1
PAGE
1. PENDAHULUAN1.1. Tinjauan PustakaMetabolisme berasal dari kata
Yunani metabalm yang artinya mengubah. Istilah Yunani ini sering
dipakai di dalam bidang biologi, dalam arti seluruh proses kimia
atau fisika dalam organisme hidup untuk membentuk, mempertahankan,
atau menguraikan berbagai macam zat yang diperlukan di dalam
kehidupan. Metabolisme terdiri dari dua proses yaitu proses
anabolisme dan katabolisme. Anabolisme merupakan sebuah proses di
mana terjadi pembentukan molekul yang lebih besar dari molekul yang
lebih kecil. Katabolisme merupakan proses di mana terjadi
penguraian molekul yang lebih besar menjadi molekul yang lebih
kecil dinamakan. Di dalam kedua proses tersebut dapat terjadi
pertukaran energi. Energi yang dilepaskan pada proses katabolisme
dapat digunakan untuk proses anabolisme (Anonim, 1990).
Anabolisme merupakan suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana
menjadi senyawa yang lebih komplek. Nama lain dari istilah
anabolisme adalah peristiwa sintesis atau penyusunan. Anabolisme di
dalam prosesnya memerlukan energi. Contoh proses anabolik adalah
fotosintesis yang membutuhkan energi cahaya, kemosintesis yang
membutuhkan energi kimia (Green et al., 1988). Anabolisme juga
sering disebut sebagai proses penyusunan senyawa organik dari
zat-zat anorganik dengan menggunakan energi (Kriswinarti, et al.,
1996 ).
Fotosintesis merupakan sebuah proses di mana karbon dioksida
(CO2) dan air (H2O) di bawah pengaruh cahaya diubah ke dalam
persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi (Harjadi,
1979). Fotosintesis juga sering dikatakan sebagai proses pembuatan
senyawa gula dari dua bahan baku sederhana yaitu karbondioksida dan
air dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari sebagai sumber
energi (Fardiaz, 1992).
Dalam proses fotosintesis energi matahari diubah menjadi energi
kimia yang kemudian disimpan dalam bentuk karbohidrat. Apabila
diperlukan, energi yang disimpan tersebut dapat diambil lagi
melalui proses penguraian lemak, karbohidrat atau protein.
Penguraian ini berlangsung dalam proses respirasi (Kriswinarti, et
al., 1996 ). Respirasi yaitu proses untuk memperoleh energi dari
bahan - bahan organik (Harjadi, 1979). Pada tanaman tingkat tinggi,
organ fotosintesis yang paling berperan adalah daun. Daun merupakan
salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna
hijau dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya
matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi
tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah
organisme autotrof obligat. Tumbuhan harus memasok kebutuhan
energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi
kimia (Audesirk & Audesirk, 1989).
Dari reaksi fotosintesis berikut:
dapat disimpulkan bahwa, daun membutuhkan bahan baku berupa
karbondioksida dan air. Kemudian, daun itu harus mengandung
klorofil dan bisa menangkap cahaya matahari. Selanjutnya, oksigen
akan dilepaskan sebagai produk sisa dan karbohidrat sebagai produk
yang berguna yang akan dipindah ke bagian tumbuhan yang lain atau
disimpan (Green, et al., 1988).
Selama fotosintesa, hanya bagian hijau tumbuhan yang melepaskan
oksigen. Struktur tumbuhan yang tidak hijau seperti halnya pada
batang berkayu, akar, bunga, dan buah, sebenarnya menggunakan
oksigen dalam proses respirasi. Jadi fotosintesa dapat berlangsung
jika ada pigmen hijau yaitu klorofil (Kimball, 1992). Pada saat
fotosintesa, tumbuhan juga melepaskan oksigen. Oksigen ini akan
digunakan kembali dalam proses respirasi aerob. Sedangkan
pengeluaran uap air banyak terjadi pada proses transpirasi. Proses
penyerapan air yang mengandung garam mineral dilakukan oleh akar
yang nantinya akan mengalir ke daun. Di daun akan dijadikan sebagai
sumber makanan (Joshua, 1996).
Klorofil adalah suatu jenis pigmen alami yang dapat ditemukan
pada tumbuhan (kecuali pada beberapa jenis tumbuhan parasit dan
saprofit) serta beberapa jenis bakteri dan ganggang. Pigmen ini
mempunyai sifat khas yaitu dapat mengubah energi cahaya menjadi
energi kimia yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Anonim,
1990). Ciri khas tumbuhan yang mempunyai klorofil adalah
kemampuannya untuk membentuk zat - zat organik dengan menggunakan
karbon dari udara sebagai zat pokok. Pada peristiwa ini diperlukan
energi cahaya yang cukup. Di dalam klorofil zat tersebut diubah
menjadi karbohidrat dengan bantuan energi cahaya matahari. Fungsi
klorofil di sini adalah sebagai penghantar tenaga atau
sensibisator. Energi matahari diterima oleh klorofil kemudian
diteruskan dalam proses pembentukan karbohidrat tersebut
(Kriswinarti et al, 1996).
Energi matahari dapat diubah menjadi energi kimia jika diserap
oleh suatu pigmen, dan energi dari foton yang diserap tersebut akan
dipindahkan ke molekul pigmen sehingga molekul tersebut menjadi
mempunyai energi lebih tinggi. Molekul dengan energi tinggi
tersebut dapat kembali lagi ke muatan asalnya dengan melepaskan
energi yang dapat digunakan untuk menjalankan reaksi kimia
(Fardiaz, 1992).
