Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Mekanika kekuatan material adalah ilmu yang membicarakan masalah kesetimbangan gaya (mekanika) yang bekerja pada suatu struktur. Beban titik (terpusat) yaitu beban yang arah kerjanya terpusat (bekerja) pada satu titik. Beban merata (q) yaitu bean luar yang bekerja merata pada suatu panjang tertentu (tidak didukung oleh satu titik tetapi sepanjang muatan tersebut). Adapun unsur pokok yang haus dipakai dalam suatu praktikum atau pengujian adalah pengetahuan dan keterampilan sera peralatan standar. Meskipun didukung oleh pengetahuan dan keterampilan yang bagus namun tidak didukung oleh peralatan memadai maka hal tersebut tidak akn mendapatkan hasil yang sesuai dan berhasil, begitu juga sebaliknya. Praktikum Mekanika Kekuatan Material ada tiga macam perobaan, yaitu: 1. Forces in a Truss 2. Portal Frame 3. Beam Apparatus
142

ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Dec 13, 2015

Download

Documents

Zainal Hakim
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Mekanika kekuatan material adalah ilmu yang membicarakan

masalah kesetimbangan gaya (mekanika) yang bekerja pada suatu

struktur.

Beban titik (terpusat) yaitu beban yang arah kerjanya terpusat

(bekerja) pada satu titik.

Beban merata (q) yaitu bean luar yang bekerja merata pada suatu

panjang tertentu (tidak didukung oleh satu titik tetapi sepanjang muatan

tersebut).

Adapun unsur pokok yang haus dipakai dalam suatu praktikum atau

pengujian adalah pengetahuan dan keterampilan sera peralatan standar.

Meskipun didukung oleh pengetahuan dan keterampilan yang bagus

namun tidak didukung oleh peralatan memadai maka hal tersebut tidak

akn mendapatkan hasil yang sesuai dan berhasil, begitu juga sebaliknya.

Praktikum Mekanika Kekuatan Material ada tiga macam perobaan,

yaitu:

1. Forces in a Truss

2. Portal Frame

3. Beam Apparatus

Page 2: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERCOBAAN 1

Page 3: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB II

DASAR TEORI

Kerangka yang tersusun dari batang-batang yang disambungkan

pada ujung-ujungnya untuk membentuk struktur tegar disebut sebagai

rangka batang. jembatan, kuda-kuda, menara bor, dan struktur lain.

Batang struktural yang digunakan adalah balok I, balok alur, balok siku,

batang, dan bentuk khusus yang dipasang terpadu pada ujung-ujungnya

dengan pengelasan, sambungan keeling, atau baut atau jepit putar besar.

Jika batang-batang trletak pada sebuah bidang tunggal, maka maka

rangka-batang tersebut disebut rangka-batang bidang. Rangka-batang

bidang seperti yang dipakai untuk jembatan, biasanya dirancang

berpasangan dengan sebuah bidang rangka yang ditempatkan pada

setiap sisi jembatan dan dihubungkan oleh balok melintang yang

menopang jalan untuk kendaraan dan mentrasfer beban yang dikenakan

pada batang rangka.

Tujuan Praktikum :

1. Mengetahui reaksi-reaksi pada tumpuan

2. Mengetahui gaya-gaya dalam pada tiap-tiap batang.

3. Membandingkan hasil perhitungan analitis,grafis dan hasil dari

monitor (transducer digital).

Metode Sambungan :

Metode untuk mencari gaya-gaya pada rangka-rangka sederhana ini

didasarkan pada pemenuhan kondisi kesetimbangan untuk gaya-gaya

yang bekerja pada jepit putar yang menghubungakan tiap-tiap

sambungan. Oleh karena itu metode tersebut berhubungan dengan

kesetimbangan gaya-gaya yang kongruen, dan haya dua persamaan

kesetimbanagan independen saja yang disertakan. Dari Gambar.1 dari

diagram benda-bebas dari bagian batang AF dan AB diperlihatkan untuk

menunjukkan secara jelas mekanisme aksi dan reaksi.

Page 4: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Batang AB sebenarnya membuat sentuhan pada sisi kiri jepit putar,

meskipun gaya AB digambarkan dari sisi kanan dan diprlihatkan beraksi

menjauhi jepit putar. Jadi, dapat digambarkan secara konsisten panah

gaya pada sisi yang sama dari jepit putar seperti batang, maka tarikan

(sepeti AB) akan selalu dinyatakan oleh sebuah panah yang menjauhi

jepit putar dan tekanan (seperti AF) akan selalu dinyatakan oleh sebuah

panah yang menuju jepit putar. Besar AF diperoleh dari persamaan Fy = 0

dan kemudian AB didapat dari Fx = 0.

Gambar 1.1. Gaya-gaya pada sambungan

Metode Pemotongan (Method Of Section)

Metode pemotongan ini mempunyai keuntungan utama di mana

gaya pada hampir setiap batang yang ingin dicari dapat dihitung secara

langsung dari analisis potongan yang telah memotong batang tersebut.

Jadi tidak perlu memulai dengan perhitungan dari sambungan ke

sambungan hingga sampai pada batang yang dibahas. Dalam memilih

sebuah potongan dari rangka-batang harus diperhatikan bahwa, secara

umum jumlah batang yang dipotong adalah tidak boleh lebih dari tiga buah

yang masing-masing memiliki gaya yang tidak diketahui, karena hanya

ada tiga persamaan kesetimbangan yang independen.

Page 5: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Alat dan Bahan :

1. Alat uji truss

2. Transducer digital m

3. Dial beban

Deskripsi Alat :

Gambar 1.2. Alat uji Truss

Gambar 1.3. Diagram benda beban Truss

Keterangan :

F adalah beban yang bekerja (pembacaan gaya dengan manometer 0,001

mm = 10N).

S adalah nilai gaya batang (dibaca pada alai transducer digital).

Page 6: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Prosedur Percobaan :

Persiapan Percobaan

1. Persiapkan alat uji truss

2. Rangkai alat uji

3. Pasang alat transducer digital

4. Siwtc on transducer digital

5. Atur beben/ gaya yang bekerja (F) (pembacaan gaya dengan

manometer 0,01 mm =10N.)

6. Baca nilai gaya batang pada transducer digital

7. Cek gaya batang S2 = F

8. Cek gaya batang lainnya dengan menggunakan transducer

digital

Pengambilan Data

1. Besar beban/gaya yang bekerja pada truss

2. Besar gaya batang pada alat transducer digital

Page 7: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB III

HASIL PENGUJIAN

Tabel 1.1. Pengamatan

No. F S₁ S2 Sз S4 S5 S6 S7

1. 60 3271 1132 -1711 -1600 450 -7340 -997

2. 70 3246 1118 -1700 -1581 435 -7326 -1004

3. 80 3226 1113 -1684 -1574 432 -7310 -1015

Page 8: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan

Asumsi : Arah momen - berlawanan dengan arah jarum jam

: Arah momen + searah dengan arah jarum jam

1. Untuk nilai F = 60 N

Reaksi perletakan

+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0

−0,24.H A=60.0,48

H A=−28,80,24

H A=−120N

H A=120N (←)

Page 9: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0

0,24.HB=60.0,48

HB=28,80,24

HB=120N

HB=120N (→)

Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0

−120+120=0

0=0⟹Ok !

Gaya-gaya batang

Asumsi = Tanda + menandakan reaksi tarik

Tanda - menandakan reaksi tekan

Simpul E

ΣV=0⟹F+S4 y=0

60=−S4 . sin 45 °

60=−S4 .½√2

S4= ­60

½√2 S4= ­84,85N (tekan )

Page 10: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

ΣH=0⟹−S4x−S2=0

S2=−S4 .cos45 °

S2=− ( ­84,85 ) .½√2S2=60N (tarik )

Simpul D

ΣV=0⟹S4 y−S7=0

S7=S4 . sin 45 °

S7=84,85.½√2

S7=60N (tarik )

ΣH=0⟹−S4x−S3=0

S3=−S4 .cos45 °

S3=− (84,85 ) .½√2S3= ­60N ( tekan )

Simpul C

ΣV=0⟹S7+S6 y=0

60=−S6 .sin 45 °

60=−S6 .½√2

S6=­60

½√2S6=­84,85N (tekan)

ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0

60−S1−( ­84,85 ) .cos 45 °=0

60−S1−( ­84,85 ) .½√2=0S1=60+60

S1=120N (tarik )

Page 11: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Simpul B

ΣV=0⟹S6 y−S5=0

S5=S6 . sin 45 °

S5=84,85.½ √2S5=60N (tarik )

Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0

120−60−S6 . sin 45 °=0

120−60−(84,85 ) .½√2=0120−60−60=0

0=0⟹Ok !

