Page 1
ANALISA DAN DESIGN RUNWAY BEAM PADA HOIST CRANE DALAM
BANGUNAN INDUSTRI
TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
HENDRY GUNAWAN
11 0404 047
Dosen Pembimbing :
Ir.Daniel Rumbi Teruna, M.T.
NIP 19480206 198003 1003
SUB JURUSAN STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKIK
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Page 2
i
ANALISA DAN DESIGN RUNWAY BEAM PADA HOIST
CRANE DALAM BANGUNAN INDUSTRI
ABSTRAK
Masalah pengangkatan terutama untuk beban-beban berat merupakan masalah yang
telah ada sejak lahirnya manusia.Seiring dengan berkembangnya zaman maka diciptakan
jenis peralatan yang membantu dalam memindakan barang misalnya crane.namun bagaimana
pun juga kebutuhan manusia tidak akan ada habisnya sehingga semakin lama beban yang
dipikul oleh crane pun semakin beratPada pembuatan crane indoor khususnya hoist crane
sering dihiraukan design runway beam dan lebih terfokus pada design bridge beam sehingga
mengakibatkan banyak terjadinya kegagalan pada runway beam yang disebabkan terjadinya
lateral torsional buckling pada runway beamTugas akhir ini bertujuan untuk membahas
mengenai analisis buckling yang terjadi pada runway beam dengan profil yang berbeda
kemudian hasil yang didapat akan dievaluasi dan diambil design profil yang paling
ekonomis.Hasil analisis menunjukkan bahwa pada bentang runway beam 29 m profil I
dengan sistem truss merupakan profil yang paling ekonomis untuk digunakan serta tahan
terhadap lateral torsional buckling
Kata Kunci: crane,runway beam,bridge beam,lateral torsional buckling
Universitas Sumatera Utara
Page 3
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Analisis dan Design
Hoist Crane Pada Bangunan Industri”.Tugas akhir ini disusun untuk diajukan
sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil
bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara (USU).
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak
kekurangan.Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahaman penulis.Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima
saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan
tugas akhir ini.
Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T., Ph.D, IP-U, selaku pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan
bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
ini.
Universitas Sumatera Utara
Page 4
iii
2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, S.T, M.T., selaku ketua departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Andy Putra Rambe MBA, selaku sekretaris departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan, M.T. &Ibu Rahmi Karolina, S.T., M.T.,
selaku pembanding yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
memberikan masukkan-masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
5. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, yang telah mendukung,
menyemangati serta mendoakan penulis di setiap kegiatan akademis penulis.
6. Teman seangkatan 2011 khususnya Hendrik Wijaya ST yang telah memberikan
kontribusi besar kepada penulis dalam hal memberikan semangat dan arahan
hingga selesainya tugas akhir ini.
7. Teman-teman jurusan Teknik Sipil, terutama teman-teman seangkatan 2011
yang senantiasa membantu dikala penulis menemui kendala, abang/ kakak
stambuk 2008,2009 dan 2010 serta adik-adik angkatan 2012 sampai 2016 terima
kasih atas dukungan dan informasi mengenai kegiatan sipil selama ini.
8. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas
ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.
Universitas Sumatera Utara
Page 5
iv
9. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih
untuk semuanya.
Medan, Januari 2018
Penulis
Hendry Gunawan
11 0404 047
Universitas Sumatera Utara
Page 6
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK. i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR NOTASI xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. LatarBelakang 1
1.2 Perumusan Masalah 7
1.3 MaksuddanTujuan 9
1.4. PembatasanMasalah 10
1.5. MetodePenelitian 10
1.6. SistematikaPembahasan 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
2.1. TinjauanPustaka 13
2.1.1. PerencanaanKonstruksi 14
2.1.2. ProsedurPerencanaan 15
2.1.3. Sifat Baja sebagai Material Konstruksi 15
2.1.3.1. KekuatanTinggi 15
2.1.3.2. Permanen 16
2.1.3.3. Elastisitas 16
2.1.3.4. Daktalitas 17
2.1.3.5. Keseragaman 17
2.1.4. KelebihandanKelemahan Baja sebagai Material Konstruksi 17
2.1.5. Diagram Tegangan – Regangan 18
2.1.6. Sifat-sifatMekanis Baja Struktural 20
2.1.6.1. TeganganPutus(ultimate stress) 20
2.1.6.2. Teganganleleh (yielding stress) 20
2.1.6.3. Sifat-sifatMekanisLainnya 21
2.1.7. Baja Sturktural yang UmumDigunakan. 24
2.1.7.1. Profil Baja Wide Flange (WF) 25
Universitas Sumatera Utara
Page 7
vi
2.1.7.2. Profil BajaKanal C (CNP) 26
2.2. MetodePerencanaanKonstruksi Baja 28
2.2.1 Metode ASD (Allowable Stress Design) 28
2.2.2 Metode LRFD (Load Resistance Factor Design) . 29
2.3. PerencanaanStruktur Baja 30
2.3.1. RasioLebar-TebaldanKlasifikasinya 30
2.3.2. PerencanaanBalokLentur 31
2.3.3. PengaruhTekuk Lateral denganPerbedaanLokasiPembebanan 35
BAB III METODE PENELITIAN 37
3.1. Pendahuluan 39
3.2. Data Desain 39
3.2.1. PerencanaanUmum 39
3.2.2. Beban-Beban yang Bekerja 40
3.2.2.1. BebanMati 40
3.2.2.2. BebanHidup 42
3.2.3. KombinasiPembebanan 42
3.2.4. KombinasiPembebananPada Crane 43
3.2.4.1. Gaya ImpakVertikal 43
3.2.4.2. Gaya Lateral 44
3.3. Perhitungan Manual Menggunakan Parameter SNI 1729-2015danPeraturan yang
Berkaitan 45
3.3.1. Detail Perencanaan 45
3.3.2. Batas-batasLendutan. 45
3.3.3. KuatLentur Nominal Penampang 46
3.3.3.1. Kuat Nominal padaKomponenStrukturI kompak 46
3.3.3.2. Kuat Nominal pada Komponen Struktur Berbentuk
Persegi atau Persegi Panjang 48
3.3.4. FaktorKelangsingan 49
3.3.4.1. Faktorkelangsinganmemikul tekan aksial 49
3.3.4.2. Faktorkelangsingan memikul Lentur 51
Universitas Sumatera Utara
Page 8
vii
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR 54
4.1. GeometriStruktur 54
4.2. Data Material 55
4.3. Pembebanan\ 55
4.4. Perencanaan Gording 55
4.5. PerencanaanBalok Hoist Crane 61
4.6. PerencanaanBalok Console 65
4.7. Analisa Struktur Balok atap dan Kolom 66
4.8. Design Struktur Balok Atap(Rafter) 70
4.9. Design Struktur Kolom 72
BAB V DESIGN RUNWAY BEAM 75
5.1. Bentuk Runway beam 75
5.2. Pembebanan pada runway beam 77
5.3 Desain Profil WF 79
5.3.1 Properti Penampang 79
5.3.2 Perhitungan Kuat Nominal Penampang 80
5.3.3 Kontrol terhadap Lendutan 82
5.4 Desain Profil WF dengan channel cap 83
5.4.1 Properti Penampang . 83
5.4.2 Perhitungan Kuat Nominal Penampang 87
5.4.3 Kontrol terhadap Lendutan 89
5.5 Desain Profil dengan Truss 90
5.5.1 Geometri Sistem Truss 90
5.5.2 Properti Penampang Balok 90
5.5.3 Perhitungan Kuat Nominal Penampang 91
5.5.3 Dimensi Sistem Truss 92
5.5.3 Kontrol Lendutan 93
5.6 Perbandingan Ekonomi Tiap Tipe Runway Beam 94
Universitas Sumatera Utara
Page 9
viii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 95
5.1. Kesimpulan 95
5.2. Saran 96
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
Page 10
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Halaman
2-1 Sifat Mekanis Baja Struktural 22
2-2 Nilai Koefisien Muai Logam 24
3-1 Berat Jenis Konstruksi 41
3-2 Beban Hidup menurut Kegunaan 42
3-3 Gaya Impak Tambahan 44
3-4 Batas Lendutan Maksimum 45
3-5 Faktor Kelangsingan Terhadap Tekan Aksial 50
3-6 Faktor Kelangsingan Terhadap Lentur 52
4-1 Analisa Struktur Pada balok atap dan kolom 69
5-1 Perhitungan Titik berat profi built up 84
5-2 Perhitungan Properti Penampang ekuivalen 85
5.3 Perbandingan berat besi tipe runway beam 94
Universitas Sumatera Utara
Page 11
x
Daftar Gambar
Nomor Gambar Judul Halaman
1.1 Hoist Crane 1
1.2 Gerakan hoist crane 5
1.3 Jalur lintasan hoist crane 6
1.4 Profil baja yang ditinjau 8
2.1 Batang yang Diberikan Beban Aksial dan Grafik Hubungan Antara
Beban yang Diberikan dengan Perpendekan yang Terjadi 18
2.2 Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Baja 19
2.3 Hubungan Modulus Elastisitas dengan Tegangan – Regangan 19
2.4 Standar Tipe Penampang Profil Baja 21
2.5 Penampang I- WF Built Up 25
2.6 Bentuk Penampang Profil C dengan dan Tanpa Perkuatan 26
2.7 Nilai DPN pada Cold Forming Profil C 27
2.8 Efek Lokasi Pembebanan 29
2.9 Pertambatan Lateral ( ) 34
2.10 Kondisi Batas Balok Lentur 34
2.14 Efek Lokasi Pembebanan 35
2.12 nilai C2 36
3.1 Perencanaan Runway Beam menggunakan Profil I 37
3.2 Perencanaan Runway Beam menggunakan Profil I Channel cap 38
3.3 Perencanaan Runway Beam menggunakan Rangka Baja 38
3.4 Perencanaan Dimensi Bangunan 39
4.1 Portal Baja 54
4.2 Perencaan Balok hoist crane 61
4.3 Gaya Ultimit pada balok hoist crane 62
4.4 Perencanaan Console 65
4.5 Perencanaan Atap dan Kolom 65
5.1 Gambar Profil yang digunakan 76
5.2 Gambar Konfigurasi sistem crane 77
5.3 Gaya –gaya yang terjadi pada runway beam 78
5.4 Pusat geser penampang ekuivalen 86
Universitas Sumatera Utara
Page 12
xi
5.5 Konfigurasi rumway beam dengan Truss 90
5.6 Model sistem rangka ( Beban mati ) 92
2.8 Model sistem rangka ( Beban hidup ) 92
Universitas Sumatera Utara
Page 13
xiii
DAFTAR NOTASI
Fy Mutu Baja
L Panjang bentang
Ix Momen inersia terhadap sumbu x
Iy Momen inersia terhadap sumbu y
H tebal atau tinggi komponen struktur
Mn Momen Nominal
E Modulus Elastisitas Baja
Λ Kelangsingan Penampang
T Torsional Stress
J Konstanta Torsi
G Modulus Geser
LL Beban hidup
DL Beban Mati
t tebal flens
b lebar flens
tw tebal badan
hw tinggi badan
P Beban yang dipikul
A Luas Profil
Cw Torsi Warping
Universitas Sumatera Utara
Page 14
xiv
α koefisien pemuaian
Tegangan Terjadi
Tegangan Izin
Lendutan
B Lebar profil
be Lebar efektif
G Modulus geser.
H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
H Tinggi profil
Ix Inersia sumbu x
Iy Inersia Sumbu y
J Konstanta torsi
regangan geser
γbaja Massa jenis baja
L Panjang bentang
Panjang bentang antara 2 pengekang yang berdekatan
LR beban hidup di atap
Mmax Momen maksimum pada bentang yang ditinjau.
Ø Faktor reduksi (tahanan)
Universitas Sumatera Utara
Page 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi sekarang telah banyak menghasilkan kreasi yang bertujuan untuk
memudahkan pekerjaan manusia,serta dapat meningkatkan kualitan dan kuantitas produksi.
Terutama untuk bagian konstruksi dan industry yang dikenal dengan suatu alat yang dinamakan
crane.Crane sangat dibutuhkan untuk mengangkat serta memindahkan suatu barang dari satu
tempat ke tempat lainnya.Crane adalah gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan
rangka untuk mengangkat atau sekaligus mengangkat dan memindahkan muatan yang dpat
digantungkan secara bebas atau diikatkan pada crane
Crane merupakan salah satu pesawat pengangkat dan pemindah material yang banyak di
gunakan.Crane juga merupakan mesin alat berat (heavy equitment) yang memilki bentuk dan
kemampuan angkat yang besar dan mampu berputar hingga 360 derajat dan jangkauan hingga
puluhan meter.Crane biasanya digunakan dalam pekerjaan pekerjaan proyek, pelabuhan,
perbengkelan,industri, pergudangan dll.
Sumber: http://suryapatrialift.com/2016/09/02/jual-hoist-crane-malang-blitar-kediri/
Gambar 1.1 Hoist crane
Universitas Sumatera Utara
Page 16
2
Pada penelitian ini yang akan diobservasi adalah hoist crane yang digunakan pada
bangunan-bangunan industry.Pada zaman dulu terutama di tempat industry alat-alat berat,barang-
barang yang penting atau pun proses produksi perpindahannya masih menggunakan tangan
sehingga sangat tidaklah ekonomis dalam hal tenaga maupun waktu sehingga perlu digunakan
alat yang memudah kan perpindahan barang yaituHoist Crane, Hoist Crane adalah salah satu dari
jenis pesawat angkat yang banyak dipakai sebagai alat pengangkat dan pengangkut pada daerah-
daerah industri, pabrik, maupun bengkel. Pesawat angkat ini dilengkapi dengan roda dan lintasan
rel agar dapat bergerak maju dan mundur sebagai penunjang proses kerjanya. Crane Hoist
digunakan dalam proses pengangkatan muatan dengan berat ringan hingga muatan dengan berat
medium. Crane Hoist biasa digunakan untuk pengangkatan dan pengangkutan muatan di dalam
ruangan.Letak Crane Hoist berada di atas, dekat dengan atap ruangan.Hoist Crane saat ini
memang sangat dibutuhkan dalam berbagai industri, Hoist Crane terbukti dapat meningkatkan
efektifitas kinerja perusahaan yang akhirnya akan mendatangkan profit untuk masa yang akan
datang
Universitas Sumatera Utara
Page 17
3
Cara Kerja hoist crane Crane..ini dibagi atas 3 gerakan, yaitu :
1. Gerakan naik/turun
2. Gerakan Transversal.
3. Gerakan Longitudinal
1.Gerakan Hoist (Naik/Turun).
Gerakan ini adalah gerakan naik/ turun beban yang telah dipasang pada kait diangkat atau
diturunkan dengan menggunakan drum, dalam hal ini putaran drum disesuaikan dengan drum
yang sudah direncanakan. Drum digerakkan oleh motor listrik dan gerakan drum, dihentikan
dengan rem sehingga beban tidak akan naik atau turun setelah posisi yang ditentukan sesuai
dengan yang direncanakan.
(a)
2.Gerakan Transversal.
Gerakan ini adalah berpindah arah melintang. Untuk gerakan tersebut
diperlukan motor troli, dimana motor troli ini akan bergerak pada gelagar utama.
Universitas Sumatera Utara
Page 18
4
Jarak pemindahan bahan dapat diatur sesuai yang diinginkan. Rem pengontrol
dipasang pada poros motor dan bekerja menurut prinsip elektromagnet.
(b)
3.Gerakan Longitudinal.
Gerakan ini adalah gerakan memanjang (longitudinal) disepanjang rel yang terdapat
dilokasi dimana portal crane berada. Gerakan ini diperoleh dengan pemakaian motor ke roda
jalan.
(c)
Gambar1.2 (a) Gerakan Naik/Turun,(b)Gerakan Transversal,(c)Gerakan Longitudinal
Universitas Sumatera Utara
Page 19
5
Jenis – Jenis Pesawat Angkat. Pesawat angkat hoisting crane terdiri dari beberapa jenis,
antara lain:
1. .
(a)
Jenis ini mempunyai empat buah roda gantung yang berjalan, yang masingmasing
pada bagian dalam rel. Jenis ini dioperasikan untuk beban ringan dengan penggerak
tangan atau pengerak listrik.
2. .
(b)
Jenis ini berjalan diatas dua buah rel, bobot jenis ini kira-kira diatas 550 ton. Jika
dioperasikan selama kurang dari 25% dari waktu kerja, maka dianjurkan memakai motor
Universitas Sumatera Utara
Page 20
6
listrik, untuk beban diatas 10 ton selalu dipakai rem jalan untuk beban-beban yang lebih
kecil berlaku hal yang sama.
Gambar1.3 (a)Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Tunggal
(b) Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Ganda
Sering kali dalam pemasangan hoist crane banyak dihiraukan gaya –gaya yang terjadi pada
crane sehingga setelah beberapa tahun crane digunakan, terjadinya keruntuhan crane akibat
buckling. oleh karena itu dalam penelitian ini saya akan memfokuskan pada analisis gaya –gaya
yang terjadi pada hoist crane sehingga dapat dihasilkan design hoist crane yang optimal terhadap
macam-macam bentang/runway beam yang dapat menahan lateral torsional buckling
Universitas Sumatera Utara
Page 21
7
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prakash M Mohite dalam jurnal nya yang berjudul
“Buckling analysis of Cold Formed Steel” for Beams menyimpulkan bahwa total beban yang
dipikul oleh sebuah profil proporsional terhadap gaya lateral torsional yang terjadi
Penelitian yang dilakukan olehH.R.Kochar dalam jurnal nya yang berjudul “Lateral-
Torsional Buckling of Steel Beam” menyimpulkan bahwa Torsi yang terjadi pada sebuah
bangunan itu sangat fatal dan harus diperhitungkan berdasarkan bentuk profil dan total beban
yang dipikul
Penelitian yang dilakukan oleh Dongxiao Wu P. Eng dalam jurnal nya yang berjudul
“Crane Load and Crane Runway Beam” mengatakan bahwa selain gaya lateral,gaya horizontal
juga sangat mempengaruhi total beban yang dipikul oleh crane
Penelitian yang dilakukan oleh A.Y.T dalam jurnal nya yang berjudul “Exact dynamic
stiffness for axial-torsional buckling of structural frames” mengatakan bahwa dalam menghitung
axial torsional buckling ,dynamic stiffness juga sangat berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
Page 22
8
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana cara untuk
menhitung /menganalisis terjadinya buckling.sewaktu crane mengangkat beban yang sangat berat
sangat memungkinkan terjadinya lateral trosional buckling di bagian runway beam yang memikul
bridge beam akibatnya runway beam akan mengalami keruntuhan
Oleh sebab itu,di dalam tugas akhir ini akan dibahas suatu gudang dengan crane dan beban
yang telah ditentukan dianalis untuk mengetahui perhitungan buckling dan juga ukuran – ukuran
profil yang paling sesuai dan eknomis
Adapun profil yang digunakan dalam tugas akhir ini berupa 3 macam profil yaitu :
(a)
Universitas Sumatera Utara
Page 23
9
(b)
(c)
Gambar 1.3.Profil bangunan yang ditinjau (a)Profil IWF, (b)Profil IWF dengan channel cap
dan (c) Sistem Truss
Universitas Sumatera Utara
Page 24
10
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan daripada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. untuk melakukan analisis terhadap buckling yang dialami oleh tiap profil sehingga
menghasilkan suatu bobot
2. bobot yang dihasilkan akan membantu penulis dalam mendesign runway beam sehinga
dihasilkan bangunan yang lebih ekonomis
1.4. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah yang diambil dari pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Profil yang ditinjau hanya 3 model yakni profil IWF ,profil I dengan channel cap dan
profil I dengan bantuan Truss
2.Panjang runway beam yang akan dipakai.adalah 6m
3. Perhitungan pembebanan dengan sni pembebanan 2013
4. SNI baja yang dipakai adalah SNI 2015
5.Mutu baja yang digunakan adalah 240 Mpa
6.Profil Baja yang digunakan adalah portal garuda.
7.Beban crane yang digunakan sebesar 2,5 ton
8 Panjang Bridge Beam yang digunakan sepanjang 29 m
Universitas Sumatera Utara
Page 25
11
1.5. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan tugas akhir ini, metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah
dengan mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang dibutuhkan untuk melakukan analisa
melalui beberapa sumber antara lain: text book (buku-buku yang berkaitan dengan tugas akhir
ini), jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir ini dan sebagainya.
Kemudian, analisa dilakukan berdasarkan dengan teori-teori dan rumus-rumus yang telah
dikumpulkan. Dalam melakukan analisa tersebut, penulis akan menggunakan bantuan perangkat
lunak (software) SAP2000 untuk membantu perhitungan analisis.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang,studi literatur,perumusan masalah,maksud dan
tujuan,pembatasan masalah,metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang penjelasan umum,teori-teori yang berkaitan dan mendukung
penelitian tentang tugas akhir dan juga aplikasi lapangan.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Berisi tata cara perhitungan dan analisa yang dilakukan di penelitian ini.
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil analisa dan perhitungan lalu perbandingan hasil penelitian
tugas akhir.
Universitas Sumatera Utara
Page 26
12
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran dalam tugas akhir ini.
Universitas Sumatera Utara
Page 27
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Baja adalah bahan dasar vital untuk industri.Semua segmen kehidupan,mulai dari peralatan
dapur,transportasi,generator pembangkit listrik,sampai kerangka gedung dan jembatan
menggunakan baja.Eksploitasi besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang
tambang logam dan produknya melingkupi hampir 95 persen dari produk barang berbahan
logam
Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa
elemen lainnya, termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara
0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Elemen berikut ini selalu ada dalam baja: karbon,
mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain
itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa
jenis baja diantaranya: mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan
niobium(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Universitas Sumatera Utara
Page 28
14
2.1.1. Perencanaan Konstruksi
Perencanaan (desain) konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik
/ keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang aman
dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika. Untuk mencapai
tujuan ini, seorang perencana harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang sifat – sifat
fisis material; sifat – sifat mekanis material; analisa struktur dan hubungan antara fungsi
rancangan dan fungsi struktur.
Perencanaan (desain) konstruksi harus memiliki kekuatan dan ketahanan yang
cukup, sehingga dapat berfungsi selama umur layanan. Desain harus menyediakan
cadangan kekuatan untuk menanggung beban layanan, terutama terhadap kemungkinan
kelebihan beban. Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan fungsi struktur ataupun
rendahnya taksiran atas efek-efek beban karena penyerderhanaan yang berlebih dalam
analisis structural. Perencanaan sebuah profil baja mungkin saja memiliki tegangan leleh
dibawah nilai minimum yang dispesifikasikan, namun masih dalam batas batas statistik
yang masih dapat diterima.
Dengan kata lain, Tujuan dari perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan
suatu struktur yang stabil, cukup kuat, awet, stabil, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya
seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak
mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan.
Universitas Sumatera Utara
Page 29
15
2.1.2 Prosedur Perencanaan
Prosedur perencanaan / desain terdiri dari beberapa langkah utama, yaitu :
1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur.
2. Penentuan besarnya beban – beban yang bekerja pada struktur
3. Menentukan gaya – gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.
4..Pemilihan komponen – komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi
kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis.
5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja.
6. Perbaikan akhir.
2.1.3. Sifat Baja Sebagai Material Konstruksi
Penggunaan baja sebagai bahan struktur utama dimulai pada akhir abad kesembilan
belas ketika metode pengolahan baja yang murah dikembangkan dengan skala yang luas.
Baja merupakan bahan yang mempunyai sifatstruktur yang baik. Baja mempunyai kekuatan
yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik maupun tekan dan oleh karena itu baja
adalah elemen struktur yang memiliki batasan sempurna yang akan menahan beban jenis
tarik aksial, tekan aksial, dan lentur dengan fasilitas yang hampir sama.
Sifat yang dimiliki baja yaitu kekakuannya dalam berbagai macam keadaan
pembebanan atau muatan, terutama tergantung pada:
Cara peleburannya
Jenis dan banyaknya logam campuran
Proses yang digunakan dalam pembuatan
2.1.3.1. Kekuatan Tinggi
Kekuatan baja per volume adalah paling tinggi jika dibandingkan dengan material
lain baik dari segi tarik, tekan maupun lentur. Baja struktural umumnya mempunyai
Universitas Sumatera Utara
Page 30
16
tegangan putus minimum (fu) antara 340 s/d 550 Mpa dan tegangan leleh minimum (fy)
antara 210 s/d 410 Mpa. Oleh karena itu baja dapat menahan berbagai tegangan seperti
tegangan lentur.
2.1.3.2. Permanen
Sifat-sifat baja baik sebagai bahan bangunan maupun dalam bentuk struktur dapat
terkendali dengan baik sekali dikarenakan sifat – sifat baja tidak berubah terhadap waktu
dan hampir seluruh bagian baja memiliki sifat - sifat yang sama sehingga menjamin
kekuatannya.
Para ahli dapat mengharapkan elemen elemen dari konstruksi baja ini akan
berperilaku sesuai dengan yang diperkirakan dalam perencanaan. Dengan demikian bisa
dihindari terdapatnya proses pemborosan yang biasanya terjadi dalam perencanaan akibat
adanya berbagai ketidakpastian
2.1.3.3. Elastisitas
Kemampuan atau kesanggupan untuk dalam batas–batas pembebanan tertentu
sesudahnya pembebanan ditiadakan kembali kepada bentuk semula.Elastisitas baja
mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena mengikuti
hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus
elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan.
Universitas Sumatera Utara
Page 31
17
2.1.3.4. Daktalitas
Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan
deformasi inelastik bolak – balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil
mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas
bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi
kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas.
Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap
energi yang besar.
2.1.3.5. Keseragaman
Bahan konstruksi baja adalah bahan yang diproduksi oleh pabrik sehingga sifat
baja lebih homogen dan konsisten. Bentuk dan kualitas lebih terkendali sehingga bangunan
dari material baja akan lebih sesuai dengan perencanaan.
2.1.4. Kelebihan dan Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi
Dibandingkan dengan konstruksi lain seperti beton atau kayu pemakaian baja
sebagai bahan konstruksi mempunyai keuntungan dan kerugian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Page 32
18
a) Keuntungan :
Baja lebih mudah untuk dibongkar atau dipindahkan
Konstruksi baja dapat dipergunakan lagi
Bila dibandingkan dengan beton baja lebih ringan
Pemasangannya relatif mudah
Baja sudah mempunyai ukuran dan mutu tertentu dari pabrik
b) Kekurangan:
Baja dapat terkena karat sehingga membutuhkan perawatan
Memerlukan biaya yang cukup besar dalam pengangkutan
Dalam pengerjaannya diperlukan tenaga ahli dalam hal konstruksi baja
Bila konstruksi terbakar maka kekuatannya berkurang
2.1.5. Diagram Tegangan-Regangan
Apabila terdapat sebatang baja yang memiliki penampang konstan sepanjang
bentangnya kemudia diberikan beban sebesar P. maka akan mendapatkan sebuah gambar
tegangan-regangan sebagai berikut:
Gambar 2.1 batang yang diberikan beban aksial dan grafik hubungan antara beban
yang diberikan dengan perpendekan yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
Page 33
19
Dengan asumsi bahwa beban yang bekerja konsentris, maka regangan pada titik yang trjadi
di titik manapun pada potongan penampang menjadi dantegangan yang terjadi di
titik manapun pada potongan penampang menjadi f = P / A. gambar dibawah merupakan
gambar hubungan tegangan – regangan secara umum
Gambar 2.2.gambar hubungan tegangan – regangan baja
Universitas Sumatera Utara
Page 34
20
2.1.6. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural
Sifat mekanis suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut memberikan perlawanan
apabila diberikan beban pada bahan tersebut atau dapat dikatakan sifat mekanis adalah
kekuatan bahan didalam memikul beban yang berasal dari luar.Sifat penting pada baja
adalah kuat tarik
Dalam SNI 03 – 1729 – 2002, sifat baja struktural yang digunakan dalam desain
suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan.
2.1.6.1. Tegangan Putus ( Ultimate Stress )
Tegangan putus (ultimate stress) adalah nilai tegangan yang terjadi disaat baja
telah mencapai kekuatan maksimum (ambang batas) yang bias mengakibatkan baja
terpustus. Tegangan putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang
telah ditetapkan
2.1.6.2. Tegangan Leleh ( Yielding Stress )
Tegangan leleh (yield stress) adalah nilai tegangan yang terjadi saat melampaui
tegangan dasar atau masuk ke daerah inelastis (gambar2.2), maka material akan meregang
dengan sangat cepat. Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi
nilai yang telah ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
Page 35
21
2.1.6.3. Sifat – Sifat Mekanis Lainnya
Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan
sebagai berikut :
a) Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa
Pada umumnya bahan struktural berperilaku elastis dan linear saat mulai
dibebani sampai titik tertentu maka akan berubah kurvanya seperti pada gambar
2.3.
Gambar 2.3.hubungan modulus elastisitas dengan tegangan – regangan
Sehingga nilai modulus elastisitas didapat dari kemirinagn kurva tegangan
regangan dengan bantuan hukum hooke. Dengan adalah tegangan aksial,
adalah regangan aksial, dan E adalah modulus elastisitas.
…..pers (3.1)
Universitas Sumatera Utara
Page 36
22
b) Modulus Geser : G = 80.000 Mpa
Jika pada modulus elastisitas adalah berhubungan dengan tegangan maka
modulus geser memiliki hubungan dengan torsi. Dengan bantuan hokum hooke
maka didapatkan persamaan berikut dimana, adalah tegangan geser, adalah
regangan geser, dan G adalah modulus geser.
…..pers (3.2)
Khusus untuk kasus tarik pada modulus elastisitas dapat dihubungkan
dengan kasus geser dengan persamaa berikut:
…..pers (3.3)
Dimana adalah poisson ratio. Dikarenakan poisson ratio pada bahan
biasa bernilai antara nol dan setengah, maka dapat disimpulkan bahwa nilai
modulus geser memiliki nilai hampir sepertiga atau setengah dari nilai modulus
elastisitas.
Tabel 2.1Sifat Mekanis Baja
Jenis Baja
Tegangan putus minimum, fu
(MPa)
Tegangan leleh minimum, fy
(MPa)
Peregangan minimum (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
Universitas Sumatera Utara
Page 37
23
c) Poisson Ratio : = 0.3
Poisson ratio adalah perbandingan antara perpanjangan arah lateral
dengan arah longitudinal. Dengan kata lai dapat dismpulkan persamaaan poisson
ratio adalah
…..pers(3.4)
Dengan ketentuan saat mengalami tarik regangan bernilai positif dan sebaliknya. Untuk
bahan isotropic utuk bahan seperti meral memiliki nilai poisson ratio antara 0,25 sampai
0,35. Untuk bahan seperti gabus maka memiliki nilai poisson sebesar 0. Pada beton
didapatkan nilai poisson sebesar 0,1 sampai 0,2. Poisson ratio memiliki nilai limit atau
batas sebesar 0,5 salah satu bahan yang kita kenal memiliki nilai poisson tersebut adalah
karet.
d) Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC
Pemuaian adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi bertambah panjang, lebar, luas,
atau berubah volumenya karena terkena panas(kalor).Singkat cerita pemuaian adalah
perubahan ukuran benda jika terkena suhu.Koefisien pemuaian adalah bilangan yang
menyatakan pertambahan panjang tiap satuan panjang zat pertingkatan suhu tabel koefisien
muai panjang adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Page 38
24
No Jenis Zat koefisin muai panjang/ o
C
1 Aluminium 0,000026
2 Tembaga 0,000017
3 Besi 0,000012
4 Baja 0,000011
2.1.7. Baja Struktural yang Umum Digunakan
Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur.
Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih
untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik.
Adapun jenis – jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja
giling/ canai panas (rolled steel shape) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin
(cold formed steel shapes).
Gambar2.4 Standar Tipe Penampang Profil Baja
Tabel 2.2 Nilai Koefisien Muai Logam
Universitas Sumatera Utara
Page 39
25
2.1.7.1 Profil Baja Wide Flange (WF)
Profil WF (Wide Flange) adalah salah satu profil baja struktural yang paling populer
digunakan untuk konstruksi baja. Namun, profil ini ternyata punya banyak nama. Ada yang
menyebutnya dengan profil H, HWF, H-BEAM, IWF, dan I. ``Profil WF terutama
digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka
semakin ekonomis. Untuk banyak aplikasi profil M mempunyai penampang melintang
yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga memiliki aplikasi yang sama.
Gambar 2.5.penampang I- WF
Universitas Sumatera Utara
Page 40
26
2.1.7.2. Profil Baja Kanal C (CNP)
Profil C merupakan salah satu profil baja tipis yang dibentuk secara dingin (cold
formed), dan banyak digunakan untuk struktur yang ringan, misalnya untuk balok gording.
Apabila dilihat dari bentuk geometri profil C yang tidak simetris, serta rasio lebar dan tebal
(b/t) yang besar, maka stabilitas dari profil semacam ini sangat kurang. Kegagalan yang
dialami oleh profil C ini biasanya ialah kegagalan karena stabilitas, misalnya profil akan
mengalami tekukan atau puntiran yang besar sebelum kekuatan bahannya mencapai
tegangan lelehnya.