Kloroplas sel tumbuhan merupakan struktur memipih dengan panjang
rata-rata 7 (m dan lebar 3-4 (m. Masing-masing dibatasi sepasang
membran luar yang halus. Batas luar ini melingkupi matriks fluida
yang dinamakan stroma dan suatu sistem membran dalam yang meluas.
Dalam membran dalam terdapat bagian yang terlipat berpasangan yang
disebut lamela. Secara berkala, lamela itu membesar, sehingga
terbentuk gelembung pipih yang terbungkus membran yang disebut
dengan tilakoid. Struktur ini tersusun dalam tumpukan, seperti
tumpukan koin. Tumpukan tilakoid ini dinamakan grana. Pada
kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis
bawah. Ingen-Housz sendiri pertama-tama memperagakan bahwa
daun-daun yang berfotosintesis mengeluarkan oksigen lebih cepat
dari permukaan bawah daripada permukaan atas. Adanya stomata
sebanyak 100.000/cm2 di epidermis bawah daun oak (Quercus)
sedangkan tidak ada stomata di epidermis atas yang memperkuat
temuan ini (Kimball, 1992).
Sebagian besar sel epidermis bawah menyerupai yang terdapat di
epidermis atas. Akan tetapi, di sekitar setiap stoma terdapat dua
sel berbentuk sosis yang dinamakan sel jaga/pelindung (guard cell).
Sel ini berbeda dengan sel-sel lainnya pada epidermis bawah bukan
hanya bentuknya melainkan juga dalam jumlah besar kloroplasnya. Sel
jaga mengatur tutup bukanya stomata. Jadi melakukan pengendalian
ketat terhadap pertukaran gas di antara daun dan atmosfer alam
sekitarnya (Kimball, 1992).
Tahun 1939, Robert Hill menemukan bahwa kloroplas yang diisolasi
dapat membebaskan oksigen dengan kehadiran agen pengoksidasi
(electron acceptor). Hal ini dinamakan reaksi Hill. Laju reaksi
Hill dapat diukur dengan melihat perubahan warna dari DCPIP
(2,6-dichlorophenolindophenol). Reaksi Hill:
(Green, et al., 1988).
Reasi gelap pada fotosintesis itu sebenarnya merupakan
serangkaian reaksi yang melibatkan pengambilan CO2, oleh tumbuhan
dan reduksi CO2 oleh atom hydrogen. Telah diketahui bahwa reaksi
gelap pada fotosintesis memerlukan banyak sekali persediaan NADP
tereduksi (NADPH) dan ATP. Penelitian Van Niel dan Ruben menganggap
bahwa air berfungsi sebagai sumber electron untuk mereduksi NADP+
menjadi NADPH. Reaksi terang adalah tanggung jawab grana sedang
reaksi gelap dilakukan oleh enzim-enzim di dalam stroma (Kimball,
1992).
Spektrofotometer adalah peralatan yang menghasilkan spektrum dan
mengukur panjang gelombang, energi, dan semua yang terlibat
(Daintith, 1999). Absorbtivity adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan zat zat (secara intrinsik), sedangkan absorbance
(A) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan partikel larutan
sampel (secara ekstrinsik) dan keduanya berhubungan dengan
konsentrasi dan panjang gelombang cahaya yang melalui tabung reaksi
(Ewing, 1982).DCPIP (2,6-dichlorophenolindophenol) merupakan
senyawa kimia berwarna biru yang digunakan sebagai indikator reaksi
redoks. Oksidasi DCPIP berwarna biru, sedangkan reduksi DCPIP tak
berwarna. Laju fotosintesis dapat diukur dengan laju di mana
indikator dipecah (direduksi) ketika terkena cahaya dalam sistem
fotosintesis. Reaksi ini bersifat reversibel, karena DCPIP tak
berwarna dapat dioksidasi kembali menjadi berwarna biru. DCPIP
sering digunakan dalam pengukuran rantai transpor elektron dalam
tanaman karena daya tarik yang tinggi pada electron (Anonim,
1990).2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
fotosintesis pada tumbuhan, untuk mengetahui fungsi stomata,
mengetahui cara penghitungan stomata, membandingkan jumlah stomata
pada berbagai daun, untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap
proses fotosintesa, dan untuk memahami reaksi hill.2. MATERI
METODE
2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah toples besar
beserta tutupnya, mikroskop cahaya, kaca preparat datar dan cekung
serta penutupnya, gunting, mortar, funnel (corong), nilon,
sentrifuge, glass rod (batang pengaduk), neraca analitik.2.1.2.
BahanBahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah lilin menyala,
tumbuhan hijau kecil, jangkrik yang tidak bisa melompat, beberapa
jenis daun tanaman hijau, kutek bening, selotip, es batu, medium
isolasi dingin, aluminium foil, plastik bening dan larutan DCPIP
dingin. 2.2. Metode
2.2.1. Pengamatan FotosintesisPertama-tama tiga buah toples
besar disiapkan beserta tutupnya. Toples pertama diisi dengan lilin
yang menyala. Toples kedua diisi dengan lilin yang menyala dan
jangkrik yang tidak bisa melompat. Toples ketiga diisi dengan lilin
yang menyala, tanaman beserta potnya, dan jangkrik yang tidak bisa
melompat. Ketiga toples tersebut dibiarkan beberapa menit, kemudian
ketiga toples tersebut ditutup secara bersamaan dan diamati
perubahan yang terjadi dan catat lilin mana yang padam dulu, dan
bagaimana keadaan jangkrik.2.2.2. Penghitungan Jumlah
StomataPertama-tama tiga buah daun dari tanaman yang berbeda-beda
(soka, jambu, mangga, dan Rhoeo discolor) disiapkan. Kemudian
bagian atas tiap daun diberi kuteks berwarna bening kira-kira 1
cm2. Kuteks dibiarkan mengering selama beberapa menit. Setelah
kuteks mengering, selotip/cellophane bening ditempelkan pada kuteks
tersebut lalu dikelupas secara hati-hati dimulai dari bagian pojok.
