BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN DIBIDANG ILMU EKONOMI & MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA JL.IPN No.2 Cipinang Besar Selatan, Jakarta 13410 Telp: (021) 856 9372, Fax: (021) 856 9340 LPMTL CENTER OF EXCELLENCE Email: [email protected], Website: www.stmt-trisakti.ac.id BUKU AJAR PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN Untuk Kalangan Terbatas Oleh Amrizal Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti Jakarta 2006
104
Embed
Amrizal - lp3et.orglp3et.org/uploads/1/2/1/4/121481330/067_04_buku_ajar_96h_ekonomi... · BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN DIBIDANG ILMU EKONOMI & MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN DIBIDANG ILMU EKONOMI & MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA
JL.IPN No.2 Cipinang Besar Selatan, Jakarta 13410
Telp: (021) 856 9372, Fax: (021) 856 9340 LPMTL CENTER OF EXCELLENCE Email: [email protected], Website: www.stmt-trisakti.ac.id
3. Low-Income Countries, antara lain: Algeria, Mesir, Ethiopia, Maroko, Sudan,
Brazilia, Peru, Burma, India, Philippina, Indonesia, dan lain-lain.
Terlihat bahwa pada tahun 1949 itu kira-kira dua pertiga penduduk dunia
mempunyai pendapatan per kapita yang rendah sekali dan perkembangannya pada tahun-
tahun kemudian menunjukan bahwa negara-negara yang berpendapatan tinggi tersebut
kemudian semakin meningkat pendapatannya, sedangkan negara-negara yang
berpendapatan rendah sulit untuk menaikan pendapatan nasional maupun pendapatan
perkapitanya. Jadi sebagian besar penduduk dunia masih dalam tahap berjuang terhadap
kemelaratan.
Dari keterangan dan data-data yang ada, pada abad terakhir ini terutama sejak
selesainya Perang Dunia II, dapat disimpulkan bahwa terdapat disparitas yang besar
dalam tingkat pendapatan antara negara-negara kayadengan negara-negara miskin,
perbedaan/disparitas itu bukanya semakin mengecil, akan tetapi malahan semakin besar.
Dalam hubungan ini seringkali disebutkan bahwa terdapatnya “Ever Widening Gap”
(Jurang yang semakin melebar) antara negara-negara developed dengan negara-negara
3
underdeveloped. Artinya jika kita bandingkan pendapatan per kapita dari negara-negara
yang maju itu dengan negara-negara underdeveloped, maka terdapatnya perbedaan yang
semakin lama semakin besar. Jadi sungguhpun negara-negara yang underdeveloped
mengusahakan terus menerus sekedar peningkatan pendapatan per kapitanya, akan tetapi
tingkat kenaikan pendapatan perkapita dari negara-negara yang sudah maju relatif jauh
lebih tinggi.
Pendapatan
Per kapita
depeloped
countries
ever
widening
gap
under
developed
countries
0 t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8 t9 t10
Untuk mengejar ketinggalan dan keterbelakangan tersebut, mak negara-negara
underdeveloped perlu mengusahakan pembangunan ekonominya (economic
development). Usaha-usaha pembangunan ekonomi ini diprlajari dan dibahas dalam ilmu
yang disebut ekoomi pembangunan (economics of development), yaitu ilmu pengetahuan
yang mempelajari/membahas sesuatu obyek atau permasalahan tertentu yang
bersangkutan dengan perkembangan perekonomian dari negara-negara underdeveloped
serta membahas bagaimana usaha-usaha atau cara-cara yang dilakukan untuk memcapai
Kemajuan dalam perekonomian dan tingkat kemakmurannya.
2. Indikasi dan Ukuran dari Tingkat Ekonomi Negara
Pada dasarnya terdapat tiga cara atau pendekatan (approach) untuk menentukan
apakah suatu negara itu underdeveloped ataukah developed, yaitu:
(A). Dengan ukuran diskriptif & kwantitatif
(B). Dengan ukuran struktur perekonomian
(C). Dengan Ukuran distribusi pendapatan pemilik faktor produks
4
(A). Dengan ukuran Deskriptif & Kwantitatif
Yang jadi ukuran disini ialah tingkat hidup yang tercermin dalam konsumsi
barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat yang bersangkutan. Di negara
underdeveloped tingkat hidup masyarakatnyan rendah, lebih-lebih jika dibandingkan
dengan tingkat hidup yang tinggi di negara-negara yang telah maju (developed).
Dinegara-negara underdeveloped karena pendapatan masyarakatnya adalah
rendah, maka sebahagian besarnya haruslah sekedar untuk dapat mencukupi kebutuhan
pokoknya yang minimal saja. Hal ini sering disebut: masyarakat demikian hidup pada
tingkat “Subsistace level” dimana pendapatan mereka hanya sekedar dapat memenuhi
atau menjamin syarat minimum untuk hidup saja. Dan bahkan banyak pula diantaranya,
pendapatan mereka sedemikian rendahnya sehingga tidak dapat menutupi biaya hidup
mereka yang minimal, akibat mereka jatuh dalam kehidupan Hutang.
Pada dasarnya tingkat hidup yang rendah ini adalah cerminan dari rendahnya
kemampuan berproduksi masyarakat dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa.
Hal ini menyebabkan jumlah barang-barang yang tersedia dan dapat dikonsumir untuk
tiap jiwa adalah sedikit sekali. Dengan perkataan lain produksi untuk tiap jiwa (dan juga
pendapatan untuk tiap jiwa) adalah rendah. Dan hal ini dalam istilah ilmu ekonomi
disebut bahwa produksi perkapita dan pendapatan per kapita adalah rendah.
Catatan: Produksi per kapita = Jumlah Produksi Nasional/Jumlah Penduduk
= O/P
Pendapatan per kapita = Jumlah Pendapatan Nasional/Jumlah Penduduk
= Y/P
Jadi karena produksi perkapita dan pendapatan perkapita dalam masyarakat dinegara
underdeveloped itu rendah, maka tingkat hidupnya adalah rendah.
Pendapatan per kapita di beberapa negara (dalam US $ per tahun), Pada tahun 1967
Negara-negara Pendapatan Negara-negara Pendapatan
Maju Perkapita Terbelakang Perkapita
1. Amerika Serikat 3.847 1. Maroko 191
2. Kanada 2.686 2. Philipina 175
3. Denmark 2.340 3. Ceylon 148
4. Selandia Baru 2.054 4. Thailand 144
5. Inggeris 1.938 5. Indonesia 100
6. Israel 1.450 6. India 78
7. Jepang 1.109 7. Birma 67
Selain dengan mempergunakan angka-angka produksi per kapita dan pendapatan
per kapita, sebagai ukuran atau indikasi untuk menggambarkan/menerangkan tingkat
kehidupan masyarakat dalam hubungan ini seringkali dipakai ukuran tingkat
produktivitas per kapita atau productivity per man-hour.
5
Produktivitas per kapita = O/[h x N]
O = Jumlah seluruh produksi nasional (dalam setahun)
h = Jumlah jam kerja (hours)
N = Jumlah Tenaga Kerja (employment)
Jumlah produksi nasional per tahun mungkin bisa dinaikan/ditingkatkan dengan cara
misalnya:
(a) Menambah jumlah Tenaga Kerja, misal dengan tenaga kerja yang berasal dari
pertambahan penduduk
(b) Menaikan jumlah Jam kerja
Akan tetapi dengan cara demikian tingkat produktivitas per kapita bvelum tentu
naik. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:
Ad.(a) Dengan menambah N (jumlah tenaga kerja), maka O dapat bertambah, tetapi N
dan O mungkin saling meniadakan satu sama lainnya dalam menghasilkan
produktivitas tersebut.
O / [ h x N ] produktivitas per kapita tidak naik.
Ad.(b) Dengan menambah h (jumlah jam kerja), maka O dapat bertambah , tetapi h
dan O tersebut mungkin saling meniadakan pula (bertambah secara
proporsionil).
O / [ h x N ] produktivitas per kapita disini juga tidak naik.
Yang penting bagi suatu negara dalam menaikan produksi nasional itu bukanlah
dengan penambahn jam kerja atau penambahan tenag kerja semat-mata, akan tetapi
dengan menambah atau meningkatkan faktor-faktor ekonomis lainnya, seperti: peralatan
modal, tingkat tehnik berproduksi, keahlian dan ketrampilan, dan sebagainya sehingga
dapat menaikkan produksi dan produktivitas per kapita.
Kesimpulan:
Sebagai ukuran untuk menetukan tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk
menetukan apakah suatu negara itu adalah developed ataukah underdeloped ialah dengan
meninjau/menghitung: tingkat produksi dan pendapatan perkapita atau tingkat
produktivitas per kapita.
6
Negara-negara yang rendah atau sangat rendah tingkat produksi dan pendapatan
per kapitanya atau tingkat produktivitas per kapitanya, dibandingkan dengan negara-
negara yang sudah maju perekonomiannya, disebut: negara-negara underdeveloped atau
negara-negara yang sedang berkembvang ( developing countries ).
(B) Dengan ukuran struktur Perekonomian
Akhir- akhir ini banyak pula ahli-ahli ekonomi yang menitik beratkan perhatian
pada sifat dari kegiatan-kegiatan produktif didalam sesuatu masyarakat bekerja (berusaha
,terikat),. Antar lain sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Inggris Colin
Clark sebagai berikut:
1. Dinegara underdeveloped, sektor pertanian adalah sebagai tempat mata
pencaharian dan sumber pendapatan yang utama (dominan)
2. Jika negara/masyarakat semakin berkembang maka indrustri-indrustri
manufaktur (indrustri-indrustri sekunder) semakin meningkat relatif terhadap
pertanian.
3. Jika ekonomi negara menjadi semakin berkembang lagi, maka indrustri jasa
(indrustri-indrustri tertier) menunujukkan tingkat perkembangan yang terbesar.
Jadi teori ini memandang/berpendapat bahwa perkembangan struktur ekonomi
suatu negara dapat dipakai sebagai indikasi untuk menentukan apakah negara itu
developed ataukah underdeveloped. Struktur perekonomian suatu negara tercermin pada
lapangan atau sektor produksi apa yang memegang peranan utama dalam
perekonomianya atau dimana paling banyak berpusat kegiatan ekonominya atau dari
sektor ekonomi mana bagian paling besar produksi dan berpendapatan nasionalnya
berasal.
Struktur Perekonomian suatu negara dapat berupa:
1. Agraria atau pertanian, atau disebut juga indrusatri primer.
2. Indrustri manufaktur atau indrustri sekunder.
3. Indrsutri jasa atau indrustri tertier, seperti dalam perdagang, pengangkutan,
perbankan, pariwisata dan sebagainya.
Dan biasanya dalam hubungan dengan ekonomi pembangunan ini orang
memperbedakan dan memperbandingkan dua klarifikasi secara kasar dengan sektor
indrustri untuk indrustri manufaktur dan indrustri jasa sekaligus.
Jadi menurut teori ini, jika diselidiki dan diperhatikan struktur ekonomi dari
negara-negara, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Negara-negara yang struktur ekonominya berdasarkan agraria atau pertanian
pada umumnya adalah negara yang terbelakang (underdeveloped).
7
2. Negara-negara yang struktur ekonominya berlandaskan indrustri adalah
negara- negara maju (developed).
Sebagai contoh dapat disebut sebagai berikut:
1. Negara-negara indrustri, yaitu yang merupakan negara developed: Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, Belgia, Israel, Jepang dan sebagainya.
2. Negara-negara agraris, yaitu yang merupakan negara underdeveloped : Fhilippina,
Ceylon, India, Indonesia, Birma, Thailand, dan lain-lainnya.
Sungguhpun demikian, teori yang berdasarkan developed atau underdevelopednya
suatu negara dengan meneliti struktur ekonominya yang disebutkan tadi, dapat diterima
sebagai suatu gejala atau indikasi yang umum, Negara-negara yang struktur ekonominya
indrsutri memang selalu merupakan negara developed. Akan tetapi dalam negara agraris,
ada beberapa kekecualian yaitu ada diantara beberapa negara yang struktur ekonominya
agararis tetapi dalam sudah developed, seperti: Denmark dan selandia Baru. Jadi
meskipun negara ini agraris, tetapi sudah merupakan negara-negara yang developed
dengan tingkat kemakmurannya yang diukur dari tingkat produksi dan pendapatan per
kapita adalah tinggi. Dilihat dari tingkat pendapatan per kapitanya, pada tahun 1967
negara Selandia baru menduduki ranking yang ketujuh ( $ 2.054 ), sedangkan Denmark
menduduki tempat ke 5 ( $ 2.350 ). Hal ini anatara lain disebabkan oleh faktor-faktor
yang berikut:
1. Produktivitas per kapitanya di sektor pertanian adalah tinggi, oleh karena ini
mereka telah menggunakan peralatan modal besarserta pemakaian teknik
produksi yang modern.
Investasi teknik
Produksi tinggi Y tinggi, sehingga Y/P tinggi
2. Jumlah penduduk dinegara yang bersangkutan relatif sedikit, sehingga
kepadatan pendudukan yang menekan tingkat penghidupan tidaklah mereka
alami. Jadi karena itu tingkat produksi dan pendapatan per kapitanya adalah
tinggi.
Prendah , sehingga Y/P adalah tinggi.
(C). Dengan Ukuran Distribusi Pendapatan Pemilik Faktor-Faktor Produksi
Untuk mengetahui/menentukan apakah suatu negara itu developed, sebagai
ukuran atau indikasi dapat juga diperoleh dengan meneliti proporsi (bagian) dari
pendapatan atau balas jasa faktor-faktor produksi yang membentuk pendapatan nasional.
8
Dalam hubungan ini proporsi pendapatan atau balas jasa faktor-faktor produksi disuatu
negara yang diperkirakan underdeveloped dibandingkan dengan negara yang developed.
Secara garis besarnya produksi dan pendapatan nasional dibentuk oleh faktor-
faktor produksi:
(a) Land ( tanah ) atau natural resources ( sumber-sumber alam ),
(b) Capital ( modal )
(c) Labour ( buruh )
(d) Enterpreneur ( tenaga skill )
Sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi tersebut adalah sebagai berikut :
No. Faktor Produksi Balas Jasa
1.
2.
3.
4.
Land atau natural ressources
Capital
Labour
Enterpreneur atau tenaga skill
Rent (sewa)
Interest (bunga modal)
Wage (upah) salary (gaji )
Profit (keuntungan)
Jika diselidiki proporsi pendapatan nasional yang terbagi pada berbagai faktor
produksi dari negara-negara akan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya di
negara-negara underdeveloped:
(a) Faktor-faktor produksi yang jumlahnya banyak dan merupakan bagian yang besar
dalam mernbentuk produksi dan pendapatan nasional adalah faktor alam dan labour,
terutama yang unskilled (buruh kasar dan yang tidak ahli). Karena itu bagian balas
jasa dari faktorfaktor ini (secara total) memegang peranan yang besar dalam bagian
pendapatan nasional.
(b) Faktor-faktor modal dan tenaga skill masih sedikit dan serba terbatas, dengan
demikian bagian balas jasa dari pada faktor-faktor ini hanyalah merupakan bagian
kecil pula dalam pendapatan nasional negara yang bersangkutan.
Sehubungan dengan kenyataan dan hal-hal tersebut tadi, dapat pula dikemukan
rumus atau formula untuk menetukan/membedakan apakah suatu negara itu developed
ataukah underdeveloped, yaitu:
Ru + Weu Rd + Wed
( I )
Yu Yd
9
R = Rent, balas jasa atas faktor tanah atau sumber-sumber alam
We = Wages of unskilled labour, balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja
yang tidak ahli atau buruh kasar dan petani.
u = underdeveloped
d = developed
Artinya:
Bagian pendapatan nasional yang terdiri dari atau berasal dari balas jasa tanah,
dan upah pekerja-pekerja yang tidak ahli, petani dan buruh kasar secara persentase dari
pendapatan nasional adalah lebih besar di negara underdeveloped dibandingkan dengan
di negara developed.
Wsu + Pu + iu Wsd + Pd + id
( II )
Yu Yd
P = Profit, balas jasa atas tenaga skill atau enterpreneur.
Ws = Wages of skilled labour, balas jasa dari tenaga kerja yang ahli.
i = Interest, balas jasa atas kapital atau modal.
Artinya:
Bagian atau persentase pendapatan nasional yang berasal dari upah buruh yang
terdidik atau ahli serta profit yang diterima enterpreneur ditambah dengan interest (bunga
modal) dari inventasi yang ditanam, adalah lebih kecil dinegara underdeveloped
dibandingkan dengan di negara developed.
10
Bab II
PENGERTIAN TENTANG PEMBANGUNAN EKONOMI
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa Ekonomi Pembangunan (Economics of
Development) merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas obyek
atau permasalahan yang bersangkutan dengan perkembangan perekonomian negara-
negara yang underdeveloped serta usaha-usaha atau cara-cara yang dilakukan untuk
merobah perekonomiannya dari keadaan underdeveloped tersebut kepada keadaan
developed. Jadi dalam hubungan ini terkandung pengertian pembangunan ekonomi
(economic development).
Sebenarnya mengenai pengertian dari “pembangunan ekonomi” itu telah banyak
dikemukakan definisi-definisi oleh penulis atau ahli ekonomi, yang diantaranya dapat
kita kemukakan sebagai berikut:
a. Buchanan dan Ellis: Pembangunan ekonomi terjadi bilamana terdapat
kenaikan produksi dan pendapatan per kapita atau kenaikan produksi dan
pendapatan nasional per jiwa rata-rata.
b. Meier dan Baldwin: Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses dalam
mana pendapatan nasional dalam arti riel (baik total maupun per kapita) dalam
perekonomian negara yang bersangkutan meningkat dalam jangka waktu yang
panjang (lama).
c. Harrold F. Williamson: Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana
suatu negara dapat mempergunakan sumber-sumber produksinya sedemikian
rupa sehingga dapat meningkatkan terus menerus produksi per kapita dari
masyarakat yang bersangkutan.
d. W. Brand: Pembangunan ekonomi adalah suatu proses daripada kenaikan
produksi dan pendapatan, baik secara total maupun per kapita, tanpa melihat
pada distribusi dan pada peningkatan produksi atau pendapatan yang
dihasilkan.
e. P. Deane: Pembangunan ekoomi suatu negara berlangsung bilamana terjadi
kenaikan yang terus menerus dalam pendapatan nasional secara total maupun
pendapatan per kapita dari negara yang bersangkutan.
Sungguhpun telah disebutkan pengertian atau definisi pembangunan ekonomi itu
agak berbeda oleh ahli-ahli ekonomi, tetapi pada prinsipnya tersimpul dasar pengertian
yang sama. Untuk lebih mendetail (terperincinya) pengertian tersebut, berikut akan
dibahas pengertian pembangunan ekonomi (economic development) itu sebagaimana
dikemukakan oleh:
11
1. Buchanan dan Ellis, An Approach to Economic Development.
2. Meier dan Baldwin, Economic Development.
Ad.(1). Pengertian Menurut Buchanan dan Ellis
Menurut mereka (ahli-ahli ekonomi ini) economic development itu adalah
increasing of per capita income, kenaikan dalam pendapatan nasional per kapita,
pendapatan rata-rata per jiwa. Dalam hubungan ini dinyatakannya bahwa kenaikan
pendapatan per kapita adalah dalam arti riil (in real term), dalam bentuk barang-barang
dan jasa-jasa yang dapat dinikmati masyarakat yang dinilai dengan uang. Pendapatan per
kapita ini harus menunjukan angka yang terus menerus menaik/meningkat, dan jika hal
ini terjadi berarti berlangsungnya pembangunan ekonomi tersebut.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa sebetulnya kenaikan pendapatan per kapita
dalam arti riel ini adalah merupakan indikasi atau petunjuk dari adanya faktor-faktor atau
aspek-aspek lain yang berdiri dibelakangnya. Faktor-faktor lain itu ialah berupa
kemajuan yang terjadi terus menerus dari bermacam-macam bidang dan kemakmuran
serta kwalitas penghidupan (quality of life) dari masyarakat pada umumnya.
Kemakmuran dan perbaikan kwalitas penghidupan disini dapat dilihat antara lain
dari faktor-faktor yang berikut:
(a) Adanya life expectancy (pengharapan akan hidup) yang lebih besar: Pengharapan
akan hidup perseorangan (individu) yang rata-rata lebih panjang adalah sebagai
tujuan yang diinginkan, dengan perkataan lain: usia yang lebih panjang dianggap
lebih baik daripada usia yang lebih pendek. Contoh: di Amerika Serikat
“Tahun 1900-1902 dari bayi yang dilahirkan rata-rata hidup hingga 48,2 tahun.
Tahun 1945 angka ii naik menjadi 64,4 tahu. Tahun 1949 angka ini lebih meningkat
lagi menjadi 65,9 tahun”.
Usia rata-rata yang panjang itu adalah sebagai hasil atau akibat daripada bermacam-
macam hal, antara lain seperti: makanan yang baik, perbaikan kesehatan, kekurangan
penyakit, kebersihan, tersedianya perawatan dokter, dan sebagainya. Jadi dapat
dikatakan bahwa pengharapan akan hidup yang lebih baik (lama) adalah sebagai
petunjuk daripada kemakmuran serta tingkat penghidupan yang lebih tinggi/lebih
baik.
(b) Mortality (tingkat kematian) yang menurun serta kesehatan yang lebih baik: Data-
data menunjukan kepada kita bahwa kalau tingkat kematian masih tinggi, maka
kemakmuran masyarakat pada umumnya adalah rendah. Dan kalau tingkat kematian
itu menurun, maka biasanya/seringkali terdapat pada negara atau masyarakat yang
telah maju atau makmur. Jadi di daerah-daerah terbelakang, kesehatan umum
penduduknya jika diukur dengan angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit-
penyakit adalah buruk bila dibandingkan dengan daerah-daerah yang maju.
12
Laporan PBB: Tentang kematian oleh penyakit, Costa Rika, Puerto Rico, Columbia,
angka kematian karena difteri adalah 6-9 kali lebih besar daripada di Inggeris, untuk
malaria 10-20 kali lebih besar.
Pada umumnya penurunan tingkat kematian ini seringkali adalah sebagai akibat
daripada perbaikan-perbaikan dalam bidang kesehatan umum, pembasmian penyakit
menular, dan sebagainya.
(c) Makanan, Pakaian dan Pemondokan yang lebih baik: Kita mengetahui bahwa
kebutuhan pokok manusia adalah berupa bahan makanan, pakaian dan pemondokan.
Kesanggupan masyarakat untuk memberikan/memenuhi keperluan-keperluan ini
kepada penduduknya adalah ukuran dari atau sebagai dari kerjanya/prestasi kerjanya
di berbagai-bagai lapangan. Jadi perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan pokok ini
mencerminkan perbaikan dalam produktivitas masyarakat, sehingga berarti pula
tercapainya tingkat kemakmuran masyarakat (pada umumnya) yang lebih tinggi.
Ad.(2). Pengertian Menurut Meier dan Baldwin
Menurut Meier dan Baldwin: Pembangunan ekonomi itu adalah suatu proses
dimana pendapatan nasional dalam arti riil dalam perekonomian negara bersangkutan
meningkat dalam jangka waktu yang panjang (lama). “Economic development is a
process where by an economy’s real national income increases over a long period of
time”.
Dan jika tingkat pembangunan lebih besar daripada tingkat perkembangan
penduduk, maka pendapatan riil per kapita akan meningkat. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi disini terdapat tiga unsur (aspek) yang penting, yaitu:
(a). Proses (process)
(b). Pendapatan nasional dalam arti riil (real national income).
(c). jangka lama (long period of time)
ad.(a). Proses (process)
Berarti disini dalam jangka waktu yang lama itu terjadi perubahan kekuatan-
kekuatan atau variabel-variabel tertentu. Dan jika kita teliti proses ini lebih mendalam
(detail), maka akan kita jumpai bahwa banyak faktor-faktor lainnya yang turut berubah,
mengikuti kenaikan dalam pendapatan nasional itu. Kita dapat mengklasifikasikan
perubahan-perubahan ini kedalam:
(a.1) Perubahan-perubahan tertentu dalam persediaan-persediaan faktor produksi
(factor supplies). Ini meliputi: penemuan sumber-sumber bahan mentah
yang baru, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, penemuan teknik
produksi yang baru, perbaikan dalam skill dan keterampilan, dan
sebagainya.
13
(a.2) Perubahan tertentu dalam struktur permintaan terhadap barang-barang yang
dihasilkan. Ini meliputi: besar dan komposisi umur penduduk, tingkat dan
pembagaian pendapatan dalam masyarakat, selera(tastes) masyarakat,
pengaturan organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dan
sebagainya.
Perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan ini semuanya perlu
diselidiki lebih lanjut serta diteliti pula bagaimana hubungannya timbal alik satu sama
lainnya. Dengan mengetahui perubahan-perubahan tersebut serta hubungannya timbal
balik, akan dapat diketahui/dimengerti kenapa terjadinya perubahan dalam produksi dan
pendapatan nasional, serta usaha-usaha apa yang diperlukan untuk lebih memperbaiki
atau meningkatkannya.
Ad.(b). Pendapatan Nasional dalam arti Riil (Real National Income)
Produksi atau pendapatan nasional dalamarti riil adalah jumlah produksi atau
jumlah barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan masyarakat yang dihitung dalam satu
tahun. Jumlah produksi dalam arti riil disini bararti bahwa produksi atau pendapatan
nasional itu bukanlah dalam arti moneter atau atas dasar harga berlaku, tetapi telah
diperhitungkan atau dikoreksi (dengan menilai kembali) dengan perubahan harga atau
indeks harga (price index) yang didasari pada suatu tahun dasar (base year) tertentu,
yaitu pada harga normal atau sebelum terjadinya inflasi dan ini dipakai sebagai patokan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam menentukan pembangunan ekonomi suatu
negara tidak hanya ditentukan oleh kenaikan pendapatan nasional dalam arti riil saja,
tetapi juga dengan memperhitungkannya dengan faktor pertumbuhan penduduk. Jika
kenaikan riil national income itu diimbangi atau relatif sama dengan pertambahan
penduduk, maka itu belumlah barati terjadi pembangunan ekonomi atau kenaikan tingkat
hidup masyarakat. Juga seandainya real national income yang relatif kecil daripada
pertambahan penduduk, bukan pula berarti terjadinya pembangunan ekonomi, malahan
disini berarti terjadi kemunduran ekonomi.
Jadi pembangunan ekonomi itu baru dapat terjadi bilamana kenaikan real national
income itu relatif lebih besar daripada pertambahan penduduk. Hubungan antara
pendapatan nasional (dalam arti riil) dengan jumlah penduduk ini, adalah bersangkutan
dengan pengertian real per capita income, yaitu pendapatan rata-rata per jiwa dalam arti
riil. Jadi pembangunan ekonomi itu hanya mungkin terjadi bilaman dalam perekonomian
negara terjadi peningkatan dalam real per capita income tersebut.
Ad.(c). Jangka Waktu Yang lama (long period of time)
Faktor lainnya lagi yang harus diketahui untuk menentukan apakah ada atau
tidaknya pembangunan ekonomi suatu negara ialah faktor jangka panjang (long period of
time), yaitu bahwa kenaikan real national income atau real per capita income tersebut
harus berlangsung lama, tidak hanya terjadi dalam jangka pendek saja.
Suatu kenaikan yang terjadi dalam jangka pendek kemudian terjadi lagi
penurunan atau kemunduran dalam real national income serta kegiatan ekonomi pada
umumnya, ini bukanlah menunjukan suatu pembangunan ekonomi. Keadaan ini misalnya
14
dapat terjadi pada suatu gelombang konjungtur (business cycle) daripada tingkat real
national income dan kegiatan ekonomi pada umumnya. Dan karena jangka pendek itu
menurut Meier dan Baldwin, dalam suatu gelombang konjungtur yang besar dapat
berlangsung selama 6-13 tahun, maka menurut mereka yang perlu diteliti/dilihat ialah
tendensi atau trend keseluruhan daripada beberapa gelombang konjungtur tersebut. Dan
untuk ini kita perlu mengambil jangka waktu puluhan tahun, sekurang-kurangnya 25
tahun. Jadi jika tendensi atau trendnya memperlihatkan kecenderungan yang menaik
dalam masa minimal 25 tahun itu, barulah berarti tercapainya/terjadinya pembangunan
ekonomi.
Gambar I
Real
Income business cycless
Per
capita
Trend
10 20 5
0 Time
Gambar II
Real
Income business cycless
Per
capita
Trend
10 20 5
0 Time
15
Gambar III
Real Trend
Income business cycless
Per
Capital
10 20 5
0 Time
Dari gambar-gambar diatas terlihat adanya gelombang-gelombang konjungtur
(business cycles) dalam real per capita income dan kegiatan ekonomi pada umumnya,
yang terjadi selama bertahun-tahun.
Pada gambar I: Jika kita ambil trendnya, maka teryata mendatar saja, ini bukanlah
menunjukan suatu pembangunan ekonomi.
Pada gambar II: Trendnya mula-mula memang naik, tetapi kemudian turun kembali,
yang kesemuanya ini kita lihat misalnya dalam tempo 25-30 tahun. Keadaan ini juga
bukanlah menunjukan pembangunan ekonomi.
Pada gambar III: Jika gelombang naik turunnya real per capita income dan kegiatan
ekoomi pada umumnya menunjukan trend yang menaik terus dalam jangka waktu
minimal 25 tahun, seperti pada gambar II ini barulah perekonomian negara bersangkutan
telah mengalami (mencapai) pembangunan ekonomi.
Kesimpulan:
Perekonomian suatu negara akan mengalami/mencapai economic development,
bilamana terjadi suatu kenaikan real per capita income yang terus menerus atau bilamana
terdapat trend yang menaik dari pada gelombang-gelombang konjungtur dari real per
capita income atau kegiatan ekonomi pada umumnya selama jangka waktu yang cukup
lama.
16
Bab III
FAKTOR TANAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Tanah (land) atau sumber-sumber alam (natural resaourpes) melalui sumber-
sumber yang tersedia pada alam, yang merupakan “pemberian alam”, Sumber-sumber ini
masih bersifat potensiil menunggu tangan manusia, peralatan dan teknologi untuk dapat
menggunakannya, menggarapnya ataupun mengolahnya, sehingga sumber-sumber dapat
menjadi efektif untuk dapat dipergunakan dan dikumsumir manusia.
Sumber-sumber alam yang tersedia (potensial) cukup penting artinya dan
peranannya bagi pembangunan, lebih-lebih bagi negara-negara yang masih terbelakang
ekonominya. Selamanya adalah lebih baik bagi sesuatu negara memiliki lebih banyak
sumber-sumber alam dari pada kurang memilikinya. Negara-negara yang memiliki
sumber-sumber alam, seperti: minyak bumi, biji besi, timah, batu bara, dan sebagainya
adalah mempunyai harapan yang lebih baik untuk pembangunan ekonominya
dibandingkan jika negara yang bersangkutan tidak memiliki/menghasilkannya. Dan
proses pembangunan itu akan dipercepat dengan adanya kombinasi antara sumber alam
tersebut dengan faktor-faktor lainnya, seperti: modal, tenaga manusia beserta ketrampilan
dan kemampuan teknologinya.
Sumber-sumber alam ini pada dasarnya dapat diklarifisikasikan kedalam 4 macam,
golongan:
1. Ruangan atu lapangan tanah (land space)
2. Bahan-bahan mentah (raw materials)
3. Sumber-sumber tenaga (saources of power)
4. Keadaan cuaca dan iklim (atmospheric conditions).
Ad.(1). Ruang atau lapangan tanah (land space)
Dalam hal ruang atau lapangan tanah ini menyangkut masalah luas dan kwalitas
atau mutunya. Yang dimaksud dengan tanah disini meliputi baik tanah daratan maupun
sungai-sungai, danau-danau, laut dan gunung-gunung yang terletak diatas tanag tersebut.
Ruang tanah ini dipergunakan untuk berbagai-bagai keperluan, dianataranya:
- Untuk ditanami berbagai macam tanaman, seperti tanaman bahan makanan,
bahan-bahan mentah untuk indrustri /ekspor dan sebagainya.
- Untuk lokasi bagi bangunan indrustri, puat-pusat perdagangan, kantor-kantor
pemerintah, perumahan, dan sebagainya.
- Untuk digunakan sebagai jalan bagi transpor darat, sungai, laut dan sebagainya.
Topografi tanah mempunyai pengaruh tertentu dalam pemakaiannya tanah yang
bergunung-gunung adalah kurang tepat untuk tempat bangunan indrustri dan terdapat
17
kesulitan-kesulitan dalam membuat jaringan jalannya didaerah yang bersangkutan.
Begitu pula tanah yang berpaya-paya adalah tidak baik untuk dijadikan daerah pertanian
maupun untuk tempat tinggal manusia.
Disampimping hal-hal yang tersebut diatas, tanah yang luas tidaklah selalu besar
artinya bagi potensi ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Tanah yang luas yang terdiri
dari gurun pasir semata-mata atau yang kesuburannya tidak baik, maka kegunaannya
sangat terbatas sekali.
Dalam hubungan ini, tanah akan besar faedahnya atau dapat tinggi kegunaannya
bilamana tanah yang tersedia tersebut cukup luas dengan topografi yang baik serta
mempunyai kesuburan yang cukup baik sehingga dapat dimanfaatkan atau ditanami
dengan tanaman-tanaman yang diperlukan bagi kehidupan manusia.
ad.(2). Bahan-bahan Mentah (raw materials)
Yang dimaksud dengan bahan-bahan mentah disini ialah sumber-sumber alam
yang tersedia dan terpendam pada tanah/alam, yang meliputi: hasil-hasil hutan, bahan–
bahan mineral, binatang-binatang konsunptif seperti ikan, ternak unggas dan sebagainya,
atau secara ringkas disebut: bahan-bahan yang merupakan “pemberian alam".
Daerah tanah yang kecil yang mengandung banyak sumber-sumber alam yang
berupa bahan-bahan mentah tersebut adalah lebih baik dari pada daerah yang lebih luas
tetapi kering (miskin) akan sumber-sumber semacam itu. Suatu negara dengan hutan
yang akan sumber-sumber mineralnya seperti: batu bara, minyak bumi, biji besi,
tembaga dan sebagainya adalah mempunyai posisi ekonomis yang lebih baik dari pada
negara yang kekurangan akan bahan-bahan ini. Begitu pula negara yang mempunyai
sungai-sungai, danau-danau, dan pantai laut adalah lebih baik dan ini penting artinya
bukan hanya sebagai sarana dan alat untuk tranportasi dan pembangunan sumber tenaga,
tetapi juga sebagai sumber-sumber bagi bahan makanan dan barang mineral tertentu.
ad.(3). Sumber-sumber tenaga ( sources of power )
Tanah dalam arti luas juga dimanfaatkan untuk dapat memberikan kepada kita
sumber-sumber tenaga, yaitu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan perkembangan
teknologi. Dianatara perkembangan teknologi yang terdahulu ialah perkembangan tenaga
panas dan tenaga air untuk berbagai kerpeluan, yang mana ini semuanya didasarkan pada
pemakaian sumber-sumber alam.
Dengan “Revolusi Indrustri“ ditemukan tenaga uap, dan ini selanjutnya diikuti
oleh penemuan tenaga listrik, yang sudah barang tentu diperkembangkan dari tenaga
panas dan tenaga air yang telah dikemukan sebelumnya. Bahkan tenaga atom yang
modern memerlukan bahan mentah uranium yang berasal dari tanah sebagai bahan utama
yang diperlukan untuk menghasilkan dan memperkembangkannya.
ad.(4). Keadaan cuaca ( atmospheric condition )
Keadaan cuaca, seperti curah hujan, temperatur, dan dan iklim pada umumnya
dapat mempunyai pengaruh tertentu pada produkdivitas dan proses pembangunan
ekonomi.
18
Misalnya:
- Daerah-daerah yang berlebihan ataupun yang sangat kurang sekali curah
hujannya adalah tidak cocok untuk beberapa tujuan produktif umpamanya
dalam mengusahakan hasil-hasil pertanian tertentu.
- Temperatur udara yang berlebihan tingginya dapat melelahkan/melemahkan
tenaga manusia dan menimbulkan kecendrungan kurangnya kemauan untuk
bekerja (tangan) keras.
Sungguhpun keadaan cuaca ini berpengaruh terhadap produktivitas dan proses
pembangunan, tetapi keadaan cuaca yang kurang baik tidak selalu mempunyai efek yang
merugikan. Sebab ada pula negara-negara yang kurang menguntungkan dari segi keadaan
cuaca ini (seperti Canada, Australia, Selandia Baru dan sebainya), tetapi manusianya
dapat menyesuaikan diri atau mengatasi kekurangan tersebut dengan ilmu pengetahuan
dan teknologinya.
Arti dan peranan alam dalam proses produksi dan pembangunan sangat tergantung
kepada usaha manusia, peralatan modal dan kemampuan teknologi yang dapat dipakai.
Kekaayaan yang sesungguhnya, jika tidak doketahui cara-cara, mempergunakannya dan
tidak diusahakan pemanfaatannya bagi keperluan manusia.
Kedudukan faktor alam ini sangat tergantung sekali kepada perkembangan
teknologi serta usaha-usaha dan tindakan-tindakan negara yang bersangkutan. Kemajuan
teknologi sendiri dapat pula menyebabkan susuatu bahan yang semula berfaedah sekali
dan tinggi nilainya, kemudian akan berkurang ataupun hilang faedahnya dengan adanya
perkembangan teknologi baru. Sebagai contoh adalah penemuan bahan-bahan sintetis
sebagai hasil dari kemajuan teknologi, seperti: karet sintetis (dari batu bara serta bahan-
bahan lainnya), serta penemuan tenaga atom (dari bahan uranium serta lain-lainnya), dan
sebagainya. Semuanya ini menyebabkan adanya persaingan bahan-bahan tersebut
terhadap pemakaian karet alam, minyak bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, maka
kekayaan alam itu harus dipergunakan dan dimanfaatkan dalam waktu yang setepat-
tepatnya, yaitu selagi faktor alam tersebut masih mengandung arti dan mempunyai
kedudukan yang baik bagi kehidupan masyarakat.
Dinegara-negara yang sedang berkembang, faktor tanah ini memegang peranan
yang besar bagi kehidupan masyarakatnya. Sebagian besar penduduknya hidup dari
sektor pertanian serta sektor-sektor lainnya yang langsung bertalian dengan pertanian.
Dan pada umumnya dinegara-negara ini produktivitas disektor agraria tersebut adalah
rendah, demikian pula akibatnya tingkat penghidupan masyarakatnya adalah rendah. Hal
ini disebabkan oleh karena: teknik produksi yang masih terbelakang, peralatan modal
yang terlalu sederhana, tekanan hidup oleh pertambahan penduduk disektor agraria,
kehidupan dalam ikatan hutang serta sistem ijon, dan sebagainya. Sehubungan dengan
hal-hal yang tersebut ini, maka sektor agraria itu perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dengan berbagai usaha perbaikan dan peningkatannya. Hal ini selain tertuju
untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dimana sebagian besar penduduknya hidup
disana, juga karena dengan demikian kelebihan penduduk disektor agraria itu akan dapat
dimanfaatkan kearah industrialisasi dan supaya tenaga beli dalam masyarakat dapat lebih
ditingkatkan untuk perkembangan perekonomian selanjutnya.
19
Untuk memperbaiki dan meningkatkan produksi serta produktivitas disektor
pertanian, dapat dilakukan dengan dua usaha, yaitu: (1). ekstensifikasi dan (2).
Intensifikasi. Usaha ekstensifikasi ialah dengan memperluas areal tanah pertanian
sedemikian rupa sehingga jumlah produksinya lebih meningkat dari pada semula.
sedangkan usaha intensifikasi ialah dimana peningkatan produksi diusahakan dengan
jalan menambah permodalan dengan pemupukan, pemakaian bibit unggul, perbaikan
pengairan, pemberantasan hama, dan menempuh cara-cara kerja yang lebih maju.
Disamping itu ada pula penulis-penulis yang mengemukan bahwa cara untuk
memperbesar produksi pertanian khususnya produksi pangan pada bidang yang sama
ialah dengan metode biologis, dan metode mekanis. Yang sama ialah dengan metode
biologis disini ialah meningkatkan produksi pertanian tersebut dengan pemupukan,
pemakaian varietas unggul (bibit yang lebih baik), pembasmian hama, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan metode mekanis ialah usaha meningkatkan produksi
pertanian dengan menggunakan traktor, dan mesin-mesin pertanian lainnya, dengan
perkataan lain melalui mekanisasi dilapangan pertanian.
Dinegara kita peningkatan produksi pertanian lebih banyak dengan cara
intensifikasi lelalui program “panen usaha“ dengan Bimas (Bimbingan Massal) dan
Inmas (Intisifikasi Massal), dan lain-lainnya. Sedangkan usaha-usaha ekstensifikasi
masih terbatas, terutama dalam bentuk pertanian tanah kering, pertanian pasang surut,
pertanian daerah transmigrasi, dan perluasan-perluasan lainnya, yang pada umumnya
masih serba terbatas. Sungguhpun demikian usaha-usaha pemerintah dalam
pembangunan pertanian ini relatif sangat besar sekali. Hingga sekarang usaha-usaha
pembangunan dinegara kita masih dititik beratkan (diprioritaskan) pada sektor pertanian,
sedangkan pembangunan atau peningkatan pada sektor-sektor lainnya adalah dalam
rangka penunjangan/pemanfaatan terhadap sektor pertanian tersebut.
20
Bab IV
FAKTOR KAPITAL DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
1. Pengertian dan Peranan Kapital
Yang dimaksud dengan Kapital atau Modal sebagai faktor produksi dalam
pembangunan, bukanlah kapital dalam bentuk yang (money capital) tetapi real capital
atau capital goods (barang-barang modal). Yaitu barang-barang yang dihasilkan bukan
untuk memenuhi konsumsi atau kebutuhan langsung, melainkan untuk membantu
manusia didalam proses produksi. Sungguhpun demikian barang modal ini juga dinilai
atau diukur dengan uang (in terms of money) sehingga pada umumnya modal tersebut
dinyatakan pula dalam jumlah nilai uang.
Dalam teori ekonomi, jika ditinjau dari sudut bentuknya dan sifatnya dalam
proses produksi, maka capital goods ini dapat dibagi dalam:
(a) Circulating Capital (modal kerja atau modal berputar), yaitu barang modal
dalam bentuk persediaan bahan mentah, bahan baku dan setengah jadi, bahan
bakar, dan lain-lain yang dipergunakan atau dapat dipakai hanya satu kali atau
dalam jangka waktu yang pendek saja dalam proses produksi.
(b) Fixed Capital atau Capital Equipment (modal tetap), adalah barang modal
yang berupa pabrik, instalasi, mesin, traktor, dan sebagainya yang dapat
dipakai berulang kali atau dalam jangka waktu yang lama didalam proses
produksi.
Dalam ekonomi pembangunan lebih banyak penggolongan modal ini ditinjau dari
segi produktivitas pendapatan sebagai hasil dari jenis-jenis kapital tersebut ataupun dari
segi pengaruhnya langsung dan tidak dalam meningkatkan produksi. Dalam hubungan ini
barang-barang modal dapat diklasifikasikan dalam:
a. Economic Directly Productive Capital, yaitu barang modal yang secara
langsung dapat menghasilkan produksi, seperti: bangunan pabrik, lapangan
pertanian, mesin-mesin, peralatan dan bahan-bahan perindustrian dan lain-
lain.
b. Economic Overhead Capital, adalah barang-barang modal yang jadi dasar
atau landasan bagi perekonomian atau kegiatan ekonomi, yang hanya secara
tidak langsung dapat menghasilkan atau meningkatkan produksi. Misalnya:
faktor transpor (seperti jalan, alat perhubungan lainnya), stasion tenaga listrik,
saluran irigasi, dan sebagainya.
c. Social Overhead Capital, adalah barang-barang modal yang jadi dasar atau
sarana penting bagi keperluan-keperluan masyarakat yang secara tidak
21
langsung kemudian bermanfaat dalam usaha menghasilkan/meningkatkan
produksi. Misalnya: perumahan, sekolah, rumah ibadah dan lain-lain.
Jadi barang modal ini adalah semua barang-barang yang secara langsung atau
tidak langsung akan memberikan kemungkinan untuk memperbesar produksi dan
produktivitas didalam masyarakat. Overhead Capital ini, baik economic maupun social,
sekarang lazim pula disebut prasarana atau infrastruktur, sungguhpun pengertiannya
sehari-hari lebih banyak tertuju pada segi ekonominya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan capital disini
hanyalah modal dalam bentuk barang atau materi yang diproduksi dan tidak termasuk
investasi (penanaman modal) yang berupa pemberian pendidikan, training, jasa-jasa
kesehatan dan yang sejenis dengan itu. Bagian ini sering kali disebut dengan istilah yang
lengkap “hubungan capital” atau “human investment”.
Keadaan dan jumlah faktor modal sangat besar pengaruhnya terhadap produksi
dan pendapatan nasional, karena dengan pertambahan barang modal ini akan dapat
ditingkatkan/diperbesar jumlah produksi dan pendapatan nasional, yang mana ini
selanjutnya akan memungkinkan pula terciptanya pertambahan modal yang diperlukan
untuk peningkatan produksi selanjutnya. Penambahan modal atau penambahan terhadap
stock (persediaan) barang modal biasanya disebut investasi (investment). Untuk
menjalankan investasi ini diperlukan adanya pembentukan atau akumulasi modal (capital
accumulation) sebelumnya, yang mana ini diciptakan dengan menyisihkan atau
menyimpan sebagian daripada income dalam masyarakat yang kemudian ditujukan
kepada investasi. Jadi dengan penghematan atau menekan pengeluaran atas barang-
barang konsumsi dalam masyarakat nantinya akan dapat diciptakan akumulasi modal
yang akan disalurkan pada investasi atau penambahan capital stock didalam masyarakat.
2. Masalah Pembentukan Modal: Penawaran Modal dan Permintaan akan Modal
Untuk memperbesar kemampuan berproduksi dan produktivitas dalam
masyarakat perlu diciptakan modal atau peralatan modal dalam bentuk pabrik-pabrik,
mesin-mesin, alat pertanian, alat pengangkutan, dan sebagainya. Agar supaya usaha ini
dapat dicapai, maka dalam masyarakat perlu dilakukan pengurangan/penekanan terhadap
konsumsi. Ini berarti bahwa untuk menghasilkan barang-barang modal tersebut haruslah
sebagian sumber-sumber produksi dikerahkan kearah memproduksi barang-barang modal
sebagai ganti dari memproduksi barang-barang konsumsi, dengan perkataan lain:
konsumsi waktu kini perlu dikorbankan untuk menciptakan atau menghasilkan barang-
barang modal serta kapasitas produksi yang lebih besar dengan tujuan agar dapat
dihasilkan barang-barang konsumsi yang besar dimasa depan (dikemudian hari).
Dalam hal pembentukan modal yang akan digunakan dalam proses peningkatan
produksi dan pembangunan, pada umumnya di negara-negara underdeveloped sangat
terasa kekurangan akan modal serta peralatan modal ini. Masalah pembentukan modal
dinegara-negara terkebelakang ini adalah kompleks sifatnya dan memerlukan perhatian
serta pemikiran yang lebih serius untuk dapat dicari jalan keluarnya. Adapun masalah
pembentukan modal ini pada dasarnya dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:
22
(a). Penawaran modal
(b). permintaan akan modal.
ad.(a). Penawaran modal (supply of capital)
Hal ini bersangkutan dengan kekuatan atau kemampuan masyarakat untuk
memabung (saving), yang kemudian digunakan untuk investasi dan pembentukan modal.
Dari sudut penawaran modal ini terdapat masalah sebagai berikut:
Kemampuan menabung adalah kecil oleh karena rendahnya pendapatan riil dalam
masyarakat. Pendapatan yang rendah ini adalah akibat dari rendahnya tingkat
produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah ini terutama adalah
kekurangan modal atau peralatan modal. Dan kekurangan modal ini disebabkan oleh
karena kemampuan menabung adalah kecil. Jadi ini kesemuanya seolah-olah merupakan
lingkaran sebab akibat yang tak berujung pangkal (disebut vicicious sycle).
Supply of capital
Saving <
disebabkan oleh
Capital < Pendapatan riil <
Produktivitas <
ad.(b). Permintaan akan Modal demard for capital
Disini bertalian dengan daya tarik bagi pengusaha untuk melakukan investasi atau menambah/menggunakan peralatan modal dalam proses produksi. Dari sudut permintaan akan modal dapat pula masalah lingkaran yang tak berujung pangkal tersebut yang dapat dilukiskan sebagai berikut:
Hasrat para pengusaha dalam hal permintaan akan modal untuk diinventasikan dalam sektor-sektor produksi adalah rendah atau kecil, oleh karena tenaga beli (effective demand) dalam masyarakat adalah rendah. Ini berarti pula pasaran bagi hasil-hasil produksi adalah kecil atau sangat terbatas. Tenaga beli yang rendah ini adalah oleh karena pendapatan riil masyarakat masih rendah. Hal ini disebabkan oleh karena rendahnya produktivitas dalam masyarakat. Produktivitas yang rendah ini adalah sebagai akibat dari kekurangan pemakaian peralatan modal atau kurangnya daya tarik untuk melakukan investasi dalam masyarakat.
