Top Banner
Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017 36 ANALISA BAKTERI Salmonella sp. DAN ORGANOLEPTIK PADA PENGOLAHAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SEGAR DAN UDANG BEKU TANPA KEPALA DI PT.WAHYU PRADANA BINA MULIA Rachmin Munadi 1 , Tirzah Datulinggi 2 1) Kimia Universitas Islam Makassar 2) Akademi Analis Kimia YAPIKA Makassar ABSTRAK Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir udang windu ( Penaeus monodon) dengan uji bakteri Salmonella sp. dan uji organoleptik. Metode penelitian untuk uji bakteri Salmonella sp. menggunakan teskip, sedangkan untuk uji organoleptik menggunakan uji skoring (Scoring Test). Hasil Penelitian menunjukkan udang windu (Penaeus monodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia adalah negatif (-) Salmonella. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai terendah bahan baku adalah 7,06 < μ < 7,95 pada pengamatan 1 dan nilai terendah produk akhir setelah dilelehkan adalah 7,35 < μ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Berdasarkan data yang diperoleh, maka disimpulkan udang windu (Penaeusmonodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia masih memenuhi Standar Nasional Indonesia. Kata Kunci : Bakteri, Salmonella, Organoleptik, Udang PENDAHULUAN Secara garis besar, Indonesia merupakan Negara Kepulauan di kawasan tropis yang terletak pada titik silang antara Benua Asia dan Benua Australia dan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia diberkahi sumber daya perairan lautan dan daratan yang sangat kaya akan flora dan fauna akuatik. Salahsatu potensi perikanan laut yang memiliki prospek yang sangat cerah adalah udang terutama pada udang windu. Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Disamping itu, daging udang banyak mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia, seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistein (Purwaningsih, 1995). Dalam era globalisasi, tuntutan konsumen terhadap standar mutu keamanan pangan dan produk perikanan semakin meningkat. Oleh karena itu walaupun permintaan dunia terhadap impor produk perikanan terus meningkat, jalan kedepan cukup sulit dan berliku. Tuntutan ini seiring dengan arah globalisasi perdagangan yang terus mengedepankan pentingnya aspek mutu dan keamanan pangan, sehingga perbaikan sistem pembinaan mutu sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan akses pasar (Putro, 2006). Hal ini disebabkan karena produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah busuk, sehingga menuntut cara penanganan dan pengolahan yang cepat dan tepat
33

ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Oct 25, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

36

ANALISA BAKTERI Salmonella sp. DAN ORGANOLEPTIK PADA PENGOLAHAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SEGAR DAN

UDANG BEKU TANPA KEPALA DI PT.WAHYU PRADANA BINA MULIA

Rachmin Munadi1, Tirzah Datulinggi 2

1) Kimia Universitas Islam Makassar

2) Akademi Analis Kimia YAPIKA Makassar

ABSTRAK

Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir udang windu (Penaeus monodon) dengan uji bakteri Salmonella sp. dan uji organoleptik. Metode penelitian untuk uji bakteri Salmonella sp. menggunakan teskip, sedangkan untuk uji organoleptik menggunakan uji skoring (Scoring Test). Hasil Penelitian menunjukkan udang windu (Penaeus monodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia adalah negatif (-) Salmonella. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai terendah bahan baku adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1 dan nilai terendah produk akhir setelah dilelehkan adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Berdasarkan data yang diperoleh, maka disimpulkan udang windu (Penaeusmonodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia masih memenuhi Standar Nasional Indonesia. Kata Kunci : Bakteri, Salmonella, Organoleptik, Udang

PENDAHULUAN Secara garis besar, Indonesia

merupakan Negara Kepulauan di kawasan tropis yang terletak pada titik silang antara Benua Asia dan Benua Australia dan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia diberkahi sumber daya perairan lautan dan daratan yang sangat kaya akan flora dan fauna akuatik.

Salahsatu potensi perikanan laut yang memiliki prospek yang sangat cerah adalah udang terutama pada udang windu. Udang windu merupakan salahsatu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggi dan menempati posisi penting dan lebih unggul dibandingkan jenis lainnya karena bisa mencapai ukuran besar dan dewasa ini mempunyai nilai ekspor tinggi. Disamping itu, daging udang banyak mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia,

seperti lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistein (Purwaningsih, 1995).

Dalam era globalisasi, tuntutan konsumen terhadap standar mutu keamanan pangan dan produk perikanan semakin meningkat. Oleh karena itu walaupun permintaan dunia terhadap impor produk perikanan terus meningkat, jalan kedepan cukup sulit dan berliku. Tuntutan ini seiring dengan arah globalisasi perdagangan yang terus mengedepankan pentingnya aspek mutu dan keamanan pangan, sehingga perbaikan sistem pembinaan mutu sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing dan akses pasar (Putro, 2006). Hal ini disebabkan karena produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah busuk, sehingga menuntut cara penanganan dan pengolahan yang cepat dan tepat

Page 2: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

37

agar mutu dan kesegarannya tetap prima.

Salahsatu produk yang dihasilkan dari produk olahan udang segar dan produk hasil perikanan yang mampu memberikan nilai tambah adalah udang beku tanpa kepala (head less). Head less merupakan salahsatu komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa bagi negara dalam rangka persaingan dunia, maka faktor mutu, kesegaran bahan mentah dan keutuhan bahan mentah dengan harga jual yang tinggi perlu diperhatikan.

Usaha untuk memacu peningkatan ekspor udang khususnya udang beku, maka perlu adanya beberapa perhatian yang menyangkut masalah mutu produk. Salahsatu penyebab menurunnya mutu udang adalah sering terjadi kerusakan fisik yang selalu diikuti dengan terkontaminasinya udang, akibat penanganan udang yang kurang baik pada masa panen. Sebagai komoditi ekspor, keberhasilan pemasarannya sangat ditentukan oleh mutu. Oleh karena itu mutu perlu mendapat perhatian utama. Hasil penelitian menunjukkan cara penanganan yang kurang baik, telah mengakibatkan terjadinya kontaminasi oleh bakteri penyakit dan kerusakan pasca panen sekitar25 – 30%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang windu (Penaeusmonodon) yang baru saja dipanen dari tambak ternyata telah terkontaminasi oleh Salmonella (Putro, 2007). Masalah ini sering menjadi penghambat dalam usaha industri udang nasional dan diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya kasus penahan dan penolakan terhadap ekspor udang Indonesia di luar negeri (Putro, 2003). METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakanpadapenelitianiniadalah : Erlenmeyer 1000 ml dan 250 ml, stomacher, autoclave, hot plate, magnetik stirer, pipet mikro, waterbath, teskip, lemari pendingin, inkubator, bunsen, alumunium foil, timbangan

analitik, plastik, lembar score sheet mutu organoleptik bahan baku dan produk akhir udang beku. Bahan-bahan yang digunakan adalah : Bahan baku udang windu (Penaeus monodon), air, es, aquabides, media BPW (Buffered Pepton Water) B. Metode Pengujian Bakteri Salmonella

Menimbang 25 gram sampel udang windu (Penaeus monodon) tanpa kepala, kemudian tambahkan 225 ml media BPW (Buffered Pepton Water) kemudian stomacher (blender) udang tersebut sampai larut selama 2 menit dengan 23 rpm. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan diinkubasi selama 24 jam + 2 jam dengan suhu 35 0C. Kemudian larutan tersebut di teskip dengan memasukkan 0,1 ml larutan udang dan 1 ml aquabides (setelah diinkubasi selama 24 jam + 2 jam dengan suhu 350C), dikeringkan lalu dimasukkan ke dalam waterbath selama 24 jam + 2 jam. Kemudian diamati, jika hasil teskip berwarna dasar kuning atau bintik hitam berarti positif (+) salmonella. Selain dari warna tersebut, misalnya berwarna merah jambu berarti negatif (-) salmonella. Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian (score sheet) dengan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah, angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi dan angka 5 (lima) untuk batas penolakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Bakteri Salmonella sp.

Pengujian Salmonella ini dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi bakteri pada udang/makanan, dimana bakteri ini dapat menyebabkan adanya demam tipus. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini adalah masa inkubasi 12 jam – 36 jam, pusing, muntah, sakit perut bagian bawah dan diare.

Dari hasil pengujian mikrobiologi yaitu pengujian bakteri Salmonellayang diekspor oleh PT. Wahyu Pradana Bina Mulia diperoleh hasil sebagai berikut :

Page 3: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

38

Tabel 1. Hasil Pengujian Bakteri Salmonella sp.

Sampel Bahan Baku

Bahan Beku/Produk Akhir

1 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

2 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

3 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

4 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

5 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

6 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

7 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

8 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

9 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

10 Negatif (-)/ 25 g

Negatif (-)/ 25 g

Keterangan : Tanda (-) = negatif Salmonella sp.

Ada beberapa faktor yang sangat penting yang mempengaruhi mutu mikrobiologi udang. Penanganan udang pada saat proses terdapat faktor bahaya pertumbuhan mikrobiologi. Faktor-faktor tersebut adalah bakteri-bakteri patogen yang menghambat proses pengolahan udang, yaitu bakteri Salmonella sp.

Berdasarkan tabel pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa bahan baku yang masuk ke PT. Wahyu Pradana Bina Mulia masih memiliki mutu memiliki mutu mikrobiologi yang memenuhi standar SNI. Hal ini dikarenakan pada saat penanganan awal hingga menjadi produk akhir, penerapan rantai dingin dan sanitasi hygiene di setiap tahapan proses telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari 10 kali pengujian yang menunjukkan hasil analisis bakteri Salmonella pada udang windu (Penaeus monodon) mentah beku pada bahan baku dan produk akhir yang diekspor

adalah negatif Salmonella sp. Hal ini ditandai dengan hasil teskip berwarna merah jambu yang menandakan tidak adanya bakteri Salmonella sp. Pada udang dan apabila hasil teskip terdapat warna dasar kuning atau bintik hitam, maka udang tersebut dinyatakan positif (+) Salmonella.

Berdasarkan hal ini, maka jelas dapat dilihat bahwa bahan baku yang diekspor oleh PT. Wahyu Pradana Bina Mulia terbebas dari kontaminasi cemaranbakteri dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 012332.2.2.2006) yang menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi pada uji pencemaran Salmonella pada udang windu (Penaeus monodon) per 25 gram adalah negatif. Standar tersebut mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum pencemaran mikroba makanan. Pengujian Organoleptik 1. Mutu Organoleptik Bahan Baku Pada pengujian organoleptik bahan baku, diperoleh hasil yang ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2. Pengujian Organoleptik Udang Segar

Pengamatan Rata-rata Pengamatan

Udang Segar

1 7,51 7,06 < µ < 7,95

2 7,73 7,57 < µ < 7,88

3 7,75 7,33 < µ < 7,99

4 7,88 7,49 < µ < 8,05

5 7,96 7,72 < µ < 8,19

6 7,66 7,35 < µ < 7,96

2. Mutu Organoleptik Produk Akhir

Hasil pengujian organoleptik produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 4: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

39

Tabel 3. Pengujian Organoleptik Udang Beku Tanpa Kepala Setelah Dilelehkan

Pengamatan Rata-rata Pengamatan

Udang Beku

1 7,66 7,35 < µ < 7,96

2 7,66 7,35 < µ < 7,96

3 7,77 7,40 < µ < 8,14

4 8,94 8,05 < µ < 8,75

5 8,94 8,05 < µ < 8,75

6 7,99 7,63 < µ < 8,26

Uji Organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran udang. Pengujian organoleptik terhadap bahan baku dilakukan pada saat bahan baku masuk ke ruang penerimaan (purchase) yang meliputi kenampakan, bau dan tekstur. Sedangkan untuk produk akhir meliputi lapisan es, dehidrasi dan diskolorisasi. Penanganan harus benar-benar diperhatikan agar tidak mempengaruhi mutu pada produk yang telah diproses. Penanganan dengan benar selain mempengaruhi mutu juga mempengaruhi bakteri-bakteri penghambat yang tumbuh pada produk. Bila Penanganan kurang baik, perkembangan bakteri terjadi sangat cepat (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh berbeda-beda antara bahan baku dengan produk akhir pada tiap pengamatan. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan parameter pengujian yang digunakan, score sheet dan bentuk produk yang diuji. Berdasarkan pengamatan mutu bahan baku, nilai organoleptik terkecil adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1. Hal ini berarti bahwa udang segar yang akan diolah dalam keadaan cukup baik standar dengan nilai bahan baku ekspor. Hal ini dapat dilihat dari organoleptiknya meliputi kenampakan, bau, dan konsistensi yang menunjukkan mutu bahan baku sudah memenuhi persyaratan SNI 01-2728-1992 yang

mempersyaratkan nilai organoleptik minimal adalah 7. Sedangkan hasil pengujian organoleptik produk akhir udang windu mentah beku tanpa kepala yang telah dilelehkan terkecil adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Penilaian organoleptik terhadap produk akhir adalah 7 meliputi kondisi es padaproduk, adanya dehedrasi dan perubahan warna (diskolorisasi). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar organoleptik udang beku. Hal ini disebabkan mutu udang yang akan diolah menjadi udang beku adalah udang dengan mutu bagus yang dilihat dari kenampakan, bau dan konsistensinya. Hal ini menunjukkan nilai yang baik, bahwa proses pembekuan sudah berjalan dengan baik. Dari hasil pengujian tersebut telah memenuhi persyaratan SNI 01-2705-1992 dimana nilai minimal organoleptik udang mentah beku adalah 6. Dengan kata lain, udang windu (Penaeusmonodon) mentah beku tanpa kepala yang dihasilkan PT. Wahyu Pradana Bina Mulia telah sesuai dengan standar SNI. KESIMPULAN

Dari pengujian Salmonella dan pengujian organoleptik pada udang windu (Penaeus monodon) mentah beku tanpa kepala (head less), dapat disimpulkan bahwa : 1. Udang windu (Penaeus monodon) pada bahan baku dan produk akhir di PT. Wahyu Pradana Bina Mulia adalah negatif (-) Salmonella dan masih memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2332.2.2.2006). 2. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa nilai terendah bahan baku adalah 7,06 < µ < 7,95 pada pengamatan 1 dan nilai terendah produk akhir setelah dilelehkan adalah 7,35 < µ < 7,96 pada pengamatan 1 dan 2. Nilai tersebut masih memenuhi SNI yang ditetapkan yaitu 7 untuk udang segar dan 6 untuk udang beku.

Page 5: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

40

DAFTAR PUSTAKA Amri, K., 2003, Budidaya Udang Windu

Secara Intensif, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hadiwiyoto, S., 1993, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hariadi, S., 1994, Pengolahan Udang Beku, Karya Anda, Surabaya.

Moelyanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Purwaningsih, S., 1995, Teknologi Pembekuan Udang, Penebar Swadaya, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2006, Standar Nasional Perikanan (SNI 01-2332.2.2.2006) Penentuan Salmonella, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2006, Udang Segar (SNI 01-2346-2006), Departemen Pertanian, Jakarta.

___________, 1992, Penanganan dan Pengolahan Udang Mentah Beku (SNI 01-2705.2-1992), Departemen Pertanian, Jakarta.

Suyanto, S.R., dan Mujiman, 2003, Budidaya Udang Windu, Penebar Swadaya, Jakarta.

Witjaksono dan Wiryanti, 2001, Dasar-dasar Sistem Manajemen Mutu Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta.

Page 6: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

41

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KLIKA KELOR(Moringa oleifera Lam.)DENGAN METODE KLT -

BIOAUTOGRAFI

Fitrianti, H. Guntur Yusuf 1), Rusli 2)

Farmasi Universitas Islam Makassar

Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 9 No. 29 Makassar-Indonesia

ABSTRAK

Penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) denganmetodeKLT-Bioautografi telah dilakukan.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metodeKLT-Bioautografi dan untuk menentukan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)yang memiliki aktivitas antibakteri.Ekstraksi klika kelorsecara maserasidengan menggunakan cairan penyari etanol 96%.Dilakukan pengujian awal skrining antibakteri kemudian dilanjutkan dengan pemisahan senyawa secara KLT dengan eluen n-heksan:etil asetat (7:3) dan uji aktivitas denganKLT-Bioautografi yang diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam kemudian dilakukan identifikasi golongan senyawa kimia aktif dengan pereaksi semprot.Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol klika kelor(Moringa oleifera Lam.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilis pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25, 0,18 dan 0,09. Hasil identifikasi golongan senyawa kimia yang aktif yaitu flavonoid, terpenoid, dan fenol.

Kata Kunci:Uji Aktivitas Antibakteri, Moringa oleifera Lam.,KLT-Bioautografi

PENDAHULUAN

Tanaman kelor sering disebut “miracle tree” dikarenakan semua bagian tanaman kelor sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.Mulai dari daun, kulit batang, biji hingga akarnya, tumbuhan ini sudah dikenal luas sebagai tumbuhan obat.Akar kelor diolah untuk obat luar penyakit beri-beri, serta daunnya digunakan untuk obat kulit. Sementara untuk obat dalam, sering dimanfaatkan untuk penyakit rematik, epilepsi, kekurangan vitamin C, gangguan atau infeksi saluran kemih, bahkan sampai penyakit kelamin “gonorrhoea” (Jonni, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ikalinus dkk (2015) kulit batang kelor memiliki kandungan kimia steroid, flavonoid, alkaloid, fenolat, dan tanin. Kandungan kimia yang paling banyak ditemukan pada kulit batang kelor adalah steroid dan alkaloid.

Menurut penelitian sebelumnya yaitu Nugraha (2013) bahwa ekstrak

daun kelor memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Eschericia coli.Dimana ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan pelarut air memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm, sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan pelarut etanol memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm. Selain daun kelor, biji kelor juga memiliki aktivitas antibakteri yaitu ekstrak etanol biji kelor mampu menghambat bakteri uji Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi masing-masing sebesar 11,3 mm, 12 mm, dan 9,3 mm (Syarif Anshori dkk, 2014). Aktivitas antibakteri yang terdapat pada bagian-bagian tanaman tersebut, memungkinkan khasiat yang sama juga ada pada bagian tanaman yang lain yaitu seperti pada bagian klika kelor.Hal inilah yang mendasari perlu dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metode KLT-Bioautografi.

Page 7: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

42

METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, botol eluen, cawan porselin, cawan petri, corong, chamber, gelas kimia, gelas ukur 50 ml, inkubator, Laminar Air Flaw, la mpu UV, oven, penotol, penangas air, tabung reaksi dan wadah maserasi.

Bahan-bahanyangdigunakan adalah air suling, klika kelor (Moringa oliefera Lam.), bakteri uji, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol, etil asetat, heksan, lempeng KLT, NaCl 0,9%, dan Nutrien Agar (NA).

B. Metode 1. Pengambilan sampel

Sampel berupa klika kelor, klika adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu, klika diambil dari batang utama dan cabang.Sampel klika kelor (Moringa oleifera Lam.) diperoleh di daerah sudiang permata raya di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan (Deniyati, 2016). 2. Pengolahan sampel

Bagian yang digunakan yaitu klika kelor.Klika kelor dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu dipotong kecil-kecil. Dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari dan diangin-anginkan di udara terbuka lalu diserbukkan dan diekstraksi dengan etanol 96% dengan menggunakan metode maserasi (Deniyati, 2016). 3. Ekstraksi sampel

Sampel klika kelor (Moringa oleifera Lam.) ditimbang sebanyak 200 g dimasukkan dalam wadah maserasi kemudian ditambahkan etanol 96% sebanyak 1100 mL, ditutup dan dibiarkan selama 3x24 jam pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, lalu disaring. Perlakuan maserasi diulang hingga 3 kali dengan menggunakan pelarut yang sama. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan lalu diuapkan dengan rotaryevaporator sampai diperoleh ekstrak kental (Deniyati, 2016). 4. Penyiapan bakteri uji

a. Peremajaan bakteri uji

Bakteri ujidiinokulasikan dengan cara digoreskan pada medium Nutrien Agar(NA) miring dan diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC. Setelah itu dapat digunakan sebagai mikroba uji (Mustary, dkk 2011).

b. Pembuatan suspensi bakteri uji

Mikroba uji yang telah diremajakan disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9% dan dimasukkan kedalam kuvet, lalu diukur transmitannya pada 25% menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm. Sebagai blangko digunakan NaCl 0,9% steril (Mustary, dkk 2011).

5. Pengujian skrining antibakteri

Ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.) ditimbang sebanyak 100 mg lalu dilarutkan dengan DMSO sebanyak 300 µl (0,3 mL). Setelah larut ditambahkan medium NA 9,7 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10 mg/mL. Campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Kontrol negatif digunakan DMSO 0,3 mL. Bakteri yang telah disuspensikan, masing-masing diambil menggunakan ose bulat dan digoreskan di atas medium yang telah memadat. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk bakteri. Setelah itu diamati aktivitas antibakteri yang ditandai dengan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba (Ridhoheni, 2015). 6. Pemisahan secara Kromatografi

Lapis Tipis (KLT)

Lempeng KLT diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100oC selama 30 menit sebelum digunakan.Ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) yang memiliki aktivitas antibakteri ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7x1 cm dengan menggunakan pipa kapiler. Lalu dielusi dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3). Lempeng dikeluarkan dari chamber diangin-anginkan hingga cairan pengelusinya menguap. Kemudian kromatogram yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan

Page 8: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

43

366 nm, serta penampakan noda penyemprotan H2SO4 10 % dan dihitung nilai Rf-nya (Ridhoheni, 2015). 7. Uji KLT Bioautografi

Hasil identifikasi KLT dilanjutkan dengan uji KLT-Bioautografi langsung dengan cara media NA steril sebanyak 9 ml yang dituang ke dalam cawan petri steril, lempeng KLT yang telah dielusi dengan eluen n-heksan : etil asetat (7:3), diletakkan di atas permukaan medium agar yang telah disuspensi dengan mikroba uji dan dibiarkan selama 60 menit. Setelah itu lempeng tersebut diangkat dan dikeluarkan. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam dan diamati bercak noda yang memiliki daya hambat (Ridhoheni, 2015). 8. Identifikasigolongan senyawa

kimia

Kromatogram disemprot dengan menggunakan pereaksi semprot untuk masing-masing komponen kimia berikut (Sutrisno,1993): a. Flavonoid

Aluminium klorida: Setelah disemprot tampak bercak berpendar kuning dalam sinar UV 366 nm.

b. Alkoloid Dragendorff-HCl:Setelah lempeng disemprot dikeringkan diudara, tampak bercak berwarna jingga sampai coklat

c. Fenolik Kromatografi di semprot dengan FeCl3: Setelah lempeng disemprot dikeringkan diudara tampak bercak berwarna abu- abu sampai hitam.

d. Terpenoid Lieberman – Bourchard: Setelah

lempeng disemprot kemudian dipanaskan tampak bercak ungu muda,ungu kemerahan dan merah mudah atau merah jambu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klika kelor (Moringa oleifera Lam.) sebanyak 200 gram sampel kering diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% diperoleh 6,62 gram ekstrak etanol kental. Hasil rendamen ekstrak dapat dilihat pada tabel 1.