Setelah itu, potongan cellophane tersebut diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10 x 40. Dicari bagian yang bersih dan mengandung
banyak stomata. Stomata dihitung pada tiga daerah yang berbeda.
Kemudian bagian bawah tiap daun diberi kuteks berwarna bening
kira-kira 1 cm2. Kuteks dibiarkan mengering selama beberapa menit.
Setelah kuteks mengering, selotip/cellophane bening ditempelkan
pada kuteks tersebut lalu dikelupas secara hati-hati dimulai dari
bagian pojok. Setelah itu, potongan cellophane tersebut diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Dicari bagian yang
bersih dan mengandung banyak stomata. Stomata dihitung pada tiga
daerah yang berbeda Percobaan tersebut diulangi dengan jenis daun
yang berbeda.
2.2.3. Reaksi Hill2.2.3.1. Pembuatan Larutan
Untuk membuat 0,05 M larutan buffer fosfat pH 7, digunakan 4,48
gram (0,025 M) Na2HPO4.12H2O yang ditambah dengan 1,7 gram (0,025
M) KH2PO4 kemudian dilarutkan dengan air destilata sampai 500 ml.
Lalu disimpan pada suhu 0 - 4C. Untuk membuat medium isolasi, pada
34,23 gram (0,4 M) sukrosa ditambahkan 0,19 gram (0,01 M) KCl,
kemudian dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang
sampai 250 ml. Lalu disimpan pada suhu 0 - 4C. Untuk membuat
larutan DCPIP, digunakan 0,01 gram (0,1 M) DCPIP dan ditambahkan
0,93 gram (0,05 M) KCl lalu dilarutkan dengan larutan buffer fosfat
pada suhu ruang sampai 250 ml. Kemudian dsimpan pada suhu 0 - 4C.
Gunakan pada suhu ruang.
2.2.3.2. Isolasi Kloroplas
Pertama-tama daun tanpa tangkai ditimbang sebanyak 1 gram, lalu
ditambah 20 ml medium isolasi dingin dan dihaluskan menggunakan
mortar. Setelah dihaluskan, disaring dengan 4 tumpuk kain mori.
Hasil penyaringan lalu disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm
selama 5 mt. Kemudian supernatant dibuang dengan hati-hati
menggunakan pipet tetes. Endapan yang tersisa diambil lalu
ditambahkan 2 ml medium isolasi dan dilarutkan dengan batang
pengaduk. Tabung diletakan pada wadah yang berisi es batu.2.2.3.3.
Reaksi Hill
Di sini ada dua perlakuan. Untuk kelompok 1, 3, 5 perlakuan yang
diberikan adalah 0,5 ml kloroplas + 5 ml destilata (blanko) dan 0,5
ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang terang. Untuk
kelompok 2, 4, 6 perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml medium
isolasi + 5 ml DCPIP dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang
diletakkan di ruang gelap. Larutan tersebut didiamkan selama 15
menit. Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer 600
nm.
3. HASIL PENGAMATAN3.1. Pengamatan FotosintesisHasil pengamatan
fotosintesis dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Pengamatan
Fotosintesis
NoPerlakuan dan GambarKeterangan
1Lilin
Lilin padam pertama kali
2Lilin + Jangkrik
Lilin padam diurutan kedua. Jangkrik lemas.
3Lilin + Jangkrik + Tumbuhan
Lilin padam terakhir. Jangkrik masih segar.
Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa lilin yang padam pertama kali
adalah lilin pada toples 1 yang hanya berisi lilin. Lilin yang
padam kedua adalah lilin pada toples 2 yang berisi lilin dan
jangkrik. Lilin yang padam terakhir kali adalah lilin pada toples 3
yang berisi lilin, jangkrik, dan tanaman. Keadaan jangkrik pada
toples 2 lemas. Keadaan jangkrik pada toples 3 masih segar.
3.2. Penghitungan Jumlah StomataHasil pengamatan dari
penghitungan jumlah stomata dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penghitungan Jumlah Stomata Daun 1 Daun 2 Daun 3
Nama
TanamanSokaRhoeo discolorJambu
Gambar
Stomata
bagian
Atas
( Stomata
Bagian
Atas51-
Nama
TanamanSokaManggaJambu
Gambar
Stomata
bagian
Bawah
( Stomata
Bagian Bawah46108221
Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa tanaman soka memiliki 46
stomata pada bagian bawah daun dan 5 stomata pada bagian atas daun.
Tanaman Rhoeo discolor memiliki 1 stomata pada bagian atas daun.
Tanaman mangga memiliki 108 stomata pada bagian bawah daun. Tanaman
jambu memiliki 221 stomata pada bagian bawah daun dan tidak
memiliki stomata pada bagian atas daun.3.3. Reaksi HillHasil
pengamatan reaksi Hill dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Pengamatan Reaksi HillNilai Absorbansi
MenitKel 1Kel 3Kel 5
Blanko01.11610.50130.6478
150.78330.47120.6993
R. Terang02.61231.73442.3451
152.79941.68292.4819
MenitKel 2Kel 4Kel 6
R. Gelap02.61232.38182.422
152.63453.13512.062
Medium Isolasi +DCPIP02.68292.39481.8921
152.55162.83411.8164
Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa absorbansi larutan 0,5
ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 1 pada
menit ke 0 adalah 1.1161, pada menit ke 15 adalah 0.7833.
Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko)
milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 0.5013, pada menit ke 15
adalah 0.4712. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air
destilata (blanko) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 0.6478,
pada menit ke 15 adalah 0.6993. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas
+ 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah
2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.7994. Absorbansi larutan 0,5 ml
kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 3 pada menit ke 0
adalah 1.7344, pada menit ke 15 adalah 1.6829. Absorbansi larutan
0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 5 pada
menit ke 0 adalah 2.3451, pada menit ke 15 adalah 2.4819.
Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik
kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah
2.6345. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap)
0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 4 pada
menit ke 0 adalah 2.3818, pada menit ke 15 adalah 3.1351.
Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik
kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 2.422, pada menit ke 15 adalah
2.062. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik
kelompok 2 pada menit ke 0 adalah 2.6829, pada menit ke 15 adalah
2.5516. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik
kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3948, pada menit ke 15 adalah
2.8341. Absorbansi larutan 0,5 ml medium isolasi + 5 ml DCPIP milik
kelompok 6 pada menit ke 0 adalah 1.8921, pada menit ke 15 adalah
1.8164.
4. PEMBAHASAN4.1. Pengamatan FotosintesisPada pengamatan
fotosintesa kali ini, dilakukan percobaan dengan menggunakan
bunsen, jangkrik yang tidak dapat melompat, dan tanaman hijau. Pada
pengamatan ini, dilakukan tiga perlakuan. Perlakuan yang pertama
adalah toples yang diisi hanya dengan lilin yang menyala. Perlakuan
yang kedua adalah toples yang diisi dengan lilin yang menyala dan
jangkrik yang tidak bisa melompat. Perlakuan yang ketiga adalah
toples yang diisi lilin yang menyala, tanaman beserta potnya, dan
jangkrik yang tidak bisa melompat. Ketiga toples tersebut dibiarkan
beberapa menit, kemudian ketiga toples tersebut ditutup secara
bersamaan. Tutup toples itu telah dibalut dengan aluminium foil
agar panas dari lilin tidak merusak tutup toples. Selain itu, pada
bagian atas tutup toplesnya ditambahkan es batu agar panas yang
diterima oleh tutup toples itu tidak terlalu banyak.Dari hasil
percobaan diketahui bahwa lilin yang padam dulu adalah lilin yang
terletak di dalam toples pertama. Lilin yang padam kedua adalah
lilin yang terletak pada toples kedua. Dan lilin yang padam
terakhir adalah lilin yang terletak di dalam toples ketiga. Dari
hasil percobaan juga dapat diketahui bahwa jangkrik yang terletak
pada toples kedua keadaan akhirnya lemas, dan jangkrik yang
terletak pada toples ketiga keadaan akhirnya masih segar.
Dalam percobaan ini terjadi kesalahan, karena seharusnya lilin
yang padam dahulu adalah lilin yang terletak pada toples kedua. Hal
ini dapat terjadi karena jangkrik di dalam toples tersebut
bernafas. Ketika jangkrik bernafas, jangkrik akan membutuhkan O2
dan mengeluarkan CO2. Ketika toples ditutup maka tidak ada udara
luar yang dapat masuk ke dalam toples akibatnya seluruh bagian
toples lama - kelamaan akan dipenuhi oleh gas CO2. Padahal kita
tahu bahwa pembakaran membutuhkan oksigen dan di dalam toples ini
oksigen yang tersedia digunakan untuk pembakaran yang terjadi pada
lilin dan untuk bernapas jangkrik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
oksigen yang tersedia digunakan untuk dua proses sehingga lilinnya
cepat padam. Selain itu seharusnya lilin yang padam kedua adalah
lilin yang terletak pada toples pertama. Hal ini terjadi karena
ketika tutup toples itu ditutup maka tidak ada udara dan pertukaran
gas di dalam toples tersebut karena toples tersebut telah tertutup
seluruhnya. Ketika tidak ada udara maka tidak akan terjadi proses
apapun di dalam toples itu dan akibatnya lilinnya yang tadinya
menyala menjadi padam. Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam
toples ini adalah oksigen yang tersedia di dalam toples hanya
digunakan untuk satu proses, yaitu pembakaran, sehingga oksigen
yang bisa di gunakan lilin lebih banyak daripada yang dapat
digunakan lilin pada toples kedua. Jadi seharusnya yang padam dulu
adalah lilin pada toples kedua, baru setelah itu lilin yang
terletak di toples pertama. Kesalahan yang terjadi kemungkinan
disebabkan ketidakbersamaan saat menutup toples sehingga oksigen
yang terdapat dalam toples yang satu dengan yang lain berbeda.Lilin
yang terakhir padam adalah lilin pada toples ketiga. Dalam toples
ini oksigen digunakan untuk dua proses, yaitu pembakaran dan
pernapasan jangkrik. Walaupun jangkrik membutuhkan oksigen untuk
bernafas, tetapi jangkrik mengeluarkan karbondioksida sebagai hasil
sisa respirasinya. Ketika jangkrik mengeluarkan karbondioksida maka
tumbuhan hijau yang ada di dalam toples akan memanfaatkan
karbondioksida untuk melakukan proses fotosintesis. Di dalam proses
fotosintesis dibutuhkan karbondioksida sebagai bahan fotosintesis,
dan karbondioksida yang dibutuhkan dihasilkan oleh jangkrik. Ketika
selesai melakukan fotosintesis dengan bantuan klorofil yang ada di
dalam tubuhnya dan cahaya dari lilin maka akan dihasilkan
karbohidrat dan oksigen. Oksigen inilah yang menyebabkan lilin
dalam toples ini dapat tetap menyala dengan waktu yang lebih lama.
Sehingga ada proses respirasi dan fotosintesis yang saling
melengkapi. Dan dengan adanya pertukaran gas di dalam toples ini
maka jangkrik dapat hidup lebih nyaman dibandingkan dengan toples
kedua.
Pada toples kedua jangkriknya menjadi lemas karena ketika akan
bernafas, jangkrik membutuhkan oksigen untuk dihirup tetapi karena
tidak ada oksigen lagi dan tidak ada udara lain yang dapat masuk
maka ia tidak mendapatkan oksigen untuk bernafas. Ketika dia
kekurangan oksigen untuk bernafas maka ia menjadi lemas. Oksigen
sangat diperlukan dalam melakukan proses di dalam tubuhya. Ketika
hal yang penting itu hilang maka ini akan menyebabkan hal yang
fatal bagi kelangsungan hidupnya. Kalau ini dibiarkan untuk waktu
yang lebih lama lagi kemungkinan jangkrik ini akan mati.Hal ini
sesuai teori Prawirohartono, et. al., (1991) bahwa terjadi saling
ketergantungan antara dunia kehidupan (tumbuhan dan hewan) dengan
persediaan O2 dan CO2 di udara dan tenaga dari matahari. Oksigen
diambil oleh hewan dan tumbuhan untuk bernafas. Dari pernafasan
makhluk hidup dihasilkan tenaga untuk bergerak, pertukaran zat dan
sebagainya. Dengan bernafas, keluarlah CO2 dan H2O. CO2 dan H2O
digunakan oleh tumbuhan hijau untuk fotosintesis. Hasil
fotosintesis, yakni O2 akan dilepas ke udara.Hasil pengamatan
tersebut di atas sesuai dengan teori dari Green, et al., (1988),
yang menyatakan bahwa pertama, daun membutuhkan sumber dari
karbondioksida dan air. Kedua, daun itu harus mengandung klorofil
dan bisa menangkap cahaya matahari. Ketiga, oksigen akan dilepaskan
sebagai produk sisa dan karbohidrat sebagai produk yang berguna
yang akan dipindah ke bagian tumbuhan yang lain atau disimpan.
Reaksi fotosintesis menurut Green, et al., (1988), adalah sebagai
berikut:
Menurut Kriswinarti et al, (1996) tumbuhan yang mempunyai
klorofil memiliki kemampuan untuk membentuk zat - zat organik
dengan menggunakan karbon dari udara sebagai zat pokok. Selain itu
diperlukan energi cahaya yang cukup untuk melakukannya. Asimilasi
karbon yang menggunakan cahaya (matahari) sebagai sumber energi
disebut fotosintesis. Pada peristiwa fotosintesis diperlukan CO2
yang diambil dari udara dan H2O yang diisap dari dalam tanah. Di
dalam klorofil zat tersebut diubah menjadi karbohidrat dengan
bantuan energi cahaya matahari. Klorofil berfungsi sebagai
penghantar tenaga atau sensibisator.Menurut Tjokrosomo, (1983) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis, seperti intensitas
cahaya, CO2, suhu, dan suplai air. Pada umumnya pada daun tumbuhan
yang habitatnya cahaya terang, laju fotosintesisnya cenderung
sebanding dengan intensitas cahaya yang diterima oleh daun. Bila
cahaya, air, dan faktor - faktor lain optimum maka konsentrasi CO2
pada umumnya menjadi faktor pembatas laju fotosintesis baik pada
tumbuhan liar maupun pada tanaman pertanian. Karena itu untuk
meningkatkan laju fotosintesis mungkin dengan meningkatkan CO2 pada
sekitar daun. Laju reaksi enzimatis seperti halnya proses - proses
kimia lainnya. Pada umumnya meningkat dengan kenaikan suhu pada
kisaran sekitar titik beku sampai dengan di atas 38o C. Karena itu
dapatlah dianggap bahwa suhu yang lebih tinggi pada kisaran ini
akan meningkatkan laju fotosintesis. Suplai air mempengaruhi
penutupan stomata, berkurangnya luas daun karena berkurangnya
pertumbuhan mungkin gangguan terhadap kerja enzim karena
berkurangnya kondisi air.Menurut Agustina (2008), fotosintesis pada
tumbuhan terjadi di dalam kloroplas. Menurut Setiowati (2008),
fotosintesis terbagi atas dua reaksi, yaitu reaksi yang bergantung
pada cahaya (reaksi terang), dan reaksi yang tidak bergantung pada
cahaya (reaksi gelap).
4.2. Penghitungan Jumlah StomataPada pengamatan ini, tanaman
yang digunakan adalah soka, Rhoeo discolor dan jambu. Pada
percobaan ini kelompok satu mengamati daun soka pada bagian
atasnya. Kelompok dua mengamati daun Rhoeo discolor pada bagian
atasnya. Kelompok tiga mengamati daun jambu pada bagian atasnya.
Kelompok empat mengamati daun jambu pada bagian bawahnya. Kelompok
lima mengamati daun mangga pada bagian bawahnya. Kelompok enam
mengamati daun soka pada bagian bawahnya. Dengan menggunakan
mikroskop yang memiliki perbesaran 10 x 40, kami dapat mengamati
bentuk dari stomata pada masing - masing daun. Bentuk dari stomata
itu hampir sama untuk setiap daun, baik daun soka, mangga, Rhoeo
discolor, maupun jambu. Stomata yang terdapat di dalam daun - daun
itu mempunyai bentuk seperti bulatan yang tengahnya ada
garis/titiknya.
Daun yang pertama adalah daun soka. Berdasarkan hasil
pengamatan, daun soka memiliki 46 buah stomata pada epidermis
bagian bawahnya dan memiliki 5 stomata pada epidermis bagian
atasnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kimball
(1992), bahwa pada kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat
terutama di epidermis bawah. Daun kedua yang diamati adalah daun
Rhoeo discolor dan daun mangga. Menurut Wianta (1983), Rhoeo
discolor daunnya berbentuk pedang dengan panjang 20-37,5 cm. Warna
daun hijau keunguan di bagian atas dan ungu di bagian bawah.
Bunganya putih kecil-kecil terletak di antara bractea yang
berbentuk perahu dan menempel di dasar daun. Tanaman ini baik dalam
cahaya semi langsung/tersebar atau lampu ruangan yang memberikan
400 footcandles. Temperatur optimal malam hari 10-12,5(C dan siang
hari 20-22,5(C. Jumlah stomata pada bagian atas daun Rhoeo discolor
menurut hasil pengamatan adalah 1 buah dan pada bagian bawah daun
tidak dilakukan pengamatan terhadap adanya stomata. Hal ini
dikarenakan daun ini di gunakan sebagai daun alternatif pengganti
daun mangga dikarenakan terlalu sulit mendapatkan titik keberadaan
stomata pada bagian atas daun mangga. Kesulitan dalam
mengidentifikasi stomata pada bagian atas daun mangga, mungkin
dikarenakan adanya kesalahan dalam memberi kutek atau saat melepas
selotip. Dari data yang didapatkan melalui searching pada
http://id.wikipedia.org/wiki/Mangga di ketahui bahwa daun mangga
terdiri dari dua bagian, yaitu tangkai daun dan badan daun. Badan
daun bertulang dan berurat-urat, antara tulang dan urat tertutup
daging daun. Daging daun terdiri dari kumpulan sel-sel yang tak
terhingga banyaknya. Daun letaknya bergantian, tidak berdaun
penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian
pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan
letak daun pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung,
letaknya makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam
lingkaran. Bentuk daun mangga ada bermacam-macam, seperti lonjong
dan ujungnya seperti mata tombok. Ada yang berbentuk segi empat,
tetapi ujungnya runcing. Ada yang berbentuk bulat telur, ujungnya
runcing seperti mata tombok. Dan ada yang berbentuk segi empat,
dengan ujungnya membulat. Tepi daun mangga biasanya halus, tetapi
kadang-kadang, sedikit bergelombang/ melipat atau menggulung.
Panjang helaian daun 8-40 cm dan lebarnya 2-12,5 cm, tergantung
varietas dan kesuburannya. jumlah tulang daun yang kedua (cabang)
18-30 pasang. Daun yang masih muda biasanya bewarna kemerahan yang
dikemudian hari akan berubah pada bagian permukaan sebelah atas
berubah menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian permukaan bawah
bewarna hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1 th atau lebih.
Jumlah stomata pada bagian bawah daun mangga menurut hasil
pengamatan adalah 108 buah dan pada bagian atas daun sulit
dilakukan pengamatan terhadap adanya stomata. Hal ini juga sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Kimball (1992), bahwa pada kebanyakan
tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah.
Daun ketiga yang diamati adalah daun jambu. Jumlah stomata pada
bagian bawah daun jambu adalah 221 buah dan pada bagian atas daun
tidak ditemukan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa daun jambu
merupakan daun yang memiliki banyak stomata. Hal ini juga sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Kimball (1992), bahwa pada kebanyakan
tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis bawah.
Menurut Audersik & Audersik, (1989) pada epidermis atas dan
bawah daun dijumpai pori - pori kecil yang disebut dengan stomata.