23
Demand for Capital
Hasrat untuk inventasi <
oleh karena
Produktivitas effective demand <
Size of the market <
Y real <
Dalam masalah pembentukan modal dan kekurangan modal dan kekurangan
modal ini, untuk pembanguan ekonomi perlu menerobos lingkaran yang tak berujung
pangkal itu. Dalam hubungan ini perlu diselidiki faktor–faktor yang memegang peranan
penting yang bersangkutan dangan penawaran modal dan permintaan akan modal dalam
kehidupan ekonomi dan kemaysarakatan.
3. Akumulasi Modal dan Tabungan
Untuk membiayai serta meningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi dan
pembangunan pada umumnya, perlu dilakukan akumulasi modal dengan melalui
tabungan (saving) dalam masyarakat. Sebagai sumber untuk terjadinya saving tersebut
dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan jenisnya.
(A). Dilihat dari segi cara menjalankanya, saving dapat dibagi dalam:
A.1. Voluntary saving (tabungan sukarela)
A.2. Forced saving atau compulsory saving (tabung wajib atau paksaan)
ad. A.1. Voluntary saving
merupakan tabungan atas simpanan yang dilakukan secara sukarela tanpa
adanya tekanan atau paksaan dari pihak lainnya, jadi atas kerelaan hati
dari para penabung sendiri.
Misalnya
a. Uang dapat disimpan sendiri oleh perseorangan yang nantinya
dapat digunakan dikemudian hari sebagai cadangan bagi jaminan
hidup atau untuk berjaga bagi keperluan mendadak ataupun untuk
dan dimanfaatkan guna memperoleh penghasilan.
24
b. Uang disimpan di bank, baik oleh perseoramgan maupun oleh
perusahaan, yang nantinya dapat dipergunakan sewaktu lebih
dibutuhkan atau untuk mendapatkan bunganya dari simpanan bank
tersebut (seperti: Deposito berjangka, Tabanas, Taska dan
sebagainya).
Pada umumnya dinegara underdeveloped, akumulasi modal melalui voluntary
saving adalah sukar untuk diharapkan dalam jumlah yang memuaskan atau cukup
besarnya, karena tingkat pendpatan masyarakat pada umumnya adalah rendah sehingga
tidak berlebih untuk ditabung. Dan tambahan lagi karena nilai uang cenderung menurun
akibat seringkali terjadinya inflasi lebih-lebih dalam proses pembangunannya, sehingga
nilai simpanan (uang) yang dilakukan turun pula.
ad.A.2. Forced saving atau Compulsory saving
Yaitu saving yang dilakukan dengan cara paksa atau suatu kewajiban, dengan
jalan pemaksaan atau “tekanan” oleh pihak lainnya, baik yang dilakukan secara langsung
atau secara tidak langsung
Misalnya:
- Pemerintah menetapkan peraturan simpanan wajib atas pendapatan atau
gaji yang diterima tiap-tiap bulan (seperti: Taspen = tabungan asuransi
pegawai negeri).
- Pemerintah menegaskan psjsk pendapatan, pajak perseroan, pajak
penjualan dan sebagainya merupakan penerimaan pemerintah yang
kemudian dapat meningkatkan tabungan pemerintah.
- Pemerintrah membangun dengan cara inflasi yaitu misalnya dengan
mencetak uang baru, sehingga tingkat konsumsi dalam masyarakat
menjadi tertekan.
(Rumus: S = Y – O, maka dengan tertekannya konsumsi, akibatnya
saving menjadi lebih tinggi, karena Y – O = S ).
(B). Dari segi pihak yang menjalankan, maka saving dapat bagi dalam tiga macam, yaitu:
B.1. Personal saving atau individual saving.
B.2. Business saving atau corporate saving.
B.3. Public saving atau government saving.
ad.B.1. Personal saving (tabungan perseorangan)
Yang dijalankan oleh orang persorangan dalam masyarakat, seperti tabungan yang
disimpan sendiri dirumah yang dimasukan oleh perseorangan, kedalam bank,
25
yang disimpan dalam bentuk pembelian atas barang-barang tak bergerak dan
sebagainya.
Oleh karena sebagian besar penduduk dinegara-negara underdeveloped adalah
berpendapatan rendah, maka personal saving yang terjadi tidak seberapa atau hanya kecil
saja. Sungguhpun ada golongan penduduk yang berpendapatan tinggi, tetapi jumlahnya
relatif tidak begitu banyak, sehingga personal savingnya juga tidak begitu besar
jumlahnya. Dan memang personal saving ini secara keseluruhannya tidak begitu dapat
diharapkan atau tidak begitu besar peranannya sebagai sumber pembentukan modal bagi
pembangunan dinegara-negara underveloped.
ad.B.2. Business saving (tabungan perusahaan)
Ialah berupa “undistributed profit” yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang
tidak dibagikan kepada pemegang-pemegang saham, pegawai-pegawai ataupun
peserta-peserta lainnya dalam perusahaan, tetapi ditanamkan kembali dalam
perusahaan, ataupun cadangan-cadangan lainnya.
Dinegara-negara underveloped business saving ini dapat dikatakan secara relatif
cukup besarnya, tetapi “keburukannya” ialah dalam hal cara penggunaannya. Tabungan
perusahaan ini kebanyakannya ditujukan pada sektor perdagangan yang dapat
mendatangkan keuntungan dan sidikit sekali pada sektor indrustri manufaktur serta
usaha-usaha yang langsung produktif. Dan tambahan pula karena perusahaan-perusahaan
ini kebanyakan adalah dalam ukuran kecil (small scale), maka distribusinya pun terbesar
dalam jumlah kesatuan-kesatuan yang kecil, sehingga tidak begitu banyak artinya. Jika
struktur dalam cara-cara kebiasan dalam pemanfaatan saving perusahaan ini tidak
dirubah, maka business saving inipun tidak begitu dapat diharapkan sebagai sumber
capital formation yang tertuju untuk pembangunan.
ad.B.3. Public saving (saving dari sektor pemerintahan)
Public saving ialah tabungan yang dijalankan oleh pemerintah atau yang terjadi
pada sektor pemerintah, yaitu kelebihan pendapatan negara (dalam bentuk
berbagai pajak) setelah dikurangi pengeluaran-pengeluaran rutin pemerintah.
Kelebihan atau surplus inilah yang dapat dipergunakan sebagai pengeluaran untuk
investasi atau peningkatan jumlah pemakaian modal yang diperlukan bagi usaha-usaha
pembangunan negara. Maka untuk peningkatan usaha-usaha pembangunan negara
tabungan inilah yang perlu ditingkatkan tiap-tiap tahun sesuai dengan program
pembangunan. Akumulasi modal dengan melalui saving sektor pemerintah ini relatif
lebih mudah cara menciptakan atau memobilisasikannya, dan lebih besar
kemungkinannya serta lebih dapat diharapkan sebagai sumber untuk pembiayaan
pembangunan dinegara-negara undedeveloped.
Didalam Repelita maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
kita disebutkan bahwa tabungan pemerintah adalah kelebihan penerimaan pemerintah di
dalam negeri (rutin) atau kelebihan penerimaan dalam negeri diatas pengeluaran rutin
26
pemerintah. Penerimaan rutin pemerintah atau penerimaan dalam negeri ini meliputi
pajak langsung (seperti: pajak pendapatan, pajak perseroan, pajak kekayaan dan
sebagainya), pajak tidak langsung ( seperti: pajak penjualan, bea masuk, cukai, pajak
devisa ekspor dan lain-lain) dan penerimaan non tax yang berupa bagian dari laba
perusahan-perusahan pemerintah dan sebagainya sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah, bank-bank pemerintah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran rutin
pemerintah meliputi pengeluaran untuk gaji pegawai-pegawai, belanja rutin untuk barang
dan administratif, dan lain-lainnya.
Contoh: Tabungan Pemerintah Indonesia
1969/1970 – 1973/1974
( dalam milyar rupiah )
Tahun Penerimaan dalam negeri Pengeluaran rutin Tabunga Pemerintah
1969 / 1970
1970 / 1971
1971 / 1972
1972 / 1973
1973 / 1974 a/
243,8
344,6
428,5
590,6
671,0
216,5
288,2
349,0
438,1
518,3
27,3
56,4
79,5
152,5
152,7
a/ Angka-angka APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Sungguh pemerintah kita dapat meningkatkan public saving tiap-tiap tahun, tetapi
karena untuk pembangunan dalam rangka Repelita dibutuhkan pembiayaan yang jauh
lebih besar, sehingga diperlukan pula dana bantuan luar negeri tersebut berturut-turut
(dalam milyaran rupiah) sebesar 91,0 (1969/1970);120,5 (1970/1971) 135,5 (1971/1972);
157,8 (1972/1973); 191,4 (1973/1974).
4. Faktor-faktor yang menyebabkan Rendahnya Tabungan.
Sebetulnya sangat banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan kenapa tingkat
saving dinegara-negara underdeveloped adalah rendah dan sukar untuk ditingkatkan.
Sungguhpun demikian pada garis besarnya dapat disebutkan empat faktor yang penting
dalam hubungan ini yaitu sebagaimana yang dikemukan berikut ini:
(a). Visious circle dalam hal penawaran modal dan permintaan akan modal.
Yaitu terdapatnya lingkaran yang tak berujung pangkal: (1) dari segi penawaran
modal, yang bersangkutan dengan saving, real income, produktivitas serta peralatan
modal, dan (2 ) dari segi permintaan akan modal, yang bertalian dengan hasrat investasi,
effective demand, real income dan produktivitas.
Dalam hubungan ini terdapat kesulitan didalam pembentukan dan akumulasi
modal, baik sebagai akibat maupun sebagai penyebab dari adanya tingkat saving yang
tersebut. Oleh karena itu perlu diselidiki faktor-faktor yang memegang peranan penting
dalam masalah pembentukan modal yang bersangkutan dengan lingkaran sebab akibat
27
tersebut diatas serta dicarikan jalan keluarnya. Dalam hubungan ini berbagai teori atau
konsep telah dikemukan untuk mengatasi menembus lingkaran yang tak berujung
pangkal itu, yaitu dengan menjalankan pembangunan berdasarkan konsep balanced
development (pembangunan yang seimbang) atau dengan konsep prioritas dalam
pembangunan ataupun dengan bantuan modal asing berupa pinjaman luar negeri,
penaman modal asing, dan sebagainya.
(b). Faktor “Demonstration Effect” dalam berkonsimsi dilingkungan Masyarakat.
Dikebanyakan negara-negara underdeveloped ditemui adanya “demonstration
effect”, yaitu hasrat serta tingkah laku dalam masyarakat untuk meniru-niru cara atau
sikap hidup dari pada orang-orang atau golongan yang berpendapatan tinggi ( orang-
orang kaya). Dan tingkah laku ini banyak terdapat dikalangan “orang-orang berada”
dinegara-negara terbelakang dengan meniru-niru pula cara hidup dan tingkat konsumtif
dari pada orang-orang atau golongan kaya diluar negeri (negara-negara maju), yang
sebetulnya masih terlalu lux menurut ukuran pendapatan mereka yang relatif masih
belum begitu tinggi. Ini berarti bahwa pengeluaran-pengeluaran yang demikian itu
hanyalah tertuju pada barang-barang atau hal-hal yang bersifat konsumtif dan mewah-
mewah semata-mata, dan sangat kurang sekali yang tertuju kepada barang-barang atau
objek-objek yang bersifat produktif.
Sebetulnya timbulnya demontration effect ini dapat diterangkan atau terjadi dalam
dua bentuknya, yaitu: (b.1) Veblen effect, dan (b.2) Bandwagon effect.
Ad.(b.1) Veblen effect, adalah terdapatnya cara berkonsumsi yang berlebih-lebihan
untuk menunjukan kedudukan sosial yang tinggi dari seseorang, yang disebut
pula “conspicuous consumption” (konsumsi yang menyolok mata, yang menarik
perhatian orang). Orang yang kejangkitan atau bermental conspicuous
consumption ini dalam membeli dan memakai barang-barang bukanlah terutama
karena nilai atau kegunaan barang tersebut baginya, tetapi karena harga barang
itu tinggi serta mewah sifatnya. Misalnya membeli mobil mewah, membeli
kapal pesiar yang mewah, membangun villa, dan sebagainya.
Ad.(b.2) Bandwagon effect ialah terdapatnya cara konsumsi yang bersifat tiruan, agar
supaya seseorang yang melakukannya itu kelihatan bagi orang-orang lainnya,
seolah-olah dapat mengikuti kehidupan orang yang “berada” atau supaya jangan
dipandang ketinggalan dari orang-orang lain dilingkungannya. Hal ini terutama
berhubungan dengan masalah mode, yaitu keinginan orang untuk selalu
mengikuti mode terbaru (mutakhir), sungguhpun hal tersebut sering kali pula
tidak sesuai atau kurang cocok baginya. Misalnya: meniru serta memakai sepatu
“beatle”, pemakaian rider, long dress, model model rambut, dan sebagainya.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, alat komunikasi serta
hubungan antar negara, maka proses demonstration effect ini semakin nyata dan semakin
terasa sekali. Dan peniruan serta pengaruh cara kumsumsi yang demontratif ini dapat
28
berlangsung melalui macam-macam media, seperti melalui film, majalah, radio/TV, dan
lain-lainnya
(c). Cara Menabung dan Kebiasaan Menabung yang Tidak Produktif.
Dinegara-negara underdeveloped pada umumnya, kebiasaan dan tingkah laku
menabung (saving habit dan saving behaviour) adalah tidak/kurang sesuai dengan tujuan
dan maksud pembangunan, yaitu cara-caranya kebanyakan masih bersifat sederhana dan
tidak produktif.
Misalnya :
- Uang sering kali disimpan saja dirumah, sebagai tabungan biasa yang
“ditimbun” saja atau yang “tidak bergerak”, yang idle (nganggur, tak
terpakai). Hal ini ditinjau dari sudut perseorangan mungkin ada baiknya
atau lebih safe (aman) sungguhpun tidak menghasilkan apa-apa. Dan
tambahan lagi ditinjau dari sudut masyarakat secara keseluruhan hal itu
sudah “merugikan”, karena tabungan ini tidak doigunakan secara
produktif dalam arti tidak disalurkan pada usaha-usaha yang bersifat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat.
- Uang simpanan tersebut mungkin pula ditanam dalam bentuk barang-
barang tak bergerak, seperti: membeli tanah, rumah dan lain-lain, maupun
dibelikan pada barang-barang perhiasan seperti: emas, perak dan
sebagainya.
Hal inipun ditinjau dari sudut masyarakat adalah tidak produktif atau kurang
berfaedah, karena uang disimpan tersebut tidak digunakan untuk usaha-usaha yang dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam masyarakat. Ini hanya berupa pergeseran
hak atas barang atau pemindahan hak miliknya saja dari satu tangan ke tangan lainnya
dan sama sekali tidak untuk maksud menaikkan produksi dan pendapatan secara
keseluruhan.
Jika saving tersebut disalurkan atau digunakan pada usaha-usaha yang produktif,
untuk menambah peralatan modal, ikut serta dalam perusahaan, ataupun disimpan pada
bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang kemudian menyalurkannya lagi pada
usaha-usaha yang produktif, maka tentulah tabungan ini akan bermanfaat sekali serta
sesuai dengan tujuan dan usaha pembangunan. Kearah kebiasaan dan sikap menabung
yang demikianlah masyarakat perlu dibina dan ditanamkan kesadarannya.
(d) Kurangnya Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan (financial institutional) seperti: bank, perusahaan asuransi,
koperasi kredit, pasar modal, dan sebagainya dinegara-negara underdeveloped adalah
relatif kurang, baik dari segi kwalitas maupun segi kwantitasnya.
29
Jadi masalah disini ialah dalam hubungan dengan relatif masih kurangnya
lembaga-lembaga yang dapat menerima dan mengatur tabungan yang produktif.
Sungguhpun dibeberapa tempat mungkin cukup terdapat lembaga-lembaga keuangan ini,
tetapi yang jadi masalahnya lagi ialah kurang berhasilnya lembaga-lembaga keuangan
yang bersangkutan dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau
kurang dalam menjalankan fungsinya karena kurangnya pengalaman atau keahlian,
kekurangan permodalan sendiri, dan sebagainya. Dan tambahan lagi ialah dengan adanya
kebiasaan-kebiasaan ini tidak produktif sifatnya sebagaimana yang dikemukan diatas
adalah sulit untuk dirobah dan diperbaiki. Lebih-lebih lagi karena seringnya terjadi inflasi
dinegara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu, akan menambah
keengganan masyarakat dalam menabung, sehingga mempersulit pula usaha lembaga-
lembaga keuangan dalam menghimpun dan memobilisir tabungan.
5. Jumlah Kebutuhan Modal dalam Pembangunan
Untuk dapat meningkatkan produksi nasional dan kapasitas produksi dalam
perekonomian perlu dijalankan investasi berupa barang-barang modal yang dilakukan
lewat pembentukan modal dalam masyarakat. Dalam hubungan ini timbul pertanyaan,
berapa besarnya penambahan modal atau investasi yang diperlukan sehingga dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan nasional yang menyebabkan adanya
peningkatkan pembangunan (disebut = rate of growth, laju pembangunan ). Untuk ini
sering kali dipakai konsep COR (capital output ratio) atau disebut juga investment
income ratio, yaitu suatu perbandingan yang menunjukkan berapa jumlah pertambahan
satuan modal yang diperlukan supaya output atau produksi dan pendapatan nasional
bertambah dengan kesatuan:
Cap I
( COR = = )
O Y
Jadi jika untuk menaikkan produksi dan pendapatan nasional sebesar 1 % diperlukan
tambahan modal sebesar 3 %, maka COR nya adalah sebesar 3/1 = 3.
Menurut perkiraan ahli-ahli ekonomi PBB, COR dinegara-negara agraria dan
terbelakang pada umumnya adalah kira-kira sebesar 4, sedangkan dinegara-negara yang
telah maju adalah sekitar 3. Selanjutnya dapat dikemukan bahwa tingkat saving (yang
diperkirakan sama dengan tingkat investasi ) dinegara-negara underdeveloped ditaksir
hanya kira-kira 5 – 6 % sedang dinegara-negara developed sebesar 15 %.
Dinegara underdeveloped dengan COR nya sebesar 4 berarti bahwa untuk
mencapai kenaikkan pendapatan sebesar 1 % dari pendapatan nasional semula diperlukan
pertambahan modal sebesar 4 x 1 %. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa pada
umumnya jumlah penduduk dinegara terbelakang ini bertambah kira-kira 2 % setiap
tahunnya, ini berarti bahwa untuk mempertahankan tingkat hidup saja dalam masyarakat,
maka pendapatan nasional harus ditingkatkan sebesar 2 % pula. Oleh karena COR = 4,
30
maka pertambahan modal (investasi) yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat
hidup saja adalah sebesar 4 x 2 % = 8 %. Jadi dengan pertambahan modal yang kira-kira
sebesar 5 – 6 % itu dinegara terbelakang adalah tidak cukup untuk sekedar mengatasi
masalah pertambahan penduduk yang memerlukan penambahan modal 8 % agar dapat
mempertahankan tingkat hidup saja, apalagi untuk menaikkan taraf hidup masyarakat.
Dengan demikian untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tentulah perlu dilakukan
segala daya usaha agar pertambahan modal dapat lebih ditingkatkan.
Selanjutnya dapat diterangkan dan diuraikan lebih lanjut mengenai hubungan
antara investasi atau saving, COR income dan faktor penduduk. Pertama-tama jika
diperhitungkan faktor pertambahan penduduk maka:
Cap
( COR =
O
I
k =
Y
catatan:
Karena: Y = C + S dari segi penggunaan Income
C + I dari segi pembentukan Income
maka: S = I
S
dengan demikian: k =
Y
S
Jadi: Y =
k
dengan k (atau COR) sebesar 4, maka untuk menaikkan Y sebesar 1 % diperlukan
saving (untuk penambahan modal) sebesar :
4 x 1 % = 4 %
31
S
Sebab: k = S = k x Y ,Y = 4 x 1 % = 4 %
Y
Kemudian jika dihubungkan dengan pertambahan penduduk, maka dengan
pertambahan penduduk sebesar 2 %, untuk mempertahankan tingkat hidup saja perlu
hasilkan income dalam masyarakat sebesar 2 % pula, Jadi untuk ini diperlukan saving
untuk penambahan modal sebesar 4 x 2 % = 8 %.
Maka dalam hubungan ini untuk dapat menaikkan tingkat hidup dalam
masyarakat sebesar 1 %, perlu dicapai kenaikkan pendapatan nasional sebesar 3 %, yaitu
1 % lebih besar dari pada (diatas) pertambahan penduduk yang besarnya 2 % itu. Dengan
demikian untuk ini haruslah dilakukan akumulasi modal (saving) dalam masyarakat
sebesar:
4 x 3 % = 12 %
S S
atau 1 = 2 = 3 S = 12 %
4 4
artinya Y sebesar 1 % diatas penduduk, Rumus umum, yang dikenal sebagai
rumus Harrod-Domar adalah sebagai berikut:
S
Y = L
k
dimana:
Y = Tingkat perubahan national income (dibandingkan dengan pendapatan
nasional sebelumnya) setelah diperhitungkan faktor pertambahan
penduduk. Atau sering kali pula dipersamakan saja dengan pengertian
pertambahan income per kapita (dalam % ).
S = Tingkat saving atau tingkat pertambahan modal (dalam persentase).
k = COR
L = Tingkat perubahan labour force (tenaga kerja), yang sering kali
dipersamakan saja dengan tingkat perubahan atau pertambahan
penduduk (dinyatakan dalam % dari jumlah penduduk tahun
sebelumnya).
32
Dengan memakaikan rumus tersebut diatas, kita dapat melihat secara garis
besarnya (secara kasar) bagaimana perkembangan tingkat hidup di negara developed
dibandingkan dengan negara underdeveloped.
Negara developed:
S = 15 % k = 3 L = 1,5 %
S 15
Y = L = 1,5 = 3,5 %
k 3
Negara underdeveloped:
S = 6 % k = 4 L = 2 %
S 6
Y = L = 2 = 1,5 %
k 4
Kesimpulan:
Dinegara developed timgkat saving (yang tersalur ke-investasi) adalah cukup
besarnya, yaitu sebesar kira-kira 15 % dan ini selalu dapat menaikkan pendapatan
nasional dan tingkat hidup masyarakat secara terus menerus.
Sebaliknya di negara underdeveloped dengan tingkat saving sekitar 6 % itu
adalah masih jauh dari mencukupi untuk dapat menaikkan tingkat income dan tingkat
hidup dalam masyarakat. Bahkan dengan angka-angka dan perhitungan tersebut diatas
ternyata bahwa tingkat hidup masyarakat menurun, jika tingkat saving masih tetap
sebesar 6 % tersebut.
Maka dinegara underdeveloped, sebagai jalan keluar dari permasalahan ini
pertama-tama tentulah dengan mengusahakan sedapat-dapatnya kenaikkan tingkat saving
sebagai pembentukan modal untuk tujuan investasi. Dan juga perlu diusahakan
penurunan COR dengan berbagai usaha, seperti: dengan peningkatan efiseinsi dalam
produksi, perbaikan keahlian dan keterampilan, pemakaian teknologi yang lebih baik,
perbaikan prasarana, dan sebagainya. Sehingga dengan demikian jumlah pendapatan
nasional dan tingkat hidup masyarakat dapat ditingkatkan terus menerus.
33
Bab V
FAKTOR TENAGA KERJA DAN PEMBANGUNAN
1. Peranan dan Perkembangan Penduduk, Khususnya Tenaga Kerja Dalam
Pembangunan
Peranan Tenaga manusia dalam proses produksi dan pembangunan ditentukan
oleh jumlah dan mutu tenaga kerja yang tersedia untuk pelaksanaan berbagai usaha
dilapangan-lapangan yang bersangkutan. Dinegara-negara underdeveloped pada
umumnya, termasuk dinegara kita, jumlah tenaga kerja dapat dikatakan cukup banyak,
sedangkan dari segi mutu berupa kecakapan dan ketrampilannya pada umunya masih
rendah serta terbatas.