. Tabel 1. Hasil rendamen ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.)

Sampel Bobot (gram)

Volume pelarut (mL) Persen Rendamen (%)

Sampel Kering 200 1100 3,31

Ekstrak Kental 6,62

Tabel 2. Hasil skrining antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringaoleifera Lam.)

terhadap beberapa bakteri uji.

Sampel SA SD SE SM ST BS EC PA VC

Ekstraketanol Klika kelor

- - + + + + - - -

Keterangan : SA = Staphylococcus aureus SD = Shigella dysenteriae SE = Staphylococcus epidermidis SM = Streptococcus mutans ST = Salmonella typhi BS = Bacillus subtilis EC = Escherichia coli PA = Pseudomonas aeruginosa VC = Vibrio colera + = Menghambat pertumbuhan bakteri - = Tidak menghambat pertumbuhan bakteri

Page 9: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

44

Tabel 3. Hasil pengujian pemisahan golongan senyawa secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7 : 3)

Bercak Penampakan bercak pada

UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 10% Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1 Hijau 0,76 Putih 0,93 Kuning 2

0,53 Hijau 0,47 Merah muda 0,82 Merah

muda 3

0,47 Hijau 0,40 Merah muda 0,73 Merah

muda 4

0,40 Hijau 0,33 Merah muda 0,53 Merah

muda 5 0,33 Hijau 0,25 Merah muda 0,47 Jingga 6 0,25 Hijau 0,18 Merah muda 0,40 Kuning 7 0,18 Hijau 0,09 Merah muda 0,33 Coklat 8 0,09 Hijau - - 0,25 Coklat

Tabel 4.Hasil pengujian KLT-Bioautografi dari kromatogram ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)

No Bercak Rf Warna pada penampak bercak Bakteri Uji UV 254 UV 366 H2SO4

1 3 0,47 Hijau Merah muda Jingga 2 4

0,40 Hijau Merah muda Kuning SE, SM,

ST, BS 3 5

0,33 Hijau Merah muda Coklat SE, SM,

ST, BS 4 6

0,25 Hijau Merah muda Coklat SE, SM,

ST, BS 5 7

0,18 Hijau Merah muda - SE, SM,

ST, BS 6 8

0,09 Hijau Merah muda - SE, SM,

ST, BS

Keterangan : SE = Staphylococcus epidermidis SM = Streptococcus mutans ST = Salmonella typhi BS = Bacillus subtilis

Tabel 5. Hasil pengujian identifikasi golongan senyawa dari kromatogram ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.)

Bercak Rf Golongan senyawa

Pereaksi Pengamatan

Hasil Uji

6 7

0,25 0,18

Flavonoid AlCl3 Bercak berpendar pada UV 366

Positif mengandung flavonoid

3 4 8

0,47 0,40 0,09

Terpenoid Lieberman-Burchard

Ungu Positif mengandung terpenoid

0,33

Fenolik

FeCl3

Bercak berwarna abu-abu

Positif mengandung fenolik

Page 10: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

45

Kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah salah satu tanaman yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit. Tanaman ini merupakan salah satu bahan makanan dan sering juga diigunakan sebagai tanaman pagar di Indonesia.

Penelitian khasiat antibakteri dari kelor saat ini hanya sebatas pada daun serta biji tanaman tersebut sehingga penelitian ini lebih ditujukan pada khasiat klika kelor untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri.Oleh sebab itu, maka dilakukan pengujian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan metode KLT-bioautografi.

Penelitian ini menggunakan sampel serbuk klika kelor (Moringa oleifera Lam.) yang diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.Pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi karena dapat mengekstraksi senyawa polar maupun non polar.Etanol memiliki dua gugus dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat non polar.Adanya dua gugus tersebut pada etanol menyebabkan etanol dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya (Hart, 2003).Pemilihan metode maserasi ini karena maserasi merupakan metode ektraksi dingin,metode ini tidak menggunakan pemanasan sehingga aman untuk senyawa yang rusak dengan suhu tinggi yang terkandung dalam sampel (Ditjen POM, 1986). Hasil ekstraksi klika kelor (Moringa oleifera Lam.) sebanyak 200 gram sampel kering diperoleh 6,62 gram ekstrak etanol kental dan hasil rendamen 3,31% dapat dilihat pada tabel 1.

Selanjutnyadilakukan skrining aktivitas antibakteri pada sampel ekstrak klika kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap bakteri uji yaitu Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae, dan Vibrio

cholera. Pemilihan bakteri uji berdasarkan sifat patogenesisnya yaitu bakteri Escherichia coli: penyebab hemolisis pada darah, diare, infeksi saluran kemih, meningitis. Bacillus subtilis: jumlah yang banyak dalam usus mampu menyebabkan diare melalui kontaminasi makanan. Staphylococcus aureus: penyebab infeksi kulit ringan dan berat, keracunan makanan. Staphylococcus epidermidis: penyebab infeksi nosokomial dan menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah. Pseudomonas aeruginosa: penyebab infeksi pada luka, luka bakar, menimbulkan pus hijau kebiruan, meningitis dan infeksi saluran kemih jika masuk bersama cateter. Salmonella typhi: penyebab penyakit tifoid (tipes). Streptococcus mutans: penyebab karies gigi. Shigella dysenteriae: penyebab disentri, diare sering terjadi pada anak-anak umur 10 tahun.Vibrio cholera: penyebab kolera (Jawetz, 2007). Bakteri-bakteri ini juga bisa mewakili bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Hasil uji skrining aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) pada konsentrasi 10 mg/mL dapat menghambat 4 pertumbuhan bakteri uji yaitu Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilis dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukan bahwa ekstrak lebih mudah menghambat bakteri Gram positif dibandingkan bakteri Gram negatif, artinya bakteri Gram positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan bakteri Gram negatif.Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Struktur dinding sel Gram positif lebih sederhana yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida, yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif

Page 11: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

46

antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11-12%) (Jawetz, 2005).

Pemisahan golongan senyawa secara KLT merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif, dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Kelebihan KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan kromotografi kolom, demikian juga peralatan yang digunakan (Gandjar, 2012).

Hasil uji pemisahan golongan senyawa dari ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) secara KLT menggunakan campuran eluen n-heksan : etil (7:3) dengan penampak bercak UV 254 nm tampak 8 bercak, pada UV 366 nm tampak 7 bercak, dan penampak bercak menggunakan H2SO4 tampak 8 bercak dapat dilihat pada table3.

Pengujian selanjutnya secara KLT-Bioautografi, karena metode ini merupakan pengujian lanjutan yang berfungsi untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum terindentifikasi dengan cara melokasilir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (Djide, 2008).

Hasil pengujian secara KLT-Bioautografi ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3) terdapat 6 bercak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Salmonella typhi dan Bacillus subtilispada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25, 0,18 dan 0,09 dapat dilihat pada tabel 4.

Identifikasi golongan senyawa dengan menggunakan beberapa pereaksi penampak bercak yaitu deteksi flavonoid dengan pereaksi AlCl3 akan

menghasilkan bercak berpendar dalam sinar UV 366 nm. Senyawa alkaloid dapat dideteksi dengan pereaksi Dragendorff tampak bercak berwarna jingga sampai coklat. Senyawa fenolik dideteksi dengan pereaksi FeCl3

tampak bercak berwarna abu-abu sampai hitam, dan senyawa terpenoid dapat dideteksi dengan pereaksi Liebermen- Bourchard akan menghasilkan bercak berwarna ungu muda, ungu kemerahan, dan merah muda atau merah jambu (Sutrisno, 1993).

Hasil identifikasi golongan senyawa pada ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) menunjukkan senyawa yang aktif yaitu flavonoid, terpenoid dan fenol dapat dilihat pada tabel 5.Hal ini menunjukkan senyawa tersebut bersifat sebagai antibakteri.

Ekstrak etanol klika kelor (Moringa oleifera Lam.) memiliki aktivitas antibakteri karena adanya kandungan senyawa kimia yaitu senyawa flavonoid, mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (Cowan,1999). Senyawa fenolik , mekanisme kerja fenolik sebagai antibakteri adalah karena fenolik mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel sehingga sel bakteri akan mati atau terhambat pertumbuhannya dan mengendapkan protein (Pratt and Hudson,1990).Senyawa terpenoid, mekanisme kerja terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terlambat atau mati (Cowan, 1999). KESIMPULAN

Page 12: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

47

1. Ekstrak etanol klika kelor (Moringa

oleifera Lam.) dapat menghambat

bakteri uji yaitu Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus mutans,

salmonella typhi dan Bacillus subtilis

pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25,

0,18 dan 0,09.

2. Golongan senyawa yang

memberikan aktivitas antibakteri

secara KLT-Bioautografi yaitu

flavonoid, fenolik dan terpenoid

yang dapat menghambat

pertumhuhanbakteri Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus mutans,

salmonella typhi dan Bacillus subtilis

pada nilai Rf 0,47, 0,40, 0,33, 0,25,

0,18, dan 0,09.

SARAN 1. Untuk melengkapi data ilmiah

sebaiknya dilakukan isolasi dan

identifikasi senyawa aktif yang

bersifat sebagai antibakteri dari

ekstrak etanol Klika kelor (Moringa

oleifera Lam.)

2. Untuk melengkapi data ilmiah

sebaiknya dilakukan uji daya

hambat ekstrak etanol Klika

kelor (Moringa oleifera Lam.)

DAFTAR PUSTAKA Cowan, M., 1999. Plant Product as

AntimicrobialAgent, Clinical Mikrobiology Review.

Deniyati.2016. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji dan Klika Kelor (Moringa Oleivera Lam.)Terhadap Larva Udang (Artemia salina Leach.) dengan Metode Brine Shrimp Lethalit Test (BST).Universitas Islam Makassar.Makassar.

Dirjen POM. 1986. Sediaan Galenik.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Djide, N., Sartini. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.

Gandjar, I.,G., Abdul Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hart, H.,L.E. Craine, and D.J. Hart. 2003. Organik Cremistry.Erlangga. Jakarta. (JURNAL MIPA UNSARAT ONLINE,1(1): p.1-4. Lumempouwa, L.I., E Suryantoa, and J.J.E. Paendonga .2012.Aktivitas Anti UV-B Ekstrak Fenolik dari Tongkol Jagung (Zea Mays L.).)

Ikalinus Robertino, dkk. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Bali.

Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi kedokteran (medical microbiology). Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta.

Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2007. Mikrobiologi kedokteran (medical microbiology) edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Jonni MS, Sitorus M, Katharina dan Nelly. 2008. Cegah Malnutisi dengan kelor. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.

Mustary Mardiyah, Natsir Djide M., Mahmud Ilham, Hasyim Nursiah. 2011. Uji Daya Hambat Dan Analisis Klt- Bioatorafi Perasan Buah Sawo Manila (Achras Zapota Linn) Terhadap Bakteri Uji Salmonella Thyposa.Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nugraha Aditya. 2013. Bioaktivitas (Moringa oleifera) Terhadap Eschericia coli Penyebab Kolibasilosis Pada Babi. UDAYA.Denpasar.

Pratt DE dan Hudson BJF. 1990. Natural Antioxidant Not Exploited Commercially. Di dalam Food antioxidant. Hudson, B.J.F (ed) Elservier Applied science, London.

Ridhoheni Justan. 2015. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Akar Parang Romang (Boehmeria virgata(Frost) Guill) Dengan Metode Klt- Bioautografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi Universitas Islam Makassar. Makassar..

Page 13: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

48

Syarif Anshori dkk. 2014. Efektivitas Ekstrak Biji Kelor (Moringa oleifera)

Sebagai Sifat Antimikrobia. Prosiding: Seminar Nasional

“Optimalisasi Potensi Hayati untuk Mendukung Agroindustri

Berkelanjutan”. Universitas Trunojoyo Madura.

Sutrisno, R. B. 1993. Pereaksi KLT (kromatografi lapis tipis). Fakultas Famasi Universitas Pancasakti: Jakarta.

Page 14: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

STUDI SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI GUDANG OBAT PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR

Jayadi, Zainuddin

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur, Makassar Email : [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan Penelitian tentang Studi Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar, dengan tujuan untuk mengetahui sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar. Penelitian ini merupakan jenis deskriptif yaitu dengan observasi langsung dan wawancara langsung dengan apoteker pengelola dan apoteker pendamping gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar, belum sepenuhnya memenuhi standar penyimpanan obat yang baik berdasarkan variabel observasi yang tidak mencapai 100 % yaitu sarana dan prasarana penyimpanan obat 75 %, sarana dan prasarana keamanan gudang 87,5 %, pengaturan penyimpanan obat 88,89 % dan pengaturan tata letak ruang penyimpanan 66,67 %. Kata Kunci: Gudang obat, Puskesmas Batua, Penyimpanan

PENDAHULUAN Upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dalam bentuk pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. (Permenkes RI No.30/2014)

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam pembangunan kesehatan, Kementrian Kesehatan memiliki Visi yaitu “Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan”. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)

Untuk menjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ketangan konsumen diperlukan pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada fasilitas distribusi obat. Fasilitas distribusi obat harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan

bahwa sumber obat yang diterima berasal dari industri farmasi yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan, dengan kondisi penyimpanan yang sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan, kontaminasi dan campur baur. (BPOM, 2012)

Pada berbagai upaya kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting yang digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Untuk menunjang pelayanan kesehatan diperlukan pengelolaan obat yang baik. Upaya peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan sangat diperlukan suatu sistem penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik.

Penyimpanan obat jika tidak dilakukan dengan baik akan berpengaruh terhadap kualitas mutu obat (rusak) dan sangat berpengaruh ke pengadaan obat sehingga dapat berakibat terjadinya kekosongan obat. Dampak dari semua itu adalah berpengaruh terhadap pelayanan yang baik kepada pasien karena pasien dapat memperoleh obat yang mutunya tidak baik dan bisa tidak mendapatkan obat karena kekosongan tersebut.

Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk memelihara mutu

Page 15: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

obat, menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat serta pengamatan mutu obat. Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak, maka mutu obat akan menurun dan akan memberi pengaruh buruk bagi penggunan obat. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)

Puskesmas Batua merupakan salah satu puskesmas terbesar di kota Makassar. Yang memiliki visi menjadi puskesmas dengan pelayanan terbaik di kota Makassar. Puskesmas Batua di dukung oleh gudang obat yang bertanggung jawab dalam mengelola dan menyelenggarakan kegiatan yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan. Selain itu Puskesmas Batua memiliki salah satu misi yaitu mengembangkan jenis layanan dan mutu pelayanan kesehatan. Sehingga sistem penyimpanan obat di gudang obat puskesmas menjadi salah satu poin untuk mendukung misi tersebut. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di gudang obat Puskesmas Batua terlihat adanya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan di gudang obat.

Dari uraian tersebut di atas timbul permasalahan apakah penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar memenuhi standar penyimpanan obat yang baik seperti sarana dan prasarana penyimpanan obat, pangaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat serta pengamatan mutu obat yang telah ditetapkan oleh Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI, 2010?

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pengambil keputusan sebagai masukan untuk menyempurnakan sistem

penyimpanan obat di Gudang Obat Puskesmas Batua agar pengelolaan logistik farmasi menjadi lebih efektif, sehingga meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas.

METODE PENELITIAN A. Jenis dan desain Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan instrument observasi langsung dan wawancara. Hasil observasi dan wawancara kemudian dideskripsikan dalam bentuk narasi.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar pada bulan Mei 2016

. C. Metode Kerja

1. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah Gudang Obat di Puskesmas Batua Kota Makassar dan Sampel penelitian ini adalah semua obat yang ada di Gudang Obat Puskesmas Batua Kota Makassar 2. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara

observasi langsung sistem

penyimpanan obat di Gudang Obat

Puskesmas Batua Kota Makassar

dan wawancara langsung dengan

penanggung jawab.

Wawancara dilakukan untuk

mengetahui sistem penyimpanan

obat.

D. Teknik Pengolahan Data Data yang diperoleh kemudian

disajikan dalam bentuk persentase dan tabulasi berdasarkan hasil observasi langsung dan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan observasi langsung yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 16: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

Tabel 1. Hasil observasi penyimpanan

obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar.

No Variabel Observasi

% Hasil Observasi

1 Dokumen 100

2 Sarana dan prasarana penyimpanan obat

75

3 Sarana dan prasarana keamanan gudang

87,5

4 Pengaturan penyimpanan obat

88,89

5 Pengaturan tata letak ruang penyimpanan

66,67

6 Pelaksanaan penyimpanan

100

7 Pencatatan dan pelaporan

100

% rata-rata 88,29

Dokumen penyimpanan obat

dibutuhkan dalam kegiatan

penyimpanan obat guna menghindari

terjadinya kesalahan dalam kegiatan

yang berkaitan dengan penyimpanan.

Dokumen juga berfungsi sebagai alat

bukti dan sebagai laporan pertanggung

jawaban tugas seorang pegawai.

Dokumen penyimpanan obat di gudang

obat Puskesmas Batua Kota Makassar

terdiri dari kartu stok obat, kartu induk

persediaan obat, buku harian

penerimaan obat, buku harian

pengeluaran obat, surat bukti barang

keluar, buku distribusi obat/alkes

perawatan inap/UGD, laporan

pemakaian dan lembar permintaan obat

(LPLPO), dokumen obat kadaluarsa,

dokumen hasil stok opname obat.

Ini semua sesuai dengan yang

terdapat dalam materi pelatihan

manajemen kefarmasian milik Dirjen

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

(2010) bahwa terdapat beberapa

dokumen atau sarana administrasi

dalam kegiatan penyimpanan obat

antara lain adalah kartu stok obat, kartu

induk persediaan obat, buku harian

penerimaan obat, buku harian

pengeluaran obat, surat bukti barang

keluar, laporan pemakaian dan lembar

permintaan obat (LPLPO), dokumen

obat kadaluarsa dan hasil stok opname.

Berdasarkan observasi langsung dan

hasil wawancara pengisian semua

dokumen yang tersedia dilakukan

secara teratur oleh petugas

Sarana penyimpanan juga

merupakan salah satu input yang

mendukung kegiatan penyimpanan obat

di gudang obat. Sarana penyimpanan

obat yang tersedia di Puskesmas Batua

berupa gudang penyimpanan yang

memiliki luas 2,5 x 7 m2 dengan

kelengkapan sebagai berikut :

a. Pintu dan jendela, dimana jendela

pada gudang dapat terbuka dan

dilengkapi dengan teralis dan

gorden.

b. Lantai gudang terbuat dari tegel dan

dinding gudang dibuat licin.

c. Pendingin ruangan/AC untuk

mengatur suhu ruangan.

Selain sarana penyimpanan obat

juga terdapat prasarana penyimpanan

obat di gudang obat Puskesmas Batua

untuk menunjang kegiatan penyimpanan

obat. Prasarana yang disediakan terdiri

dari dua rak, empat buah lemari

penyimpanan yaitu satu buah lemari

kayu, satu buah lemari besi, lemari

penyimpanan obat narkotik dan

psikotropik serta lemari dokumen dan

terdapat pula lemari pendingin untuk

menyimpan jenis obat tertentu yang

memerlukan suhu dingin. Selain

rak/lemari penyimpanan juga sudah

disediakan kartu stok obat. Untuk

prasarana tambahan seperti pallet

sudah tersedia di gudang obat.

Page 17: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

Dalam materi pelatihan manajemen

kefarmasian di puskesmas

menyebutkan bahwa luas gudang obat

di puskesmas yaitu minimal 3 x 4 m2.

Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara diketahui bahwa luas

gudang penyimpanan ini dinilai masih

kurang mencukupi untuk kegiatan

penyimpanan obat di Puskesmas Batua.

Luas gudang yang kurang memadai

tentunya sangat menghambat petugas

dalam melakukan tugas penyimpanan

obat di gudang tersebut. Petugas

menjadi tidak leluasa bergerak pada

saat akan menyusun obat-obatan yang

baru diterimanya karena kurangnya

lemari/rak penyimpanan obat sehingga

petugas terpaksa harus menumpuk

obat-obatan dan alat kesehatan yang

disimpan di dalamnya. Ini tentunya akan

sangat menyulitkan petugas saat akan

melakukan pengambilan obat.

Mutu obat sangat dipengaruhi oleh

kelembaban udara atau suhu dalam

ruangan sehingga ruangan

penyimpanan idealnya terdapat AC dan

termometer ruangan yang dapat

memonitoring suhu dan kelembaban

ruangan gudang obat. Berdasarkan

hasil observasi langsung gudang obat

Puskesmas Batua memiliki AC yang

berfungsi dengan baik dan termometer

ruangan yang selalu dimonitoring suhu

dan kelembabannya oleh petugas

gudang obat.