Tabel 1.2. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 60 N

N

o

Gaya

batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)

1

2

3

4

5

6

7

S1

S2

S3

S4

S5

S6

S7

120

60

-

-

60

-

60

-

-

60

84,85

-

84,85

-

Page 12: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

2. Untuk nilai F = 70 N

Reaksi perletakan

+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0

−0,24.H A=70.0,48

H A=−33,60,24

H A=−140N

H A=140N (←)

+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0

0,24.HB=70.0,48

HB=33,60,24

HB=140N

HB=140N (→)

Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0

−140+140=0

0=0⟹Ok !

Page 13: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Gaya-gaya batang

Simpul E

ΣV=0⟹F+S4 y=0

70=−S4 . sin 45 °

70=−S4 .½√2

S4= ­70½√2

S4= ­99N ( tekan )

ΣH=0⟹−S4x−S2=0

S2=−S4 .cos45 °

S2=− ( ­99 ) .½√2S2=70N (tarik )

Simpul D

ΣV=0⟹S4 y−S7=0

S7=S4 . sin 45 °

S7=99.½√2S7=70N (tarik )

ΣH=0⟹−S4x−S3=0

S3=−S4 .cos45 °

S3=− (99 ) .½√2S3= ­70N (tekan )

Simpul C

ΣV=0⟹S7+S6 y=0

70=−S6 .sin 45°

70=−S6 .½ √2

S6=­70

½√2

Page 14: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

S6=­99N (tekan)

ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0

70−S1−( ­99 ) .cos 45 °=0

70−S1−( ­99 ) .½√2=0

S1=70+70

S1=140N ( tarik )

Simpul B

ΣV=0⟹S6 y−S5=0

S5=S6 . sin 45 °

S5=99.½√2S5=70N (tarik )

Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0

140−70−S6 . sin 45 °=0

140−70−(99 ) .½√2=0 140−70−70=0

0=0⟹Ok !

Tabel 1.3. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 70 N

N

o

Gaya

batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)

1

2

3

4

5

6

S1

S2

S3

S4

S5

S6

140

70

-

-

70

-

-

-

70

99

-

99

Page 15: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

7 S7 70 -

3. Untuk nilai F = 80 N

Reaksi perletakan

+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0

−0,24.H A=80.0,48

H A=−38,40,24

H A= ­160N

H A=160N (←)

+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0

0,24.HB=80.0,48

HB=38,40,24

HB=160N

HB=160N (→)

Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0

−160+160=0

0=0⟹Ok !

Page 16: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Gaya-gaya batang

Simpul E

ΣV=0⟹F+S4 y=0

80=−S4 . sin 45 °

80=−S4 .½√2

S4= ­80½√2

S4= ­113,14 N (tekan)

ΣH=0⟹−S4x−S2=0

S2=−S4 .cos45 °

S2=− ( ­113,14 ) .½√2S2=80N (tarik )

Simpul D

ΣV=0⟹S4 y−S7=0

S7=S4 . sin 45 °

S7=113,14.½√2S7=80N (tarik )

ΣH=0⟹−S4x−S3=0

S3=−S4 .cos45 °

S3=− (−113,14 ) .½√2S3= ­80N (tekan )

Page 17: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Simpul C

ΣV=0⟹S7+S6 y=0

80=−S6 . sin 45 °

80=−S6 .½√2

S6=­80½√2

S6=­113,14N (tekan)

ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0

80−S1−( ­113,14 ) .cos45 °=0

80−S1−( ­113,14 ) .½√2=0S1=80+80

S1=160N (tarik )

Simpul B

ΣV=0⟹S6 y−S5=0

S5=S6 . sin 45 °

S5=113,14 .½√2S5=80N (tarik )

Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0

160−80−S6 . sin 45 °=0

160−80−(113,14 ) .½√2=0 160−80−80=0

0=0⟹OK !

Tabel 1.4. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 80 N

N

o

Gaya

batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)

Page 18: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

1

2

3

4

5

6

7

S1

S2

S3

S4

S5

S6

S7

160

80

-

-

80

-

80

-

-

80

113,14

-

113,14

-

Mencari nilai Faktor Koreksi antara hasil perhitungan dengan hasil

percobaan

Faktor Koreksi=Hasil percobaan−Hasil perhitunganHasil perhitungan

x100%

Faktor Koreksi=3271−120120

x100%

Faktor Koreksi=26,26%

Tabel 1.5 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 60 N

Batang Hasil Perhitungan Hasil Percobaan % Eror

S1 120 3271 26,26

S2 60 1132 17,87

S3 60 1711 27,52

S4 84,85 1600 17,86

S5 60 450 6,5

S6 84,85 7340 85,51

S7 60 997 15,62

Tabel 1.6 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 70 N

Batang Hasil Perhitungan Hasil Percobaan % Eror

S1 140 3246 22,19

Page 19: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

S2 70 1118 14,97

S3 70 1700 23,29

S4 99 1581 14,97

S5 70 435 5,21

S6 99 7326 73

S7 70 1004 13,34

Tabel 1.7 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 80N

Batang

Hasil Perhitungan Hasil Percobaan

% Eror

S1 160 3226 19,16

S2 80 1113 12,91

S3 80 1684 20,05

S4 113,34 1574 12,89

S5 80 432 4,4

S6 113,34 7310 64,49

S7 80 1015 11,69

Page 20: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

-8000

-6000

-4000

-2000

0

2000

4000

Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan

untuk F = 60 N

Hasil pengamatanHasil Perhitungan

Grafik 1.1 Gaya (F) = 60 N

Page 21: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

-8000

-6000

-4000

-2000

0

2000

4000

Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan

untuk F = 70 N

Hasil pengamatanHasil Perhitungan

Grafik 1.2 Gaya (F) = 70 N

Page 22: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

-8000

-6000

-4000

-2000

0

2000

4000

Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan

untuk F = 80 N

Hasil pengamatanHasil Perhitungan

Grafik 1.3 Gaya (F) = 70 N

Page 23: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

4.2 Pembahasan

Pada hasil pengukuran dengan menggunakan alat transducer digital

dengan beban 60 N didapat pembacaan angka pada alat dengan nilai

berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah : 3271; 1132; -1711; -1600;

450; -7340; -997.

Dengan beban 70 N didapat pembacaan angka pada alat dengan

nilai berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah: 3246; 1118; -1700; -

1581; 435; -7326; -1004.

Dengan beban 80 N didapat pembacaan angka pada alat dengan

nilai berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah: 3226; 1113; -1684; -

1574; 432; -7310; -1015.

Pada hasil perhitungan yang telah dilakukan, pada beban 60 didapat

nilai S1:120, S2:60, S3:-60, S4:-84,5, S5:60, S6:-84,5, dan S7:60. Pada

beban 70 didapat nilai S1:140, S2:70, S3:-70, S4:-99, S5:70, S6:-99, S7:70.

Pada beban 80 didapat nilai S1:160, S2:80, S3:-80, S4:-113,14, S5:80, S6:-

113,14, S7:80.

Pada saat pengukuran nilai S4 tidak dapat dibaca dikarenakan terjadi

kerusakan pada titik S4 pada alat uji, Nilai didapat setelah dilakukan

penghitungan perbandingan. Pada nilai pengukuran sangat jauh berbeda

dengan pada saat perhitungan, pada pengukuran tidak dilakukan

pengecekan dan diketahui hasil dari pengukuran nilai S2 pada beban 60 N

adalah 1132 N sangat terdapat perbedaan nilai yang sangat jauh, sedangkan

pada perhitungan di dapat nilai S2 sama dengan nilai F yaitu 60 N.

Pada grafik antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan

didapatkan kekacauan data, grafik mengalami naik-turun. Perbedaan grafik

antara beban 60, 70, dan 80 hanya sedikit, nilai beban paling tinggi terdapat

pada titik S1dan nilai beban paling rendah terdapat pada titik S2, S3, S5 dan

S7.

Page 24: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Pada hasil perhitungan faktor koreksi pada gaya F = 60 N, F = 70 N,

dan F = 80 N di dapat faktor koreksi yang lebih besar dari 5 % yang artinya

percobaan tersebut dianggap gagal karena alat yang digunakan mengalami

kerusakan.

Page 25: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil :

1. Beban yang paling besar terdapat pada titik S1 sedangkan beban

paling rendah terdapat pada titik S2, S3, S5, dan S7.

2. Adanya perbedaan hasil Pengukuran dengan Hasil Perhitungan

karena kalibrasi alat yang tidak sesuai dengan standar prosedur

percobaan.

3. Faktor koreksi menunjukan bahwa hasil percobaan mengalami

kegagalan karena factor kesalahan teknis.

