1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi kendaraan di Indonesia yang berbahan bakar minyak (BBM) setiap tahunnya semakin meningkat. Pada tahun 2000 jumlah kendaraan hanya sekitar 5 juta unit, dan pada tahun 2009 jumlah kendaraan sudah meningkat lebih dari 3 kalinya yaitu sekitar 18 juta unit. Akibat kenaikan jumlah kendaraan, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) meningkat. Jika pada tahun 2000 keperluan BBM untuk transportasi hanya sekitar 20.000 kilo liter, pada tahun 2009 sudah mencapai 37.000 kili liter. Dengan semakin membengkaknya konsumsi BBM, maka diperlukan produksi minyak yang lebih besar. Padahal dalam kenyataannya produksi minyak di dalam negeri sejak tahun 2000 mengalami penurunan, hingga sejak tahun 2005 Indonesia menjadi importir minyak. Melonjaknya harga minyak mentah dunia menyebabkan pemerintah harus memberikan subsidi BBM bagi rakyatnya. Untuk tahun 2011, pemerintah mengalokasikan dana APBN sebesar Rp 92,79 triliun untuk subsidi BBM, dan untuk
56
Embed
an Infrastruktur Bahan Bakar Gas (Bbg) Di Sektor Transportasi Sebagai Penunjang Kesejahteraan Masyarakat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi kendaraan di Indonesia yang berbahan bakar minyak (BBM) setiap
tahunnya semakin meningkat. Pada tahun 2000 jumlah kendaraan hanya sekitar 5 juta
unit, dan pada tahun 2009 jumlah kendaraan sudah meningkat lebih dari 3 kalinya yaitu
sekitar 18 juta unit. Akibat kenaikan jumlah kendaraan, konsumsi bahan bakar minyak
(BBM) meningkat. Jika pada tahun 2000 keperluan BBM untuk transportasi hanya
sekitar 20.000 kilo liter, pada tahun 2009 sudah mencapai 37.000 kili liter. Dengan
semakin membengkaknya konsumsi BBM, maka diperlukan produksi minyak yang lebih
besar. Padahal dalam kenyataannya produksi minyak di dalam negeri sejak tahun 2000
mengalami penurunan, hingga sejak tahun 2005 Indonesia menjadi importir minyak.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia menyebabkan pemerintah harus
memberikan subsidi BBM bagi rakyatnya. Untuk tahun 2011, pemerintah
mengalokasikan dana APBN sebesar Rp 92,79 triliun untuk subsidi BBM, dan untuk
tahun 2012 subsidi BBM mencapai Rp 123,6 triliun. Berarti, dengan semakin banyaknya
populasi kendaraan di Indonesia di masa mendatang, akan semakin besar pula subsidi
BBM yang harus dialokasikan pemerintah setiap tahunnya. Padahal, dapat dikatakan
bahwa Indonesia tidak kaya akan minyak, tetapi malah memberikan subsidi untuk bahan
bakar minyak yang cukup besar kepada rakyatnya.
Dengan mekanisme subsidi yang dianut Pemerintah Indonesia, kenaikan harga
BBM akan menghabiskan APBN jika tidak diambil langkah preventif seperti langkah
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi energi. Diversifikasi energi menjadi solusi
yang menarik karena Indonesia memiliki potensi cadangan sumber energi selain BBM
yang cukup besar yaitu potensi penggunaan gas alam. Indonesia merupakan negara yang
2
kaya akan gas alam, dengan total cadangan terbukti sebesar 112,4 TSCF pada tahun
2010. Gas yang dimaksud di sini adalah Compressed Natural Gas (CNG) dan Liquid
Gas for Vehicle (LGV). CNG dipilih karena cadangannya yang masih sangat banyak
seperti yang diutarakan dalam MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Indonesia) dengan cadangan gas alam sekitar 165 TCF, sehingga tidak
perlu dilakukan pengimporan. CNG akan dipergunakan oleh angkutan umum (plat
kuning). Selain karena cadangan dari CNG masih cukup banyak, harganya lebih murah
dibandingkan dengan BBM, yaitu 2/3 dari harga bensin bersubsidi (premium) atau
sekitar 1/3 dari premium non subsidi. Sedangkan LGV digunakan karena harganya yang
lebih murah dibandingkan Pertamax (harga keekonomian LGV Rp 7.500/liter), dan akan
dipergunakan oleh kendaraan pribadi serta angkutan umum eksekutif.