Sarana dan prasarana pengamanan

gudang sangat penting untuk menjaga

obat dari pencurian dan

penyalahgunaan. Berdasarkan hasil

observasi gudang obat Puskesmas

Batua sudah cukup aman dari pencurian

dan penyalahgunaan hal ini dikarenakan

pintu ruangan dibuat berlapis, kunci

ruang gudang dan lemari psikotropika

dan narkotika hanya dipegang oleh

apoteker pengelola dan yang

diperbolehkan untuk mengambil obat

hanyalah petugas gudang dan kamar

obat Puskesmas Batua. Petugas sangat

menjaga kebersihan gudang sehingga di

ruangan gudang obat terbebas dari

serangga pengganggu.

Namun gudang obat Puskesmas

Batua belum dilengkapi dengan sistem

keamanan kebakaran. Di ruangan

gudang tersebut tidak terdapat tabung

pemadam. Padahal dalam pedoman

penyimpanan obat yang dibuat oleh

Dirjend Binfar dan Alkes (2010)

disebutkan bahwa sarana penyimpanan

obat harus dilengkapi alat pemadam

ringan (seperti bak pasir, tabung

pemadam, karung goni).

Pengaturan penyusunan obat

berdasarkan alfabetis, jenis atau ukuran

tujuannya adalah untuk memudahkan

petugas dalam melakukan pendataan

obat di gudang dan pencarian obat saat

dibutuhkan. (Dirjen Binfar dan Alkes,

2010)

Berdasarkan observasi langsung

dan wawancara diketahui bahwa obat-

obatan yang disimpan pada rak dan

lemari penyimpanan di gudang obat

tidak diletakkan menempel pada

dinding, disusun berdasarkan alfabetis,

jenis atau sediaan. Selain itu kartu stok

penyimpanan yang disediakan sudah

digunakan oleh petugas dengan

melakukan pencatatan secara teratur

terhadap obat yang masuk maupun

keluar.

Obat-obatan jenis narkotika dan

psikotropika sudah disimpan dan

diletakkan di tempat terpisah dengan

jenis obat lainnya. Penyimpanan obat

narkotik dan psikotropik dilakukan di

lemari khusus penyimpanan obat dan

dikunci setiap saat. Untuk obat-obatan

yang memerlukan kondisi penyimpanan

dengan suhu dingin sudah diletakkan di

lemari es/kulkas.

Untuk obat-obatan yang tidak muat

diletakkan di rak atau lemari

penyimpanan, petugas membiarkan

obat disimpan didalam kardus dan

Page 18: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

diletakkan diatas pallet. Dimana

penggunaan pallet sangat dianjurkan

sebelum barang diletakkan pada lantai,

tujuannya adalah agar obat terhindar

dari kerusakan.

Penyusunan obat yang dilakukan di

rak-rak dan lemari penyimpanan obat di

gudang obat Puskesmas Batua belum

dilakukan pemberian nama obat karena

obat disimpan tetap di dalam dus obat.

Pengaturan obat yang dilakukan di

rak/lemari dan mencantumkan nama

masing-masing obat pada rak dapat

memberikan kemudahan bagi petugas

gudang dalam mencari barang saat

dibutuhkan dan dapat membuat

penyimpanan menjadi lebih efisien.

(Dirjen Binfar dan Alkes, 2010).

Untuk mendapatkan kemudahan

dalam penyimpanan, penyusunan,

pencarian dan pengawasan obat, maka

diperlukan pengaturan tata ruang yang

baik. (Dirjen Binfar dan Alkes 2010)

Berdasarkan hasil observasi, rak

penyimpanan dan lemari penyimpanan

yang terdapat di gudang obat

Puskesmas Batua disusun membentuk

huruf U. Meskipun rak dan lemari

penyimpanan disusun secara sederhana

namun, petugas terkadang masih

merasa kesulitan dalam bergerak pada

saat akan mengambil obat. Hal ini

dikarenakan adanya tumpukan barang

yang terdapat di lorong ruang

penyimpanan.

Rak dan lemari penyimpanan yang

terdapat di gudang farmasi tidak

diletakkan menyentuh dinding dan tidak

langsung menempel pada lantai.

Pemberian jarak antara rak/lemari

dengan dinding dan dengan lantai

seperti ini dapat menghindari obat dari

kerusakan akibat suhu dinding/lantai.

Selain itu jarak yang dibuat antara lantai

dengan lemari dapat membantu

menghindari kerusakan obat jika terjadi

genangan air pada lantai.

Sistem penyimpanan obat yang

dilakukan di gudang obat Puskesmas

Batua menggunakan sistem

penyimpanan FIFO (First In First Out)

dan (First Expire First Out), dimana obat

yang lebih awal diterima itu yang

terlebih dahulu dikeluarkan dan

disesuaikan dengan batas

kadaluarsanya. Menurut Dirjen Binfar

dan Alkes (2010) penerapan sistem

FEFO dan FIFO sangat penting karena

obat yang sudah terlalu lama biasanya

kekuatannya atau potensinya

berkurang. Selain itu kartu stok

penyimpanan yang disediakan sudah

digunakan dengan baik, petugas

melakukan pencatatan secara teratur

terhadap obat yang masuk dan keluar.

Sehingga petugas tidak mengalami

kesulitan dalam pencarian obat saat

dibutuhkan dan saat terjadi selisih

jumlah obat petugas tidak kesulitan

dalam mendeteksi selisih tersebut.

Menurut Dirjen Binfar dan Alkes

(2010) bahwa mutu obat yang disimpan

di ruangan penyimpanan dapat

mengalami perubahan baik karena

faktor fisik maupun kimiawi. Oleh karena

itu setiap pengelolaan obat perlu

melakukan pengamatan mutu obat dan

pemeriksaan tanggal kadaluarsa obat

secara visual yang dilakukan secara

berkala. Berdasarkan hasil observasi

petugas gudang obat Puskesmas Batua

setiap bulan melakukan pengecekan

dan pencatatan terhadap mutu obat dan

tanggal kadaluarsa obat dalam kegiatan

stok opname.

Selain itu untuk menjaga mutu obat

perlu juga diperhatikan kebersihan

gudang penyimpanan. Ruangan yang

kotor dapat mengundang tikus dan

serangga lain yang kemudian merusak

obat. Etiket dapat menjadi kotor dan

sulit dibaca. Berdasarkan hasil

observasi langsung petugas gudang

obat Puskesmas Batua selalu menjaga

kebersihan gudang setiap harinya

Page 19: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

terlihat dari lantai, dinding dan rak yang

bersih.

Pencatatan dan pelaporan data obat

di Puskesmas merupakan kegiatan

dalam rangka penatalaksanaan obat-

obatan secara tertib, baik obat-obatan

yang diterima, disimpan, didistribusikan

dan digunakan di Puskesmas dan atau

unit pelayanan lainnya. Tujuan

pencatatan dan pelaporan adalah bukti

bahwa suatu kegiatan telah dilakukan,

sumber data untuk perencanaan

kebutuhan dan juga untuk pembuatan

laporan. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010)

Pencatatan yang harus dilakukan

pada saat penerimaan obat adalah

pencatatan pada buku harian

penerimaan obat, berfungsi sebagai

lembar kerja pencatatan penerimaan

obat. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara diketahui kegiatan

penerimaan obat yang dilakukan oleh

petugas Puskesmas Batua meliputi

pemeriksaan terhadap kesesuaian obat

yang datang (jumlah dan jenis) dengan

barang yang dipesan, pemeriksaan

kemasan, tanggal kadaluarsa obat dan

melakukan pencacatan pada buku

harian penerimaan obat dan kartu stok

obat.

Pengeluaran obat dari gudang obat

dan kamar obat Puskesmas Batua

selama jam kerja dilakukan setelah

adanya permintaan obat berupa resep

dari sub unit (perawatan inap/UGD)

yang membutuhkan obat, namun di luar

jam kerja masing-masing sub unit

menggunakan stok obat di ruangan,

diperoleh dari permintaan obat yang

dibuat. Stok obat dari masing-masing

sub unit selalu dimonitoring oleh

apoteker pengolola melalui laporan sub

unit pelayanan obat yang dibuat setiap

bulannya. Sistem pengeluaran obat

yang dilakukan memperhatikan sistem

FIFO/FEFO. Pengeluaran dengan

memperhatikan sistem FIFO/FEFO

dimaksudkan agar setiap persediaan

obat yang terdapat digudang terhindar

dari kadaluarsa. Sebagaimana tujuan

dari penyimpanan obat yang dilakukan

yaitu menjaga mutu persediaan obat.

Pencatatan yang dilakukan pada saat

pengeluaran obat dimulai dari pengisian

kartu stok, pencatatan pada buku harian

pengeluaran obat dan membuat surak

bukti barang keluar untuk sub unit yang

membutuhkan dalam hal ini pencatatan

pada buku distribusi obat/alkes

perawatan inap/UGD. Ketiga dokumen

ini menampilkan data mengenai tanggal

pengeluaran, nama obat/alkes, jenis

obat dan jumlah obat yang dikeluarkan.

Hal ini sesuai dengan pedoman yang

dibuat oleh Dirjen Bina Farmasi dan Alat

Kesehatan (2010) yang menyebutkan

bahwa pada proses pengeluaran

terdapat dokumen pencatatan yang

harus dibuat yaitu kartu stok, buku

harian pengeluaran obat dan buku

distribusi obat/alkes perawatan

inap/UGD.

Adapun dokumen-dokumen

penyimpanan obat yang perlu untuk

dilaporkan terdiri dari laporan

pemakaian dan lembar permintaan obat

(LPLPO), laporan dokumen obat

kadaluarsa dan laporan hasil stok

opname. Pelaporan dokumen-dokumen

tersebut dilakukan secara rutin oleh

petugas gudang Puskesmas Batua.

Kegiatan pencatatan dan pelaporan

dokumen terkait penyimpanan obat di

gudang obat sudah berjalan dengan

baik.

Dengan dilakukannya pelaporan

diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi

dan memberikan informasi yang akurat

mengenai kegiatan penyimpanan obat

sehingga memudahkan penelusuran

surat dan laporan, mendapat data atau

laporan yang lengkap untuk membuat

perencanaan.

Page 20: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

55

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sistem penyimpanan obat di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar, belum sepenuhnya memenuhi standar penyimpanan obat yang baik berdasarkan variabel observasi yang tidak mencapai 100 % yaitu sarana dan prasarana penyimpanan obat 75 %, sarana dan prasarana keamanan gudang 87,5 %, pengaturan penyimpanan obat 88,89 %, dan pengaturan tata letak ruang penyimpanan 66,67 %.

SARAN

Petugas perlu melakukan evaluasi terhadap cara penyimpanan obat yang baik di gudang obat Puskesmas Batua Kota Makassar dan mengikuti aturan yang terbaru.

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian di Puskesmas lain tentang cara penyimpanan obat yang baik.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011, Profil Puskesmas Batua Raya

Kota Makassar, http://pkmbatua.blogspot.co.id/, diakses Tanggal 07 Maret 2015.

Anggisahada, 2014, DMC (Drug Manajemen Cycle) Apotek, https://sahadaanggi.wordpress.com/2014/04/24/dmc-drug-manajemen-cycle-apotek/, diakses Tanggal 16 Maret 2016

Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2012, Keputusan Kepala BPOM No : HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012

Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Jakarta

Depkes RI, 2005, Pedoman Pengelolaan Obat di Gudang Farmasi, Jakarta.