Ketidak-stabilan profil C pada dasarnya disebabkan oleh bentuk geometri
penampang dan rasio b/t yang sangat besar, sehingga upaya untuk membuat stabil profil C
dapat dilakukan dengan memberi perkuatan pada bagian sayap yang terbuka. Dengan
memberi perkuatan dengan baja tulangan yang menghubungkan antara sayap atas dan
bawah pada bagian sisi profil yang terbuka (Gambar 2.5) ini diharapkan dapat menambah
stabilitas penampang, disamping juga untuk mengurangi ketidak-simetrisan bentuk profil
C. Pekuatan ini dipasang pada jarak tertentu dengan variasi jarak adalah kelipatan dari
tinggi profil (h), dan disambung dengan las pada bagian bibir profil C.
Gambar 2.6.Bentuk Penampang Profil C
Universitas Sumatera Utara
Page 41
27
Profil C merupakan salah satu profil yang dibentuk secara dingin (cold formed), dan
biasanya profil semacam ini mempunyai rasio lebar dan tebal (b/t) yang besar. Menurut
Tall (1974), proses pembentukan secara dingin ini mengakibatkan perubahan property
materialnya, dan biasanya akan meningkatkan tegangan lelehnya. Gambar 2.6
menunjukkan pengaruh dari coldforming profil C, dimana angka-angka yang ditunjukkan
merupakan nilai kekerasan material yang dinyatakan dalam Diamond Penetration Number
(DPN). Nilai DPN ini menunjukkan peningkatan tegangan lelehnya.
Gambar 2.8.Nilai DPN pada Cold Forming Profil C
Universitas Sumatera Utara
Page 42
28
2.2. Metode Perencanaan Konstruksi Baja
Terdapat 2 metode perencanaan konstruksi baja, yaitu:
Metode ASD ( Allowable Stress Design )
Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design )
2.2.1. Metode ASD ( Allowable Stress Design )
Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling
konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis
sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman
maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut.
Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja
harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan
yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap
tegangan izin yang boleh terjadi.
Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 / faktor
reduksi ( ) ; nilai factor reduksi ( ) sebesar 0,9 sehingga boleh dipastikan bahwa nilai
safety factor ( ) adalah sebesar 1,67 ; dengan kesimpulan bahwa nilai tegangan izin tidak
lebih besar dari 0,6 Fy. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang
lebih konvensional.
Universitas Sumatera Utara
Page 43
29
2.2.2. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design )
Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku
bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu
bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi
tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila
tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan
ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan.
Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan
ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD
menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan
leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan
ketidakstabilan struktur tersebut.
Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat
terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya
lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan
nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai
faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik.
Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang
ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan
tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama
Universitas Sumatera Utara
Page 44
30
hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode
ASD.
2.3. Perencanaan Struktur Baja
2.3.1.Rasio lebar – tebal dan klasifikasinya
Klasifikasi profil adalah salah satu tahapan awal dalam perencanaan struktur baja.
Klasifikasi profil dipakai untuk antisipasi terhadap tekuk lokal dari elemen – elemen
penyusun profilkarena perbedaan nilai momen nominal yang dapat dilihat pada gambar
2.10.
Elemen – elemen penyusun profil diklasifikasi menjadi 3, yaitu:
Elemen kompak
Elemen non – kompak
Elemen langsing
Elemen kompak adalah konfigurasi geometri penampang yang paling efisien
digunakan dalam pemanfaatan material. Dikarenakan kemampuan profil mencapai momen
plastis, yaitu perilaku keruntuhan yang bersifat daktail, sehingga termasuk kriteria yang
lebih ketat , termasuk jarak pertambatan lateralnya.
Elemen non kompak adalah konfigurasi geometri penampang yang satu tigkat
lebih kecil jika dibandingkan dengan penampang kompak. Ketika penampang non –
kompak dibebani maka serat tepi terluar dapat mencapai nilai tegangan leleh sehinggaakan
membentuk tekuk lokal terlebih dahulu.
Elemen langsing adalah konfigurasi geometri penampang yang paling tidak
efisien jika ditinjau dari segi pemakaian material. Ketika penampang langsing dibebani
maka tegangan akan mencapai kondisi leleh setelah terjadi tekuk lokal..
Sumber: SNI 1729-2015
Universitas Sumatera Utara
Page 45
31
Gambar 2.9 gambar kurva baja
2.3.2. Perencanaan Balok Lentur
Suatu komponen yang mendukung beban transversal seperti beban mati dan beban
hidup menurut SNI 1729-2015 memiliki beberapa persyaratan, yaitu:
a) Hubungan Antara Pengaruh Beban Luar.
Untuk sumbu kuat (sb x) harus memenuhi ≤ Ø .
Untuk sumbu lemah (sb y) harus memenuhi ≤ Ø .
, = Momen lentur terfaktor arah sumbu x dan y, N.mm.
= Kuat nominal dari momen lentur memotong arah y, N.mm.
Ø = Faktor reduksi (0,9).
Sumber:Desain Struktur Baja Berdasarkan AISC 2011, Wiryanto Dewobroto,2010.
Universitas Sumatera Utara
Page 46
32
= Kuat nominal dari momen lentur penampang. diambil nilai
yang lebih kecil dari kuat nominal penampang, N-mm.
b) Tegangan Lentur dan Momen Plastis.
Tegangan lentur merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya
momen lentur pada benda. Sehingga pelenturan benda disepanjang
sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertarik, karena bertambah panjang
dan sisi bagian bawah tertekan, karena memendek. Dengan demikian
struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan tarik,
sebaliknya dibagian bawah sumbu akan mengalami tegangan tekan.
Distribusi tegangan pada sebuah penampang akibat momen lentur dapat
dilihat pada gambar 2.11 dibawah. Pada daerah beban layan, penampang
masih memiliki sifat elastis pada gambar 2.11.1, kondisi tersebut dapat
berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat lelehnya ( ).
Setelah mencapai tegangan leleh (εy), tegangan akan terus naik tanpa diikuti
kenaikan tegangan.
Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (gambar 2.11.2), tahanan
momen nominal sama dengan momen leleh Myx, dan besarnya adalah :
…..persamaan(2.9)
Dan pada saat kondisi semua serat dalam penampang melampaui
regangan lelehnya maka dinamakan kondisi plastis (gambar 2.11.4).
Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis Mp,
dan besarnya :
…..persamaan(2.10)
Universitas Sumatera Utara
Page 47
33
c) Stabilitas
Stabilitas harus disediakan untuk struktur secara keseluruhan dan untuk
setiap elemennya. Stabilitas pada balok yang harus diperhitungkan adalah
lentur, geser, dan lendutan.
Jika balok dapat dihitung pada keadaan stabil dalam kondisi plastis
penuh maka kekuatan momen nominal dapat diambil sebagai kapasitas
momen plastis.
…..persamaan(2.11)
d) Kuat Lentur Nominal dengan Pengaruh Tekuk Lateral (LTB)
Kuat momen pada tipe kompak merupakan fungsi panjang tanpa
pertambatan, (gambar 2.12). Yang didefinisikan sebagai jarak antara
titik-titik pada dukung lateral atau pertambatan. Kuat lentur nominal dengan
pengaruh tekuk lateral (LTB) dapat dilihat pengaruhnya pada gambar2.13
terbagi atas 3 bagiandan , yaitu:
Gambar2.8 Efek Lokasi Pembebanan
Universitas Sumatera Utara
Page 48
34
LB< LP
LP< LB < LR
LR< LB
Gambar 2.10 Kondisi Batas Balok Lentur
Gambar2.9 Pertambatan Lateral
Universitas Sumatera Utara
Page 49
35
2.3.3. Pengaruh tekuk lateral dengan perbedaan lokasi
pembebanan
Penelitian untuk mengevaluasi efek dari perbedaan lokasi
pembebanan balok pada pengaruh tekuk lateral telah
dilakukan.melalui pengujian serta penelitian analitis lokasi
pembebanan terhadap balok ditemukan sangat berkontribusi
terhadap pengaruh tekuk lateral. Lokasi pembeanan yang
dicertakan diatas dapat dilihat melalui gambar 2.11.
Pengaruh tekuk lateral pada letak pembebanan yang berbeda juga
menentukan nilai momen kritis (Mcr). Pada penelitian Clark and
Hill (1960), tentang “LATERAL BUCKLING OF BEAMS” telah
menemukan solusi mendapatkan nilai momen kritis (Mcr)
terdapat pada persamaan(2.9).
√
[√
( )
( )
√
]
....persamaan(2.12)
Universitas Sumatera Utara
Page 50
36
Persama namaan diatas masih kekurangan 1 bagian penjelasan
yaitu tentang besar kecilnya nilai C2. Nilai C2 adalah nilai
berdasarkan jenis pembebanan serta jenis perletakan yang
direncanakan seperti gambar 2.15.
Gambar 2.12 Perletakan Beban
Universitas Sumatera Utara
Page 51
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendahuluan
Bagian ini membahas tentang metodologi penelitian perencanaan runway
beam pada hoist crane dengan menggunakan 3 model,yaitu:
IWF
Gambar 3.1 Profil I
Universitas Sumatera Utara
Page 52
38
Profil WF Dengan Channel Cap
Sistem Truss
Struktur akan didesain seekonomis mungkin dan mengacu pada persyaratan-
persyaratan kinerja lendutan, momen, gaya lintang, tegangan, dsb sesuai dengan SNI
1729-2015.
Gambar 3.2 Profil I dengan channel cap
Gambar 3.3 Profil I dengan sistem Truss
Universitas Sumatera Utara
Page 53
39
Tahapan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan desain dan ukuran gudang.
2. Membuat variasi permodelan dengan bentang 29 m.
3. Menggunakan pembebanan terpusat sebesar 2,5 ton.
4. Menghitung pembebanan yang terjadi pada bridge beam.
5. Memasukkan parameter utama yaitu panjang bentang,berat beban dan
masing-masing desain runway pada hoist crane, antara lain profil IWF,
profil wf dengan channel cap, serta sistem truss dengan bantuan program
SAP2000.
6. Setelah masing-masing model bangunan mendapatkan kekuatan yang
memenuhi ijin, maka ditetapkanlah sebagai model akhir.
7. Dari gambar akhir bangunan inilah, dihitung volume berat baja yang
dipakai untuk masing-masing model.
8. Dari ketiga model tersebut akan diambil penarikan kesimpulan model yang
mana lebih ekonomis untuk digunakan pada bentang 29 meter.
3.2. Desain Data
3.2.1. Perencanaan Umum
Gambar 3.4. Perencanaan Dimensi Bangunan
Dimensi bangunan yang direncanakan pada penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
Page 54
40
Menggunakan desain sendi – sendi dalam perencanaan.
Bentangbridge beam ( sendi – sendi) yang digunakan adalah sebesar 20
meter (bentang menengah) dan 30 meter (bentang panjang).
Kemiringan (α) rangka bridge beam yang dipakai adalah sebesar45o
Mutu profil baja diambil = 240 Mpa ( 2400 kg/cm2
)
Fungsi bridge beam adalah untuk pemasangan hoist crane untuk gudang
ataupun industri.
Bangunan hanya ditinjau dalam dua dimensional. Apabila bangunan cukup
kuat setelah ditinjau dalam dua dimensi, maka secara teoritis dan literatur
yang sudah pernah ada sebelumnya, bangunan otomatis lebih kuat apabila
ditinjau secara tiga dimensional.
3.2.2. Beban-Beban yang Bekerja
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur.gaya adalah sebuah
vector yang mempunyai besar dan arah. Pada umumnya penentuan besarnya beban
hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari
struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen
lainnya umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan pada beban yang bekerja
secara maksimum. Jenis beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan struktur
bangunan antara lain :
3.2.2.1. Beban Mati
Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban mati merupakan
berat dari semua bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa layannya,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut.
Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang
tetap pada posisinya selama struktur berdiri. Beban mati tetap berada pada struktur
dan tidak berubah sesuai dengan sistem struktur dan material yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Page 55
41
Beban mati yang biasanya diperhitungkan terdiri dari :
a. Berat kolom sendiri.
b. Berat sendiri balok .
c. Berat dinding.
d. Berat pelat lantai.
Besarnya beban mati pada suatu bangunan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
N0 Konstruksi Berat Satuan
1 Baja 7850 kg/m3
2 Beton Bertulang 2400 kg/m3
3 Beton 2200 kg/m3
4 Dinding pas bata ½ bt 250 kg/m2
5 Dinding pas bata 1 bt 450 kg/m2
6 Curtain + wall 60 kg/m2
7 Cladding +rangka 20 kg/m2
8 Pasangan batu kali 2200 kg/m3
9 Finishing Lantai(tegel) 2200 kg/m3
10 Plafon + penggantung 20 kg/m2
11 Mortar 2200 kg/m3
12 Tanah,Pasir 1700 kg/m3
13 Air 1000 kg/m3
14 Kayu 900 kg/m3
15 Baja 7850 kg/m3
16 Aspal 1400 kg/m3
Tabel 3-1 Berat bangunan berdasarkan SNI 03-1727-501989-F
Pada tugas akhir ini beban mati yang akan bekerja haya ada 1 macam, yaitu : berat
sendiri balok dengan mengunakan baja.
Universitas Sumatera Utara
Page 56
42
3.2.2.2. Beban Hidup
Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban hidup adalah semua
beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk
beban-beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-msin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari struktur dan dapat diganti selama masa layan dari struktur tersebut
sehingga menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Khusus untuk atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan,
baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air.
Beban Hidup Lantai Bangunan Besar Beban
Perkantoran,ruang kuliah,asrama,dll 250 kg/m2
Tangga dan Borders 300 kg/m2
Beban Pekerja 100 kg/m2
Lantai Atap 100 kg/m2
Tabel 3-2Beban hidup menurut kegunaan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F
Pada tugas akhir ini beban hidup yang akan bekerja haya ada 1 macam, yaitu : berat
hoist crane.
3.2.2.3. Kombinasi Pembebanan
Menurut SNI 1727-2013 Struktur, komponen, dan fondasi harus dirancang
sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban
terfaktor dalam kombinasi berikut:
Universitas Sumatera Utara
Page 57
43
1) 1,4 D
2) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (LR atau S atau R)
3) 1,2 D + 1,6 (LR atau S atau R) + (L atau 0,5 W)
4) 1,2 D + 1,0 W + 0,5 (LR atau S atau R)
5) 1,2 D + 1,0 E + L + 0,2 S
6) 0,9 D + 1,0 W
7) 0,9 D + 1,0 E
3.2.4. Kombinasi Pembebanan pada Crane (derek)
Pembebanan derek tidak bisa kita samakan dengan kombinasi pembebanan
diatas. Dikarenakan derek yang bergerak memiliki nilai beban terpusat yang
cukup besar sehingga diperlukan parameter tersendiri
3.2.4.1. Gaya Impak Vertikal
Beban hidup derek adalah berdasarkan nilai kapasitas dari derek tetapi pada
bagian beban rencana untuk balok, runway beam dan sebagainya harus memasukan
nilai dari gaya impak vertikal dan lateral yang diakibatkan oleh derek yang bergerak.
Impak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan (tumbukan)
dan dampak yang kuat (pengaruh). Dalam perancangan struktur dengan beban
getaran yang tidak biasa dan ada gaya impak perlu pengaturan yang tersendiri.Berikut
adalah persamaanentase nilai dari pengaruh gaya impak vertikal atau gaya getaran
beban derek menurut SNI 1727-2013,
Universitas Sumatera Utara
Page 58
44
3.2.4.2. Gaya Lateral
Pada balok runway beam tentunya memiliki gaya horizontal . Gaya lateral
diasumsikan bekerja arah horizontal pada permukaan traksi dari balok runway. Gaya
lateral pada derek balok runway beam dengan troli bertenaga listrik menurut SNI
1727-2013 diambil nilai sebesar 20 % dari jumlah nilai kapasitas derek dan beban
dari alat angkat dan troli.
JENIS DEREK PERSAMAANENTAS
E (%)
Derek rel tunggal (dengan tenaga) 25
Kabin dengan operator atau derek jembatan dioperasikan
secara remote( dengan tenaga)
Derek jembatan dioperasikan dengan gantungan (dengan
tenaga)
10
derek jembatan atau derek rel tunggal dengan jembatan
gigi berkendali tangan, troli, dan alat pengangkat
0
Sumber : SNI Pembebanan 2013
Tabel3-3 Gaya Impak pada Crane
Universitas Sumatera Utara
Page 59
45
3.3. Perhitungan Manual Menggunakan Parameter SNI 1729-2015
3.3.1. Detail Perencanaan
Gambar-gambar kerja atau spesifikasi atau kedua-duanya untuk komponen
struktur atau struktur baja secara keseluruhan harus mencantumkan hal-hal berikut:
1) ukuran dan peruntukan tiap-tiap komponen struktur;
2) ukuran dan kategori baut dan pengelasan yang digunakan pada sambungan-
sambungan;
3) ukuran-ukuran komponen sambungan;
4) lokasi dan detail titik kumpul, serta sambungan dan sambungan lewatan yang
direncanakan;
5) setiap kendala pada saat pelaksanaan yang diasumsikan dalam perencanaan;
6) lawan lendut untuk setiap komponen struktur;
7) ketentuan-ketentuan lainnya.
3.3.2. Batas-Batas Lendutan
Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai
peraturan yang berlaku. Batas lendutan maksimum menurut AS 1418.18—2001
diberikan dalam Tabel 3-3.
Kondisi Batas lendutan
defleksi statis vertikal karena semua beban mati dan
beban hidup tanpa faktor dinamis (untuk semua bentuk
girder)
lendutan lateral flens atas yang disebabkan oleh gaya
inersia (maksimum 10 mm)
Tabel 3-4 Batas lendutanmaksimum*
Universitas Sumatera Utara
Page 60
46
* L adalah panjang bentang
3.3.3. Kuat Lentur Nominal Penampang
Kuat lentur nominal, Mn , harus nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan
keadaan batas dari leleh (momen plastis) dan tekuk torsi lateral.
3.3.3.1. Kuat Nominal pada Komponen Struktur I Kompak
Pada SNI 1729-2015 komponen struktur I kompak adalah sebagai berikut:
1) Untuk komponen struktur yang memenuhi kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah
2) Untuk komponen struktur yang memenuhi kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah
[ - (
)]
3) Untuk komponen struktur yang memenuhi kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah
Mn = Fcr Sx ≤ Mp
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
Page 61
47
(
) √
(
)
√
√
√√
(
)
Keterangan :
Mmax = Momen maksimum pada bentang yang ditinjau.
MA = Momen pada ¼ bentang.
MB = Momen pada ½ bentang.
MC = Momen pada ¾ bentang.
Cb = Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral.
=Panjang bentang antara 2 pengekang yangberdekatan,mm.
= Jari-jari girasi terhadap sumbu tengah, mm.
A = Luas penampang, mm2.
Universitas Sumatera Utara
Page 62
48
Sx = Modulus penampang, mm3.
J = Konstanta torsi,mm4
Cw = Konstanta wraping,mm6
3.3.3.2. Kuat Nominal pada Komponen Struktur Berbentuk Persegi atau
Persegi Panjang
Pada SNI 1729-2015 komponen struktur berbentuk persegi atau persegi
panjang adalah sebagai berikut:
a. Tekuk lokal pelat sayap
1. Untuk penampang kopak, keadaan batas dari tekuk lokal
sayap tidak diterapkan
2. Untuk penampang sayap non kompak
3. Untuk penampang dengan sayap langsing
b. Tekuk lokal pelat badan
1. Untuk penampang kompak, keadaan batas dari tekuk
lokal badan tidak diterapkan.
2. Untuk penampang dengan badan nonkompak
Universitas Sumatera Utara
Page 63
49
Keterangan :
=Panjang bentang antara 2 pengekang yangberdekatan,mm.
A = Luas penampang, mm2.
Sx = Modulus penampang, mm3.
J = Konstanta torsi,mm4
Se = modulus penampang efektif ditentukan dengan
lebar efektif, be , dari sayap tekan diambil sebesar:
Universitas Sumatera Utara
Page 64
50
3.4. Faktor Kelangsingan
3.4.1.Faktor Kelangsingan memikul tekan aksial
Pada SNI 1729-2015 rasio tebal terhadap lebar elemen tekan komponen
struktur memikultekan aksial adalah
No ELEMEN
Rasio
lebar
tebal
λr batas tidak
langsing
DESKRIPSI
PENAMPANG
1
Sayap profil gilas I-
WF, UNP dan
Tee,atau siku ganda
tanpa spasi, juga
pengaku pada profil
gilas
√
2
Sayap profil built-up
IWF simetri ganda dan
pelat pengakunya
√
3
Lengan profil siku
tunggal atau ganda
dengan pemisah, atau
pelat pengaku bebas
yang lain
√
4 Lengan profil Tee
√
5 Badan profil I simetri
ganda dan UNP
√
Universitas Sumatera Utara
Page 65
51
6 Sayap profil kotak
ketebalan sama
√
7
Cover-plate / pelat
diaphragm antar alat
sambung
√
8 Elemen profil yang
tertahan secara umum
√
9 pipa
√
Tabel 3-4 faktorkelangsinganterhadaptekanaksial ( Table B4.1a SNI 1729-2015)
3.4.2.Faktor Kelangsingan memikul lentur
Pada SNI 1729-2015 rasio tebal terhadap lebar elemen tekan
komponen struktur memikul lentur adalah :
Universitas Sumatera Utara
Page 66
52
ELEMEN
Rasio
lebar
tebal
λp kompak /
nonkompak
λr
kompak
/
nonkom
pak
DESKRIPSI
PENAMPANG
Sayap profil
gilas I-WF,
UNP dan Tee
√
√
Sayap profil
tersusun I-WF,
simetri ganda
dan tunggal
√
√
Lengan profil
siku tunggal
√
√
Sayap profil I-
WF dan UNP
pada sumbu
lemah
√
√
Lengan profil
Tee
√
√
Badan profil I
simetri ganda
dan UNP
√
√
Universitas Sumatera Utara
Page 67
53
Tabel 3-5faktorkelangsinganterhadaplentur ( Table B4.1b SNI 1729-2015
Badan profil I
simetri tunggal
√
Sayap profil
kotak
ketebalan
sama
√
√
Sayap pelat
penutup/
diaphragm
antar alat
sambung
√
√
Badan profil
kotak
ketebalan
sama
√
√
pipa
√
√
Universitas Sumatera Utara
Page 68
54
BAB IV
PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL BAJA
4.1 GEOMETRI STRUKTUR
L = 30 meter
ϴ = 10
H = 8 meter
H’ = 6 meter
Y = ( L/2 )*tan ϴ = 2,645 meter
Lrafter = ( L/2 )*cotan ϴ = 15,232 meter
Lportal = 6 meter
Lconsole = 0,5 meter
Gambar 4.1 Portal Baja
Universitas Sumatera Utara
Page 69
55
4.2DATA MATERIAL
Material baja yang digunakan dalam desain struktur baja ini adalah baja Hot-Rolled ( Profil
WF , C , L , dan H ) dengan kekuatan leleh ( Fy ) sebesar 240 Mpa.
E = 200.000 Mpa , G = 76923 Mpa
4.3 PEMBEBANAN
Pembebanan yang ditinjau sebagai beban desain dalam perhitungan perencanaan struktur
portal baja dalam penelitian ini yaitu :
1. Beban Mati ( Dead Load )
Mencakup berat sendiri profil baja dan beban atap qatap = 10kg/m2
2. Beban Hidup ( Live Load )
Mencakup beban-beban sebagai berikut :
qatap = 20 kg/m2
Pcrane = 10000 kg
3. Beban Angin ( Wind Load )
Beban angin yang bekerja diambil , qangin = 30 kg/m2
4.4 PERENCANAAN GORDING
Direncanakan gording dengan jumlah gording dalam 1 balok atap sebanyak :
Digunakan jarak antar gording sebesar , S = 1,2 m
n = 12,7 buah
Jadi , digunakan 12 buah gording dengan jarak 1,2 m dan 1 buah gording dengan jarak
0,832 meter.
Beban yang bekerja pada gording :
1. Beban mati
Berat sendiri gording = q kg/m
Berat atap = 10 kg/m2 . Sgording = 12 kg/m
Universitas Sumatera Utara
Page 70
56
2. Beban hidup
Beban hidup atap = 20 kg/m2 . Sgording = 24 kg/m
Kombinasi pembebanan yang ditinjau dalam perencanaan gording :
1,2 DL + 1,6 LL
Pada arah sumbu lemah ( sumbu y ) digunakan track stang dengan jarak antar track
stang sebesar 2 meter.
Digunakan profil Lip-channel C 150 x 50 x 20 x 3 dengan data sebagai berikut :
q = 6,37 kg/m
Ix = 265 cm4
Iy = 27 cm4
ry = 1,82 cm
Zx= 35,4 cm3
Zy= 7,8 cm3
Cw= 1334 cm6
J = 2432 mm4
Perhitungan gaya-gaya dalam pada gording :
Universitas Sumatera Utara
Page 71
57
Perhitungan gaya terhadap sumbu – x :
qx = [1,2( 12+ q ) + 1,6( 24 )] cos ϴ = 60,44 kg/m
Mx = (1/8)( qx )( Lportal )2 = 264,735 kgm
Perhitungan gaya terhadap sumbu – y :
qy = [1,2( 12 + q ) + 1,6( 24 )] sin ϴ = 10,373 kg/m
Mx = (1/8)( qy )( Ly )2 = 5,2 kgm
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
( Tabel B4.1b SNI 1729:2015 )
B/tf = 50/3 = 16,67
Batas penampang kompak , √ 10,748
Batas penampang non kompak , √ 28,28
Maka penampang badan adalah penampang non kompak
Universitas Sumatera Utara
Page 72
58
2. Penampang badan ( web )
( Tabel B4.1b SNI 1729:2015 )
H/t = 150/3 = 50
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
1. Terhadap sumbu - x
Untuk perhitungan kekuatan nominal profil kompak kanal melengkung di sumbu major
dapat dilihat pada SNI 1729:2015 bagian F2
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = Fy.Zx = 1359,36 kgm
b. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 2000 mm
Lp = √
920,93 mm
rts = √√
23,15 mm
c = (
)√ = 1,00
Lr =
√
√(
) (
) = 2792 mm
Karena Lp< Lb<Lr , maka nilai Mn dapat dicari dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
Page 73
59
Mn = ( ) (
) 343,1 kgm
Mn = 0,9( 343,1 ) = 308,7 kgm
Cek persyaratan strength limit state :
Mn> Mux
308,7 kgm > 264,735 kgm
Stress strength ratio = 0,86
2. Terhadap sumbu – y
Untuk perhitungan kekuatan nominal profil kompak kanal melengkung di sumbu major
dapat dilihat pada SNI 1729:2015 bagian F6
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = 1,6.Fy.Zy = 304 kgm
b. Tekuk Lokal Sayap
Untuk penampang sayap non kompak , momen nominal penampang adalah :
Mn = (
) = 125,83 kgm
Mn = 0,9( 125,83 ) = 113,247 kgm
Cek persyaratan strength limit state :
Mn> Mux
113,247 kgm > 5,2 kgm
Stress strength ratio = 0,046
Universitas Sumatera Utara
Page 74
60
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
0,86 + 0,046 < 1
0,9< 1
Cek terhadap lendutan :
Lendutan diperiksa terhadap kondisi beban layan ( faktor beban = 1 )
qx = 37,78 kg/m . cos ϴ = 37,2 kg/m
qy = 37,78 kg/m . sin ϴ = 6,56 kg/m
√
18,46 mm
Lendutan izin dalam kondisi layan :
Karena < Δizin , maka profil memenuhi syarat lendutan.
Universitas Sumatera Utara
Page 75
61
4.5 PERENCANAAN BALOK HOIST CRANE
Balok hoist crane direncanakan dengan menggunakan balok double box-girder dengan
data profil sebagai berikut :
B = 300 mm
H =1000 mm
tw = 10 mm
tf = 14 mm
Hw = 974 mm
H0 = 988 mm
Data properti penampang :
Ix = (
) *(
) ( ) + = 3,151.10
9 mm
4`
Iy = (
) ⁄ (
) =2,828.10
8 mm
4
Zx =*
+ (
) =3,65.106 mm
3
Zy =
* ( )
+ 1,78.10
7 mm
3
Gambar 4.2 Perencanaan balok Hoist crane
Universitas Sumatera Utara
Page 76
62
A = 2.[( B.tf ) + ( Hw.tw )] = 27920 mm2
q = A.γbaja = 219,2 kg/m
Perhitungan gaya-gaya ultimit pada balok hoist-crane :
Panjang bentang hoist-crane : L = 30 m – 2.Lconsole = 29 meter
Beban pada 1 balok box-girder : P = Pcrane/2 = 5 Ton
Faktor kejut ( impact factor ) = 1,25
Beban crane desain : P = 5 Ton . 1,25 = 6,25 Ton
Kombinasi pembebanan ultimit : 1,2DL + 1,6LL
Momen maksimum akibat berat sendiri :
23043 kgm
Momen maksimum akibat beban crane :
11328,125 kgm
Momen ultimit :
Mu = 1,2MDL + 1,6MLL =34371,525 kgm
Gambar 4.3 Gaya ultimit pada
balok hoist crane
Universitas Sumatera Utara
Page 77
63
Gaya geser ultimit :
Vu = 1,2( q.L) + 1,6( P/2 ) = 8878,16 kg
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 10,71
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
2. Penampang badan ( web )
H/t = 976/10 = 97,6
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
Kekuatan nominal penampang untuk penampang boks dapat dilihat pada SNI
1729:2015 bagian F7 yaitu :
Kondisi pelelehan :
Mn = Mp = Zx.Fy = kgm
*Karena penampang kompak , maka tekuk lokal tidak terjadi
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Mn> Mu
0,9() kgm > 33263 kgm
kgm > 33263 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 78
64
Cek terhadap lendutan :
45mm
Lendutan izin dalam kondisi layan :
Karena < Δizin , maka profil memenuhi syarat lendutan.
Cek terhadap geser :
Kuat tahanan geser nominal diatur dalam SNI 1729:2015 bagian G5 yaitu :
Untuk profil pelat badan dari simetri tunggal atau ganda yang direncanakan tanpa
memanfaatkan kekuatan pasca tekuk , kuat geser nominal adalah sebagai berikut :
Vn = 0,6 Fy Aw Cv
Vn = 0,6 ( 240 ) ( 2 x 10 x 976 ) ( 1,0 )
Vn = 281088 kg
Persyaratan limit state :
ϕVn> Vu
0,75 ( 281088 ) kg > 8878,16 kg
210816 kg > 8878,16 kg
Universitas Sumatera Utara
Page 79
65
4.6 PERENCANAAN CONSOLE
Console direncanakan sebagai dudukan dari runway beam dan bridge beam dan bekerja
sebagai balok kantilever terhadap kolom struktur.
Dimana :
P = Vu.2 = 8878,16kg.2 = 17756.32 kg
Mu = P.Lconsole = 8878,16 kgm
Digunakan profil WF 400x200x8x13 :
Zx = 1190 cm3
ry = 4,54 cm
Lp = √
2306 mm
Karena Lb = 500 mm < Lp = 2306 mm , maka Mn diambil pada kondisi pelelehan :
Mn = Zx.Fy = 28560 kgm
Gambar 4.4 Perencanaan Console
Universitas Sumatera Utara
Page 80
66
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Mn> Mu
0,9( 28560 ) kgm > 8878,16 kgm
25704 kgm > 8878,16 kgm
4.7 ANALISA STRUKTUR UNTUK BALOK ATAP DAN KOLOM
Beban angin yang bekerja pada struktur portal baja :
Dimana untuk bangunan tertutup :
Di pihak angin : ϴ< 65 C1 = 0,02.ϴ - 0,4
65 <ϴ< 90 C1 = 0,9
Di belakang angin : C2 = -0,4
Maka gaya angin yang bekerja pada struktur portal baja adalah :
Q1 = 30 kg/m2 . 6 m . 0,9 = 162 kg/m
Q2 = 30 kg/m2 . 6 m . (-0,2) = -36 kg/m
Q3 = 30 kg/m2 . 6 m . (-0,4) = -72 kg/m
Gambar 4.5 atap dan kolom
Universitas Sumatera Utara
Page 81
67
Q4 = 30 kg/m2 . 6 m . (-0,4) = -72 kg/m
Beban pada balok atap meliputi :
Beban mati : 10kg/m2 . 6 m = 60 kg/m
Berat sendiri balok diasumsi 100kg/m
Total berat sendiri balok atap = 160 kg/m
Beban hidup : 20 kg/m2 . 6 m = 120 kg/m
Kombinasi pembebanan ultimit yang disyaratkan pada SNI 1727:2013 pasal 2.3.2 adalah
sebagai berikut :
1. 1,4DL
2. 1,2DL + 1,6LL + 0,5Lr
3. 1,2DL + 1,6Lr + ( L atau 0,5W )
4. 1,2DL + 1,0W + L + 0,5Lr
5. 1,2DL + 1,0E + L + 0,2S
6. 0,9DL + 1,0W
7. 0,9DL + 1,0E
Dengan mempertimbangkan beban-beban yang bekerja pada struktur maka digunakan
beberapa kombinasi dari kombinasi diatas yaitu kombinasi (1),(2) dan (4)
Universitas Sumatera Utara
Page 82
68
Analisa struktur dilakukan dengan bantuan program SAP2000 dengan permodelan
beban sebagai berikut :
1. Beban mati ( DL )
2. Beban hidup ( LL )
Beban hidup crane diposisikan pada kondisi crane diposisi sebelah kiri portal.