Namun, salah satu kendala dalam pengembangan BBG di Indonesia adalah
minimnya infrastruktur yang menunjang penggunaan BBG, seperti ketersediaan pipa
transmisi gas, ketersediaan konverter kit, dan SPBG. Hal ini menyebabkan lambatnya
perkembangan penggunaan BBG di Indonesia. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana solusi dari kesulitan pengembangan infrastruktur BBG di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah
dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan seperti berikut ini.
1. Apa urgensi pengembangan infrastruktur BBG di Indonesia?
2. Kendala apa saja yang menghalangi pengembangan infrastruktur BBG di
Indonesia?
3. Langkah apa saja yang harus ditempuh agar pengembangan infrastruktur
BBG dapat berjalan dengan baik?
3
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dan manfaat penulisan ini adalah
untuk:
1. Menganalisis urgensi atau kebutuhan infrastruktur BBG untuk
dikembangkan di Indonesia.
2. Mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi halangan pengembangan
infratruktur BBG di Indonesia.
3. Menganalisis langkah-langkah yang harus ditempuh agar pengembangan
infrastruktur BBG di Indonesia.
1.4 Lingkup Kajian
Ruang lingkup karya tulis ilmiah ini berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah di atas adalah:
1. Definisi Bahan Bakar Gas;
2. Manfaat Pengembangan Infrastruktur BBG di Indonesia;
3. Kendala Pengembangan Infrastruktur BBG di Indonesia;
4. Solusi Pengembangan Infrastruktur BBG di Indonesia.
1.5 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Karya tulis ini menggunakan satu sumber yaitu sumber data sekunder. Sumber
data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan
dokumentasi.
Adapun metode atau teknik pengumpulan data yang saya lakukan adalah melalui
sumber-sumber informasi seperti buku, koran, dan internet.
4
1.6 Sistematika Penyajian
BAB I PENDAHULUAN
Populasi kendaraan bermotor semakin membengkak dewasa ini, dan penggunaan
BBM otomatis akan meningkat. Padahal, BBM yang dikonsumsi adalah hasil subsidi
dan impor. Perlu diluruskan bahwa Indonesia tidak kaya akan minyak, tetapi kaya akan
gas. Berdasar dari hal tersebut, diperlukan konversi BBM menjadi BBG. Namun dalam
pelaksanaannya program konversi ini tidak dapat berjalan dengan baik karena terbatas
pada infrastrukur. Infrastruktur BBG ini lah yang akan dikaji dalam karya tulis ini.
BAB II BAHAN BAKAR GAS
Komposisi utama BBG adalah metana, etana, karbon dioksida, nitrogen, dan
propana. Kadar CO dalam BBG lebih rendah dibandingkan BBM, sehingga BBG
memiliki kadar emisi yang lebih rendah dan lebih aman digunakan. Agar bahan bakar
gas dapat digunakan maka harus digunakan converter kit. Dalam pemakaian BBG untuk
kendaraan tidak ada perubahan-perubahan pada mesin kendaraan, yang ada hanya
penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini
dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman.