Hadikurniawan, 2012, Drug Management Cycle Apotek Pasca Idul Adha,http://hadikurniawanapt.blogspot.co.id/2012/10/tugas-dmc-apotek-babarsari-pasca-idul.html, diakses Tanggal 16 Maret 2016.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dit Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Jakarta.

Palupiningtyas, R, 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat Di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun 2014, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015. Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2014. Standar Pelayanan Kefarmasiaan Di Puskesmas, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Quick et al,1996 “Managing Drug Suplly”, Jonathan. D., (Eds), Second Edition, Reursod and Expanded, Kumarin Press, USA.:

Restinugrahaeni, 2013, DMC (Penyimpanan dan Distribusi Obat), http://restinugrahaeni.blogspot.co.id/2013/06/dmc-penyimpanan-dan-distribusi-obat.html, diakses Tanggal 08 Maret 2016.

Seto Soerjono, dkk. 2008, Manajemen Farmasi. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya.

Page 21: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN PADA DAUN TEKELAN (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) ASAL MAMUJU

SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 2 DIMENSI

Endah Dwijayanti1, Sri Widyastuti2 1) Fakultas MIPA, Universitas Islam Makassar

2)Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur email: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian isolasi dan Identifikasi komponen kimia tanin daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang berasal dari Mamuju. Daun tekelan merupakan tanaman yang digunakan oleh masyarakat Mamuju yang dipercaya secara empiris berkhasiat sebagai anti koagulan pada luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia tanin dari ekstrak daun tekelan mulai dari uji pendahuluan sampai pada Kromatografi Lapis Tipis. Proses isolasi senyawa kimia meliputi ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol, fraksinasi dengan n-butanol, isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif serta uji kemurnian. Isolasi fraksi n-butanol ekstrak daun tekelan Chromolaena odorata (L) R.M.KING) menggunakan eluen N-heksan-etil asetat ( 7 : 3 ) menghasilkan 4 isolat yang dinamakan isolat A, B, C, dan D, isolat dilanjutkan proses pemisahan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi. Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dan dua dimensi berupa isolat C memberikan penampakan noda yang tunggal pada uji kemurnian sehingga dapat dikatakan merupakan noda murni yang merupakan ciri dari senyawa tanin.

Kata kunci : Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING), Identifikasi, Tanin,

Ktomatografi Lapis Tipis. PENDAHULUAN

Secara historis, bahan alam telah menjadi dasar pengobatan. Sejumlah teori telah diusulkan tentang mengapa senyawa-senyawa ini diproduksi dalam tumbuhan yang kemungkinan besar bahwa bahan alam tersebut diproduksi sebagai bagian dari sistem pertahanan kimia untuk melindungi tumbuhan dari serangan mikro organisme atau seranga.

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat pesat karena perkembangannya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasi menggunakan jenis kromatografi berdasarkan perbedaan kecepatan kelarutan. Hal ini mendorong berkembangnya bidang kemotaksonomi atau sistematik kimia yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan, dengan kata lain isi dari kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi

dan klasifikasi tumbuhan (Wiryowidagdo, 2007)

Umumnya tumbuhan mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid flavanoid, alkaloid dan tannin. Salah satu dari tumbuhan yang mengandung senyawa kimia adalah tanaman tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang merupakan tumbuhan dari famili astereceae (Depkes, 2000).

Daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) banyak digunakan sebagai obat dalam penyembuhan luka, obat kumur untuk pengobatan sakit pada tenggorokan, obat batuk, obat malaria, antimikroba, sakit kepala, antidiare, astrigen, antispasmodic, antihipertensi, anti inflamasi dan diuretic (Latief., A, 2012).

Salah satu kandungan senyawa kimia yang diduga terkandung dalam tanaman tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) yang sangat bermanfaat

Page 22: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

untuk pengobatan yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol larut air, yang dapat memilki bobot molekul tinggi dan memiliki sifat utama yaitu kemampuannya yang dapat berikatan dengan protein (Heinrich, etc., 2009). Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak tanaman daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) dari Mamuju mengandung senyawa kimia golongan tanin yang diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis yang dikembangan secara dua dimensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia tanin yang terkandung dalam ekstrak tanaman daun tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M.KING) secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Dua Dimensi, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun tanaman tekelan Chromolaena odorata (L) R.M.KING) khususnya dari golongan tanin.

METODE KERJA A. Alat dan Bahan yang digunakan

Alat yang digunakan adalah peralatan laboratorium berupa batang pengaduk, Chamber dan kaca penutup, corong gelas, corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia 100 mL, 250 mL, 500 mL, gelas ukur, kertas saring, lampu ultraviolet, lempeng kaca, oven, pemanas listrik, penangas air, botol semprot, rotavavor, seperangkat alat maserasi, silika gel G60F254 nm. Bahan yang digunakan diantaranya akuades, alumunium foil, Daun Tekelan (chromolaena odorata (L) R.M. KING), etanol (96%), n-hexan, etil asetat, dieti eter, n-butanol.

B. Pengolahan sampel Daun Tekelan dibersihkan dari

kotoran yang melekat, disortasi basah dengan air yang mengalir hingga bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diluar pengaruh cahaya matahari langsung, selanjutnya dipotong-potong kecil sekitar 1-2 cm persegi.

C. Ekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol (96%)

Simplisia dimasukkan kedalam wadah maserasi, lalu ditambahkan pelarut etanol kira-kira dua bagian dari sampel kemudian ditutup dengan aluminium foil pada temperatur kamar selama 5 hari. Filtrat dan endapan dipisahkan, filtrat diambil dan diuapkan hingga kering atau kental.

D. Estraksi dengan pelarut dietil eter

Estrak etanol kering yang diperoleh disuspensikan dengan pelarut dietil eter dan air, kemudian disentrifugasi sebanyak tiga kali, dan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan air dan dietil eter. Sampel ditampung dalam wadah berbeda.

E. Ekstraksi dengan pelarut n-butanol

Lapisan air yang diperoleh disuspensikan dengan pelarut n-butanol dan air, kemudian disentrifugasi sebanyak tiga kali dan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan air dan ekstrak n-butanol. Sampel ditampung dalam wadah berbeda. Lapisan n-butanol kemudian diuapkan sampai diperoleh ekstrak n-butanol kental, kemudian dilanjutkan dengan KLT.

F. Uji pendahuluan

Ekstrak n-butanol daun Tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi FeCl3 kemudian dikocok. Selanjutnya mengamati perubahan warna yang terjadi yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat yang menunjukkan positif adanya tanin

G. Pemisahan Komponen Kimia Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak n-butanol dimasukkan ke dalam vial lalu dilarutkan dengan pelarut kemudian ditotolkan ke lempeng GF254 nm dan dielusi dengan cairan pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3) kemudian diamati dibawah sinar lampu UV 366 nm,. Lempeng selanjutnya disemprot dengan FeCl3 1% v/v, diangin-anginkan hingga diperoleh warna noda.

Page 23: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Isolasi dengan KLT preparative Ekstrak yang diperoleh

ditotolkan secara tegak lurus pada permukaan lempeng yang telah dibuat parit menggunakan pipa kapiler, dimasukkan dalam chamber yang berisi eluen n-hexan-etil asetat (7:3), yang telah dijenuhkan dengan posisi berdiri (diusahakan tempat penotolan tidak kontak dengan eluen yang digunakan) kemudian chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi, setelah itu lempeng dikeluarkan dan di angin-anginkan sampai kering, lalu diamati penampakan nodanya pada lampu UV 366 nm. Pita-pita yang terbentuk dikeruk dari plat kaca dan ditampung kedalam vial sesuai dengan fraksinya. Kromatografi lapis tipis 2 dimensi

KLT 2 dimensi dilakukan terhadap fraksi noda tunggal dengan dua jenis eluen yang berbeda dengan maksud untuk membuktikan bahwa fraksi tersebut adalah senyawa murni yaitu dengan dengan fraksi tunggal diperoleh yang ditotolkan pada lempeng silica gel GF254 ukuran 10x10 cm dengan cairan pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3) untuk arah pertama, setelah terelusi, dikeringkan kemudian dideteksi penampakan noda dengan sinar UV, selanjutnya lempeng diputar 90o dan dilakukan pengerjaan seperti sebelumnya. Fraksi yang diperoleh dinyatakan sebagai senyawa tunggal atau murni jika dari kedua arah elusi memperlihatkan satu noda.

Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah noda yang diperoleh dari hasil kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi lapis tipis preparative (KLTP).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Sampel di ektrak dengan etanol kemudian dilakukan uji pendahuluan (Tabel 1 dan Gambar 1) dan sebagian dilakukan pemisahan dan permurnian tanin yaitu dengan KLT preparatif

menggunakan pengembang n-hexan-etil asetat (7:3) yang terlihat pada Tabel 2.

Untuk mengetahui pita yang positif mengandung tanin, dilakukan penyemprotan dengan penampak bercak asam sulfat 10 % pada pinggir pelat. Pita yang positif Tanin dikerok dan dilarutkan dalam etanol kemudian disaring. Tabel 1. Uji pendahuluan senyawa Tanin

No

Sampel

Pereaksi

Hasil

Ket

1

Ekstrak n-

butanol tekelan

+FeCl3 Ungu

Coklat ke-

hitaman

(+)

Gambar 1. Hasil uji pendahuluan eksrak n-butanol daun Tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING)

Tabel 2. Identifikasi KLTP ekstrak daun Tekelan Fraksi n-butanol dengan Cairan Pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3)

Fraksi Warna Pita Noda Hasil KLTP ada Penampak Noda Lampu

UV 254 nm

A B C D

Kehitaman Coklat kehijauan Ungu kehitama

Coklat

Filtrat yang diperoleh dari hasil penyemprotan kemudian diperiksa dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi dari fraksi yang positif menggunakan pengembang n-hexan-etil asetat (7:3) terlihat pada Tabel 3 dan diperiksa menggunakan lampu ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 254 nm (Gambar 2).

(a)

(b)

Page 24: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Tabel 3. Hasil identifikasi Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi dari Fraksi B dan C dengan Cairan Pengelusi n-hexan-etil asetat (7:3)

Fraksi Arah Elusi

Warna bercak pada UV 254 nm

B

C

(Arah I) (Arah II)

(Arah I)

(Arah II)

Hijau tua Hijau tua

Coklat kemerahan Coklat kemerahan

Gambar 2 : Kromatograpi Lapis Tipis Dua Dimensi (Arah I (a) dan Arah II (b)) Fraksi B Dan C Menggunakan Cairan Pengelusi N-Hexan – Etil Asetat (7;3) Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia pada daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) berupa senyawa tanin dengan metode kromatografi. Penelitian terlebih dahulu dilakukan dengan pengambilan sampel daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) dari Mamuju, Sulawesi Barat.

Prinsip kromatografi adalah pemisahan berdasarkan kecepatan zat-zat terlarut yang berbegark bersama-sama dengan pelarutnya (Hahn-

Deinstrop, etc., 2007). Cara ini umum dilakukan pada pemisahan zat berwarna seperti tanin.

