-dont-want-us-in-
syria-mideast-conflict-oil-intervention/ diakses pada 10 Mei 2017.