Pada tumbuhan darat jumlah stomata pada epidermis bawah daun lebih
banyak dari epidermis atas daun, yang merupakan adaptasi tumbuhan
untuk meminimalisasi hilangnya air dari daun. Hal ini benar dan
sudah dibuktikan dalam percobaan ini. Untuk tumbuhan darat yang
posisinya mendatar, maka mulut daunnya di bawah permukaan
sebaliknya yang hidup di air, stomatanya terletak di permukaan
atas. Celah stomata terbentuk apabila sepasang sel penjaga stoma
mengkerut. Sel penjaga ini mengatur ukuran stomata, berperan
penting dalam pertukaran gas (CO2 dan O2) yang terdapat di dalam
daun dengan lingkungan luar, selain itu juga berperan dalam
pengaturan hilangnya air dari tumbuhan. Stomata berada pada
jaringan epidermal. Setiap lubang stomata dikelilingi oleh 2 sel
penjaga. Sel penjaga ini mengatur terbuka dan menutupnya stomata
berdasarkan perubahan konsentrasi glukosa sebagai akibat dari
aktivitas fotosintesis. Sel penjaga bersifat fleksibel. Ketika
tekanan osmotik meningkat, konsentrasi air menurun dan air
berpindah ke sel penjaga secara osmosis. Hal ini akan menyebabkan
sel penjaga menggembung dan celah stomata terbuka. Perubahan ukuran
stomata dapat dipengaruhi oleh cahaya, konsentrasi karbondioksida
dan air.4.3. Pengamatan Reaksi HillPada pengamatan kali ini,
digunakan larutan buffer fosfat pH 7. Selain itu juga digunakan
medium isolasi, yang terbuat dari sukrosa yang ditambah KCl, dan
dilarutkan dengan larutan buffer fosfat. Medium isolasi yang
digunakan berfungsi sebagai agen pengoksidasi. Dalam percobaan juga
digunakan larutan DCPIP, menurut Anonim, (2007), DCPIP
(2,6-dichlorophenolindophenol) merupakan senyawa kimia berwarna
biru yang digunakan sebagai indikator reaksi redoks. Oksidasi DCPIP
berwarna biru, sedangkan reduksi DCPIP tak berwarna. Laju
fotosintesis dapat diukur dengan laju di mana indikator dipecah
(direduksi) ketika terkena cahaya dalam sistem fotosintesis. Reaksi
ini bersifat reversibel, karena DCPIP tak berwarna dapat dioksidasi
kembali menjadi berwarna biru. DCPIP sering digunakan dalam
pengukuran rantai transpor elektron dalam tanaman karena daya tarik
yang tinggi pada elektron.Dalam percobaan ini dilakukan isolasi
kloroplas dengan mencampur daun tanpa tangkai dengan medium isolasi
dingin dan dihaluskan menggunakan mortar. Maksud dari menumbuk daun
dan menambahkan medium isolasi adalah untuk mengisolasi kloroplas.
Green, et al., (1988), mengemukakan bahwa Robert Hill menemukan
bahwa kloroplas yang diisolasi dapat membebaskan oksigen dengan
kehadiran agen pengoksidasi (electron acceptor). Dari sini bisa
disimpulkan bahwa medium isolasi berfungsi sebagai agen
pengoksidasi (electron acceptor). Menurut Green, et al., (1988),
reaksi Hill adalah sebagai berikut:
Di percobaan ini ada dua perlakuan. Untuk kelompok 1, 3, 5
perlakuan yang diberikan adalah 0,5 ml kloroplas + 5 ml destilata
(blanko) dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP yang diletakkan di ruang
terang. Untuk kelompok 2, 4, 6 perlakuan yang diberikan adalah 0,5
ml medium isolasi + 5 ml DCPIP dan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP
yang diletakkan di ruang gelap. Larutan tersebut didiamkan selama
15 menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer 600 nm. Menurut Daintith, (1999), spektrofotometer
adalah peralatan yang menghasilkan spektrum dan mengukur panjang
gelombang, energi, dan semua yang terlibat.
Menurut Ewing, (1982) absorbtivity adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan zat zat (secara intrinsik), sedangkan absorbance
(A) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan partikel larutan
sampel (secara ekstrinsik) dan keduanya berhubungan dengan
konsentrasi dan panjang gelombang cahaya yang melalui tabung
reaksi. Hasil absorbansi dari berbagai macam daun yang ditumbuk
bervariasi sekali. Hasil absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml
air destilata (blanko) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah
1.1161, pada menit ke 15 adalah 0.7833. Absorbansi larutan 0,5 ml
kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik kelompok 3 pada menit
ke 0 adalah 0.5013, pada menit ke 15 adalah 0.4712. Absorbansi
larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml air destilata (blanko) milik
kelompok 5 pada menit ke 0 adalah 0.6478, pada menit ke 15 adalah
0.6993. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R.
Terang) milik kelompok 1 pada menit ke 0 adalah 2.6123, pada menit
ke 15 adalah 2.7994. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas + 5 ml
DCPIP (R. Terang) milik kelompok 3 pada menit ke 0 adalah 1.7344,
pada menit ke 15 adalah 1.6829. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas
+ 5 ml DCPIP (R. Terang) milik kelompok 5 pada menit ke 0 adalah
2.3451, pada menit ke 15 adalah 2.4819. Absorbansi larutan 0,5 ml
kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 2 pada menit ke 0
adalah 2.6123, pada menit ke 15 adalah 2.6345. Absorbansi larutan
0,5 ml kloroplas + 5 ml DCPIP (R. Gelap) 0,5 ml kloroplas + 5 ml
DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah 2.3818,
pada menit ke 15 adalah 3.1351. Absorbansi larutan 0,5 ml kloroplas
+ 5 ml DCPIP (R. Gelap) milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah
2.422, pada menit ke 15 adalah 2.062. Absorbansi larutan 0,5 ml
medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 2 pada menit ke 0 adalah
2.6829, pada menit ke 15 adalah 2.5516. Absorbansi larutan 0,5 ml
medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 4 pada menit ke 0 adalah
2.3948, pada menit ke 15 adalah 2.8341. Absorbansi larutan 0,5 ml
medium isolasi + 5 ml DCPIP milik kelompok 6 pada menit ke 0 adalah
1.8921, pada menit ke 15 adalah 1.8164.Dari data-data tersebut
dapat disimpulkan bahwa daun yang memiliki nilai absorbansi yang
paling tinggi untuk reaksi terang adalah daun soka. Daun yang
memiliki nilai absorbansi paling tinggi untuk reaksi gelap adalah
daun mangga. Nilai absorbansi pada larutan 0,5 ml medium isolasi +
5 ml DCPIP seharusnya sama untuk semua kelompok tetapi di sini
tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ketidaktelitian
praktikan. Namun, dari data-data tersebut masih dapat disimpulkan
bahwa daun yang kemampuan fotosintesisnya paling tinggi adalah daun
soka. 5. KESIMPULAN
Makhluk hidup memerlukan okigen untuk bernafas dan tidak dapat
hidup tanpa oksigen.
Pada sebagian besar tumbuhan, jumlah stomata pada bagian bawah
daun lebih banyak dibandingkan dengan jumlah stomata pada bagian
atas daun. Kloroplas yang diisolasi tetap dapat membebaskan oksigen
asal ada agen pengoksidasi (electron acceptor). Medium isolasi yang
digunakan berfungsi sebagai agen pengoksidasi.
Fotosintesis merupakan sebuah proses di mana karbon dioksida
(CO2) dan air (H2O) di bawah pengaruh cahaya diubah ke dalam
persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi.
Anabolisme merupakan suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana
menjadi senyawa yang lebih komplek. Reaksi fotosintesis
Klorofil adalah suatu jenis pigmen alami yang dapat ditemukan
pada tumbuhan. Reaksi Hill:
Lilin yang padam dahulu adalah lilin yang terletak pada toples
kedua karena oksigen yang tersedia digunakan untuk dua proses
sehingga lilinnya cepat padam. Lilin yang padam kedua adalah lilin
yang terletak pada toples pertama karena oksigen yang tersedia di
dalam toples hanya digunakan untuk satu proses.
Lilin yang terakhir padam adalah lilin pada toples ketiga karena
ada proses respirasi dan fotosintesis yang saling melengkapi.
Kebanyakan tumbuhan, stomatanya terdapat terutama di epidermis
bawah. Daun yang memiliki nilai absorbansi yang paling tinggi untuk
reaksi terang adalah daun soka. Daun yang memiliki nilai absorbansi
paling tinggi untuk reaksi gelap adalah daun mangga. Daun yang
kemampuan fotosintesisnya paling tinggi adalah daun soka.
6. DAFTAR PUSTAKAAgustina, Yanti. (2008). Anabolisme :
Fotosintesis.
http://drveggielabandresearch.com/2008/09/anabolisme-fotosintesis.html.
Diakses tanggal 9 November 2008 18:44Anonim. (1990). Ensiklopedi
Nasional Indonesia Jilid 1. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Anonim.
(1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 9. PT. Cipta Adi
Pustaka. Jakarta.Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia
Jilid 10. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.Anonim. (1990).
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 12. PT. Cipta Adi Pustaka.
Jakarta.Audesirk,G. & T. Audesirk. (1989). Biology Life of
Earth. Macmillan Publishing Company, a Division of Macmillan, Inc.
New York.Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap Kimia. Erlangga.
Jakarta.
Ewing, G. W. (1982). Instrumental Methods of Chemical Analysis.
Mc Grow Hill Book Company. USA.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988).
Biological Science 1. Cambridge University Press. New York.Harjadi,
S. S. M. M. (1979). Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Joshua, I. (1996). Kehidupan Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Kimball, J.W. (1992). Biologi Jilid 1 Edisi 5. Erlangga.
Jakarta.
Kriswinarti; Charis; Purwaningsih & Taryono. (1996).
Biologi. Tiga Serangkai. Solo.
Prawirohartono, S.; Suradi & Kuncorowati. (1991). IPA
Biologi. Erlangga. Jakarta.Setiowati, Tetty. (2008).
http://books.google.co.id/books?id=OzMMylYcf0IC&printsec=frontcover&dq=reaksi+terang.
Diakses tanggal 9 November 2008Tjokrosomo, S. S. (1983). Botani
Umum. Angkasa. Bandung.Wianta, Intan K. (1983). Tanaman Hias
Ruangan. Penerbit Kanisius . Yogyakarta.
Wikipedia. 2008. Mangga. Diakses tanggal 9 November 2008.
7. LAMPIRAN7.1. Laporan Sementara
Semarang, 3 November 2008
Emanuel Jeffry Senjaya
08.70.0136
Asisten Dosen:
- Agustin Nitta
- Nikita F
klorofil
DCPIP (biru) + H2O
DCPIPH2 (tak berwarna) + O2
cahaya
NADPH + O2 + H+
kloroplas
cahaya
H2O + NADP
klorofil
CO2 + H2O
(CH2O)n + O2
cahaya
cahaya
(CH2O)n + O2
CO2 + H2O
klorofil
DCPIPH2 (tak berwarna) + O2
klorofil
cahaya
DCPIP (biru) + H2O
NADPH + O2 + H+
kloroplas
cahaya
H2O + NADP
klorofil
DCPIP (biru) + H2O
DCPIPH2 (tak berwarna) + O2
cahaya
NADPH + O2 + H+
kloroplas
cahaya
H2O + NADP
klorofil
DCPIP (biru) + H2O
DCPIPH2 (tak berwarna) + O2
cahaya
NADPH + O2 + H+
kloroplas
cahaya
H2O + NADP
CO2 + H2O
(CH2O)n + O2
klorofil
cahaya
PAGE