Universitas Sumatera Utara
Page 83
69
Gaya horizontal yang bekerja saat crane bekerja sebesar 15% sesuai dengan persyaratan
pembebanan SNI 2013.
3. Beban angin ( WL )
Hasil perhitungan analisa struktur ditampilkan dalam tabel berikut :
Balok atap
Struktur
Kombinasi
Mu
( kgm )
Vu
( kg )
Balok
1,4DL 12716 3030
1,2DL+1,6LL 21231,7 5096,5
1,2DL+1,0L+1,0W 10182 3306
1,2DL+1,0L-1,0W 24532 5011
Kolom
Struktur
Kombinasi
Mu
( kgm )
Vu
( kg )
Pu
( kg )
Kolom
1,4DL 11173,8 1900 7861,6
1,2DL+1,6LL 18059 3069 14662,945
1,2DL+1,0L+1,0W 8543 1938 10778
1,2DL+1,0L-1,0W 21213 3443 12603,7
Tabel 4.1 Analisa Struktur Pada balok atap dan kolom
Universitas Sumatera Utara
Page 84
70
4.8 DESAIN STRUKTUR BALOK ATAP ( RAFTER )
Gaya-gaya ultimit yang bekerja pada balok atap :
Mu = 25432 kgm
Vu = 5011 kg
Digunakan balok WF 450x200x14x9 dengan data sebagai berikut :
Ix = 33500 cm4
Iy = 1870 cm4
Zx = 1668,8 cm3
Zy = 209,44 cm3
Sx = 1490 cm3
Sy =187 cm3
ry = 4,4 cm
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 7,14
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
2. Penampang badan ( web )
H/t = 50
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Universitas Sumatera Utara
Page 85
71
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
Untuk perhitungan kekuatan nominal profil kompak simetris ganda melengkung di sumbu
major dapat dilihat pada SNI 1729:2015 bagian F2
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = Fy.Zx = 40051 kgm
b. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 1200 mm
( Lb = jarak antar gording , karena gording juga berfungsi sebagai pengaku lateral pelat
sayap atas )
Lp = √
2235 mm
Karena Lb< Lp , maka kondisi yang terjadi adalah pelelehan sehingga Mn = Mp
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Mn> Mu
0,9( 40051 ) kgm >25432 kgm
36045 kgm >25432 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 86
72
4.9 DESAIN STRUKTUR KOLOM
Gaya-gaya ultimit yang bekerja pada balok atap :
Mu = 18059 kgm
Vu = 3069 kg
Pu = 14662,945 kg
Digunakan balok WF 450x200x14x9 dengan data sebagai berikut :
Ix = 33500 cm4
Iy = 1870 cm4
Zx = 1668,8 cm3
Zy = 209,44 cm3
Sx = 1490 cm3
Sy =187 cm3
ry = 4,4 cm
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 7,14
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
2. Penampang badan ( web )
H/t = 50
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Universitas Sumatera Utara
Page 87
73
Untuk struktur kolom , digunakan lateral bracing berupa C150x50 pada arah sumbu lemah
dengan membagi tinggi kolom menjadi 4 , sehingga panjang tekuk kolom terpanjang
adalah sebesar , Lb = 2 meter.
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
Untuk perhitungan kekuatan nominal profil kompak simetris ganda melengkung di sumbu
major dapat dilihat pada SNI 1729:2015 bagian F2
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = Fy.Zx = 40051 kgm
b. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 2000 mm
Lp = √
2235 mm
Cw =
= 888698800000 mm
6
rts = √√
52,3 mm
c = (
)√ = 1
J =
∑
= 468412,6 mm4
Lr =
√
√(
) (
) = 6673 mm
Karena Lb< Lp, maka nilai Mn dapat dicari dengan persamaan :
Mn = = 40051 kgm
Mn = 36045,9 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 88
74
Cek kekuatan aksial penampang :
Kelangsingan profil , λ = KL/ry = 2000 mm/44 mm = 45,45
Batas kelangsingan profil , 4,71√ = 133,2
Karena λ <4,71√ = 133 , maka tekuk yang terjadi adalah tekuk inelastis
Maka,
Fcr = (
).Fy
Dimana, Fe = tegangan tekuk euler
Fe =
= 960,94 N/mm
2
Fcr = 216N/mm2
Pn = A.Fcr = 9680 mm2.( 216 N/mm
2 ) = 144288 kg
ϕPn = 115430 kg
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Pu/ϕPn = 0,127
Mu/ϕMn = 0,501
+
(
)< 1
0,572 < 1 (ok)
Universitas Sumatera Utara
Page 89
75
BAB V
DESAIN RUNWAY BEAM
5.1 BENTUKRUNWAY BEAM
Runway beam dalam penelitian ini ditinjau dengan 3 bentuk untuk
memperhitungkan keefektifan dan keekonomisan dari desain profil yang digunakan dalam
perencanaan runway beam.Adapun bentuk-bentuk runway beam yang ditinjau sebagai
berikut :
a. Profil WF
b. Profil WF dengan Channel cap
Universitas Sumatera Utara
Page 90
76
c. Profil WF dengan sistem Truss
Gambar 5.1 Profil -profil yang digunakan
Dasar dari pemilihan bentuk-bentuk sistem runway beam adalah untuk
mengantisipasi gaya horizontal yang bekerja pada runway beam ( sesuai dengan
persyaratan pembebanan SNI 2013 ) yaitu sebesar 15% dari beban crane sehingga
menimbulkan momen pada arah sumbu lemah dari runway beam.
Universitas Sumatera Utara
Page 91
77
5.2 PEMBEBANAN PADA RUNWAY BEAM
Beban dari bridge beam dan angkatan crane didistribusikan menjadi 2 beban terpusat pada
runway beam dengan jarak antar roda crane ( s ) sebesar 1500 mm.
Gambar 5.2 . Konfigurasisistem crane
Beban-beban yang bekerja pada runway beam terdiri dari :
1. Beban angkatan crane
P = Pcrane.(1,25)/2 = 1562,5 kg
H = 0,2( P )= 235 kg
2. Berat sendiri Bridge beam
qbridge-beam = 220 kg/m
Lcrane = 29 meter
Beban akibat berat sendiriBridge beam yang ditahan oleh runway beam :
P = 220kg/m . 29 m / 2 = 3190 kg
Universitas Sumatera Utara
Page 92
78
Perhitungan gaya-gaya maksimum pada runway beam :
Kombinasi pembebanan yang ditinjau : 1,2DL + 1,6LL
1,2DL = 1,2( 3190 kg ) = 3828 kg
1,6LL = 1,6( 1562,5 kg ) = 2500 kg
1,6LL = 1,6( 235 kg ) = 376 kg
Jadi , Px = 6328 kg
Py = 376 kg
Momen maksimum akibat beban crane pada sumbu kuat :
Mux = Px ( ½ ( Lp – s )) = 14238 kgm
Momen maksimum akibat beban crane pada sumbu lemah :
Muy = Py ( ½ ( Lp – s )) = 846 kgm
Torsi pada penampang WF :
T = Py ( H/2 ) = 94 kgm
Px
Py
Gambar5.3 Gaya –gaya yang terjadipada runway beam
Universitas Sumatera Utara
Page 93
79
5.3 DESAIN PROFIL WF
5.3.1 PROPERTI PENAMPANG
Digunakan profil WF 450x200x9x14 dengan data penampang sebagai berikut :
Ix = 33500 cm4
Iy = 1870 cm4
Sx = 1490 cm3
Sy = 187 cm3
Zx = 1670 cm3
Zy = 300 cm3
ry = 44 mm
Hw = 422 mm
H0 = 436 mm
J =
∑(
) mm4
Zy ( sayap atas ) =
140 cm
3
Cw =
= 8,89 . 10
11 mm
6
Momen akibat berat sendiri :
Mx = (1/8)( q )( Lportal )2 = 342 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 94
80
5.3.2 PERHITUNGAN KUAT NOMINAL PENAMPANG
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 6,25
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
2. Penampang badan ( web )
H/t = 468/10 = 46,8
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Rumusperhitungandiambildari SNI Baja 2015 hal 50 tentangKomponenstruktur I danKanal
yang kompak
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
1. Terhadap sumbu - x
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = Fy.Zx = 40021 kgm
b. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 6000 mm
Lp = √
2236 mm
rts = √√
52,3 mm
c = (
)√ = 1,00
Lr =
√
√(
) (
) = 6677 mm
Karena Lp< Lb<Lr , maka nilai Mn dapat dicari dengan persamaan :
Mn = ( ( ) (
) 27300 kgm
Mn = 0,9( 27300 ) = 24570 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 95
81
2. Terhadap sumbu y
Karena penampang adalah kompak sehingga tekuk lokal tidak terjadi.Maka momen
nominal penampang terhadap sumbu y adalah :
Mny = Zy.Fy = 7200 kgm
3. Terhadap gaya Torsi
Torsi bekerja pada pelat sayap atas profil sehingga kelelehan yang terjadi adalah pada
pelat sayap atas profil.Maka tegangan geser akibat torsi pada pelat sayap atas adalah
:Rumus ini diambil dari rumus tegangan torsi dengan penampang tipis terbuka
FT = (( )(
)
(
)( )
)=2,01 Mpa
Momen kearah sumbu y akibat torsi dikonversikan dari nilai tegangan yang terjadi
pada pelat sayap atas.
21,42 Mpa
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Mux/ϕMnx = 0,6
Muy/ϕMny = 0,1175
FT/ϕFy = ( 2,01+21,42 )/( 0,54 x 240 ) = 0,18
Total rasio = 0,9< 0,95
Universitas Sumatera Utara
Page 96
82
5.3.3 KONTROL TERHADAP LENDUTAN
Lendutan sumbu x :
Lendutan izin dikontrol sebesar L/500 = 20 mm
Lendutan sumbu y :
Lendutan izin dikontrol sebesar L/500 = 20 mm
Jadi desain runway beam dengan profil WF dibutuhkan profil WF 450x200.
Universitas Sumatera Utara
Page 97
83
5.4 DESAIN PROFIL WF DENGAN CHANNEL CAP
5.4.1 PROPERTI PENAMPANG
Digunakan profil WF 350x175x11x7 dengan data :
Ix = 13600 cm4
Iy = 792 cm4
Sx = 641 cm3
Sy = 91 cm3
Zx = 718 cm3
Zy = 145,6 cm3
ry = 38,8 mm
Hw = 328 mm
H0 = 339 mm
A = 6314 mm2
Untuk channel-cap , digunakan profil UNP 250x90x9x13 dengan data :
A = 4407 mm2
e = 24,3 mm
Ix = 4180 cm4
Iy = 306 cm4
Sx = 335 cm3
Sy = 46,5 cm3
Universitas Sumatera Utara
Page 98
84
Perhitungan titik berat profil built-up :
Section Area(mm2) Yb(mm) A.Yb Ix0
W 6314 175 1104950 1,36E+08
C 4407 354,5 1562281,5 4,18E+07
Total 10721 2667231,5 1,78E+08
Yb = 249 mm
Yt = 110 mm
Momen inersia dari profil built-up :
∑ (
) ( )
Iy = Iy(WF) + Iy(WC) = 1,29. 107 mm
4
Menghitung tebal pelat sayap ekuivalen :
Iy-atas = (1/12).B3.tf + Iy(WC) = 7,97 .10
6 mm
4
Tabel 5-1PerhitunganTitikBeratprofil built-up
Universitas Sumatera Utara
Page 99
85
Aatas = B.tf + Ac = 6332 mm2
Dimana : Be = lebar ekuivalen pelat sayap atas
Te = tebal ekuivalen pelat sayap atas
Maka , nilai Be dan Te dapat dicari dengan persamaan :
Ae = Aatas
Iy(e) = Iy-atas
Didapatkan nilai : Be = 122,92 mm
Te = 51,5 mm
Menghitung properti penampang ekuivalen :
Section A Yb A*Yb Ix0
mm2 mm mm
3 mm
4
A 1925 5,5 10587,5 19410,42
B 2296 175 401800 20584405,33
C 6332 364,76 2309637,984 27181,66
∑ 10553 2722025,484 20630997,41
Yb = 257,94 mm
Yt = 132,57 mm
Momen inersia penampang pelat bawah :
Iy-bawah = (1/12).(B).tf3 = 4,913 .10
6 mm
4
Total momen inersia :
Iy = 12,883 . 106 mm
4
Radius girasi :
ry = √ = 35,48 mm
Tabel 5-2Perhitungan property penampangekuivalen
Universitas Sumatera Utara
Page 100
86
Section properties penampang :
Sx-atas = Ix / Yt = 1845 cm4
Sy-bawah = Ix/Yb = 948 cm4
( Sx-bawah/Sx-atas ) = 0,51 < 0,7
Konstanta torsi penampang :
J = JWF + JC = 192784 + 192570 = 385354 mm4
Menghitung pusat geser penampang ekuivalen :
d’ = Htotal – ( Te + tf )/2 = 390,5 – ( 51,5 – 11 )/2 = 370,25 mm
α = 1/( 1 + (Be/B)3(Te/tf) ) = 0,38
Y0 = Yt – ( Te/2 ) – α.d’ = 33,875 mm ( diatas Yt )
Gambar 5.4Pusat geser penampang ekuivalen
Torsi pada penampang :
T = H ( Yt – Y0 ) = 376 kg ( 0,132 – 0,033 ) = 37,6 kgm
Universitas Sumatera Utara
Page 101
87
5.4.2 PERHITUNGAN KUAT NOMINAL PENAMPANG
Cek kelangsingan penampang :
1. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 7,95
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
2. Penampang badan ( web )
H/t = 52,9
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
Perhitungan kekuatan lentur untuk profil I simetris tunggal ditentukan dalam SNI
1726:2015 pada bagian F4 sebagai berikut :
1. Terhadap sumbu - x
a. Kondisi Leleh Sayap Bawah
Mn = Mp = Fy.Zx = 22752 kgm
b. Kondisi Leleh Sayap atas
Mn = Mp = Fy.Zx = 44280 kgm
c. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 6000 mm
aw =
= 0,18
Universitas Sumatera Utara
Page 102
88
rts =
√ (
)
= 36,54 mm
Lp = √
1160 mm
Lr =
√
√(
) (
) = 10271 mm
Karena Lp< Lb<Lr , maka nilai Mn dapat dicari dengan persamaan :
Mn = ( ( ) (
) 40570kgm
Maka , digunakan nilai Mn terkecil yaitu ϕMn = 20478 kgm
2. Terhadap sumbu y
Karena penampang adalah kompak sehingga tekuk lokal tidak terjadi.Maka momen
nominal penampang terhadap sumbu y adalah :
Mny = Zy.Fy = 7680 kgm
3. Terhadap gaya Torsi
Torsi bekerja pada pelat sayap atas profil sehingga kelelehan yang terjadi adalah pada
pelat sayap atas profil.Maka gaya geser akibat torsi pada flens adalah :
FT= (( )(
)
(
)( ))=0,891
Tegangan geser akibat torsi murni :
Universitas Sumatera Utara
Page 103
89
0,878 Mpa
Cek terhadap persyaratan strength limit state :
Mux/ϕMnx = 0,6
Muy/ϕMny = 0,1175
FT/ϕFy=(0,878 + 0,891/0,54.240) = 0,014
Total rasio = 0,7315< 0,95
5.4.3 KONTROL TERHADAP LENDUTAN
Lendutan sumbu x :
Lendutan izin dikontrol sebesar L/500 = 20 mm
Lendutan sumbu y :
Lendutan izin dikontrol sebesar L/500 = 20 mm
Jadi desain runway beam dengan profil WF+Channel cap dibutuhkan profil WF 350x175
dan UNP 250x90x9x13
Universitas Sumatera Utara
Page 104
90
5.5 DESAIN PROFIL DENGAN TRUSS
5.5.1 GEOMETRI SISTEM TRUSS
Gambar 5.5 Konfigurasi rumway beam dengan Truss
Sistem rangka atau Truss ke arah sumbu lemah balok bertujuan untuk mencegah terjadinya
momen ke arah sumbu lemah dan sebagai pengaku lateral pada balok untuk mencegah
terjadinya tekuk torsi lateral pada balok.
5.5.2 PROPERTI PENAMPANG BALOK
Digunakan profil WF 396x199x7x11 dengan data penampang sebagai berikut :
Ix = 20000 cm4
Hw = 374 mm
Iy = 1450 cm4
H0 = 385 mm
Sx = 1010 cm3
Sy = 145 cm3
Zx = 1131 cm3
Zy = 101,92 cm3
ry = 44,8 mm
Universitas Sumatera Utara
Page 105
91
Momen akibat berat sendiri :
Mx = (1/8)( q )( Lportal )2 = 254,7 kgm
5.5.3 PERHITUNGAN KUAT NOMINAL PENAMPANG
Cek kelangsingan penampang :
3. Penampang sayap ( flange )
λ = B/2.tf = 9,0
Batas penampang kompak , √ 10,748
Maka penampang sayap adalah penampang kompak
4. Penampang badan ( web )
H/t = 53,4
Batas penampang kompak , √ 106,34
Maka penampang badan adalah penampang kompak
Perhitungan kekuatan nominal lentur penampang :
a. Kondisi Leleh
Mn = Mp = Fy.Zx = 27148 kgm
b. Tekuk Torsi Lateral
Lb = 2500 mm
Lp = √
2640 mm
Karena Lb< Lp , maka tidak terjadi tekuk torsi lateral
Kuat nominal penampang arah sumbu kuat , ϕMn = 24433 kgm
Demand/Capacity ratio = Mu/ϕMnx = 0,87< 0,95 ........... oke
Universitas Sumatera Utara
Page 106
92
5.5.4 DIMENSI SISTEM TRUSS
Perhitungan gaya ultimit dan dimensi pada sistem rangka dilakukan dengan bantuan
program analisa struktur SAP2000 dengan model sebagai berikut :
Gambar 56. Model sistem rangka ( Beban mati )
Gambar 5.7 .Model sistem rangka ( Beban hidup )
Universitas Sumatera Utara
Page 107
93
Dari hasil analisa dengan program SAP2000 , didapatkan hasil ukuran profil untuk sistem
rangka sebagai berikut :
a. Tie Beam
Profil = C150.50.20.5
D/C = 0,071
b. Truss
Profil = L50.50.5
D/C = 0,122
5.5.5 KONTROL TERHADAP LENDUTAN
Lendutan izin dikontrol sebesar L/500 = 20 mm
Universitas Sumatera Utara
Page 108
94
5.6 PERBANDINGAN EKONOMI TIAP TIPE RUNWAY BEAM
Pembatasan perbandingan dari segi ekonomi dalam penelitian ini ditinjau dari berat besi
yang digunakan untuk memenuhi kriteria minimum dari syarat-syarat desain runway
beam.Hasil analisa perbandingan ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 5.3 Perbandingan berat besi tipe runway beam
Tipe Runway Beam Panjang
( m )
Berat / m
( kg/m )
Total berat
( kg )
Tipe WF :
WF 450.200.9.14
6
76
456
Tipe WF+Channel Cap :
WF 400.200.8.13
UNP 250.90.9.13
6
6
66
34,6
Total
396
207.6
603,6
Tipe Truss :
WF 396.199.7.11
L50.50.5
L50.50.5
C150.20.3
6
4 x 2,6
3 x 0,725
6
56,5
3,77
3,77
6,37
Total
339
24.8
8,2
38.22
410,22
Dari hasil perbandingan diatas , dapat dilihat bahwa tipe runway beam yang memberikan
sisi paling ekonomis dari segi berat material adalah dengan sistem rangka.
Universitas Sumatera Utara
Page 109
95
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tugas akhir ini membahas mengenai buckling yang diakibatkan oleh bridge beam
memikul beban yang terlalu berat serta mendesign profil sedemikian rupa sehingga didapat
design yang paling ekonomis.Dari analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan 3
macam profil dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada runway Beam dengan panjang 6 m dan bentang 29 m didapatkanprofil I
dengan sistem truss lah yang paling ekonomis
2. Dari hasil analisis yang didapat pada panjang runway beam bentang 29 m profil
tipe channel cap merupakan profil yang paling tidak ekonomis
3. Pada runway beam dengan bentang 29m disimpulkan bahwa profil I dengan
sistemTrusss mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap buckling
4. Pada runway beam lendutan yang dihasilkanoleh channel cap lebih besar dari
profil lainnya
Universitas Sumatera Utara
Page 110
96
5.2 Saran
Beberapa saran untuk memberikan dorongan penelitian yang lebih jauh di masa yang
akan datang yaitu sebagai berikut:
1. Analisis dapat dilakukan kembali dengan menggunakan parameter panjang runway
beam dan bridge beam yang berbeda
2. Profil Runway beam yang digunakan dapatdiganti denganprofil H beam, atau kanal U
3. Pengaruh panjang bridge beam dan beban yang bervariasi dapat menjadi suatu
parameter yang cukup menarik untukdibahas.
Universitas Sumatera Utara
Page 111
xv
DAFTAR PUSTAKA
American Institue of Steel Construction (AISC) (2010) “Spesification for Structural Steel”
Building, 14th
ed.,Chicago,IL.
A.Y.T. Leung (2007) “Exact dynamic stiffness for axial-torsional buckling of structural
frames”,Hong Kong
Dongxiao Wu P. Eng. (Alberta Canada) (2012) “Crane Load and Crane Runway Beam
Design”
Duerr, Duerr, P.E. .(2015). “Lateral-Torsional Buckling of Suspended I-Shape Lifting Beams,
“Practice Periodical on Structural Design and Construction,vol. 21,No 1 “
Dux, P.F., and Kitipornchai, S. (1990). “Buckling of Suspended I-Beams.”Journal of
structural Engineering, Vol. 116,No7,pp. 1877-1891
Prakash M.Mohite dan Aakash C. Karoo (2015) “Buckling Analysis of Cold Formed Steel For
Beams”,India
Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1727-2013, Beban Minimum untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain, Jakarta
Standar Nasional Indonesia (SNI) 1729-2015, Spesifikasi untuk bangunan baja
structural,Jakarta
Wiryanto Dewobroto (AISC) (2010) “Struktur Baja - Perilaku,Analisis dan Desain”
Luminas Press., April 2015
Universitas Sumatera Utara