BAB III PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BAHAN BAKAR GAS
(BBG) DI SEKTOR TRANSPORTASI SEBAGAI PENUNJANG
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan minyak, ini lah yang paling
mendasari mengapa infrastruktur BBG ini harus dikembangkan. Indonesia tidak harus
impor gas, atau memasok ketersediaan gas dari Negara lain. Hal ini pun berkaitan
dengan penghematan biaya subsidi BBM yang dapat membantu perekonomian Negara.,
Padahal, pengembangan infrastruktur BBG di sektor transportasi sangatlah penting, dan
memberikan manfaat diantaranya menambah peluang usaha, mengurangi penggunaan
BBM dan subsidi, mengurangi pencemaran lingkungan, dan mengurangi biaya
pembelian bahan bakar bagi pemakai. Namun sampai sekarang belum terealisasi dengan
baik. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala seperti pasokan gas masih kurang,
converter kit masih impor, tidak ada standardisasi peralatan, tidak ada lembaga
5
pengujian, sumber daya manusia masih kurang, dan alasan-alasan lainnya. Agar
pengembangan infrastruktur BBG berjalan dengan baik, terdapat langkah-langkah yang
harus dilakukan, salah satunya adalah menyiapkan teknis penyediaan infrastruktur yang
baik. Awalnya, konversi BBG dilakukan pada kendaraan instansi pemerintah, kemudian
angkutan umum, dan terakhir kendaraan pribadi, yang letaknya tidak jauh di sekitar
Jadebotabek. Seiring dengan waktu, cakupan konversi BBG akan semakin luas dan
mencakup wilayah-wilayah Pulau Jawa dan sekitarnya. Selain itu, harus ditonjolkan
desain-desain perangkat konversi yang inovatif, efisien agar menarik konsumen.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
Populasi kendaraan semakin meningkat padahal jumlah BBM yang tersedia
semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan membengkaknya alokasi subsidi BBM.
Untuk mencegah hal tersebut, harus dilaksanakan program konversi BBM menjadi
BBG. Namun, terjadi kendala salah satunya adalah minimnya infrastruktur BBG.
Infrastruktur ini padahal sangat penting, namun perkembangan infrastruktur dibatasi
oleh banyak kendala. Dalam makalah ini penulis menyampaikan beberapa solusi atas
kendala tersebut.
Saran yang dapat diberikan kepada pemerintah adalah diadakannya sosialisasi
untuk masyarakat, dan diperlukannya komitmen yang kuat dari pemerintah agar
infrastruktur dapat berkembang dengan baik.
6
BAB II
BAHAN BAKAR GAS
2.1 Definisi Bahan Bakar Gas
Komposisi utama dari BBG adalah unsur methana (CH4) sebesar 95,03%; ethana
(C2H6) sebesar 2,23%; karbondioksida (CO2) sebesar 1,75%; Nitrogen (N2) 0.68 % dan
propana (C3H8) sebesar 0,29%. Dari komposisi ini terlihat bahwa komponen utama dari
BBG adalah gas methana. Berat jenis BBG lebih kecil dari berat jenis udara, sehingga
jika terjadi kebocoran baik pada tangki penyimpan maupun saluran bahan bakar akan
segera naik ke atas. BBG karena wujudnya berupa gas, tidak perlu diuapkan terlebih
dahulu sebagaimana pada bahan bakar minyak (gasoline), sehingga permasalahan pada
saat start pada suhu rendah dan emisi yang berlebihan karena terlalu kayanya campuran
bahan bakar - udara pada saat start dapat diperkecil.
Nilai oktan BBG lebih tinggi dibandingkan gasoline, yaitu antara 120 sampai
130. Dengan tingginya nilai oktan tersebut maka pada rasio kompresi yang lebih tinggi
tidak akan terjadi knocking pada motor. Keunggulan BBG ditinjau dari proses
pembakarannya di dalam ruang bakar adalah karena BBG memiliki perbandingan atom
karbon terhadap atom hidrogen yang rendah, sehingga pembakaran menjadi lebih
sempurna. Mengingat BBG sudah berada pada fase gas, maka dengan mudah dapat
bercampur dengan udara dalam ruang bakar, sehingga oksigen dapat dengan mudah
bergabung dengan karbon dan memberikan reaksi pembentukan CO2 bukan CO.
Disamping itu karena jumlah atom karbon molekul BBG lebih sedikit dibandingkan
BBM, maka CO yang terbentuk dari proses pembakaran juga lebih sedikit.