Tanin merupakan komponen zat organik derivat polimer glikosida yangterdapat dalam bermacam-macam tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Ekstrak tanin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan karbohidrat rendah (Khanbabaee and Teunis, 2001).

Hasil identifikasi isolasi ekstrak n-butanol dari daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) secara kromatografi lapis tipis preparatif diperoleh 4 isolat yaitu A, B, C dan D. setelah dilakukan pemurnian dengan KLT 2 dimensi (Tabel 2).

Penggunaan kromatografi lapis tipis 2 dimensi dilakukan untuk lebih memperjelas dan mempertegas penampakan noda pada sampel (Roman, A., 2007). Selain itu, 2 sistem fase gerak sangat berbeda dalam hal ini penggunaan pengelusi, dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat kepolaran yang berbeda (Hahn-Deinstrop, etc., 2007), sehingga dapat menguatkan dugaan peneliti bahwa noda yang muncul tersebut adalah senyawa yang di identifikasi.

Berdasarkan dari Tabel 1 dan 2 dapat di lihat bahwa dari setiap langkah tersebut dilakukan pemantauan di setiap perubahan warna pada sampel uji daun tekelan (Chromolaena Odorata (L) R.M. KING) baik secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi maupun dengan identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak yang sesuai. Hasil identifikasi secara kualitatif diperoleh hasil positif pada penambahan pereaksi FeCl3 yaitu berwarna coklat yang dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia tanin.

Kromatografi lapis tipis dua dimensi dilakukan untuk mengetahul isolat tersebut sudah murni atau tidak yang ditandai dengan adanya noda tunggal (Harborne, 1987). Hasil pengujian…..menunjukkan terbentuknya

Fraksi C

Fraksi B

Fraksi B

Fraksi C

Page 25: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

1 noda yang menunjukkan senyawa yang diperoleh merupakan senyawa murni pada pengamatan di bawa lampu UV 254 nm pada isolat hasil kromatografi lapis tipis preparatif fraksi C.

Penampakan noda pada 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron tereksitasi dari tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Wall, P.E., 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan KLT 2 dimensi pada Gambar 2 juga dapat di duga bahwa fraksi C mengandung senyawa kimia tanin jenis non-polar yang ditandai dengan penampakan noda berwarna coklat kemerahan untuk arah I dan begitupun penampakan noda pada arah II yaitu coklat kemerahan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hayati, etc., (2010) dan Nurhalimah, (2015) yang menyatakan bahwa noda hasil KLT yang diduga senyawa tanin berwarna coklat kemerahan. juga yang di jelaskan dalam literatur bahwa ciri khas senyawa kimia tanin yaitu coklat, ungu dan hitam. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil identifikasi isolasi ekstrak n-butanol secara kromatografi lapis tipis preparatif diperoleh 4 isolat yaitu A, B, C dan D. setelah dilakukan pemurnian dengan KLT 2 dimensi, fraksi C dapat diduga mengandung senyawa kimia tanin yang ditandai dengan noda tunggal berwarna coklat kemerahan. Selanjutnya disarankan agar dilakukan identifikasi senyawa lainnya serta bagian tanaman lain dari tanaman Tekelan (Chromolaena odorata (L) R.M. KING) berasal dari Mamuju dengan menggunakan Spektrofotometer Infra merah.

DAFTAR PUSTAKA Departemen kesehatan dan

kesejahteraan social RI, 2000.

Inventaris tanaman obat

Indonesia, Jilid I

Hahn-Deinstrop, Elke, 2007. Applied

Thin-Layer Chromatography,

Best Practiceand Avoindace of

Mistakes. Second, Revised and

Enlarge Edition. Jerman;

WILEY-VCH

Harborne, 1987. Metode Fitokimia :

Penuntun Cara Modern

Menganalisis Tumbuhan. Edisi

II. Terjemahan Kosasih

Padmawinata dan Iwang

Soediro. Bandung; ITB

Hayati Kamilah Elok, A. Fasyah

Ghanaim, Sa’adah Lailis, 2010.

Fraksinasi Dan Identifikasi

Senyawa Tanin Pada Daun

Belimbing Wuluh (Averrhoa

Bilimbi L.). J. Kimia vol.4 No.2.

Heinrich Michael, Gibbons Simon,

Barmes Joanne, Williamson

Elisabeth 2009. Farmakognosi

dan Fitoterapi, Jakarta; EGC.

Khanbabaee, Karamali and van Ree, Teunis. Tannins: Classification and Definition.

J. Nat. Prod. Rep., 18, 641–649. Latief Abdul., 2012. Obat

Tradisonal,Jakarta; EGC.

Nurhalimah, 2015. Aktivitas

Penyembuhan Luka Dari

Ekstrak Etanol Daun Tekelan

(Chromolaena Odorata (L.)

R.M.King.) Yang Diformulasi

dalam Sediaan Gel Pada Mencit

Diabetes. Diakses pada Maret

2016.

Roman Abdul, 2007. Kimia Farmasi

Analisis, Yogyakarta; Pustaka

Pelajar.

Wall, Peter E., 2005. Thin-Layer

Chromatography, A Modern

Practical Approach. UK ; RS.C7.

Page 26: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Wiryowidagdo sumali, 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam, Edisi 2. Jakarta: EGC

Page 27: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL BIJI PETAI CINA (Leucaena glauca Bth.)

TERHADAP MENCIT JANTAN (Mus musculus)

Ayu Wandira, Hasyim Bariun,Yasnidar Yasir, St. Fauziah Noer, Anri Gunawan Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Makassar

ABSTRAK

Penelitian tentang uji efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina terhadap mencit jantan telah dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif terhadap efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina terhadap mencit jantan. Metode yang digunakan yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan metode statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit jantan sebanyak 18 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan. Mencit dipuasakan selama 4 jam sebelum perlakuan, kemudian pengukuran kadar glukosa awal, setelah itu diinduksi dengan glukosa 10 mg dan diukur kadar glukosa setelah induksi. Kelompok I diberi suspensi Na.CMC 10 mg sebagai kontrol negatif, kelompok II, III, IV, dan V masing-masing diberikan perlakuan suspensi ekstrak etanol biji petai cina 10 mg, 20 mg, 40 mg, dan 80 mg, kelompok VI diberi suspensi dari tablet glibenklamid 6,8 mg sebagai kontrol positif. Pemberian dilakukan peroral dengan volume pemberian 1 mL. Kemudian kadar glukosa darah diamati setelah perlakuan dengan menggunakan glukometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dosis 10 mg, 20 mg,40 mg, 80 mg, mg/25 g BB mencit memiliki efek hipoglikemik bila dibandingkan 0,68 mg/25 g BB pada taraf kepercayaan 1 % uji lanjut Duncan. Kata kunci: Biji Petai Cina (Leucaena glauca Bth.) Hipoglikemik, Mencit Jantan (Mus

musculus)

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik gangguan hormonal. Penyakit diabetes melitus memerlukan pengobatan jangka panjang dan biaya yang mahal, sehingga perlu mencari obat anti diabetes yang relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu pengobatan alternatif adalah penggunaan obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemik. Tahun 1980, WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah karena pemakaian obat modern kurang aman (Maulana, 2008; Moehyi, 1995).

Pengobatan dan tentang keindahan alam semesta yang dapat dijadikan sebagai sumber pembuat obat-obatan dijelaskan dalam surah Asy

Syu’ara ayat 7 menggambarkan segala sesuatu yang baik bagi setiap objek yang disifatinya. Tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan bermanfaat. Tumbuhan yang bermacam-macam jenisnya dapat digunakan sebagai obat berbagai penyakit dan ini merupakan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang harus dipelajari dan dimanfaatkan. Salah satu tanaman obat yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus (DM) adalah biji petai cina (Leucaena glauca Bth). Setiap 100 g biji petai cina mengandung kalori sebesar 148 kalori; protein 10,6 g; lemak 0,5 g; hidrat arang 26,6 g; kalsium 155 g; besi 2,2 mg; vitamin A; vitamin B1 0,23 mg. Petai cina juga mengandung zat- zat aktif alkaloid, saponin, flafonoid, alkohol, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A

Page 28: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

dan vitamin B. Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah flafonoid. Flafonoid dalam bentuk agligon bersifat non polar. Berdasarkan sifat flafonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 96 % sebagai bahan penyari, karena etanol 96 % semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar. (Arief, 2007; Raina, 2011).

Rosmini (2004), telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa uji efek infus biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dapat menurunkan kadar glukosa darah setelah diujikan pada mencit(Mus musculus) dengan konsentrasi yang efektif adalah pada dosis 10% (Rosmini, 2004).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hipoglikemik ekstrak biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) dengan beberapa konsentrasi terhadap mencit jantan (Mus musculus).

Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah sebagai bahan acuan atau pedoman bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya, menambah pengetahuan dan wawasan untuk peneliti, serta menjadi bahan informasi kepada masyarakat tentang efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang petai cina yang merupakan tanaman liar kemudian dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.

METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah aluminium foil, batang pengaduk, magnetik stirer, botol coklat, rotavapor, Erlenmeyer 250 mL (Pyrex), gelas piala 250 mL (Pyrex), gelas ukur 100 mL (Pyrex), gelas ukur 50 mL (Pyrex), glukometer (Easy Touch), kandang mencit, kanula, labu tentukur, mortir dan stamfer, bejana maserasi, spoit 1 cc, timbangan analitik dan timbangan hewan.

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, biji petai cina (LeucaenaglaucaBth.) etanol 96%, mencit jantan, larutan glukosa 10%, larutan Na-CMC 10 %, suspense tablet glibenklamid.

B. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Biofarmasi Universitas Islam Makassar pada bulan Maret 2015. Penelitian ini berskala laboratorium.

C. Penyiapan Sampel Penelitian 1. Pengambilan Sampel

Sampel penelitian berupa Biji petai cina diperoleh di desa Balieng Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. 2. Pengolahan Sampel

Sampel berupa biji petai cina yang sudah tua dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung. Sampel berupa biji petai cina yang sudah tua dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung. Sampel biji petai cina dipotong-potong kecil, diserbukkan sampai diperoleh simplisia kering.

D. Pembuatan Bahan Penelitian

Simplisia biji petai cina (Leucaena glauca Bth.) sebanyak 200 mg dimasukkan dalam bejana maserasi kemudian ditambahkan etanol 96% sampai terendam (kurang lebih 2 liter) ditutup dan dibiarkan selama 2 hari, pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, diulangi beberapa kali sampai cairan penyari jernih. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan lalu diuapkan dalam rotavapor sampai diperoleh ekstrak pekat yang dapat dituang ke dalam gelas piala, selanjutnya diuapkan sampai kental. Ekstrak etanol kental yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mengetahui rendamen.

E. Pembuatan Larutan Koloidal Na-CMC 1% b/v

Na.CMC ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan sedikit demi sedikit dalam 50 mL air panas (suhu

Page 29: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

70oC), sambil diaduk dengan pengaduk elektrik hingga terbentuk larutan koloid yang homogen dalam gelas piala kemudian volumenya dicukupkan dengan air suling hingga 100mL dalam labu tentukur.

F. Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Biji Petai Cina

Ekstrak biji petai cina untuk konsentrasi 1% mg/kg BB ditimbang 10 mg, kemudian digerus dalam lumpang dan ditambahkan larutan koloidal Na-CMC 1%,diaduk dan dihomogenkan menggunakan megnetik stirer. Supensi ekstrak etanol biji petai cina dibuat cara yang sama untuk konsentrasi 1%, 2%,4%dan 8%.

G. Pembuatan Larutan Glukosa 10% b/v

Ditimbang glukosa sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, lalu dilarutkan dengan air suling sebanyak 5mL, dikocok hingga larut kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 mL dalam erlenmeyer.

H. Pemelihan dan Penyiapan Hewan Uji 1. Pemilihan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dengan bobot 20-25 g, sehat dan telah diadaptasikan untuk menyesuaikan dengan lingkungannya selama satu minggu. 2. Penyiapan Hewan Uji

Disiapkan 18 ekor mencit jantan, yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 3 ekor mencit jantan. 3. Perlakuan terhadap Hewan Uji

Mencit jantan yang digunakan 18 ekor dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri atas 3 ekor dilakukan secara acak. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam, sebelum perlakuan, diukur kadar glukosa darah puasa awal dengan cara mengambil darah melalui vena lateralis. Setelah itu diberikan larutan glukosa 10% secara oral sebanyak 1mL/30g BB dan 60 menit kemudian diambil lagi darah

melalui vena lateralis. Kelompok I diberi larutan Na-CMC 10mg/25g BB sebagai kontrol negatif, kelompok II diberi ekstrak etanol biji petai cina 10mg/25g BB, kelompok III diberi ekstrak etanol biji petai cina 20mg/25g BB, kelompok IV diberi ekstrak etanol biji petai cina 40mg/25g BB, kelompok V diberi ekstrak etanol biji petai cina 80mg/25g BB dan kelompok VI diberi suspensi tablet glibenklamid6,8mg/25g BB sebagai kontrol posotif. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan selama 6 kali dengan interval waktu 60 menit, yaitu pada menit ke-60, 120, 180, 240 dan 300 dengan menggunakan glukometer.

I. Pengambilan Cuplikan Darah

Cara pengambilan darahnya yaitu ekor mencit diusap dengan kapas yang terlebih dahulu diberi alkohol 70% lalu ekor mencit (vena lateralis) dipotongdengan menggunakan gunting yang telah dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah itu ekor dipegang kuat-kuat sampai keluar darah di ujung vena lateralis. Darah yang keluar kemudian diteteskan ke strip glukometer. Selanjutnya ujung vena lateralis tersebut diusap dengan kapas yang telah diberi alkohol 70% agar darah dari vena lateralis tidak keluarlagi.

J. Pengumpulan dan Analisis Data

Data dikumpulkan berdasarkan efek yang ditimbulkan dari hasil pengukuran kadar glukosa darah setelah pemberian kontrol positif ekstrak etanol biji petai cina. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode ANAVA menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Sampel biji petai cina sebanyak 200 gram diekstraksi dengan metode maserasi menghasilkan ekstrak sebanyak 14,67 gram. Hasil rendamen ekstrak etanol biji petai cina yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.

Page 30: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Tabel 1. Hasil Rendamen Ekstrak Etanol Biji Petai Cina (Lucaena glauca Bth.)

Sampel Berat Sampel

(gram) Berat Ekstrak (gram)

Rendamen

(%)

Biji petai cina 200 14,67 7,335

Hasil pengukuran kadar glukosa

darah mencit jantan (Mus musculus) sebelum dan setelah pemberian ekstrak

etanol biji petai cina dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Rata-Rata pada Mencit Jantan (Mus

musculus)

Rata-Rata Kadar GlukosaDarah (mg/dL)

Klp Awal

Setelah

induksi

glukosa

Setelah perlakuan Penuruna

n

(%) 60’ 120’ 180’ 240’ 300’

I 97,33 131 128,66 127 124,33 122,33 119,66 8,61

II 96 151 136,66 121,33 106,66 95,33 79 48,11

III 79,66 133,66 121,33 111,33 94,33 81 61 54,18

IV 87,66 163,66 138,66 123 100,33 87 73,33 55,01

V 86 152,66 125,66 110,33 95,33 82,66 67 57,32

VI 89,66 163,33 108,66 94,33 96,66 84,66 73,33 54,32

Keterangan: Kelompok I : Suspensi Na CMC 10 mg Kelompok II : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 10 mg Kelompok III : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 20 mg Kelompok IV : Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 40 mg Kelompok V :Ekstrak Etanol Biji Petai Cina 80 mg Kelompok VI : Suspensi Tablet Glibenklamid (6,8 mg )

Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit jantan (Mus musculus) setelah dan sebelum pemberian ekstrak etanol biji petai cina dapat di lihat pada grafik di bawah ini:

Page 31: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Gambar 2. Histogram Rata-Rata Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan (Mus musculus)

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar glukosa darah atau efek hipoglikemik ekstrak etanol biji petai cina yang sebelumnya dipuasakan selama 3-4 jam dan setelah itu diinduksikan dengan glukosa 1% untuk menaikkan kadar glukosa darah mencit jantan. Menurut yayasan pengembangan obat bahan alam phyto medica (1993) bahwa keadaan diabetes melitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat kimia. Dapat pula digunakan metode uji toleransi glukosa, dimana tubuh dibebani glukosa untuk mengetahui kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa.

Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit jantan. Pemilihan jenis kelamin jantan lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa mencit jantan tidak mempunyai hormon estrogen, kalaupun ada hanya dalam jumlah yang relatif sedikit. Kondisi hormonal pada mencit jantan lebih stabil jika dibandingkan dengan mencit betina karena pada mencit betina mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut. Tingkat stress pada mencit betina lebih

tinggi dibandingkan dengan mencit jantan yang mungkin dapat mengganggu pada saat pengujian (Malole, 1989).

Sampel biji petai cina diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Digunakan etanol sebagai pelarut karena pada umumnya senyawa fenolik mudah larut dalam pelarut organik seperti etanol dengan air yang dapat meningkatkan senyawa fenolik. Metode dan pelarut yang digunakan sesuai dengan yang dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Rosmini (2004) mengenai uji efek infus biji petai cina. Penelitian ini dilakukan dengan metode uji toleransi glukosa secara oral, dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Kadar glukosa darah pada hewan uji diperoleh dari ekor masing-masing mencit yang diukur dengan menggunakan alat glukometer (Easy Touch). Menurut Roche (2009) menyatakan bahwa Penggunaan alat glukometer merupakan salah satu contoh aplikasi pemeriksaan kadar glukosa darah, dimana strip mengandung enzim pengoksidasi glukosa yang akan bereaksi dengan glukosa darah.

Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dan grafik 1.

Na-CMC10 mg

EEBPTC1 0 mg

EEBPTC2 0 mg

EEBPTC4 0 mg

EEBPTC8o mg

Glibenklamid

6,8mg

% 8,61 48,11 54,18 55,01 57,31 54,31

0

10

20

30

40

50

60

70P

ENU

RU

NA

N K

AD

AR

GLU

KO

SA D

AR

AH

Page 32: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Penelitian yang telah dilakukan dengan pemberian ekstrak etanol biji petai cina dengan beberapa konsentrasi menyatakan efek yang baik untuk penurunan kadar glukosa darah pada mencit jantan, ini terlihat dari persentase hasil analisis statistik yang telah dilakukan dibandingkan dengan kontrol positif suspensi tablet glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat pertama dari antidiabetika oral generasi kedua dengan khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat dari pada tolbutamit. Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β langer hans pankreas (Gunawan, 2012).

Antioksidan (Flavonoid) pada penilitian ini diharapkan akan mengurangi dampak negatif radikal bebas khususnya pada pankreas. Antioksidan adalah molekul yang berfungsi sebagai penetral senyawa-senyawa berbahaya atau senyawa yang bersifat toksik bagi tubuh yang disebut radikal bebas (Hernani, 2005). Penyakit hiperglikemik dapat meningkatkan stress oksidatif melalui kelebihan produksi spesies oksigen reaktif (SOR). SOR akan meningkatkan pembentukan ekspresi tumor nekrosis faktor-a (TNF-α) dan memperparah stress oksidatif. TNF-α dapat mengakibatkan resistensi insulin melalui penurunan autofosforilasi dari reseptor insulin serta mengubah fungsi sel β (Widowati, 2015; Sukarmin, 2008). Stress oksidatif adalah keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya. Diabetes mellitus berhubungan erat dengan disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin. Kerusakan sel β pankreas dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu faktor genetik, Infeksi oleh kuman, nutrisi, dan radikal bebas (stress oksidatif). Pemberian antioksidan dan komponen senyawa polifenol dapat menangkap radikal bebas, mengurangi stress oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-α. Senyawa kimia (Flavonoid) ternyata mampu mengurangi komplikasi

diabetes melalui pengurangan stress oksidatif, spesies oksigen reaktif, dan TNF-α.

PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian

analisis statistik dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji

petai cina (Leucaena glauca Bth.) dosis

10 mg, 20 mg,40 mg, 80 mg, mg/25 g

BB mencit memiliki efekhipoglikemik bila

dibandingkan 0,68 mg/25 g BB pada

taraf kepercayaan 1 % uji lanjut

Duncan.

B. Saran Sebaiknya dilakukan penilitian

lebih lanjut tentang identifikasi senyawa kimia dan uji-uji lainnya terhadap ekstrak etanol biji petai cina (Leucaena glauca Bth.)

DAFTAR PUSTAKA Arief, H., 2007. Tumbuhan Obat dan

Khasiatnya Seri 2. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Departemen Agama RI., 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Jumanatul ‘Al. CV Penerbit J-Art. Bandung.

Ditjen POM RI., 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.

Ditjen POM., 1986. Sediaan Galenika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Gunawan S.G., 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi V.Departemen Farmakologi dan terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Jakarta.

Hariana, A., 2010. Resep untuk Mengobati 236 Penyakit. Penerbit Swadaya. Yogyakarta.

Maulana, M., 2008. Mengenal Diabetes Mellitus, Panduan Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Katahati. Yogyakarta

Moehyi, S., 1995. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Malole, M., 1989. Penanganan Hewan-hewan Coba di Laboratorium,

Page 33: ANALISA BAKTERI Salmonella sp DAN ORGANOLEPTIK PADA ...

Jurnal FARBAL, Volume 5 Nomor 2, September 2017

68

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor.

Rosmini, 2004. Uji Efek Infus Petai Cina terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus). Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia Timur. Makassar.

Raina, 2011. Eksiklopedi Tanaman Obat untuk Kesehatan. Absolut. Yogyakarta.

Soeryoko, H., 2011. 25 Tanaman Obat Ampuh Penakluk Diabetes Mellitus, CV. Andi offset. Yogyakarta.

Steenis ,V. C. G. G. J., 2008. Flora, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sunanto, H., 1992. Budidaya Petai dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Jakarta.

Smith, J. Mangkoewidjojo, 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta.