Amazing Guardian (Chouzetsu no Hogosha) Part 2 Ran Orihara
Amazing Guardian
(Chouzetsu no
Hogosha) Part 2
Ran Orihara
Bab 1
Semua mata memandang tiga sosok yang berkilauan itu dari kejauhan. Ada yang berbisik-bisik,
ada pula yang diam-diam berusaha mengambil foto mereka melalui ponsel berkamera. Bukan
hanya pengunjung, bahkan para pramusaji di sana pun bolak-balik mencuri pandang ke sebuah
meja yang terletak paling ujung, tepat di samping jendela. Namun ketiga orang yang berada di
meja itu tidak terlalu peduli keadaan di sekitar. Selain karena sibuk berdiskusi tentang hal yang
krusial, sepertinya mereka juga sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di kota Gifu, yang
memiliki sejarah panjang sejak Sengoku Jidai. ( Sengoku Jidai: Zaman Sengoku atau zaman
perang saudara di Jepang. Berlangsung sekitar tahun 1493-1573.)
Jadi, apa kau mau menerimanya? tanya Izumi sambil memandang Asa.
Sudah jelas harus diterima dong. Kaze yang duduk di sebelahnya langsung menimpali, Kita
tahu sendiri, satu-satunya orang yang bisa mengendalikan Tuan Putri memang cuma Naito,
kan?
Benar juga. Izumi mengangguk setuju, Kurasa itu jalan terbaik.
Brak! Asa menggebrak meja, Kalian bisa serius sedikit nggak sih? desisnya pelan. Meski ingin
membentak dengan suara lebih keras, namun ia terpaksa menahan diri. Karena bagaimanapun
juga, mereka berada di sebuah famiresu, ( Famiresu: Singkatan dari family restaurant) yang
merupakan tempat umum. Asa jelas tidak mau mempermalukan diri sendiri kalau sampai
mengamuk di sini.
Kaze dan Izumi berpandangan, lalu sama-sama menghela napas panjang. Seolah memiliki
pemikiran yang sama.
Tuan Putri, kurasa nggak ada lagi laki-laki yang lebih pantas untukmu daripada Naito, ucap
Kaze sambil menyerumput segelas jus di depannya.
Ya. Itu sudah pasti. Izumi menguap lebar, tidak terlalu ambil pusing. Saat teman-teman
sekelas menggosipkan kalian berdua, aku juga nggak begitu kaget mendengarnya. Apalagi
melihat sikap Naito padamu selama ini...
Asa yang melihat kedua lelaki di depannya bisa begitu santai, jadi merasa konyol sendiri dengan
kegelisahannya. Memangnya bagaimana sikap Naito padaku? Bukannya dia juga
memperlakukan semua orang sama rata?
Tentu saja tidak. Kaze otomatis menggeleng sambil tersenyum lebar, Karena selalu
bersamanya hampir sepanjang waktuk, makanya Tuan Putri nggak sadar. Mungkin hanya orang
buta yang tidak bisa melihat bagaimana dia begitu menjagamu.
Sekarang Kaze benar-benar paham. Selama ini dia selalu menerka-nerka, bahkan kadang tidak
begitu mengerti dengan kedekatan yang tidak biasa antara Asa dan Naito, namun saat ini...
semua sudah jelas. Masalahnya sekarang, tinggal bagaimana keputusan si Tuan Putri setelah
mengetahui perasaan laki-laki itu padanya.
Kamu terlalu manja pada kebaikan Naito. Izumi memberikan komentar yang kontan membuat
Asa membelalak lebar. Dibanding Kaze, nada bicara laki-laki berkacamata itu jauh lebih tegas.
Selama ini, Naito selalu di sisimu, mati-matian menahan perasaan karena tidak ingin
membuatmu susah. Sekarang, sudah waktunya kau lebih memperhatikan dia.
Asa langsung menundukkan kepala. Ia sama sekali tidak mampu melawan perkataan Izumi,
kata-kata itu benar-benar tertancap di dalam benaknya. Tapi aku nggak tahu harus
bagaimana....
Izumi dan Kaze saling berpandangan sesaat, sebelum kembali melihat gadis yang masih
menundukkan kepala di depan mereka. Keduanya lalu menyunggingkan senyum, penuh
pengertian.
Kurasa, jalan terbaik adalah bersikap seperti dirimu yang biasa, ujar Izumi, nada suaranya tidak
sekeras tadi. Mungkin memang ini mengagetkan buatmu, tapi sedikit demi sedikit, mulailah
memahami perasaannya.
Kurasa Naito benar-benar memikirkanmu. Kaze menambahkan, Sejak awal dia sama sekali
tidak memintamu untuk memberinya jawaban. Itu pasti karena dia tahu Tuan Putri akan
kebingungan seperti ini.
Asa terpana. Sungguh-sungguh takjub. Selama ini, dia selalu menganggap Kaze dan Izumi
sebagai tukang mempermalukan wanita yang tak pernah serius, tapi mereka ternyata mampu
mengucapkan kata-kata yang bisa menenangkannya. Asa jadi merasa sangat bersyukur
memiliki teman-teman seperti mereka. Terima kasih...
Izumi mengangguk sekali, lalu membenahi letak kacamatanya. Tapi kuharap kamu bisa segera
menjawab perasaannya secepat mungkin. Kesempatan bagus nggak akan datang dua kali.
Wajah Asa yang semula penuh haru, sontak digantikan oleh ekspresi kebingungan, Apa
maksudmu?
Maksudku... siapa lagi sih yang mau denganmu kalau bukan Naito. Perempuan berkepribadian
ganda yang otoriter dan seenaknya sendiri. Tidak akan ada yang bisa tahan pacaran dengan
gadis sepertimu selain dia, kan?
Belum sampai Asa membalas ejekan Izumi yang terang-terangan, Kaze sudah menimpali lebih
dulu, Benar sekali. Butuh mental dan fisik sekuat baja untuk tahan berada di samping Tuan
Putri. Kurasa nggak ada orang yang lebih cocok selain Naito.
Kerutan-kerutan di wajah Asa semakin bertambah, aura lembut penuh bunga-bunga tadi
seketika berubah. Berganti menjadi mendung tebal berwarna hitam pekat. Kurang ajar... berani
sekali kalian! ia menggeram sambil mengepalkan kedua tangan, berusaha keras menahan diri
untuk tidak meledak. Kutarik semua kata-kata dan rasa syukurku tadi!
Tapi itu memang kenyataan. Kaze yang pandai melihat keadaan malah makin bersemangat
menggodanya. Tentu, Tuan Putri yang sangat menjaga image-nya ini tidak mungkin berani
marah-marah di tempat umum. Karena itulah, kedua laki-laki ini sengaja mengajak Asa untuk
mengobrol di restoran yang ramai pengunjung. Paling tidak, dengan begini mereka bisa bicara
seenaknya tanpa harus takut mendapat sentakan dari Sang Ketua OSIS. Apalagi si penjinak,
Eisei Naito sedang tidak ada, bisa gawat kalau gadis ini tiba-tiba mengamuk. Izumi dan Kaze
tidak mau membuang energi untuk melawan Asa. Merepotkan dan cuma buang-buang waktu.
Hei, apa kalian pikir aku ini cewek yang nggak laku? Meski aku nggak pernah berpacaran, tapi
banyak yang sudah menyatakan cinta padaku, tahu!
Izumi dan kaze terdiam sesaat, menatap Asa hampa lalu menghela napas panjang. Sama sekali
tidak menunjukkan rasa kagum.
Laki-laki yang sudah menyatakan cinta padamu itu menyukai si Tuan Putri Asa. Izumi
menekankan nada suara pada kata-kata akhirnya, Tapi kalau melihat dirimu yang sekarang....
Laki-laki itu tak melanjutkan ucapannya, tapi justru bertukar pandang dengan Kaze, secara
kompak mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala, menunjukkan keputusasaan.
Tidak mungkin, tukas keduanya dalam nada yang sama, seperti meremehkan gadis yang
duduk di hadapan mereka.
Kumohon tutup mulut kalian. Dibarengi dengan senyum hangat keibuan dan suara merdu yang
mengalun lembut, Asa menendang kedua laki-laki itu bergantian. Ucapan dan tindakannya
benar-benar tidak cocok!
Kaze dan Izumi sontak merintih, Aduh! Mereka langsung merunduk, memegang kaki masing-
masing.
Lihat! sentak Izumi, ada sedikit air mata di sudut matanya karena rasa sakit akibat tendangan
Asa yang tidak main-main. Kau yang kasar seperti ini, mana ada laki-laki normal mau?!
Kaze bahkan cuma bisa meringis, Tuan Putri, apa kamu berkaki kuda? Jangan-jangan kakiku
retak lagi.
Jangan berlebihan! Asa balas membentak mereka berdua, tanpa sedikit pun rasa kasihan.
Memang nggak ada gunanya aku bercerita pada kalian. Bukannya mendapat pencerahan, tapi
malah menyulut emosiku saja.
Kaze langsung menghela napas panjang, Untung saja dari awal aku sudah mengetahui sifat
Tuan Putri yang sesungguhnya... coba kalau tidak? Bisa-bisa aku tertipu.
Asa terdiam sejenak. Ia menautkan kedua alis sambil menopangkan kepala di tangan kirinya,
kelihatan tersinggung dengan ucapan Kaze. Apa sifatku seburuk itu? Sampai kalian
mengejekku habis-habisan begini?
Bukan buruk tepatnya. Tapi yang pasti kau sama sekali bukan tipeku, Asa, jawab Izumi tanpa
kompromi.
Kaze langsung mengangguk setuju, Ya, tipe sepertimu itu benar-benar merepotkan. Dan terlalu
berbahaya.
Jadi maksud kalian, aku tipe yang paling kalian benci?
Bisa dibilang begitu, jawab Izumi serta merta. Ia lalu menerawang jauh, seolah berada di dunia
fantasinya sendiri. Dan tiba-tiba lelaki itu malah senyam-senyum, membayangkan sesuatu, Tipe
yang kusukai adalah yang seperti usagi. ( Usagi: Kelinci)
Haa? Asa sontak terperangah, wajahnya tampak terheran-heran, Kau sinting ya?
Izumi yang masih sibuk dengan imajinasinya sama sekali tak peduli, Gadis impianku adalah
yang mungil dan manis. Rasanya jadi seperti ingin melindungi.
Kau pasti lolicon. ( Lolicon: Lolita Complex adalah sebutan bagi pria dewasa yang memiliki
ketertarikan seksual pada anak di bawah umur.) Asa langsung menunjukkan wajah jijik yang
dibuat-buat, Shinjiranai. ( Shinjiranai: Tidak bisa kupercaya)
Izumi sontak melotot, sangat kaget mendengar komentar gadis itu. Ka... kau salah! Suaranya
tergagap, wajahnya pun langsung berubah menjadi semerah kepiting yang baru selesai direbus
dalam air mendidih. Antara malu dan marah, Aku bukan lolicon!
Sudahlah, tidak perlu mengelak. Menyukai gadis imut seperti usagi di usiamu yang sudah tujuh
belas tah?? Hah, kalau bukan lolicon, lalu apa namanya itu? Asa menggeleng-gelengkan
kepala, sengaja menunjukkan ekspresi prihatin, Tenang saja. Sebagai teman aku akan
menerimamu apa adanya.
Asa, kau itu....
Kalau kau, Kaze? Asa buru-buru menyela ucapan Izumi, Bagaimana tipe idamanmu?
Kaze yang sejak tadi asyik memperhatikan, kontan memamerkan senyum menggoda. Tentu
saja yang seksi dan dewasa. Aku suka wanita bertipe leopard. Wanita yang lebih tua boleh juga,
jawabnya bangga.
Asa tercengang, memandang lelaki flamboyan itu dengan tatapan hampa. Jelas, kau Oedipus
complex.6 (6 Oedipus Complex: Sebutan bagi laki-laki yang menyukai wanita yang jauh lebih
tua.)
Berbeda dari Izumi, Kaze malah tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata. Seperti biasa,
penuh percaya diri. Terima kasih.
Itu bukan pujian, gerutu Asa lalu menghela napas berat, Cukup. Aku mau pulang saja.
Aku juga. Kaze melirik jam tangannya sekilas, Ini sudah jam delapan.
Selang beberapa menit, obrolan kecil mereka pun berakhir. Ketiganya memutuskan untuk
segera bergegas. Dan tepat ketika bersamaan keluar dari pintu masuk famiresu, Izumi langsung
melambaikan tangan kanannya. Asa, kami pulang dulu, ucapnya sambil lalu, Ja! ( Ja: Dah!
bahasa slang Jepang, singkatan dari ja mata yang artinya sampai jumpa.)
Eh? Asa sontak mengangkat sebelah alis, sedikit terkejut. Kalian nggak ke rumahku dulu?
Ini sudah malam. Lagipula arah rumah kita kan berlawanan, jawab Kaze malas-malasan, Hati-
hati di jalan ya.
Tanpa menunggu tanggapan Asa, kedua laki-laki itu malah berbalik, cepat-cepat
meninggalkannya.
Hei! Tunggu...
Oh ya... Izumi menoleh lagi, spontan memotong ucapannya, Kalau ada orang aneh
mengganggumu, jangan menyelesaikannya dengan kekerasan. Oke?
Aku setuju, tambah Kaze, yang jelas tidak menunjukkan kekhawatiran sama sekali. Meski ada
yang menggodamu di jalan, berbelas kasihanlah sedikit, Tuan Putri.
Asa hanya bisa termangu, kehabisan kata-kata. Dia bahkan tetap berdiri mematung sampai
kedua sahabatnya itu benar-benar menghilang dari pandangan. Saat tersadar, ia pun tak bisa
berhenti menggerutu. Mereka berdua memang menyebalkan. Bisa-bisanya membiarkan aku
berjalan malam-malam sendirian! Padahal kalau di depan perempuan lain mereka bisa jadi
sangat manis. Sialan!
Asa langsung cemberut. Dengan terpaksa, ia mulai berjalan sendirian di trotoar yang sepi.
Padahal belum terlalu malam, namun sudah tidak terlihat orang-orang berlalu lalang. Hanya ada
lampu jalan yang menemani setiap langkah kakinya. Meski sebenarnya jarak dari famiresu ke
rumah Asa bisa ditempuh sepuluh menit dengan berjalan kaki, tapi tetap saja dia sebal. Izumi
dan Kaze benar-benar tidak pernah memperlakukannya sebagai seorang wanita.
Memikirkan hal itu membuat Asa mengomel lagi, Padahal Naito saja sela... eh? Tiba-tiba dia
berhenti di tempat, tanpa sadar menutup mulutnya dengan satu tangan, detak jantung gadis itu
serasa berhenti sedetik saat menyadari bahwa ia spontan saja mengucapkan nama tersebut.
Tanpa bisa dikendalikan, ingatan-ingatan kecil itu kembali muncul begitu saja. Kenangan
bersama Eisei Naito, sahabat kecilnya yang selalu ada kapan pun dibutuhkan..
Kau terlalu manja pada kebaikan Naito.
Asa menarik napas panjang saat perkataan Izumi terngiang kembali di telinganya. Ia tak
sanggup memikirkan apa-apa lagi. Ya, meski sulit untuk mengakui, namun ucapan itu memang
tepat sasaran. Karena Naito selalu ada untuknya, Asa menjadi tidak peka dan menganggap
keberadaan laki-laki tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Sangat terlambat memang, tapi
akhirnya gadis itu menyadari bahwa selama ini ia tidak pernah mencoba untuk memikirkan
perasaan Naito.
Asa kembali berjalan, kali ini tanpa semangat sama sekali. Langkah kakinya kemudian
melambat, sampai akhirnya ia benar-benar berhenti di depan sebuah taman kecil. Taman
berbentuk lingkaran itu dipenuhi rerumputan hijau di setiap sisinya. Ada empat buah ayunan dan
beberapa permainan kecil yang terletak tepat di tengah-tengah. Masih bisa diingatnya, ini adalah
taman yang dulu sering ia kunjungi bersama Naito untuk sekadar bermain. Namun entah
mengapa, sekarang ingatan itu justru membuatnya sedih. Ia mulai menundukkan kepala
perlahan-lahan, rambutnya tergerai, menutupi sebagian wajahnya.
Naito.... Asa bergumam tanpa sadar.
Apa? Tiba-tiba sebuah suara terdengar begitu dekat.
Heh?! Asa langsung terlonjak. Ia sontak mengangkat kepala, menoleh ke arah taman yang
berada di sisi kanannya, di mana arah sumber suara itu berasal. Tepat di depan matanya,
seorang laki-laki berpakaian kasual, dengan t-shirt putih dan celana jins abu-abu duduk di atas
pembatas kecil, yang memisahkan taman dan jalan tempat Asa berdiri. Meski dalam cahaya
remang-remang, namun wajah dengan mata setajam elang itu tetap mampu memancarkan
pesonanya.
Na... Naito!! Kali ini Asa menjerit dengan suara tergagap. Ia mundur selangkah, benar-benar
kaget bukan kepalang.
Pelankan suaramu, Naito langsung berdiri di samping Asa, menempelkan telapak tangannya di
atas bibir gadis itu, hanya sesaat, namun sanggup membuat Asa tersentak. Ini sudah malam,
kamu bisa membuat orang-orang terbangun, ucapnya datar.
Kau membuatku kaget, tahu! Meski jengkel, Asa berusaha bicara dalam volume suara yang
lebih pelan.
Naito tak menanggapi. Ia cuma tersenyum simpul, menunjukkan ekspresi kalem yang biasa
menghiasi wajahnya.
Detik berikutnya, tiba-tiba suasana berubah hening. Naito tetap bergeming, menjulang tinggi
dengan tatapan mata yang terus terpaku pada Asa. Mau tidak mau, gadis itu jadi salah tingkah.
Ia tidak pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya... begitu aneh dan canggung. Asa tiba-
tiba menghirup napas panjang-panjang, tak tahan lagi. Bagaimanapun juga dia merasa diam
bukanlah jalan keluar.
Kenapa kau ada di sini? tanyanya kemudian, berusaha memperdengarkan nada biasa, bahkan
terkesan ketus.
Aku menunggumu, jawab Naito polos.
Hah? Asa otomatis mengerjap-ngerjapkan matanya, tak mengerti.
Tanpa berkata apa-apa, Naito mengambil ponsel dalam sakunya lalu memperlihatkannya pada
gadis itu.
Naito, jemput Tuan Putri sekarang. Kami baru saja meninggalkannya di famiresu dekat rumah
kalian. Meski dia kuat, bahaya juga melihat seorang gadis jalan sendirian malam-malam.Kaze
Ckkk.... Asa berdecak kesal. Setelah membaca e-mail yang dikirimkan Kaze pada Naito,
sekarang ia sepenuhnya paham. Kaze dan Izumi memang sengaja membuatnya berduaan saja
dengan Naito malam ini.
Ayo pulang! Satu ucapan singkat itu langsung membuyarkan pikiran Asa. Namun belum
sempat ia menjawab, Naito sudah beranjak lebih dulu, berjalan di depannya.
Asa bingung. Ia jadi serba salah dan akhirnya terpaksa mengekor di belakang Naito tanpa
banyak bicara. Ia bisa melihat punggung Naito yang lebar. Jangkauan langkah kakinya juga jauh
lebih panjang dari Asa. Baru saja ia sadari, rasanya entah sejak kapan sahabat kecilnya itu
berubah. Padahal waktu SD, tinggi mereka hampir sama, namun sekarang kepala Asa bahkan
tidak melebihi pundak Naito. Mencoba lagi memperhatikannya dengan saksama, dan ia harus
dikejutkan oleh kenyataan yang sama sekali tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Wajah manis
Naito saat kecil sudah berubah. Ia terlihat lebih dewasa sekarang. Garis dan struktur wajah yang
kuat, telapak tangan yang besar, dan manik mata berwarna cokelat tua yang begitu dalam. Ya,
Asa harus mengakui, Naito bukan lagi laki-laki kecil yang selama ini selalu menemaninya
bermain.
Bersikap seperti diriku yang biasa... Asa bergumam pelan, mengingat lagi pembicaraannya
dengan Kaze dan Izumi beberapa saat lalu. Memang aku yang biasa itu seperti apa? tanyanya
pada diri sendiri. Memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun tetap saja, tak ada satu
jawaban pun muncul di dalam kepalanya.
Asa. Panggilan itu membuat ia tersadar dari lamunan. Dilihatnya Naito yang berada di
depannya juga berhenti berjalan.
Asa tak segera menjawab panggilan tersebut. Ia justru sibuk memperhatikan Naito yang kini
melihatnya dengan pandangan heran. Meski laki-laki itu memiliki langkah kaki yang panjang,
namun anehnya jarak yang memisahkan mereka hanya berkisar satu meter. Lagi-lagi Asa baru
menyadarinya sekarang.
Kenapa berhenti? Kamu capek?
Asa buru-buru menggeleng sebagai jawaban, yang langsung membuat Naito mengernyitkan
dahi. Namun ia tak bertanya apa pun lagi dan membalikkan badan, kembali berjalan di depan
gadis itu. Asa tahu, Naito adalah tipe orang yang berjalan cepat, namun bila bersama Asa, laki-
laki itu sebisa mungkin menyeimbangi langkahnya yang jauh lebih kecil dan lebih lambat.
Berusaha untuk ada di sampingnya dalam keadaan apa pun. Kini Asa merasa jadi orang paling
tolol di dunia. Selama ini Naito selalu menjaganya, membuat dia merasa nyaman dan bahagia.
Tetapi sayangnya... gadis itu sama sekali tak pernah mau melihat.
Sesaat setelah memikirkan berbagai hal yang sejak tadi memenuhi pikirannya, Asa tiba-tiba
menepuk kedua pipinya dengan sedikit keras, berteriak dalam hati. Kebingungan seperti ini
sama sekali bukan sifatku. Aku nggak bisa seperti ini terus, batinnya.
Ia lalu memandang Naito yang semakin jauh berjalan. Asa masih sempat menghembuskan
napas, meremas tangan untuk membulatkan tekad, dan mendadak saja ia berlari. Dan tiba-tiba
ia memegang lengan kiri Naito dengan kuat.
Naito sontak berhenti di tempat sambil menoleh padanya, Ada apa? Ia menunjukkan ekspresi
terkejut dan bingung di saat bersamaan. Naito tetap membiarkan Asa menggenggam lengannya.
Namun bisa dirasakannya tangan gadis itu gemetaran.
Naito... Asa mengawali kalimatnya di tengah napas yang memburu. Ia lalu mendongakkan
kepala ke atas, menatap Naito lurus-lurus. Aku nggak bisa berpura-pura nggak terjadi apa-apa
di antara kita.
Naito terkesiap, bahkan tak sanggup berkedip selama beberapa detik, tanpa sengaja
menunjukkan ekspresi yang sangat jarang dia perlihatkan di depan orang lain.
Setelah mendengar semua yang kamu katakan padaku, pandanganku terhadap Naito jadi
berubah. Aku nggak bisa melihatmu sama seperti dulu lagi, lanjut gadis itu tanpa sekali pun
melepaskan pandangannya. Sinar mata Asa yang kuat sanggup membuat Naito tertegun,
Karena itu aku... hmmm... aku... Ia mendadak berhenti bicara, terlihat bingung menyusun kata-
kata. Dan saat Asa sadari, wajahnya sendiri mulai memerah. Ia sama sekali tidak menyangka
bisa segugup ini menghadapi Naito.
Naito masih belum menanggapi ucapan Asa yang berapi-api. Ia justru memperhatikan Asa
dalam diam, berpikir sejenak. Detik berikutnya, Naito tiba-tiba saja menyunggingkan sebuah
senyum hangat, penuh arti, Arigatou, ( Arigatou: Terima kasih) ujarnya dalam suara pelan,
yang nyaris seperti berbisik.
Asa kembali menatapnya. Belum sempat ia bertanya apa maksud ucapan terima kasih itu, Naito
sudah lebih dulu meletakkan salah satu telapak tangannya di atas kepala Asa. Mengusapnya
lembut.
Tak perlu buru-buru. Naito menurunkan tangannya dari atas kepala gadis itu, lalu menyentuh
wajah Asa dengan sangat hati-hati. Aku akan menunggu sampai kamu bisa melihatku... ia lalu
menunjukkan tatapan serius, ... sebagai seorang laki-laki.
Eh? Jantung Asa berbisik. Ia tak tahu pasti perasaan apa yang paling dirasakannya saat
mendengar ucapan Naito tersebut, namun ia tak bisa menahan diri untuk tersenyum, Aneh
sekali, tukasnya.
Naito menautkan kedua alis. Ucapan Asa itu jelas seperti sebuah penolakan, atau bahkan
mungkin ekspresi tidak percaya. Akhirnya ia cuma berdiri diam, menurunkan tangannya dari
wajah Asa perlahan-lahan.
Gadis itu masih tersenyum. Ia lantas bergegas lebih dulu, meninggalkan Naito di belakangnya.
Tetapi baru beberapa langkah berjalan, Asa kembali menoleh pada Naito yang masih belum
bergerak dari tempatnya. Aneh... ia kembali mengulang ucapannya, lalu menatap Naito lekat,
aku sama sekali tidak membenci kata-katamu tadi.
Apa? Naito kembali dibuat terkejut. Padahal selama ini ia hampir selalu bisa menebak isi
pikiran Asa, namun anehnya, setiap kata baru yang meluncur dari mulut gadis itu selalu
membuatnya kaget. Mungkin, inilah salah satu alasan yang membuat Naito tak akan bisa
melepaskan diri dari Asa. Sejak dulu, selalu saja, gadis itu tidak pernah berhenti membuatnya
terkesima.
Sekarang aku bersyukur karena kamu sudah mau mengungkapkan semua isi hatimu padaku.
Asa tersenyum kecil, lantas menoleh ke arah Naito yang sudah berjalan di sampingnya. Mulai
saat ini, jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku ya? ungkapnya serius. Ia menatap
Naito dalam-dalam, menunggu jawaban darinya.
Hening sesaat, sebelum akhirnya Naito membalas tatapan mata itu sambil menganggukkan
kepala sekali.
Bagus. Asa terlihat puas.
Asa merasa heran sekaligus takjub, sama sekali tak menyangka perasaan kalut dan cemas yang
melandanya sejak kejadian di ruang OSIS, bisa tiba-tiba menghilang begitu saja sekarang.
Ternyata aku memang nggak bisa tanpa Naito, gumamnya tanpa sadar.
Naito sontak menoleh pada Asa, meski sayup-sayup, ia masih jelas mendengar gumaman Asa,
yang langsung menimbulkan debaran aneh di dadanya. Bahagia, malu, dan gugup bercampur
menjadi satu, hanya bisa berusaha menahan agar perasaan itu tidak meledak tiba-tiba.
Walaupun sebenarnya tak kelihatan secara kasat mata, namun Asa selalu saja berhasil
membuat Naito terlihat seperti orang bodoh.
Kamu barusan bilang apa? tanyanya, berusaha memastikan apa yang didengarnya tidak salah.
Asa langsung menggeleng, menunjukkan senyum jail sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya,
Rahasia!
Naito termangu selama beberapa detik, namun akhirnya ia pun membalas senyuman itu.
Syukurlah, dia sudah kembali seperti biasa, batinnya.
Mungkin, tak ada yang lebih membuat laki-laki itu bahagia selain bisa melihat Asa kembali
tersenyum. Gadis yang brilian, kuat, sekaligus berhati lembut. Satu-satunya orang yang bisa
membuat Naito mengeluarkan berbagai macam ekspresi, hanya dengan berada di sampingnya.
*
Bab 2
Selamat pagi semuanya. Dengan menggunakan keigo,9 (9 Keigo : Bahasa formal, halus, dan
sopan) yang terdengar begitu anggun dan menghanyutkan, Asa menyapa murid-murid kelas 1
yang bergerombol di koridor tempatnya berjalan.
S... selamat pagi Putri Asa, ucap mereka bersahutan. Mata para murid kelas 1 itu terlihat
berbinar-binar penuh kekaguman saat melihat sang ketua OSIS berjalan melewati mereka.
Rambut panjang hitamnya terkena angin semilir, yang entah darimana datangnya. Hebatnya,
keanggunan sempurna Asa mampu mempengaruhi atmosfer di sekitar mereka. Tidak hanya itu,
ketiga pangeran yang berada di sampingnya juga memiliki andil besar sehingga membuat
semua mata tak sanggup mengalihkan pandangan. Seperti melihat domino manusia, beberapa
korban berjatuhan, pingsan dalam kebahagiaan, yang bisa dipastikan semua itu karena
senyuman maut Mitsuno Kaze, wajah imut Shirokawa Izumi, atau mata indah Eisei Naito yang
mampu menghipnotis orang yang melihatnya. Berlebihan jelas, tetapi yah, ini adalah hari-hari
biasa di SMA Hogosha Gakuen.
Begitu mereka berempat masuk ke ruang khusus anggota OSIS di lantai tiga, Asa langsung
menjentikkan jarinya sambil berucap, Guardian time! yang terdengar seperti sebuah kode
rahasia.
Jadi... Kaze tiba-tiba bertanya, setelah menutup pintu di belakang mereka, bagaimana
kelanjutan hubungan kalian berdua?
Kalian berdua siapa? tanya Asa tak terlalu peduli, ia kemudian duduk di singgasananya, dan
langsung mengambil cermin tangan dari laci meja kerjanya, sibuk bercermin.
Siapa lagi? Tentu saja Tuan Putri dan Naito, kan? Kaze sedikit terkejut, padahal awalnya dia
berencana untuk menggoda kedua sahabatnya itu, namun yang ada malah dia sendiri yang
sekarang dibuat penasaran. Kenapa mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa sih? batinnya.
Kalau Izumi sepertinya tidak terlalu ambil pusing dan lebih memilih bermain dengan laptop di
hadapannya, Kaze ternyata bersikap sebaliknya. Ia kelihatan bersemangat untuk ikut campur.
Jadi, sekarang kalian sudah resmi pacaran? Akhirnya Kaze menembak Asa dan Naito
langsung.
Hah? Asa mengerutkan kening. Meski sibuk mengurusi wajahnya, ia masih sempat
menunjukkan mimik heran, Kau bicara apa sih?
Kaze terperangah, sungguh tak habis pikir dengan jawabannya. Padahal kemarin malam Asa
terlihat bimbang dan cemas. Namun kalau melihat kesantaian gadis di depannya saat ini, pasti
tidak akan ada lagi yang percaya bahwa peristiwa kemarin pernah terjadi.
Tunggu dulu... Tuan Putri... kenapa reaksimu itu, Kaze kehabisan kata-kata, sampai tak sadar
jika ia tergagap-gagap saat bicara, maksudku, paling tidak seharusnya kamu tersipu malu,
kan?
Tersipu malu? Kali ini Asa menurunkan cermin dari tangannya sambil memandang Kaze,
berpikir sejenak, lalu memiringkan kepalanya sedikit, Kenapa?
Kenapa?! Kaze mengulang ucapan gadis itu dengan nada tak percaya, ia menggeleng-
gelengkan kepala, antara kesal dan tak sabar. Sebenarnya apa sih yang terjadi pada mereka
berdua kemarin? batinnya.
Karena tak puas dengan reaksi Asa, ia pun langsung melayangkan pandangan pada Naito.
Diperhatikannya laki-laki itu sibuk memeriksa buku anggaran klub-klub ekstrakulikuler di
Hogosha Gakuen. Nampaknya ia juga tak perduli pada obrolan Kaze dan Asa barusan, meski
jelas-jelas itu berhubungan dengan dirinya.
Naito. Kaze memanggilnya sampai sang wakil ketua OSIS tersebut balik menatapnya, terang-
terangan menuntut sebuah penjelasan. Namun Naito hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
Ia malah mengalihkan pandangan pada Asa, bertatapan sejenak, lalu keduanya sama-sama
melempar senyum satu sama lain, membuat Kaze yang melihat mereka tak bisa lagi menahan
rasa penasaran yang sudah bertumpuk.
Hei! Sebenarnya hubungan kalian berdua sekarang ini...
Kenapa kau penasarannya banget sih? potong Asa tiba-tiba, Kau cemburu ya? Maaf saja
kalau begitu. Tapi aku nggak suka tipe playboy sepertimu, lanjutnya acuh tak acuh.
Cemburu?! Kaze langsung menjerit, bereaksi seperti sesak napas meski ia tak memiliki
penyakit asma, Tuan Putri, meski cuma bercanda... tolong jangan mengatakan sesuatu yang
mengerikan seperti itu.
Jadi bukan ya? Asa berkata cuek sambil memainkan rambut panjangnya, namun tiba-tiba ia
menepuk kedua tangannya sekali, seolah mengerti, Ah, kalau bukan aku, berarti yang kau suka
itu Naito?
Ha!! Kaze menahan napas, Haaah? detik berikutnya ia melotot tanpa sempat berkedip. Tiba-
tiba saja bulu kuduk di sekujur tubuhnya berdiri, dan ketika tanpa sengaja menatap Naito lagi, ia
langsung buang muka. Terlihat ngeri. Tuan Putri, jangan keterlaluan! Aku ini sangat mencintai
perempuan, tahu!
Hmm... Asa cuma mengeluarkan suara gumaman. Berusaha menahan tawa yang sudah ingin
meledak. Ternyata asyik juga menggoda laki-laki jahil ini, pikirnya.
Hei. Izumi yang darI awal memang tak mau bertukar kebodohan Kaze ataupun Asa, akhirnya
buka mulut untuk pertama kali, Daripada kalian ribut-ribut terus, bukannya lebih baik membaca
permohonan dari para target?
Ya. Naito yang pertama kali bereaksi. Ia melihat jarum jam di tangannya menunjukkan angka
08.10 Kita masih punya waktu dua puluh menit sebelum pelajaran pertama dimulai.
Oke, Izumi, bacakan permohonan baru yang masuk hari ini, ucap Asa sambil memutar-mutar
kursi beroda yang didudukinya. Ia kemudian mengalihkan pandangan pada Kaze yang tepat
berada di depannya. Menatap laki-laki itu dengan heran, Kenapa masih berdiri di situ? Cepat
kembali ke tempatmu.
Mau tak mau Kaze menurut juga, meski ia masih belum merasa lega karena pembicaraan
mereka terpotong begitu saja. Ditambah lagi sekarang Asa malah seenaknya sendiri
menuduhnya menyukai Naito. Ini namanya senjata makan tuan, rencana mau menjahili, malah
dia sendiri yang kena batunya.
Ini aneh. Izumi bergumam pelan, ia semakin sibuk memperhatikan layar laptop di depannya.
Terlihat berpikir keras.
Kaze yang sudah duduk di sebelahnya langsung ikut-ikutan melihat, Apanya yang aneh?
Izumi meliriknya sekilas sebelum menjawab dengan suara lantang, agar Asa dan Naito juga ikut
mendengar, Permohonan pada Guardian menurun. Kemarin memang tidak terlalu kelihatan
perbedaannya, tapi menurut data statistik hari ini... jumlah permohonan yang masuk pada kita
memang tak seperti biasanya.
Naito dengan sigap mengecek data statistik yang dibuat Izumi melalui laptop miliknya. Dalam
tiga hari menurun hingga 15 persen, tambahnya dengan nada curiga. Ini memang terlihat
janggal.
Apa? Kaze sontak menunjukkan wajah cemas. Sebuah kemungkinan terburuk tiba-tiba terlintas
dipikirannya, Jadi maksud kalian... Ia berhenti sejenak, kemudian bertatapan dengan Asa, yang
sepertinya memiliki pemikiran sama dengannya.
Tingkat kepopuleran kita sedang menurun?! Hampir berbarengan, keduanya menjerit histeris
sambil berdiri dari kursi masing-masing.
Hah! Izumi sampai nyaris terjatuh dari tempatnya, Socchi ka yo?!10 (10. Diterjemahkan
secara harfiah berarti, Yang sebelah itu kah? namun dalam pembicaraan ini, bisa diartikan,
Jadi itu yang kalian pikirkan yang merupakan ungkapan perasaan kesal karena apa yang
dikatakan lawan bicara tidak sesuai dengan ekspresi pembicara.) bentaknnya keras, benar-
benar tidak menyangka bahwa itulah kekhawatiran utama Asa dan Kaze, Harusnya kalian
memikirkan hal yang lebih penting dari itu!
Memangnya ada yang lebih penting dari itu?! Asa balas membentak, yang langsung direspons
dengan anggukan setuju oleh Kaze.
Tidak salah lagi. Kombi satu ini sepertinya selalu haus akan puji-pujian dan popularitas. Entah
mereka cuma bercanda atau memang memiliki sifat-sifat dasar narciss yang sudah ada dari
sananya. Izumi langsung memijat-mijat dahinya sendiri, mendadak merasa pusing dan letih
menghadapi mereka berdua. Asa dan Kaze ini memang nggak seharusnya disatukan. Melawan
mereka cuma membuatku ikut-ikutan menjadi orang bodoh, rutuknya dalam hati.
Sebentar lagi bel masuk pasti berbunyi. Sambil menopangkan kepala di salah satu tangan,
Naito tiba-tiba bicara di tengah memanasnya suasana di antara mereka, dengan nada datar.
Lebih baik kita segera membaca e-mail yang masuk.
Meski sebenarnya ucapan itu sama sekali tidak terdengar seperti perintah, namun tanpa banyak
ba-bi-bu, Asa, Izumi, dan Kaze langsung menganggukkan kepala setuju. Tak salah lagi, bila laki-
laki yang dijuluki si ketua bayangan ini sudah mengeluarkan giginya, pasti tak ada satu orang
pun yang sanggup melawan. Bahkan Takagi Asa, yang merupakan ketua OSIS sah sekaligus
pemimpin Guardian generasi keenam pun sering kali kalah kuasa.
Dia bisa langsung menguasai keadaan meski cuma membuka mulut sekali saja, Izumi masih
sempat menunjukkan perasaan kagumnya meski cuma dalam hati. Penjinak yang satu ini
memang hebat.
Izumi, kenapa kau malah melamun? Pertanyaan Asa langsung membuyarkan seluruh
pikirannya. Cepat baca.
Ah, oke. Izumi buru-buru memfokuskan pandangan pada layar di depannya lagi. Matanya
menelusuri beberapa e-mail yang masuk.
Komita dari kelas 2-B ingin memiliki wajah semanis Hinagizawa Kanon. (. Tokoh fiktif idola
Jepang dalam novel Bokutachi no Unmei yang memiliki image natural.)
Asa menggebrak mejanya, Hoi Izumi, sudah kubilang berapa kali, hah? Saring permohonan
yang bermutu! tukasnya kesal, Dasar si Komita, kapan dia mau berhenti mengirim e-mail tak
masuk akal seperti itu.
Izumi tidak ambil pusing dengan amukan Asa, ia justru kembali membacakan permohonan aneh
yang baru masuk tiga puluh menit lalu, Fukazawa Yuko dari kelas 3-C ingin berhenti sekolah
dan minta bantuan Guardian untuk menikahkannya dengan raja minyak Arab.
Hahaha... Kaze kontan tertawa terbahak-bahak samnil memukul-mukul mejanya sendiri,
membuat suasana jadi heboh, Menikah dengan raja minyak Arab? Hahaha... impian yang besar
sekali!
Berisik! Asa membentak Kaze, benar-benar kesal bukan main. Izumi, kau juga! Sudah
kubilang berapa kali sih? Cari permohonan ya...
Aku menemukan satu permohonan yang sepertinya cukup bermutu, potong Naito tiba-tiba.
Ternyata, di saat mereka bertiga ribut, laki-laki itu sudah selesai mengecek satu per satu e-mail
yang masuk.
Oh ya? Kemarahan Asa langsung surut seketika. Cepat bacakan.
Sungguh hebat, dalam sekejab mata, ketenangan dan kedamaian pun kembali. Rasanya
pemikiran Izumi beberapa saat lalu memang tepat. Naito memenuhi kualifikasi sebagai seorang
penjinak. Ucapannya sama sekali tidak pernah mengandung kata yang terkesan menggurui
apalagi memerintah, namun cukup ampuh membuat lawan biacara patuh dan dengan senang
hati menurutinya. Mungkin itu adalah satu dari sekian banyak kekuatan Naito yang mencolok.
Laki-laki itu dapat mempengaruhi orang meski ia sendiri tidak bermaksud demikian... Si persuasif
alami.
Sasaki Kenta dari kelas 2-E menginginkan Guardian untuk menyelesaikan masalah yang saat
ini terjadi di klub melukis. Naito mulai membaca deretan kata yang tadi sempat menarik
perhatiannya, Entah sejak kapan, klub melukis mempunyai sebuah tradisi yang hanya diketahui
oleh kami, para anggotanya. Setiap anggota yang pernah terpilih untuk mewakili sekolah dalam
kompetisi melukis atau pernah mendapat penghargaan akan mendapat satu bintang sebagai
tanda jasa. Sebaliknya, anggota yang tidak pernah mengikuti kompetisi atau memiliki jumlah
bintang paling sedikit akan menjadi... Tiba-tiba ia menggantungkan ucapannya, membuat tiga
pasang mata yang sejak tadi menatapnya terlihat semakin tegang, ...garakuta. (. Garakuta:
Sampah/sesuatu yang tidak berguna.) Naito menyelesaikan kalimat tersebuat dalam ekspresi
keruh.
Garakuta? Ketiga anggota OSIS lainnya terlihat tak percaya. Mereka buru-buru beranjak dari
bangku masing-masing, lalu berdiri mengelilingi tempat duduk Naito, menunjukkan rasa
penasaran sekaligus tidak habis pikir.
Menganggap seseorang sebagai garakuta... itu benar-benar tradisi aneh dan kejam. Kaze yang
pertama kali mengeluarkan reaksi keras, Apa gunanya mereka melakukan itu? tanyanya pada
Naito.
Awalnya semua anggota klub melukis cuma menganggapnya sebagai permainan sekaligus cara
untuk memotivasi setiap anggotanya supaya bisa membuat karya yang lebih baik, namun tradisi
itu berlanjut sampai akhirnya melampaui batas.
Izumi spontan memajukan wajahnya di depan laptop milik Naito, membuat sendiri kalimat
terakhir dalam e-mail tersebut. Aku sudah mencapai batasku. Aku ingin Guardian
menyelesaikan masalah di klub melukis yang belakangan ini menjadi semakin parah.
Setelah Izumi menyelesaikan perkataannya, ketiga laki-laki itu secara bersamaan menatap Asa
yang sejak tadi cuma diam sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Gadis itu kemudian
berjalan pelan, kembali menuju meja kerjanya dan langsung melayangkan pandangan pada
layar di depannya. Ternyata, foto dari biodata lengkap Sasaki Kenta baru saja dikirimkan oleh
Naito ke laptopnya.
Asa terlihat serius memperhatikan profil laki-laki itu, seperti mempelajari sesuatu. Tanpa sadar,
ia mulai mengetuk-ngetukkan kelima jemari tangan kanannya dalam irama lambat. Suasana
sunyi senyap, tidak ada satu orang pun yang membuka mulut. Di sinilah detik-detik paling
menegangkan. Satu keputusan dari pemimpin Guardian akan menentukan langkah mereka
berikutnya.
Asa mendadak berhenti mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, Sasaki Kenta... seru Asa tegas
sambil melihat ketiga laki-laki di depannya bergantian, Target lock on! perintahnya.
Naito, Izumi, dan Kaze langsung menganggukkan kepala sebagai jawaban. Terlihat lega karena
sang pemimpin mau menerima permohonan itu.
Jadi... Asa merenggangkan otot-ototnya sebentar sebelum berdiri dari tempat duduk. Ia lantas
mengembangkan senyum lebar sambil berucap, Kita mulai malam ini.
*
Bab 3
Di pekarangan rumah putih bertingkat dua itu terdapat sebuah gudang yang dibangun terpisah
dari rumah induk. Tempat itu hanya memiliki satu ruangan dengan kaca-kaca bening yang
sekelilingnya terbuat dari kayu jati. Dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat seperti sebuah
studio mini. Berbagai macam peralatan melukis tergeletak di meja panjang yang berada tepat di
sebuah kanvas besar.
Meski sekarang sudah hampir pukul 11 malam, ternyata lampu di dalam studio mini itu masih
menyala, menunjukkan masih ada kegiatan di sana. Seorang laki-laki terlihat sedang sibuk
mewarnai gambar dalam kanvasnya. Ia memiliki perawakan kecil, dengan mata cukup lebar.
Hidung kecil menghiasi wajahnya yang berbentuk lonjong. Rambut hitamnya dipotong cepak
seperti buah nanas. Bolak-balik ia menghapus keringat dari dahi dengan punggung tangan.
Meski ia tetap fokus menyelesaikan hasil karyanya, raut wajahnya terlihat tertekan, seolah
sedang dikejar-kejar oleh sesuatu.
Srak. Srak. Srak.
Irama suara kuas di atas kanvas itu mendadak berubah, semakin cepat dan kasar, membuat
siapa pun pasti menutup telinga mendengar suara tidak menyenangkan yang ditimbulkannya.
Kuas itu terus bergerak sampai akhirnya gambar pemandangan alam dalam lukisan tersebut
perlahan-lahan tak terlihat lagi. Sasaki Kenta, dengan penuh emosi mencoret-coret lukisannya
sendiri dengan kuas besar yang ia pegang. Seperti orang kehilangan akal, napas Kenta
memburu, mimik wajah yang penuh rasa ketakutan itu seperti menunjukkan sebuah tekanan
besar yang tidak bisa ia hadapi. Tak sanggup menahan amarah akan sesuatu hal, Kenta tiba-
tiba menendang kayu penyangga di hadapannya hingga kanvas di atasnya ambruk.
Sialan! Kenta merintih tanpa suara, ia terduduk lemas di lantai sambil memegangi kepalanya
yang serasa ingin pecah. Ia benar-benar sudah mencapai batasnya. Tanpa bisa dikendalikan,
Kenta mulai memukul-mukulkan tangannya di atas permukaan lantai kayu di bawahnya.
Sialan!!
Sayang sekali. Tiba-tiba, sebuah suara merdu terdengar di belakangnya.
Kenta sontak menoleh. Ia langsung terbelalak lebar, detak jantungnya bahkan sempat berhenti
sedetik, Si... siapa?
Guardian time! Suara merdu itu kembali terdengar.
Kenta langsung berjingkat, mundur sejauh mungkin. Empat sosok berjubah hitam tiba-tiba saja
muncul di hadapannya. Tentu saja sebagai manusia normal, kaget adalah reaksi paling dasar
yang bisa ia keluarkan. Dandanan mereka yang sangat mencolok membuat Kenta semakin
shock. Ia berusaha keras menenangkan pikirannya yang sempat kacau, sebelum akhirnya
sanggup mencerna apa yang diucapkan orang asing di depannya barusan.
Ka... kalian benar-benar Gu... Guardian? tanya Kenta tergagap, antara tak percaya dan takut-
takut. Diperhatikannya lagi empat orang yang berdiri di hadapannya. Ia sampai menahan napas
selama beberapa detik, merasakan sensasi aneh. Baginya, penampilan Guardian
memperlihatkan sebuah kontradiksi. Padahal pakaian hitam yang mereka kenakan memberikan
kesan misterius dan menyeramkan, namun mata serta rambut mereka yang berwarna cemerlang
sanggup membuat Kenta terpesona.
GOTCHA! Keempatnya bersamaan menjentikkan jari sambil menunjuk wajah Kenta yang
masih terperangah.
Salam kenal, Sasaki Kenta. Purple menyapa laki-laki itu dengan wajah bersahabat, Kami
sudah membaca permohonanmu.
Kenta menelan ludah sekali, tidak langsung merespons apa yang baru saja pemimpin Guardian
itu ucapkan. Siapa namamu? Ia justru melontarkan pertanyaan lain.
Kamu bisa memanggilku Purple. Satu-satunya perempuan dalam gerombolan itu menjawab
dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya. Ini Blue, Gold, dan Red. Ia lalu
memperkenalkan tiga orang yang berdiri mengelilinginya.
Sikap Purple yang terkesan santai membuat debaran jantung Kenta perlahan kembali normal,
Apa kalian benar-benar bisa membantuku? Ia terdengar ragu.
Sebelum itu... Laki-laki yang berambut biru menimpali, lantas berjalan melewati Kenta,
mengambil kanvas yang tergeletak di lantai. Apa lukisan ini memang sengaja dibuang?
tanyanya seperti mengintrogasi. Ia kemudian meletakkan kanvas tersebut di atas meja, lalu
menoleh kepada Kenta.
Kentan sontak mundur selangkah, sedikit gentar saat matanya beradu dengan mata Blue yang
berwarna kuning terang, pekat seperti warna mentega. Seolah sorot setajam pedang itu sanggup
mengulitinya dalam sekejap. Karya yang jelek harus dibuang. ucapnya dalam bisikan, meski
berusaha ditutupi, namun kesedihan dalam suaranya tetap terasa.
Hmm... Purple masih sempat tersenyum simpul, Maksudmu, lukisan itu adalah garakuta?
Kenta sontak membelalakkan mata. Kedua tangannya mengepal keras-keras. Pertanyaan yang
diucapkan Purple dengan ringan ternyata sanggup membuat laki-laki itu gemetaran. Y... ya. Kau
benar, jawabnya setelah terdiam selama beberapa saat. Ia berusaha menguatkan diri
semampunya.
Kalau begitu, kita sampai ke pokok masalah, tukas Gold tiba-tiba, Sekarang ceritakan pada
kami apa yang sebenarnya terjadi di klub melukis.
Kenta menghembuskan napas berat. Kemudian menatap satu per satu anggota Guardian
dengan mata sayu, menunjukkan perasaan tertekan dan putus asa. Garakuta. Itu adalah
sebutan untuk anggota klub melukis Hogosha Gakuen yang dianggap tidak kompeten. Awalnya,
garakuta hanyalah sebutan bagi anggota yang memiliki bintang paling sedikit. Namun, beberapa
waktu belakangan, tradisi itu berubah menjadi sesuatu yang berlebihan dan... menakutkan.
Kenta memulai ceritanya, mencoba memperdengarkan nada biasa, meskipun sesekali ia tak
bisa menahan getaran dalam suaranya. Bukan hanya sekadar nama, tapi mereka yang
mendapat predikat garakuta akan benar-benar diperlakukan seperti sampah oleh anggota
lainnya.
Hah? Red yang pertama kali bereaksi, Diperlakukan seperti sampah? Maksudmu ini ijime?
(. Ijime: Penindasan/bullying)
Kenta langsung menggeleng lemah, Bukan ijime. Ia menggigit bibir bawahnya tanpa sadar,
Sesuai namanya, menjadi garakuta berarti harus siap dibuang ke tempat yang paling pantas
untuknya... Kenta menarik napas sekali, sebelum melanjutkan kalimat terakhirnya dengan suara
lirih, ...yaitu tempat sampah.
Deg!
Keempat anggota Guardian tersentak seketika. Meski tak membuka mulut, tapi ekspresi kaget di
wajah mereka sudah cukup menunjukkan bahwa apa yang terjadi benar-benar di luar dugaan.
Saat menjadi garakuta, kau akan dimasukkan ke dalam tempat pembuangan sampah yang
berada di depan ruang klub melukis. Permasalahannya, posisi ruangan klub kami berada di
tempat paling ujung gedung sekolah, sehingga tidak ada seorang pun selain anggota klub
melukis yang lewat, ujar Kenta dengan dahi berkerut-kerut. Laki-laki itu lalu mendengus keras,
memaksakan diri tersenyum, yang justru membuatnya tampak makin tertekan, Siapa sangka, di
sekolah semacam Hogosha Gakuen ada tradisi aneh, yang sama sekali tidak diketahui oleh
siswi atau guru lain.
Sebenarnya, darimana asal tradisi garakuta itu? tanya Gold tak habis pikir, Tadi kau bilang,
awalnya ini hanya sebutan saja, kan? Lalu bagaimana bisa tradisi itu berubah jadi berlebihan
seperti sekarang?
Tradisi garakuta dimulai setahun lalu. Penciptanya tak lain adalah ketua klub melukis, Kak Niita
Hosoya yang sekarang berada di kelas 3-B, jelas Kenta. Ia tidak pernah sekalipun melupakan
kejadian itu, seolah semua terpatri dalam pusat ingatannya. Tradisi memberikan nama
panggilan garakuta pada mereka yang belum pernah mengikuti kompetisi melukis awalnya cuma
dianggap sebagai cambuk agar mereka lebih berusaha dan melepas predikat itu dari dirinya.
Namun, sebulan lalu mendadak saja Kak Hosoya... Kenta tiba-tiba berhenti bicara, lantas
kembali menggigit bibir bawahnya. Terlihat sangat gugup.
Mendadak apa? tanya Red tak sabar, yang membuat Gold sontak menepuk pundak laki-laki itu
agar sedikit lebih tenang.
Hari itu, Kak Hosoya menyuruh semua anggota klub melukis untuk memperlakukan garakuta
seperti sampah yang sebenarnya. Sesaat Kenta berhenti bicara, napasnya mulai memburu. Ada
rasa takut dan sesal yang kuat saat kembali mengingat peristiwa tersebut, Ka... karena garakuta
adalah benda yang tidak berguna, jadi tak satu pun dari kami boleh memperlakukannya sebagai
manusia. Kami membuangnya bersama dengan sampah-sampah lain di sana.
Gold langsung menggeleng-gelengkan kepala, tak menyangka dengan apa yang baru saja
didengarnya. Meski kau mengatakannya sebagai tradisi, tapi apa yang dilakukan Niita sama
saja dengan penindasan.
Bukan. Kenta langsung menyanggah pendapat Gold, Menindas seseorang berarti
menyakitinya, karena itu kukatakan... garakuta berbeda dengan ijime. Selama kau menjadi
garakuta, tidak akan ada yang mendekatimu. Tidak akan ada yang menyakitimu. Ia lalu
memandang Guardian bergantian, tanpa berusaha menutupi sorot matanya yang nampak
terluka, Karena dari awal, kau hanya dianggap sampah. Sebuah benda rusak yang sepantasnya
dibuang.
Tradisi itu jelas salah. Purple yang sejak tadi serius mendengar cerita Kenda, akhirnya
menanggapi, Kenapa semua orang menuruti Niita untuk terus melakukan tradisi itu?
Kak Hosoya adalah ketua yang baik, jawab Kenta lirih, Ia dengan senang hati mengajari para
junior dan menjadi panutan bagi anggota lainnya.
Jadi itu alasan yang membuat kalian menurutinya? tanya Gold dengan nada tak percaya,
Orang baik tidak mungkin tega melakukan hal seperti itu.
Kenta sontak menggeleng keras, Alasan utama tradisi itu berlanjut adalah karena anggota lain
merasa apa yang diperbuat Kak Hosoya sekarang ini sangatlah berguna.
Haa? Red melongo, benar-benar tak terima, Apa maksudnya berguna? Apa kalian tidak
memikirkan perasaan anggota yang harus menjadi garakuta?
Kenta memandang Red selama beberapa detik dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Antara
setuju, tapi juga mengandung keragu-raguan. Masalahnya, sejak kasus pertama garakuta yang
dibuang ke tempat pembuangan sampah... seminggu kemudian, garakuta itu berhasil
mengalahkan Kak Hosoya, yang biasanya menempati nomor satu dalam pameran lukisan yang
diadakan sekolah.
Hmm... Blue spontan mengangguk, ia terlihat sudah paham permasalahnnya, Jadi... sejak
kejadian tersebut, anggota klub lainnya merasa tradisi garakuta bekerja lebih efektif untuk
'memaksa' mereka menghasilkan karya yang jauh lebih bagus.
Ya. Kenta tak membantah. Pendapat Blue memang benar adanya.
Apa kamu pernah menjadi garakuta? tanya Purple tiba-tiba. Ia menyibakkan jubah panjangnya,
lalu berjalan beberapa langkah menuju tempat Kenta, yang sontak terpaku saat melihatnya dari
jarak lebih dekat.
Ti... tidak, jawab Kenta terbata-bata, Hanya sekadar melihat saja membuatku sangat bersalah
dan menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana
perasaanku bila harus berada di posisi garakuta.
Purple berpikir sejenak sebelum kembali bertanya, Pertama kali Niita memerintahkan
anggotanya untuk membuang garakuta, apakah orang itu menurut begitu saja? selidiknya.
Ehmm... sebenarnya aku merasa ada yang ganjil. Bukan garakuta, tapi sikap Kak Hosoya yang
aneh, jawab Kenta dengan kening berlipat, Pada hari itu, aku merasa sikap Kak Hosoya
berubah. Walaupun dia memang selalu terlihat serius saat melukis, namun ia jauh lebih pendiam
dibanding biasanya, dan juga tidak terlalu fokus. Aku pikir Kak Hosoya mungkin tertakan karena
dia sudah kelas tiga dan juga harus memikirkan masalah klub. Ditambah dengan mengurus
pameran lukisan yang rutin diadakan sekolah, jelas Kenta sambil menerawang jauh, berusaha
kembali mengingat peristiwa penting tersebut. Namun yang lebih membuat kami semua kaget
adalah ketika Kak Hosoya mengumumkan bahwa mulai hari itu, siapa pun yang memiliki predikat
garakuta harus benar-benar menjadi sampah.
Kenta kembali terdiam, seolah bingung untuk melanjutkan cerita. Melalui ekspresinya ia bahkan
menunjukkan ketidakyakinan pada ingatannya sendiri. Korban garakuta pertama yang akhirnya
bisa mengalahkan Kak Hosoya adalah Kak Tachibana Yayoi. Teman seangkatan Kak Hosoya,
sekaligus... Kenta menggantungkan kelimatnya selama beberapa saat, sebelum menyelesaikan
ucapan terakhirnya dalam gumaman, Pacarnya.
Pacar?! Gold dan Red menjerit bersamaan.
Bagaimana bisa? Ini nggak masuk akal. Gold sampai tak bisa berhenti menggeleng-gelengkan
kepala, Kenapa ada orang setega itu? Apalagi pacarnya sendiri...
Lalu... Purple memotong ucapan Gold, ia kelihatan lebih tertarik pada hal lain, Bagaimana
keadaan Tachibana Yayoi?
Kenta terdiam cukup lama. Kali ini ia sedikit kebingungan menjawab pertanyaan tersebut, Kak
Yayoi tak banyak bicara, tapi aku merasa ia ketakutan, atau mungkin terpukul dengan sikap Kak
Hosoya yang tiba-tiba berubah. Apalagi saat itu luka di tangan Kak Yayoi baru saja sembuh.
Luka?
Keseleo saat olahraga. Kenta langsung menjawab pertanyaan Red, ekspresinya mulai
mengeruh, Tapi gara-gara itu, Kak Yayoi tidak diperbolehkan melukis selama tiga minggu. Jadi,
meski biasanya prestasi Kak Yayoi cukup baik, ia harus rela mendapat predikat garakuta untuk
pertama kali dalam hidupnya... karena anggota yang lain berhasil melampaui selama dia absen.
Seperti memutar kembali adegan film di dalam otaknya, Kenta mulai membayangkan peristiwa
yang terjadi beberapa bulan lalu. Sore hari di dalam ruang ekstra kulikuler klub melukis yang
total berjumlah sepuluh orang, sang ketua Niita Hosoya tiba-tiba saja memberikan sebuah
pengumuman yang mengejutkan mereka semua.
*
Bab 4
Mulai hari ini, garakuta tidak akan diperbolehkan berada di ruangan klub melukis. Hosoya
berkata dalam suara keras, bernada perintah. Agar tidak mencemari tempat ini, dia harus
dibuang di tempatnya yang paling layak... ia mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, lalu
mengarahkannya pada sebuah bak abu-abu berukuran besar, yang terlihat dari dalam jendela
ruang klub melukis, ...di sana.
Kesembilan anggota klub melukis yang mendengar ucapan Hosoya langsung menghentikan
kesibukan masing-masing. Tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bicara. Semua mata hanya
mengikuti arah telunjuk Hosoya dengan perasaan cemas dan juga takut. Wajah serius Hosoya
yang sama sekali tak menunjukkan senyum membuat para anggotanya shock. Ini adalah kali
pertama sang ketua yang terkenal baik dan bijaksana itu menunjukkan ekspresi menyeramkan.
Kenapa kalian masih diam saja? Di tengah keheningan yang mencekam, Hosoya memandang
anggotanya satu per satu. Hingga akhirnya tatapan matanya berhenti pada seorang gadis yang
tidak jauh dari tempatnya berdiri. Cepat buang garakuta itu dari tempat ini.
Apa? anggota klub melukis saling bertatapan dalam ekspresi bingung dan tak percaya. Mereka
tetap bergeming tanpa ada yang berani bergerak sedikitpun. Semua mata ikut melayangkan
pandangan pada gadis bernama Tachibana Yayoi yang baru saja dipanggil garakuta oleh
Hosoya. Pikiran mereka seolah penuh dengan tanda tanya, sama sekali tak bisa memahami apa
yang sebenarnya sedang terjadi.
Melihat manusia di sekelilingnya hanya berdiri kaku seperti patung, Hosoya sontak menghela
napas keras, Kalau kalian tidak ada yang mau membuangnya, maka aku akan melakukannya
sendiri, tukasnya. Ia lalu berjalan mendekati Yayoi dengan wajah tanpa ekspresi. Secepat kilat,
tiba-tiba saja ia menarik satu tangan gadis itu dengan kasar dan langsung menyeretnya keluar
ruangan. Yayoi tersentak. Meski ia sempat membuka mulut, namun tak ada satu kata pun keluar
dari bibirnya.
Blam!
Hosoya menutup pintu dari luar.
Setelah sempat terpaku selama beberapa saat, delapan anggota klub melukis yang dengan jelas
melihat kejadian tak terduga itu akhirnya sadar. Mereka buru-buru meletakkan alat melukis yang
mereka pegang. Tanpa ada yang memerintah, mereka semua langsung menyusul Hosoya yang
sudah keluar lebih dulu sambil membawa Yayoi paksa.
Hampir berbarengan, semua anggota klub tiba-tiba menghentikan langkah kaki mereka begitu
sampai di luar ruangan. Eh? Delapan pasang mata terbelalak lebar, bersamaan dengan suara
irama jantung yang mendadak bergerak semakin cepat. Ketakutan dan ketegangan memenuhi
tempat itu. Di depan semua anggota klub melukis, Hosoya baru saja mendorong tubuh Yayoi
masuk ke dalam tempat pembuangan sampah yang bau busuk, bercampur bersama plastik-
plastik sampah lainnya.
Kak Yayoi... Seorang gadis kelas satu sontak menutup mulutnya, ia meneteskan air mata.
Benar-benar tak tega melihat apa yang sedang terjadi.
Belum sempat ada yang bicara, Hosoya sudah lebih dulu bergerak. Setelah melakukan hal yang
tidak berperikemanusiaan seperti itu, ia lantas membalikkan badan, menatap anggota klub
melukis yang balas memandangnya dengan ekspresi ngeri. Kegiatan klub kita belum selesai,
siapa yang menyuruh kalian berhenti? tanyanya dengan nada biasa, seperti tidak terjadi apa-
apa.
Beberapa dari mereka terlihat tak percaya, yang lain hanya bisa menelan ludah dan menghindari
tatapan mata Hosoya, seolah takut bila laki-laki itu melakukan sesuatu yang mengerikan pada
mereka.
Ayo. Hosoya menggerakkan tangannya, memberi isyarat pada kedelapan anggota klub untuk
mengikutinya masuk ke ruangan. Dan detik berikutnya, tiba-tiba saja ia tersenyum. Senyum
hangat seorang kakak senior yang biasa dilihat oleh para anggota klub saat mengajari mereka
melukis. Namun kali ini senyum itu tidak berhasil menenangkan suasana. Rasanya ada sesuatu
yang menakutkan di balik wajah lembut Hosoya. Sesuatu yang membuat atmosfer di tempat itu
semakin terasa mencekam.
Ketika mereka semua sudah masuk ke dalam ruangan klub, tidak ada satu pun yang berani
berkomentar. Beberapa kali mereka mencuri-curi pandang ke arah luar jendela, melihat Yayoi
tergolek lemah di dalam tempat pembuangan sampah yang berbentuk persegi panjang.
Tubuhnya terlentang di atas tumpukan sampah. Seragam putih serta blazer-nya lusuh, rambut
panjangnya yang halus terkotori oleh berbagai macam jenis sampah yang bahkan tidak layak
untuk disentuh.
Kak Hosoya... Kenta memanggil dengan suara lirih, ialah satu-satunya orang yang berani
memanggil kakak kelasnya itu setelah apa yang terjadi barusan.
Ada apa? tanya Hosoya ramah, ia tidak memandang Kenta langsung, karena sudah disibukkan
kembali dengan lukisan di hadapannya.
A... apa Kak Yayoi ti... tidak apa-apa? tanyanya dengan suara bergetar, ia benar-benar
mengeluarkan seluruh keberanian yang dimiliki. Anggota yang lain pun hanya bisa menjadi
penonton bisu dengan tetap memasang telinga baik-baik. Menunggu dalam kecemasan dan
ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Bahkan, jika keadaan dirasa mulai gawat,
mereka sudah berancang-ancang untuk kabur duluan.
Hosoya lagi-lagi tersenyum, tanpa mempedulikan keresahan yang terjadi di sekitarnya. Ia
kemudian meletakkan kuasnya, menatap Kenta yang terlihat gemetaran, Yayoi siapa?
tanyanya polos.
Eh? Bukan hanya Kenta, anggota yang lainnya pun langsung menatap Hosoya tak percaya.
Wajah innocent dan senyum hangatnya benar-benar membuat mereka menjadi semakin
bingung.
Yang baru saja kakak bawa keluar...
Yang baru saja aku bawa keluar itu garakuta. Hosoya sontak memotong ucapan Kenta, Aku
hanya membuang sampah yang memang seharusnya dibuang di tempatnya. Ia bahkan
menatap satu per satu anggota klubnya dengan tatapan menenangkan, seolah yang
diperbuatnya adalah hal terpuji, Tidak baik kan kalau kita membuang sampah sembarangan?
Itulah yang terjadi di klub kami. Kenta mengakhiri ceritanya pada Guardian. Ia lalu mendesah,
terlihat lelah. Setelah itu, keadaan menjadi semakin rumit.
Gold mengangkat sebelah alis, mata hijau zamrudnya menatap Kenta lurus-lurus, Apanya yang
rumit?
Keesokan harinya aku melihat Kak Hosoya dan Kak Yayoi bersikap seperti biasa. Saat istirahat
siang maupun saat pulang sekolah, mereka berdua tertawa bersama seolah tak terjadi apa-apa.
Hal itu membuat kami resah. Kenta lalu mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti, Tapi
saat kegiatan klub di mulai, sikap Kak Hosoya kembali aneh. Semua itu terus berlanjut, sampai
akhirnya anggota klub melukis lainnya mengikuti jejak Kak Yayoi dan diperlakukan sama seperti
garakuta.
Tentu saja tradisi itu hanya berlaku di klub melukis. Sekalipun kau menjadi garakuta dan tidak
dianggap sebagai manusia... hal itu hanya terjadi selama beberapa jam, ungkap Kenta dalam
ekspresi yang kian muram, ia bahkan meremas tangannya untuk menahan emosi yang sudah
lama ia tahan, Semua akan kembali seperti biasa setelah kegiatan klub selesai. Semua orang
melupakan apa yang sudah mereka lakukan, bahkan garakuta pun tak mengatakan apa pun.
Dalam gumaman, suaranya mulai bergetar, A... aku hanya ingin kembali di saat klub melukis
menjadi tempat yang... menyenangkan.
Kenta tak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia tiba-tiba terduduk di lantai sambil menutup
sebagian wajahnya dengan tangan kiri, terlihat ingin menangis. Bukan hanya karena persoalan
garakuta, tetapi sikap para anggota klub yang sudah berubah di matanya membuat Kenta makin
frustasi. Kesenangan dan kebersamaan yang selalu memenuhi klub melukis perlahan-lahan
menghilang. Yang ada sekarang hanyalah ketegangan, tekanan, dan keambisiusan untuk
mendapatkan bintang terbanyak.
Tangan kanan Kenta yang gemetaran tanpa sadar menggapai satu tangan Purple yang masih
berdiri di depannya. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, Tolong aku, ucapnya lirih,
memohon.
Purple bisa merasakan tangan Kenta yang dingin gemetaran, namun gadis itu tak langsung
merespons. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia hanya menundukkan kepala, menatap Kenta yang
terduduk di lantai. Ia berpikir sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk bersimpu di depan
laki-laki itu, hingga wajah Purple sejajar dengannya. Pelan-pelan ia menarik tangan Kenta yang
masih menutupi wajahnya sendiri.
Laki-laki itu langsung tersentak saat melihat Purple mengembangkan bibir, menunjukkan seulas
senyum penuh arti. Jarak wajah mereka begitu dekat, hingga Kenta bisa melihat gurat-gurat
halus di mata biru Purple yang sedalam lautan. Guardian akan menyelesaikan masalahmu, ujar
gadis itu tanpa keraguan. Tatapannya tegas, namun mimik wajahnya begitu mententramkan.
Pasti.
Kenta sontak menahan napas. Perasaan baru mulai memenuhi relung hatinya. Sebuah
keyakinan yang sanggup menghilangkan kecemasan dalam dirinya sedikit demi sedikit.
Oh ya... Purple lalu bangkit dan berjalan menuju meja panjang di belakang Kenta, mengambil
kanvas yang tadi sempat dipegang oleh Blue. Aku tidak terlalu paham tentang lukisan. Tapi
yang aku tahu... ia menggantung ucapannya, lalu mendekati Kenta lagi, menatap laki-laki itu
dengan sorot mata lembut, Lukisanmu ini sama sekali bukan garakuta.
Eh? Laki-laki itu langsung termangu. Kata-kata Purple seakan merasuk ke dalam hatinya.
Padahal ini pertama kalinya ia berinteraksi dengan Guardian, namun ajaibnya, ia sama sekali tak
meragukan mereka. Entah darimana harapan itu datang, tapi ia percaya bahwa kelompok
misterius di depannya ini adalah orang-orang terpilih yang bisa menolongnya.
*
Bab 5
Keesokan hari, anggota Guardian berkumpul di dalam ruangan OSIS. Meski sudah memasuki
jam istirahat siang, mereka masih belum berniat untuk beranjak.
Sekarang apa yang harus kita lakukan, Tuan Putri? tanya Kaze tanpa sedikitpun mengalihkan
pandangan dari rekaman CCTV di hadapannya.
Masih ada beberapa hal yang perlu kita pastikan, jawab Asa sambil melipat kedua tangannya
di depan dada. Seperti Kaze, Izumi, maupun Naito, ia juga serius memperhatikan layar di
hadapannya.
Di dalam rekaman video itu, terlihat aktivitas anggota klub melukis di ruangan mereka beberapa
bulan lalu, tepatnya hari di mana tradisi garakuta yang mengerikan itu dimulai. Semua anggota
klub terlihat konsentrasi pada lukisan masing-masing, tak ada yang bicara satu sama lain. Dan,
seperti yang sudah diceritakan oleh Kenta, tradisi garakuta itu memang terjadi di sana. Di dalam
rekaman tersebut, Hosoya menarik tangan Yayoi. Dengan sentakan keras ia menyeret Yayoi
keluar ruangan, hingga gadis itu sedikit kesulitan mengikuti langkah kakinya.
Sayang sekali, posisi tempat pembuangan sampah tidak terjangkau oleh kamera kita, ucap
Izumi kemudian, matanya menelusuri jajaran monitor di depannya. Di sana ia bisa melihat
punggung para anggota klub yang sedang berdiri mengelilingi Hosoya di luar pintu masuk klub
melukis, alat canggih itu tidak bisa merekam tempat di mana Hosoya membuang garakuta. Tapi
paling tidak, kita sudah tahu jelas bahwa Niita Hosoya memang melakukan perbuatan yang
benar-benar tidak bisa diterima.
Tanpa berkata apa-apa, Asa hanya meresponsnya dengan satu anggukan kepala.
Lalu, apa lagi yang mau kamu pastikan? tanya Naito yang berdiri di sampingnya. Ia hanya
menoleh pada gadis itu sekilas, lalu kembali pada kegiatannya semula.
Asa tak langsung menjawab. Ia justru beranjak dari tempatnya, meninggalkan ketiga laki-laki
yang masih serius melihat rekaman video, Sekarang kita perlu memfokuskan penyelidikan pada
Niita dan Tachibana.
Gadis itu lalu memiringkan kepalanya sedikit, berpikir dalam diam. Seolah ada sesuatu yang
bergerak di dalam otaknya. Seandainya tujuan Niita mengubah tradisi garakuta adalah untuk
membuat anggota klubnya lebih termotivasi, aku masih bisa paham. Yang tidak kumengerti
adalah kenapa ia harus memilih itu saat kekasihnya sendiri garakuta? Apalagi gadis itu juga baru
saja sembuh dari lukanya...
Dan yang lebih aneh lagi adalah sikap Tachibana, timpal Kaze sambil berjalan mendekati
tempat Asa, Meski ia sudah diperlakukan seperti itu, tapi keesokan harinya ia bisa bersikap
seperti tidak terjadi apa-apa.
Membuat anggota klub kebingungan, lalu membuat mereka semua mengikuti permainan Niita,
sahut Izumi yang baru saja selesai melihat rekaman CCTV. Ia kemudian berdiri berhadapan
dengan kedua rekannya yang lain, Apa yang diperbuat oleh Niita pada Tachibana benar-benar
keterlaluan. Tapi hasilnya, gadis itu bisa melampaui Niita dan membuat anggota yang lain
terpengaruh. Dan pada akhirnya, tujuan awal dari tradisi garakuta berjalan sesuai dengan yang
diinginkan oleh Niita. Seolah...
Seolah... Naito melanjutkan ucapan Izumi, ...sudah direncanakan. Ia menekankan nada suara
pada kata terakhirnya.
Ketika anggota OSIS kontan menoleh pada Naito yang masih belum beranjak dari depan monitor
CCTV. Tak ada yang menanggapi pendapatnya, tapi tak ada pula yang menyanggah. Dalam
diam, mereka setuju dengan kesimpulan Naito. Tradisi yang diciptakan Niita berjalan rapi,
memberikan hasil persis yang ia inginkan, tetapi juga menimbulkan keganjilan baru.
Karena Niita dan Tachibana adalah sepasang kekasih... Mendadak sebuah kemungkinan
muncul di kepala Kaze, Jangan-jangan Tachibana juga ikut ambil bagian dari rencana garakuta
itu?
Izumi sontak menatap Kaze dengan mata membulat, seperti mendapat pencerahan, Maksudmu
mereka bersandiwara?
Kaze mengangguk dengan penuh semangat. Kalau mereka bersandiwara, semua petunjuk
yang kita dapat jadi cocok, kan? Tachibana tidak merasa sakit hati dan bisa bersikap seperti
biasa karena ia adalah bagian dari rencana yang dibuat oleh Niita. Mereka bersekongkol.
Tapi kenapa Niita mau berbuat sejauh itu? Asa tiba-tiba mengeluarkan sebuah pertanyaan
yang kontan membuat Kaze harus berpikir ulang. Seandainya jika dia hanya dikalahkan oleh
Tachibana, mungkin kasus ini tidak terlalu rumit, tapi kenyataannya... setelah kasus pertama,
anggota lainnya secara bergantian mengambil posisi Niita. Apa itu semata-mata hanya demi
membuat anggotanya termotivasi? Atau dia sengaja mengalah demi membuat mereka percaya
bahwa tradisi garakuta buatannya memang berguna? Asa melontarkan runtutan pertanyaan,
yang kali ini ia tanyakan pada dirinya sendiri.
Setelah berpikir cukup lama, Asa merasa ada beberapa hal yang masih mengganjal. Seperti ada
celah-celah kosong dalam kasus ini yang belum bisa diisi.
Mungkin ada baiknya kita menyelidiki hubungan antara Niita dan Tachibana, ucap Naito di
tengah-tengah kesunyian, Lagipula, keterlibatan Tachibana dalam kasus ini juga masih
perkiraan kita saja.
Ya. Asa mengangguk setuju, Sebelum bertatap muka dengan mereka langsung, kita harus
pastikan semuanya. Ia memutuskan untuk kembali duduk di bangkunya. Berpikir dalam waktu
beberapa detik, lantas mengacungkan jari telunjuk pada tiga lelaki yang berdiri di depan
mejanya.
Izumi, kau selidiki latar belakang Niita Hosoya, perintah Asa ringan, Tanyakan juga pendapat
orang-orang di sekitar Niita tentang dirinya. Kumpulkan informasi sebanyak mungkin.
Gadis itu lalu melayangkan pandangan pada laki-laki di sebelah Izumi, Kaze, kau bertugas
menyelidiki Tachibana Yayoi. Tampaknya kau akan lebih termotivasi jika menyelidiki perempuan,
daripada laki-laki.
Kaze sontak mengangkat ibu jarinya sambil memamerkan senyuman maut, yang justru membuat
Asa mengeluarkan ekspresi kecut.
Dan terakhir, Naito... Asa melemparkan pandangan pada laki-laki ketiga, Kumpulkan foto
lukisan semua anggota klub, sebelum dan sesudah kejadian garakuta yang pertama.
Kaze sontak mengerutkan kening, terlihat heran dengan perintah yang diberikan pada Naito,
Mengumpulkan lukisan? Untuk apa?
Aku ingin melihat sampai mana mereka berubah, jawab Asa yang masih sibuk menyeruput
secangkir teh hangat di atas mejanya. Itu mungkin juga bisa dijadikan petunjuk, misalnya saja...
sejauh mana tradisi garakuta yang dibuat Niita bisa mempengaruhi mereka.
Oh, benar juga. Kaze langsung mengangguk-angguk mengerti.
Di lain sisi, meski Izumi diam saja, nyatanya ia terus memperhatikan semua gerak-gerik Asa. Ia
menatap gadis itu dengan mimik bosan, pasrah, tapi juga mengandung sedikit rasa jengkel,
Setelah memberikan perintah pada kami bertiga, lantas apa yang akan kau lakukan sekarang,
Ketua? sindirnya tajam, Ingin tetap menikmati secangkir teh hangatmu sampai jam istirahat
selesai? Atau mau berkeliling mengitari koridor sekolah dan mengadakan jumpa fans?
Hmm... Asa bergumam kecil, seolah berpikir. Dengan gerakan anggun ia meletakkan cangkir
tehnya di tempat semula. Setelah mengubah posis duduknya sedikit, Asa kemudian
menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Izumi dengan lagak
seperti seorang bos besar, Tentu saja dua-duanya. Memang apalagi yang bisa kuperbuat selain
itu? jawabnya santai, seolah apa yang diucapkannya adalah hal terwajar yang memang
sepantasnya ia lakukan.
Kaze dan Izumi bersamaan menghela napas berat. Ya, ini adalah Tuan Putri yang biasa. Sama
sekali tidak ada kejutan. Si otoriter bernama Takagi Asa ini memang tidak ada duanya dalam
memperlakukan anak buahnya sesuka hati. Naito, yang sejak awal hanya diam memperhatikan,
malah menyunggingkan senyum samar melihat reaksi mereka. Sikap semena-mena Asa
bukanlah sesuatu yang baru baginya. Namun meski begitu, Naito sama sekali tak pernah
merasa keberatan ataupun mengeluh. Entah apa yang membuatnya bisa menerima kelakuan
Asa yang sering kali membuat Kaze dan Izumi benar-benar ingin menjitak kepala gadis itu.
Kenapa kalian masih berdiri di sana? tanya Asa heran. Dengan wajah dihiasi senyuman, ia
memandang tiga laki-laki di depannya sambil melambaikan tangan kanannya. Jelas sekali, itu
adalah kalimat tanya dan pose mengusir paling halus, tapi juga paling menyakitkan yang pernah
ada!
Tanpa perlu berlama-lama, Naito, Kaze, serta Izumi pun beranjak menuju pintu keluar. Dan tepat
sebelum salah satu dari mereka membuka pegangan pintu, tiba-tiba suara di belakang mereka
memanggil lagi.
Selamat bekerja. Asa menyemangati. Sederet giginya yang putih sedikit terlihat di antara
senyumnya yang hangat, Dan selalu ingat pesanku... Ekspresi kalem Asa tiba-tiba digantikan
oleh sorot mematikan, Jangan sampai ketahuan, desisnya mengancam. Oke? bibir gadis itu
tiba-tiba mengembang lagi.
Hai', hai'. (. Iya, iya.) Kaze menjawab malas-malasan sambil keluar ruangan diikuti oleh
Naito dan Izumi.
Hai'-nya satu kali saja! (. Di Jepang kalau mengucapkan Hai dua kali atau lebih, sering
dianggap tidak serius dan kurang sopan.) Suara Asa masih sayup-sayup terdengar saat
ketiganya menutup pintu di belakang mereka.
Naito. Kaze dan Izumi sama-sama menepuk pundak laki-laki itu. Kemudian memandangnya
dengan tatapan hampa, tapi juga sarat akan keprihatinan.
Seandainya aku yang menjadi teman masa kecil Asa, aku mungkin sudah kabur dari dulu.
Izumi mengemukakan pendapat yang langsung diamini oleh laki-laki flamboyan di sebelahnya.
Naito, kalau aku boleh memberi komentar singkat... Kaze buru-buru menyahuti, Kurasa,
seleramu terhadap perempuan memang aneh.
Meski mereka berdua menunjukkan rasa heran yang begitu nyata, Naito tetap terlihat tenang-
tenang saja. Ia justru memamerkan senyum tipis yang mempesona. Dia hanya gadis SMA
biasa. Sama sekali tidak ada yang aneh darinya.
Kaze dan Izumi cuma bisa termangu. Biasa dari segi mana?! mereka menjerit keras, yang
sayangnya cuma bisa di dalam hati saja. Setelah lebih dari satu tahun mengenal Naito,
sepertinya menanggapi ucapan laki-laki itu sama sekali tidak terlalu bermanfaat, apalagi kalau
nekat membantahnya, itu jauh lebih tidak mungkin. Meski Naito terlihat sebagai laki-laki tenang
nan damai, namun terkadang, keteguhan serta kekuatan dalam setiap kata yang keluar dari
mulutnya sanggup membuat lawan bicara memutuskan untuk bungkam tanpa banyak ba bi bu.
Jika harus dibuat analoginya, mungkin mereka akan merasa seperti pelari maraton yang sudah
lebih dulu menyerah, bahkan sebelum garis start dibuat. Ya, sampai sebegitu besarnya
pengaruh Naito bagi mereka.
*
Bab 6
Di dalam kelas 2-B, pelajaran matematika dimulai sesaat setelah bel pelajaran siang berbunyi.
Pak Satake memberikan sebuah soal geometri yang langsung diselesaikan oleh Naito dalam
hitungan menit. Ia menulis angka-angka di atas papan tulis tanpa membawa buku materi, atau
kalau diperhatikan, ia bahkan tidak terlihat sedang menghitung, seolah semua mengalir begitu
saja dari dalam otaknya.
Kalau murid laki-laki cuma diam memperhatikan tanpa berpikir apa-apa, tidak begitu yang terjadi
dengan murid perempuan. Hampir semua memperhatikan punggung tegap Naito dengan
berbagai macam ekspresi. Kagum, terpana, bahkan ada yang sampai meleleh. Walaupun
mungkin Pak Satake berpikir ketenangan dalam kelas tersebut terjadi karena semua murid fokus
memperhatikan pelajaran, tapi kenyataannya adalah mereka sibuk memperhatikan orang yang
sedang mengerjakan soal di papan tulis.
Bagus sekali Eisei. Pak Satake memuji Naito setelah laki-laki itu selesai menyelesaikan soal
yang dibuatnya, Sempurna.
Naito hanya mengangguk sopan, lalu tanpa banyak basa-basi, ia kembali ke tempat duduknya
dengan wajah cuek yang biasa. Bisa diduga, detik-detik saat ia kembali ke tempat duduk, mata
cewek-cewek di kelas itu mengikuti gerak-gerik Naito sampai kembali ke bangkunya, tepat
berada di samping jendela.
Komita yang duduk di deretan depan iseng-iseng memperhatikan sekelilingnya yang penuh aura
bunga-bunga. Ia tak bisa lagi menyembunyikan seringaian lebarnya yang terkesan jahil. Komita
mungkin bisa bereaksi seperti itu karena dia adalah satu dari segelintir gadis di kelas 2-B yang
tidak terlalu memuja-muja Naito. Alasan utamanya adalah karena ia sudah memiliki pacar, meski
pacarnya jelas tidak bisa menyaingi ketampanan Naito, namun itu tidak terlalu penting. Baginya,
cinta adalah segalanya. Dan itu bisa Komita dapatkan dari cowok yang sekarang juga terdaftar di
klub atletik, sama seperti dirinya.
Putri Asa. Komita tiba-tiba menoleh ke arah belakang, tepat di mana gadis yang sering
dipanggil tuan putri itu duduk. Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Eisei? tanyanya
dalam bisikan.
Asa menatap gadis itu sebentar, lalu mengangkat bahu sekali. Biasa-biasa saja, jawabnya
ringan.
Apa?? Komita tak bisa menutupi kekecewaannya pada tanggapan Asa itu, ia menginginkan
suatu jawaban yang lebih heboh dan menakjubkan. Kok cuma biasa-biasa? Memang Eisei tidak
menyatakan apa-apa padamu?
Haaa... Asa menghembuskan napas sekali. Ia sempat melirik ke depan, melihat Pak Satake
sedang sibuk menulis soal baru dan tidak terlalu memperhatikan mereka. Gadis itu kemudian
mengalihkan pandangan pada Komita lagi. Baru saja ia menyadari sebuah fakta baru. Secara
tidak langsung, Komita ini sebenarnya adalah orang yang membuat Asa mengerti tentang
perasaan Naito padanya. Ia lalu menimbang-nimbang sebentar, berpikir untuk bercerita pada
Komita. Apalagi, gadis ceria itu mungkin adalah teman yang paling dekat dengan Asa di kelas 2-
B, selain ketiga anggota OSIS, yang semuanya adalah laki-laki.
Naito sudah mengatakan semuanya padaku. Asa berkata pelan, Dan dia bilang dia mau
menungguku.
Sebuah senyum lebar spontan menghiasi wajah Komita, Romantis sekali. Ia kontan menutup
mulut, berusaha keras menahan suaranya agar tidak meledak.
Selama ini perasaan gadis itu selalu mengatakan, tidak ada orang yang lebih cocok berada di
samping Asa selain Naito, Bukan hanya karena tampang mereka yang cakep, tapi ada satu hal
yang lebih penting. Satu hal yang membuat Komita mengagumi mereka berdua. Dan itu adalah
ekspresi di saat mereka berdua sedang bersama. Entah apa hanya Komita yang berpikir
demikian, namun gadis itu yakin apa yang dia lihat tidak mungkin salah. Keduanya selalu terlihat
bersinar saat sedang bersama.
Putri Asa, sampai kapan kamu mau membiarkannya menunggu? tanya Komita ingin tahu,
Meski kelihatannya tidak ada apa-apa, tapi siapa sih yang tahu isi hati manusia selain manusia
itu sendiri?
Asa sontak menautkan kedua alisnya, terlihat tidak paham, Apa maksudmu?
Komita membalas pertanyaan Asa dengan seulas senyum samar. Rasanya, ia seperti
menemukan sisi baru dari putri yang dijadikan panutan oleh hampir semua siswa di Hogosha
Gakuen itu. Meski selalu terlihat sebagai gadis yang cerdas dan dewasa, tapi gadis ini
sebenarnya cukup polos. Kalau dari apa yang kulihat, Eisei itu sebenarnya sangat
menginginkan jawaban dari Putri Asa secepat mungkin, kan?
Komita, apa kamu mendengar apa yang kukatakan tadi? Asa telihat sedikit kesal dengan
pendapat gadis itu, seolah-olah Komita menganggap Naito sedang berusaha menyudutkannya,
Naito sama sekali tidak pernah memaksaku untuk segera memberinya jawaban kok.
Komita tak bisa lagi menahan tawa. Ia memang memiliki tingkat kepekaan yang jauh lebih tinggi
dari orang lain, dan merasa sudah bisa memahami situasi ini dari dua sisi. Sisi Asa, maupun sisi
Naito, yang sebenarnya cukup susah untuk ditebak.
Yappari ne...16 (16. Yappari nee: Sesuai dugaanku.) Komita tanpa sadar bergumam, terlihat
puas.
Asa makin dibuat bingung, wajahnya seolah menunjukkan ia sedang kehilangan arah, Yappari?
Bukan apa-apa. Komita buru-buru menggelengkan kepala, dan tiba-tiba saja mengganti topik
pembicaraan. Putri Asa... Eisei itu pintar sekali ya.
Asa hanya mengangguk dalam diam. Terkadang, ia merasa tidak bisa menangkap apa yang
sedang dibicarakan Komita. Gadis itu sering kali berbicara tak tentu arah dan melantur,
contohnya saja saat ini.
Eisei memang pintar... Komita mengulangi perkataannya sendiri, kali ini disertai oleh seringaian
aneh, tapi juga menakutkan. dia menyelesaikan kalimat terakhirnya dalam bisikan yang sangat
pelan, hingga membuat Asa langsung mendekatkan wajahnya.
Barusan kamu bilang apa?
Oke, kita selesaikan soal selanjutnya. Suara Pak Satake yang tiba-tiba berkumandang di kelas
sontak membuat Komita memutar tubuhnya menghadap depan. Hanya sekilas, menyempatkan
diri menoleh kembali ke arah Asa. Tapi bukannya menjawab pertanyaan gadis itu barusan,
Komita justru menunjukkan sebuah senyum lebar, yang membuat Asa otomatis memiringkan
kepala, benar-benar tak mengerti apa maunya.
Komita yang sudah kembali memperhatikan papan tulis, ternyata tetap tak bisa berhenti
tersenyum. Pelan-pelan ia menoleh ke arah belakang, tepat di samping jendela. Sudut matanya
mencari tempat Naito duduk. Meski laki-laki itu sangat pandai dan selalu memegang ranking
satu dalam bidang akademik, namun dia sepertinya juga tidak terlalu memperhatikan pelajaran
dan hanya melihat Pak Satake dengan tatapan tanpa ekspresi. Yah, orang pintar memang
bermacam-macam.
Eisei ternyata menyeramkan. Komita bergumam kecil. Kata-kata 'Aku akan menunggumu'
memang terkesan indah, tapi tetap saja itu sama dengan pemaksaan. Ia lalu terkikik sendiri.
Setelah mendengar cerita singkat Asa, sekarang ia bisa menarik kesimpulan berdasarkan
asumsi pribadinya. Entah dari mana kepercayaan dirinya itu muncul, tapi Komita selalu yakin
bahwa pemikiran pasti tepat sasaran. Aku nggak menyangka, diam-diam Eisei ternyata memiliki
jiwa monopoli yang kuat sekali. Ia lalu menopangkan kepala pada salah satu tangan, kembali
asyik menganalisis kisah percintaan orang lain di dalam otaknya.
Agar Putri Asa tidak bisa menolak cintanya, Eisei menggunakan kata-kata halus dan
menawarkan diri untuk menunggu. Tapi sayangnya Putri Asa sama sekali tak menangkap
maksud di balik pernyataannya itu. Kuakui, Eisei mungkin mengambil langkah yang cerdas... tapi
sekaligus, sangat licik. Sesaat, diliriknya Naito dengan ekspresi penuh kemenangan, seolah
telah menangkap buruan besar. Laki-laki itu mengucapkan kalimat yang membuat Putri Asa
tidak akan bisa pergi ke mana-mana.
Komita kemudian melayangkan pandangan pada Asa, dan gadis itu pun balik melihatnya dengan
tatapan yang seakan bertanya Ada apa? namun Komita hanya menggeleng sekali,
memamerkan senyum manisnya.
'Aku akan menunggu sampai kamu bisa melihatku sebagai seorang laki-laki'. Hah! Tidak salah
lagi, pernyataan Eisei itu tujuannya hanya satu! Kesimpulan terakhir yang terlintas dalam benak
Komita kontan memunculkan senyum penuh gairah di wajahnya, seakan dia baru saja berhasil
menemukan kunci untuk membuka peti harta karun. Ya, hanya ada satu tujuan... yaitu untuk
mengurung Putri Asa selamanya.
***
Bagaimana hasil penyelidikan kalian? tanya Asa setelah beberapa kali menguap. Ia duduk di
kursinya dengan santai sambil memakan senbei, 17 (17. Senbei: Semacam kue beras.) salah
satu cemilan yang terkenal di Takayama.18 (18. Takayama: Nama kota di perfektur Gifu.)
Izumi masih sempat memandang gadis itu dengan tatapan pasrah tapi juga mengandung
kekesalan, sebelum akhirnya membacakan hasil pengamatan yang sudah ia tulis rapi di dalam
buku catatan khusus. Niita Hosoya. Ketua klub melukis Hogosha Gakuen, sering menjuarai
lomba melukis sejak duduk di bangku SMP. Di kelasnya 3-B, ia cukup terkenal karena memiliki
pribadi periang dan sangat peduli pada orang lain. Menurut beberapa orang di kelasnya, Niita
bahkan sering membantu teman-temannya yang berada dalam masalah. Tetapi... Izumi
menggantung ucapannya sebentar, kemudian menunjukkan ekspresi curiga, Ada sedikit
perbedaan pendapat dari anggota klub melukis. Menurut sebagian dari mereka, saat berada di
klub, Niita menjadi lebih dewasa dan serius. Awalnya mereka merasa maklum, karena sebagai
ketua klub ia punya tanggungjawab besar sehingga bersikap seperti itu wajar-wajar saja.
Namun perubahan itu semakin parah setelah ia memerintahkan anak-anak klub untuk
membuang garakuta. Mereka merasa Niita punya dua kepribadian. Kepribadian ceria saat
berada di sekolah, dan satu lagi, kepribadian muram yang hanya diketahui oleh anggota
klubnya.
Sambil tetap mengunyah senbei, pikiran Asa mulai melayang. Ia tak memberikan komentar apa
pu, namun sebagian kecil dari otaknya mulai bekerja, menyimpan semua hasil penyelidikan
Izumi dalam memorinya.
Lalu, bagaimana dengan hasil pengamatanmu? Asa melemparkan pandangan pada Kaze yang
berdiri di sebelah Naito.
Menurut beberapa orang yang dekat dengan Tachibana Yayoi, seperti Nao, Sachiko, Mimi...
Kau tidak perlu mengatakan dari siapa kau mendapatkan informasi. Asa langsung memotong
ucapan Kaze dengan nada bosan, Aku sudah tahu kalau semua informanmu pasti perempuan.
Aku nggak peduli.
Oke. Oke. Kaze langsung menurut, tapi ekspresi puas tetap saja menghiasi wajahnya.
Bertugas sekaligus bersenang-senang bersama beberapa cewek, mungkin itulah alasan utama
dia ikhlas-ikhlas saja meski harus berkeliling sekolah dan bersusah payah mendapatkan
informasi tentang para target dari orang-orang terdekat mereka. Mempengaruhi orang lain,
terutama lawan jenis dengan bermodal wajah tampan dan kata-kata manis. Berkat kepercayaan
dirinya yang di atas rata-rata orang normal itu, tidak heran bila Kaze sadar benar apa kelebihan
yang dia miliki, dan berusaha menggunakannya semaksimal mungkin.
Sebenarnya, aku punya berita yang cukup mengagetkan. Kaze memandang Asa, Naito, dan
Izumi bergantian, Tachibana sudah pacaran dengan Niita sejak kelas satu. Mereka sama-sama
berada di klub melukis, sama-sama sering ikut kompetisi. Tidak berlebihan kalau aku bilang,
mereka berdua adalah pasangan emas yang dikagumi oleh banyak orang.
Tunggu dulu... Izumi tiba-tiba menyela, seolah ia baru ingat akan sesuatu. Apa kau
mendengar selentingan kabar yang hanya diketahui oleh anggota klub melukis tentang
hubungan mereka, yang sebenarnya tidak begitu baik?
Tepat sekali, Izumi! Kaze sontak menjentikkan jari, Yang memberitahuku kalau mereka adalah
pasangan sempurna dan disukai oleh banyak orang adalah teman-teman Tachibana di kelas. Ia
menekankan kata-kata terakhirnya seolah menunjukkan arti tersembunyi, Tetapi, tidak ada satu
pun dari mereka yang terdaftar di klub melukis.
Jadi maksud kalian... Naito tiba-tiba mengangkat sebelah alisnya, seakan ia sudah bisa
menebak ke arah mana cerita ini berjalan.
Ya. Izumi dan Kaze spontan mengangguk.
Hubungan mereka berdua tidak semanis seperti yang terlihat di sekolah. Izumi memberikan
kesimpulan akhir dari hasil penyelidikan. Perbedaan sifat yang ditunjukkan Niita Hosoya di
sekolah dan klub melukis, serta hubungan yang tidak begitu baik antara dia dan pacarnya hanya
diketahui oleh anggota klub melukis. Semua itu terlihat begitu janggal. Seolah ada yang ditutupi.
Sesuatu yang tidak disadari oleh orang di luar mereka.
Ada rumor yang beredar di klub melukis. Kaze mulai menjelaskan, Saat Niita mengikuti
kompetisi di tingkat perfektur beberapa bulan lalu, sebagian anggota klub melukis mengatakan ia
tertarik pada seorang gadis dari sekolah lain, dan sepertinya gadis itu juga menyukainya.
Kemudian Niita pun...
...berselingkuh dengan gadis itu, timpal Izumi yang langsung diamini oleh Kaze. Tapi tidak ada
bukti kuat. Mereka hanya pernah memergoki gadis itu datang ke klub melukis sekolah kita untuk
membicarakan masalah kompetisi, tidak lebih. Tapi sepertinya hal tersebut membuat hubungan
Niita dan Tachibana retak, jadi rumor itu pun sempat menyebar di kalangan mereka sendiri.
Kaze melanjutkan penjelasan Izumi, sambil mengingat-ingat kembali semua informasi yang
dikumpulkannya, Hanya rumor sesaat. Ia menekankan kalimatnya, Bisa dibilang, tidak ada
yang berani menyinggung