Pada motor pembakaran dalam, energi panas untuk kerja mekanik dihasilkan dari
reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen pada saat pembakaran. Bahan bakar yang
digunakan harus memenuhi berbagai persyaratan yang sesuai dengan metode
pembentukan campuran dan bagaimana reaksi kimia berlangsung. Pada motor dengan
7
pembentukan campuran diluar (karburator) bahan bakar harus mudah menguap dan
dengan segera bercampur dengan udara yang lewat Venturi. Pada pemakaian bahan
bakar gas, fungsi karburator sebagai pengkabut menjadi tidak penting lagi mengingat
sudah berbentuk gas dan mudah bercampur dengan udara. (BPH Migas 2007).
Bahan Bakar Gas atau BBG merupakan gas alam yang telah dimampatkan.
Secara umum lebih dari 80% komponen gas bumi yang dipakai sebagai BBG merupakan
gas metana, 10%-15% gas etana, dan sisanya adalah gas karbon dioksida, dan gas-gas
lain. Susunan BBG yang dipakai di Jakarta 93% terdiri dari gas metana, 3,2% gas etana,
dan 3,8% sisanya adalah gas nitrogen, propana, dan karbon dioksida (Atok Setiyawan.
Ir. MEng, 2000).
Salah satu resiko penggunaan elpiji adalah terjadinya kebocoran pada tabung
atau instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada
awalnya, gas elpiji tidak berbau, tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi
kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu, Pertamina menambahkan gas mercaptan,
yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu sangat berguna untuk mendeteksi
bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan elpiji cukup besar (tekanan uap sekitar 120
psig), sehingga kebocoran elpiji akan membentuk gas secara cepat dan merubah
volumenya menjadi lebih besar. Pada penelitian ini digunakan beberapa pengamanan
yaitu dengan 2 regulator berpengaman, safety flexible hoss, tabung standar.
2.2 Perangkat Konversi BBG
Agar dapat menggunakan BBG sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor
dibutuhkan suatu perangkat konversi BBG yang disebut dengan conversion kit.
Penggunaan conversion kit didasarkan pada tiga pilihan sebagai berikut:
a. Hanya bekerja dengan gas saja
b. Dapat bekerja dengan gas saja atau gasoline saja (dual fuel)
c. Dapat bekerja dengan dua bahan bakar bersama-sama (khusus diesel, mixed
fuel).
8
Gambar 1. Skema Sistim Perangkat Konversi Bahan Bakar Ganda
Mixer yang dipasang didepan throttle memasok BBG ke dalam aliran udara yang
masuk ke dalam silinder dan bereaksi terhadap tekanan dalam manifold untuk menakar
jumlah bahan bakar yang disuplai ke motor. Pemilihan mixer didasarkan pada kapasitas
udara yang dibutuhkan oleh motor. Jika terlalu kecil maka daya maksimum motor tidak
akan tercapai, sedangkan jika terlalu besar maka unjuk kerja motor pada putaran rendah
akan turun secara drastis bahkan motor sulit untuk dihidupkan.
Katup penutup aliran bensin (pada sistim dual fuel) digerakkan oleh solenoid dari
saklar pemilih bahan bakar yang terpasang pada kendaraan bermotor. Ketika BBG
dipilih sebagai bahan bakar, katup ini akan menutup aliran bensin ke silinder.
Untuk BBG regulator terdiri dari dua buah regulator yang terpisah, dimana
regulator pertama mengurangi tekanan dari tangki gas sampai 100 psi kemudian
regulator kedua mengurangi tekanan sampai beberapa inci kolom air guna mendorong
bahan bakar melalui mixer dan bercampur dengan aliran udara.
2.3 Sistem Konversi BBG
Bahan bakar gas dimasukkan ke tabung BBG melalui kerangan pengisian BBG
pada tekanan tinggi melalui pipa tekanan tinggi, kemudian gas disalurkan ke mesin.
Tekanan gas diturunkan ke atmosfir oleh penurun tekanan. Kemudian dicampur dengan