AMBIGUITAS GENITALIA DAN INTERSEKS
Tujuan pembelajaran Untuk memahami terminologi yang dipakai pada
kondisi interseks Untuk memahami proses determinasi seks selama
embriogenesis Bisa mengkategorisasikan kondisi interseks Bisa
mengembangkan rencana penanganan pada anak dengan interseks
Pengantar Determinasi seks/kelamin yang diikuti oleh
diferensiasi seks merupakan serangkaian peristiwa beraturan yang
terkoordinasi dalam waktu dan ambang batas yang bergantung pada
jaringan yang melibatkan sejumlah gen dan hormon, terutama steroid
seks. Pemahaman terhadap proses ini menjadi dasar untuk investigasi
bayi baru lahir dengan ambiguitas genitalia. Banyak pengetahuan
tentang kontrol genetik pada determinasi kelamin dikumpulkan dari
penelitian individual dengan sindrom seks terbalik, seperti
disgenesis gonad XY total dan laki-laki XX. Hal yang sama pula
dengan penelitian individual dengan defek pada biosintesis atau
kerja steroid, menyumbangkan informasi tentang alur kerja terbaru
dari produksi steroid dan mode aksi hormonal pada lokasi targetnya.
Penetapan kelamin baik itu pria ataupun wanita cukup jelas pada
saat kelahiran pada mayoritas bayi. Jika hal ini tidak memungkinkan
oleh karena ambiguitas genitalia eksternal, maka amat penting untuk
ahli neonati, ahli anak endokrinolog dan ahli bedah anak/ urolog
untuk bekerja sama yang terkoordinasi satu sama lain untuk menolong
keluarga selama kesukaran fase awal penanganan hal tersebut.
Kebingungan lebih lanjut bisa disebabkan oleh pengunaan terminologi
yang gegabah dan dugaan yang tidak berdasar terhadap kelamin bayi.
Waktu amatlah penting dalam menegakkan keputusan akan penetapan
kelamin ini, tapi hendaknya tidak menghalangi protokol investigasi
yang adekuat pada pusat-pusat spesialis (Ogilvy-Stuart dan Brain
2004).
TerminologiSubyek interseks ini cukup membingungkan tanpa
menambah masalah lagi dengan menggunakan terminologi seperti
pseudo. Istilah female pseudo-hermaphroditism dan male
pseudo-hermaphroditism secara tradisional telah digunakan untuk
maskulinisasi individu XX dan kurang-maskulinisasi bagi individu
XY, tapi hendaknya istilah ini tidak lagi digunakan pada zaman
sekarang ini. Istilah hermaphroditism (hermafrodit) hendaknya
disimpan untuk menjelaskan ambiguitas genitalia pada individu yang
memiliki jaringan testikular dan ovarian (mengandung folikel).
Deskripsi semacam itu bisa diaplikasikan hanya jika dikonfirmasi
secara histologi untuk asal gonad. Ahli genetik menggunakan istilah
seks terbalik mendahului Xy atau XX. Pada bentuk komlitnya, tidak
dijumpai ambiguitas dari genitalia eksternal, seperti pada sindrom
insensitivitas-androgen komplit. Bentuk parsial dari seks terbalik
tipikalnya berhubungan dengan ambiguitas genetalia, seperti yang
terlihat pada hiperplasia adrenal kongenital. Deskripsi istilah
semacam itu mempertahankan pendekatan yang beraturan dalam
pemeriksaan kondisi interseks pada bayi baru lahir. Model pragmatis
yang dipakai pada bab ini ialah wanita maskulin (sebelumnya female
pseudo-hermaphroditism) dan pria kurang-maskulin (sebelumnya male
pseudo-hermaphroditism). Penetapan jenis kelamin pada saat
kelahiran merupakan atribut fisik yang tidak terlepas dari isu
gender. Bab ini tidak bertujuan untuk menghubungkan subyek
interseks dengan perkembangan psikoseksual paska lahir, tapi
penting untuk dicatat bahwa definisi berikut ini berhubungan erat
dengan pemahaman tentang penanganan ambiguitas genitalia: Penetapan
gender (seks/kelamin) : penegasan alokasi pria atau wanita pada
saat lahir.
Identitas gender: perasaan diri sendiri akan menjadi pria atau
wanita Peran gender : menekankan aspek perilaku dan preferensi
Orientasi seksual : sasaran gairah kepuasan seksual Atribusi gender
: penugasan seseorang sebagai pria atau wanita Disforia gender :
status transeksual
Transeksual tidak diperhitungkan pada konteks interseksual,
karena individu dengan disforia gender biasanya tidak dilahirkan
dengan ambiguitas genetalia. Akan tetapi, adalah mungkin bahwa
individu interseksual pada kehidupan lanjutnya bisa menjadi tidak
puas akan penetapan kelaminnya dan berharap untuk melakukan
pembedahan yang sesuai harapannya. Beberapa contoh dari wanita
maskulin dengan Kongenital adrenal hiperplasia (CAH) yang mana
telah ditetapkan sebagai wanita malah berharap untuk ditetapkan
sebagai pria seiring pertambahan usianya. Pengalaman jenis ini
menekankan pentingnya bagi para profesional yang berkerja dalam
bidang interseksual untuk mengumpulkan pengetahuan mereka untuk
data jangka panjang.
EmbriologiEmbriologi gonad dan traktus reproduksi telah
dijelaskan pada teks dasar dan bab ini hanya menyajikan beberapa
kunci proses yang penting (Grumbach dan kawan-kawan 2003). Area
ridge urogenital, secara genetik dikode dari sejumlah gen,
merupakan tempat perkembangan bukan hanya ginjal dan gonad saja,
tapi juga meliputi kelenjar adrenal. Ketika gen WT1 mengalami
gangguan, maka perkembangan ginjal dan gonad akan absen. Bila gen
SF1 mengalami gangguan, maka yang absen adalah kelenjar adrenal dan
gonad. Mutasi inaktivasi gen menyebabkan sindrom-sindrom seperti
sindrom Denys-Drash dan Frasier (WT1) dan seks terbalik XY yang
disertai gagal adrenal (SF1). Mesonephron merupakan kunci dalam
perkembangan testis sejak ridge urogenital telah terbentuk.
Mengikuti migrasi, sel-sel somatik meliputi sel-sel germinal
primordial yang bermigrasi dari yolk sac. Migrsi ektopik dari
sel-sel germinal bisa menyebabkan tumor sel-sel germinal pada waktu
lanjut. Proksimitas adrenal dan perkembangan gonad, dibuktikan oleh
letak ektopik dari sisa-sisa adrenal, yang umumnya diobservasi oleh
ahli bedah selama orchidopexy dan operasi hernia yang berdekatan
dengan testis. Pada pria dengan kontrol jelek kongenital adrenal
hiperplasia, seperti sisa-sisa adrena bisa tampak sebagai tumor
testikular. Fitur unik pada perkembangan gonad awal ialah sifat
bipotensialnya pada masa perkembangan. Status yang biasa-biasa saja
akan berubah pada masa gestasi 6 minggu, dengan penampakan pada
sel-sel Sertoli pada pria dan korda seminiferus dan adanya
pembuluh-pembuluh darah coelomic yang menonjol, yang berdekatan
dengan testis yang masih berkembang. Selanjutnya, sel-sel
interstitial akan berdiferensiasi menjadi sell Leydig yang
mensekresi steroid. Tidak ada diferensiasi semacam itu pada ovarium
yang sedang berkembang hingga beberapa minggu kemudian. Tidak
seperti pada testis, sel-sel germinal primordial amat esensial
untuk perkembangan ovarium fetus, tapi ovarium itu sendiri tidak
esensial bagi perkembangan fenotip wanita, sehingga memberi konsep
bahwa perkembangan kelamin fetus manusia pada dasarnya ialah
wanita. Genitalia internal juga bersifat bipotensi dengan
pengertian bahwa anlagen untuk perkembangan duktus genitalia
interna dijumpai sejak permulaan pada kedua jenis kelamin. Regresi
duktus Mullerian yang ditakdirkan untuk membentuk uterus dan tuba
falopi terjadi pada pria melalui aksi hormon anti-Mullerian (AMH)
ynag dihasilkan oleh sel-sel Sertoli. Aksi semacam ini juga terjadi
hanya pada masa kritis di antara 6-8 minggu gestasi, ketika AMH
terikat pada reseptor tipe II pada mesenkim Mullerian. Mutasi pada
AMH atau gen reseptor AMH akan menyebabkan sisa-sisa struktur
Mullerian , dan jika sebaliknya akan menghasilkan perkembangan pria
normal (Blackless dan kawan-kawan 2000). Androgen diproduksi oleh
testis fetus dengan konsentrasi besar dan bekerja secara lokal
dengan gaya parakrin dalam menstabilkan duktus Wolfii pada pria
untuk membentuk vas deferens, epididimis dan vesikula seminalis.
Duktus Wolfii akan beregresi pada wanita karena absennya androgen.
Genitalia eksterna juga berkembang dari anlage, dengan androgen
yang memegang peranan penting dalam diferensiasi tuberkel genital
menjadi penis, lipatan-lipatan uretra menjadi uretra penis dan
lipatan-lipatan labioskrotal menjadi skrotum. Penelitian tentang
sindrom interseks manusia defisiensi 5-alfa-reduktase telah
diklarifikasi memegang peran kunci pada dehidrotestosteron
(metabolit dari testosteron) pada maskulinisasi genitalia
eksternal. Tahap akhir pada perkembangan pria memerlukan penurunan
testis dari asalnya di intra-abdominal melalui 2 langkah migrasi
trans-abdominal dan inguinal masuk ke skrotum. Androgen berperan
pula pada proses penurunan testis ini (Hypogonadotropic
hypogonadism-sindrom Kallman- menghasilkan cryptorchidism), bersama
dengan peran insulin-like peptide 3 dan reseptornya LGR8/GREAT.
Disrupsi gen pada protein-protein ini pada tikus akan menghasilkan
cryptorchidism. Mutasi pada gen manusia telah ditemukan pasa 20
persen kasus pasien dengan testis yang tidak turun (undescended
testes) dan jika sebaliknya, akan terjadi perkembangan yang normal
dan fertil pula. Peristiwa-peristiwa pada perkembangan fetus
laki-laki dirangkum pada gambar 61.1.
KONTROL GENETIK DAN ENDORIK PADA PERKEMBANGAN KELAMIN
FETUSSejumlah besar gen telah diidentifikasi memegang peranan paad
determinasi dan diferensiasi kelamin, berdasarkan pada penelitian
Drosohila, murine dan manusia. Gambar 61.2 memperlihatkan gen-gen
yang relevan terhadap perkembangan kelamin fetus manusia bersama
dengan fenotip yang bersesuaian. Gen SRY tetap menjadi pemimpin
untuk gen penentu testis. Mutasi inakivasi pada SRY ditemukan pada
15-20 persen pasien dengan disgenesis gonad XY yang menghasilkan
seks terbalik komplit. Hingga sekarang ini, belum ada penjelasan
yang memuaskan untuk seks terbalik pada mayoritas pasien dengan
disgenesis gonad XY komplit atau sekitar 10 persen pada pria XX
yang SRY negatif. Matoritas hermafrodit yang sebenarnya, yang
memiliki kariotipe XX (kariotipe yang paling sering pada bentuk
interseksual) juga merupakan SRY negatif. Observasi ini
mengindikasikan bahwa sejumlah gen penentu testis tetap
diidentifikasi dan diduag berlokasi pada otosomal. Gen SOX9,
sebagai contoh, termasuk pada famili gen SRY. SOX9 bukan hanya
penting untuk perkembangan testis, tapi juga berperan penting dalam
pembentukan kartilago (tulang rawan). Mutasi SOX9 pada manusia akan
menimbulkan sindrom displasia campomelic, suatu sindrom malformasi
skeletal/ tulang yang mematikan yang disertai seks terbalik. Gambar
61.2 juga menunjukkan skema perkembangan wanita. Kontrol genetik
pada kelamin, secara klasik telah dianggap netral pada mamalia,
pada perkembangan wanita terjadi bersamaan dengan absennya gen-gen
penentu testis. Akan tetapi, mungkin bila gen-gen seperti DAX1 da
WNT4 berperan paa wanita sebagai gen anti-testis; penelitian pada
sindrom Rokitansky menunjukkan bahwa WNT4 lebih berperan langsung
pada perkembangan ovarium (Hughes 2004). Kontrol endokrin terhadap
diferesiasi kelamin pada dasarnya hanya relevan pada pria.
Perkembangan fetus wanita terjadi dengan normal pada absennya
estrogen, sehingga genitalia eksternal pada sindrom Turner pada
saat kelahiran juga normal. Diferensiasi kelamin pria bergantung
pada produksi optimal androgen yang berlangsung sekitar usia
gestasi 10-16 minggu. Level serum testosteron fetus pada waktu
tersebut mencapai sekitar 10 nmol/L, suatu nilai dalam rentang
rendah pada dewasa normal (gambar 61.1). Produksi androgen lebih
awal oleh sel-sel Leydig fetus terjadi secara otonom sebelum
bergantung pada hormon plasenta Human chorionic gonadotropin (HCG).
Insufisiensi plasenta akan menyebabkan produksi androgen yang
suboptimal selama fase kritis pada diferensiasi kelamin mungkin
disebabkan oleh hipospadia idiopatik dan berhubungan dengan
retardasi pertumbuhan intrauterin dengan hipospadia. Alur kerja
biosintesis androgen dilustrasikan pada gambar 61.3. baik hormon
HCG dan hormon Lutein (LH) terikat pada membran reseptor yang sama,
yang mengawali steroidogenesis, dimana produksi androgen bergantung
pada pituitari fetus selama periode gestasi bagian kedua. Bayi
laki-laki yang baru lahir dengan mikropenis, yang mengalami
hipoglikemia, merujuk pada konstelasi tanda-tanda menderita
defisiensi pituitari kongenital. Gambar 61.3 menunjukkan bahwa
CYP17 dan sitokrom P450 oxidoreduktase merupakan regulator kunci
untuk androgen. Ada bukti dari penelitian pada wallaby Tamar bahwa
enzim P450 oxidoreduktase digunakan untuk menghasilkan
dehidrotestosteron menggunakan substrat selain dari testosteron.
Alur kerja yang sama pula terjadi pada fetus manusia hanya akan
berganti ke alur klasik biosintesis androgen paska lahir (lihat
penjelasan selanjutnya). Ikatan berafinitas tinggi pada reseptor
androgen intraselular (AD) memperantarai aksi androgen pada
jaringan target. AR merupakan bagian dari famili besar reseptor
nukleus yang bekerja sebagai faktor transkripsi ketika diaktivasi
oleh ligand seperti semua jenis steroid, hormon tiroid, retinoid
dan tiotriglitazon. Gambar 61.4 mengilustrasikan mode kerja dasar
androgen pada sel target dan memberi contoh dari aksi biologik yang
dimediasi oleh androgen. Deiferensiasi kelamin merupakan salah satu
efeknya, dan AR diekspresikan semenjak awal pada jaringan fetus
seperti pada duktus Wolfii dan tuberkel genital. Peristiwa biologik
seperti pada pertumbuhan prostat dan spermatogenesis pada paska
lahir merupakan AR-dependen (tergantung AR). Pada saat AR menjadi
faktor transkripsi, hanya sedikit yang diketahui tentang identitas
gen-gen responsif androgen daripada beberapa yang telah
diidentifikasi di prostat, seperti prostate-spesific antigen.
Tampaknya beberapa contoh interseksual XY dihubungkan dengan
resistansi androgen tapi kebanyakan normal AR yang ditemukan
disebabkan oleh mutasi pada ekspresi gen target androgen pada
traktus reproduksi pria.
PENYEBAB AMBIGUITAS GENITALIA Daftar penyebab yang mungkin pada
perkembangan genital abnormal pada saat lahir amat banyak. Tabel
61.1 menyajikan klasifikasi sederhana dengan menggunakan pendekatan
pragmatis untuk penyebabnya. Sejauh ini, penyebab tersering kasus
interseksual bayi baru lahir ialah CAH akibat defisiensi
21-hidroxylase, yang menimbulkan maskulinisasi pada fetus wanita
bersangkutan.
Wanita MaskulinCAH memimpin dalam daftar penyebab wanita
maskulin. CAH bukan merupakan gangguan sebenarnya pada diferensiasi
kelamin, karena gonad dan duktus genital internal berkembang dengan
normal tapi tuberkel genital, lipatan-lipatan uretra dan
pembengkakan labioskrotal distimulasi oleh produksi androgenn
berlebih dari kelennjar adrenal. Defek yang paling umum ialah
defisiensi 21 hidroxylase, yang menyebabkan akumulasi
17-OH-progesteron yang berkerja sebagai substrat untuk meningkatkan
produksi androstenedion (gambar 61.5). Androgen lemah ini
dikonversikan di liver/hati menjadi androgen, testosteron poten,
dimana konsentrasinya pada serum fetus yang mendertia Cah bisa
melebihi kadar normal dewasa pria. Derajat maskulinisasi bisa amat
parah pada fetus wanita yang bersangkutan, sehingga tampak sebagai
pria normal pada saat lahir, tapi tidak ditemukan gonad yang bisa
dipalpasi pada kantung skrotum. Hal ini perlu diwaspadai oleh
klinisi. Karena sering bayi laki-laki baru lahir yang tidak
memiliki gonad yang bisa dipalpasi tidak ditindaklanjuti (lihat
nanti). Mayoritas bayi dengan defisiensi 21-hidroxylase juga
kekurangan garam, dan amat penting untuk memonitor elektrolit serum
dan urin selama minggu pertama kelahiran. Sekitar 5 % kasus CAH
karena defisiensi 11-hidroxylase. Defek ini menyebabkan androgen
berlebih tapi tidak kekurangan garam, karena produksi hormon
deoksikortikosteron penahan-garam yang poten (gambar 61.5).
Tabel 61.1 Penyebab Ambiguitas Genitalia: klasifikasi fungsional
Tipe/ penyebabContoh ilustrasi
Wanita maskulin androgen fetus, androgen maternalpria
kurang-maskulindeterminasi testis abnormaldefek biosintesis
androgenresistansi androgen
true hermafrodit tampak jaringan testikular dan ovariumSindrom
CAH, defisiensi aromatase plasenta, tumor ovarium dan
adrenalDisgenesis gonad parsial (XY) dan campuran (XO/XY)Mutasi
inaktivasi- reseptor LHDefisiensi 17 -OH-dehidrogenaseDefisiensi 5-
reduktaseInsensitivitas androgen Variasi sindrom
Kariotipe XX,XY, XX/XYDenys-Drash, Frasier,
Smith-Lemli-Opitz
CAH= kongenital adrenal hiperplasia, LH= hormon lutein
CAH adalah gangguan otosomal resesif. Genetik molekular dari
berbagai tipe telah dikarakterisasikan dengan baik. Hal ini
mencakup mutasi gen CYP21 yang berlokasi pada lengan p[endek
kromosom 6. Kesesuaian antara genotip dan fenotip amat dekat, jadi
mungkin untuk memprediksikan kecenderungan untuk salt-wasting
(hilang-garam) berbasis pada genotip. Dewasa ini, mungkin pula
untuk mencegah virilisasi genitalia eksternal pada wanita yang
menderita dengan jalan memberikan deksametason prenatal pada ibu.
Amat jelas bahwa hal ini ditawarkan hanya selama periode kedua atau
akhir kehamilan pada keluarga yang menderita kelainan ini dan
pengobatan dimulai sesegera mungkin setelah kehamilan dikonfirmasi.
Pemberian lebih awal amat perlu karena produksi steroid adrenal
berlebihan cukup nyata pada usia gestasi 8 minggu. Deksametason
menjadi glukokortikoid terpilih. Deksametason tidak menimbulkan
kecenderungan untuk peroduksi berat berlebih selama masa kehamilan.
Sampel vilus korionik diambil sekitar minggu ke 10-12 untuk
mengecek kariotipe dan genotip CYP21. Amat penting bahwa indeks
kasus dan kariotipe keluarga sebelumnya. Jika kariotip berdasarkan
sampel vilus korionik ialah 46,XY, maka terapi dihentukan, bahkan
jika fetus pria menderita CAH, berdasarkan genotip CYP21, karena
genitalia eksternal akan normal. Terapi dilanjutkkan hanya pada
46,XX fetus. Wanita yang mengalami kelainan yang diterapi sejak
dari awal kehamilan akan dilahirkan dengan visual genital eksternal
normal dan tidak memerlukan pembedahan. Hasil penelitian terkini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kan normal,
terlepas dari eksposur dosis tinggi glukokortikoid. Terlepas dari
CAH, virilisasi pada keturunan wanita mungkin bisa disebabkan oleh
berikut : Tumor sekresi androgen pada ibu, termasuk luteoma,
arhenoblastoma, ti=umor sel hilar dan tumor Krukenberg ovarium
Tumor adrenal maternal (langka) Mutasi langka pada gen CYP21 Mutasi
enzim sitokrom P450 oxidoreduktase
Seringkali pada situasi ini, fetus diproteksi dari kelebihan
androgen oleh enzim aromatase plasental yang efisien, yang
mengkonversi androgen ke esterogen. Bahkan pada ibu dengan CAH bisa
memiliki level testosteron tinggi tanpa memvirilisasi fetus
perempuan.
Pria Kurang-Maskulin Bayi interseksual XY merupakan hasil dari
kemungkinan diagnostik yang lebih banyak dari kasus wanita
maskulin. Namun, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan dalam
konteks defek pada pembentukan testis (beberapa bentuk dari
disgenesis gonad), defek pada produksi androgen dan defek pada aksi
androgen itu. Pada kasus disgenesis gonad, sejumlah kasus telah
disebutkan dengan mendeskripsikan kontrol genetik terhadap
determinasi gonad. Disgenesis gonad parsial diketahui dari
penampakan ambiguitas genitalia pada bayi XY dengan bukti sisa-sisa
Mullerian dan produksi androgen yang tidak adekuat. Hal ini
menandakan disfungsi sel Sertoli, yang akan menyebabkan sintesis
AMH yang tidak adekuat, dan karenanya ada sisa-sisa Mullerian. bila
disertai dengan meningkatnya Follicle-stimulating hormone (FSH)
maka semakin menunjang diagnosis disgenesis gonad. Histologi
menunjukkan perubahan gonad yang konsisten dengan disgenesis,
seperti tubula seminiferus yang kurang berkembang dengan spasi
intertubular yang lebar, sel-sel germinal yang sedikit, sel-sel
Sertoli infantile (tidak berkembang) dan stroma pekat yang
mengandung badan psamoma. Akan tetapi, bentuk interseksual ini
tidak dikategorikan adekuat dan sering berupa asumsi yang dibuat
setelah penyebab-penyebab lain disingkirkan. Karakter yang lebih
baik ialah disgenesis gonad campuran, yang berhubungan dengan
mosaik kromosom 45XO/46XY. Tipikalnya, ada testis pada satu sisi
dan lapisan gonad pada sisi kontralateral. Fenotip yang dihasilkan
memiliki banyak variasi dan bukan berupa fungsi dari persentase
sel-sel yang berhubungan pada baris XO, setidaknya pada darah
perifer dan fibroblas. Apa yang mungkin penting ialah proporsi
baris sel-sel 45,XO pada gonad yang sedang berkembang.
Kelihatannya, derjata maskulinisasi bergantung pada jumlah produksi
testosteron oleh sel-sel Leydig in utero. Endokrinolog anak dan
ahli bedah anak melihat populasi yang tidak simetris pada bayi
Xo/XY yang bermanifestasi sebagai interseksual, karena lebih dari
90% fetus yang dideteksi prenatal mempunyai genitalia pria normal.
True hermaphroditism dapat dianggap sebagai defek pada formasi
gonad, dengan konfirmasi histologi pada testis dan ovarium pada
individu yang sama, menjadi kunci diagnosis kelainan ini.
Prevalensi tipe interseksual yang ini, terhitung pada sejumlah
besar populasi kasus interseksual yang dijumpai di Afrika Selatan
dengan insiden tertinggi pada populasi Bantu. Kariotipe yang paling
umum ialah 46XX, dengan mosaik XX/XY pada sepertiga kasus dan
kariotipe 46XY kurang dari 10% kasus. Gonad yang paling sering
dijumpai ialah ovotestis. Pria XX umumnya diasosiasikan dengan
sindrom Klinefelter (kariotipe 47XXY). Akan tetapi, hipospadia
jarang terjadi pada kedua kondisi itu. Infertilitas tetap tidak
berubah hingga dewasa. Semua tahapan enzim yang ditunjukkan pada
gambar 61.3 amat penting pada biosintesis androgen, dan defisiensi
akan menyebabkan derajat berlainan pada keadaaan kurang maskulin
(undermasculinization). Beberapa defek, seperti defisiensi protein
steroid adrenal receptor (StAR), dan defisiensi 3-hidroxysteroid
dehidrogenase, yang dibagi bersama pada kelenjar adrenal, akan
menyebabkan insufisiensi adrenal. Dua enzim itu unik untuk produksi
androgen, dan defisiensinya akan menyebabkan karakter sindrom
interseksual XY. Langkah kedua dari belakang pada sintesis
testosteron, dimediasi oleh 17 hidroksisteroid dehidrogenase (17
HSD3) secara reversibel akan mengkonversi androstenedion ke
testoteron. Isoenzim tipe III mengkatalisis reaksi ini dan mutasi
pada gen 17 hidroksisteroid dehidrogenase (17 HSD3) akan
menyebabkan keadaan kurang maskulin yang parah saaat lahir. Tapi,
kondisi ini bisa saja terabaikan, karena genitalianya tampak
seperti kelamin wanita normal. Akantetapi, pada saat pubertas, akan
dijumpai virilisasi yang bermakna pada anak yang dibesarkan sebagai
wanita, dengan suara yang semakin dalam, meningkatnya rambut dan
otot, dan klitoromegali (pembesaran klitoris). Sulit untuk
menjelaskan paradoks dari seks terbalik dobel/ganda ini, selain
dari keterlibatan produksi testosteron pada jaringan perifer via
isoenzim 17 hidroksisteroid dehidrogenase yang bekerja pada saat
pubertas. Fenomena yang sama juga terjadi pada defisiensi enzim 5
-reduktase, yang mengkonversi testosteron ke dehidrotestosteron.
Mutasi pada gen SRD5A2 telah dilaporkan pada populasi etnis
tersendiri, seperti di Republik Dominika. Dibesarkan sebagai
wanita, individu ini mengalami virilisasi secukupnya pada saat
pubertas yang kemudian akan berganti sebagai kelamin pria. Prototip
defek pada aksi androgen ialah sindrom insensitivitas androgen
komplit (CAIS), sebelumnya dikenal dengan sindrom feminisasi
testikular (hughes dkk 2002). CAIS tidak sesulit gangguan
interseksual , karena genitalia eksternal masih wanita normal dan
bayi ditetapkan sebagai kelamin perempuan pada saat lahir.
Presentasi klinis pada bayi tampak dari tampilan pembengkakan
inguinal karena herniasi testis. Hernia bilateral inguinal lebih
sedikit pada bayi perempuan dibanding pada bayi laki-laki., dan
masih diperdebatkan apakah investigasi seperti kariotipe perlu
dilakukan. Ada riwayat keluarga pada saudara perempuan yang lebih
tua yang juga mengalami perbaikan hernia inguinal pada saat bayi,
karena CAIS merupakan gangguan resesif X-linked. Presentasi CAIS
umumnya terjadi nanti pada waktu remaja perempuan akan
diinvestigasi untuk amenorea primer. Perkembangan payudara tampak
normal, karena peningkatan androgen masih cukup dikonversi ke
estrogen, yang juga membentuk habitus badan wanita dewasa normal.
Rambut pubis dan ketiak bisa sedikit atau tidak ada sama sekali,
dan tidak dijumpai menstruasi, karena tidak ada ovarium dan uterus.
Bentuk parsial dari sindrom (partial androgen insensitivity
syndrome, PAIS) bermanifestasi sebagai derajat maskulinisasi yang
berlainan seperti klitotomegali terisolir, atau hipospadia parah
dengan mikropenis, atau perkembangan laki-laki normal dengan
beberapa ginekomastia pada saat remaja. Spektrum luas untuk fenotip
yang konsisten dengan PAIS menjadi penyebab terbanyak untuk kasus
pria kurang maskulin. Patofisiologi CAIS dan PAIS dijelaskan oleh
disfungsi AR karena spketrum mutasi pada gen AR (gambar 61.4).
mayoritas pasien dengan CAIS memiliki mutasi yang bisa
teridentifikasi pada gen itu, tapi tidak pada kasus PAIS. Sehingga
disamping definisi ketat PAIS didasarkan pada testis normal yang
menghasilkan jumlah androgen yang cukup sesuai usia, juga setelah
sebab-sebab interseksual XY lain telah disingkirkan. Alur aksi
androgen lebih kompleks daripada pengikatan androgen ke reseptornya
saja, dan mutasi pada myriad hitherto gen-gen yang tidak
teridentifikasi bisa juga melatarbelakangi fenotip PAIS ini.
Sindrom dan Lingkungan Sejumlah pemberian nama sindrom yang
terdiri dari anomali genital seperti hipospadia dan mikropenis
sebagi komponennya. Contohnya sindrom Smith-Lemli-Opitz, yang
disebabkan oleh defek pada metabolisme kolesterol. Varian pada
mutasi WT1 menimbulkan sindrom Denys-Drash (anomali genital, Tumor
Wilms, nefropati sklerosis mesangial difus) atau sindrom Frasier
(disgenesis gonad yang menyebabkan seks terbalik XY yang hampir
sempurna, suatu predisposisi untuk gonadoblastoma dan nefropati
yang ditandai oleh glomerulosklerosis fokal segemental). Sindrom
ATRX merupakan gangguan multisistem yang terdiri dari disgenesis
gonad XY, thalasemia beta, retardasi mental dan anomali kongenital
multipel. Gen yang terinfeksi berada pada kromosom X yang terlibat
pada remodeling kromatin. Hipospadia bukan merupakan gangguan
interseksual per se (sendiri), tapi juga sangat umum dan bila
parah, bisa membentuk satu spektrum kahir gangguan interseksual XY
seperti PAIS. Studi epidemiologis telah dilakukan untuk menentukan
apakah ada asosiasi antara faktor lingkungan dengan timbulnya
hipospadia. Tentunya lingkungan intrauteri juga berperan sebagai
penyebab hipospadia terisolir, melalui hubungannya dengan berat
lahir rendah untuk usia gestasi. Kelihatannya bahwa mekanisme
apapun yang berperan dalam retardasi pertumbuhan fetus juga
bermanifestasi untuk pencegahan pertumbuhan optimal pada
lipatan-lipatan uretra dan penutupan pelat uretra itu. Ada beberapa
bukti meningkatnya prevalensi gangguan traktus reproduksi pria yang
berasal pada kehidupan fetus (Asklund dkk 2004). Hal ini amat
persuasif untuk kanker testikular dan mungkin diobservasi pada
kasus penurunan jumlah sperma. Tren hipospadia kurang pasti karena
data epidemiologi yang belum lengkap, tapi ada sugesti bahwa
insiden defek lahir akan tetap meningkat. Hal ini menekankan peran
efek lingkungan, mungkin bekerja sama dengan predisposisi genetik
untuk hipospadia. Polimorfisme seperti yang ditemukan pada gen AR
untuk jumlah residu glutamin dihubungkan dengan hipospadia.
Penelitan pada hewan menunjukkan bahwa paparan pada sejumlah
substansi kimia yang diklasifikasi sebagai disruptor/perusak
endokrin, bisa mengganggu perkembangan traktus reproduksi jantan
dan menyebabkan anomali seperti hipospadia. Substansi kimia ini
termasuk pestisida, phthalates dan ingested-phyto-oestrogen pada
makanan. Belum ada asosiasi yang jelas untuk faktor-faktor
lingkungan pada manusia.
Pemeriksaaan Klinis dan Investigasi Bayi baru lahir dengan
masalah berikut perlu diinvestigasi dengan referensi kemungkinan
menderita gangguan perkembangan kelamin: Ambiguitas genitalia
Hipospadia parah dengan atau tanpa testis yang tidak turun
(Undescended testes),mikropenis, skrotum bifida/ Shawl scrotum;
Pria dengan testis yang tidak teraba Wanita dengan inguinal hernia
Klitoromegali terisolir (ibu juga) Fusi labia terisolir (lebih dari
adhesi) Sindrom anomali genital
Telah diperkirakan bahwa anomali genital terjadi sekitar 1: 4500
kelahiran, dimana deviasi dari anatomi genital laki-laki atau
perempuan ideal berdasarkan pada satu literatur yang memperkirakan
bahwa sebesar 2 persen dari lahir hidup (Blackless dkk 2000). Yang
disebut dengan idealized bayi laki-laki baru lahir, ialah memiiki
panjang penis antara 2.5-4.5 cm, posisi meatus uretra yang normal,
testis turun sepenuhnya pada skrotum dan kariotip 46XY. Untuk
idealized bayi perempuan baru lahir, rentang ukuran klitoris ialah
0.2 hingga 0.85cm, traktus reproduksi normal dan kariotipenya 46XX.
Deviasi semacam aneuploidi kromosom sex, hipospadia
simpel/sederhana, dan undescended testis yang termasuk pada
definisi ini tidak berada dalam cakupan definisi luas interseksual.
Detail berikut perlu dipertimbangkan dalam pemeriksaan bayi baru
lahir dengan anomali genital: Semua Riwayat keluarga yang relevan ,
terutama yang berkaitan dengan fitur CAH Ukuran Phalus dan bukti
korda Letak pembukaan uretra (apakah aliran urin telah
diobservasi?) Jumlah orifisium eksternal pada perineum Perkembangan
lipatan-lipatan labioskrotum, skrotum bifida, fusi labia, rugosity
kulit dan pigmentasinya, Apakah gonad bisa dipalpasi, dan posisi
mereka
Amat bermanfaat untuk memiliki sejumlah ide tentang derajat
deviasi dari anatomi genital normal. Sistem skor Prader bisa
diaplikasikan pada CAH, dengan jumlah skor 5 mengindikasikan bentuk
virilisasi yang paling parah pada genitalia eksternal wanita,
dimana uretra melintasi ujung klitoris yang membesar dan
lipatan-lipatamn labioskrotal telah bersatu sepenuhnya, seperti
skrotum. Derajat kurang maskulinisasi bisa di semi-kunatifikasi
dengan menggunakan sistem skor tervalidasi berdasarkan pada ada
tidaknya mikropenis, posisi pembukaan uretra, apakah ada skrotum
bifida, dan posisi gonad. Upaya perlu dilakukan untuk mengukur
pannjang penis yang terentang untuk mengidentifikasi mikropenis
sejati (true micropenis). Hal ini didefinisikan sebagai nilai lebih
dari 2.5 standar deviasi (SD) dibawah rata-rata umur. Pengukuran
2,5 cm atau kurang sering dipakai untuk mendefinisikan mikropenis
pada bayi baru lahir, tapi ini mungkin tidak diperlukan mengingat
variasi ukuran penis pada tiap etnis. Pemeriksaan fisik pada bayi
hendaknya mencakup semua tanda yang mengarah pada sindrom tertentu
atau yang berhubungan dengan insufisiensi adrenal. Daftar
investigasi yang relevan ditampilkan pada tabel 61.2. penyebab
tersering ambiguitas genitalia ialah CAH. Kariotipe 46XX dengan
peningkatan serum 17-OH-progesteron yang bermakna dan
uterus/serviks yang terlihat pada ultrasonografi akan menyokong
diagnosis ini. Jika hal diatas sudah jelas, maka langkah
selanjutnya hanya tinggal menentukan apakah bayi mengalami
kekurangan garam (salt-loser) atau tidak. Apakah CAH perlu
disingkirkan pada kariotipe 46XX, dibanding gangguan yang jarang
seperti defisiensi aromatase dan oxidoreduktase mungkin bisa
dipertimbangkan. Ini akan membutuhkan analisis biokimia khusus dan
skrining mutasi gen spesifik yang tersedia pada unit-unit
spesialis. Bayi Interseksual XY biasanya memerlukan investigasi
yang lebih mendetail, dan bahkan setelah hal ini pun, penyebab
definitif masih belum bisa diketahui. Pusat pemeriksaan uatama
ialah tes stimulasi HCG untuk memeriksa produksi androgen oleh
testis. Pengukuran androstenedion, testosteron dan
dehidrotestosteron akan memberi informasi tentang defek biosintesis
apapun. Nilai normal sesuai umur penting untuk beberapa tipe
resistansi androgen yang konsisten dengan PAIS. Tes HCG perlu
dilakukan selama bulan pertama kehidupan ketika aksis
pituitari-gonad telah aktif. Tes ini bernilai pula untuk
mengindikasikan ada tidaknya jaringan testis, walaupun pengukuran
serum AMH juga bermanfaat serupa. Studi pencitraan bermanfaat untuk
menggambarkan anatomi genitalia eksternal dan untuk mengetahui
lokasi gonad yang tidak bisa dipalpasi. Diperkukan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) untuk menemukan gonad dan tentunya untuk
keperluan laparoskopi. Hal itu memungkinkan untuk melakukan biosi
material gonad untuk pemeriksaaan histologi dan imunohistokimia.
Jika bedah rekonstruksi dilakukan untuk perbaikan hipospadia, maka
bermanfaat untuk memperoleh biopsi kulit genital seukuran kepala
peniti untuk menentukan garis sel pada studi pengikatan androgen
begitu pula untuk sumber asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam
ribonukleat (RNA) pada analisis molekular.
Prinsip-prinsip Penanganan Penanganan bayi baru lahir dengan
ambiguitas genitalia memerlukan keterampilan interdisipliner pada
pusat-pusat spesialisasi, yang mana harus menjadi tempat rujukan.
Menegakkan diagnosis yang tepat membutuhkan waktu, dan tentunya,
tidak dapat dicapai sebelum mengalokasikan penyebab untuk kategori
genetik Interseksual ini. Halangan semacam ini hendaknya tidak
memperlambat pencapaian keputusan awal untuk menetapkan kelamin.
Perubahan pada fenotip untuk sesuai dengan keputusan tidaklah
begitu mendesak dan bisa ditunda hingga keluarga telah memperoleh
akses ke semua ahli profesional untuk mengkonsultasikan kondisi
ini. Manajemen wanita maskulin seperti yang dicontohkan pada CAH,
diamana lagnsung mengarah ke penetapan kelamin, bahkan jika skor
Pradernya lima. Kesulitan utama timbul pada saat diagnosis luput
pada saat lahir, karena tampilan anak laki-laki baru lahir dan
lebih ringan pada saat masa bayi akhir atau kanak-kanak awal.
Praktek dewasa ini cenderung mengarah untuk penetapan jenis kelamin
laki-laki, seperti pada kasus efek kombinasi androgen prenatal dan
atribut gender awal pada perkembangan psikoseksual lanjutan. Aspek
medis pada penanganan CAH sering direvisi dan tidak dibahas pada
bab ini. Aspek bedah didiskusikan pada kahir bab. Penyebab non-CAH
pada wanita maskulin cukup jarang, tapi tetap penting untuk
menginvestigasinya, karena gangguan yang mempengaruhi ibu bisa
diidentifikasi. Bisa saja masalah terjadi berulang pada kehamilan
berikutnya, bila demikian, maka hal ini mengarah pada kemungkinan
jelas dari penyebab yang berhubungan dengan fungsi aromatase. Pria
kurang maskulin penanganannya lebih kompleks karena membutuhkan
pendekatan yang teratur pada upaya-upaya investigasi untuk
kemungkinan diagnostik. Hal tersebut memerlukan tes biokimia dan
molekular spesifik yang ada pada laboratorium tertentu saja.
Percobaan dengan terapi androgen bermanfaat untuk memperoleh
informasi tentang responsivitas androgen dan mungkin bisa digunakan
untuk menetapkan jenis kelamin. Regimen terapi tipikal meliputi
injeksi perbulan Sustanon 25 mg (campuran ester testosteron).
Bahkan dengan itu, ditemukan ada perubahan pada bayi XY disamping
tampilan mikropenis pada saat lahir (lihat dibawah). Keluarga perlu
dilibatkan secara penuh melalui diskusi terbuka, termasuk prospek
bahwa diagnosis yang pasti bisa saja tidak bisa diperoleh, yang
bisa menyebabkan kemunduran signifikan pada konseling genetik
selanjutnya. Mereka harus mendapatkan manfaat dari konseling
reguler yang berlangsung, yang melibatkan perkembangan anak sesuai
usianya.
Pembedahan untuk Ambiguitas Genitalia dan Interseksual
Sejak edisi pertama buku pelajaran ini dipublikasikan pada tahun
1998, telah ada dan sementara berlanjut, perdebatan mengenai
penanganan bedah pada populasi pasien ini. Asal perdebatan ini
mencakup aspek moral dan etika pada penetapan jenis kelamin, waktu
pembedahan dan teknik bedah untuk semua tipe kondisi interseksual.
Satu kutub pendapat menyarankan bahwa semua keputusan dan
pembedahan hendaknya ditunda hingga anak bersangkutan bisa
diberikan informasi sehubungan keadaan mereka (Diamond 1999).
Sedangkan yang menganut pikiran tradisional memperdebatkan bahwa
aspek fisik dan psikologis pada non-intervention ini belum
diketahui, dan walaupun mereka menerima bahwa perlu untuk
memodifikasi regimen penatalaksaan yang sedang berjalan, mereka
tetap akan mengadvokasi bedah korektif selama masa kanak-kanak.
Dengan bertambahnya perhatian pada isu ini, telah jelas bahwa
kualitas follow up jangka panjang tidak adekuat, dan sekarang
jumlahnya semakin bertambah pada literatur. Tampak bahwa
hasil-hasil dalam hal keluaran kosmetik, anatomis, fungsional dan
psikologis mengecewakan, dan optimisme yang diperlihatkan pada
edisi pertama buku ini keliru (Creighton dan Minto 2001; Minto dkk
2003). Rasional dibelakang pembedahan awal adalah untuk
menormalisasi genitalia, tapi laporan terakhir menyarankan bahwa
ide tersebut tidak cocok dengan persepsi publik pada saat diperiksa
melalui kuesioner terstruktur dan interview. Hal ini membuat semua
bahkan pada ahli bedah mumpuni untuk memikirkan kembali pendekatan
mereka untuk rekonstruksi bedah pada semua pasien dengan ambiguitas
genitalia dan interseksual. Pada bab ini, pendekatan yang
dimodifikasi yang akan dibahas. Akan tetapi, oleh karena tidak ada
bukti berdasar pada setiap keputusan, maka tidak diragukan lagi
opini individu dan bias akan tetap berlanjut. Karena bidang ini
terus berubah dengan cepat, maka penting bagi pembaca untuk
menyadari bahwa apa yang tertulis pada bagian ini bisa dengan cepat
tidak relevan lagi. Ada dua macam populsi pasien; mereka yang
ditetapkan untuk jenis kelamin wanita dan mereka yang ditetapkan
sebagi jenis kelamin pria. Prinsip-prinsip pembedahan berbeda pada
kedua grup ini.
Pembedahan pada wanitaPasien-pasien ini mencakup overvirilized
female (CAH) dan undervirilized males (terutama CAIH dan PAIH).
Komponen pembedahan meliputi hal-hal berikut ini:
GONADEKTOMI Gonadektomi dipertimbangkan bila gonad tidak lagi
sesuai dengan umur atau memberi resiko degenerasi malignan. Tidak
pernah ada indikasi untuk mempertimbangkan gonadektomi pada CAH.
Grup pasien utama ialah mereka yang mengalami insensitivitas
androgen. Pada CAIS, ada absen komplet pada reseptor androgen, dan
pasien tidak akan terpengaruh oleh level testosteron normal yang
dihasilkan testis intra-abdominal. Maka, tidak ada urgensi/
kepentingan untuk mengeluarkan testis tersebut, dan ada manfaat
endokrin untuk tetap membiarkannya. Testosteron akan dimetabolisir
menjadi estrogen dan akan membantu perkembangan payudara dan akan
melindungi tuang dari onset awal osteoporosis, masalah yang besar
pada pasien CAIS. Testis tidak displastik dan oleh sebab itu
memiliki resiko sama untuk degenerasi malignan seperti pada testis
intra-abdominal apa pun (kira-kira 1:40), dimana onset
malignan/keganasan terjadi pada masa remaja akhir atau pada dewasa
awal. Oleh karena itu, keputusan untuk gonadektomi bisa ditunda
dengan aman hingga remaja, ketika pasien bisa membuat keputusan
sendiri. Pada pasien dengan PAIS, beberapa reseptor androgen tampak
dan pasien akan berespon untuk menghasilkan testosteron pada
beberapa bulan pertama kehidupan. Umumnya disepakati bahwa cerebral
imprinting (penanaman serebral) berlangsung pada tahap ini, jadi
gonadektomi awal dipertimbangkan. Ada pula kasus untuk pengeluaran
awal gonad yang mengalami displasia pada kondisi seperti disgenesis
gonad total 46 XY (sindrom Swyer), oleh karena beresiko amat tinggi
untuk keganasan, seperti juga untuk kasus gonadoblastoma pada bayi.
Waktu untuk melakukan goandektomi pada pasien dengan disgenesis
gonad campuran sebagai wanita hendaknya dilakukan sejak bayi,
sedang pada pasien yang dirujuk sebagai pria, waktu untuk operasi
cukup sukar ditentukan (lihat dibawah). Dewasa ini, pendekatan
laparoskopik lebih disukai untuk pengeluaran gonad
intra-abdominal.
Reduksi Klitoris Pada beberapa tahun terakhir, telah telah jelas
bahwa hasil fungsional reduksi klitoris dengan nerve-sparing tidak
sebagus seperti yang diharapkan. Creightonn dan Minto (2001)
menunjukkan bahwa matoritas perempuan yang mengikuti bedah klitoris
mengalami disfungsi seksual, dan proporsi signifikan anorgasmia.
Sebagai tambahan, survei mendetail pada wanita yang sudah mendapat
pengalaman seksual menunjukkan bahwa ukuran klitoris lebih besar
dari yang direncanakan oleh ahli bedah (yang diperkirakan normal).
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih konservatif untuk reduksi
klitoris sedang ditekankan. Selama genitoplasti, mungkin untuk
menyembunyikan klitoris yang membesar dan menghindari keperluan
untuk reduksi klitoris formal, kecuali pada kasus yang amat parah.
Diterima bahwa ereksi yang tidak nyaman bisa terjadi dengan
rangsangan seksual pada kehidupan lanjut, tapi pasien bisa membuat
keputusan untuk reduksi klitoris ini. Pada kasus yang lebih parah,
ketika reduksi klitoris dibutuhkan, reseksi parsial (daripada
total) pada korpus kavernosum dengan meninggalkan berkas
neurovaskular direkomendasikan. Jika glans perlu untuk direduksi
ukurannya, maka pinggirannya dieksisi dari aspek ventral pada
midline untuk menyelamatkan saraf sebanyak mungkin.
Vaginoplasti Pendekatan vaginoplasti pada sinus urogenital telah
berubah selama beberapa tahun terakhir. Jika konfluensi uretra dan
vagina dalam rentang 2.5cm dari perineum, maka pendekatan yang
dipilih ialah mobilisasi urogenital total (TUM). Pada TUM, semua
sinus urogenital dimobilisasi sejauh mungkin hingga ke leher
kandung kemih; kemudian akan ditarik kembali ke perineum dan sinus
urogenital bisa dieksisi., meninggalkan uretra dan pembukaan vagina
yang terpisah. Walaupun hasil jangka panjang pendekatan ini belum
ada, diharapkan akan memberikan hasil yang superior dibanding
pendekatan sebelumnya, dimana tingkat revisi sebesar 80 persen bisa
dicapai. Pada pasien dengan konfluensi sinus urogenital diatas 2,5
cm dari perineum, kombinasi TUM dan prosedur passerini-Galzel
merupakan pendekatan terbaik, tapi tetap ada perdebatan tentang
waktu tindakan yang tepat, karena keadaan yang ekstrim sejak bayi
hingga remaja. Akan tetapi, perlu diingat bahwa sinus urogenital
persisten bisa menimbulkan komplikasi seperti infeksi urin dan
post-void inkontinensi urin, yang membutuhkan pembedahan awal. Pada
kasus penetapan jenis kelamin ulang, kolovaginoplasty dilakukan
pada umur lebih awal, sebelumnya direkomendasikan, tapi hasil
jangka panjang malah mengecewakan. Sebuah laporan menjelaskan
insiden tinggi kolitis defungsional, yang membutuhkan eksisi vagina
pada sejumlah besar kasus. Oleh sebab itu, bedah vagina hendaknya
ditunda hingga remaja, ketika pasien bisa mengambil keputusan
mandiri. Pilihan yang tersedia meliputi dilatasi, prosedur
Vechietti, vaginoplasty flap kulit atau graft bebas, dan
enterovaginoplasty menggunakan usus kecil atau kolon sigmoid.
Feminizing Genitoplasty (genitoplasti feminisasi)Tindakan ini
mencakup reduksi dan separasi lipatan-lipatan labioskrotal dan
menggunakan kulit klitoris yang berlebih untuk membentuk labia
minora. Pada wanita dengan virilisasi signifikan, penulis
merekomendasikan bahwa semua pasien memiliki kemungkinan untuk
normalisasi genitalia eksternal dengan genitoplasty, menyembunyikan
klitoris dengan pembesaran sedang (reduksi klitoris
direkomendasikan hanya pada kasus yang paling parah) dan TUM pada
kasus low-confluence sinus urogenital. Bentuk vaginoplasty lain
hendaknya ditunda hingga remaja jika memungkinkan.
Pembedahan pada priaBanyak pria kurang maskulin dengan
disgenesis gonad campuran dan hermafrodit sejati akan ditetapkan
sebagai pria. Prinsip-prinsip rekonstruksi bedah adalah sebagai
berikut: Mengeluarkan semua jaringan gonad yang tidak sesuai: pada
kasus hermafrodit sejati, penyelamatan jaringan testis perlu
diupayakan pada waktu jaringan ovarium dieksisi. Mengeluarkan
struktur-struktur duktus yang tidak sesuai: utrikulus perlu di
reseksi hanya sejauh yang bisa dicapai, karena masalah pada sisa
tunggul vagina bisa terjadi. Koreksi hipospadia: terapi testosteron
preopratif diperlukan.Perdebatan masih berlanjut untuk manajemen
disgenesis testis pada pasien dengan disgenesis gonda campuran. Ada
resiko sebesar 30% untuk gonadoblastoma, tapi resiko ini akan lebih
besar setelah masa pubertas. Kebanyakan testis ini yang memproduksi
level testosteron yang adekuat yang memunngkinkan pubertas spontan,
dan kelihatannya, tidak pada tempatnya jika mengeluarkan testis
tesebut. Pasien bisa terus berada dibawah pengawasan klinis dan
mengikuti pubertas, dapat diberi informasi untuk memutuskan sendiri
apakah ingin melakukan gonadektomi. Untuk pasien dengan testis
intra-abdominal yang tidak bisa dibawa ke skrotum, maka pengeluaran
awal adalah yang terbaik, karena mereka beresiko tinggi untuk
perubahan keganasan dan fungsi endokrin biasanya terganggu.
Hasil jangka panjang Hasil anatomis dan fungsional untuk
pasien-pasien dengan kondisi ini masih belum jelas. Akan tetapi,
diharuskan bahwa follow up jangka panjang harus diterapkan.
Upaya-upaya ini akan menolong untuk identifikasi keperluan untuk
input psikologis profesional awal dan yang sedang berlangsung.
Faktanya, pasien mengidentifikasi sokongan psikologis sebagai yang
terbesar dan kebutuhan yang paling sering tidak terpenuhi.
Skenario klinisPemeriksaan bayi baru lahir dengan berat 3240g
menunjukkan abnormalitas yang terbatas pada genitalia eksternal.
Skrotum bifida menunjukkan tampilan shawl (selendang) pada
transposisi penoskrotal. Sakus sebelah kanan mengandung gonad yang
bisa dipalpasi yang menandakan testis, tidak ada gonad yang bisa
dipalpasi di sisi kiri. Phallus pendek dengan korda yang parah,
estimasi panjang penis yang direntang ialah 1,9 cm. ada pembukaan
perineum tunggal. Komentar: genitalia eksternal cukup rancu
(ambiguitas). Tampaknya gonad yang dipalpasi di sisi kanan kantung
skrotum bisa testis atau juga ovotestis. Bisa diasumsikan dengan
basis pemeriksaan klinis bahwa CAH bukan menjadi diagnosis banding
pada kasus ini. Sejumlah kemungkinan termasuk interseksual XY
(disgenesis gonad parsial, defek biosintesis androgen, PAIS),
disgenesis gonda campuran dan hermafrodit sejati. Perkembangan
lebih lanjut bisa dicapai hanya dengan melakukan investigasi yang
bersesuaian.
Investigasi berikut inilah yang perlu dilakukan : Kariotipe
perifer Ultrasonografi abdomen dan pelvis Serum dasar LH dan FSH
Tes stimulasi HCG 3 hari: 1500 unit perhari, dengan koleksi sample
darah pre-HCG dan 24 jam setelah injeksi HCG terakhir.
Hasil ultrasonografi bisa tersedia secepatnya: dua ginjal
berukuran normal sesuai umur terlihat pada ultrasonografi. Ada
sugesti struktur Mullerian yang teridentifikasi pada ultrasonografi
pelvis, tapi tidak ada visual gonad. Ada gonad yang diperkirakan
testis dikonfirmasikan pada kantong skrotum kanan,tapi tidak ada
gonad pada sisi kiri atau pada kanal inguinal kiri. Kariotipnya
45XO/46XX dengan 60 persen sel-sel membawa 45X (lebih dari 100
mitosis yang diperiksa).Pada usia 10 hari, serum basal Lh 3,4 U/L
dan FSh 10,2 U/L. Pada usia yang sama, serum basal testosteron
meningkat dari 4,9 nmol/L ke 15,4 nmol/L. Pengukuran androstenedion
dan dehidrotestosteron ditunda. Komentar : hasil kromosom
memungkinkan untuk menegakkan diagnosis secepatnya untuk disgenesis
gonad campuran pada anomali genital ini. Penyebab pada banyak kasus
ialah hilangnya kromosom Y melalui non-disjunction setelah
fertilisasi disomik normal. Serum FSH basal sedikit meningkat,
sesuai dengan bukti disgenesis gonad. Respon testosteron yang
memuaskan terhadap stimulasi HCG, menandakan adanya sel-sel Leydig
yang berfungsi aktif dan menjaga kemungkinan bahwa gonad kanan
memang testis. Hasil ultrasonografi mempunyai nilai yang terbatas,
terlepas dari informasi adanya lapisan gonad pada abdomen yang
berdektan bahwa hal itu bisa saja sisa-sisa uterus dan tuba falopi.
Tidak tampak adanya hubungan dengan anomali ginjal. Penetapan
kelamin ialah pria. Pada laparoskopi yang dilakukan kemudian,
sisa-sisa midline uterus teridentifikasi pada sisi kiri tumpukan
jaringan fibrosis yang melekat pada tuba falopi. Benda itu diangkat
dan pemeriksaan histologi menunjukkan jaringan fibrosis stromal
tipe ovarium tanpa folikel dan konsisten dengan lapisa gonad. Pada
sisi kanan, vas deferens dan pembuluh darahnya diidentifikasi saat
memasuki kanal inguinal kanan. Tahap pertama perbaikan hipospadia
telah direncanakan pada saat bayi kira-kira berumur 15 bulan.
Komentar: penemuan laparotomi dan histologi menegaskan fitur
tipikal pada disgensis gonad campuran. Pada kasus ini, tampak
testis normal pada hemi-skrotum kanan, walaupun biopsi gonad ini
akan dibutuhkan pada tahap tertentu. Gonad kontralateral merupakan
lapisan gonad dan perlu untuk dikeluarkan karena resiko tinggi
untuk keganasan pada usia lanjut. Struktur Mullerian yang
berdekatan menunjukkan kurangnya aksi lokal AMH pada masa gestasi
awal. Perbaikan hipospadia akan dilakukan bertahap dan memerlukan
terapi testosteron preoperatif untuk membesarkan ukuran phalus.
Gonad kanan berada di skrotum, jadi mudah dipalpasi pada follow up
jangka panjang. Monitoring hal ini bisa dilengkapi dengan
pemeriksaan ultrasonografi serial dan serum penanda tumor. Biopsi
testis bisa direkomendasikan pada saat pubertas. Diperkirakan bahwa
tanda-tanda fisik pubertas akan muncul secara spontan berdasarkan
hasil tes stimulasi HCG pada bayi, tapi tes ini mungkin akan
diulangi sesaat sebelum pubertas. Prospek untuk kesuburan tidak
bisa diprediksi, sebab, bahkan pada bayi XO/XY lahir sebagai
laki-laki normal tapi bisa berkembang menjadi disgenesis testis
onset lanjut, yang menyebabkan kemandulan.
Tabel 61.2 pemeriksaan bayi dengan ambiguitas genitalia
Genetik
Endokrin
Pencitraan
Pembedahan FISH (X-sentromer dan probe SRY)Kariotipe (resolusi
tinggi, mitosis berlebihPenyimpanan DNA17-OH-Progesteron,
11-deoksikortisol (plus biokimia rutin, simpan serum!) renin,
ACTH24-jam steroid urin (cek proteinuria juga)testosteron,
androstenedion, dehidrotestosteronLH,FSH, AMH, inhibin BTes
stimulasi HCG (definisikan dosis, waktu)Ultrasonografi Pelvis,
adrenal, ginjal MRICystourethroscopy, sinogramLaparoskopiBiopsi
gonadBiopsi kulit genital (studi AR, ekstrak DNA dan RNA)
Keterangan : ACTH (hormon adrenokortikotropik), AMH(hormon
anti-Mullerian), AR (reseptor Androgen), DNA (asam
deoksiribonukleat), FISH (fluoresensi hibridisasi in-situ), FSh
(hormon stimulasi folikel), HCG (gonadotropik korion manusia), LH
(hormon lutein), MRI (pencitraan resonansi magnetik), RNA (asam
ribonukleat).
Gambar 61.1 Diagram persistiwa pada perkembangan fetus
laki-lakiKeterangan : sertoli cell activity (aktivitas sel
sertoli), Leydig cell activity (aktivitas sel Leydig), Germ cell
migration (migrasi sel-sel germinal), Mullerian duct regression
(regresi duktus Mullerian), Wolffian duct differentiation
(diferensiasi duktus Wolfii), male external genital differentiation
(diferensiasi genital eksternal pria), external genital growth
(pertumbuhan genitalia eksternal), testis descent (penurunan
testis). Gestation (gestasi dalam minggu).
Gambar 61.2 diagram yang menggambarkan peristiwa perkembangan
fetus wanita Keterangan : male development (perkembangan
laki-laki), female= wanita,somatic cells (sel-sel somatik), genital
ridge (ridge genital), germ cells (sel-sel germinal), Biopotential
gonad(gonad bipotensial), Ducts (duktus), Descent (turun),
regression (regresi).
Gambar 61.3 alur biosintesis androgen 5 RD( 5 alfa reduktase,
Arom(aromatase), 17HSD (17 beta hidroxysteroid dehidrogenase), LHR
(reseptor hormon lutein ), P450-OR( P450 oxidoreduktase, SCC(
pemutusan rantai samping).
Gambar 61.4 efek biologis pada mutasi gen AR (reseptor
androgen). Keterangan : voice(suara), beahviour (perilaku), growth
(pertumbuhan), Muscle(otot), bone (tulang).
Gambar 61.5 Diagram sintesis steroid pada bayi ACTH (hormon
adrenokortikotropin), DHT (dehidrotestosteron), HSD
(hidroksisteroid dehidrogenase), StAR (reseptor steroid
adrenal).