5.2 Saran

Para praktikan harus menguasai bahan percobaan agar praktikan tidak canggung menggunakan alat.

Page 26: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERCOBAAN 2

Page 27: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB II

DASAR TEORI

Portal adalah konsruksi yang terdiri dari tiang dan balok. Reaksi-reaksi

perletakannya dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti balok

ditumpu oleh dua tumpuan (balok sederhana). Portal terdiri dari bagian-

bagian sturktur yang saling berhubungan yang berfungsi menahan beban

sebagai suatu kesatuan lengkap yang berdiri sendiri dengan atau tanpa

dibantu oleh diafragma-diafragma horizontal atau sisitem-sisitem lantai.

Tujuan Praktikum :

1. Mengetahui diagram gaya geser dan momen lintang pada fortal

frame.

2. Mengetahui defleksi dan rotasi pada fortal frame dengan

menggunakan metode castigliano.

3. Membandingkan hasil pengamatan pada alat uji dan hasil

perhitungan.

Pada dasarnya sisitem struktur bangunan terdiri dua, yaitu :

1. Portal Terbuka

Seluruh momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi

yang ditahan sepenuhnya oleh pondasi, sedangakan sloof hanya

berfungsi untuk menahan dinding saja. PAda portal terbuka

kekuatan dan kekakuan portal dalam menahan beban lateral dan

kestabilannya tergantung pada kekeuatan dari elemen-elemen

strukturnya.

Page 28: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

2. Portal Tertutup

Momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi ditahan

terlebih dahulu oleh sloof/beam kemudiana diratakan, baru

sebagian kecil beban dilimpahkan ke pondasi. Sloof/beam

berfungsi sebagai pengikat kolom yang satu dengan lain untuk

mencegah terjadinya Diffrential Settlement.

Teorema Castigliano untuk mencari defleksi dan rotasi

Teorema Castigliano dapat digunakan untuk mencari defleksi atau rotasi :

Δ₁=dWdP

θ₁=dWdM

Metode ini sering disebut sebagai metode penurunan parsial (Partial

Derivative). Usaha-usaha luar W yang bekerja pada balok adalah sama

dengan usaha dalam yang tersimpan dalam balok

12∑ Sdl atau W=1

2∑ Sdl

Substitusikan

S=MyI dA dan dL=My

I 1Edx kedalaman persamaan diatas, sehinnga:

W=12∑ ( My

IdA)( My

I1Edx)

W=12∫0

L

∫0

A

y2dAM ²EI ²

dx

W=12∫0

LM ²EI

dx

Page 29: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Substitusikan persamaan (1) ke dalam persamaan (2), diperoleh:

Δ₁=dWdP

=d ( 12 )∫0

LM ²EI

dx

dP=∫

0

L MM ²dPEI

dx

Persamaan defleksi :

Δ₁=∫0

L MdMdP

EIdx

θ₁=dWdM

=d ( 12 )∫0

LM ²EI

dx

dM=∫

0

L MdMdP

EIdx

Persamaan rotasi :

θ₁=∫0

L MdMdPEI

dx

Page 30: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Bahan dan Alat :

1. Frame U 600 600 mm

2. Bearing plate

3. Loose bearing with deflection roller

4. Pulley with bearing

5. Dial gauge support

6. Dial gague, 0-20 mm

7. Weight hanger

8. Weight, 5N

9. Hook, sliding

10. Rope

Deskripsi alat :

Gambar 2.2 Diagram benda bebas Fortal Frame

Page 31: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Keterangan :

a. Ph adalah beban horizontal yang bekerja (bandul beban 20 N)

b. Pv adalah beban vertical yang bekerja (bandul 20 N)

c. P adalah deformasi horizontal yang terjadi pada titik g (pembacaan

deformasi dengan dial gauge)

d. 0 adalah deformasi vertical yang bekerja (pembacaan gaya

dengan manometer beban (100 N)

e. X adalah jarak dial gauge vertical dititik G terhadap C (gunakan

mistar pengukur)

f. Y adalah jarak dial gauge horizontal dititik h terhadap titik D

(gunakan mistar pengukur)

g. L₁ adalah jarak beban Pv dititik E terhadap titik C (gunakan mistar

pengukur)

h. H₁ adalah jarak beban Ph ditik F terhadap titik A (gunakan mistar

pengukur)

i. L adalah lebar bentang portal (gunakan mistar pengukur)

j. H adalh tinggi portal (gunakan mistar pengukur)

Prosedur Percobaan :

Persiapan Percobaan

a. Persiapkan alat uji fortal frame

b. Rangkai alat uji fortal frame

c. Atur jarak untuk peletakan beban horizontal (Ph)

d. Atur jarak untuk peletakan beban vertical (Pv)

e. Atur jarak dial gauge pada posisi titik G

f. Atur jarak dial gauge pada posisi titik H

g. Letakkan beban vertical Ph

h. Letakkan beban horizontal Pv

i. Letakkan beban pada titik F yang digantung melelui pulley

j. Set dial gauge pada penunujkan nol

Page 32: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Pengambilan Data

a. Ukur jarak peletakan beban horizontal dengan mistar

b. Ukur jarak peletakan beban vertical dengan mistar

c. Ukur jarak dial gauge pada posisi titik G

d. Ukur jarak dial gauge pada posisi titik H

e. Baca besar penunjukan pada dial gauge

f. Ulangi pengambilan data diatas untuk beban terbagi rata

Page 33: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB III

HASIL PENGUJIAN

Tabel 2.1. Pengamatan untuk beban terpusat

No.Panjang

Balok

Reaksi

tumpuan

Beban

(N)Keterangan

1.

L = 0,60 m

L₁ =0,45 m

H₁ =0,15 m

ΔA = 7,88

ΔB = 18,94

PA = 20

PB = 15

BEBAN

TERPUSAT2.

L = 0,60 m

L₁ =0,30 m

H₁ =0,15 m

ΔA = 7,11

ΔB = 18,85

PA = 20

PB = 15

3.

L = 0,60 m

L₁ =0,20 m

H₁ =0,15 m

ΔA = 7,77

ΔB =18,91

PA = 20

PB =15

Page 34: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

b=20 mm

h=10 mm

BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan untuk 3/4 L

E=205000 N

mm2=2,05.1011 N

m2

I=b .h3

12

I=20.103

12

I=1667mm4

EI=205000 N

mm2.1667mm4=341,735N m2

Reaksi Perletakan

∑H = 0⟹HB−P1=0

HB = P1

Page 35: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,45−V B .0,6=0

−15 .0,45+20 .0,45−V B. 0,6 = 0

V B =9−6,750,6

V B =2,250,6

V B = 3,75N

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,15=0

V A .0,6−15 .0,45−20 .0,15=0

V A =6,75+30,6

V A =9,750,6

V A = 16,25N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P=0

(16,25 )+(3,75 )−20=0

0 = 0OK !

Page 36: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA 3/4 L

∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB = P1

HB = 15+F

+ ∑M A=0

⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,45−V B .0,6=0

−15 .0,45−F .0,6+20 .0,45−V B. 0,6 = 0

V B =9−6,75−F .0,6

0,6

V B =2,25−F .0,6

0,6

V B = 3,75N−F

V B = (3,75−F)N

Page 37: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,15=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,15=0

V A =6,75+3+F .0,6

0,6

V A =9,75+F .0,6

0,6

V A = (16,25+F )

V A = (16,25+F )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P=0

(16,25+F )+(3,75−F )−20=0

0 = 0OK !

Page 38: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A .0

dMmndF

= 0

¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)

Mmn = P .x+V A .0

= 15 x

dMmndF

= 0

Page 39: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A . x+P .0,15+F .0

= (16,25+F )(x)+(15 .0,15 )

= 16,25 x+F x+2,25

dMmndF

= d (16,25 x+F x+2,25 )

dF

= x

¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,15m)

Mmn = V A (0,45+x )+P1 .0,15−P2 . x

= (16,25+F ) (0,45+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )

= 7,3125+0,45 F+16,25x+F x+2,25−20 x

Page 40: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿ 9,5625−3,75 x+0,45F+F x

dMmndF

=d (9,5625−3,75 x+0,45F+F x )

dF

¿ (0,45+x )

¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V B .0

= −(15+F ) x

= −15 x−F x

dMmndF

=d (−15 x−F x )

dF

= −x

Defleksi di titik C

∆C = 1EI

∫0

L

(M x

d M x

dF )dx∆C=

1EI

¿

∆C= 1EI

¿

MasukkanF=0

Page 41: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∆C= 1EI [∫0

0,45

(16,25x+2,25 ) ( x )dx+∫0

0,15

(9,5625−3,75x ) (0,45+x )dx+∫0

0,6

(−15 x ) (−x )dx ]∆C =

1EI

¿

∆C = 1EI

¿

∆C= 1EI

¿

∆C = 2,53125341,735

∆C = 7,407055 .10−3m

∆C = 7,407055mm

Page 42: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA 3/4 L

∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,45+F .0,3−V B.0,6=0

−15 .0,45+20 .0,45+F .0,3−V B. 0,6 = 0

V B =9−6,75−F .0,3

0,6

V B =2,25+F .0,3

0,6

V B = ( F2 +3,75)N

Page 43: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,15=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,15=0

V A =6,75+3+F .0,3

0,6

V A =9,75+F .0,3

0,6

V A = (16,25+ F2 )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P−F=0

(16,25+ F2 )+( F2 +3,75)−20−F=0

0 = 0OK !

Page 44: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn

=

V A .0

dMmndF

= 0

¿¿Bentang FC(0≤ x≤0,15m)

Mmn = V A .0+P1 . x

= 15 x

Page 45: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

dMmndF

= 0

Page 46: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)

Mmn = V A . x+P1.0,15

= (16,25+ F2 )x+(15 .0,15 )

= (16,25 x+Fx2 )+2,25

dMmndF

=d (16,25 x+ Fx

2+2,25)

dF

=12x

Page 47: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang EG (0≤x ≤0,15m)

Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x−F .x

= (16,25+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )−Fx

= 4,875+0,15 F+16,25 x+Fx2

+2,25−20 x−Fx

= 7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2

dMmndF

=d (7,125+16,25 x+0,15F−Fx

2)

dF

¿ (0,15−12 x)

Page 48: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangGD (0≤x ≤0,15m)

Mmn = V A (0,45+x )+P1 .0,15−P2 . x−F (0,15+x )

= (16,25+ F2 ) (0,45+x )+ (15 .0,15 )−(20 . x )−F (0,15+x )

= 7,3125+0,225 F+16,25 x+ Fx2

+2,25−20x−0,15F−Fx

= 7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2

dMmndF

= d (0,075 F+9,5625−3,75 x− Fx

2)

dF

¿(0,075−12 x )

Page 49: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V B .0

= −(15.x )

dMmndF

=d (−15 x )

dF

= 0

Defleksi di titik E

∆E=1EI

∫0

L

(Mmn

dMmn

dF )dx∆E=¿

1EI [∫0

0,45

(0.0 )dx+∫0

0,15

(15 x ) (0 )dx+∫0

0.3

(16,25 x+Fx2

+2,25)( 12 x )dx+∫00.15

(7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2 )(0,15−12 x)dx+∫0

0,15

(9,5625−3,75 x+0,075 F− Fx2 )(0,075−12 x )dx+∫0

0,6

( ­15 x ) (0 )dx]∆E=

1EI [∫

0

0.3

(16,25 x+Fx2

+2,25)( 12 x)dx+∫00.15

(7,125+16,25x+0,15 F− Fx2 )(0,15−12 x )dx+∫0

0,15

(9,5625−3,75 x+0,075F− Fx2 )(0,075−12 x )dx ]

MasukkanF=0

∆E=1EI [∫

0

0.3

(16,25 x+2,25 )(12 x)dx+∫00.15

(7,125+16,25 x )(0,15−12 x)dx+∫00,15

(9,5625−3,75x )(0,075−12 x)dx ]

∆E=1EI [∫

0

0.3

(8,125 x2+1,125x )dx+∫0

0.15

(1,06875+2,4375x−3,5625x−8,125x2 )dx+∫0

0,15

(0,7171875−0,28215 x−4,78125x+1,875 x2 )dx ]

Page 50: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∆E=1EI [( 8,1253 x3+1,125

2x2)|0,30 +(1,06875x−1,1252 x2−8,125

3x3)| 0,15

0+(0,7171875 x−5,06252 x2+ 1,8753

x3)|0,150 ]

∆E=1EI

[0,073125+0,3375+0,1603125−0,01265625−0,009140625+0,107578125−0,056953125+0,002109375 ]

∆E=0,601875

EI

∆E=0,601875341,735

∆E=0,00176123.10­3m

∆E=1,76123mm

4.2 Perhitungan untuk L/2

E=205000 N

mm2=2,05. 1011 N

m2

Page 51: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

b=20 mm

h=10 mmI=b .h3

12

I=20.103

12

I=1667mm4

EI=205000 N

mm2.1667mm4=341,735N m2

Reaksi Perletakan

∑H = 0⟹HB−P1=0HB= P1

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,3−V B .0,6=0

Page 52: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

−15 .0,45+20 .0,3−V B. 0,6 = 0

V B = 6−6,750,6

V B = −0,750,6

V B = −1,25N

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,3=0

V A .0,6−15 .0,45−20 .0,3=0

V A= 6,75+60,6

V A = 12,750,6

V A = 21,25N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P2=0

(21,25 )+(−1,25 )−20=0

0 = 0⇒OK !

Page 53: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA L/2

∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB= P1

HB = (15+F )N

+ ∑M A=0

⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,3−V B .0,6=0

−15 .0,45−F .0,6+20 .0,3−V B. 0,6 = 0

V B =6−6,75−F .0,6

0,6

V B =−0,75−F .0,6

0,6

V B = −1,25N−F

V B = −(1,25+F )N

Page 54: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,3=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,3=0

V A =6,75+6+F .0,6

0,6

V A =12,75+F .0,6

0,6

V A = (21,25+F )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P=0

(21,25+F )+(−1,25−F )−20=0

0 = 0⇒OK !

Page 55: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A .0

dMmndF

= 0

¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)

Mmn = P .x

= 15 x

dMmndF

= 0

Page 56: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)

Mmn = V A . x+P .0,15

=(21,25+F )(x)+(15 .0,15 )

= 21,25 x+F x+2,25

dMmndF

= d (21,25 x+F x+2,25 )

dF

= x

¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,3m)

Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x

= (21,25+F ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )

Page 57: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

= 6,375+0,3 F+21,25 x+F x+2,25−20 x

¿ 8,625+1,25 x+0,3 F+F x

dMmndF

= d (8,625+1,25 x+0,3 F+F x)

dF

¿ (0,3+x )

¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V A .0

= −(15+F ) x

= −15 x−F x

dMmndF

=d (−15 x−F x )

dF

= −x

Defleksi di titik C

∆C= 1EI

∫0

L

(M x

d M x

dF )dx∆C=

1EI

¿ ∫0

0,6

(−15 x−Fx ) (−x )dx

=

1EI [∫0

0.3

(21,25 x+Fx+2,25 ) ( x )dx+∫0

0.3

(8,625+1,25 x +0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0

0,6

(−15 x−Fx )(−x )]

Page 58: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

MasukkanF=0

∆C= 1EI [∫0

0,3

(21,25 x+2,25 ) (x )dx+∫0

0.3

(8,625+1,25x ) (0,3+x )dx+∫0

0,6

(−15 x ) (−x )dx ]∆C=

1EI

¿

∆C= 1EI [( 21,253 x3+

2,252

x2)|0,30 +(2,5875 x+ 92 x2−1,253 x3)¿

∆C = 1EI

¿

∆C = 2,565341,735

∆C= 7,50581591 .10−3m

∆C= 7,5058mm

Page 59: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA L/2

∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,3+F .0,6−V B.0,6=0

−15 .0,45+20 .0,3+F .0,3−V B. 0,6 = 0

V B =6−6,75−F .0,3

0,6

V B =−0,75+F .0,3

0,6

V B = ( F2−0,75)N

Page 60: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,3=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,3=0

V A =6,75+6+F .0,3

0,6

V A =12,75+F .0,3

0,6

V A = (21,25+ F2 )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P−F=0

(21,25+ F2 )+( F2 −0,75)−20−F=0

0 = 0⇒OK !

Page 61: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A .0

dMmndF

= 0

¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)

Mmn = V A .0+P . x

= 15 x

dMmndF

= 0

Page 62: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)

Mmn = V A . x+P1.0,15

= (21,25+ F2 )x+(15 .0,15 )

= (21,25 x+Fx2 )+2,25

dMmndF

=d (21,25 x+ Fx

2+2,25)

dF

=12x

¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,3m)

Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x−F .x

= (21,25+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )−Fx

Page 63: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

= 6,375+0,15 F+21,25 x+ Fx2

+2,25−20 x−Fx

= 8,625+1,25 x+0,15 F−Fx2

dMmndF

=d (8,625+1,25 x+0,15 F−Fx

2)

dF

¿ (0,15−12 x)

¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V B .0

= −(15.x )

dMmndF

=d (−15 x )

dF

= 0

Defleksi di titik E

∆E= 1EI

∫0

L

(M x

d M x

dF )dx∆E=

1EI

¿

Page 64: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∆E = 1EI [∫0

0.3

(21,25x+ Fx2

+2,25)( 12 x)dx +∫0

0.3

¿¿

MasukkanF=0

∆E = 1EI

¿

∆E = 1EI

¿

∆E= 1EI

¿ 0,625 x2) dx

∆E= 1EI

¿

∆E= 1EI

¿

∆E= 0,343125

EI

∆E= 0,343125341,735

∆E= 0,001004m

∆E= 1,004mm

Page 65: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

b=20 mm

h=10 mm

4.3 Perhitungan L/3

E=205000 N

mm2=2,05. 1011 N

m2

I=b .h3

12

I=20.103

12

I=1667mm4

EI=205000 N

mm2.1667mm4=341,735N m2

Reaksi Perletakan

Page 66: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,2−V B .0,6=0

−15 .0,45+20 .0,2−V B. 0,6 = 0

V B =4−6,750,6

V B =−2,750,6

V B = −4,583N

+ ∑MB = 0

Page 67: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,4=0

V A .0,6−15 .0,45−20 .0,4=0

V A =6,75+80,6

V A =14,750,6

V A = 24,583N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P=0

(24,4583 )+(−4,583 )−20=0

0 = 0⇒OK !

Page 68: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA L/3

∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB = P1

HB = (15+F )N

+ ∑M A=0

⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,2−V B .0,6=0

−15 .0,45−F .0,6+20 .0,2−V B. 0,6 = 0

V B =−2,75+F .0,6

0,6

V B = −4,583−F

V B = −(4,583+F )N

Page 69: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,4=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,4=0

V A =14,75+F .0,6

0,6

V A = (24,583+F )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P=0

(24,583+F )+(−4,583−F )−20=0

0 = 0⇒OK !

Page 70: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A .0

dMmndF

= 0

¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)

Mmn = P .x

= 15 x

dMmndF

= 0

Page 71: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)

Mmn =V A . x+P .0,15

=(24,583+F )(x)+(15 .0,15 )

= 24,583 x+F x+2,25

dMmndF

= d (24,583 x+F x+2,25 )dF

= x

¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,4m)

Mmn = V A (0,2+x )+P1 .0,15−P2 . x

= (24,583 x+F ) (0,2+x )+(15 .0,15 )−(20 . x )

= 0,2 F+Fx+4,916+24,583x+2,25−20 x

Page 72: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿ 0,2 F+Fx+7,166+4,583x

dMmndF

=d (0,2 F+Fx+7,166+4,583 x )

dF

¿ (0,2+x )

¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V A .0

= −(15+F ) x

= −15 x−F x

dMmndF

=d (−15 x−F x )

dF

= −x

Defleksi di titik C

∆C = 1EI

∫0

L

(M x

d M x

dF )dx∆C=

1EI

¿

∆C=

1EI [∫00.2 (0,2F+Fx+7,166+4,583 x ) ( x )dx+∫

0

0.3 (24,583 x+F x+2,25+0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0

0,6

(−15x−Fx )(−x )dx ]MasukkanF=0

Page 73: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∆C=

1EI [∫00.2 (0,2F+Fx+7,166+4,583 x ) ( x )dx+∫

0

0.4 (24,583 x+F x+2,25+0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0

0,6

(−15 x−Fx )(−x )dx]∆C=

1EI

¿

∆C =1EI [( 24,5833 x3+ 2,25

2x2)|0,20 +( 4,5832 x3+ 8,083

2x2+1,4332x)| 0,40+ 15

3x3|0,60 ¿

∆C= 1EI

[ (0,06555+0,045 )+(0,09777+0,4656+0,57528 )+1,08¿

∆C = 2,50809333341,735

∆C = 7,339293 .10−3m

∆C = 7,339293mm

Page 74: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA L/3

∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1

HB = 15N

+ ∑M A = 0

⟹ −P1 .0,45+P2 .0,2+F .0,6−V B .0,6=0

−15 .0,45+20 .0,2+F .0,3−V B. 0,6 = 0

V B =2,75−F .0,3

0,6

V B = ( F2−4,583)N

Page 75: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ∑MB = 0

⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,2=0

V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,2=0

V A =14,75+F .0,3

0,6

V A = (24,583+ F2 )N

kontrol :∑V = 0

⟹ V A+V B−P−F=0

(24,583+ F2 )+( F2 −4,583)−20−F=0

0 = 0⇒OK !

Page 76: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)

Mmn = V A .0

dMmndF

= 0

¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)

Mmn = V A .0+P . x

= 15 x

dMmndF

= 0

Page 77: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,2m)

Mmn = V A . x+P1.0,15

= (24,583+ F2 )x+(15 .0,15 )

= (24,583 x+Fx2 )+2,25

dMmndF

= d (24,583 x+ Fx

2+2,25)

dF

=12x

¿¿Bentang EG (0≤x ≤0,1m)

Mmn = V A (0,2+x )+P1 .0,15−P2 . x

Page 78: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

= (24,583+ F2 ) (0,2+ x )+ (15 .0,15 )−(20 . x )

= 0,1 F+24,583 x+Fx2

+2,25+4,916−20 x

dMmndF

=d (0,1 F+24,583 x+Fx

2+2,25+4,916−20 x)

dF

¿ (0,1+ 12 x )

¿¿BentangGD (0≤x ≤0,3m)

Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . (0,1+ x )−F(x )

= (24,583+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−¿

dMmndF

= 0,15 F+7,625+4,583 x− Fx2

Page 79: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

= 0,15 - 12x

Page 80: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

¿¿ BentangDB (0≤x ≤0,6m)

Mmn = −H B. x+V B .0

= −(15.x )

dMmndF

=d (−15 x )

dF

= 0

Defleksi di titik E

∆E = 1EI

∫0

L

(M x

d M x

dF )dx∆E =

1EI

¿

∆E =

1EI [∫0

0,2

(24,583 x+Fx2

+2,25)( 12 x )dx+∫00,1

(7,166+4,583 x+0,1F+Fx2 )(0,1+0,5 x)dx+∫

0

0,3

(7,625+4,583 x+0,15 F+ Fx2 )(0,15−12 x )dx

MasukkanF=0

Page 81: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

∆E =

1EI [∫0

0,2

(24,583 x+2,25)( 12 x)dx +∫0

0,1

(7,166+4,583 x ) (0,1+0,5 x )dx+∫0

0,3

(7,625+4,583 x )(0,15−12x )dx

∆E =

1EI [∫0

0,2

(12,2915 x ²+1,125 x)dx +∫0

0,1

(7,166+4,0413 x+2,2915 x ² )dx+∫0

0,3

(1,14375−3,1250 x−2,2915 x ² )dx

∆E = 1EI

¿

∆E = 1EI

[ (0,03277+0,0255 )+(0,07166+0,0202+0,00076383 )+(0,343125−0,140627−0,02062)

∆E= 0,32977

EI

∆E=0,343125341,735

∆E=0,0096498m

∆E =0,96498m

Page 82: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

4. 4 PEMBAHASAN

Dilakukan percobaan dengan menggunakan alat fortal frame dengan

panjang portal adalah 60 cm dan tinggi portal 60 cm. Besar penampang

adalah 20 x 10 mm. Portal tersebut diberi 2 beban dari arah atas portal dan

arah samping portal. Beban yang digunakan adalah 20 N untuk beban dari

atas dan 15 N untuk beban dari samping dengan pembebanan terpusat.

Dilakukan pengamatan dengan jarak L/3, L/2 dan 3/4L untuk jarak beban

pada sumbu x portal ( arah atas portal ) , sedangkan jarak untuk beban pada

sumbu y portal (arah samping portal) tidak mengalami pergeseran atau

dengan kata lain tidak digeser dan dinyatakan tetap sebesar 45 cm dari dasar

portal. Dari hasil pengamatan didapatkan untuk L/3 dari panjang 60 cm

didapatkan ΔC = 7,88 mm, ΔE = 18,94 mm. Untuk L/2 dari panjang 60 cm

didapatkan ΔC = 7,11 mm, ΔE = 18,85 mm. untuk 3/4L dari panjang 60 cm

didapatkan ΔC = 7,77 mm, ΔE = 18,91 mm.

Pada hasil perhitungan dengan membaca dial gauge untuk L/3

didapatkan ΔC = 7,339293 mm, ΔE = 0,96498 mm. Untuk L/2 didapatkan ΔC =

7,5058 mm, ΔE = 1,004 mm. untuk 3/4L didapatkan ΔC =7,407055 mm, ΔE

=1,76123 mm. Pada perbandingan antara hasil pengamatan dengan hasil

perhitungan didapatkan defleksi terbesar pada 3L/4 dan yang terkecil adalah

L/3. Pada data hasil pengamatan dengan hasil perhitungan mengalami

banyak perbedaan seperti jumlah nilainya dan perbedaan ΔC dan ΔE. Pada

hasil pengamatan ΔE lebih besar dari ΔC, sedangkan pada hasil perhitungan

Page 83: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

ΔC lebih besar dari ΔE. Kemungkinan hal itu disebabkan oleh error pada

pembacaan dial gauge.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil kesimpulan dari percobaan portal frame didapatkan hasil sebagai

berikut :

1. Untuk hasil perhitungan defleksi pada titik C terbesar terdapat pada L

= L/2 (7,5058 mm), dan data paling kecil terdapat pada L = L/3

(7,339293 mm).

2. Sedangkan untuk hasil perhitungan defleksi pada titik E terbesar

terdapat pada L = ¾ L (1,76123 mm), dan data paling kecil adalah L =

L/3 (0,96498 mm).

3. Untuk hasil percobaan nilai defleksi pada titik C terbesar terdapat pada

L = ¾ L (7,88 mm), dan nilai terkecil terdapat pada L = L/2 (7,11 mm).

4. Untuk hasil percobaan nilai defleksi pada titik E terbesar terdapat pada

L = ¾ L (18,94 mm), dan paling kecil terdapat pada nilai L = L/2

(18,85mm).

5.2 Saran

Sebelum melakukan praktikum,praktikam diharapkan mengcek terlebih

dahulu alat-alat yang akan dilakukan, baca serta pahami proses yang akan

Page 84: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

dilakukan, lalu kalibrasi secara teliti alat-alat yang digunakan, baca buku

panduan praktikum dan baca juga hasil dial gauge dengan benar dan teliti

PERCOBAAN 3

Page 85: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB II

DASAR TEORI

Tumpuan sederhana yang mempunyai suatu bidang simentri vertical

melalui sumbu longitudinal, dan ditumpu seperti pada gambar. Semua gaya

yang nbekerja dianggap vertical dan bekerja pada bidang simetrri sehingga

lenturan terjadi pada bidang yang sama.

Tujuan Percobaan :

1. Mengetahui perbedaan reaksi pada tumpuan antara hasil

pengamatan dan hasil perhitungan.

2. Mengetahui gaya reaksi pada tumpuan, gaya geser dan momen

bending akibat beban terpusat dan beban yang sama.

Gambar 3.1. Tumpuan Sederhana

Gambar diatas melukiskan sebuah batang dengan ujung-ujung ditumpu

sederhana (simply supported beam). Titik tumpuan mempunyai engsel yang

sedemikian rupa sehingga ujung-ujung batang dapat berputar bebas sewaktu

lenturan terjadi. Salah satu ujung batang dipasang pada bantalan rol dan

dapat bergerak bebas kea rah horizontal.

Tipe ini merupakan batang-batang static tertentu (stratically determinate

beams) karena reaksi-reaksi pada tumpuan akibat suatu beban tertentu

dapat ditentukan dengan memakai persamaan-persamaan statika.

Page 86: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Sebuah batang dengan tumpuan sederhana Manahan beban vertical P

seprti pada gambar 3.1. Reaksi R₂ pada ujung B pasti vertical, sebab ujung

beban bergerak secara horisonatl. Selanjutnya dari persamaan statika terlihat

bahwa reaksi R₁ juga vertical. Harga-harga R₁ dan R₂ kemudian dari

persamaan-persamaan momen. Dengan membuat ujmlah momen gaya

terhadap titik B sama dengan nol, maka:

R₁l−Pb=0

Sehingga :

R₁= Pbl

Dengan cara yang sama, yaitu dengan meninjau momen-momen terhadap

titik A,

R₂= Pbl

Hubungan Antara Momen Lentur Dan Gaya Lintang

Suatu elemen dari sebuah batang dibatasi oleh dua penampang mn dan

m₁n₁ yang berdekatan dan dipsahkan dengan jarak dx Gambar 3.2.

Selanjutnya misalkan pula terdapat suatu momen lentur positif dan gaya

lintang positif pada penampang mn, sehingga aksi bagian kiri batang

terhadap elemen tersebut dilukiskan oleh gaya V dan kopel M, seperti terlihat

pada Gambar 3.2. Dengan cara yang sama bila kita misalkan momen lentur

dan gaya lintang pada potongan m₁n₁ adalah positif, maka aksi bagian kanan

batang yang terletak di antara penampang mn dan m₁n₁. Gaya-gaya lintang

pada kedua penampang adalah sama. Akan halnya momen-momen lentur

dari kesetimbangan elemen dapat dilihat bahwa momen-momen tersebut

tidak lama pada kedua penampang yang berdekatan, dan kenaikan dM

dalam momen lentur menyamakan momen dari kopel yang dilukiskan dengan

dua gaya V yang sama dan berlawanan, artinya,

Page 87: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

dM=Vdx

dan

dMdx

=V

Dengan demikian, pada semua bagian-bagian dari suatu

batang yang terletak diantara beban-beban, gaya lintang merupakan

tingkat perubahan momen lentur terhadap x.

Gambar 3.2. Hubungan gaya lintang dan gaya geser

Suatu beban terbagi rat dengan intensitas q, bekerja di antara

penampang mn dan m₁n₁. Dengan demikian beban keseluruhan yang

bekerja pada elemen tersebut adalah qdx. Jika q dianggap positif bila beban

kearah bawah, maka kesetimbanagan elemen bias disimpulkan bahwa gaya

lintang pada potongan m₁n₁, tidak sama besarnya dengan gaya lintang pada

penampang m₁n₁, dan besarnya selisih ini adalah:

dV=−qdx

Sehingga didapatkan :

dVdx

=−q

Jadi tingkat perubahan gaya lintang adalah sama dengan intensitas

beban dengan tanda negative. Dengan memperhitungkan momen dari

seluruh gaya yang bekerja pada elemen tersebut, sehingga :

Page 88: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

dM=Vdx−qdxdx2

Dengan mengabaikan suku kedua pada ruas kanan persamaan ini

karena merupakan kuantitas kecil dari order kedua. Jadi kita dapat menarik

kesimpulan, bahwa dalam hal beban terbagi rata, tingkat perubahan momen

lentur adalah sama dengan gaya lintang. Jika gaya bekeja diantara

penampang mn dan m₁n₁ merupsksn beban terpusat Gambar 3.2c, maka

akan terdapat suatu perubahan yang tiba-tiba dalam besarnya gaya lintang.

Kalau gaya lintang pada masing-masing penampang dinamakan V dan V₁ dari kesetimbangan elemen mn-m₁n₁, dproleh:

V 1=V−P

Page 89: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Alat dan Bahan :

1. Pesawat beam apparatus

2. Meteran

3. Dial gauge

4. Clamp beban

Deskripsi Alat :

Gambar 3.3 dan 3.4 Beam Apparatus dan Diagram benda bebas

Keterangan :

a. VA dan VB adalah gaya reaksi tumpuan (pembacaan gaya dengan

manometer beban 50N)

b. P adalah beban yang bekerja (bandul beban 20N)

c. L₁ adalah jarak beban terhadap titik A (gunakan mistar pengukur)

d. L adalah jarak antara tumpuan (gunakan mistar pengukur)

Page 90: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Prosedur Percobaan :

Persiapan Percobaan

a. Rangkai alat uji beam apparatus

b. Atur jarak umpuan A dan tumpuan B

c. Atur jarak peletakan beban dengan menggunakan meteran atau

mistar

d. Pasang beban sesuai dengan clamp sesuai jarak yang telah

ditentukan

Pengambilan Data

a. Ukur jarak perletakan beban pada balok

b. Catat besar reeaksi tumpuan A dan B pada diak gauge

c. Ulangi percobaan diatas dengan beban yang terbagi merata

Page 91: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB III

HASIL PENGUJIAN

Tabel 3.1 Pengamatan Untuk Beban Terpusat

No. Panjang BalokReaksi

TumpuanBeban Keterangan

1.L= 100cm

L1= 33,3 cm

RA= 14 N20 B

EB

AN

TE

RP

US

AT

RB = 7 N

2.L= 100cm

L1= 50 cm

RA= 11 N20

RB= 11 N

3.L= 100cm

L1= 75cm

RA= 5 N20

RB= 16 N

4.L = 100 cm

L1= 0,333 cm

RA = 16 N

RB = 16 N15

Tabel 3.2 Pengamatan Untuk Beban Terbagi Rata

No Panjang BalokReaksi

TumpuanBeban Keterangan

1L=100 cm

L₁=33,33 cm

RA= 14 N20

BE

BA

N T

ER

BA

GI

RA

TA

RB= 6,5 N

2L=100 cm

L₁=50 cm

RA= 10,5 N20

RB= 10,5 N

3L=100 cm

L₁=75 cm

RA= 5 N20

RB= 16 N

Page 92: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan

A. Beban Terpusat

1). P = 20 N

A B

0,333 m

1 m

RAy RBy

+ ΣMA = 0 + ΣMB = 0

RBy .1 – P (0,333) = 0 -RAy . 1 + P (1 – 0,33)

RBy .1 – 20 (0,333) = 0 RAy .1 = 20 (0,667)

RBy .1 – 6,66 = 0 RAy = 13,34 N (↑)

RBy = 6,66 N ( )

Kontrol :

RAy + RBy – P = 0

13,34 + 6,66 – 20 = 0

Page 93: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

0 = 0 (OK !)

Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,333)

C

A x M

RAy = 13,34 N

+ M – RAy .x = 0

M = RAy .x

M = 13,34 x

x = 0 MA = 13,34 (0)

MA = 0

x = 0,333 MC = 13,34 (0,333)

MC = 4,442

V = RAy = 13,34

x = 0 VA = 13,34

x = 0,333 VC = 13,34

Bentang BC (0 ≤ x ≤ 0,677)

C B

M x

Page 94: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

RBy = 6,66 N

+ RBy .x – M = 0

M = RBy .x

M = 6,66.x

x = 0 MB = 6,66 (0)

MB = 0

x = 0,667 MC = 6,66 (0,667)

= 4,42

V = RBy = 6,66 N

x = 0 VB = 6,66

x = 0,667 VC = 6,66

P = 20 N0,333 m 0,667 m

1m

13,34 (+)

(+) 6,66

Page 95: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

14,42 (+)

2). P = 20 N

C

A B

0,5 m

1 m

RAy RBy

+ ΣMA = 0 + ΣMB = 0

RBy .1 – 20 (0,5) = 0 -RAy . 1 + P (1-0,5) = 0

RBy . 1 = 10 RAy . 1 = 20 (0,5)

RBy = 10 N (↑) RAy = 10 N (↑)

Kontrol :

RAy + RBy – P = 0

10 + 10 – 20 = 0

0 = 0 (OK !)

Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,5)

A C M

X

RAy = 10 N

+ M – RAy .x = 0

M = RAy .x

Page 96: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

M = 10 x

x = 0 MA = 10 (0)

MA = 0

x = 0,5 MA = 10 (0,5)

MA = 5

V = RAy = 10 N

x = 0 VA = 10

x = 0,5 VC = 10

Bentang BC (0 ≤ x ≤ 0,5)

C B

M

x

RBy = 10 N

+ RBy .x – M = 0

M = RBy . x

M = 10 x

x = 0 → MB = 10 (0)

Page 97: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

MB = 0

x = 0,5 → MC = 10 (0,5)

MC = 5

V = RBy = 10N

x = 0 → VD = 10

x = 0 → VC = 10

P = 20 N

0, 5 m 0,5 m

10 (+) (+) 10

(+) 5 (+)

Page 98: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

3). 0,75 m P = 20 N

A B

RAy 1m RBy

+ ∑MA = 0 + ∑MB = 0

RBy . 1 – P (0,75) = 0 - RAy . 1 + P(1 – 0,75) = 0

RBy . 1 = 20 (0,75) RAy . 1 = 20 (0,25)

RBy = 15 N (↑) RAy = 5 N (↑)

Kontrol = RAy + RBy – P = 0 → 5 + 15 – 20 = 0

Bentang AC (0 ≤ X ≤ 0,75)

A C

X

RAy = 5 N

+ M – RAy . X = 0 + X = 0 → MA = 5 (0) = 0

M = RAy . X X = 0,75 → Mc = 5 (0,75)

M = 5X Mc = 3,75

V = RAy = 5

X = 0 →VA = 5

Page 99: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

X = 0,75 → VC = 5

Bentang BC (0 ≤ X ≤ 0,25)

M C B + RBy . X – M = 0

X M = RBy . X

RBy = 15 M = 15X

V = RBy = 15

X = 0 → Vb = 15

X = 0,25 → VC = 15

X = 0 → Mb = 15 (0)

MB = 0

X = 0,25 → MC = 15 (0,25)

MC= 3,75

Page 100: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

0,75m P= 20 N

A c B

1m

(+) 15

5 (+)

(+) 3,75

4) P1 = 15 N P2 = 15 N

0,33 m 0, 333m

A

C D

1m

RAy RBy

+ ΣMA = 0

RBy . 1 – P1 (0,333) – P2 (0,666) = 0

RBy . 1 – (15) (0,333) – (15) (0,666) = 0

RBy . 1 – 4,995 – 9,99 = 0

RBy . 1 – 14,985 = 0

RBy . 14,985 N (↑)

Page 101: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ ΣMB = 0

- RAy . 1 + (P . 0,667) + (P2 0,334) = 0

RAy . =1 – (15 . 0,667) – (15 . 0,334) = 0

RAy = 10,005 + 5,01

RAy = 15,015 N (↑)

Kontrol : RAy + RBy – P1 – P2 = 0

15 + 15 – 15 – 15 = 0

Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,333)

A C M

x

RAy = 15,015 N

+ M – RAy .x = 0

M = RAy .x = 15,015 x

x = 0 MA = 15,015 (0)= 0

x = 0,333 MC = 15,015 (0,333)

MC = 4,999

V = RAy= 15,015

x = 0 VA = 15,015

Page 102: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

x = 0,333 VC = 15,015

Bentang CD (0,333 ≤ x ≤ 0,666)

0,333 m P1 = 15

A C D M

x

RAy = 15,015 N

V = RAy – P = 15,015 – 15

x = 0,333 VC = 0,015

x = 0,666 VD = 0,015

+ M – RAy .x + P (x-0,333) = 0

M = RAy .x – P (x-0,333)

M = 15,015 x – 15 (x-0,333)

x = 0,333 MC = 15,015 (0,333) – 15 (0,333-0,333)

MC = 5,04 – 0

MC = 5,04

x = 0,666 MD = 15,015 (0,666) – 15 (0,666-0,333)

MD = 10 – 4,995

MD = 5,005

Page 103: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Bentang BD (0 ≤ x ≤ 0,334)

M D B

x

RBy = 14,985 N

+ RBy .x – M = 0

M = RBy.x

M = 14,985 x

x = 0 MB = 14,985 (0)

MB = 0

x = 0,334 MD = 14,985 (0,334)

MD = 5,005

V = RBy = 14,985

x = 0 VB = 14,985

x = 0,334 VD = 14,985

Page 104: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

P1 = 15 KN P2 = 15 KN

0,333 0,333 0,334

A C D B

1 m

15,015 (+) (+) 14,985

0,015 (+)

(+) 5,04 (+) 5,005 (+)

Page 105: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

B. BEBAN TERBAGI RATA

1).

0,148 q = 135,135 N/m

A C D B

0,333

4 m

RAy RBy

+ ΣMA = 0

RBy .1 – q (0,148) (0,333) = 0

RBy = (135,135 . 0,148) (0,333)

RBy = 20 (0,333)

RBy = 6,66 ( )

+ ΣMB = 0

-RAy .1 + q (0,148) (1-0,333) = 0

RAy .1 = (135,135 . 0,148) (0,667)

RAy .1 = 20 (0,667)

RAy = 13,34 ( )

Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,259)

A C M

x

RAy = 13,34 N

Page 106: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

V = RAy = 13,34

x = 0 VA = 13,34

x = 0,259 VC = 13,34

+ M – RAy . x = 0

M = RAy . x

M = 13,34 x

x = 0 MA = 13,34 (0)

MA = 0

x = 0,259 MC = 13,34(0,259)

MC = 3,455

Bentang CD (0,259 ≤ x ≤ 0,407)

0,259 m (x-0,259)

q = 135,135 N/m

A c D M

x

RAy = 13,34 N

Page 107: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

+ M – RAy . x + ½ q (x – 0,259)2 = 0

M = RAy . x – ½ q (x – 0,259) 2

M = 13,34 x – ½ (135,135) (x – 0,259) 2

M = 13,34 x – 67,568 (x – 0,259)2

x = 0,259 MC = 13,34 (0,259) – 67,568 (0,259-0,259)2

MC = 3,445 – 0

MC = 3,445

x = 0,407 MD = 13,34 (0,407) – 67,568 (0,407-0,259)2

MD = 5,429 – 1,48

MD = 3,949

V = RAy – qx

x = 0,259 VC = 13,34 – 135,135 (0,259)

VC = 13,34 – 35

VC = - 21,66

x = 0,407 VB = 13,34 – 135,135 (0,407)

VB = 13,34 – 55

VB = - 41,66

Page 108: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Bentang BD (0 x 0,593)

M D B

x

RBy = 6,66 N

V = RBy = 6,66

x = 0 VB = 6,66

x = 0,593 VD = 6,66

+ RBy . x – M = 0

M = RBy.x

M = 6,66 x

x = 0 MB = 6,66 (0)

MB = 0

x = 0,593 MD = 6,66(0,593)

MD = 3,949

Page 109: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

0,148 m

q = 135,135 N/s

0,333 m

4 m

13,34 (+) (+) 6,66

21,66 (-)

41,66

(+) 3,45 (+) 3,949 (+)

Page 110: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

2).

0,168 m q = 135,135 N/m

A C D B

0,5 m

RAy RBy

+ ΣMA = 0

RBy .1 – q (0,148) (0,5) = 0

RBy .1 = (135,135 . 0,148) (0,5)

RBy = 20 (0,5)

RBy = 10 N ( )

+ ΣMB = 0

-RAy .1 + q (0,148) (1-0,5) = 0

RAy .1 = (135,135 . 0,148) (0,5)

RAy .1 = 20 (0,5)

RAy = 10 N ( )

Kontrol RAy + RBy – P = 0

10 + 10 – 20 = 0

Page 111: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,426)

A C M

x

RAy = 10 N

V = 2Ay = 10

x = 0 VA = 10

x = 0,426 VC = 10

M = RAy . x = 0

M = 10 x

x = 0 MA = 10 (0)

MA = 0

x = 0,426 MC = 10 (0,426)

MC = 4,26

Page 112: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Bentang CD (0,426 ≤ x ≤ 0,574)

0,426 m (x-0,426)

A C D

M

x

RAy = 10 N

+ M – RAy .x + ½ q (x – 0,426)2 = 0

M = RAy .x – ½ (135,135) (x – 0,426)2

M = 10 x – 67,568 (x – 0,426)2

x = 0,426 MC = 10 (0,426) – 67,568 (0,426-0,426)2

MC = 4,26 – 0

MC = 4,26

x = 0,574 MD = 10 (0,574) – 67,568 (0,574-0,426)2

Page 113: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

MD = 5,74 – 1,486

MD = 4,26

V = RAy – qx

x = 0,426 VC = 10 – (135,135) (0,426)

= 10 – 57,568

= - 47,568

x = 0,574 VD = 10 – (135,135) (0,426)

= 10 – 77,567

= - 67,567

Bentang BD ( 0 ≤ x ≤ 0,426 )

M D B

x

+ - M + RBy.x = 0

M = RBy . x

M = 10 x

Page 114: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

x = 0 MB = 10 (0)

MB = 0

x = 0,426 MD = 10 (0,426)

MD = 4,26

Page 115: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

V = RBy = 10

x = 0 VB = 10

x = 0,426 VD = 10

0,48 m

A B

0,5 m C D

4 m

10 (+) (+) 10

47,568 (-) 67,567

(+) 4,26 (+) 4,26 (+)

Page 116: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

3). 0,48 m q = 135,135 N/m

A B

1 m

RAy RBy

+ ∑MA = 0 + ∑MB = 0

RBy .1 – q ( 0,148 ) ( 0,75 ) = 0 - RAy.1 + q (0,148 ) (1-0,75) = 0

RBy = 20 (0,75) RAy.1 = (135,135) (0,148) (0,75)

= 15 N ( ) = 5 N ( )

Kontrol: ∑V = 0

= RAy + RBy – P = 0

= 5 + 15 – 20 = 0

Bentang AC ( 0 ≤ x ≤ 0,666)

A C

M

RAy = C

+ M – RAy . x = 0

M = RAy . x

Page 117: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

M = 5 x

V = RAy = 5 N

x = 0 VA = 5

x = 0,666 VC = 5

x = 0 MA = 5 (0)

MA = 0

x =0,666 MC = 5 (0,666)

MC = 3,38

Bentang CD ( 0,676 ≤ X ≤ 0,824)

q = 135,135N/m

0,676 m

A C D

x

V = RAy – qx

x = 0,676 VC = 5 – (135,135) (0,676)

VC = 86,351

Page 118: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

x = 0,824 VD = 5 – (135,135) (0,824)

VD = - 106,351

+ M – RAy.x + ½ q (x – 0,676)2

M = 5 x ½ ( 135,135) ( x – 0,676)2

M = 5 x + ( 67,567) ( x- 0,676)2

x =0,676 MC = 5 (0,75) + (57,568) ( 0,676) – ( 0,676)2

MC = 3,38

x = 0,824 MD = 5 (0,824) –(67,568) ( 0,824 – 0,676)2

MD = 2,64

Bentang BD (0 ≤ X ≤ 0,176 )

M D x B

V = RBy = 15 N

x = 0 VB = 15

x = 0,176 VD = 15

+ RBy. X – M = 0

M = RBy . x

Page 119: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

M = 15 x

x = 0 MB = 15 (0)

MB = 0

x = 0,176 MD = 15 (0,176)

MD = 9,64

0,148 m

0,676 m

A C D B

15

5 (+)

(+)

86,351

106,35

(-)

2,64

Page 120: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

(+) 3,38 (+) (+)

Page 121: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

Tabel 3.3 Tabel perhitungan pada beban terpusat.

No. Panjang BalokReaksi

TumpuanBeban Keterangan

1.L= 100cm

L1= 33,3 cm

RA= 13,34 N20

BE

BA

N T

ER

PU

SA

T

RB = 6,66 N

2.L= 100cm

L1= 50 cm

RA= 10 N20

RB= 10 N

3.L= 100cm

L1= 75cm

RA= 5 N20

RB= 15 N

4.L = 100 cm

L1= 0,333 cm

RA = 14,985 N15

RB = 15,015 N

Tabel 3.4 Tabel perhitungan pada beban terbagi rata.

No. Panjang BalokReaksi

TumpuanBeban Keterangan

1.L= 100cm

L1= 33,3 cm

RA= 13,34 N20

BE

BA

N T

ER

PU

SA

T

RB = 6,66 N

2.L= 100cm

L1= 50 cm

RA= 10 N20

RB= 10 N

3.L= 100cm

L1= 75cm

RA= 5 N20

RB= 15 N

Page 122: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

4.2 Pembahasan

Pada hasil pengukuran dengan menggunakan alat beam apparatus

yang kami dapatkan pada pengamatan pada beban terpusat dengan beban

20 N, dengan panjang L = 100 cm dan L1 bervariasi yaitu: L/3, L/2, 3/4L dan

L=0,333 cm, didapatkan reaksi tumpuan. Untuk L/3 didapatkan RA = 14 N dan

RB = 7 N, untuk L/2 didapatkan RA = 11 N dan RB = 11 N, untuk 3/4L

mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 16 N, dan untuk L=0,333 cm didapatkan

RA = 16 N dan RB = 16 N. Pada beban terbagi rata dengan beban 20 N

didapatkan reaksi tumpuan untuk L/3 RA = 14 N, dan RB = 6.5 N, untuk L/2

didapatkan RA = 10.5 N, RB = 10.5 N, untuk 3/4L mendapatkan data RA = 5 N

dan RB = 16 N.

Dari hasil perhitungan kami mendapatkan hasil perhitungan pada

beban terpusat dengan beban 20 N, dengan panjang L =100 dan L1

bervariasi yaitu: L/3, L/2, dan 3/4L, didapatkan reaksi tumpuan. Untuk L/3

didapatkan RA = 13,34 N dan ΔB = 6,66 N, untuk L/2 didapatkan RA = 10 N, RB

= 10 N, untuk 3/4L mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 15 N. Pada beban

terbagi rata dengan beban 20 N didapatkan reaksi tumpuan untuk L/3 RA =

13,34 N, dan RB = 6,66 N, untuk L/2 didapatkan RA = 10 N, RB = 10 N, untuk

3/4L mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 15 N.

Dari kedua hasil pengujian antara hasil pengukuran dan hasil

perhitungan terdapat perbedaan reaksi tumpuan pada beban beban terpusat

maupun pada beban terbagi rata dengan silisih beban 1-2 N. Hal itu

disebabkan oleh faktor kalibrasi alat yang tidak sesuai dengan standar, selain

itu faktor ketelitian juga mempengaruhi hasil pengukuran.

Page 123: ALL BAB 1,2,3 LAGI '07.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. pengaturan jarak perletakan beban sangat berpengaruh pada reaksi

tumpuan yang dihasilkan.

2. semakin panjang jarak tumpuan dari titik pusat makan akan semakin

besar reaksi tumpuan yang dihasilkan.

5.2 Saran

Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan harus menguasai

bahan percobaan agar praktikan tidak canggung menggunakan alat.