Oleh karena tenaga ini merupakan bagian atau berasal dari penduduk yaitu
menyediakan tenaganya untuk proses produksi dan pembangunan, maka perkembangan
tenaga kerja adalah bertalian dengan perkembangan penduduk yang bersangkutan.
Aspek-aspek jumlah penduduk dan tenaga kerja yang mempengaruhi proses
produksi dan usaha untuk memperbesar pendapatan nasional, yang terutama diantaranya
ialah: (a) Jumlah penduduk dan kecepatan pertumbuhan penduduk, dan (b) komposisi
umur penduduk. Jumlah dan kecepatan perkembangan penduduk bersangkutan dengan
kelahiran, kematian dan migrasi (permindahan penduduk). Oleh karena unsur migrasi
antara negara, baik berupa immigrasi maupun berupa emigrasi, adalah relatif sangat
kecil, maka sebagai unsur demografis yang utama yang mengakibatkan perkembangan
penduduk ialah tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Selisih antara kedua unsur inilah
yang menunjukan bagaimana perkembangan penduduk suatu negara, apakah terjadi
pertambahan atau pengurangan penduduk.
Yang dimaksud dengan tingkat kelahiran ialah jumlah kelahiran tiap 1.000 orang
penduduk terdapat, jadi bila suatu negara yang berpenduduk 75 juta orang terdapat 3 juta
kelahiran dalam setahun, maka dari tiap 1.000 orang penduduk terdapat
(3.000.000/75.000.000) x 1.000 = 40 kelahiran, maka yang dikatakan tingkat kelahiran
dinegara yang bersangkutan adalah 40. Begitu pula dengan cara yang sama, jika dinegara
yang bersangkutan terdapat angka kematian sebesar 1.350.000 orang pada tahun tersebut
maka berarti terdapat: (1.350.000/75.000.000) x 1.000 = 18 kematian, sehingga tingkat
kematian adalah 18. Dengan demikian tingkat pertambahan jumlah penduduk (dengan
mengabaikan jumlah migrasi antar negara) adalah sebesar: 40 – 118 = 22, yaitu 22
orang per 1.000 penduduk, atau sebesar 2,2 % pertahun.
Jika perhatikan jumlah penduduk Indonesia menurut hasil menurut hasil sensus
1971 adalah kira-kira 119,2 juta jiwa dengan kecepatan pertambahan penduduk sekitar
2,3 % pertahun. Dengan angka pertumbuhan/perkembangan penduduk yang cukup tinggi
itu, maka jumlah penduduk negara kita meningkat terus setiap tahun dalam jumlah yang
besar. Dengan demikian sebagian dari hasil-hasil pembangunan yang dicapai, antara lain,
berupa kenaikan jumlah produksi bruto nasional setiap tahun sekitar 6 % (pada Pelita I)
akan di ditelan oleh kenaikkan jumlah penduduk tersebut. Oleh karena itu jika
peningkatan jumlah penduduk ini tidak dikendalikan, maka tidak akan dapat tercapai
sasaran tingkat kemakmuran yang direncanakan. Dalam hubungan ini, Dalam rangka
pelaksanaan Pelita, antara lain dilakukan program dan usaha pembatasan kenaikkan
34
jumlah dan tingkat perkembangan penduduk, seperti dengan program keluarga berencana
beserta segala usaha-usaha yang bersangkutan dengan itu.
Selanjutnya dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat dari
tingginya tingkat kelahiran, maka komposisi umur dari penduduk negara-negara sedang
berkembang khususnya dinegara kita, menunjukan terlalu besarnya jumlah penduduk
yang berusia muda, baik didaerah kota maupun dipedesaan. Dengan demikian “tingkat
krtergantungan” (burden of dependency ratio) yanitu perbandingan orang-orang yang
belum sanggup bekerja dengan orang-orang yang dalam batas umur turut serta dalam
proses produksi adalah tinggi. Dalam hubungan ini seringkali yang jadi patokan ialah
orang-orang yang berumur 0 – 4 tahun ditambah dengan yang berumur 65 tahun keatas,
adalah merupakan golongan umur yang tidak produktif, sedangkan yang berumur 15 – 64
tahun adalah golongan umur yang produktif dan mampu bekerja.
Jika di negara-negara yang telah maju, golongan umur yang tidak produktif itu
umumnya tidak sampai sebanyak 30 %, sebagai contoh (kira-kira): Swedia 22 %,
Inggeris 23 %, Nedherland 30 % dan Jepang 28 %. Maka berbeda halnya dengan
dinegara-negara yang sedang berkembang, angka tersebut berada disekitar 40 %,
misalnya (angka kira-kira): Thailand 42 %, Kamboja 45 %, Indonesia 46,6 % dan
Philipina 46 %.
Persentase Penduduk Indonesia Menurut
Golongan Umur, Kota-Pedesaan Tahun 1971
U m u r Daerah kota Daerah Pedesaan Indonesia
0 - 14 42,0 44,6 44,1
15 – 64 55,8 52,9 53,4
65 keatas 2,2 2,5 2,5
Jumalah 100,0 100,0 100,0
Disamping keadaan tersebut diatas, dalam hubungan ini dapat dikemukakan
bahwa diantara golongan umur yang produktif itu sendiripun banyak pula yang tidak
bekerja, baik karena masih dalam pendidikan/sekolah, mapun karena menganggur masih
belum mendapat kerja. Oleh karena itu tingkat ketergantungan itu menjadi jauh lebih
besar lagi daripada hanya angka golongan umur yang tidak produktif saja, bahkan di
Indonesia mencapai angka + 84 %. Dengan demikian struktur/komposisi umur dan
keadaan kependudukan di Indonesia khususnya, dan di negara-negara terbelakang pada
umumnya, oleh karena angka tingkat ketergantungan yang tinggi itu mengakibatkan
bahwa setiap orang yang bekerja dalam jumlah yang relatif jauh lebih besar. Hal ini tentu
tidaklah menguntungkan kalau ditinjau dari segi kemampuan menabung dan kebutuhan
akan akumulasi modal yang diperlukan untuk investasi dalam era pembangunan.
Khususnya ditinjau mengenai perkembangan dinegara Indonesia, dengan
memperhatikan perkembangan penduduk dan tenaga kerja pada tahun-tahun lalu,
diperkirakan pada peningkatan angkatan kerja sekitar 2,5 % atau rata-rata sebesar hampir
35
1,2 juta orang tiap-tiap tahun. Ini berarti bahwa untuk mengatasi masalah sosial ekonomi
dikalangan penduduk perlu diciptakan pula penambahan kesempatan kerja 2,5 % atau +
1,2 juta setiap tahun, sekedar untuk dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dan
angkatan kerja sehingga tidak menimbulkan peningkatan pengangguran didalam
masyarakat. Dalam buku Repelita II disebutkan bahwa pada akhir Pelita II diperkirakan
angkatan kerja akan mencapai jumlah 48,4 juta. Dengan usaha-usaha ekonomi dan
pembangunan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat, maka diperkirakan jumlah
kesempatan kerja yang dapat diciptakan/terdapat pada saat yang sama akan mencapai
sekitar 47,5 juta; jadi masih ada angkatan kerja yang belum dapat disalurkan atau belum
mendapat lapangan kerja. Program pemerintah kita dalam meningkatkan kesempatan
kerja, guna menampung peningkatan penduduk dan angkatan kerja selalu diusahakan dan
bahkan lebih ditingkatkan lagi dalam Repelita II dengan memasukan perluasan
kesempatan kerja sebagai salah satu dari lima sasaran utamanya.
2. Kepadatan serta Penyebaran Penduduk dan Tenaga Kerja
Seperti kita ketahui masalah penduduk adalah merupakan masalah ekonomi dan
pembangunan yang cukup penting, antara lain karena hal tersebut erat hubungannya
dengan masalah tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dalam proses produksi
dan pembangunan. Di dalam masalah penduduk ini diantaranya ialah bersangkutan
dengan masalah tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan masalah kejarangan
atau kekurangan penduduk. Dan sebetulnya ini adalah masalah dan pengertian yang
relatif, yaitu bila dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya khususnya tanah.
Jadi ada man-land ratio suatu negara/daerah yang tinggi sehingga terdapat masalah
tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk dan sebaliknya ada pula man-land ratio suatu
negara/daerah yang rendah sehingga terdapat masalah kejarangan atau kekurangan
penduduk. Negara-negara terbelakang yang mengalami tekanan kepadatan penduduk,
antara lain RRC, India dan Indonesia (khususnya di pulau Jawa). Dan yang mengalami
kejarangan atau kekurangan penduduk ialah negara-negara tertentu di Afrika, dan di
Amerika Latin. Sungguhpun demikian pada masing-masing negara itu terdapat
persoalannya yang tersendiri dan agak berbeda-beda pula satu sama lainnya.
Pada negara-negara underdeveloped yang sedang berkembang itu umumnya
tengah dilakukan usaha-usaha pembangunan, diantaranya dengan menjalankan
Industrialisasi, sebagai jalan keluarnya dari masalah dan kesulitan ekonominya yang
dihadapi dalam struktur ekonomi mereka yang bersifat berat sebelah agraris serta
penghasil bahan-bahan pertanian tradisionil yang sebagiannya diekspor. Dalam usaha
industrialisasi atau menuju kepada struktur ekonomi yang lebih seimbang sehingga tidak
lagi agraris semata-mata, maka diperlukan adanya tenaga kerja yang mempunyai
kecakapan dan keterampilan dalam bidang industri tersebut. Oleh karena kenyataan
bahwa perekonomian negara terbelakang itu pada umumnya bersifat agraris, maka
dengan demikian penduduk atau tenaga kerjanya sebagian besar terpusat dilapangan
agraria. Sehubungan dengan itu dalam rangka usaha pembangunan khususnya bagi
keperluan industrialisasi, tenaga kerja yang diperlukan harus didatangkan atau berasal
dari lapangan agraria.
Mengenai masalah pemindahan tenaga kerja dari lapangan agraria ke lapangan
non-agraria khususnya industri, pendekatan dan kebijaksanaan yang perlu diambil adalah
36
berbeda untuk negara/daerah yang berpenduduk padat atau kelebihan penduduk
dibandingkan dengan negara/daerah yang kekurangan penduduk.
(a). Negara atau Daerah yang Padat atau Kelebihan Penduduk
Disini untuk memindahkan penduduk khususnya tenaga kerja dari lapangan
pertanian ke lapangan non-pertanian khususnya Industri dapat dilakukan dengan
pemindahan begitu tanpa peningkatan produktivitas dan mekanisasi terlebih dahulu di
sektor pertanian ini.
Hal ini disebabkan karena lapangan pertanian ini pada umumnya terdapat
kelebihan tenaga kerja, dengan perkataan lain jumlah tenaga manusia yang berkerja
relatif jauh berlebih kapasitas tenaganya dibandingkan dengan areal tanah pertanian yang
tersedia. Dalam istilah ekonomi disebut bahwa di lapangan pertanian itu terdapat tenaga-
tenaga yang sebetulnya menganggur, baik berupa pengangguran yang nyata dan
pengangguran musiman maupun berupa pengangguran tak kentara. Karena itu,
dengan dipindahkannya sebagian tenaga manusia ini keluar lapangan pertanian, tanpa
didahului dengan perbaikan dalam teknik berproduksi, jumlah produksi dan produktivitas
di lapangan pertanian tidak akan berkurang. Dan justeru dengan pemindahan tenaga
manusia itu kemudian akan dapat dimanfaatkan tenaganya untuk dapat meningkatkan
produksi di sektor-sektor non-pertanian khususnya industri, sehingga akan dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan nasional secara keseluruhannya.
(b). Negara atau Daerah yang Jarang atau Kekurangan Penduduk
Dengan kondisi kependudukan yang demikian ini, memindahkan man-power
tidaklah mungkin dilakukan dengan penggeseran atau pemindahan begitu saja, oleh
karena tindakan ini akan mengakibatkan penurunan atau kemunduran dalam produksi
pertanian akibat dipindahkannya sebagian tenaga kerja tersebut. Padahal produksi
pertanian seperti bahan makanan, bahan mentah, dan sebagainya adalah penting sekali
untuk kelancaran pembangunan sektor non-pertanian khususnya industri itu sendiri.
Dalam hubungan ini sebagai jalan keluarnya ialah bahwa produktivitas tenaga
kerja khususnya para petani perlu ditingkatkan terlebih dahulu. Dengan perkataan lain,
sungguhpun tenaga kerja akan dikurangi tetapi perlu diusahakan supaya produksi
pertanian dapat dipertahankan jumlahnya atau jangan sampai kurang jumlahnya. Hal ini
hanya akan mungkin terjadi jika terlebih dahulu dijalankan mekanisasi dengan
peningkatan efisiensi kerja dilapangan pertanian. Jadi bila produktivitas dibidang
pertanian sudah dapat ditingkatkan barulah sebagian tenaga kerja dipindahkan
kelapangan non-pertanian, khususnya industri.
Jika kita perhatikan keadaan kepadatan dan penyebaran penduduk di Indonesia
terdapat permasalahannya yang agak berlainan. Sungguhpun sebetulnya dinegara ini
jumlah penduduknya besar sekali (termasuk salah satu dari empat terbesar di dunia) dan
terdapat tekanan kepadatan atau kelebihan penduduk, akan tetapi persoalannya lagi ialah
dalam hal penyebarannya yang tidak merata diantara kepulauan yang ada di Indonesia.
Disatu pihak, yaitu di pulau Jawa dan Madura, yang luasnya hanya + 7 % dari luas
Indonesia terdapat jumlah penduduk sebanyak kira-kira 64 % dengan kepadatan 565
orang per km2 . Sedangkan di lain pihak kepulauan-kepulauan lainnya yang luas sekali
37
meliputi + 93 % dari luas Indonesiatersebar penduduk sebanyak kira-kira hanya 36 %
dengan kepadatan rata-rata 23 orang per km 2 . Untuk lebih jelasnya dan lebih lengkapnya
gambaran tentang penyebaran penduduk ini, dapat dilihat pada tabel yang berikut ini:
Penduduk Indonesia Menurut Daerah Kepulauan
dan Kepadatannya Tahun 1971
L u a s Jumlah Penduduk Kepadatan
Pulau per km2
Km2 % (‘000) %
Jawa & Madura 134.703 6,65 76.102 63.83 565
Luar Jawa & Madura: 1.892.384 93.35 43.130 36.17 23
1). Sumatera 541.174 26.70 20.813 17.45 38
2). Kalimantan 550.848 27.17 5.152 4.32 9
3). Sulawesi 227.654 11.23 8.535 7.16 37
4). Pulau-pulau lain 572.708 28.25 8.630 7.24 15
Indonesia 2.027.087 100,00 119.232 100,00 57
Penyebaran penduduk yang tidak seimbang dan relatif tidak merata itu
mempersulit usaha-usaha pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya
pemanfaatan sumber-sumber alam serta kurang optimalnya pemanfaatan tenaga manusia
dinegara kita. Sehubungan dengan itu maka penyebaran penduduk yang lebih merata
tenlulah akan lebih menguntungkan bagi proses pembangunan. Sebab hal ini akan dapat
menyelesaikan dua masalah sekaligus, yaitu masalah kekurangan tenaga diluar pulau
Jawa dan masalah tekanan kepadatan penduduk di pulau Jawa pada umumnya. Dalam
hubungan ini pemerintah kita, antara lain telah melakukan berbagai usaha transmigrasi
dan penyebaran penduduk ke daerah-daerah yang tipis penduduknya, dalam hal ini
mentransmigrasikan penduduk dari pulau Jawa ke pulau-pulau lain diluar Jawa.
Sungguhpun telah banyak dilakukan usaha transmigrasi ini, tetapi jumlah
penduduk yang dapat dipindahkan/ditransmigrasikan itu dari tahun ke tahun relatif tidak
begitu banyak. Dan bahkan dalam Pelita I hanya dapat ditransmigrasikan sebanyak kira-
kira 26 ribu kepala keluarga atau kira-kira 128 ribu jiwa. Dalam Repelita II usaha
transmigrasi ini lebih ditingkatkan lagi, dan ditargetkan minimum dipindahkan waktu itu
250 ribu kepala keluarga. Disamping itu dalam usaha untuk tercapainya penyebaran
penduduk yang lebih merata, dilakukan pula sebagai usaha lainnya, diantaranya:
penyebaran/pembinaan masyarakat desa (community development) serta pengembangan
kota-kota menengah dan kecil.
38
3. Produktivitas Tenaga Kerja dan Aspek-aspek Masyarakat
Sebagaimana telah kita ketahui pada umumnya dinegara terbelakang relatif cukup
banyak terdapat tenaga kerja, akan tetapi dari segi mutu tenaga kerja itu yang berupa
kecakapan, keahlian dan keterampilannya, masih kurang dan serba terbatas. Hal inilah
antara lain yang menyebabkan pula kenapa rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Memang tidak dapat dipungkiri pula bahwa rendahnya produktivitas tenaga kerja
itu tidak lain disebabkan oleh kurangnya peralatan modal dan pemakaian teknologi yang
lebih maju. Akan tetapi dengan adanya mutu berupa kecakapan serta keterampilan tenaga
kerja yang masih rendah itu dan ditambah lagi dengan masih meluasnya kebiasaan untuk
masih tetap mempertahankan cara-cara kerja yang lama (tradisionil), kesemuanya ini
merupakan hal-hal yang sangat menekan bagi perkembangan dan peningkatan
produktivitas dalam berbagai lapangan ekonomi, khususnya pada lapangan kerja yang
baru seperti dibidang industri.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka untuk memecahkan masalah ini
perlu sekali dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kecakapan, keahlian dan
keterampilan tenaga kerja dengan melalui pendidikan dan latihan kerja Usaha-usaha
peningkatan kecakapan dan keterampilan ini sudah banyak dilakukan oleh pemerintah,
baik yang sifatnya insidentil seperti melalui penataran, latihan dan penyuluhan maupun
yang lebih bersifat kontinyu seperti dengan melalui sekolah-sekolah kejuruan, program
PLKI (Pusat Latihan Kejuruan Industri) dan sebagainya.
Segi lain dari tenaga kerja ini yang juga besar pengaruhnya terhadap produksi dan
produktivitas dinegara-negara terbelakang. Faktor-faktor atau aspek-aspek ini ada yang
terletak dalam bidang ekonomi (disebut: economic factors atau economic aspects), seperti
kurangnya peralatan modal, tingkat teknologi yang masih rendah, mutu beberapa
keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang rendah, dan sebagainya. Disamping itu
terdapat pula faktor-faktor atau aspek-aspek lainnya yang terletak diluar bidang ekonomi
(disebut: non-economic factors atau non-economic aspects), seperti: aspek-aspek
kebiasaan masyarakat, tingkah laku pergaulan hidup masyarakat, faktor psikologi
masyarakat dan lain-lainnya.
Aspek-aspek atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang turut mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja diperusahaan-perusahaan atau industri-industri khususnya dan
obyek-obyek perekonomian yang masih bersifat baru pada umumnya, antara lain dalam
bentuk apa yang disebut: “absenteeism” dan “labour-turnover”. Absenteeism adalah
kebiasaan mengenai ketidakhadiran para pekerja di tempat pekerjaannya, yaitu berupa
hari kerja atau jam kerja atau jam kerja menurut perjanjian kerja yang tidak dipenuhi atau
yang ditinggalkan oleh seseorang pekerja. Dan ini biasanya dinyatakan dalam suatu
absentee rate, yaitu jumlah ketidakhadiran yang dihitung dalam hari atau jam kerja
dibagi dengan jumlah seluruh hari atau jam kerja yang berlaku/ditentukan pada lapangan
kerja yang bersangkutan, khususnya industri, selama periode tertentu.
Labour turnover adalah mutasi atau penggantian tenaga kerja, yaitu banyak
kalinya atau frekwensi kelompok tenaga kerja yang masuk keluar perusahaan atau
industri yang bersangkutan. Biasanya hal ini bersangkutan dengan jumlah para pekerja,
baik yang meninggalkan pekerjaannya maupun yang dipekerjakan untuk menggantikan
mereka dalam suatu jangka waktu tertentu. Dan umumnya dinyatakan dalam suatu
prosentase dari jumlah para pekerja yang dipekerjakan oleh suatu atau industri selama
39
jangka waktu yang bersangkutan. Jadi jika suatu penggantian atau mutasi tahunan sebesar
200 % berarti bahwa selama tahun tersebut rata-rata dipekerjakan dua orang untuk tiap
kedudukan.
Aspek-aspek masyarakat pada berbagai lapangan kerja, khususnya pada
perusahaan, yang tercermin dalam absenteeism dan lalour turnover ini pada dasarnya
disebabkan oleh karena para pekerja itu sudah terbiasa dan masih terikat pada kebiasaan
serta cara hidup mereka yang lama didesa-desa atau di daerah lingkungan asalnya.
Dengan perkataan lain: karena kebiasaan dan rasa keterikatan mereka pada lingkungan
masyarakatnya yang semula itulah terutama telah menyebabkan timbulnya absenteeism
dan labour turnover tersebut. Kebiasaan dan pergaulan hidup masyarakat yang
mempengaruhi aspek-aspek tersebut, misalnya terlihat pada acara-acara adat atau
kebiasaan setempat seperti dalam hal: kelahiran, perhelatan, kematian, pengukuhan gelar
adat, berlebaran yang panjang waktunya, berburu bersama dan sebagainya, ataupun
berupa turut membantu usaha-usaha kampung halaman, seperti dalam waktu panen,
pembangunan tempat ibadah seperti Mesjid, Gereja, Kuil dan sebagainya. Sungguhpun
aspek-aspek masyarakat ini ada baiknya dan banyak pula manfaatnya, akan tetapi ditinjau
dari segi ekonomis dan bisnis semata-mata, terdapat pula keburukannya, yaitu rendahnya
produktivitas tenaga kerja akibat dari ketiadaan disiplin dan kurangnya efisiensi kerja.
Aspek masyarakat lainnya yang juga berpengaruh terhadap produktivitas
diberbagai lapangan ekonomi dan pembangunan ialah dalam hal mobilitas atau
perpindahan tenaga kerja, yaitu terdapatnya hambatan terhadap mobilitas ini sehingga
menyulitkan dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta menempatkan tenaga-
tenaga kerja pada tempat atau lapangan kerja yang setepat-tepatnya. Mobilitas tenaga
kerja ini ada dua macam bentuknya, yaitu:
1. Mobilitas horizontal, adalah berupa perpindahan tenaga kerja pada tingkat
yang setaraf, yaitu dapat berupa:
(a). Mobilitas geografis (geographical mobility), yaitu perpindahan tenaga
kerja dari satu daerah ke daerah lainnya, terutama pada lapangan kerja
yang sama.
(b). Mobilitas dalam hal mata pencaharian (occupational mobility), yaitu
berpindahnya tenaga kerja dari suatu jenis mata pencaharian ke mata
pencaharian lainnya, misalnya dari lapangan keja pertanian ke lapangan
kerja industri.
2. Mobilitas Vertikal, adalah berpindahnya tenaga kerja dari tingkat bawah ke
tingkat yang lebih atas atau ke tingkat yang lebih tinggi.
Hambatan terhadap mobiolitas horizontal itu terjadi karena manusia yang hidup di
daerah pertanian itu seolah-olah terikat pada tradisi atau adat kebiasaan, dan seolah-olah
terikat pada tanah asal mereka sehingga mereka merasa enggan dan “sayang”
meninggalkan tanah asal dan tempat kehidupan mereka yang lama. Sedangkan hambatan
terhadap mobilitas vertikal ialah karena dalam masyarakat, baik berupa perbedaan antara
kelas feodal dengan kelas petani penggarap atau buruh maupun perbedaan yang terjadi
40
karena terciptanya golongan-golongan atau kelompok-kelompok karena unsur
keturunan/kekeluargaan, pandangan hidup, pandangan ideologi dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku masyarakat yang menghambat mobilitas
horizontal dan mobilitas vertikal itu sulit untuk dihilangkan sama sekali. Sungguhpun
demikian untuk tujuan pembangunan dan modernisasi kehidupan masyarakat, maka
kebiasaan dan tingkah laku masyarakat demikian perlu dikurangi atau diperbaiki setahap
demi setahap, antara lain dengan melalui penerangan-penerangan, penyuluhan-
penyuluhan, tauladan dari pemuka masyarakat dan sebagainya.
4. Pengangguran dan Pengerahan Tenaga Disguises Unemployment
Tenaga kerja yang terdapat dalam masyarakat ada yang dalam keadaan bekerja
dan ada pula yang dalam keadaan menganggur. Jika tenaga kerja yang tersedia tidak
bekerja atau menganggur, maka terdapat keadaan yang disebut pengangguran atau
unemployment. Pengangguran ini ada berbagai-bagai jenisya, yang terpenting
diantaranya adalah:
(a). Cyclical unemployment
(b). Technological unemployment
(c). Frictional unemployment
(d). Seasonal unemployment
(e). Disguised unemployment
Ad.(a) Cyclical unemployment.
Yaitu pengangguran yang berhubungan dengan fluktuasi-fluktuasi (gelombang-
gelombang) pada aktivitas usaha yang dicerminkan oleh konyungtur, yaitu yang
terjadi pada fase perekonomian yang sedang menurun, baik fase resesi maupun
fase depresi.
Ad.(b) Technological unemployment.
Ialah pengangguran yang terjadi akibat pemakaian teknologi yang lebih maju
dimana mesin-mesin menggantikan tenaga manusia. Dengan dipakainya mesin-
mesin baru yang dapat menekan biaya produksi, terpaksa sebagian tenaga kerja
manusia dikurangi. Ini berarti sebagian tenaga kerja terpaksa dilepas sehingga
menimbulkan pengangguran.
Ad.(c) Frictional unemployment.
Yaitu pengangguran yang disebabkan karena secara temporer tidak terdapat
keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, atau tidak
sempurnanya pasar tenaga kerja. Jadi karena tidak adanya keterangan tentang ada
kesempatan kerja, ketidakmampuan untuk pindah ke tempat kerja baru, atau
diperlukannya waktu menyesuaikan pekerjaan yang baru tersebut dan sebagainya,
maka timbullah jenis pengangguran ini.
41
Ad.(d) Seasonal unemployment.
Ialah pengangguran karena variasi musim yang terjadi berulang dalam setiap
tahun. Misalnya para pekerja dalam bidang bangun-bangunan, pembuatan
pakaian, lapangan pertanian dan sebagainya biasanya menjalankan produksi
penuh hanya selama musim tertentu saja, diluar musim tertentu sebagiannya
dalam keadaan menganggur.
Ad.(e) Disguised unemployment (pengangguran tak kentara).
Yaitu pembangunan yang umum terdapat dinegara/daerah yang padat
penduduknya, terutama terjadi dilapangan pertanian. Disini tanpa adanya
perubahan dalam teknik produksi sebetulnya tenaga kerja yang bekerja dalam
lapangan yang bersangkutan adalah berlebih. Jadi meskipun semua pekerja
kelihatannya turut bekerja tetapi sebagiannya sesungguhnya tidak menghasilkan
apa-apa, karena jika dilakukan pengurangannya maka tanpa perubahan teknik
produksi jumlah produksi tidaklah akan berkurang. Dengan demikian sebetulnya
(secara tak kentara) sebagian tenaga kerjanya adalah menganggur.
Khusus mengenai disguised unemployment ini dalam hubungannya dengan
pemanfaatan pembangunan perlu mendapat perhatian khusus untuk dianalisa lebih lanjut,
terutama dalam hubungannya dengan konsep pengerahan tenaga disguised
unemployment ini bagi keperluan pembangunan. Sebagaimana dikemukakan diatas ahwa
pengangguran tak kentara ini pada umumnya terdapat dilapangan kerja agraris, dan
bahkan di negara-negara underdeveloped seringkali pula dijumpai di lapangan-lapangan
non-agraria, misalnya pada jawatan pemerintah.
Penjelasan mengenai pengertian disquised unemployment ini adalah sebagai
berikut: Misalnya disuatu lapangan pertanian terdapat sebanyak 100 orang petani
(pekerja) yang menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Akan tetapi sebenarnya dengan
tidak mengurangi hasil produksi secara total, jumlah mereka yang bekerja dapat
dikurangi, misalnya sebanyak 25 orang. Pada kenyataannya mereka semuanya tetap
bekerja, seperti mencangkul, menuai dan sebagainya, tetapi dipandang dari dari sudut
ngaekonomis semata-mata sebenarnya sebagian mereka adalah menganggur, karetynb na
tidak menghasilkan apa-apa. Sebabnya ialah karena ditambah dengan sejumlah orang-
orang ini sebagai pekerja, produksi tidaklah meningkat dan sebaliknya jika sejumlah
orang-orang ini dikurangi atau tidak ikut bekerja sungguhpun tanpa adanya perubahan
teknik produksi maka jumlah produksi yang dihasilkan juga tidak akan berkurang. Secara
ekonomis dikatakan bahwa Marginal Productivity mereka (sebagian pekerja tersebut)
adalah nol atau hampir tidak ada.
Tingkat dari disguised unemployment itu biasanya diukur dengan suatu ratio
(dalam persentasi) antara jumlah tenaga kerja yang berlebihan tersebut dibandingkan
dengan jumlah seluruh tenaga kerja yang berkerja dilapangan yang bersangkutan,
khususnya dilapang pertanian. Menurut taksiran, sebelum Perang Dunia II di Eropa
Timur (masih agraris) terdapat sebesar kira-kira 25-30 % tenaga disguised
unemployment, sedangkan di Mesir lebih tinggi lagi yaitu kira-kira 40 % dari jumlah
tenaga kerja di lapangan agraria. Dan menurut taksiran pada tahun 1955 dilapangan
pertanian di Indonesia angka ini kira- kira sekitar 25%.
42
Pengangguran tak kentara itu ditinjau dari satu pihak merupakan beban hidup bagi
masyarakat, karena produksi dan pendapatan dibidang pertanian seluruhnya harus dibagi-
bagi atau jumlah pendapatan (dalam hal ini petani) yang lebih banyak dari pada yang
sesungguhnya diperlukan untuk berusaha atau bekerja disana. Sebaliknya ditinjau dari
segi lain sebenarnya keadaan itu merupakan sumber tugas yang potensial untuk dapat
dimanfaatkan bagi tujuan-tujuan pembangunan.
Dalam hubungan ini ada teori yang mengemukakan, bahwa jumlah tenaga yang
disguised unemployment itu dapat merupakan sumber “tabungan” yang potensial untuk
dapat digunakan sebagai sumber tanaga guna dapat dipindahkan menjadi produktif.
Misalnya digunakan untuk membangun overhead capital berupa pembangunan
/rehabilitasi jalan dan jembatan ,saluran irigasi, sekolah dan sebagainya. Jadi sebetulnya
tenaga disguised unemloyment itu dapat merupakan saving dalam arti potensi tenaga
yang dapat dimanfaatkan dan digunakan secara produktif.
Konsep pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai sumber tabungan
yang potensial untuk pembangunan dapat diterangkan sebagai berikut: Misalnya;
sejumlah 100 orang petani yang bekerja dalam suatu daerah persawahan yang
menghasilkan produksi 3.000 kwintal padi (1 kwintal = 100 kg). Jika misalnya dari 100
orang ini ada sebanyak 25 orang yang merupakan tenaga disguised unemployment, maka
berarti sebetulnya jumlah 3.000 kwintal padi tersebut dapat dihasilkan oleh 75 orang saja.
Dengan demikian jika dengan 100 orang tenaga, produksi perkapita adalah 3.000/100 =
30 kwintal, sedangkan dengan 75 orang maka produksi per kapita 3.000/75 = 40
kwintal. Jadi kalau hanya 75 orang yang bekerja, maka total produksi juga 3.000 kwintal,
sedangkan yang diterima/dikonsumer mereka dalam keadaan disguised unemployment itu
hanyalah sejumlah nilai 75 x 30 kwintal = 2.250 kwintal. Ini berarti surplus (sisa)
sebesar 750 kwintal, surplus 750 kwintal inilah yang seolah-olah disumbangkan kepada
25 orang tenaga yang disgiused unemployment tadi. Dan menurut teori, secara kasarnya
ini berarti dapat diciptakan “disguised potential saving”, yaitu sebesar bagian hasil-hasil
produksi yang 75 orang tadi yang betul-betul bekerja dan dibutuhkan dalam lapangan
pertanian tersebut yang kemudian disumbangkan atau “tersalur” pada 25 orang yang
merupakan tenaga disguised unemployment tersebut.
Lapangan usah yang perlu disediakan untuk menampung tenaga disguised
unemployment ini dapat ditujukan pada sektor non-pertanian ataupun disektor pertanian
sendiri pada proyek-proyek baru serta yang berada diluar lingkungan semula. Dilapangan
non-pertanian yang dapat dijadikan obyek untuk sasaran penempatannya adalah pada
industri-industri pembangunan prasarana, dansebagainya. Sedangkan pemanfaatan-
nya dilapangan pertanian baru, hendaklah ditujukan pada usaha-usaha proyek prasarana
pertanian dan obyek pertanian lain didaerah-daerah baru yang tipis penduduknya. Hal ini
dapat dilakukan dalam rangka usaha transmigrasi maupun pembangunan masyarakat
desa. Jadi usaha-usaha pembangunan masyarakat desa (community development) ini
dapat dilakukan dalam rangka pengerahan tenaga disguised unemployment maupun
dalam usaha peningkatan kesejateraan masyarakat desa pada umumnya.
Sebagai catatan mengenai community development ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Community development ini bentuk dan prinsipnya hampir sama saja dengan
usaha gotong royong, hanya terdapat suatu perbedaan pokok yaitu gotong royong itu
sifatnya insidentil sedangkkan community davalopment dilakukan secara kontinu dan
43
berencana. Dan dalam community development ini pemerintah turut secara langsung
memberikan bimbingan pengarahan dan sumbangan-sumbangan sepurlunya. Dapat
ditambahkan bahwa community development itu pada prinsipnya didasarkan atas
modernisasi dari pada kebiasaan sosial dalam masyarakat yang berbentuk usaha gotong
royong dan selfhelp dilingkungan desa. Hal ini seringkali terdapat pada usaha-usaha:
perbaikan pengairan, rehabilitasi jalan, pembagunan sekolah, dan sebagainya. Usaha-
usaha semacam inilah yang dipujuk dan dibina perkembangannya, yang dengan melalui
bantuan dan bimbingan pemerintah diusahakan agar berlangsung secara kontinu dan
teratur. Bantuan pemerintah terbatas pada hal yang bersifat teknis keuangan atau
pembiayaan sekedarnya, perlengkapan dan bahan-bahan lainnya seperlunya, sedang
prinsip otonomi dan desentralisasi diberikan seluas-luasnya kepada desa atau kekuatan
desa yang bersangkutan.
Kembali kepada persoalan pengerahan tenaga disguised unemployment sebagai
sumber potential saving dalam masyarakat, sebenarnya tidaklah merupakan konsep yang
persis atau tepat betul, hal ini disebabkan karena dalam menjalankannya mungkin saja
terjadi pemborosan atau kebocoran (leakage), seperti misalnya:
(a) Kemungkinan orang-orang yang tinggal pada lapangan perkejaan lama akan
menaikkan konsumsinya (contoh: 75 orang yang tinggal dilapangan lama akan
mengkonsumir lebih besar yaitu sebagai atau seluruhnya dari bagian 25 orang
yang dipindahkan).
(b) Kemungkinan orang-orang yang dipindahkan, kelapangan kerja baru tersebut
(dari contoh 25 orang ) hanya bersedia dan mau pindah jika pendapatan serta
konsumsinya lebih besar dari semula /sebelumnya).
(c) Adanya pengeluaran-pengeluaran tambahan untuk pemindahan tenaga-tenaga
disguised unemployment itu dalam kemungkinan hilangnya persediaan bahan
serta perlengkapan dalam perjalanan.
Dengan demikian sebagai akibat dari kemungkinan adanya “leakage” atau
pemborosan ini, maka tentulah perlu biaya tambahan (disebut: complementary saving
atau additional saving) didalam penyelenggarannya , sehingga segala sesuatunya dapat
berjalan dengan baik supaya tercapai apa yang menjadi sasaran sesungguhnya dari
konsepnya semula.
44
Bab VI
FAKTOR TENAGA KERJA SKILL DAN PEMBANGUNAN
Didalam pembangunan ekonomi negara-negara barat yang sekarang sudah maju
dan “Industrialized”, dimana produksi dan perekonomian pada umumnya terletak pada
tangan swasta yang bersifat private enterprice atau perkembangan perekonomiannya
terletak ditangan private entrepreneour yang mengintrodusir inovasi dalam berbagai
bidang ekonomi. Dengan pemakaian teknologi baru yang paling ekonomis menyebabkan
prekonomiannya berkembang terus menuju pada tingkat pendapatan dan kemakmuran
yang lebih tinggi. Dengan memakai istilah J.A. Schumpeter, pembangunan negara-
negara barat itu terletak pada tangan entrepreneour, yang diartikan sebagai orang yang
berambisi, mempunyai pandangan jauh kedepan, yang selalu berusaha merubah kondisi
yang ada dengan menciptakan dengan apa yang disebutnya “Innovations” atau “New
Combinations” dari faktor-faktor produksi. Inovasi yang diciptakannya itu adalah berupa
mengintrodusir produk yang baru, teknik produksi yang baru, sumber produksi yang
baru, pasaran yang baru dan organisasi produksi yang baru. Sebagai hasil dari usaha-
usaha entrepreneour swasta tersebut yang selalu menunjukan prestasi dan dinamisasi bagi
perkembangan perekonomian, ialah bahwa perekonomiannya cepat berkembang menuju
kepada kemakmuran masyarakat dan negaranya.
Dinegara-negara underdeveloped dialami kenyataan bahwa entrepreneour swasta
sebagaimana yang dijumpai dinegara-negara barat tersebut tidaklah banyak dijumpai atau
hampir kurang muncul. Bukan hanya enterpreneour yang dimaksud Schumpeter itu saja
yang terasa kekurangannya, dan juga meliputi kekurangan berbagai jenis tenaga ahli atau
tenaga skill.
Untuk perkembangan ekonomi dan pembangunan disadari bahwa sesungguhnya
cukup tersedia Tanah (land) dalam arti luas, Tenaga Kerja (labour) dan bahkan
Permodalan (Capital), akan tetapi faktor-faktor produksi ini sebagaian besar masih
bersifat potensiil saja. Unsur-unsur produksi dan potensiil itu baru akan dapat menjadi
efektif dan besar manfaatnya bagi kehidupan masyarakat jika tersedia pula berbagai rupa
tenaga-tenaga skills untuk mengatur dan merubah faktor-faktor produksi tersebut
sehingga menjadi eferktif dan produktif.
Sehubungan dengan itu dinegara kita dan juga dinegara-negara terbelakang pada
umumnya disadari bahwa kekurangan tenaga skills itu perlu diisi atau diatasi segera
dengan mengadakan berbagai usaha yang disebut “Investment of human skills” atau
disebut pula sebagai investasi dalam hal “technological and managerial know-how”, yaitu
penanaman modal untuk membentuk dan menghasilkan tenaga-tenaga ahli dengan
melalui pendidikan-pendidikan keahlian dan kejuruan dengan peralatan dan sistem yang
ruwet (sophisticated).
Kekurangan tenaga skill yang perlu diisi dengan pendidikan, upgrading dan
latihan itu meliputi berbagai macam jenisnya, yang terpenting diantaranya ialah jenis-
jenis keahlian yang berikut ini:
(a) Keahlian atau kecakapan dalam bidang teknik, keahlian yang khusus
bersangkutan dengan ekonomis-teknis, yang diperlukan untuk mengatur dan
45
melaksanakan pekerjaan dibidang ekonomi dalam melayani peralatan dengan
teknik yang modern. Keahlian ini disebut dengan technological skills.
(b) Keahlian atau kecakapan untuk mengatur/memimpin badan-badan usaha
ataupun kelembagaan lainnya (seperti: bank, badan asuransi, koperasi dan
sebagainya), sehingga dapat berjalan dengan efisien dan ekonomis. Keahlian
ini disebut dengan organisational skills.
(c) Keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk mempergunakan
kesempatan-kesempatan yang potensiil sehingga menjadi efektif, dengan
mengintrodusir kombinasi-kombinasi atau dalam proses produksi dan
pembangunan. Keahlian ini disebut dengan managerial skills atau
entrepreneourial skills.
Kekurangan tenaga skills tersebut dapat disebabkan oleh faktor non-ekonomis
maupun faktor ekonomis sendiri. Faktor non-ekonomis disini menyangkut faktor-faktor
sosial-budaya dan pembawaan atau bakat dari individu-individu dalam masyarakat, yang
dinegara underdeveloped terdapat kelemahan-kelemahan dalam faktor non-ekonomis ini,
sehingga memungkinan timbulnya tenaga-tenaga skills didalam masyarakat. Sedangkan
faktor-faktor ekonomis yaitu yang terletak dalam bidang ekonomi dan yang menghambat
pula munculnya tenaga skills tersebut ialah sebagai akibat dari kurangnya tenaga beli
efektif dalam arti riil, kurangnya “external economies” (penghematan atau keuntungan-
keuntungan yang berasal dari luar bidang usaha yang bersangkutan) berhubung karena
masih kurang tersediaannya economic dan social overhead capital dalam perekonomian
negara.
Oleh karena kenyataan bahwa justeru dinegara-negara underdeveloped hampir
tidak terdapat tenaga-tenaga entrepreneour partikulir yang dalam sejarah negara-negara
barat merupakan pelopor pembangunan, disamping kekurangan tenaga-tenaga skills
lainnya. Ditambah lagi dengan adanya kekurangan dari segi faktor-faktor ekonomi
sebagaimana yang disebutkan diatas, sehingga tidaklah memungkinkan terangsang atau
berkembang dengan sendirinya peningkatan ekonomi dan pembangunan yang berasal
dari masyarakat semata-mata. Sehubungan dengan itu tidak ada jalan lain selain dari pada
negara atau pemerintah sendiri yang harus tampil kedepan sebagai perintis dan pelaksana
pembangunan. Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa negara harus berfungsi dan
bertindak sebagai “agent of development”, yaitu sebagai suatu badan yang secara
langsung mengatur, mengarahkan dan bahkan turut melaksanakan pembangunan dan
perkembangan ekonomi secara keseluruhannya.
Pemerintah atau negaralah yang merencanakan, mengarahkan dan mengatur
seluruh kegiatan ekonomi dan pembangunan, sungguhpun demikian pemerintah mungkin
dapat melaksanakan seluruhnya segala kegiatan ekonomi dan pembangunan ataupun
mungkin hanya terbatas pada bagian tertentu saja dari bidang pembangunan itu,
sedangkan bagian-bagian/pembangunan lainnya dilaksanakan oleh pihak swasta atau
masyarakat sendiri meskipun tetap dibawah pengaturan pemerintah.
46
Bab VII
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Seorang guru besar pada MIT (Massachusetts Institute of Technology ) di
Amerika Serikat bernama W.W. Rostow dalam bukunya “The Stage of Economic
Growth” membagi atau menggolongkan fase atau tingkat perkembangan perekonomian
dari keadaan underdeveloped ke keadaan developed/sangat developed dalam 5
fase/periode, yaitu:
1. Fase masyarakat tradisional (Traditional period)
2. Fase transisi atau pre-conditions (Tradition period)
3. Fase take-off (Take-off period)
4. Fase mature economy (Mature economy period)
5. Fase high mass-consumption (High mass-consumption period)
Ad.(1). Traditional Period
Fase masyarakat tradisional ini adalah suatu fase atau masa dimana perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya berjalan atau berkembang secara tradisional. Segala
sesuatunya berjalan menurut cara-cara tradisionil, menurut garis-garis atau kebiasaan-
kebiasaan yang telah berjalan turun menurun dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi
tingkat ilmu pengetahuan, teknologi dan cara-cara berproduksi berjalan menurut garis
yang telah berlaku pada masa-masa sebelumnya.
Sungguhpun konsepsi masyarakat tradisionil ini tidak statis semata-semata, dalam
artiannya juga terdapat sekedar perubahan serta kenaikan dalam produksi. Akan tetapi
kenyataannya pada masa itu hampir tidak dijumpai adanya dinamisasi dan kemajuan-
kemajuan pada umumnya.
Tradisional period ini umumnya terdapat pada negara-negara/daerah yang
perekonomiannya bersifat pertanian atau agraris yang keadaannya masih terbelakang dan
dimana tingkat produktivitasnya sangat rendah karena belum dipakainya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tersebut.
Ad.(2). Pre-Conditions Period
Fase pre-conditions atau disebut fase peralihan adalah merupakan fase untuk
meletakan dasar dan syarat-syarat untuk periode berikutnya dimana perekonomian akan
dapat berkembang dengan pesat.
Pada masa peralihan atau pada masa meletakkan dasar ini, didalam perekonomian
dan kehidupan masyarakatnya telah mulai banyak terdapat perubahan-perubahan yang
menyimpang daripada kebiasaan masyarakat yang tradisionil, sudah mulai terdapat
pembaharuan-pembaharuan dalam ilmu pengetahuan telah bertambah luas dan telah
mulai berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi yang lebih
maju.
47
Sungguhpun demikian pada periode peralihan ini masih terdapat hambatan-
hambatan dari penghalang-penghalangnya yaitu golongan-golongan lama yang “Vested
Interest”. Nilai-nilai sosial dan politis yang lama masih melekat dan masih besar
pengaruhnya dalam menghambat perubahan-perubahan yang radikal sifatnya. Akan tetapi
penghalang-penghalang ini selalu mendapat tekanan-tekanan untuk perubahan kearah
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju.
Pada pokoknya, dasar-dasar untuk perkembangan yang pesat telah diletakan pada
masa transisi ini, yaitu berupa tingkat pengetahuan dan teknologi yang lebih maju,
perkembangan lembaga perbankan, perkembangan dibidang perhubungan, perniagaan
dan sebagainya.
Ad.(2). Take-off Period
Fase take-off ini merupakan fase dimana penghalang-penghalang dan rintangan-
rintangan lama kearah kemajuan dan pertumbuhan perekonomian telah dapat diatasi.
Kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor yang menuju kearah kemajuan ekonomi, seperti:
Tingkat ilmu penghetahuan, perkembangan teknologi, perkembangan perbankan,
perniagaan dan sebagainya telah meluas dan mulai menguasai kehidupan masyarakat.
Dalam fase take-off ini terdapat keadaan-keadaan (yang merupakan syarat-syarat
pada fase ini) antara lain sebagai berikut:
a. Terdapatnya kenaikan tingkat investasi dari 5 % menjadi sekitar 10 % dari
pendapatan nasional suatu negara
b. Terdapatnya satu atau beberapa sektor perekonomiannya yang berkembang
dengan pesat yang dapat menggiring perkembangan perekonomian pada
umumnya (disebut: Leading sector)
c. Terdapatnya perubahan dalam lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan
masyarakat untuk menuju kearah kemajuan sesuai dengan keperluan
pembangunan.
Selama fase take-off ini, terdapat industri-industri baru yang berkembang dengan
cepat serta menghasilkan keuntungan-keuntungan besar, yang pada umumnya
keuntungan-keuntungan ini diinvestir kembali kedalam industri-industri atau pabrik-
pabrik baru, dan demikian seterusnya perkembangan bidang-bidang industri ini dapat
mendorong perkembangan perekonomian selanjutnya.
Didalam sektor-sektor industri dan perekonomian pada umumnya (termasuk
lapangan pertanian) telah mulai meluas pemakaian teknologi yang baru. Jadi pada fase ini
telah terdapat modernisasi dan perubahan-perubahan secara revolusioner dalam
pemakaian teknologi pada lapangan perekonomian pada umumnya. Dengan demikian
tingkat produktivitas diberbagai lapangan perekonomian mulai mencapai tingkat yang
tinggi.
48
Ad.(4). Mature Economy Period
Dalam periode mature economy ini perekonomian negara yang bersangkutan
“telah matang”, dimana pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern telah
berkembang dan meluas keseluruh lapangan perekonomian. Pada fase ini, perekonomian
telah mencapai apa yang disebut dengan keadaan “momentum” yaitu dimana
perekonomian dalam masyarakat yang bersangkutan telah dapat berkembang atas
kekuatan sendiri.
Jadi perekonomian masyarakat dalam fase ini sudah menimbulkan kekuatan-
kekuatan pada dirinya sendiri yang disebut dengan “Self generating forces”, yaitu
kekuatan-kekuatan yang ada pada diri perekonomiannya sendiri yang mampu untuk
bergerak maju dan berkembang dengan sendirinya. Kebanyakan negara-negara barat pada
akhir abad ke 19 atau permulaan abad ke 20 telah mencapai fase mature ini, dimana self
generating forcesnya yang berupa kemajuan teknologi dan tingkat saving (yang sekaligus
tersalur pada investasi) sebesar kira-kira 10 –20 % dari pendapatan nasional yang secara
kontinu ditanam dalam berbagai proyek dan sektor perekonomian. Dengan demikian
produksi dan produktivitas didalam berbagai proyek dan sektor tersebut meningkat terus
dan tingkat konsumsi telah mencapai pada tingkat yang tinggi pula sehingga secara
keseluruhan perekonomiannya mampu bergerak sendiri kearah tingkat kemajuan
ekonomi dan kemakmuran yang lebih tinggi lagi.
Ad.(5). High Mass-Consumption Period
Pada fase ini telah tercapai suatu tingkat perekonomian dan kemakmuran yang
paling tinggi, dan perekonomian telah maju ke tingkat yang sedemikian rupa sehingga
tingkat pendapatan dan konsumsinya telah tinggi sekali. Pendapatan rata-rata tiap jiwa
meningkat terus dan sangat tinggi sekali. Umumnya setiap penduduk dalam
masyarakatnya telah memiliki tingkat konsumsi yang melampaui pemenuhan kebutuhan
pokoknya dalam hal makanan, pakaian dan perumahan.
Sektor produksi untuk barang-barang konsumsi kebutuha pokok pada umumnya
telah dapat dipenuhi sepenuh-penuhnya dan sektor produksi akhirnya telah banyak
bergeser ke arah produksi barang-barang konsumsi yang tahan lama (seperti: Mobil
mewah, Televisi, perabot yang serba lux dan sebagainya) serta produksi sektor jasa-jasa
(seperti disektor: pengangkutan, perdagangan, perbankan dan sebagainya) telah
berkembang secara meluas. Negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropah Barat
telah memasuki fase ini beberapa tahun kemudian setelah Perang Dunia II, sedangkan
Jepang juga telah memasuki fase perekonomian ini pada beberapa tahun terakhir ini.
Masyarakat yang berada dalam periode ini seringkali pula disebut sebagai “Affluent
Society”.
Demikianlah antara lain telah dikemukakan dengan ringkas tahap-tahap
perkembangan perekonomian menurut W.W. Rostow. Sesungguhnya tingkat
perkembangan keseluruhannya daripada suatu perekonomian pada tahap pertama adalah
sebagai akibat dari tingkat perkembangan yang berbeda dalam berbagai sektor-sektor
tertentu dalam perekonomian. Dan khusus dalam hubungan ini dapat dikemukakan
sebagai tambahan bentuk-bentuk “leading sector” yang memegang peranan penting
dalam perekonomian, yang oleh Rostow diklasifikasikannya dalam 3 katagori, Yaitu:
49
a. Sektor-sektor pertumbuhan primer (primary growth sectors), yaitu sektor-
sektor dimana kemungkinan untuk innovasi atau untuk eksploitasi sumber-
sumber baru yang belum dimanfaatkan sebelumnya serta yang
menguntungkan, menghasilkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan dapat
menggerakkan kekuatan-kekuatan untuk ekspansi secara meluas didalam
perekonomian.
b. Sektor-sektor pertumbuhan supplementer (Supplementary growth sectors),
yaitu sektor-sektor dimana kemajuan yang pesat terjadi sebagai respon
langsung (atau sebagai suatu keperluan) dari kemajuan dalam sektor-sektor
pertumbuhan primer, misalnya perkembangan sektor produksi batu bara, besi
dan permesinan (engineering) dalam hubungannya dengan perkereta apian.
Sektor-sektor ini mungkin pula harus diikuti oleh banyak rangkaian sektor-
sektor produksi lainnya.
c. Sektor-sektor pertumbuhan yang tercipta (derived growth sectors), yaitu
sektor-sektor dimana kemajuan terjadi dalam hubungannya dengan
pertumbuhan jumlah pendapatan riil, penduduk, produksi serta pendapatan di
bidang industri atau variabel-variabel lainnya yang sejenis yang telah
meningkat. Misalnya sektor produksi bahan makanan dalam hubungannya
dengan pertumbuhan penduduk, sektor perumahan dalam hubungannya
dengan struktur keluarga dan kependudukan, dan lain-lainnya.
Secara kasarnya dapat disebutkan bahwa primary dan supplementary growth sectors
menerima dan mencapai momentumnya yang tinggi terutama dari dikemukakannya serta
dikembangkannya perubahan-perubahan dalam lingkungan Cost-supply, sedangkan
derived growth sector adalah dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan dari segi
demand.
50
Bab VIII
CARA-CARA MEMBANGUN PADA SISTEM-SISTEM PEREKONOMIAN
Negara-negara yang sekarang sudah maju perekonomiannya yang umumnya
sudah “industrialized”, dalam proses pembangunannya terdapat cara-caranya yang
berlainan satu sama lainnya. Sungguhpun demikian secara garis besarnya kita dapat
mengelompokkannya kedalam dua golongan besar sistam ekonomi dengan cara
pembangunannya sendiri, yaitu:
1. Negara-negara dengan sistem Free Enterprise Economy atau capitalist
economy.
2. Negara-negara dengan sistem Central Planning Economy atau Sosialized
Economy.
Ad (1). Negara-negara dengan sistem Free Enterprise Economy atau Caspitalist
Economy:
Pembangunan economi negara-negara yang sistem Econominya frase enterprise
ini di dasarkan atas garis-garis atau prinsip-prinsip ”Free Enterprise”, yaitu bahwa
perekonomian diatur secara bebas tanpa campur tangan langsung dari pemerintah.
Produksi dilakukan oleh oleh pihak swasta atau individu-individu dalam masyarakat
sendiri dengan dengan tujuan memperoleh profit (keuntungan) bagi dirinya sendiri.
.Demikian juga konsumsi dan diserahkan sepenuhnya pada individu-individu dan
kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam masyarakat sendiri.
Perekonomian dan pembangunannya berjalan menurut kekuatan-kekuatan yang
berlaku dalam pasar (market mechanism) yaitu faktor demad dan supply yang terdapat
dalam pasar. Dalam hubungan ini yang lebih menentukan atau lebih dominan dalam arah
produksi ialah faktor demad. Kegiatan produksi serta distribusinya tergantung kepada
keadaan arah dari demand tersebut. Bilaman demand terhadap barang-barang tertentu
relatif lebih meningkat serta keuntungan pada usaha yang bersangkutan menjadi lebih
baik, maka pemakaian sumber-sumber produksi akan lebih banyak tertuju kearah
memperbesar supply barang-barang yang demand serta keuntungannya meningkat
tersebut.
Demikian pula sebaliknya bila demand barang-barang tertentu relatif berkurang
maka harga serta keuntungan di bidang usaha yang bersangkutan cenderung menurun
pula. Sungguhpun demikian dalam perekonomian, dari segi supply (dalam hal ini para
pengusaha) tentu selalu pula berusaha mempengaruhi demand dalam masyarakat dengan
bermacam-macam usahanya, seperti melalui: reklame, promosi penjualan, pembungkusan
yang menaik, pelayanan yang baik, dan sebagainya.
Akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa jalannya perekonomian terletak
dan diserahkan sepenuhnya pada swasta dan kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam
pasar. Proses penyesuaian demand dan supply diserahkan pada mekanisme pasar, proses
mana akan berlangsung secara otomatis dalam perekonomian. Jadi mengenai arah dan
51
besarnya produksi, konsumsi dan distribusi dalam perekonomian negara yang
bersangkutan berjalan secara bebas menurut kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam
proses tanpa adanya pengaturan dan campur tangan langsung dari pemerintah.
Didalam sistem perekonomian ini pembangunannya terutama didasarkan atas
tabungan paksaan (forced saving) yang dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
cara inflator yang terjadi akibat dari kebijaksanaan pemerintah melalui lembaga
perbankan dengan mempermudah pemberian kredit kepada badan-badan usaha yang
membutuhkannya. Kebijaksanaan moneter pemerintah yang mempermudah pemberian
kredit, seperti dengan memperluas jumlah kredit yang disalurkan, merendahkan tingkat
bunga, dan sebagainya yang ditunjukan untuk maksud-maksud pembangunan itu disebut:
easy money policy atau cheap money policy.
Catatan: Sebagai lawannya disebut tight money policy yaitu kebijaksanaan pemerintah
melalui lembaga perbankan yang mempersulit atau memperketat pemberian
kredit dengan mengurangi jamlah kredit yang disalurkan meninggikan tingkat
bunga dan sebagainya.
Didalam sistem free enterprice economy ini sebagaimana misalnya yang
dijalankan di Inggeris dan negara-negara eropah barat pada waktu pembangunan
ekonominya yang memegang peranan penting dalam pembangunan serta yang
meminta/memakai kredit dari Bank-bank untuk membangun dan memperluas usaha-
usaha dibidang industri dan perekonomian pada umumnya ialah para pengusaha. Hasrat
mereka untuk membangun serta memperluas perusahaan dan industri pada umumnya
memerlukam banyak modal uang, dan untuk ini mereka dengan mudah dapat
memperoleh kredit dari pemerintah melalui lembaga perbankannya. Maka dari itu kredit
perbankan itu tersalur dan dipergunakan untuk usaha-usasha yang produktif, yang
melalui suatu jangka sampai proyek yang bersangkutan menghasilkan, dialami adanya
tekanan-tekanan inflasi. Namun demikian akibat pemakaian uang kredit itu pada usaha-
usaha yang produktif, maka pembiayaan secara inflasi yang dijalankan disana itu dapat
mendorong dan menyebabkan berhasilkan pembangunan dengan meingkatnya produksi
ddan pendapatan secara keseluruhannya.
Proses pembangunan yang terjadi dan dibiayai secara inflasi itu adalah
berjalan kira-kira sebagai berikut: Dengan meningkatnya pemberian kredit dari Bank-
bank kepada berbagai bidang usaha/bidang produksi, maka uang yang beredar dalam
masyarakat semakin bertambah.
Oleh karena investasi besar-besaran yang diulakukan memerlukan proses
yang cukup lama baru dapat menghasilkan, maka supply barang-barang (produksi)
tentulah dapat mengimbangi peredaran uang yang besar tersebut melalui proses pula.
Dengan demikian selama proses tersebut harga barang-barang (produksi) akan
menigkat lebih tinggi. Kenaikan harga barang-barang ini sebagaian akan
menciptakan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan atau industri-industri yang
bersangkutan. Selanjutnya dalam proses pembangunannya itu, oleh para pengusaha
ditanamkan atau diinvestasikan kembali pada usaha-usaha yang produktif. Demikianlah
proses pembangunan dan proses inflasi ini terjadi terus menerus dan berulang kali, akan
tetapi ternyata pembangunannya yang terjadi membawa hasil yang memuaskan bagi
perekonomian negara-negara secara keseluruhannya.
52
Disamping adanya unsur para usahawan yang bersikap serta berjiwa
produktif dan dinamis, ada faktor yang mengguntungkan lainnya yang terdapat dalam
proses pembangunan negara-negara idustri tersebut, yaitu telah mulai berkembangnya
ajaran reformasi pada agama Kristen Protestan , yang berpandangan hidup
secara”Puritanis” atau “Puritan Qualities” (nilai-nilai puritan = cara-cara hidup yang
suci murni yang dianut serta dimuliakan masyarakat pada waktu pembangunan
ekonominya. Pandangan atau ajaran tersebut ialah memuliakan serta menganjurkan agar
orang-orang (manusia) supaya bekerja keras dan hidup hemat. Orang-orang yang
terpandang dalam masyarakat menurut nilai-naiali kemasyarakatannya ialah orang-orang
yang hidup hemat dan yang dapat menyimpan atau memperbesar kekayaan sebanyak-
banyaknya. Oleh karena pandangan hidup yang demikianlah maka keuntungan serta
pendapatan yang diperoleh oleh para pengusahanya kemudian ditanam atau
diinvestasikan kembali didalam perusahaanperusahaan atau diinvestasikan kembali
didalam perusahaan-perusahaan atau diinvestasikan ke bidang usaha-usaha yang
produktif lainnya sehingga akan meningkatkan produksi, pendapatan dan kekayaan
selanjutnya. Jadi dengan adanya penumpukan pendapatan dan kekayaan tersebut berarti
terdapatnya Capital Formation untuk pembangunan yang kemudian dapat meningkatkan
produksi serat kegiatan ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Keadaan lainnya lagi yang memegang peranan pula dalam pembangunan
negara-negara industri yang telah maju itu ialah dalam hal pengorbanan rakyat banyak.
Yang dimaksud dengan rakyat banyak disini ialah terutama kaum buruh. Rakyat banyak
ini dikorbankan dalam usaha pembentukan modal guna keperluan pembangunan. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari adanya proses inflasi yang terjadi berulang-ulang. Dalam
keadaan inflasi dengan naiknya harga barang-barang, maka golongan masyarakat yang
incomenya rendah dan bersifat tetap (low and fixed income group) terutama kegiatan
kaum buruh yang merupakan golongan terbesar pada waktu itu, adalah golongan yang
sangat menderita atau dirugikan.
Sebaliknya pada waktu itu organisasi serta pergerakan buruh masih lemah
sekali, sehingga buruh-buruh mudah sekali diexploitir oleh para majikannya (dalam hal
ini para pengusaha). Tingkat upah yang dapat saja ditentukan oleh sepihak oleh para
majikan dengan kurang begitu perlu mempertimbangkan tingkat hidup yang layak bagi
para buruh serta sesuai pula dengan jasa kerja yang diberikannya. Jadi tindakan kaum
majikan (dalam hal ini para pengusaha) pada waktu itu antara lain ialah berupa
penekanan terhadap tingkat income dan konsumsi rakyat banyak serendah mungkin
terutama buruh bersamaan dengan itu mengusahakan terciptanya keuntungan yang
sebesar-besarnya untuk kemudian ditujukan bagi capital formation guna ekspansi
industri-industri mereka dan pembangunan ekonomi pada umumnya.
Ad.(2). Negara-negara dengan Sistem Central Planning Economy atau Socialized
Economy
Didalam sistem ekonomi ini sumber-sumber produksi adalah merupakan milik
bersama masyarakat, maka dari itu produksi yang dijalankan dengan menggunakan
sumber-sumber tersebut oleh pemerintah atau badan-badan pemerintah (yang merupakan
wakil masyarakat ) adalah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan serta kemakmuran
masyarakat keseluruhannya. Kegiatan-kegiatan produksi dan pembangunan
53
direncanakan, diatur dan dilaksanakan menurut perencanaan secara sentral oleh
pemerintah pusat.
Pada sistem ekonomi sosialis yang extrim ( seperti Rusia, RRC ) perseorangan
atau individu dalam masyarakat tidak dibenarkan samasekali memiliki dan menguasai
sumber-sumber produksi serta menggunakannya untuk menghasilkan produksi dengan
tujuan memperoleh keuntungaan (profit). Disini segela persoalan ekonomi seperti:
produksi, konsumsi, distribusi dan sebagainya, direncanakan, ditetapkan dan diatur
langsung oleh pemerintah atau bahan-bahan pemerintah yang bersangkutan dengan
urusan tersebut.
Sebaliknya dalam perekonomian socialized yang tidak begitu extrim, disamping
usaha-usaha langsung oleh pemerintah, pihak swasta masih dibenarkan memegang
peranan dari turut serta dalam beberapa lapangan produksi tertentu dalam batas-batas
yang diatur oleh pemerintah. Yaitu terutama dalam bentuk usaha kecil-kecilan dan yang
tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi masyarakat dan negara.
Akan tetapi bagaimanapun juga dalam sistem ekonomi sosialis itu, kegiatan produksi
adalah untuk kemakmuran bersama atau kesejahteraan bersama bagi masyarakatnya,
bukan terbatas untuk orang-orang dalam sektor produksi yang bersangkutan semata-mata.
Hasil-hasil produksinya didistribusikan kepada masyarakat oleh pemerintah atau dibawah
pengaturan pemerintah. Pemerintah secara langsung, mengatur dan bahkan melaksanakan
produksi atau sekurang-kurangnya mengawasi langsung seluruh produksi dan
penggunaannya dalam masyarakat, yang diaturnya melalui perencanaan perekonomian
secara keseluruhannya (overall planning ), hal mana tidak terdapat dalam sistem free
enterprise economy. Diantara negara-negara yang memakai sistem socialized economy
ini dalam melaksanakan pembanggunannya ialah negara-negara Rusia dan RRC ( yang
extrim ) serta negara-negara di Eropa Timur ( yang tidak begitu extrim).
Dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis ini dalam menjalankan
pembangunan ekonominya, terutama sistem sosialis yang extrim, cara-cara dan sumber-
sumber pembiayaan untuk membangun juga didasarkan atas penderitaan dan pengorbitan
rakyat banyak dengan melalui penekanan tingkat konsumsi (forced consumption).
Dengan adanyan penekanan terhadap tingkat konsumsi serendah mungkin, maka akan
dapat tercipta pembentukan modal (saving) yang sebesar-besarnya untuk tujuan
pembangunan.
Didalam sistem ekonomi yang sosialis ini cara-cara untuk menekan tingkat
konsumsi dapat dilakukan dengan lebih mudah karena dapat dilakukan aecara langsung
dan terkendali. Terutama dinegara-negara yang melakukan prinsip-prinsip sosialis ini
yang extrim sifatnya, cara-cara penekanan terhadap konsumsi itu dapat dilakukan dengan
paksanaan secara langsung yaitu dengan prinsip-prinsip totaliter, oleh karena semua
perusahaan atau badan usaha dibidang perekonomian adalah merupakan milik negara
atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara.
Jadi secara langsung dapat ditetapkan jumlah barang-barang yang dapat
dikonsumir, sesuai dengan perencanaan dan pengaturan secara langsung mengenai arah,
jumlah dan alokasi produksi didalam lingkungan masyarakat. Pada taraf permulaan
proses pembangunan biasanya produksi barang-barang konsumsi ditekan atau dibatasi,
sehingga harga barang-barang tersebut menjadi meningkat, yang berakibat tertekannya
tingkat konsumsi dalam masyarakat. Dengan demikian pemakaian sumber-sumber
54
produksi dalam jumlah besar dapat digeser kearah memperbesar produksi barang-barang
modal, yang pada periode berikutnya dapat ditunjukan untuk peningkatan produksi
barang-barang konsumsi serta proses pembangunan lebih lanjut. Jadi dalam hubungan ini
pemerintahnya dapat merencanakan dan mengatur secara langsung perimbangan
pemakaian resources dalam memproduksi barang-barang konsumsi dan memproduksi
barang-barang modal dalam setiap tahap atau periode pembangunannya dalam jangka
pendek yang merupakan bagian dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan jangka
panjang secara menyeluruh.
Selanjutnya dapat dikemukakan disini bahwa dalam sistem sosialis ini hal yang
paling dominant dan paling menentukan dalam hubungan dengan arah kegiatan produksi
ialah segi supply. Disini demand dalam masyarakat harus disesuaikan dengan keadaan
supply yang telah tersedia dan diatur oleh pemerintah. Jika demand terhadap sesuatu
barang tertentu tidak dapat dipenuhi oleh supply yang ada, maka permintaan yang
bersangkutan tetap tidak dipenuhi atau tidak dilayani, dan berarti harus bergeser kearah
barang-barang produksi lainnya. Jika terdapat kekurangan supply atau excess demand
terhadap barang-barang tertentu itu, maka sering kali dipakai sistem kupon (kartu) untuk
membagi-bagikan barang yang tersedia secara merata kepada masyarakat pada umumnya.
Demikianlah telah dikemukakan pula dengan ringkas cara-cara membangun
perekonomian dinegara-negara yang memakai sistem ekonomi sosialis dalam proses
pembangunanya. Pada umumnya negara-negara yang berhasil membangun perekonomian
atas dasar prinsip-prinsip sosialis ini (seperti: Rusia, RRC, dan negara-negara eropah
timur) dapat mencapai kemajuan atau dapat berhasil membangun ekonominya dalam
jangka waktu yang relatif lebih pendek atau lebih cepat. Dalam hubungan ini ada
beberapa faktor atau alasan yang menyebabkan kenapa kemajuan ekonomi atau
pembangunan ekonomi dinegara-negara sosialis tertentu itu dapat berjalan/berhasil lebih
cepat, antara lain ialah:
(a) Pembangunan yang dijalankan dinegara sosialis tertentu itu dilaksanakan pada waktu
kemudian (belakangan). Jadi negara-negara tersebut dapat banyak belajar dari
pengalaman-pengalaman yang telah dialami pada negara-negara yang membangun
perekonomiannya atas dasar prinsip free enterprise. Dengan demikian negara-negara
sosialis tertentu itu telah banyak mendapat keringanan-keringanan dan manfaat-
manfaat dalam arti tidak perlu melalui terlalu banyak kesalahan-kesalahan (dari
pengalaman-pengalaman), dengan tidak usah terlalu banyak penyelidikan-
penyelidikan atau experimen-experimen tertentu yang telah ada sebelumnya, jadi
banyak dapat mengoper dengan begitu saja cara-cara atau teknologi-teknologi yang
telah berjalan dengan baik serta menunjukkan keampuhannya.
(b) Karena cara-cara atau prinsip-prinsip pembangunannya yang dijalankan, yaitu dengan
cara sosialis yang memakai prinsip-prinsip totaliter. Selain hal demikian ini berarti
dijalankannya cara-cara paksa, juga berarti bahwa pembangunannya di “planning”
dan diatur secara langsung oleh pemerintah atau negara. Jadi dalam soal-soal
expectation atau ramalan diberbagai bidang ekonomi yang bersangkutan dengan
produksi, konsumsi dan sebagainya dapat lebih bersifat “certaintly”, sehingga dalam
pelaksanaannya proses pembangunan tersebutlebih dapat berjalan menurut rencana
dan garis-garis yang telah ditentukan sebelumnya.
55
Bab IX
ARAH INVESTASI DAN KONSEP-KONSEP PEMBANGUNAN
Kita sudah mengetahui bahwa dinegara-negara underdeveloped dari segi demand
for capital terdapat vicious cycle (lingkaran yang tak berujung pangkal), yaitu:
Demand of capital
(untuk investasi)
oleh karena
produktivitas effective demand
luas pasar
real income
Dengan demikian dinegara underdeveloped tingkat penanaman modal atau invenstasi
pada berbagai sektor industri adalah sedikit. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya
tenaga beli efektif (lack of effective demand) dalam masyarakat yang berarti pula
terbatasnya pasar (atau sempitnya size of the market ) untuk dapat menyerap barang-
barang yang dihasilkan.
Jika yang dialami atau yang terdapat dinegara underdeveloped adalah kekurangan
permintaan efektif dalam arti uang atau “kurangnya uang“ (disebut :lack of effective
demand in money term), maka kesukaran ini jauh lebih mudah mengatasinya, yaitu
semata-mata hanya dengan memperbesar atau menambah jumlah uang yang beredar
dalam masyarakat seperti misalnya dengan mencetak uang baru. Akan tetapi dinegara
terbelakang itu yang umum ditemui adalah kekurangan permintaan efektif dalam arti
nyata (disebut: lack of effective demand in real term). Ini berarti bahwa karena
pendapatan real yang tercermin dalam kemampuan berproduksi masyarakat adalah
rendah, maka akibatnya tenaga beli efektifnya juga rendah, sebagian besar dari produksi
dan pendapatan penduduk hanyalah tertuju untuk memenuhi keperluan akan barang-
barang konsumsi kebutuhan pokok saja. Sehingga dengan demikian bagian pendapatan
masyarakat yang dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan lainnya adalah perbatas
sekali. Disamping itu banyak pula hal-hal lainnya yang menyebabkan kenapa rendahnya
tenaga beli efektif dalam arti riil ini, diantaranya ialah terdapatnya berbagai rupa
pengangguran dan masih terbatasnya berbagai kegiatan investasi terutama pada sektor-
sektor industri. Dan terbatasnya kegiatan investasi ini antara lain disebabka oleh
rendahnya marginal efficiency of capital (tingkat keuntungan modal yang diharapkan
dari penanaman modal pada berbagai rupa investasi) dan relatif lebih tingginya tingkat
bunga modal, dan sebagainya.
Oleh beberapa ahli ekonomi, antara lain: W.A. Lewis, Regnar Nurkse dan
Sumitro Djojohadikusumo dikemukakan bahwa sebagai jalan keluar untuk memecahkan
56
persoalan terbatasnya luas pasar dan hambatan terhadap perkembangan berbagai kegiatan
investasi ialah dengan melaksanakan konsep pembangunan yang disebut “balanced
development“ atau “balanced growth“ (pembangunan ekonomi yang seimbang).
Menurut konsep ini pembangunan yang dijalankan hanyalah dengan mengadakan
keseimbangan diantara pembangunan dan perkembangan berbagai sektor atau proyek
perekonomian, dengan perkataan lain: investasi atau penanaman modal untuk
pembangunan harus dijalankan bersamaan dengan serentak disegala lapangan dan sektor
perekonomian. Dalam hubungan ini setiap sektor atau proyek yang dibangun, setiap
cabang-cabang produksi yang dibangun haruslah bersifat saling komplementer dan saling
melengkapi satu sama lainnya.
Sebagai pokok pikiran atau dasar pertimbangan dari pada konsep belanced
development ini ialah berpangkal pada terdapatnya kebutuhan manusia yang kompeks
dan beraneka ragam. Atas dasar pertimbangan ini maka menurut konsep pembangunan
ini perkembangan atau pembangunan berbagai rupa industri atau proyek perekonomian
haruslah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan permintaan dan proferensi dari
pada konsumer atau masyarakat pada umumnya. Dengan adanya kenaikan produksi dan
pendapatan disuatu sektor atau proyek perekonomian maka ini akan dapat menampung
kebutuhan serta permintaan (yang meningkat) dari orang-orang yang berkerja pada sektor
atau cabamg produksi lainnya dan sebaliknya hasil-hasil dari sektor/cabang produksi ini
selanjutnya akan ditambung pula oleh sektor atau cabang produksi yang pertama yang
telah meningkat pendapatannya akibat dari kenaikan produksinya. Dan demikian
seterusnya hubungan antara lain sektor atau cabang-cabang produksi satu sama lain. Jadi
dengan demikian setiap produksi yang dihasilkan akan terjual atau akan dipasarkan dan
setiap permintaan akan pula tertampung dengan adanya pembangunan sektor-sektor atau
proyek-proyek industri yang bersifat komplementer tersebut.
Menurut beberapa ahli ekonomi seperti W.A. Lewis, dalam konsep balanced
development itu haruslah berarti adanya pembangunan yang seimbang diantara berbagai
sektor perekonomi dalam masyarakat, terutama adanya keseimbangan dalam
pembangunan sektor industri dengan pertunbuhan sektor agraria. Jadi berarti bahwa
peningkatan produksi dan pasar bagi hasil-hasil industri dan untuk hasil-hasil pertanian
haruslah berjalan dan berkembang secara seimbang. Maka dalam hubungan ini haruslah
ada sejumlah tenaga kerja yang dapat dipindahkan/disalurkan dari sektor pertanian
kesektor industri untuk diperolehnya sejumlah tenaga kerja bagi perkembangan lebih
lanjut dari pada sektor lanjut industri tersebut. Dan sebaliknya disektor agraria sendiri
perlu diciptakan perbaikan efisiensi kerja dan pemakaian teknologi yang lebih baik
sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta dapat dimanfaatkannya
sebagai tenaga kerja dari sektor agraria tersebut. Dapat dikemukakan disini bahwa
sebagai sarat untuk berhasilnya konsep belanced davelopment itu diantara lain ialah:
a. Harus betul-betul ada sifat komplementaritas dari tiap-tiap sektor dan proyek
perekonomian yang sedang dibangun.
b. Harus cukup tersedia modal dan sumber-sumber produksi lainnya untuk
membangun sektor/proyek-proyek perekonomian yang banyak dan beraneka
ragam dalam waktu yang bersamaan.
57
c. Harus ada juga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan
pembangunan sosial (social development ), yaitu perkembangan dilapangan
pendidikan, kesehatan, perumahan, sosial budaya, dan sebagainya
Sesungguhnya konsep belanced development ini mempunyai beberapa dasar atau
alasan yang cukup kuat untuk dapat dipergunakan sebagai konsep pembangunan, akan
tetapi adapula beberapa kelemahannya sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa
ahli ekonomi tertentu (seperti: Rossentein Rodan: “Notes on the theory of the big push”,
dan Albert O Hirschman: “The Strategi of Economic Development”). Diantara
kelemahan atau kekurangan dari konsep balanced development itu adalah sebagai
berikut:
(a) Dinegara-negara underdeveloped sumber-sumber produksi yang berupa modal dan
tenaga skills adalah sangat terbatas jumlahnya. Oleh karena itu pada suatu negara
tidaklah mungkin untuk dibangun segala sektor atau proyek perekonomian
keseluruhannya secara serentak dan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini disebabkan
karena jika sumber-sumber produksi tersedia yang terbatas jumlahnya itu dibagi-
bagikan keseluruhan sektor atau proyek akan mendapat bagian yang kecil-kecil.
Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa pada kenyataannya kebanyakan
sektor atau proyek perekonomian tidak dapat terlaksana pembangunanya dengan
persedian sumber-sumber produksi khususnya modal yang sedikit (kecil-kecil),
akibatnya ialah pembangunan sektor atau proyek yang bersangkutan tidak terlaksana
atau banyak terbengkalai atau tertunda pelaksanaannya.
(b) Bahwa konsep balanced develpopment itu mungkin hanya tepat untuk perekonomian
yang tertutup (close economy), dimana kegiatan ekonomi negara bersangkutan
semata-mata bersumber atau berlandaskan kekuatan dalam negeri saja tanpa adanya
hubungan ekonomi dengan luar negeri. Pada perekonomian yang bersifat terbuka
(open economy) dimana terdapat hubungan ekonomi dan keuangan dengan luar
negeri dan sebagaimana yang terdapat pada negara-negara didunia pada masa ini,
maka konsep pembangunan tersebut tidak lagi berlaku seperlunya. Sebab dalam
perekonomian yang terbuka ini ada kemungkinan untuk menjual barang-barang
keluar negeri (mengekspor) sehingga kekurangan tenaga beli efektif didalam negeri
dapat dipecahkan dengan adanya pasar di luar negeri (dengan perdagangan luar
negeri). Dan sebaliknya ada kemungkinan untuk mengimpor barang-barang
(termasuk barang-barang modal) yang dibutuhkan dalam pemakaian didalam negeri
dimana barang tersebut kurang cukup dihasilkan atau tidak dapat dihasilkan sama
sekali. Sungguhpun demikian terhadap keberatan atau kelemahan yang kedua ini,
para penyokong konsep balanced development tersebut memperluas pengertian
konsepnya dengan “balanced development through foreign trade” yaitu dengan
pembangunan ekonomi yang seimbang yang memperhatikan atau memperhitungkan
pula adanya unsur perdagangan luar negeri atau hubungan ekonomi dan keuangan
dengan luar negeri tersebut.
Sebagai lawan atau bentuk yang bertentangan terhadap konsep “unbalanced
development” atau lazim disebut konsep “priority” dalam pembangunan. Menurut
58
konsep ini pembangunan ekonomi itu harus dijalankan dengan memilih beberapa sektor
atau proyek tertentu yang mempunyai perioritas yang tinggi (atau skala perioritas yang
tinggi) untuk dibangun. Jadi disini sumber-sumber produksi yang tersedia yang terbatas
jumlahnya itu harus ditujukan dan dialokasikan untuk beberapa sektor atau proyek
tertentu saja yang diutamakan atau diprioritaskan untuk dibangun terlebih dahulu.
Kebijaksanaan pembangunan ini seringkali pula disebut sebagai “Strategy of economic
development” yaitu suatu strategi dalam pembangunan ekonomi dengan memilih satu
atau beberapa proyek utama serta yang paling penting artinya bagi perekonomian
keseluruhannya untuk diberi prioritas (atau diprioritaskan) dalam pembangunan,
sedangkan pembangunan sektor atau proyek lainnya baru menyusul kemudian setelah
sektor atau proyek utama dan proyek penting itu selesai dibangun.
Sektor atau proyek yang dipilih dan mendapat prioritas untuk dibangun itu akan
bersifat sangat penting bagi perekonomian negara juga sektor atau proyek tersebut
menurut perhitungan dan penilaian akan dapat memberikan efek kumulatif (efek berantai)
yang besar bagi pertumbuhan/perkembangan sektor atau proyek-proyek lainnya dan
perekonomian negara keseluruhannya.
Catatan: Dalam teori Hirschman dikemukakan bahwa dalam memilih sektor atau
proyek khususnya dibidang industri yang diprioritaskan untuk dibangun ialah yang
mempunyai efek yang kumulatif dan yang “induced” lainnya. Dalam hubungan ini dia
mengemukakan konsep-konsep “backward linkage” dan “forward linkage”. Backward
linkage sesuatu proyek industri adalah kemampuan dari industri tersebut untuk
menimbulkan/menumbuhkan industri-industri lain yang melayaninya yang menghasilkan
input (bahan-bahan yang akan diproses) yang diperlukannya. Sedangkan forward linkage
dari sesuatu industri adalah timbulnya industri-industri lain yang menggunakan output
(hasil produksi) dari industri yang bersangkutan sebagai input atau badan-badan yang
akan diprosesnya. Dengan demikian industri yang mempunyai kekuatan backward
linkage dapat kita anggap sebagai consuming industry sedangkan industri yang
mempunyai kemajaun forward linkage sebagai supplying industry. Dalam hal ini ada
empat katagori industri, yaitu:
A. Katagori pertama (backward dan forward linkage kedua-duanya kuat): Besi
dan baja, kertas dan hasil-hasilnya, bahan-bahan kimia, tekstil, hasil-hasil
karet, dan sebagainya.
B. Katagori kedua (backward linkage kuat dan forward linkage lemah): Produksi
gilingan padi, produksi kulit, produksi perkayuan, alat-alat transpor, bahan-
bahan makanan yang diproses dan sebagainya.
C. Katagori ketiga (backward linkage lemah dan forward linkage kuat):
Pertambangan logam, minyak dan gas bumi, pertambangan batubara, barang-
barang pertanian& kehutanan, dan lain-lain.
D. Katagori keempat (backward dan forward linkage kedua-duanya lemah):
Perikanan, transportasi, jasa dan perdagangan.
59
Sebagai alasan dan pertimbangan kenapa konsep priority ini adalah tepat dan baik
sebagai konsep pembangunan, dikemukakan bermacam-macam hal, antara lain sebagai
berikut:
(1) Konsep ini adalah lebih tepat oleh karena pada negara-negara yang membangun pada
umumnya sumber-sumber produksi yang berupa padat modal, tenaga skill dan
sumber-sumber tertentu lainnya yang tersedia adalah terbatas. Dengan demikian
sumber-sumber produksi yang itu hanya dapat disalurkan dan digunakan untuk
membangun sektor/proyek tertentu dalam jumlah dan macamnya yang terbatas pula.
(2) Bahwa dengan memusatkan segala sumber pada beberapa sektor atau proyek tertentu
tersebut, maka satu persatu proyek atau sasaran pembangunan dapat diselesaikan.
Dan penyelesaian proyek tersebut adalah jauh lebih cepat, sehingga dengan demikian
kita akan dapat berpindah sasaran dan target suatu rencana pembangunan sektor atau
proyek ke rencana pembangunan lainnya.
(3) Dengan selesainya beberapa sektor atau proyek pembangunan dalam waktu yang
relatif lebih cepat itu, maka akan dapat diciptakan atau diperoleh kenaikan-kenaikan
produksi serta surplus produksi maupun dana pembangunan yang dihasilkannya.
Kenaikan surplus ini akan dapat digunakan lagi sebagai dana baru bagi penanaman
modal pada pembangunan sektor atau proyek lainnya yang akan dibangun menurut
perioritas berikutnya. Dan disamping itu juga tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman
telah dapat diciptakan dan sudah semakin berkembang, baik tenaga
ahli/berpengalaman dibidang perencanaan maupun dalam bidang pelaksanaan dan
pengawasan atas jalannya pembangunan diberbagai proyek serta lapangan
perekonomian dalam rangka pembangunan.
Disamping kebaikan dan alasan-alasan yang membenarkan atas memperkuat
dipakainya konsep priority tersebut, tentu terdapat pula kelemahan-kelemahan atau
kekurangan-kekurangannya, yang antara lain diantaranya adalah:
(1) Seringkali pula penentuan proyek-proyek yang diberi prioritas untuk dibangun itu
tidak atau kurang didasarkan atas perhitungan-perhitungan ekonomis, tetapi lebih
banyak ditentukan atas dasar kepentingan atau pertimbangan sosial politis,
penyebaran pembangunan dan sebagainya.
(2) Dengan adanya penentuan prioritas tersebut, tentu ada departemen atau daerah-daerah
yang usul-usul proyek pembangunannya terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan. Ini
berarti kemungkinan terdapatnya kekecewaan bagi departemen atau daerah yang
bersangkutan yang merasa seolah-olah dirugikan atau dianak tirikan.
(3) Seringkali dengan konsep periority ini perhatian pemerintah lebih banyak tertuju
kepada proyek-proyek atau bidang-bidang pembangunan yang besar-besar saja dan
sebaliknya mengabaikan proyek yang kecil-kecil atau kurang menonjol, sungguhpun
ini tidak kurang pentingnya dan bahkan seringkali pula sangat mempengaruhi
jalannya perekonomian secara keseluruhannya.
60
(4) Dengan konsep periority tersebut, hampir seluruh perhatian pemerintah dan
masyarakat tertuju kepada proyek-proyek atau usaha-usaha yang baru saja sehingga
sumber-sumber keuangan tertuju untuk keperluan ini saja. Sebaliknya perhatian
terhadap perbaikan serta pemeliharaan (maintenance) bagi sektor atau proyek
perekonomian yang ada sangat kurang sekali.
Ingat: Kurangnya atau hampir tidak adanya biaya pemerintah atas jalan-jalan,
gedung-gedung dan sebagainya (baik yang lama maupun yang baru) sehingga lebih
mempercepat proses kerusakan proyek-proyek pembangunan yang bersangkutan.
61
Bab X
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PRINSIP-PRINSIPNYA
Dalam perencanaan pembangunan, persoalannya yang utama diantaranya yang
mengenai berapa besarnya modal yang dibutuhkan, darimana diperoleh uang/modal
untuk membiayai pembangunan dan bagaimana cara-caranya dalam hal pembiayaan
tersebut. Jadi yang merupakan masalah pokok disini yang pertama ialah menentukan
berapa besarnya modal dan sumber produksi lainnya yang dibutuhkan, hal mana pertama-
tama tergantung kepada target (sasaran, tujuan)nya daripada pembangunan yang hendak
dicapai. Misalnya: dengan target sektor-sektor ekonomi dan proyek-proyek apa yang
akan dibangun, dengan target akan menaikan pendapatan nasional sebesar berapa pada
masing-masing sektor dan proyek secara keseluruhan obyek pembangunan, akan
mengadakan ekspor dan impor sebesar berapa dan sebagainya.
Kemudian setelah menetukan target tersebut, aspek yang harus
diperhatikan/diperhitungkan ialah tentang berapa besarnya faktor produksi yang
dibutuhkan. Masalah ini adalah bertalian dengan/disebut “financing in real term”
(pembiayaan dalam arti riil). Pembiayaan dalam arti riil ini adalah berupa segala
pemakaian/pengeluaran dalam menyalurkan human resources (seperti: tenaga kerja,
keahlian, pengalaman, kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan sebagainya) dan non-
human resources (seperti: bahan-bahan mentah, tenaga mesin, alat-alat lainnya dan
sebagainya) untuk mencapai atau melaksanakan target tersebut. Tetapi didalam
money/market economy, soal pembiayaan tersebut menjelma menjadi persoalan
moneter, yaitu pembiayaan in money terms (baik dalam mata uang dalam negeri/rupiah
maupun devisa), karena umumnya cara menyalurkan resources yang dibutuhkan untuk
berproduksi dan pembangunan tersebut adalah dengan cara membeli/membayar sumber-
sumber produksi tersebut dari pemilik-pemiliknya seperti: dari buruh/pegawai, manager,
teknisi dan sebagainya, yang menerima upah, gaji, honorium dan sebagainya. Maupun
dari pemilik tanah, gedung dan sebagainya yang disewa/dibeli ataupun untuk bahan-
bahan mentah, mesin dan sebagainya yang dibeli dipasar.
Agar supaya target itu berhasil, maka planningnya haruslah disesuaikan dengan
realitas dan tidak didasarkan pada impian dan harapan-harapan belaka. Dalam hal ini
haruslah diadakan hubungan yang erat sekali antara target dan sumber-sumber/faktor-
faktor produksi yang tersedia. Jika hal tersebut tidak dilakukan atau jika rencananya
dilakukan secara terpisah-pisah/tersendiri-sendiri, maka seringkali hasilnya tidak akan
sesuai dengan apa yang direncanakan dan dicita-citakan ataupun akan gagal sama sekali.
Dalam hubungan masalah pembiayaan dan target pembangunan ini adalah penting
sekali diketahui cara-cara dan pengaturan pembiayaan tersebut dengan melalui suatu
Rencana Pembangunan Ekonomi secara menyeluruh (over all) maupun perinciannya
per sektor dan per proyek. Definisi dari Economic Planning (Perencanaan Pembangunan
Ekonomi);
“adalah suatu perencanaan dan pengaturan kegiatan-kegiatan ekonomi yang terpimpin
oleh aparatur masyarakat melalui suatu skema (bagan) yang menerangkan secara
kwantitatif proses produksi yang seharusnya dijalankan selama jangka waktu tertentu”
62
Proses ini harus dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga terjamin
penggunaan yang sebaik-baiknya dalam keseluruhannya atas sumber-sumber yang
tersedia serta dihindarkan keperluan-keperluan yang arah dan sasarannya bertentangan
satu sama lainnya.
Mengenai perencanaan pembangunan ekonomi ini, W.A Lewis dalam bukunya:
“The Principles of Economic Planning” membagi atau mengklasifikasikan dua macam
bentuk planning, yaitu:
1. Planning through the market (perencanaan melalui pasar atau disebut pula
Planning by inducement).
2. Planning by direction (perencanaan dengan pimpinan sentral).
Ad.1. Planning through the market (planning by inducement)
Dalam perencanaan melalui pasar ini, pemerintah membuat rencana produksi dan
pembangunan perekonomian keseluruhannya dengan memelihara berjalannya pasar
bebas dan mekanisme pasar sejauh mungkin. Jadi disini pemerintah membuat
perencanaan ekonomi dan pembangunan, sasaran pembangunan, merencanakan target-
target produksi dan sebagainya. Sedangkan pelaksanaan keseluruhannya atau sebagian
besar diserahkan kepada pihak swasta dan masyarakat pada umumnya. Dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi dan pembangunan, pemerintah disini hanyalah
mengarahkan dan mengawasi saja ataupun ilkut campur tangan secara tidak langsung,
yaitu dengan mempengaruhi dan mengawasi berjalannya mekanisme pasar, sehingga
arah dan target produksi akan berjalan sesuai dengan apa yang menjadi sasaran dan target
dalam perencanaan pembangunan ekonomi yang telah disusun.
Jadi didalam sistem planning through the market ini, pada prinsipnya
dilaksanakan kegiatan ekonomi terutama diserahkan kepada private enterprise
(perusahaan-perusahaan atau usaha-usaha perorangan/swasta) serta kekuatan
pasar/mekanisme pasar, kekuatan demand dan supply dalam pasar. Untuk mengatur serta
mengarahkan sektor produksi, pemerintah seringkali menjalankan cara-cara incentive
(yang bersifat mendorong/merangsang) dan disincentive (yang bersifat tekanan/yang
mematahkan semangat), yaitu:
1. Tindakan atau cara-cara incentive itu misalnya ialah dengan melalui/melakukan
tindakan-tindakan:
a. Pemberian subsidi seperti dengan memberikan bantuan peralatan modal,
penyaluran bahan-bahan mentah dengan harga yang murah, seperti penyaluran
pupuk, benang dan sebagainya.
b. Dengan memberikan keringanan-keringanan pajak, fasilitas kredit dengan
tingkat bunga yang rendah dan sebagainya. Pemberian-pemberian
incentive ini dimaksudkan untuk dapat mendorong/merangsang kenaikan
63
produksi tertentu yang diharapkan pemerintah, sesuai dengan apa yang
direncanakan (ditargetkan).
2. Tindakan atau cara-cara disincentive, misalnya dengan:
a. Mengenakan pajak yang lebih tinggi terhadap produksi dalam negeri
tertentu.
b. Mengenakan bea masuk yang tinggi misalnya terhadap barang-barang lux,
minuman keras dan sebagainya. Segala tindakan ini dimaksudkan untuk
mengurangi atau mengekang kenaikan atau bertambahnya produksi tertentu,
yang karena hal-hal tertentu, misalnya karena tak baik bagi kesehatan,
kurangnya devisa, dan sebagainya menyebabkan lebih cepat
perkembangan/kenaikan produksinya daripada apa yang telah menjadi target
dalam rencana. Sungguhpun tindakan-tindakan ini bersifat disincentive, tetapi
disini tidak ada unsur paksaan secara langsung didalam membatasi kenaikan
atau pertambahan produksi yang bersangkutan.
Sebagai contoh tindakan pemerintah dalam planning through ini adalah sebagai
berikut: Jika pemerintah menginginkan dan merencanakan produksi menjadi lebih besar
daripada apa yang telah dihasilkan atau diperkirakan dapat dihasilkan masyarakat maka
pemerintah memberikan incentive. Misalnya: Produksi tekstil yang dapat disediakan
sebesar 400 juta meter tekstil, sedangkan yang dibutuhkan dan jadi target produksi tahun
yang bersangkutan 600 juta meter; maka untuk menaikan atau mendorong produksi
tekstil tersebut dalam masyarakat, pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan-
perusahaan pertekstilan, seperti berupa:
a. Penyaluran benang tenun dengan harga murah, menekan ongkos sehingga
akan dapat mendorong perusahaan yang bersangkutan untuk meningkatkan
produksinya.
b. Memberikan kredit Bank dengan bunga rendah pada usaha perstektilan dan
sebagainya.
Begitu juga misalnya jika pemerintah ingin merangsang ekspor supaya dapat
mencapai target ekspor tertentu (yang dimaksudkan untuk mencapai target penerimaan
devisa tertentu). Dalam hal ini pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan untuk
mendorong ekspor (disebut: expor drive) misalnya:
a. Dengan memberikan keringanan pajak ekspor
b. Memberi subsidi kepada perdagangan ekspor, atau dapat juga dengan
c. Merubah kurs mata uang asing (dengan kebijaksanaan devaluasi), sehingga ini
akan dapat mendorong ekspor.
64
Catatan: Devaluasi adalah kebijaksanaan pemerintah suatu negara untuk menurunkan
nilai mata uang sesuatu negara (mata uang dalam negeri) dibandingkan dengan mata uang
luar negeri, dengan perkataan lain kurs mata uang asing dinaikan. Misalnya, semula $1,-
= Rp 2.450,- dengan devaluasi, kurs dirubah menjadi $ 1,- = Rp 2.800,- mak dengan
demikian para eksportir yang menghasilkan devisa akan mendapat rupiah (mata uang
dalam negeri) yang lebih banyak untuk setiap unit devisa hasil ekspornya, dibandingkan
dengan sebelum diadakan devaluasi.
Sehubungan dengan tindakan-tindakan dis-insentive, maka jika pemerintah ingin
mengurangi atau membatasi produksi tertentu dalam masyarakat, karena menganggap
produksi tertentu secara relatif sudah terlalu banyak atau karena supaya jangan terjadi
pemborosan biaya atau pemakaian sumber-sumber produksi kearah produksi barang-
barang yang kurang essensial dan lain sebagainya, maka dalam rencana target produksi
(persediaan produksi) tersebut dalam masyarakat diadakan rencana-rencana pembatasan
atau pengurangannya. Dalam hal ini pemerintah dapat bertindak dengan mengenakan:
(a) Pajak yang tinggi atas hasil-hasil produksi yang bersangkutan,
(b) Dalam pemberian kredit bank dibatasi jumlahnya serta dengan tingkat bunga
yang sangat tinggi.
Contoh lain adalah dalam bentuk pembatasan impor barang-barang lux atau yang sangat
lux seperti: mobil-mobil mewah, Televisi, Piano, Kulkas dan sebagainya yang umumnya
oleh pemerintah dikenakan bea impor yang sangat tinggi. Dengan demikian akan dapat
dikekang konsumsi barang-barang mewah serta dapat dihemat pemakaian devisa.
Jadi pada dasarnya dengan sistem planning ini pemerintah bertindak secara politik
moneter serta politik perpajakannya. Dalam pelaksanaan sistem planning through the
market ini, memang seringkali terjadi kesukaran-kesukaran dalam bidang produksi,
terutama karena adanya immobilitas daripada sumber-sumber produksi pada saat tertentu
dan pada lingkungan/sektor tertentu. Maka dalam hal ini, untuk sementara dapat dan
perlu dijalankan sistem penggendalian harga serta sistem kupon (penjatahan), yang
berarti tidak berjalannya mekanisme harga pada sektor-sektor atau produksi tertentu itu.
Akan tetapi tindakan ini hanyalah bersifat sementara, dan sejalan dengan itu
secepatnya harus dijalankan usaha-usaha untuk melenyapkan kekurangan-kekurangan
atau hambatan-hambatan tersebut (disebut bottlenecks) dan berusaha menaikan
supply/produksi secara effesiensi produksi. Setelah kesukaran-kesukaran serta hambatan-
hambatan tersebut dapat diatasi, maka menurut sistem planning ini jalannya
perekonomian segera harus diserahkan kembali kepada mekanisme pasar.
Ad.(2). Palanning by Direction
Dalam sistem ini terdapat pengaturan serta pimpinan secara sentral (oleh
pemerintah pusat) yang mengatur serta menguasai seluruh bidang perekonomian dalam
pelaksanaan produksi dan pembangunan ekonomi. Pemerintah pusat membuat
perencanaan-perencanaan secara menyeluruh yang mengatur proses produksi (secara
65
kwantitatif) dengan target-target tertentu yang direncanakan selam jangka waktu tertentu.
Pelaksanaan pembangunannya dengan pimpinan pemerintah secara langsung.
Tetapi dalam pelaksanaannya, perencanaan yang dilakukan dengan pimpinan
secara sempurna (sepenuh-penuhnya) sukar untuk dilaksanakan. Maka dari itu dalam
pelaksanaannya umumnya diserahkan atau didelegir kepada pemerintah daerah,
perusahaan negara serta lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang bersangkutan dengan
itu. Dalam hal ini badan-badan/lembaga-lembaga pemerintah tersebutlah yang
merencanakan, menyelenggarakan dan mengatur serta mengontrol jalannya
perekonomian secara terperinci dan ke segala bahagian-bahagiannya.
Dalam sistem planning ini pemerintah secara direct (langsung) dapat dengan lebih
nudah menyesuaikan target dengan pelaksanaan produksinya. Jika misalnya target
produksi tekstil 600 juta meter pertahun, sedangkan produksi yang dihasilkan
perusahaan-prusahaan hanya sebesar 400 juta meter, maka perusahaan-perusahaan
tersebut “dipaksakan” untuk menaikan produksinya dengan bekerja keras, dengan
menggerakan segala dana dan daya dan sebagainya menjadi 600 juta meter, bukan lagi
dengan cara memberikan insentif seperti yang terdapat dalam sistem planning through the
market. Hal ini lebih mudah dilaksanakan karena sektor produksi dimiliki dan dikuasai
oleh negara.
Sistem planning ini umumnya terdapat dinegara totaliter atau dinegara sosialis
dengan sistem central planning. Contoh utama ialah: negara Sovjet Rusia dan RRC.
Sektor industri: Misalnya dalam produksi barang-barang modal seperti mesin-mesin,
traktor, instalasi listrik, pabrik besi dan baja dan sebagainya. Pada periode
pembangunannya negara tersebut memaksakan agar produksi barang modal tersebut
sesuai dengan/dapat mencapai target yang direncanakan sungguhpun hal itu
menimbulkan penderitaan atau pengorbanan yang besar dikalangan masyarakat.
Sektor pertanian, untuk mencapai target produksi pertanian, seperti gandum, padi,
bahan-bahan mentah dan sebagainya secara direct pemerintah memaksa petani-
petani/buruh-buruh untuk bekerja keras dalam proyek-proyek pertanian pemerintah guna
dapat meningkatkan produksi (RRC: kommune) sehingga dapat mencapai target yang
dikehendaki dan direncanakan. Lain halnya dibeberapa negara sosialis laiinya seperti
Yugoslavia. Didalam karangan Prof. Sadli dan Prof. Subroto dalam judul “Tata
Ekonomi Yugoslavia” disebutkan bahwa: Ternyata disana mereka telah kembali kepada
penggunaan mekanisme pasar dalam hal mengatur jalannya perekonomian serta
pembangunan ekonomi negara tersebut. Tetapi sejalan dengan itu ada pula lapangan-
lapangan perekonomian yang semata-mata diatur dan diselenggarakan oleh negara.
Disana perusahaan-perusahaan dalam batas-batas tertentu bebas untuk menjalankan
usahanya dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Dan ternyata penggunaan
mekanisme pasar pada (sebagian besar) lapangan perekonomian di Yugoslavia itu
didalam membangun perekonomiannya telah membawa hasil yang gemilang. Jadi
sungguhpun negara Yugoslavia itu merupakan negara sosialis, tetapi dialam pengaturan
perekonomiannya serta membangun ekonominya, mereka menggunakan sistem planning
tersebut secara simultan, yaitu pada lapangan-lapangan ekonomi dapat dipakai prinsip
planning through the market sedangkan pada lapangan ekonomi lainnya dipakai sistem
planning by direction.
66
Bab XI
SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Sumber-sumber pembiayaan pembangunan suatu negara yang mempunyai
struktur ekonomi yang bersifat terbuka, dan dilihat dari segi asalnya pembiayaan tersebut
dapat dibagi atau dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu:
1. Sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri (Domestic
Financial/Financing Resources).
2. Sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri (Foreign Financial
Resources )
Ad.1. Domestic Financial Resources
Yang termasuk didalam golongan Domestic Financial Resources ini adalah
sebagai berikut:
(1) Tabungan yang bersifat sukarela (voluntary saving), yaitu berupa:
a. Personal Saving (tabungan perseorangan) yaitu bagian daripada
pendapatan perseorangan yang dilakukan secara sukarela, disimpan
sendiri dirumah atau disimpan di Bank dan sebagainya. Y = C + S,
berarti S = Y – C
b. Business Saving (oleh pemerintah), terutama berupa bagian dari
keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan kepada peserta
perusahaan, tapi disimpan dalam perusahaan sebagai cadangan atau
untuk memperluas usaha perusahaan.
c. Public Saving (oleh pemerintah), yaitu berupa penerimaan dalam
negeri dikurangi pengeluaran rutin pada APBN atau dapat
dilambangkan sebagai (T – G). Dimana T = Penerimaan pemerintah
dari Pajak (langsung & Tak langsung) plus penerimaan bukan pajak.
Sedangkan G = Pengeluaran rutin pemerintah seperti Gaji Pegawai,
Pensiunan dan sebagainya, ataupun berupa bagaian dari pengeluaran
pemerintah yang tidak ditujukan terhadap pengeluaran barang-barang
konsumsi, akan tetapi tertuju sebagai investasi dalam pembangunan
oleh karena ia merupakan bagaian dari Anggaran Negara.
(2) Tabungan Secara Paksa/terpimpin (forced saving). Dapat berupa tindakan-
tindakan pemerintah yang dilakukan dengan jalan:
67
a. Inflasi
b. Perpajakan
c. Kerja Paksa (dengan pengerahan forced labour) atau pengerahan
tenaga disguised unemployment.
(3) Pinjaman Negara (public borrowing) yaitu berupa pinjaman yang dilakukan
oleh pemerintah kepada masyarakat, dengan pengeluaran surat-surat obligasi
pemerintah (sukarela) dan bisa juga secara paksa seperti dengan sanering
uang, pembekuan sebagian uang simpanan di Bank.
(4) Foreign Trade Earning, yaitu berupa penerimaan atau pendapatan yang
berupa devisa, sebagai hasil dari perdagangan luar negeri atau hasil ekspor
produksi dalam negeri keluar negeri.
Ad.2. Foreign Financial Resources
Yang termasuk didalam golongan sumber-sumber pembiayaan luar negeri
(Foreign Financial Resources) ini adalah sebagai berikut:
(1) Pinjaman/kredit luar negeri (foreign loans atau foreign credits) adalah
berupapinjaman-pinjaman/kredityang berasal dari luar negeri baik dari badan-
badan partikulir, dari pemerintah negara lain/asing ataupun dari badan-badan
internasional seperti:
IMF (International Monetary Fund = Dana Moneter Internasional). IBRD (International Bank for Reconstruction and Development = Bank Dunia)
ADB (Asian Development Bank = Bank Pembangunan Asia)
a. Pinjaman Biasa, yaitu pinjaman yang harus dibayar oleh negara yang
bersangkutan/peminjam dalam jangka waktu tertentu ataupun setelah
habisnya suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan kontrak, dengan
membayar bunga tahunannya dan seluruh jumlah pinjamannya.
b. Production Sharing, yaitu berupa pinjaman dan kerjasama
pembangunan proyek-proyek/industri/industri tertentu, yang pembayaran
kembali atau pengembalian pinjaman tersebut beserta bunganya adalah
dari/dibayar dengan hasil langsung proyek-proyek atau industri-industri
yang bersangkutan.
(2) Penanaman Modal asing (Foreign Investment), yaitu penanaman
modal/investasi modal langsung dari luar negeri kedalam proyek-proyek
pembangunan tertentu, seperti pada lapangan usaha ekonomi, contoh dalam
bidang Pertambangan, Perkebunan, Industri besar seperti Ban Mobil serta
perlengkapannya, bahan-bahan kimia dan lain sebagainya.
(3) Pemberian Luar Negeri (Grants atau Donations). Pemberian luar negeri
yang dapat berupa pemberian dana/uang maupun dalam bentuk barang-barang
68
modal dan barang-barang konsumsi. Donasi ini dapat diberikan oleh pihak
pemerintah atau badan-badan swasta luar negeri (rockefeller Fondation, Ford
Fondation dan sebagainya) ataupun badan-badan internasional seperti dalam
bentuk “Colombo Plan”.
Yang ditinjau/diuraikan lebih lanjut hanyalah beberapa sumber pembiayaan dan
hal-hal yang sehubungan dengan itu, yang memegang peranan penting dalam
pembangunan ekonomi negara-negara terbelakang. Pertama-tama sumber-sumber
pembiayaan berupa forced saving dengan jalan “inflasi”.
Pembiayaan dengan cara “inflasi” ini merupakan forced saving oleh karena
pembiayaan cara ini seperti dengan pencetakan uang (money creation) serta peredarannya
yang lebih banyak dalam masyarakat, akan menyebabkan terjadinya “inflasi” yaitu
berupa kenaikan-kenaikan tingkat harga yang terjadi terus menerus. Hal ini menyebabkan
terjadinya “saving” secara paksa dalam masyarakat dalam arti bahwa adanya
pengurangan/penurunan tingkat konsumsi (riil) dari masyarakat, yang timbul karena
terpaksa akibat dari kenaikan-kenaikan harga tersebut.
Misalnya, dengan pengambilan uang maka oleh pemerintah pada bank atau
dengan mencetak uang baru guna membiayaai pembangunan (pada kebijaksanaan deficit
financing oleh pemerintah), maka uang yang beredar dalam masyarakat bertambah. Oleh
karena itu tambahan peredaran uang itu belum dapat ditampung atau diimbangi
dengan/oleh persediaan barang-barang dalam jangka pendek, maka harga-harga akan
naik. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan masyarakat untuk mengkosumer
barang-barang yang berarti tingkat konsumsi menjadi tertekan. Tertekannya atau
berkurangnya konsumsi (riil) ini berarti seolah-olah adanya kenaikan tingkat saving
dalam masyarakat, sungguhpun hal ini sudah diciptakan/diambil sebelumnya oleh
pemerintah, berupa cetakan uang baru atau pinjam uang dari Bank-bank: Y = C + S
(seolah-olah).
Mengenai sebab-sebab (sumber-sumber) yang menimbulkan terjadinya inflasi ada
bermacam-macam:
a. Ada yang Dari segi demand, seperti: karena semakin banyaknya peredaran
uang atau supply uang yang beredar dalam masyarakat akibat pengeluaran
pemerintah dengan menciptakan uang baru serta perluasan kredit oleh Bank-
bank, karena kenaikan money income dalam masyarakat, pertambahan
pengeluaran (uang) perusahaan-perusahaan, karena kenaikan penerimaan hasil
ekspor dan sebagainya.
b. Ada yang Dari segi supply, yaitu karena sulitnya menaikkan produksi. Hal ini
disebabkan antara lain, karena faktor-faktor produksi yang tersedia terbatas
atau kuarang sekali; kurangnya mesin-mesin/peralatan modal yang ada,
kurangnya tenaga-tenaga buruh yang terlatih dan terdidik, kurangnya tenaga-
tenaga skill, masalah kesulitan transport dan sebagainya.
Sungguhpun ada banyak sumber-sumbernya, tetapi yang memegang peranan
penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang menyebabkan tekanan-tekanan
69
inflasi dari segi demand khusus dari segi kebijaksanaan pemerintah adalah 3
sumber/sebab, yaitu:
(1) Sumber dari sektor Perbankan
Kebijaksanaan pemerintah dalam hal mempermudah dan memperbesar pemberian
kredit oleh Bank-bank. Kebijaksanaan ini disebut: Easy Money Policy (sebagai
lawannya adalah tight money policy). Hal ini pada umumnya sehubungan dengan
atau berdasarkan pada permintaan-permintaan/kebutuhan-kebutuhan akan kredit yang
besar pada perusahaan-perusahaan/pihak-pihak swasta maupun perusahaan negara
guna melaksanakan kegiatan-kegiatan atau usaha-usahanya dalam bidang industri,
perdagangan dan sebagainya.
(2) Sumber dari sektor Pemerintah
Kebijaksanaan pembangunan pemerintah dengan menjalankan pembiayaan melalui
Anggaran Belanja Negara yang defisit. Dalam hal ini sungguhpun penerimaan
pemerintah tidak begitu besar, akan tetapi pengeluarannya untuk keperluan
pembangunan dan sebagainya adalah jauh lebih besar ( G < T ). Dan pada umumnya
ini terjadi dengan mencetak uang baru pada Bank Sentral. Kebijaksanaan ini disebut:
“Deficit Financing Policy”. Kebijaksanaan ini banyak sekali dijalankan oleh negara-
negara yang sedangmembangun perekonomiannya.
(3) Sumber dari sektor Perdagangan Luar Negeri
Kebijaksanaan perdagangan luar negeri dapat menghasilkan lebih banyak ekspor dari
impor dalam jumlah yang besar. Demikian pula kenaikan harga bahan-bahan mentah
secara drastis akan dapat berakibat surplus ekspor. Kesemuanya akan berakibat
meningkatnya penerimaan devisa, dan semakin besar/banyaknya uang yang beredar
didalam negeri.
70
Bab XII
INFLASI DAN PEMBANGUNAN
Pada negara-negara yang sedang membangun banyak dijumpai cara-cara
pembiayaan pembangunan perekonomiannya dengan cara inflasi tersebut. Akan tetapi
dalam hal ini kita harus membedakan dua keadaan, yaitu:
1. Adanya tekanan-tekanan inflasi (Inflation pressures atau repressed
inflation).
2. Adanya inflasi yang tak terkendalikan (Open inflation atau run away
inflation atau hyper inflation).
Pada umumnya pada negara-negara yang sedang menjalankan pembangunannya
selalu dialami tekanan-tekanan inflasi, dengan perkataan lain inflasi itu merupakan suatu
hal yang wajar dan tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan oleh karena didalam
proses pembangunan itu selalu dikeluarkan pembiayaan-pembiayaan yang besar (yang
pada kebanyakan hal dari pencetakan uang baru) untuk membangun industri-industri atau
proyek-proyek pembangunan lainnya. Sebaliknya kenaikan produksi tidak dapat dicapai
dalam jangka waktu yang pendek. Akibatnya ialah tidak lagi terdapat perimbangan antara
supply uang yang beredar dengan persedian barang-barang, sehingga terjadi kenaikan-
kenaikan harga. Akan tetapi kenaikan-kenaikan harga ini akan dapat ditanam atau ditekan
kembali bilamana produksi dari proyek-proyek pembangunan itu telah dapat
mengimbangi jumlah uang yang beredar lagi (kembali).
Oleh karena itulah maka banyak orang-orang berpendapat bahwa pembiayaan
dengan inflasi serta tekanan-tekanan inflasi itu sendiri didalam batas-batas tertentu dan
selama masih dapat dikendalikan, masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat
membawa kehidupan ekonomi kearah yang lebih majau dan tingkat hidup yang lebih
tinggi.
Akan tetapi bilamana pembiayaan dengan inflasi itu sangat besar sekali serta
bilamana inflasi itu sudah menjelma menjadi inflasi terbuka (open inflation) atau run-
away inflation yang tidak terkendalikan, yaitu bilaman terjadi kenaikan harga barang-
barang/produksi dan ongkos-ongkos produksi terus menerus, dengan perkataan lain:
Terjadi kejar mengejar antara kenaikan upah dan ongkos-ongkos produksi lainnya dengan
harga barang-barang, maka dalam keadaan ini seluruh perekonomian dan kehidupan
masyarakat akan terancam.
Kalau terjadi hal yang demikian ini, maka akan banyak menimbulkan efek-efek
yang buruk akibat inflasi tersebut, seperti antara lain:
(a) Tekanan beban hidup masyarakat serta penderitaan rakyat banyak pada
umumnya, yaitu rakyat yang berpendapatan rendah dan berpendapatan tetap.
71
(b) Kurangnya hasrat pengusaha untuk bergiat dibidang produksi/industri dan
umumnya lebih menyukai usaha-usaha dagang serta usaha-usaha lainnya
dimana keuntungan yang besar dapat diperoleh dengan cepat.
(c) Banyak/sering terjadinya usaha-usaha manipulasi dan spekulasi dalam barang-
barang kebutuhan masyarakat.
(d) Suasana inflasi itu akan menghambat/memacetkan banyak usaha-usaha
dibidang pembangunan, karena melesetnya kalkulasi biaya pembangunan
tersebut.
(e) Inflasi tersebut akan mengurangi/menyebabkan tidak adanya keinginan untuk
menabung, dan lain sebagainya.
Oleh karena terjadinya akibat-akibat/efek-efek yang buruk sebagai akibat dari
adanya inflasi (open inflation) yang tak terkendalikan itu, maka dalam hal ini pemerintah
perlu segera/cepat bertindak. Tindakan-tindakan atau kebijaksanaan pemerintah didalam
membendung/mengatasi inflasi tersebut ada bermacam-macam, yang pada garis besarnya
dapat digolongkan kedalam 3 macam tindakan:
(1) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan moneter
(2) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan fiskal
(3) Kebijaksanaan atau tindakan-tindakan non-moneter
I. Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN, Serta
Jurusan Terkait Bidang EKONOMI:
02 27 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP I to KOPTIS Wilayah III Jakarta Files: 003 01 Perspektif Ekonomi Indonesia Dalam satu tahap pembangunan Jangka Panjang
004 02 Analisis Fungsi Tabungan Indonesia: Pengujian Model Hipotesa Pendapatan Permanen
005 03 Expor Kommoditi Primer Pulau Sumatera Lamam Perdagangan Luar Negeri Indonesia
006 04 Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia 1969-1994 007 05 Pekiraan Pembentukan Modal Di Indonesia
008 06 Kebijaksanaan Deregulasi Perbankan Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
009 07 Instabilitas Perdagangan Luar Negeri Indonesia
010 08 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dan Ketergantungan Terhadap Dana Luar Negeri
011 09 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Diantara Modal Dan Tabungan
012 10 Pengukuran Kondisi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Stedy-State Growth
013 11 Modal Asing Swasta Dan Pembentukan Investasi Produktif Dalam Pembiayaan Pembangunan
014 12 Trade-Off Antara Penerimaan Pajak Dan Kemampuan Menabung Masyarakat
015 13 Mobilisasi Tabungan Dan Investasi suatu Ekonomi Terbuka: Studi Kasus Indonesia 1969-1995
016 14 Pengaruh Pendapatan Permanen Dalam Pembentukan Tabungan
017 15 Peranan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
018 16 Analisis Fungsi Konsumsi Indonesia Dengan Pendapatan Permanen 019 17 Pembiayaan Ekonomi Dalam Negeri Diantara Keinginan Dan Kenyataan
020 18 Sektor Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Kegiatan Ekonomi
021 19 Reformasi Kebijaksanaan Makro Dan Pengaruh Ekonomi Sektor Terbuka
022 20 Keseimbangan Pendapatan Nasional: Investasi Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi
023 21 Analisis Pengaruh Pembentukan Tabungan Suatu Ekonomi Terbuka
024 22 Pengaruh Aliran Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
025 23 Perkiraan Kebutuhan Investasi Dan Pengukuran Tinggal Landas
026 24 Kemampuan Pembentukan Modal Domestik: Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
027 25 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Akumulasi Sumber Pembiayaan Pembangunan
028 26 Kualitas Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Dilema Ketergantungan Sumber Dana
029 27 Investasi Dan Pembiayaan Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
91
004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara
031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth
034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif
035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen 036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan
037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen
038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia
039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan
040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)
041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka
042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)
043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia
044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal
046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana
047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor) 048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana
049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia
050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi
051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera
052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan
054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada
Kemampuan Sendiri
055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan
056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan
057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi 058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional
059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat
061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi
Aliran Dana Luar Negeri
062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan
005 10 BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Files: 064 01 BUKU AJAR Pengantar Teori Ekonomi
065 02 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Pengantar Teori Ekonomi
066 03 BUKU AJAR Teori Ekonomi 067 04 BUKU AJAR Ekonomi Pembangunan
068 05 BUKU AJAR Pengantar Ekonomi Mikro
069 06 BUKU AJAR Ekonomi Makro Perthitungan Pend Nasional
070 07 BUKU AJAR Teori Ekonomi Mikro
071 08 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Teori Ekonomi Mikro
073 09 BUKU AJAR Ekonomi Manajerial
074 10 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Ekonomi Manajerial
92
II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi
Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Hasil Estimasi
File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Non-Estimasi
File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi
File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA
Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA
Subject: Request for Cooperation in Publishing Text Books in MANAGERIAL
ECONOMICS: Application of Microeconomic Concepts Using Estimation
Result Function (242 halaman)
008 3 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2010 Files: 079 01 Evaluasi Ekonomi Indonesia di Era Pembangunan Berkelanjutan
080 02 Evaluasi Ekonomi 50 Tahun Indonesia Membangaun 081 03 Kebutuhan Tabungan Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
009 4 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2012 Files: 082 01 Pengembangan Ekonomi Dan Pengaruh POLIIK Di Era Kepemimpinan INDONESIA
083 02 Prestasi Ekonomi INDONESIA Jangka Panjang Dan Pencapaian Kondisi STEADY-
STATE GROWTH
084 03 Perkiraan Kebutuhan Tabungan Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi Yang Hendak Dicapai
085 04 Pengendalian Ekonomi Ditengah Ancaman Krisis Dan Dilema Keterbatasan Sumber
Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010 Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
93
011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010 File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010
Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna
Kendaraan Pribadi Dan Umum
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)
File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010 atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)
File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010
atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung
Pandang
012 14 Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI, Tahun 2011 File 093 01 Proposal 11h Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia 2011
Atau 093 01 Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia Dan Investasi Produktif Yang Diperlukan
File 094 02 Proposal 10h Jasa Angkutan Rel 2011
Atau 094 02 Menasionalisasikan Jasa Angkutan Rel Dan Investasi Yang Dibutuhkan
File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011
Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia
File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011
Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik
File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia
File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik
File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau
File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik
File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011
Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara
File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011
Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri
File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011
Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik
File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011 Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional
Atau 120 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 122 04 Laporan HASIL PENELITIAN 165h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 122 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017 Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
017 5 Jurnal HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017 File 125 01 Jurnal HASIL PENELITIAN 41h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 125 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 126 02 Jurnal HASIL PENELITIAN 35h PERUM DAMRI 2015
Atau 126 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Atau 128 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 130 04 Jurnal HASIL PENELITIAN 36h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 130 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey
Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt 134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt
Atau 146 04 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
File 148 05 Proposal 28h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016
Atau 148 05 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 150 06 Proposal 27h KERETA API PATAS PURWAKARTA 2017
Atau 150 06 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
020 2 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Hasil Pengembangan Model 2016 File 151 01 Proposal 33h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 151 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017 File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017
Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
Atau 154 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
97
Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan
didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN
ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan
keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.
KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah
dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai
MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar
mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan
juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai
bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah
Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF
(pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi, terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya
bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan
dalam sebuah Daftar Harga).
Ketentuan: Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS),
sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan
ilmiah yang disusun oleh Amrizal.
Selanjutnya, dengan cara memasukan/menuliskan 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal
ke dalam Google, maka akan didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisi Daftar
TULISAN ILMIAH tersebut, dengan contoh berikut:
Google 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal Cari
Adapun tujuan selanjutnya agar lebih leluasa/Mudah meng-unduh (Downloads)
keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam PDF (pada posisi jumlah sekarang),
cukup dengan cara meng-Copy masing-masing Nomor urut beserta nama file tersebut
ke dalam Google.
Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah
files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat