Top Banner
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PEMAKAI BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TOMPOBULU KABUPATEN GOWA CODE SWITCHING AND CODE MIXING THE USE OF INDONESIAN IN CLASS VIII STUDENT DISCUSSION ACTIVITY OF SMP 1 TOMPOBULU PUBLIC GOWA DISTRICT c Tesis Oleh: N U R S Y A M S I Nomor Induk Mahasiswa : 105.04.09.107.14 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2016
141

alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

Feb 07, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PEMAKAI BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP

NEGERI 1 TOMPOBULU KABUPATEN GOWA

CODE SWITCHING AND CODE MIXING THE USE OF INDONESIAN IN CLASS VIII STUDENT DISCUSSION ACTIVITY

OF SMP 1 TOMPOBULU PUBLIC GOWA DISTRICT c

Tesis

Oleh:

N U R S Y A M S I Nomor Induk Mahasiswa : 105.04.09.107.14

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

Page 2: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

i

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PEMAKAI BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP

NEGERI 1 TOMPOBULU KABUPATEN GOWA

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan oleh

N U R S Y A M S I Nomor Induk Mahasiswa : 105.04.09.107.14

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

Page 3: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

ii

TESIS

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PEMAKAI BAHASA INDONESIA PADA AKTIVITAS DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP

NEGERI 1 TOMPOBULU KABUPATEN GOWA

yang disusun dan diajukan oleh

N U R S Y A M S I

NIM: 105.04.09.107. 14

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis

pada tanggal 15 Juli 2016

Menyetujui,

Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Kamaruddin, M.A Dr. Andi Jam’an, SE., M.Si. NBM. NBM.651 567

Mengetahui,

Direktur Ketua Program Studi Magister Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Prof.Dr.H.M. Ide Said D.M., M.Pd. Dr.Abd. Rahman Rahim, M.Hum. NBM. 988 463 NBM. 922 699

Page 4: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

iii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul : Alih Kode dan Campur Kode Pemakai Bahasa Indonesia

pada Aktivitas Diskusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1

Tompobulu Kabupaten Gowa

Nama : Nursyamsi

NIM : 105.04.09.107. 14

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Konsentrasi : -

Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada

Tanggal 15 Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juli 2016

TIM Penguji

Prof.Dr.H.Kamaruddin,MA. ………………………….. (Ketua/Pembimbing/Penguji) Dr.Andi Jam’an,SE.,M.Si. ………………………….. (Sekretaris/Penguji) Prof.Dr.H.M.Ide Said D.M.,M.Pd. ………………………….. (Penguji) Dr.Munirah,M.Pd. ………………………….. (Penguji)

Page 5: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Nursyamsi

Nomor Pokok : 105.04.09.107. 14

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Juli 2016

Yang Menyatakan,

Nursyamsi

Page 6: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

v

ABSTRAK

Nursyamsi, 2016. Alih Kode dan Campur Kode Pemakai Bahasa Indonesia pada Aktivitas Diskusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa, dibimbing oleh Kamaruddin,dan Andi Jam’an. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan: (1) bentuk, dan (2) faktor penyebab terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode dalam diskusi kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII, SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa. Objek penelitian ini adalah campur kode dan alih kode dalam proses diskusi kelompok siswa di SMP Negeri 1 Tompobulu. Sumber data diperoleh dari siswa. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi observasi partisipan pasif pada kegiatan diskusi mata pelajaran bahasa Indonesia dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia kelas VIII dan beberapa siswa dari kelas VIII. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Validitas data menggunakan triangulasi metode, triangulasi sumber data, dan review informan.

Hasil penelitian ini adalah:(1) alih kode dan campur kode yang ditemukan dalam penelitian ini adalah (a) alih kode intern dan alih kode ekstern, (b) campur kode bahasa, (c) campur kode yang menggunakan unsur penyisip yang berwujud kata dan frasa, dan (d) campur kode ragam, dan (2) faktor-faktor penyebab alih kode yaitu (a) penutur yang berusaha mengimbangi bahasa lawan tutur, (b) perubahan situasi hadirnya orang ketiga, seperti hadirnya siswa dari kelompok lain, (c) perubahan topik pembicaraan, (d) perubahan formal ke informal tau sebaliknya, dan (e) untuk membangkitkan rasa humor. Faktor penyebab terjadinya campur kode adalah (a) identifikasi peranan sosial, seperti membedakan peran seorang siswa dan guru, (b) identifikasi ragam, seperti ragam santai, baku, usaha, dan resmi, (c) keinginan untuk menafsirkan suatu kata atau istilah yang sulit untuk dijelaskan atau ditafsirkan menggunakan bahasa yang sama, (d) faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunakan bahasa Makasar, (e) latar belakang pendidikan yang rendah , (f) belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari,

Kata Kunci:alih kode,campur kode,bentuk,faktor

Page 7: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

vi

ABSTRACT

Nursyamsi, 2016. Code Switching and Code Mixing the Use of Indonesian in Class VIII Student Discussion Activity SMP 1 Tompobulu Public Gowa District guided by: Kamaruddin, dan Andi Jam’an.

This research aims to describe:(1) forms, code switching and code mixing in the use of Indonesian in class VIII student discussion activity SMP 1 Tompobulu country Gowa district and (2) factors causes of events over Code switching and code mixing in the use of Indonesian in class VIII student discussion activity SMP 1 Tompobulu country Gowa district

This research is a descriptive qualitative research, with the approach of

the case study. The subject of the research is that the students of class VIII SMP 1 Tompobulu, Regency of Gowa. The object of this research is to mix code and over the code in the process of discussion group students at SMP 1 Tompobulu. The source of the data obtained from the teachers and students. The techniques used to collect data on the include passive participant observation on the discussion activities in bahasa Indonesia and interview with Indonesian Language teacher class VIII and some students from grade VIII Sampling techniques used in this research is purposive sampling. The validity of the data using triangulation methods, triangulation data sources and review informers. .

The results of this research are: (1) code switching and code mixing

found in this research is (a) over the internal code and over a result code, (b) plus language code, (c) plus the code that uses the elements of interpolation which exist in words and phrases, and (d) plus various code, and (2) the factors that cause over the code (a) proficiency is attempting to compensate for the Bible versus mr, (b) the change in the situation with the presence of the third, such as the presence of students from other groups, (c) changes the topic talks, (d) formal changes to the tau informal rather, and (e) to raise up a sense of humor. The causes of factors plus the code is (a) the identification of the role of the social as distinguish the role of the students and teachers, (b) the identification of the various, such as various relaxd, frozen, business and officially, (c) desire to interpret a word or term that it is difficult to be explained or interpreted using the same language, (d) environmental factors of the family and the community that uses the Makassar language, (e) education background that low because most of the parents of the students is not from bachelor degree but only graduates from SD or SMP , (f) has not been accustomed to using bahasa Indonesia in the day to day communication.

Key Words:code switching, code mixing,form,factor

Page 8: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan

hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

hasil penelitian dengan judul ”Alih Kode dan Campur Kode Pemakai Bahasa

Indonesia pada Aktivitas Diskusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tompobulu

Kabupaten Gowa” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Makassar. Penyusunan

hasil tesis ini tidak terlepas dari berbagai kendala dan hambatan, tetapi berkat

rahmat Allah Swt. segala sesuatu dapat diatasi dengan baik. Semuanya tidak

terlepas dari bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak sehingga tesis

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa syukur,

terima kasih, serta penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak yang

telah membimbing dan membantu penulis.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan

kepada Prof.Dr.H.Kamaruddin,M.A. sebagai pembimbing I, serta

Dr.Andi Jam’an,S.E.,M.,Si. sebagai pembimbing II, atas segala arahan dan

bimbingannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis juga

sampaikan kepada Prof. Dr.H.M. Ide Said, D.M.,M.Pd. Direktur Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar dan

Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum. sebagai Ketua Program Studi Magister

Page 9: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

viii

Bahasa dan Sastra Indonesia. Segala arahan yang diberikan sejak masa

perkuliahan sampai pada proses penyelesaian hasil tesis ini.Ucapan terima

kasih dan penghargaan yang tulus penulis juga sampaikan kepada Rektor

Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. atas

kebijakan-kebijakan universitas pada umumnya.

Terima kasih kepada seluruh keluarga dan kerabat yang telah

membantu, khususnya kepada suami tercinta, kepada anak-anakku tercinta,

yang tidak hentinya memberi motivasi, dan mendukung penulis selama

menempuh pendidikan. Penulis menyadari bahwa meskipun hasil tesis ini

telah dibuat dengan usaha yang maksimal, tidak menutup kemungkinan

masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran

untuk penyempurnaan hasil tesis ini senantiasa penulis harapkan. Penulis

mengharapkan hasil tesis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia. Amin. Billahifisabililhaq

fastabiqul khairat

Makassar, Juli 2016

Penulis

Page 10: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ......................................................... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .......................................... ABSTRAK ..................................................................................................

iii

iv

v ABSTRACT .............................................................................................. KATA PENGANTAR ...................................................................................

vi

vii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xii DAFTAR ISTILAH ........................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

xiii

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian yang Relevan ......................................... 10

B. Tinjauan Teori dan Konsep ............................................................... 15

1. Hakikat Bahasa ........................................................................... 15

2. Ragam Bahasa .......................................................................... 17

3. Kontak Bahasa …..………………………………………………….. 18

4. Bilingualisme ……………………………………………………....... 19

5. Pengertian Kode ……………………………………...…………….. 23

Page 11: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

x

6. Alih Kode ………………………………………………………........

7. Campur Kode …………………………………………………………

25

33

C. Kerangka Pikir …………………………………………………………… 47

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian .................................................................. 50

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian………………………………. 50

C. Unit Analisis dan Penemuan Informan …………………………….…. 51

D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………..………... 51

E. Teknik Analisis Data ……................................................................. 52

F. Pengecekan Keabsahan Temuan …………..................................... 54

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi dan Hasil Penelitian ………………………………... 56

B. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................... 57

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses

diskusi ……………………………………………………………………

57

2. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam

diskusi …………………………………………………………………….

74

C. Pembahasan ………………………………………………………….... 91

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses

diskusi kelompok …………………………………………………………

91

2. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam

diskusi …….……………………………………………………………...

D.Kertebatasan Masalah…………………………………………………….

93

105 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……………………………………………………………

B. Saran ………………………………………………………………..

107

109

Page 12: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

xi

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 110

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………...… 113 LAMPIRAN …………………………………………………………………… 114

Page 13: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan Teks Halaman Bagan 2.1 Hubungan antara Bahasa, Bilingulisme,

Alih Kode dan Campur Kode ........................ 24

Bagan 2.2 Kerangka Pikir ………………………………… 49

Page 14: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

xiii

DAFTAR ISTILAH

Alih Kode : Peristiwa peralihan pemakaian bahasa dari satu bahasa

ke bahasa lain atau dari satu ragam bahasa ke ragam

bahasa lain

Langue : Abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat individu dan

setara dengan kalam

Kontak Bahasa : Terjadinya bilingualisme dan multilingualisme dengan

berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alih

kode, dan campur kode.

Bilingualisme : Pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara

produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau

masyarakat.

Kode : Varian kebahasaan yang di pakai masyarakat bahasa

sesuai dengan latar belakang penutur dengan lawan bicara

Campur Kode : Pemakaian satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain

untuk memperluas gaya bahasa termasuk di dalamnya

pemakaian kata atau sapaan.

Idiom : Kontruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan

makna anggota-anggotanya.

Page 15: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...
Page 16: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...
Page 17: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...
Page 18: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

ABSTRACT

Nursyamsi, 2016. Code Switching and Code - Mixing in Indonesian of Students Discussion Activities Class VIII SMP 1 Tompobulu Gowa. Supervised by: Kamaruddin, dan Andi Jam’an.

This studt aimed to describe:(1) shape, and (2) the causes of the events of

code switching and code- mixing in the proces of group discussion Indonesia subjects in SMPN 1 Tompobulu,Gowa.

This research was descriptive qualitative , case study approach. The

subjects were students of class VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D, VIII-E ,SMPN 1 Tompobulu, Gowa Regency of Gowa. The object of this study was code-mixing and code switching in the process of discussion groups students in SMPN 1 Tompobulu. Source of the data obtained from teachers and students. The technique used to collect data above include observation passive participant in the discussion of subjects Indonesian and Indonesian interviews with teachers and some students in class VIII. The sampling technique used in this research was purposive sampling.The validity of the data using a triangulation method, triangulation data sources and reviews the informant. .

The results of this study were: (1) teachers think that the event of code

switching and code- mixing is the wrong attitude ,so that teachers always familiarize students to communicate with the indonesian even if the student was still difficult to implement,(2) the code switching and code – mixing found in this study werw (a) the code switching internal and code switching externally,(b) code-mixing languages,(c) code-mixing using elemental tangible words and phrases,and (d) code-mixing manner,and (3) factors cause of code that was (a) speakers were triying to keep opponents speech language,(b) changes in the situation the presence of a third person,such as the presence of students from other groups,(c) changes in the subject,(d) changes in otherwise formal to informal,and (e) to evoke a sense of humor.Causes of the mixed code was (a) the identification of social roles,such as to distinguish the role of a student and a teacher,(b) identification of varieties,such as the variety of relaxing,raw,businesses,and official,(c) the desire to interpret a word or term that is difficult to be explained or interpreted using the same language,(d) environmental factors of family and community that uses the language of Makassar,(e) educational background was low,(f) has not been accustomed tousing the Indonesian language in everday communication,and (factor economic families making less students get educatinal facilites that support the Indonesian such as the internet and television.

Page 19: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...
Page 20: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa memiliki peranan dalam kehidupan manusia.Manusia

selalu menggunakan bahasa dalam berkomunikasi setiap hari mulai dari

matahari terbit sampai matahari terbenam.Manusia menggunakan bahasa

sebagai alat untuk menyampaikan ide atau gagasan,pikiran,dan perasaan

,baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.Bahasa juga digunakan sebagai

perantara ketika berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain

di dalam kehidupan bermasyarakat.

Interaksi yang dilakukannya bertujuan untuk kelangsungan

hidupnya. Menurut Anwar (1990: 20) bahasa dan masyarakat tidak dapat

dipisahkan, keduanya memiliki hubungan erat, keduanya saling

mendukung, oleh karenanya keberadaan bahasa tidak dilepaskan dari

masyarakat pemakainya. Masyarakat dan bangsa Indonesia yang berbeda

suku, budaya, dan bahasa tentunya mengerti bahwa mereka adalah

masyarakat multilingual. Artinya kita layak menguasai minimal dua bahasa

yaitu: bahasa Daerah sebagai bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua

(B2) adalah bahasa Indonesia.

Kenyataan ini terlihat dimana masing-masing suku yang terdapat di

Indonesia masih menggunakan bahasa daerah sebagai alat komunikasi di

antara warganya, di samping bahasa Indonesia dan bahasa campuran

Page 21: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

2

antara keduanya. Bahasa pun antara lain berfungsi sebagai alat, yaitu

secara individu merupakan proses berpikir, dan secara sosial merupakan

alat interaksi. Pada saat mengadakan interaksi, diantara pemakai bahasa

yang satu dengan yang lain akan timbul suatu kontak bahasa. Kontak

bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual, dan individu-individu

tempat terjadinya kontak bahasa itu yang juga merupakan masyarakat

pemakai bahasa disebut dwibahasawan- dwibahasawan.

Sejak lahir manusia sudah diajarkan untuk berbahasa sebagai

sarana berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungannya. Pelajaran

bahasa secara formal didapatkan oleh anak-anak mulai dari taman kanak-

kanak sampai perguruan tinggi. Salah satu pelajaran bahasa yang ada

yaitu pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan melalui sebuah proses

belajar mengajar. Dalam interaksi belajar mengajar ada dua pelaku utama

yaitu guru dan siswa. Dalam proses pembalajaran yang baik yaitu siswa

yang harus aktif dalam proses pembelajaran, tidak seperti proses

pembelajaran konvensional di mana siswa hanya menjadi pendengar saat

guru menerangkan materi, tetapi siswa yang lebih banyak bicara tentang

materi, seperti dalam proses pembelajaran, siswa diarahkan oleh guru

agar siswa mau bertukar pikiran dengan teman-teman sekelasnya. Media

yang digunakan dalam proses diskusi tersebut adalah melalui komunikasi

lisan.

Pemakaian bahasa Indonesia pada siswa dari perkotaan berbeda

dengan siswa di daerah pedesaan. Kegiatan belajar mengajar pada siswa

Page 22: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

3

yang bersekolah di daerah perkotaan mayoritas menggunakan bahasa

Indonesia, karena bahasa Ibu yang digunakan adalah bahasa Indonesia.

Berbeda dengan siswa yang bersekolah di daerah pedesaan, mereka

lebih sering berkomunikasi lisan. Menggunakan bahasa daerah. Hal

tersebut yang menjadi masalah saat pembelajaran bahasa Indonesia

berlangsung. Di daerah pedesaan, guru harus lebih bekerja keras dalam

mendekatkan siswa pada bahasa Indonesia, bagi siswa yang terbiasa

menggunakan bahasa daerah contohnya siswa yang berasal dari daerah

Makassar-Gowa, maka saat pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung

pun siswa akan kesulitan menyesuaikan diri dengan harus berkomunikasi

lisan dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Di

sekolah menengah pertama, pelajaran bahasa Indonesia menjadi

pelajaran yang wajib. Seharusnya siswa sudah mampu menggunakan

bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam situasi formal seperti saat

kegiatan pembelajaran berlangsung atau saat siswa melakukan aktivitas

diskusi kelompok. Bagi siswa yang berasal dari daerah akan kesulitan

karena mereka tidak terbiasa menggunakan bahasa tersebut.

Salah satu sekolah menengah pertama yang terletak di Kabupaten

Gowa adalah SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa, Provinsi

Sulawesi Selatan. Siswa yang bersekolah di SMPN tersebut umumnya

berasal dari desa dan dusun di sekitar sekolah. Seperti Dusun

Bontomanai, Campagaya, Cikoro, Jangoang, Malakaji, Tappanjeng, dan

Ulugalung. Lokasi sekolah berjarak sekitar 80 Km dari Kota

Page 23: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

4

Sungguminasa Gowa. Siswa di SMP Negeri 1 Tompobulu memunyai latar

bahasa yang berbeda-beda, namun sebagian besar mereka berasal dari

keluarga petani yang kesehariannya menggunakan bahasa Makassar

sebagai bahasa sehari-hari, bahkan beberapa di antara mereka masih ada

yang canggung menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan saat

belajar mengajar berlangsung seperti saat berdiskusi kelompok. Beberapa

fakta yang dijelaskan di atas menimbulkan masalah yang tidak ditemui

pada siswa-siswa di perkotaan yang sudah bisa menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, atau paling tidak mereka tidak

canggung berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

Siswa-siswa yang bersekolah di pedesaan seperti SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa berbeda dengan siswa-siswa yang

bersekolah di perkotaan yang sudah terbiasa dengan menggunakan

bahasa Indonesia. Di sekolah ini, guru bahasa Indonesia harus dapat

menjelaskan materi dengan sebaik-baiknya, dengan semua aspek

keterampilan siswa terutama keterampilan berbicara. Kelemahan siswa

dalam penguasaan bahasa Indonesia membuat guru memunyai tugas

yang lebih yaitu mengajarkan siswa agar terbiasa berkomunikasi dengan

bahasa Indonesia. Namun, apabila guru mengharuskan siswa bertanya

atau menyampaikan ide menggunakan bahasa Indonesia, maka siswa

yang belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia akan merasa

kesulitan dalam menyampaikan ide mereka. Jadi, kegiatan atau proses

Page 24: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

5

belajar mengajar bahasa Indonesia di sekolah tersebut tidak selalu

menggunakan bahasa Indonesia.

Sering terjadi guru menjelaskan materi menggunakan bahasa

daerah (bahasa Makassar). Begitu juga sebaliknya dengan siswa yang

bertanya tentang materi juga ada yang menggunakan bahasa daerah

(bahasa Makassar).

Penggunaan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa

daerah yang digunakan untuk berkomunikasi dalam proses pembelajaran

sering terjadi pada sekolah yang sebagian besar siswanya tidak

berbahasa ibu bahasa Indonesia. Agar kelancaran proses belajar

mengajar bahasa Indonesia dan materi dapat tersampaikan dengan baik,

maka guru dan siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan

bahasa Daerah. Begitu pula dalam pembelajaran yang sedang

berlangsung, apabila siswa diwajibkan untuk berbicara menggunakan

bahasa Indonesia secara keseluruhan, maka siswa yang masih canggung

menggunakan Bahasa Indonesia akan menjadi pasif (diam), karena

mereka kesulitan untuk mengungkapkan ide.

Peluang munculnya alih kode dan campur kode dapat terjadi atau

muncul apabila dalam satu situasi berupa sekolah pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Alih kode dan campur kode akan dapat

muncul pada saat proses pembelajaran siswa di SMP Negeri 1

Tompobulu, Studi kasus ini dilakukan untuk memperoleh data empirik

yang terkait dengan pemunculan alih kode dan campur kode dalam proses

Page 25: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

6

diskusi kelompok bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 1

Tompobulu, seperti persepsi guru terhadap peristiwa alih kode dan

campur kode, dan faktor penyebab munculnya alih kode dan campur kode.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang muncul

pada pembelajaran bahasa Indonesia , pada sekolah menengah pertama

di daerah dusun agar menjadi perhatian khusus bagi guru-guru yang

mengajar di daerah tersebut.

Alih kode dan campur kode akan terjadi atau muncul apabila dalam

suatu situasi peserta komunikasi menggunakan dua bahasa. Pemunculan

alih kode dan campur kode tersebut memunyai fungsi dan tujuan tertentu.

Begitu pula dengan pemunculan atau penggunaan alih kode dan campur

kode dalam proses belajar mengajar juga harus memunyai fungsi dan

tujuan tertentu.

Melihat sasarannya adalah siswa, maka salah satu program

pembinaan pemakaian bahasa Indonesia yang paling sesuai adalah

pengajaran bahasa Indonesia yang berada di lembaga- lembaga

pendidikan formal atau sekolah- sekolah. Oleh karena itu, berkaitan

dengan pembinaan pemakai bahasa Indonesia, pengajaran bahasa

Indonesia di sekolah- sekolah perlu mendapat penanganan yang sunguh-

sungguh. Salah satu cara adalah apa yang akan dilakukan oleh peneliti

yakni meneliti bagaimana kemampuan berbahasa Indonesia lisan siswa

dalam proses komunikasi di luar kelas dengan melihat ‘ kesalahan’ dalam

percakapan atau pembicaraan yang mereka lakukan, seberapa banyak

Page 26: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

7

masuknya unsur-unsur bahasa daerah, bahasa asing, ke dalam bahasa

Indonesia sebagai fenomena campur kode dalam bahasa Indonesia lisan

Dalam penelitian ini peneliti memilih tingkat sekolah SMP dan kelas

VIII, karena dari segi psikologi pada tingkat ini mereka masuk pada masa

remaja, dimana mereka suka menjelajah, ingin mencoba-coba, bebas

melanggar aturan - aturan berbahasa, termasuk dengan bahasa Indonesia

yang mereka gunakan sehari-hari Selain itu kelas VIII SMP Negeri 1

Tompobulu adalah siswa yang hiterogen berdatangan dari berbagai

sekolah dasar yang ada di Tompobulu dan memiliki dialek bahasa yang

berbeda-beda dengan yang lainnya. Dalam kondisi yang beraneka ragam

ini, di mana mereka ada yang berasal dari dusun dan desa tingkat bahasa

Indonesianya belum diketahui. Semuanya itu boleh jadi memengaruhi

tingkat penggunaan bahasa Indonesia yang berbeda-beda dalam sehari-

hari dengan kemampuan yang berbeda-beda pula,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi

dalam proses diskusi ,pada pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII

SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa?

Page 27: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

8

2. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur

kode dalam proses diskusi.pada pelajaran bahasa Indonesia di

kelas VIII SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan

menjelaskan hal-hal di bawah ini:

1. Mengetahui bentuk-bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi

dalam proses diskusi pada pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII

SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa.

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur

kode dalam proses diskusi,pada pelajaran bahasa Indonesia di kelas

VIII SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti,penelitian ini memberikan pengetahuan baru bagi

masyarakat, khususnya bagi mahasiswa program studi pendidikan

bahasa agar semakin berminat menggali kembali peristiwa

kebahasaan yang terjadi di sekitar kita,

2. Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memakai

bahasa yang tepat dalam mengajarkan materi sehingga materi dapat

tersampaikan kepada peserta didik (siswa) dengan jelas dan peserta

didik dapat menangkap materi dengan baik.

Page 28: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

9

3. Bagi siswa, dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan

benar.

4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya

mengadakan inovasi pembelajaran bagi para guru bahasa Indonesia

yang lain, dan meninggalkan strategi pembelajaran yang monoton

(konvensional), selain itu sekolah akan mendapatkan siswa yang

memunyai kemampuan bahasa yang baik.

Page 29: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari, yang berjudul “Campur Kode dalam Tuturan

Latihan Kepramukaan di SMU Negeri 1 Sentolo”. Ada perbedaan masalah

yang diteliti dalam penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu dalam

penelitian Wulandari masalah yang diteliti adalah masalah campur

kode, sedangkan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah

masalah alih kode dan campur kode. Selain itu, ada hal yang juga

membedakan antara penelitian ini dan penelitian Wulandari yaitu

subjek dan objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

subjek penelitian adalah siswa, objek penelitian adalah semua

pembicaraan yang terjadi dalam proses diskusi siswa, pendapat guru

hanya digunakan untuk mendapatkan jawaban tentang persepsi guru

mengenai peristiwa alih kode dan campur kode bahasa dalam diskusi

siswa. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulandari

subjek penelitiannya adalah pembina dan peserta pramuka, objek

penelitiannya adalah semua pembicaraan yang terjadi dalam proses

latihan kepramukaan

Hasil penelitian Wulandari, yang berjudul “Campur Kode dalam

Tuturan Latihan Kepramukaan di SMU Negeri 1 Sentolo” sebagai berikut:

(1) adanya variasi campur kode dalam penelitian tersebut yaitu

Page 30: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

11

campur kode bahasa (bahasa Indonesia dengan bahasa Makassar dan

bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris), campur kode ragam (ragam

baku dengan ragam resmi, ragam baku dengan ragam santai, dan ragam

resmi dengan ragam santai), (2) campur kode wujud unsur kebahasaan

dalam latihan kepramukaan yaitu campur kode wujud kata dan

campur kode wujud frasa, dan (3) fungsi pemakaian campur kode

adalah untuk mempertegas, meminta ketegasan, memberi semangat,

dan mengungkapkan makna yang tepat.

Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan

oleh Sari, dengan judul penelitian “Alih Kode dan Campur Kode

dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SD Negeri Selopukang

Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri.” Dalam penelitian Sari yang

menjadi subjek penelitian adalah guru dan siswa, objek penelitian

adalah semua pembicaraan yang terjadi dalam proses belajar

mengajar.

Hasil penelitian Sari, yang berjudul “Alih Kode dan Campur Kode

dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SD Negeri Selopukang

Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri” sebagai berikut.

a. Bentuk alih kode yang terjadi dalam pembelajaran bahasa

Indonesia kelas II SD Negeri Selopukang berupa alih kode

intern , yaitu peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa

Makassar; bentuk campur kode yang terjadi berupa campur kode

Page 31: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

12

kata, campur kode frasa, campur kode klausa , dan campur kode

pengulangan kata.

b. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode yang terjadi

yaitu untuk mengimbangi kemampuan berbahasa siswa,

kebiasaan guru dengan mengunakan bahasa Makassar, untuk

menarik perhatian siswa, faktor penyebab terjadinya campur kode

yaitu rendahnya penguasaan kosakata bahasa Indonesia siswa, dan

adanya unsur tanpa disadari oleh guru.

Penelitian relevan yang ketiga adalah hasi penelitian Fatimah,

yang berjudul “Kajian Penggunaan Bahasa dalam Proses Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Magelang” dalam penelitian

Rima Fatimah yang menjadi subjek penelitian adalah guru dan siswa

sedangkan objek penelitiannya adalah semua pembicaraan siswa dan

guru selama pelajaran berlangsung. dalam penelitian tersebut ada

sembilan kelas yang menjadi subjek penelitian yaitu dari kelas Xa

sampai Xi. Hasil dari penelitian tersebut antara lain.

Macam-macam alih kode yang terjadi dalam proses belajar

mengajar bahasa Indonesia di kelas X SMA Negeri 1 Magelang

adalah alih kode intern dan ekstern. Faktor penyebab alih kode yang

terjadi dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di kelas X

SMA Negeri 1 Magelang sebagai berikut: (1) penutur dan lawan tutur; (2)

perubahan situasi hadirnya orang ketiga; (3) perubahan topik

Page 32: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

13

pembicaraan; (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya; dan

(5) untuk membangkitkan rasa humor.

Penelitian yang relevan yang keempat adalah tesis yang ditulis

oleh Gulzar,(2010) berjudul “Code-switching: Awareness about Its

Utility in Bilingual Classrooms” yang dalam bahasa Indonesia berarti

“alih kode: kesadaran tentang penggunaan alih kode dalam kelas

bilingual (dwi bahasa)”. Hasil penelitian dalam thesis ini adalah sebagai

berikut.

Penelitian tersebut telah memberikan hasil yang signifikan untuk

menggarisbawahi bahwa para guru tidak tahu tentang batas-batas

penggunaan alih kode dan fungsi yang mereka bisa/ harus alih kode

untuk memenuhi kebutuhan siswa. Peneliti menemukan hasil yang

sedikit berbeda dengan penelitian ini, dimana guru tidak menganggap

bahwa peristiwa alih kode yang digunakan siswa selama pelajaran

berlangsung adalah sebuah kesalahan, guru memaklumi keterbatasan

siswa-siswanya. Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran

bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tompobulu, guru menganggap

peristiwa alih kode yang dilakukan siswa adalah sikap yang salah dan

harus dibenahi.

Penelitian yang relevan kelima adalah tesis yang ditulis oleh

Mutmainnah, mahasiswa S-2 Universitas Diponegoro Semarang yang

berjudul “Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian

Sosiolinguistik pada Masyarakat Makassar di Kota Bontang Kalimantan

Page 33: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

14

Timur”. Objek penelitian dalam tesis tersebut berbeda dengan penelitian

ini, dalam tesis tersebut objeknya adalah masyarakat Makassar yang

berada di Kota Bontang Kalimantan Timur, sedangkan dalam penelitian

ini objek penelitiannya adalah siswa yang berdiskusi di dalam kelas,

namun memunyai persamaan yaitu menganalisis alih kode yang

digunakan atau dipilih dalam komunikasi. Hasil dari tesis ini adalah

sebagai berikut. Kode yang ditemukan pada masyarakat tutur

Makassar di kota Makassar adalah kode berupa Bahasa Indonesia (BI),

Bahasa Makassar (BM), Bahasa daerah lain (BL), dan Bahasa asing (BA),

dengan faktor-faktor penentu berupa (1) ranah, (2) peserta tutur, dan (3)

norma.

Pada alih kode dengan kode dasar BI, muncul variasi alih kode BJ

dan BA. Pada alih kode dengan kode dasar BJ, muncul variasi alih kode

BI. Campur kode pada masyarakat tutur Makassar memunculkan campur

kode dengan kode BI, BM, BA dan BL. Didasarkan pada jenis

situational code-switching, perubahan bahasa terjadi karena (1)

perubahan situasi tutur, (2) kehadiran orang ketiga, dan (3) peralihan

pokok pembicaraan, sedangkan pada metaphorical code switching

perubahan bahasa terjadi karena penutur ingin menekankan apa

yang diinginkannya. Campur kode terjadi karena (1) keterbatasan

penggunaan kode, dan (2) penggunaan istilah yang lebih populer.

Penelitian relevan yang keenam adalah penelitian yang

dilakukan oleh Muharam, dengan judul “Alih Kode, Campur Kode, dan

Page 34: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

15

interferensi yang terjadi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu

Ternate (Tinjauan Deskriptif terhadap Anak-anak Multikultural Usia 6-8

Tahun di Kelas II SD Negeri Kenari Tinggi 1 Kota Madia Ternate)”. Dalam

penelitian ini objek penelitiannya adalah percakapan siswa dan

subjeknya adalah siswa kelas II SD Negeri Kenari Tinggi 1 Kota Madia

Ternate.Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa siswa-siswa kelas II

SD Negeri Kenari Tinggi kebanyakan menggunakan bahasa atau kosa

kata Melayu Ternate.

Dalam penelitian ini, hal tersebut dialami juga oleh SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa yaitu menggunakan kosakata dari bahasa

daerah (Makassar). Siswa-siswa di sekolah tersebut juga sering menjawab

pertanyaan yang menggunakan kode dasar bahasa Indonesia dengan

bahasa Makassar dari pertanyaan guru yang menggunakan Bahasa

Indonesia.

B. Tinjauan Teori dan Konsep

1. Hakikat Bahasa

Bahasa menurut teori struktural dapat didefinisikan sebagai suatu

sistem tanda arbitrer yang konvensional (Soeparno, 2002: 1). Anderson

(dalam Tarigan 1989: 4) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar

mengenai hakikat bahasa yaitu sebagai berikut: (1) bahasa adalah suatu

sistem; (2) bahasa adalah vokal (bunyi ujaran); (3) bahasa tersusun dari

lambang-lambang arbitrer; (4) setiap bahasa bersifat unik (khas); (5)

Page 35: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

16

bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan; (6) bahasa adalah alat

komunikasi; (7) bahasa berhubungan erat dengan budaya tempat berada;

dan (8) bahasa selalu berubah-ubah.

Douglas (dalam Tarigan 1989: 5-6) setelah menelaah batasan

bahasa dari enam sumber, membuat rangkuman sebagai berikut:

a. Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga oleh

sistem generatif.

b. Bahasa adalah seperangkat lambang-lambang manasuka atau simbol-

simbol arbitrer.

c. Lambang tersebut terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga

bersifat visual.

d. Lambang-lambang dan simbol-simbol tersebut mengandung makna

konvensional.

e. Bahasa diperlukan sebagai alat komunikasi atau sarana pergaulan

sesama insan manusia.

f. Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech

community) atau budaya.

g. Bahasa pada hakikatnya bersifat manusiawi, walaupun mungkin tidak

terbatas pada manusia saja.

h. Bahasa diperoleh semua orang atau bangsa dengan cara yang hampir

atau banyak bersamaan; bahasa dan pembelajaran bahasa memunyai

ciri-ciri kemestaan.

Page 36: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

17

Berdasarkan beberapa pengertian bahasa, dapat disimpulkan

bahwa bahasa diartikan sebagai suatu sistem dan sarana komunikasi

manusia dalam pembiasaannya yang digunakan dalam kehidupan sehari-

hari untuk menyampaikan informasi kepada orang lain.

2. Ragam Bahasa

Bahasa memunyai beberapa ragam, Joos (dalam Nababan, 1993:

22) membagi gaya atau ragam bahasa menjadi lima, yaitu sebagai berikut:

a. Ragam beku

Ragam beku ialah ragam bahasa yang paling resmi yang

dipergunakan dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara resmi.

Dalam bentuk tertulis ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen

bersejarah seperti undang-undang dasar dan dokumen penting lainnya.

b. Ragam resmi

Ragam resmi ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato

resmi, rapat dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan.

c. Ragam usaha

Ragam usaha ialah ragam bahasa yang sesuai dengan

pembicaraan-pembicaraan bisa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat

usaha yang berorientasi kepada hasil atau produksi; dengan kata lain raga

mini berada pada tingkat yang paling operasional.

d. Ragam santai

Ragam bahasa santai antarteman dalam berbincang-bincang,

rekreasi, berolahraga, dan sebagainya.

Page 37: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

18

e. Ragam akrab

Ragam akrab adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab

dalam keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara

lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan yang

pendek. Hal ini disebabkan oleh adanya saling pengertian dan

pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat inilah banyak dipergunakan

bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau

kelompok.

3. Kontak Bahasa

Bahasa tidak akan pernah lepas dari manusia dan kehidupan

manusia. Bahasa tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam

masyarakat yang terbuka di mana tiap-tiap individu dapat menerima

kehadiran individu lain maka akan terjadi kontak bahasa. Menurut Chaer

(1994: 65) bahasa masyarakat yang akan memengaruhi bahasa

masyarakat yang dimasuki. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi

dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya bilingualisme dan

multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi,

integrasi, alih kode, dan campur kode.

Mackey (dalam Rusyana 1989: 4) menyatakan bahwa kontak

bahasa adalah pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya yang

menimbulkan perubahan dalam langue, dan menjadi milik tetap bukan

saja dwibahasawan, melainkan juga ekabahasawan. Kontak bahasa itu

berlangsung bukan hanya dalam perorangan melainkan diri dalam situasi

Page 38: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

19

kemasyarakatan, yaitu tempat seseorang mempelajari bahasa kedua itu.

Oleh karena itu, kontak bahasa dianggap merupakan bagian dari kontak

yang lebih luas, yaitu kontak bahasa terjadi pada titik kontak budaya.

Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual. Kontak bahasa

itu terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi saat seseorang belajar

bahasa kedua di dalam masyarakatnya (Suwito, 1985: 39).

Dari pendapat pakar bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kontak bahasa manusia itu dipengaruhi oleh norma-norma dan nilai-nilai

sosial. Jadi dalam sosiolinguistik pengkajian bahasa harus disesuaikan

dengan kehidupan manusia dan sekitarnya, baik sosial maupun budaya.

4. Bilingualisme

Bilingualisme dalam bahasa sering disamakan dengan

kedwibahasaan. Bilingualisme menurut Mackey dan Fishman (dalam

Chaer, 1995: 112) diartikan penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam

pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Senada dengan pendapat Mackey dan Fishman, Kridalaksana

(1974: 25) menyatakan bahwa bilingualisme ialah penggunaan dua

bahasa secara berganti-ganti oleh satu orang atau satu kelompok. Ketika

seseorang menggunakan dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang

lain, ia berdwibahasa dalam arti ia melaksanakan kedwibahasaan yang

disebut dengan bilingualisme (Dako 2004: 269)

Page 39: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

20

Haugen (dalam Muharram, 2011: 199) berpendapat bilingualisme

atau kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara lebih

umum maka pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa

secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang

individu atau masyarakat. Kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa,

cukup mengetahui dua bahasa secara pasif dan aktif.

Nababan (1993: 32) menyebutkan bilingulisme dengan bilingualitas

yang berarti kemampuan dalam dua bahasa. Menurut Nababan,

bilingualitas dapat dibagi menjadi dua seperti berikut.

a. Bilingualisme sejajar yaitu hubungan antar kemampuan dalam kedua

bahasa pada orang yang berdwibahasa secara penuh dan seimbang,

kemampuan dan tingkah laku kedua bahasa itu adalah terpisah dan

bekerja sendiri-sendiri.

b. Bilingualitas majemuk terjadi ketika dalam keadaan belajar bahasa

kedua setelah menguasai satu bahasa (bahasa pertama atau utama)

dengan baik, khususnya dalam belajar bahasa kedua atau asing di

sekolah.

Rahardi (2001: 15) menegaskan kedwibahasaan adalah

penguasaan atas paling tidak dua bahasa yakni bahasa pertama dan

bahasa kedua. Ahli lain Nababan berpendapat kedwibahasaan adalah

kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.

Menurut Mackey (dalam Kunjana Rahardi, 2001: 14) memberikan

gambaran tentang kedwibahasaan sebagai gejala tuturan. Kedwibahasaan

Page 40: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

21

dianggap sebagai karakteristik pemakai bahasa, yakni praktik pemakaian

bahasa secara bergantian yang dilakukan oleh penutur. Pergantian dalam

pemakaian bahasa tersebut dilatarbelakangi dan ditentukan oleh situasi

dan kondisi yang dihadapi oleh penutur itu dalam tindakan bertutur.

Kridalaksana (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 67) membagi

kedwibahasaan menjadi tiga kategori:

a. Bilingualisme koordinat, dalam gejala ini penggunaan bahasa dengan

dua atau lebih sistem bahasa yang terpisah. Seorang bilingual

koordinat, ketika menggunakan satu bahasa tidak menampakkan

unsur-unsur bahasa dari bahasa lain. Pada waktu beralih ke bahasa

lainnya tidak terjadi pencampuran sistem.

b. Bilingualisme majemuk seiring “mengacaukan” unsur-unsur dari kedua

bahasa yang dikuasainya. Kadang-kadang kita menyaksikan orang

Indonesia yang bekerja sebagai buruh Malaysia melakukan

“kekacauan” dimaksud (linguistic Interference).

c. Kedwibahasaan sub-ordinat. Fenomena ini terjadi pada seseorang

atau masyarakat yang menggunakan dua sistem bahasa atau lebih

secara terpisah. Biasanya masih terdapat proses penerjemahan.

Seseorang yang bilingual sub-ordinat masih cenderung mencampur-

adukan konsep-konsep bahasa pertama ke dalam bahasa ke dua atau

bahasa asing yang dipelajari.

Menurut Ponulele (1994: 25) di dalam bilingualisme terdapat para

penutur yang menguasai dua bahasa atau lebih dan mereka disebut

Page 41: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

22

bilingual. Istilah ini bersifat relatif sekali, dalam arti belum diperoleh

kesatuan pendapat dari para ahli bahasa tentang batas-batas kemampuan

penguasaan bahasa seseorang untuk dapat dikatakan sebagai bilingual.

Bloomfield (dalam Ponulele, 1994: 24) merumuskan bilingual sebagai

native like of two language), dengan pengertian bahwa bilingual adalah

seorang penutur yang mampu menggunakan dua bahasa yang sama

baiknya. Jadi, menurut Bloomfield seseorang baru dapat menyandang

gelar bilingual apabila ia mampu menggunakan secara aktif kedua bahasa

sebagaimana kemampuan saat ia menggunakan bahasa ibunya.

Crystal (dalam Ponulele, 1994: 24) berpendapat yang mendukung

pendapat Bloomfield dengan mengatakan bahwa seseorang dikatakan

bilingual bilamana dia mampu menguasai beberapa bahasa dengan fasih

dan lancar, akan tetapi dijelaskan lagi bahwa rumusan ini mengacu pada

kriteria yang terlalu ekstrim, orang yang menguasai dua bahasa secara

sempurna memang ada, namun hal ini merupakan kekecualian bukan

merupakan keharusan. Sebagian besar bilingual sebenarnya tidak mampu

menguasai dua bahasa dengan kadar kualitas yang sama. Biasanya

penguasaan bahasa ibu lebih fasih daripada penguasaan bahasa kedua.

Sebagai contoh saat seseorang dilahirkan di Sulawesi Selatan, dan

setelah dewasa ia bekerja dan menetap di Jakarta, walaupun ia masih

berkomunikasi dengan bahasa Indonesia karena saat ia bersekolah di

Sulawesi Selatan ia pun mendapat pelajaran bahasa Indonesia, namun ia

akan lebih menguasai bahasa daerahnya, dan saat ia bertemu dengan

Page 42: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

23

orang dari asal daerahnya dia akan lebih berkomunikasi dengan bahasa

daerah .

Bilingualisme yang sering terjadi di Indonesia adalah bilingualsme

bahasa daerah dengan bahasa Indonesia.berdasarkan pendapat para ahli

tersebut dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah penguasaan

dua bahasa yang dilakukan secara bergantian dan berdasarkan situasi

yang ada. Jadi, seseorang secara bergantian menggunakan dua bahasa

yang berbeda berdasarkan situasi dan kondisi dimana penutur melakukan

tindak tutur.

5. Pengertian Kode

Kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapkan unsur

bahasanya merupakan ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur

dengan lawan tutur dalam situasi tutur yang ada .Kode biasanya

berbentuk variasi-variasi bahasa secara riil dipakai berkomunikasi oleh

anggota masyarakat bahasa. (Poedjosoedarmo, 1976:3)

Suwito (1985: 67) menyatakan bahwa kode adalah salah satu

variasi di dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi.

Suwito juga mengatakan bahwa alat komunikasi yang merupakan varian

dan bahasa dikenal dengan istilah kode. Dengan demikian, maka dalam

bahasa terkandung beberapa macam kode. Menurut Richards (dalam

Ponulele, 1994: 26) menyatakan bahwa kode adalah istilah yang

digunakan sebagai pengganti bahasa, ragam tutur atau dialek.

Page 43: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

24

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kode

adalah varian kebahasaan yang di pakai masyarakat bahasa sesuai

dengan latar belakang penutur dengan lawan bicara.Variasi tersebut juga

disesuaikan dengan situasi penutur yang ada,dengan kode-kode tersebut

maka penutur dan lawan bicara dapat berkomunikasi denganlancar.

Ponulele (1994: 21) merumuskan hubungan hierarki antara kontak

bahasa, bilingualisme, alih kode dan campur kode dapat digambarkan

sebagai berikut:

Bagan 2.1. Hubungan antara Bahasa, Bilingulisme, Alih Kode,

dan Campur Kode

Jadi dengan adanya bilingualisme disebabkan terjadinya kontak

bahasa dan akan mengakibatkan munculnya gejala kebahasaan yaitu alih

kode dan campur kode.

Kontak bahasa

Bilingualisme

Alih kode Campur kode

Page 44: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

25

6. Alih Kode

a. Pengertian alih kode

Dalam keadaan kedwibahasaan (bilingualisme), akan sering

terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa, hal ini tergantung

pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. Kejadian itu diisebut alih

kode. Konsep alih kode ini mencakup juga kejadian beralihnya satu ragam

fungsiolek (umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam

formal), atau dari satu dialek ke dialek lain dan sebagainya. (Nababan,

1993: 31-32).

Appel (dalam Chaer, 1994: 141) mendefinisikan alih kode sebagai

“gejala peralihan pemakaian bahasa kerena berubahnya situasi”. Gumperz

(dalam Gulzar 2010: 26) code switching is: the juxtaposition within the

same speech exchange pf passages of speech belongin to two different

grammatical system or sub-systems”, yaitu, alih kode adalah penjajaran

dalam pertukaran bahasa yang sama dari bagian-bagian bahasa yang

termasuk dua sistem tata bahasa yang berada atau sub- sistem.

Hymes (dalam Chaer 1995: 142) menyatakan alih kode itu bukan

hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam

atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut Wardaugh

(dalam Dako, 2004: 271) ada dua jenis alih kode, yaitu alih kode

situasional dan metaforis. Alih kode situasional terjadi pada saat

perubahan bahasa menurut kebutuhan situasi yang dikenal oleh penutur

itu sendiri, di mana dalam sebuah bahasa dan pada situasi lain mereka

Page 45: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

26

berbicara dengan bahasa lain. Alih kode metaforis memiliki dimensi efektif

saat penutur menegaskan kembali kode dengan perubahan, baik dari

situasi formal ke situasi informal, resmi ke keadaan santai, serius ke

keadaan humor, dan lain sebagainya.

Alih kode yaitu beralih dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain

pada waktu ia bicara atau menulis (Rusyana, 1989: 24). Menurut Suwito

(1985: 68) alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke

kode yang lain. Namun di dalam sutu kode terdapat berbagai

kemungkinan varian (baik varian regional, varian kelas, sosial, ragam,

gaya, ataupun register) sehingga peristiwa alih kode mungkin berwujud

alih varian, alih ragam, dan alih gaya atau alih register. Peralihan demikian

dapat diamati lewat tingkat tata ibunya, tata kata, tata kalimat, maupun

wacananya.

Crystal (dalam Skiba, 1997) berpendapat suggests that code, or

language, switching occurs when an individual who is bilingual alternates

between two languages during his/her speech with another bilingual

person. A person who is bilingual may be said to be one who is able to

communicate, to varying extents, in a second language. Poedjosoedarmo

(1976: 20) mengemukakan bahwa peristiwa alih kode melibatkan

peralihan kalimat.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas alih kode dapat

didefinisikan sebagai peristiwa peralihan pemakaian bahasa dari satu

bahasa ke bahasa lain atau dari satu ragam bahasa ke ragam bahasa lain.

Page 46: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

27

Dalam gejala kebahasaan (campur kode) ini faktor paling menentukan

adalah penutur, saat seorang penutur sedang melakukan campur

kode, maka harus diketahui identitasnya, seperti tingkat pendidikannya,

agama, ras, latar belakang sosial, dan lainnya. Setelah itu baru unsur

kebahasaan yang menentukan terjadinya alih kode. dengan makin

banyak bahasa yang dikuasai oleh seorang penutur dari latar belakang

pendidikannya, makin luas kemungkinan untuk bercampur kode. dari

penjabaran tersebut, ada dua tipe yang menjadi latar belakang

terjadinya alih kode, yaitu; latar belakang sikap dan latar belakang

kebahasaan.

b. Ciri- ciri Alih Kode

Ciri-ciri alih kode menurut Suwito (1985: 69) adalah sebagai berikut.

a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri

sesuai dengan konteksnya.

b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang

relevan dengan perubahan konteks.

c. Bentuk-bentuk Alih Kode

Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua macam alih kode,

yaitu sebagai berikut.

1) Alih kode intern

Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian

bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam

lingkup satu bahasa.

Page 47: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

28

2) Alih kode ekstern

Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari

satu bahasa ke bahasa lain yang berbeda. Perpindahan tersebut

dapat berupa perpindahan dari satu bahasa daerah ke bahasa

daerah lain, perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa nasional,

perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa asing, dan perpindahan

dari bahasa nasional ke bahasa asing.

Alih kode intern yang biasanya terjadi dalam pembelajaran di

sekolah yaitu alih kode ragam resmi dan ragam santai, alih kode ragam

resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi dan ragam baku, serta

alih kode ragam santai dan ragam usaha. Sedangkan alih kode ekstern

yang sering terjadi yaitu alih kode bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar, serta alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Poedjosoedarmo (1976: 14-20) membagi alih kode menjadi dua macam

yaitu sebagai berikut.

1) Alih kode sementara

Alih kode sementara yaitu pergantian kode bahasa yang

dipakai oleh seorang penutur berlangsung sebentar. Pergantian itu

bisa hanya berlangsung pada satu kalimat lalu pembicaraan kembali

lagi ke kode biasanya.

2) Alih kode permanen

Alih kode permanen adalah alih kode yang sifatnya permanen.

Alih kode permanen terjadi apabila penutur secara tetap mengganti

Page 48: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

29

kode bicaranya lawan tutur. Tidak mudah bagi seseorang untuk

mengganti kode bicaranya terhadap seseorang lawan bicara secara

permanen, sebab pergantian ini biasanya berarti adanya pergantian

sikap relasi terhadap lawan bicara secara sadar.

d. Faktor Penyebab Alih Kode

Chaer (1995: 143) menyebutkan yang menjadi penyebab alih

kode yaitu: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan

tutur, (3) perubahan situasi hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari

formal ke informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicaraan.

Beberapa faktor penyebab alih kode menurut Suwito (1985: 72-

74) sebagai berikut.

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan

maksud tertentu. Seorang penutur atau pembicara terkadang

melakukan alih kode terhadap mitra tuturnya karena ada maksud

dan tujuan tertentu.Misalnya, seorang mahasiswa setelah

beberapa saat berbicara dengan dosennya mengenai nilai mata

kuliahnya yang belum tuntas dan dia baru tahu bahwa dosennya

itu berasal dari daerah yang sama dan juga memunyai bahasa

ibu yang sama pula. Agar urusannya cepat selesai, maka

mahasiswa tersebut melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke

bahasa daerahnya agar semuanya bisa berjalan lancar dalam

mengurus nilainya.

Page 49: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

30

2) Lawan tutur. Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan

terjadinya alih kode karena sipenutur ingin mengimbangi kemampuan

berbahasa lawan bicaranya. Misalnya, penutur bugis berusaha

mengimbangi lawan bicaranya yang kebetulan orang mandar

dengan menggunakan bahasa mandar pula.

3) Hadirnya penutur ketiga, misalnya alih kode tersebut dilakukan

untuk menetralisasi situasi dan sekaligus menghormati. Perubahan

situasi karena hadirnya orang ketiga Kehadiran orang ketiga yang

tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan yang di

gunakan oleh penutur dan lawan bicara yang sedang berbicara.

Misalnya, si A dan si B sementara bercakap bugis, kemudian si C tiba-

tiba datang dan tidak menguasai bahasa bugis. Dengan demikian

si A dan si B beralih kode dari bahasa bugis ke bahasa Indonesia.

4) Pokok pembicaraan (topik). Topik pembicaraan merupakan hal

dominan yang menentukan terjadinya alih kode. Pokok

pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapakan dengan

ragam baku dengan gaya netral dan serius. Sedangkan pokok

pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa

tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

5) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana.

Dalam sebuah pembicaraan biasanya orang akan melakukan alih

kode guna membangkitkan rasa humor dalam pembicaraan, agar

Page 50: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

31

suasana yang tadinya serius dan tegang dapat mencair dan lebih

santai.

6) Untuk sekedar bergengsi. Walaupun faktor situasi, lawan bicara,

topik, dan faktor situasional tidak mengharapkan adanya alih

kode, terjadinya alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan dan

cenderung tidak komunikatif.

Beberapa alasan beralih kode yang dikemukakan oleh

Kamaruddin (1989: 60-62) seperti berikut.

1) Karena sulit membicarakan topik tertentu pada bahasa tertentu.

2) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain.

3) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan

yang sedang terjadi di kalangan pembicara.

4) Untuk mengeksklusifkan seseorang dari suatu situasi percakapan.

5) Mengutip ucapan orang lain.

6) Menekankan solidaritas kelompok.

7) Mengistimewakan yang disapa.

8) Menjelaskan hal yang telah disebutkan.

9) Membicarakan peristiwa yang telah lalu.

10) Untuk meningkatkan status atau gengsi atau kekuasaan atau

keahlian seseorang.

Dari ketiga pendapat tentang faktor penyebab alih kode yang

telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab alih

kode adalah sebagai berikut.

Page 51: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

32

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan

maksud tertentu.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa

yang digunakan oleh lawan tuturnya.

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

4) Perubahan topik pembicaraan.

5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

6) Untuk membangkitkan rasa humor, untuk menyegarkan suasana.

7) Untuk sekedar bergengsi.

8) Untuk menegaskan sesuatu hal atau untuk mengakhiri

pertentangan yang sedang terjadi di kalangan pembicara.

9) Mengutip ucapan orang lain.

10) Menekankan solidaritas kelompok.

11) Membicarakan peristiwa yang telah lalu.

12) Guna dasar pengalihan bahasa ke bahasa lain.

e. Fungsi Alih Kode

Fungsi alih kode merujuk pada apa yang hendak dicapai oleh

penutur dengan peralihan kode tersebut. Fungsi alih kode dan fungsi

campur kode hampir sama. Di bawah ini adalah fungsi alih kode

yang dikemukakan oleh Kamaruddin (1989: 67).

1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri

pertentangan yang sedang terjadi antara penuturnya.

2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok.

Page 52: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

33

3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati.

4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian

berbahasa.

5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip

ucapan orang lain dengan bahasa lain.

Jadi, alih kode yang dilakukan oleh seorang penutur pasti

memunyai fungsi tertentu sesuai dengan alasan penutur tersebut beralih

kode. Dari faktor penyebab atau alasan penutur beralih kode, dapat

disimpulkan bahwa fungsi alih kode antara lain untuk menyantaikan,

menegaskan, membujuk, menghormati, menyegarkan, dan menerangkan.

Alih kode berguna sebagai strategi komunikasi untuk menyampaikan

informasi.

7. Campur Kode

a. Pengertian Campur Kode

Di antara sesama penutur yang bilingual atau multi lingual,

sering dijumpai sebagai suatu kekacauan atau interferensi bahasa

(performance interference). Fanomena ini berbentuk penggunaan unsur-

unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana

bahasa lain. Gejala tersebut dinamai campur kode (code mixing) (Paul

Ohoiwutun, 2002: 69). Menurut Nababan (1993: 32) campur kode

adalah suatu tindak bahasa bilamana orang yang mencampur dua

(lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa

(speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi

Page 53: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

34

berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa. Nababan (dalam

Paul Ohoiwutun, 2002: 69) juga menyatakan bahwa campur kode

adalah “penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu

wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas”. Di Indonesia gejala

campur kode tersebut sering disebut dengan “ gado-gado”yang diibaratkan

dengan sajian gado-gado, yakni campuran dari bermacam-macam

sayuran. Realita yang terjadi di Indonesia yaitu pencampuran

penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah tertentu.

Weinreich (dalam Paul Ohoiwutun, 2002: 69) menamai campur

kode sebagai “mixed grammer”. Campur kode didefinisikan sebagai

pemakaian satuan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain untuk

memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk di dalamnya

pemakaian kata atau sapaan.

b. Ciri-ciri Campur Kode

Suwito (1985: 75-76) mengemukakan dalam campur kode

terdapat ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut.

1) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam

bahasa lain tidak lagi memunyai fungsi tersendiri, unsur-unsur itu telah

menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan

hanya mendukung satu fungsi.

2) Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan

konvergensi kebahasaan, unsur-unsurnya berasal dari beberapa

Page 54: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

35

bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsi-fungsi

dan mendukung bahasa yang disisipinya.

3) Unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode terbatas pada

tingkat frasa saja.

Selain itu, juga masih ada ciri lain campur kode yaitu hubungan

timbal balik antar peran dengan fungsi kebahasaan. Peran adalah

siapa yang bercampur kode, fungsi kebahasaan adalah apa yang

hendak dicapai oleh penutur dalam tuturannya.

c. Macam-macam Campur Kode

Suwito (1985: 78-79) menyebutkan beberapa macam campur

kode yang berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di

dalamnya yaitu sebagai berikut.

1) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.

Kata-kata sebagai sebuah kode yang disisipkan di dalam kode

utama atau kode dasar dari bahasa lain merupakan unsur yang

menyebabkan terjadinya campur kode dalam peristiwa berbahasa.

Menurut Oka dan Suparno (1994: 25), kata adalah serapan satuan

bahasa yang terbentuk dari satu morfem atau lebih. Contoh : seorang

pemimpin harus mengayomi rakyat lahir dan batin “seorang pemimpin

harus dapat melindungi rakyat lahir batin.”

Page 55: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

36

2) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa.

Frasa dari bahasa lain yang disisipkan oleh penutur dwibahasawan

ke dalam kode dasar menimbulkan adanya campur kode dalam

tindak tutur masyarakat. Chaer (1995: 301) berpendapat bahwa frasa

merupakan gabungan dua buah kata atau lebih yang merupakan satu

kesatuan, dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek,

predikat, objek, keterangan). Contoh : anak korban tabrak lari itu sudah

dibawa ke rumah sakit. “anak korban tabrak lari itu sudah dibawa ke balai

pengobatan.

3) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster.

Bentuk baster yaitu suatu bentuk bahasa akibat adanya

penggabungan kata dasar (asal bahasa Indonesia) dengan kata

tambahan (asal bahasa Inggris) misalnya kata dasar hutan + imbuhan

isasi menjadi hutanisasi. Bentuk ini juga mengakibatkan adanya

campur kode dalam masyarakat bilingual. Menurut Thelender (dalam

Suwito, 1985: 75), baster merupakan klausa-klausa yang berisi

campuran dari beberapa variasi yang berbeda. Contoh : semua data

yang ada di komputer itu jangan lupa dibackup sebelum diinstal ulang.

“semua data yang ada di komputer itu jangan lupa disimpan ulang di

folder yang berbeda sebelum komputer diinstal ulang.

Page 56: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

37

4) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata.

Unsur berupa pengulangan kata yang diambil dari bahasa lain

yang disisipkan ke dalam kode dasar menyebabkan campur kode dalam

interaksi sosial. Pengulangan tersebut dapat berupa pengulangan

seluruh kata dasar, pengulangan sebagian dari dasar, dan

pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.

Contoh : dana itu turun bebarengan dengan kenaikan harga sembako.

“dana itu turun bersamaan dengan kenaikan harga sembako.”

5) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.

Unsur-unsur ungkapan dari bahasa lain dimasukkan ke dalam

kode dasar akan membentuk campur kode dalam peristiwa tutur.

Menurut Kridalaksana, 1985: 80) ungkapan atau idiom adalah kontruksi

yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-

anggotanya.

6) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari

subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, keterangan atau tidak.

Klausa dari bahasa lain yang dimasukkan ke dalam kode dasar

akan menyebabkan campur kode dalam peristiwa tutur. Oka dan

Suparno, (1994: 26) klausa merupakan satuan gramatikal unsur

pembentuk kalimat yang bersifat predikatif. Contoh : pemimpin yang

bijaksana akan selalu bertindak ing ngarso sung tuladha, ing madya

mangun karsa, tut wuri handayani. “pemimpin yang bijaksana akan selalu

Page 57: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

38

bertindak di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat,

di belakang mengawasi.”

d. Faktor Penyebab Campur Kode

Suwito (1985: 77) mengemukakan latar belakang terjadinya campur

kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe

yang berlatar belakang pada sikap dan tipe yang berlatar belakang

kebahasaan. Alasan atau penyebab lain yang mendorong terjadinya

campur kode adalah sebagai berikut.

1). Identifikasi peranan.

Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan

edukasional.

2). Identifikasi ragam.

Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa di mana seorang

penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di

dalam hierarki status sosialnya.

3) Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak karena

campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap

orang lain dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya.

Suwito (1985: 78) juga menyatakan campur kode terjadi karena

ada timbal balik antara peranan atau siapa yang memakai bahasa

itu dan fungsi kebahasaan atau apa yang ingin dicapai penutur

Page 58: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

39

dalam tuturannya. Artinya, penutur memunyai latar belakang sosial

tertentu cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk

mendukung fungsi-fungsi tertentu.

Campur kode dilakukan oleh penutur baik secara sadar maupun

tidak sadar. Campur kode yang dilakukan secara sadar apabila

penutur memunyai tujuan tertentu, menunjukkan ke suatu hal yang

tidak dapat diungkapkan dengan bahasa utama yang digunakannya.

Nababan (1993: 32) menyatakan campur kode terjadi karena tidak

adanya ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai penutur.

Faktor-faktor yang memengaruhi campur kode adalah penutur,

petutur, dan topik pembicaraan.

Penutur yang multibahasawan memunyai banyak kesempatan untuk

melakukan campur kode. Keheterogenan latar belakang petutur

seperti usia, status sosial, dan tingkat pendidikan menuntut

kepandaian penutur dalam memilih bahasa yang tepat. Namun

demikian, dalam hal ini yang paling penting adalah penutur harus

mengetahui bahwa petuturnya juga merupakan multibahasawan. Topik

pembicaraan memungkinkan terjadinya campur kode, karena ada

beberapa topik yang cenderung menuntut pemakaian kode bahasa

tersendiri.

e. Tujuan Pemakaian Campur Kode

Menurut Suwito (1985: 78) tujuan-tujuan yang hendak dicapai

oleh penutur dalam tuturannya sangat menentukan pilihan

Page 59: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

40

bahasanya. Suwito juga mengemukakan tujuan pemakaian campur kode

ada beberapa macam, antara lain penutur ingin mengungkapkan

keterpelajarannya, ketaatan dalam beribadah, dan kekhasan

daerahnya.

Menurut Nababan (1993: 32) campur kode dipakai penutur untuk

memamerkan keterpelajarannya atau kedudukannya, selain itu untuk

mencapai ketepatan makna ungkapan.

f. Fungsi Campur Kode

Fungsi campur kode hampir sama dengan fungsi alih kode

sebagai berikut ini.

1) Untuk menegaskan suatu hal atau untuk mengakhiri pertentangan

yang sedang terjadi antara penuturnya.

2) Untuk mengakrabkan atau menekankan solidaritas kelompok.

3) Untuk mengutamakan yang disapa atau untuk menghormati.

4) Untuk meningkatkan status, gengsi, kekuasaan, atau keahlian

berbahasa.

5) Untuk mengutip ucapan orang lain, misalnya ingin mengutip

ucapan orang lain dengan bahasa lain.

g. Persamaan Alih Kode dan Campur Kode

Menurut Chaer (2004: 114) persamaannya adalah digunakannya dua

atau lebih varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur.

Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan

masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar,

Page 60: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

41

dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Dalam campur kode ada

sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki

fungsi dan keotonomiannya sedangkan kode-kode lain yang terlibat

dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan, tanpa

fungsi keotonomian sebagai sebuah kode. Berdasarkan pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa persamaan alih kode dan campur kode adalah

sama-sama digunakannya dua bahasa atau lebih dalam masyarakat

tutur yang dilakukan dengan sadar dan disengaja karena sebab-sebab

tertentu.

8. Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode

Alih kode dan campur kode adalah dua hal yang berbeda. Hal

pokok yang membedakan antara alih kode dan campur kode yang

dikemukakan oleh Thelander (dalam Suwito, 1985: 76) sebagai berikut.

1) Di dalam alih kode, terjadi peralihan dari klausa bahasa yang satu ke

klausa bahasa yang lain dalam suatu tuturan dan masing-masing

klausa masih mendukung fungsi tersendiri.

2) Di dalam campur kode, klausa maupun frasa-frasanya terdiri dari

klausa dan frasa baster dan masing-masing klausa maupun

frasanya tidak lagi mendukung fungsi tersendiri.

9. Diskusi Sebagai Ragam Tuturan dalam Proses Belajar Mengajar

Interaksi belajar mengajar merupakan peristiwa komunikasi yang

berlangsung dalam situasi formal (Zamzani, 2007: 1). Peristiwa tutur di

Page 61: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

42

dalam proses belajar mengajar seperti proses belajar mengajar

Bahasa Indonesia merupakan peristiwa tutur formal, sehingga ragam

bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

Selain ragam bahasa formal, dalam proses belajar mengajar

Bahasa Indonesia juga menggunakan ragam bahasa usaha

(consultative). Tempat berlangsungnya proses belajar mengajar Bahasa

Indonesia yang pada umumnya dilakukan di dalam ruangan, walaupun

tidak menutup kemungkinan dilakukan di luar ruangan juga memengaruhi

penggunaan ragam bahasanya.

Ditinjau dari etimoligis , kata diskusi berasal dari kata kerja “to

discus yang berarti berunding atau membincangkan. Menurut

pendapat Suharyanti, (2011: 39) diskusi adalah suatu bentuk kegiatan

yang terdiri dari beberapa orang (yang bertatap muka secara langsung)

dalam bertukar pikiran atau pendapat dan pandangan terhadap masalah

untuk mencari pemahaman.

Aktivitas berdiskusi memunyai tujuan yaitu memperoleh hasil

musyawarah dari anggota-anggota kelompok agar dapat memecahkan

masalah yang akan diselesaikan. Suharyanti (2011: 39-40)

menjelaskan bahwa diskusi memunyai tujuan umum dan khusus,

yang dijelaskan sebagai berikut.

a. Tujuan umum

1) Melatih siswa atau peserta diskusi untuk berpikir secara praktis

Page 62: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

43

2) Melatih mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang

lain.

3) Menumbuhkan dan mengembangkan sifat senang bekerja sama

dengan orang lain.

4) Melatih siswa atau mahasiswa untuk berperan serta secara aktif dan

berperan kostruktif terhadap suatu masalah.

5) Untuk mengembangkan ide siswa/mahasiswa dalam memecahkan

masalah yang memerlukan musyawarah.

b. Tujuan khusus

1) Untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu atau kelompok yang

berhubungan dengan mata pelajaran atau kurikulum.

2) Untuk menyelesaikan masalah yang bersifat sosial dan yang ada

hubungannya dengan tingkah laku baik dari diri siswa/mahasiswa

atau masyarakat.

3) Untuk menentukan atau menemukan kesatuan pendapat dan sikap

dalam memecahkan masalah.

Jenis-jenis diskusi juga ada beberapa macam salah satunya

adalah diskusi kelompok yang merupakan suatu pembicaraaan yang

terdiri dari sekelompok peserta guna memecahkan suatu masalah

secara bersama-sama dengan mempertimbangkan baik dan buruk, dan

sekaligus menetapkan cara melaksanakan pemecahan yang baik

(Suharyanti, 2011: 41).

Page 63: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

44

Menurut Vygotsky (dalam Huda, 2011: 24) salah satu landasan

teoritis tentang belajar kelompok ini berasal dari pandangan

konstruktivis sosial. Menurut Vygotsky mental siswa pertama kali

berkembang pada level interpersonal dan mereka belajar

menginternalisasikan dan mentrasformasikan interaksi interpersonal

mereka dengan orang lain, lalu pada level intrapersonal dimana

mereka mulai memperoleh pemahaman dan keterampilan baru dari

hasil interaksi ini. Dengan demikian sangat baik bagi siswa sejak

dini diajarkan untuk belajar berinteraksi dengan sekitarnya baik itu

dengan teman sebaya atau yang lebih dewasa, agar mereka bisa

mendapatkan informasi-informasi yang belum mereka ketahui atau

bertukar pikiran agar mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas yang tidak

mampu mereka selesaikan sendiri, dengan musyawarah bersama

teman-teman yang memunyai pemikiran yang berbeda-beda mereka

akan lebih mudah menyelesaikan masalah mereka.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan diskusi kelompok

adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung

dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah

atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan Jawaban atau

kebenaran atas suatu masalah.

Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan melalui forum

diskusi diikuti oleh semua siswa di dalam kelas dapat pula dibentuk

kelompok-kelompok lebih kecil.

Page 64: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

45

Dalam diskusi kelompok yang perlu diperhatikan ialah para

siswa dapat melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif di

dalam forum diskusi kelompok, jadi metode diskusi kelompok adalah suatu

cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi

kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan

percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan

atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas masalah.

Teknik metode diskusi kelompok sebagai proses belajar

mengajar lebih cocok dilakukan jika guru memiliki tujuan antara lain.

1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada atau yang dimiliki

oleh para siswa.

2) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan

pendapatnya masing-masing.

3) Memperoleh umpan balik dari para siswa tentang tujuan yang

telah dirumuskan telah tercapai.

4) Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai

masalah yang dilihat baik dari pengalaman sendiri maupun dari

pelajaran sekolah.

5) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Untuk dapat mengoperasikan metode diskusi kelompok ini ada

beberapa langkah yang perlu diperhatikan bagi guru antar lain.

1) Guru menggunakan masalah yang ada didiskusikan dan

memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara

Page 65: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

46

pemecahannya, hal terpenting adalah permasalahan yang

dirumuskan sejelas-jelasnya agar dapat dipahami baik-baik oleh setiap

siswa.

2) Para siswa berdiskusi di dalam kelompok dan setiap anggota

kelompok ikut berpartisipasi secara aktif.

3) Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, hasil-hasil yang

dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa (kelompok lain).

4) Akhir diskusi para siswa mencatat hasil-hasil diskusinya dan guru

mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok.

Diskusi kelompok merupakan salah satu pengalaman belajar

yang diterapkan di semua bidang studi dalam batasan-batasan tertentu,

pengalaman diskusi kelompok memberikan keuntungan bagi para

siswa sebagai berikut : (1) siswa dapat berbagi berbagai informasi

dalam menjalani gagasan baru atau memecahkan masalah, (2) dapat

meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting, (3) dapat

mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan berkomunikasi, (4)

dapat meningkatkan ketertiban dalam perencanaan dan pengambilan

keputusan dan (5) dapat membina semangat kerjasama dan

bertanggung Jawab.

Diskusi kelompok memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat

menimbulkan kegagalan dalam arti tidak tercapai tujuan yang

diinginkan.

Page 66: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

47

Wardani (dalam Puger, 1997: 9) menyatakan bahwa kelemahan-

kelemahan dalam diskusi kelompok antara lain: (1) diskusi kelompok

memerlukan waktu yang lebih banyak daripada cara belajar yang

biasa, (2) dapat memboroskan waktu terutama bila terjadi hal-hal

yang negatif seperti pengarahan yang kurang tepat, (3) anggota yang

kurang agresif (pendiam, pemalu) sering tidak mendapatkan kesempatan

untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya sehingga terjadi

frustasi atau penarikan diri, dan (4) adakala hanya didominasi oleh orang-

orang tertentu saja.

C. Kerangka Pikir

Dalam kegiatan belajar mengajar bahasa adalah satu-satunya alat

komunikasi yang menghubungkan satu orang dengan orang lain, baik

itu antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa lainnya saat

berkomunikasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa sangat berperan

penting bagi dunia pendidikan, begitu pula dalam pelajaran bahasa

Indonesia, bahasa tidak akan terlepas dari kegiatan tersebut.

Seharusnya dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa dan guru harus

menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, namun

terkadang sekolah kawasan pedesaan seperti SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa hal tersebut sulit dijalankan dengan baik,

karena siswa-siswa belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia

dalam keseharian mereka, terlebih saat diskusi kelompok

Page 67: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

48

berlangsung, percakapan diskusi yang seharusnya menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar berubah menjadi percakapan yang

menggunakan dwibahasa yaitu bahasa Indonesia bercampur dengan

bahasa Makassar.

Keterbatasan siswa dalam menguasai bahasa Indonesia

membuat guru tidak bisa memaksakan siswa untuk memakai bahasa

Indonesia dengan baik dan benar saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung, kalau siswa dipaksa menggunakan bahasa Indonesia

secara keseluruhan maka akan menyulitkan siswa terlebih saat

diskusi kelompok. Siswa akan terhambat dalam menyampaikan ide

yang mereka punya, maka dari itu guru memperbolehkan siswa

menggunakan alih kode dan campur kode dalam kegiatan diskusi

tersebut. Dengan penggunaan alih kode dan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar maka siswa akan lebih mudah

mengungkapkan ide yang mereka miliki, juga lebih mudah menerima ilmu

dari guru maupun siswa yang lain.

Untuk mengetahui wujud dan macam, faktor penyebab

terjadinya campur kode dan alih kode dalam aktivitas diskusi

kelompok pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tompobulu,

Kabupaten Gowa peneliti melakukan penelitian studi kasus dengan bagan

kerangka pikir sebagai berikut ini.

Page 68: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

49

Bahasa siswa di SMP Negeri 1 Tompobulu

Aktivitas diskusi siswa pada pelajaran bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia Bahasa Makassar

Alih kode Campur kode

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi siswa 2. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam proses diskusi siswa

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir

Page 69: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

50

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian

kualitatif deskriptif menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001:3)

bahwa :”Metode kualitatif ini adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati”.Lebih lanjut Sutopo (1991:35)

menjelaskan data yang dikumpulkan berupa kata-kata,kalimat atau

gambar yang memiliki arti lebih dari sekadar angka atau frekuensi.

Penelitian menekankan catatan yang menggambarkan situasi yang

sebenarnya guna mendukung penyajian data.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di SMP Negeri 1 Tompobulu,

Kabupaten Gowa, yang terletak di Jln. Pendidikan No. 140, kecamatan

Tompobulu, kabupaten Gowa. Waktu pelaksanaan penelitian dan

penyusunan laporan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari

sampai dengan bulan April 2016. Penelitian ini dilakukan pada saat

proses pembelajaran siswa SMP Negeri 1 Tompobulu di kelas VIII

berlangsung.

Page 70: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

51

Peneliti memilih lokasi di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten

Gowa, yang terletak di Jln. Pendidikan No. 140, kecamatan Tompobulu,

kabupaten Gowa, mengingat dilokasi tersebutlah data akan diperoleh baik

data primer maupun sekunder yang akan dilaporkan.

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan

Sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa penggunaan

Bahasa Indonesia dan unit analisis dalam penelitian ini siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Tompobulu , Kabupaten Gowa dalam proses diskusi

kelompok. Objek penelitian ini adalah alih kode dan campur kode

dalam pemakaian bahasa Indonesia pada proses diskusi siswa kelas VIII

di SMP Negeri 1 Tompobulu. Selain itu sumber data juga diperoleh dari

informan, yaitu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan

kualifikasi pendidikan sarjana stara satu dan siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a) Observasi

Teknik observasi atau pengamatan dilakukan dengan penelti

sebagai observator partisipan pasif terhadap peristiwa atau kegiatan

diskusi kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk memperoleh

data tentang pemakaian alih kode dan campur kode yang dilakukan siswa

saat berdiskusi.

Page 71: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

52

b) Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan guru

mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII dan beberapa siswa kelas

VIII. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi lebih dari

pengamatan atau observasi yang dilakukan, setelah melakukan

observasi langsung ke siswa saat pembelajaran Bahasa Indonesia,

peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui persepsi guru

terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi pembelajaran dan

situasi santai, alih kode dan campur kode bahasa yang dilakukan siswa

saat berbicara dan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya alih

kode dan campur kode.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model analisis interaktif. Analisis model interaktif ini

merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data,

reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Pada saat

melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan

kemunculan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis

interaktif adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah

dengan cara observasi, dan wawancara. peneliti mengumpulkan data

Page 72: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

53

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang

berhubungan dengan penggunaan bahasa yang gunakan siswa

dalam pembelajaran dan luar pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Negeri 1 Tompobulu.

b. Reduksi Data

Teknik ini mengambil langkah yang berupa pencatatan data

yang diperoleh dari hasil observasi. Dalam pencatatan tersebut

dilakukan seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan data, data mana

yang akan diambil. Hal tersebut bertujuan untuk lebih memudahkan

dalam mengambil data-data yang dianggap penting, yakni tentang

penggunaan bahasa yang gunakan siswa dalam pelaksanaan diskusi

Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tompobulu. Proses reduksi terus

berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis.

c. Displai Data

Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokkan

dalam beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya

mudah dilihat dan dimengerti, sehingga mudah untuk dianalisis.

Penyajian data penelitian yang diperoleh melalui analisis dokumen

ataupun pada saat proses diskusi berlangsung di kelas maupun

diperoleh melalui wawancara dengan informan. Hal tersebut meliputi:

data hasil observasi yang diperoleh peneliti pada saat penelitian

berlangsung

Page 73: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

54

d. Penarikan Simpulan

Berdasarkan dari hasil analisis terhadap ujaran dan

pembicaraan antara guru dengan peserta didik yang terjadi pada

proses pembelajaran dan pada saat diwawancarai, kemudian ditarik

simpulan. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama penelitian

berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi: (1)

bentuk-bentuk alih, dan (2)faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode

dan campur kode dalam diskusi siswa.

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Menurut Denzim (dalam Mahsun, 2005: 237) menyatakan

bahwa ada empat triangulasi untuk menguji keabsahan temuan yaitu: (1)

triangulasi data, (2) triangulasi peneliti, (3) triangulasi teori, dan (4)

triangulasi metode. Uji validitas data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah:

1. Triangulasi metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengumpulkan data

sejenis dengan metode yang berbeda, yaitu observasi dan

wawancara. Metode ini dilakukan untuk mengecek alasan terjadinya

alih kode dan campur kode yang dilakukan siswa saat berdiskusi

kelompok.

Page 74: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

55

2. Triangulsi sumber data

Triangulasi sumber data, yakni dengan membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam hal ini membandingkan

data tentang alih kode dan campur kode bahasa yang dilakukan

siswa melalui data yang diperoleh dari guru dicek pada siswa atau siswa

satu dicek pada siswa yang lain.

3. Review informan

Review informan dilakukan untuk mengecek kembali data dan

informasi. Data diperoleh dari guru dan siswa.

Page 75: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi dan Hasil Penelitian

Penelitian tentang alih kode dan campur kode dalam pemakaian

bahasa Indonesia pada aktivitas diskusi siswa dilakukan di SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa tepatnya di desa yang terletak di Jl.

Pendidikan No. 140, kecamatan Tompobulu, kabupaten Gowa. Sekolah

ini termasuk sekolah yang berada di kawasan pedesaan karena jaraknya

cukup jauh dengan kota Kabupaten Gowa yaitu 33 km. Walaupun sekolah

ini termasuk di kawasan pedesaan, namun berada di samping jalan

alternatif. Dengan demikian siswa bisa menggunakan sarana angkutan

umum (pete-pete) walaupun hanya sedikit yang melewati sekolah tersebut

saat berangkat dan pulang sekolah, namun masih banyak juga siswa yang

harus berjalan kaki karena tempat tinggal mereka yang berada di pelosok-

pelosok desa atau dusun dan jauh dari jalan umum. Sekolah ini memiliki

15 kelas dari kelas VII sampai IX. Setiap angkatan terdiri dari lima kelas

yaitu A-E. Kelas dalam sekolah ini termasuk kelas kecil karena hanya rata-

rata 24 siswa per kelas.

Siswa yang bersekolah di SMP Negeri 1 Tompobulu ini tidak hanya

siswa yang berasal dari daerah Kabupaten Gowa, namun juga dari daerah

Takalar wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Gowa, seperti Dusun

Bontoloe, Dusun Jangoang, Dusun Bongkina, Dusun Cikoro, Dusun

Page 76: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

57

Bontomanai, Dusun Bulueng, Dusun Palipungan, Dusun Go’golo, Dusun

Kayumalle, Dusun Pajagalung, Dusun Badieng, Dusun Tompo Luang, dan

beberapa daerah lain di sekitar sekolah tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih sekolah tersebut karena dari

hasil observasi sebelum penelitian saat pembelajaran bahasa Indonesia

berlangsung, siswa masih kesulitan menggunakan bahasa Indonesia

dengan baik dan benar, contohnya saat diskusi kelompok dan presentasi

hasil kerja kelompok. Siswa masih sering menggunakan bahasa daerah

(bahasa Makassar) meskipun guru sudah memberi instruksi agar

menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini tentu bertolak belakang dengan

siswa yang bersekolah di kawasan perkotaan mereka sudah terbiasa

menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda dengan siswa ,di kawasan

pedesaan atau dusun seperti SMP Negeri 1 Tompobulu, mereka masih

sulit membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia saat berdiskusi

dengan teman mereka. Dari lima kelas yang di teliti yaitu VIII-A, VIII-D,

VIII-E, VIII-D, dan VIII-E masih banyak siswa yang melakukan alih kode

dan campur kode pada saat proses diskusi kelompok berlangsung.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses

diskusi.

Dalam dialog diskusi kelompok siswa SMP Negeri 1 Tompobulu,

Kabupaten Gowa, masih banyak ditemukan peristiwa alih kode dan

Page 77: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

58

campur kode. Alih kode dan campur kode tersebut muncul beberapa kali

dalam beberapa macam, memunyai faktor penyebab kemunculan, serta

fungsi dan tujuan tertentu.

a. Alih Kode

Bentuk – Bentuk Alih Kode

1) Alih Kode Intern

Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian

bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, antargaya dalam lingkup

satu bahasa. Apabila alih kode itu menjadi antar bahasa-bahasa daerah

dalam satu bahasa nasional atau dialek-dialek dalam satu daerah, atau

antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek alih kode

seperti ini disebut bersifat intern (Suwito, 1985: 68). Alih kode intern yang

terjadi dalam proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa

kelas VIII, SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa sebagai berikut.

2) Alih kode ragam resmi dan ragam santai

Alih kode dari ragam resmi ke ragam santai atau sebaliknya yang

muncul dalam proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia kelas

dapat dilihat dalam kalimat berikut:

Siswa 3 : “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek pada diri siswa,berikan saranmu supaya menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Jawabki bede’!”

Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah menyerah untuk menjawabnya.”

Siswa 1 : “Sebab-sebabnya itu, anui bela? Sulit.” Siswa 5 : “Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus belajar dengan tekun,

dan siswa diberi sanksi.” (kel . 2, VIII-D)

Page 78: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

59

Dalam contoh di atas terjadi alih kode dari ragam resmi ke ragam

santai. Ragam resmi yang ada dalam contoh di atas ditandai oleh

pemakaian afiks mem-kan secara eksplisit dan konsisten yaitu pada kata

menjadikan. Kalimat ragam resmi tersebut memakai bentuk lengkap dan

tidak disingkat. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata baku. Ragam

santai dalam contoh di atas ditandai oleh penggunaan kata-kata yang

tidak baku seperti Jawabki bede’. Selain itu juga ditandai oleh kalimatnya

yang tidak lengkap.

Contoh lain alih kode dari ragam resmi ke ragam santai juga terlihat

dalam dialog berikut.

Siswa 1 : ”Kita akan terus semangat walaupun badai kemiskinan menerpa kita, tak kan meratapi rumahku yang di kolong jembatan, dan sampah lantai rumahku, hidupku terlunta-lunta, matahari menemaniku setiap hari. Sudahmi to?”

Siswa 2 : “Kalotoro anjo to?” Siswa 3 : “Haus?” Siswa 2 : “Iyo, haus.” Siswa 1 : “Berarti dahaga.” (kel. 1, VIII-D)

Dalam contoh di atas terjadi alih kode dari ragam resmi ke ragam

santai. Ragam resmi yang ada dalam contoh di atas ditandai oleh

pemakaian afiks ke-an secara eksplisit dan konsisten yaitu pada kata

kemiskinan. Kalimat ragam resmi tersebut memakai bentuk lengkap

dan tidak disingkat. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata baku.

Ragam santai dalam contoh di atas ditandai oleh penggunaan kata-kata

yang tidak baku dan menggunakan bahasa daerah (Makassar) seperti

Sudahmi to?. Selain itu juga ditandai oleh kalimatnya yang tidak lengkap.

Page 79: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

60

c) Alih kode dari ragam santai ke ragam resmi

Contoh alih kode dari ragam santai ke ragam resmi terdapat dalam

kalimat di bawah ini.

Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh, iya. sebentar saya tanya Dini” Siswa 2 : “Iya ini, ceritanya pagi-pagi ato siang?” Siswa 3 : “Selamat pagi saja?” Siswa 1 : “Tanda petiknya ces! Saya Fatimah. anjo!” Siswa 4 : “Tidak langsung tena ngapa, bertele-tele dulu kammanjo. Halo

selamat sore, saya Fatimah, bisa bicara dengan wahyu? gitu.” (kel 1, VIII-B)

Ragam resmi dalam contoh di atas ditandai oleh pemakaian kata

ganti saya. Bentuk kalimatnya lengkap dan tidak disingkat. Kata tugas

yang digunakan secara eksplisit. Selain itu kata-kata yang digunakan

adalah kata-kata baku. Ragam santai ditandai penggunaan kata tena

ngapa dan bertele-tele.

d) Alih kode ragam resmi dan ragam usaha

Contoh alih kode dari ragam resmi ke ragam usaha yang muncul

dalam proses proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa

kelas VIII, SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa sebagai berikut.

Siswa 4 : “Tidak langsung tena ngapa, bertele-tele dulu kammanjo. Halo selamat sore, saya Fatimah, bisa bicara dengan wahyu? gitu.”

Siswa 1 : “Selamat pagi terus koma, begitu?” Siswa 3 : “Halo, saya Fatimah, temannya Wahyu, bisa bicara dengan

Wahyu? Siswa 2 : “Oh iya sebentar saya panggilkan Wahyu. begitu.” Siswa 1 : “Oh iyo kita pakai saya saja, tidak usahmi aku!” (kel. 1, VIII-B)

Page 80: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

61

Ragam resmi dalam kalimat di atas ditandai oleh kalimat yang

lengkap dan bahasa baku. Ragam usaha dalam kalimat di atas ditandai

oleh kalimatnya yang pendek tetapi lawan bicara tetap mengerti apa yang

dibicarakan penutur. Kalimat ragam usaha tersebut berorientasi pada hasil

yaitu pemahaman lawan tutur.

e) Alih kode ragam baku dan ragam santai

Alih kode dari ragam baku ke ragam santai yang muncul dalam

proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Tompobulu sebagai berikut.

Siswa 1 : “Keluarkanmi bukunya!” Siswa 2 : “Tulismi, na!” Siswa 3 : “Pakai pensilmi dulu punna salahki bisaji dihapus!” Siswa 4 : “Siap grak. tulismi.” Siswa 1 : “ Kita boleh gunakan majas yang lain, kah?” Siswa 2 : “ Boleh ji.” (kel.1, VIII-E)

Ragam baku dalam dialog di atas ditandai oleh frasa siap gerak.

Frasa “siap grak” merupakan ragam baku karena struktur

gramatikalnya tidak dapat diubah. Ragam santai dalam dialog itu ditandai

oleh kalimat yang tidak lengkap, dan menggunakan kata tidak baku

“tulismi” yang merupakan dialek bahasa Makassar.

f) Alih kode ragam santai dan ragam usaha

Alih kode dari ragam santai ke ragam usaha yang muncul dalam

proses diskusi kelompok pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII,

SMP Negeri 1 Tompobulu sebagai berikut.

Page 81: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

62

Siswa 3 : “Ini tentang apa, kah?” Siswa 4 : “Tentang gagasan kalimat. Masa’ kau tidak tahu?” Siswa 1 : “Sebutkan gagasan utama paragraf dua sampai delapan?” Siswa 3 : “Jawablah pertanyaan berikut, Sebutkan gagasan utama

paragraf dua sampai delapan!” (kel. 3, VIII-A)

Ragam santai dalam kalimat yang diberi garis bawah (tentang

gagasan kalimat) di atas ditandai oleh kalimat yang tidak lengkap, tidak

memunyai subjek dan predikat yang jelas. Ragam usaha ditandai

oleh kalimatnya yang pendek (masa’ kau tidak tahu??),berorientasi

pada hasil yaitu pemahaman lawan tutur.

Contoh lain ragam santai ke ragam usaha adalah.

Siswa 3 : “Nampa, antekammami anne? Ka nisuroki apparek kritikanna?” Siswa 1 : “Kan rincianji to?” Siswa 3 : “Antekammaji?” Siswa 2 : “Tanaman mete memunyai manfaat yang banyak sekali.”

(kel. 2, VIII-C)

Ragam santai terlihat karena siswa satu menggunakan bahasa

daerah (Makassar) saat berbicara dengan lawan tutrnya, yaitu “nampa,

antekammami anne?‟ yang berarti “terus ini bagaimana? . Kemudian

dilanjutkan dengan ragam usaha dengan kalimat “ka nisuroki apparek

kritikanna?‟, yang berarti “kita disuruh buat kritikannya?‟. Kalimat kedua ini

juga menggunakan bahasa Makassar, kalimat tersebut berorientasi pada

hasil yaitu pemahaman pada lawan tutur.

Siswa 1 : ”Cara mengatasi siswa yang menyontek saat ujian?” Siswa 2 : “Yang inimo dulu, bentuk-bentuk contekan siswa?” Siswa 3 : “Biasanya ada di atas meja. Kertas-kertas kecil itu to?” Siswa 2 : “Iya.” (kel. 2, VIII-D)

Page 82: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

63

Ragam santai dalam kalimat tersebut ditandai oleh kalimat yang tidak

lengkap yaitu tidak ada subjek kalimatnya . Sedangkan ragam usaha

ditandai dengan kalimat yang mengunakan kata bantu „to‟ yang berasal

bahasa daerah (Makassar) yang berfungsi untuk menanyakan hasil

pendapatnya dengan teman-temannya dan kalimat tersebut juga

berorientasi pada pada hasil yaitu pemahaman lawan tutur.

2) Alih Kode Ekstern

Alih kode ekstern yang muncul dalam proses diskusi kelompok

pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII, SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa adalah alih kode dari bahasa Indonesia ke

bahasa Makassar atau sebaliknya dari bahasa Makassar ke bahasa

Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.

Siswa 3 : “Ini pakai kata-kata tidak pakai lagu.” Siswa 5 : “Oke.” Siswa 3 : “Pokoknya pakai kata-kat mutiara.” Siswa 5 : “Kehidupan itu…” Siswa 2 : “Kita selalu terdepan.” Siswa 3 : “Janganmi terdepan, punna nakke maju terus. Emmm, kalah menang tidak masalah.” Siswa 6 : “Iyo.” Siswa 3 : “Tapi emang kita kompetisi?” Siswa 4 : “ iya, di’.” (kel.1, VIII-C )

Pada kalimat pertama penutur menggunakan bahasa Makassar dan

untuk kalimat kedua penutur menggunakan bahasa Indonesia.

Page 83: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

64

Contoh lain yaitu.

Siswa 3 : “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek pada diri siswa,berikan saranmu supaya menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Jawabmi!”

Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah menyerah untuk mejawabnya.”

Siswa 1 : “Sebab-sebabnya itu anui bela? Sulitki.” Siswa 5 : Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus belajar dengan tekun,

dan siswa diberi sanksi. (kel . 2, VIII-D) Siswa 3 : “Trus, tadi siapa yang bilang harus pakai saya?” Siswa 1 : “Sudahmi pakai aku mi saja! Siswa 2 ; “Itu lanjutannya. O, iya maaf saya lupa. Lalu Fatimah tanya

lagi, memangnya bagaimana caranya?”. Siswa 1 : “Lalu jawabnya, mudah ji itu caranya.”. Siswa 3 : “Mudah, begitu saja! Terus, awalnya kamu harus memilih benih

yang bagus, membajak sawah, jangan sampai tanahnya kering, selanjutnya kamu harus membajak sawah dan mengairi, jangan sampai tanahnya kering!”

Siswa 4 : “Bagaimanami ini?” Siswa 1 : “Lalu Fatimah tanya lagi, bagaimana cara memilih benih padi yang bagus? Nampa jawabnya antekammami di’?” Siswa 3 : “Nanti bilang saja disuruh lihat di bungkusnya begitumi saja.

Bagaimana?” Siswa 1 : “Oh Iyyo mengertima, jadi acara memilihnya itu saiya kurang

tahu, bagaimana kalau kamu bicara sama kakaku saja?” Siswa 2 : “Itu ditambah beni, na! Disuruh tanya sama kakak terus bilang,

sebentar aku panggilkan” (kel.1, VIII-B)

Pada kalimat pertama penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan untuk kalimat kedua penutur menggunakan bahasa

Makassar.

3) Campur Kode

Campur kode yang muncul berdasarkan macam-macam dan unsur-

Page 84: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

65

unsur bahasa dalam proses diskusi kelompok di SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa.

a) Campur kode berdasarkan macam-macam bahasa

Campur kode bahasa yang muncul dalam proses diskusi kelompok

di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa.

(1) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Makassar

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa,

Siswa 1 : “Si kelompok jaki to?” Siswa 2 : “Iyo. buat apa kah ini?” Siswa 3 : “Bahas tentang telefon?” Siswa 4 : “Punna jai terus percakapanna bagaimana?” Siswa 2 : “Gimana ji?” Siswa 1 :”Begini saja ceritanya, bukumu saya bawa to, trus kau telefon ka’ terus suruh sambungmi ke Arini.” Siswa 2 :”Ibu, nanti dipraktekkanki kah? (siswa bertanya kepada guru bahasa Indonesia)” Guru : “Iya, nanti dipraktikan. (guru menjawab dengan suara lantang agar semua siswa mendengar)”. (kel 1, VIII-B)

Dalam dialog tersebut terdapat beberapa kata bantu yang

berasal dari bahasa Makassar yaitu “Si‟ yang berarti satu, “to‟ yang

berfungsi menegaskan kalimat yang sedang dibicarakan seperti „kan ,

“punna‟ yang berarti kalau. Penutur menyisipkan kata dan kata bantu yang

berasal dari bahasa Makassar ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Page 85: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

66

Makassar.

Siswa 6 : “Sebentar, kan minimal lima bait? ini kita buat 6 bait saja, ini kan kata ada enam orang.” Siswa 1 : “Iya sebentar bacana satu-satu.” Siswa 6 : “Disalin sekalian ya!” Siswa 2 : “ Ini bagian yang nyalin, kita yang mikir bait berikutnya.” Siswa 6 : “Yel-yelnya gimana? Emm, metafora,,metafora.” Siswa 3 : “Haha, iya.” (kel.1, VIII-D)

Dalam dialog tersebut terdapat dua kata yang berasal dari bahasa

Makassar yaitu bacana yang berasal dari kata baca mendapat

akhiran “a‟, akhiran a dalam bahasa Makassar adalah imbuhan (lesan)

kalau dalam bahasa Indonesia berarti membacanya. Penutur

menyisipkan kata bacana ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Makassar.

Siswa 2 : “Terus Husnul bilang ,iya, ada apa Yusmar? Terus dijawabnya , oh ya Husnul kau tauji carana meningkatkan hasil pertanian?” Siswa 1 : “Terus nu jawabmi, maaf Yus , kalau masalah itu aku tidak tahu, coba kamu tanya saja sama Candra!”. Siswa 2 : “Iya, begitumi saja. Ditambahi, siapa tahu Candra bisa menjelaskan tentang cara untuk meningkatkan mutu pertanian, terus akhirnya Yusmar bilang, ya kalau begitu makasih ya atas informasinya. Kammaji anjo.” Siswa 3 : “O, Iyyo, apa diganti mi ini adam saja, nanti Yusmar tidak bisa najawab terus di kasih ke fani, begitumi saja bagimana? Biar lebih panjang to?” Siswa 1 : “Tidak usahmi begitu, nanti saya sama Yusmar jawabnya setengah-setengah. Bagimana?” (kel.2 : VIII C)

Dalam kalimat tersebut penutur menggunakan kata bantu O,iyyo

yang ternasuk dialek Makassar yang biasanya dipakai pada saat

Page 86: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

67

menemukan ide baru atau kaget, campur kode tersebut sulit

dihilangkan oleh siswa karena mereka terbiasa menggunakan kata bantu

tersebut dalam percakapan sehari-hari. Kemudian penutur juga

menggunakan kata “to” yang berarti penegasan. dari hasil wawancara

dengan siswa dapat dieroleh kesimpulan bahwa siswa masih sering

menggunakan campur kode bahasa Makassar karena mereka masih

merasa kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan mereka berbicara

menggunakan bahasa Makassar, kata bantu seperti iyyo, ji, mi, bede’, to,

dan lain sebagainya. Terkadang spontan mereka ucapkan saat

berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

(2) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa,

Siswa 3 : “Pegang pundakku jangan pernah lepaskan, bila ku ingin terbang, terbang meninggalkan mu.”

Siswa 2 : “Yes, you pintar.” Siswa 3 : “O. jelas.” Siswa 2 : “Sahabat adalah harta yang berharga bagiku.”

(kel. 4, VIII-D)

Kata yes yang berarti iya pelajaran dan you yang berarti kamu

merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris. Penutur

menyisipkan kata-kata tersebut ke dalam kode dasar yang berbahasa

Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris.

Page 87: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

68

Contoh lain campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

adalah.

Siswa 3 : “Tapi memang kita kompetisi?” Siswa 4 : “Iyyo tawwa.” Siswa 2 : “Yang terpenting belajar menjadi lebih baik.” Siswa 5 : “Oh no, kesuksesan berasal dari kemauan yang kuat.” Siswa 4 : “Kemiskinan dalam kolong jembatan.” (kel. 1, VIII-D) Siswa 1 : “Biasanya itu siswa menyontek karena takut remedi dan mendapat image buruk kalau mendapat nilai baik dan hanya

dia yang mendapatkan nilai buruk. Trus apa lagi bede’?” Siswa 2 : “Alasanna lagi apa, bede’?” Siswa 1 : “Karena siswa tidak tidak belajar pada malam harinya.” Siswa 2 : “Sudah selesaimi to?” Siswa 1 : “Iya.” (kel.1, VIII-D)

Pada dialog kelas VIII-D kelomopok 1 terdapat kata no dalam

kalimat “oh no, kesuksesan berasal dari kemauan yang kuat.” Berasal dari

bahasa inggris yang berarti „tidak . Begitu pula pada dialog kelas VIII-D,

kelompok satu terdapat kata image yang dalam konteks kalimat tersebut

berarti gambaran atau potret diri sesorang. Penutur menyisipkan kata-kata

tersebut ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia sehingga terjadi

campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(3) Campur kode bahasa Indonesia, bahasa Makassar, dan bahasa

Indonesia dialek Jakarta

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa,

Siswa 1 : “Ayo tuliski nama kelompoknya.” Siswa 2 : “Iya, sebentar.” Siswa 3 : “Ini tentang apa, sih?”

Page 88: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

69

Siswa 4 : “Tentang gagasan kalimat, masa’ kau tidak tahu?” Siswa 1 : “Sebutkan gagasan utama paragraf dua sampai delapan?” Siswa 3 : “jawablah pertanyaan berikut, Sebutkan gagasan utama

paragraf dua sampai delapan!”

Dalam dialog tersebut siswa 4 mengatakan masa’ merupakan kata

yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti apakah dan sih

merupakan kata bantu yang berasal dari bahasa Indonesia dialek

Jakarta. Penutur menyisipkan kata-kata itu kedalam kode dasar yang

berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa Indonesia,

bahasa Makassar, dan bahasa Indonesia dialek Jakarta.

(4) Campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia dialek Jakarta

Campur kode jenis atau macam ini yang muncul dalam proses

diskusi kelompok di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten Gowa.

Siswa 2 : “Ditulis semua?” Siswa 1 : “Iya.” Siswa 2 : “Trus yang nomor satu mana?” Siswa 1 : “Ini.” Siswa 2 : “Sedikitnya, di’?” Siswa 3 : “Masa’sih ini kau tidak tahu?” (kel.3, VIII-A)

Dialog dalam diskusi kelompok 3, kelas VIII-A terdapat tuturan

yang berbunyi “Masa’ sih ini kau tidak tahu”, kalimat tersebut

menggunakan kata dan kata bantu yang berasal dari bahasa Indonesia

dialek Jakarta. Penutur menyisipkan kata-kata itu ke dalam kode dasar

yang berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode bahasa

Indonesia, bahasa Makassar, dan bahasa Indonesia dialek Jakarta.

Page 89: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

70

b) Campur kode berdasarkan unsur-unsur kebahasaan

Campur kode wujud unsur kebahasaan yang muncul dalam

proses diskusi kelompok di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten

Gowa.

(1) Campur kode dengan unsur penyisip yang berwujud kata

Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan

satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik terdiri dari satu atau beberapa

suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem (Ramlan, 1987:

33). Campur kode dengan unsur penyisip yang berwujud kata merupakan

macam atau jenis campur kode berdasarkan unsur-unsur kebahasaan

yang paling sering muncul.

Campur kode jenis atau macam ini contohnya terdapat dalam data-

data berikut ini.

Siswa 1 : “Guru-guru harus lebih aktif dalam mengamati para siswa-siswa di kelas pada setiap pelajaran dan guru juga memberikan pemeriksaan pada siswa dari laci, baju, sepatu dan lain-lain.”

Siswa 3 :”Iyo, para guru harus memeriksa setiap hari.” Siswa 2 : “Addeh , kenapa setiap hari.” Siswa 1 : “Iya karena biasanya diletakkan di bawah pantat dan di laci.” (kel.2, VIII-D) Siswa 3 : “Bagaimana ini?” Siswa 2 : „Seperti terik matahari yang….” Siswa 5 : “Nonono, bukan bukan bukan.” Siswa 1 : “Setiap hari tubuhku…” Siswa 2 : “Kata-kata yang tadi janganmi, yang inimo karena tidak sulitji.” Siswa 6 : “ Kan seharusnya air hijan mengguyur rumahku.” (kel. 3, VIII-D)

Page 90: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

71

Siswa 2 : “Ini Sebutkan gagasan utama paragraf dua sampai delapan.” Siswa 1 : “Paragraf dua kemaeki anggappa?” Siswa 2 : “Anne’ e.” Siswa 3 : “Yang ini aja, Kan bersifat umum ji.” Siswa 4 : “Paragraf kedua to ini?” Siswa 1 : “Tulis dulu, nomor 1.a.” Siswa 2 : “1.a?” Siswa 1 : “Iya.” (kel.3, VIII-C)

Dialog-dialog di atas termasuk ke dalam dialog campur kode wujud

unsur kebahasaan kata. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur yang

menyisip ke dalam kode dasar berupa atau berwujud kata, penutur

menyisipkan kata-kata yang berasal dari bahasa lain. Pada dialog siswa

kelas VIII-D, kelompok 2 penutur 2 menggunakan kata Iyyo dalam tuturan

“Iyyo para guru harus memeriksa setiap hari” berarti „iya para guru harus

memeriksa setiap hari yang berasal dari bahasa Makassar dan penutur

(siswa 3) menggunakan kata Addeh dalam tuturan „Addeh kok setiap

hari‟kata Addeh dalam bahasa Makassar memunyai arti yang bermacam-

macam tergantung konteks kalimatnya, dalam kalimat „Addeh kenapa

setiap hari‟ kata „Addeh‟ berarti penyangkalan atas pendapat yang

dikemukakan oleh lawan tuturnya, dalam bahasa Indonesia berarti „bukan

demikian . Pada dialog siswa kelas VIII-D, kelompok tiga menggunakan

kata „nonono‟ pada tuturan “nonono, bukan bukan bukan” yang berasal

dari bahasa Inggris yang berarti „tidak . Pada dialog siswa kelas VIII-C

kelompok tiga, seorang penutur (siswa 3) penyisipkan kata “aja” pada

tuturan “orang ini aja bersifat umum‟ yang berasal dari bahasa Indonesia

dialek Jakarta ke dalam kode dasar yang berbahasa Indonesia yang

Page 91: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

72

berarti „saja sehingga terjadi campur kode wujud unsur kebahasaan

kata.

b) Campur kode dengan unsur penyisip yang berwujud frasa.

Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih

yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1987: 151).

Campur kode jenis atau macam ini dapat dilihat dalam data-data berikut

ini.

Siswa 1 : “Kita akan membahas tentang apa kah? Siswa 2 : ” Tentang percakapan telefon lah, Addeh, bagaimanami itu? Siswa 1 : “Iya, tanya apa? Siswa 3 :”Nanti kita akan membuat percakapan tentang peningkatan hasil pertanian padi. (kel.2, VIII-B)

Siswa 1 : “Kamma anjo, getah tanaman mete diabaikan orang.” Siswa 2 : “He?” Siswa 1 : “Getahnya sering diabaikan oleh orang. Kamma anjo?” Siswa 3 : “Yo.” Siswa 4 : “Getahnya sering diabaikan orang. Titik.” Siswa 3 : “Getah tanaman mete memunyai manfaat yang cukup besar.” Siswa 3 : “Getah tanaman mete sering diabaikan.” (Kel.2, VIII-C)

Dialog-dialog di atas termasuk ke dalam dialog campur kode wujud

unsur kebahasaan frasa. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur yang

menyisip ke dalam kode dasar berwujud frasa. Dalam dialog di atas

penutur meyisipkan frasa yang berasal dari bahasa Makassar “Addeh

bagaimanami itu (kel.2, VIII-B), Kamma anjo? (kel.2, VIII-C)” ke dalam

Page 92: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

73

kode dasar yang berbahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode

wujud unsur kebahasaan frasa.

b. Campur kode ragam

Campur kode ragam yang muncul dalam proses diskusi kelompok

di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa.

Campur Kode Ragam Resmi dan Ragam Santai

Campur kode ragam resmi dan ragam santai ini muncul beberapa

kali. Campur kode jenis ini dapat dilihat dalam dialog berikut

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.”

Siswa-siswa : “Iyye, ibu.” Guru : “ Ya (ayo) kalian menganalisis paragraf dua sampai delapan

itu dulu yang kalian kerjakan.” Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?” Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu gagasan

utamanya.” Siswa 1 ; “Iyye, ibu.” (kel.3, VIII-C)

Dalam dialog tersebut penutur mencampur ragam resmi dan ragam

santai dalam satu kalimat. Ragam resmi dalam kalimat itu ditandai oleh

kata-kata dalam kalimat pertama menggunakan bahasa baku tidak

bercampur dengan dialek Makassar maupun Jakarta. Sedangkan ragam

santai dalam kalimat itu ditandai oleh penggunaan kata bantu penegas

yang tidak baku yaitu lho yang menyantaikan pembicaraan.

Dialog lain yang juga merupakan campur kode ragam resmi dan

ragam santai yaitu dialog berikut.

Page 93: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

74

Siswa 2 : “Apa mau?” Siswa 3 :“Bisa menjadi lalapan dan rasanya yang khas membuat selera makan menjadi bertambah, tidakji na salah?” Siswa 2 : “Catat dimana?” Siswa 4 : “Di sini, lah.” Siswa 2 : “Ditulis semua?” Siswa 1 : “Ya, iyya lah.” (kel.1, VIII-C)

Dalam dialog itu penutur mencampur antara ragam resmi dan

ragam santai. Ragam resmi dalam dialog itu ditandai oleh bentuk kalimat

yang lengkap dan kosa kata baku. Sedangkan ragam resmi dalam dialog

itu ditandai oleh penggunaan kata tidak baku tidakji nai yang merupakan

bentuk tidak baku dari tidak.

2. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam

diskusi.

a. Faktor Penyebab Alih Kode

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

mengimbangi bahasa lawan tutur. Faktor penyebab alih kode ini dapat

dilihat dalam dialog berikut ini.

Siswa 3 : “Halo, saya Fatimah, temannya Wahyu, bisa bicara dengan Wahyu? Saya teman sekelasnya Wahyu.” Siswa 2 : “Oh iya sebentar tak panggilkan Wahyu. Gitu.”

Siswa 1 : “Oh iya kita pakeknya saya saja tidak usahmi aku!” Siswa 2 : “Iya, ini terjadinya pagi saja begitu di’?” Siswa 1 : “Iyo. Nanti alasannnya I wahyu sedang bermain.” Siswa 3 : “Tidak usahmi, sedang membaca buku saja, tidak apa-apaji, to?”

Page 94: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

75

Siswa 1 : “Sedang membaca buku di halaman, begitu saja tidak apa-papa?” Siswa 2 : “Iya tidak papaji, terus Fatimahnya jawab sebelumnya minta

maaf dululah.” (kel. 1, VIII-B)

Dalam dialog tersebut terjadi alih kode dari bahasa Makassar ke

bahasa Indonesia yaitu saat penutur (siswa 1) menuturkan “Iyo. Nanti

alasannnya I wahyu sedang bermain.”. Dalam alih kode tersebut dapat

dilihat bahwa penutur melakukan alih kode disebabkan oleh adanya

maksud mengimbangi lawan tutur. Pada saat penutur berbahasa

Makassar, penutur sedang mengomentari jawaban lawan tutur “iya, ini

terjadinya pagi saja begitu di’?”. Kemudian penutur beralih berbahasa

Indonesia dengan maksud untuk melanjutkan menjelaskan materi.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa

yang digunakan oleh lawan tuturnya.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab alih

kode yang berupa lawan tutur.

Siswa 1 : “Paragraf ke lima.” Siswa 3 : “Kacang ini memiliki nilai ekonomi tinggi.” Siswa 4 : “Kan haruspi dirincikan to?” Siswa 1 : “Iyo.” Siswa 3 : “Kacang ini menghasilkan minyak CNSL”. Siswa 1 : “Paragraf ke enam.” Siswa 2 : “Yang manayya? Tidak kudapatpi.” Siswa 1 : “Kulit batang dari kacang ini, dimanfaatkan untung pengobatan sariawan dan penyakit gula-gula.” (kel. 1, VIII-A)

Page 95: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

76

Dalam dialog di atas penutur (siswa 1) beralih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Makassar disebabkan oleh lawan tutur (siswa 4)

yang sebaya dengan penutur dan berbahasa Makassar. Untuk

mengimbangi lawan tutur yang berbahasa Makassar maka penutur

beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar.

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab alih

kode yang berupa perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

Siswa 2 : “Saya Yeni, teman sekelas fani dan juga candra.” Siswa 3 : “Kok sekelas? Dongo’?” Siswa 2 : “Ya iya lah, teman sekelas.” (kel.2, VIII-B)

Dalam dialog tersebut terlihat bahwa penutur pada awalnya

berbahasa Indonesia saat membahas materi diskusi dengan teman

sekelompoknya, kemudian beralih berbahasa Makassar karena ada

orang ketiga yang hadir. Setelah orang ketiga hadir, saat orang

ketiga mengatakan kok dan dongo’ (bodoh), maka lawan tutur akan

mengikuti berbicara dengan bahasa daerah (Makassar) dialek yang

mereka mengerti.

4) Perubahan topik pembicaraan.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab alih

kode yang berupa perubahan topik pembicaraan.

Page 96: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

77

Siswa 2 :”Sebutkan gagasan paragraf dua sampai delapan!” Siswa 4 : “Soalnya ditulis! Addeh” Siswa 1 : „Ini yang pertama ini” Siswa 2 : “Tuliskan rincian dari setiap gagasan utama tersebut. Jangan

lupa pake tanda Tanya, na! Siswa 1 : “Iya.” Siswa 5 : “Nomor selanjutnya, sampaikan kritikanmu terhadap wacana

tersebut. Siswa 5 : “Ya. (kel. 1, VIII-A)

Dalam dialog tersebut penutur beralih kode dari ragam resmi ke

ragam santai karena terjadi perubahan topik pembicaraan. Pada saat

penutur (siswa 2) menggunakan ragam resmi penutur sedang

membicarakan tentang perintah dari soal yaitu menuliskan rincian dari

gagasan utama. Kemudian topik pembicaraan berubah menjadi tentang

kalimat penutur yang mengingatkan agar lawan tutur saat menulis

menggunakan tanda baca yaitu tanda tanya. Pada saat topik pembicaraan

berubah itulah penutur juga melakukan beralih kode ke ragam santai,

ragam santai dapat dilihat juga dari kalimat yang kedua penutur

menggunakan bahasa yang tindak baku yaitu “pake” dan “lho”.

5) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab alih

kode yang berupa perubahan formal ke informal.

Siswa 1 : ”Kita akan terus semangat walau pun badai kemiskinan menerpa kita, tak kan meratapi rumahku yang di kolong jembatan, dan sampah lantai rumahku, hidupku terlunta-lunta, matahari menemaniku setiap hari. Sudahmi to?”

Siswa 2 : “Kalotoro ajo to?”

Page 97: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

78

Siswa 3 : “Haus?” Siswa 2 : “Iya, haus.” Siswa 1 : “Berarti dahaga.”(kel. 1, VIII-D)

Dalam dialog tersebut penutur melakukan alih kode dari ragam

santai ke ragam resmi karena adanya perubahan dari formal ke informal.

Dalam situsi formal yaitu pada saat penutur memberikan ide untuk syair

puisi kelompok mereka. Setelah itu situasi berubah menjadi informal,

ditandai dengan penggunaan bahasa Makassar ”sudahmi to?” yang berarti

„sudah kan? oleh penutur (siswa 1).

6) Untuk membangkitkan rasa humor.

Dalam dialog di bawah ini dapat dilihat adanya faktor penyebab alih

kode yaitu untuk membangkitkan rasa humor.

Siswa 1 : “Sungguh berat hidup ini seperti pohon yang diterpa angin.” Siswa 2 : “Diterpa kan ringanji to?” Siswa 3 : “Sudahmi padeng diterpa angin puting beliung mo.” (kel.2, VIII-E)

Dalam dialog tersebut penutur beralih kode dari bahasa Indonesia

ke bahasa Makassar karena penutur ingin membangkitkan rasa humor.

penutur bertanya “diterpa kan ringanji to?” maksudnya menyanggah

pendapat lawan tuturnya yang membuat kalimat “sungguh berat hidup ini

seperti pohon yang diterpa angin”. Penutur kedua menyanggah

bagaimana bisa pohon bisa tumbang jika hanya diterpa angin, kemudian

penutur pertama menjawab “Sudahmi padeng, diterpa angin puting

beliung mo.” Kalimat tersebut berarti ya sudah kalau begitu diterpa angin

Page 98: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

79

puting beliung saja, namun penutur menggunakan kata “padeng” dan “mo”

agar membangkitkan rasa dan suasana humor (mencairkan suasana).

Contoh lain alih kode yang membangkitkan rasa humor, adalah.

Siswa 4 : “Hidupku bagai bunga yang tidak disiram.” Siswa 1 : “Antekammaji maksudna itu?” Siswa 2 : “Layu.” Siswa 4 : “Cocokmi, layu disetiap langkahku.” Siswa 5 : “Ada kapang kakinya itu kembangka? Hahaha.” Siswa 4 : “Layu terasa di dalam hati.” Siswa 2 dan 5 `: “Sotta’.” (kel.2, VIII-D)

Dalam dialog di atas siswa 2 memberikan ide kata “layu” untuk

membuat puisi, kemudian siswa 4 melanjutkan kata “layu” (bunga yang

layu)menjadi kalimat “layu disetiap langkahku”, namun kalimat tersebut

tidak sesuai dengan ketentuan, karena tidak kesesuaian itu maka

menimbulkan suasana humor, terlihat dari tanggapan siswa 5 yang

menertawakan, ide kalimat dari siswa 4 dengan kalimat “Ada kapang

kakinya itu kembangkan? Hahahaha”.

b. Faktor penyebab terjadinya campur kode

1) Identifikasi peranan sosial

Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab

identifikasi peranan sosial antara lain:

Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?” Guru :“Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu gagasan

utamanya.” Siswa 1 ; “Iya, ibu.” Guru : “Dijawab! Siapa bisa jawabki?” Siswa 2 : “Sudahmi kutulis ibu.”

Page 99: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

80

Siswa 4 : “Buah dari jambu mete, eh beberapa dari buah jambu mete.” Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai

delapan saja to.” (kel.3, VIII-C)

Dalam dialog di atas penutur (guru) mencampur bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar disebabkan oleh kedudukan penutur

yang lebih tinggi daripada lawan tutur. Karena kedudukannya dalam sosial

lebih tinggi daripada lawan tutur maka penutur menggunakan kata siapa

bisa jawabki yang berarti siapa dan merupakan kata jawabki yang

merupakan tataran terendah dalam bahasa Makassar kepada lawan tutur.

2) Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan

Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena

campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain

dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya (suwito, 1985: 77).

Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab keinginan

untuk menjelaskan atau menafsirkan antara lain.

Siswa 4 : “Maaf ini siapa? Pake tanda tanya!” Siswa 3 : “Ini Rita kakaknya Wahyu. Begitumo saja!” Siswa 4 : “Klo sudah begitu, nanti Fatimah bilang, oh ya bisa panggilkan Irwandi sebentar kak? gitu to?” Siswa 3 : “Masak oh ya, kan tidak lucu?” Siswa 4 : “Tidak apa-apaji.” Siswa 2 :” Itu pakai tanda tanya kan? Siswa 4 : “Iyyo” (kel.1, VIII-A)

Dalam dialog di atas, penutur (siswa 3) mencampur bahasa

Makassar dan bahasa Indonesia disebabkan oleh keinginan penutur untuk

menafsirkan ketidak setujuannya dengan pendapat temannya (siswa 4)

Page 100: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

81

dan pendapat „oh ya‟ tidak sesuai karena terkesan lucu.

3) Karena keterbiasaan penutur.

Dialog campur kode yang disebabkan oleh keterbiasaan

penutur menggunakan bahasa Ibu, antara lain.

Siswa 1 : “Anne nomor satu, dua, dan tiga to yang dikerjakan?” Siswa 2 : “Nomor satu apa?” Siswa 1 : “Daun mete yang yang masih muda dapat dijadikan lalapan?” Siswa 2 : “Apa?” Siswa 1 : “Daun mete yang masih muda bisa dijadikan lalapan.” Siswa 2 : “Lalapan?” Siswa 1 : “Iyo.” (kel. 1, VIII-C)

Pada dialog di atas penutur (siswa 1) menggunakan kata bantu „to‟

yang berasal dari bahasa Makassar pada kalimat “anne nomor satu, dua,

dan tiga to yang dikerjakan?”. Penggunaan kata bantu „to yang dalam

konteks kalimat tersebut memunyai fungsi menegaskan kalimat yang

sedang penutur tanyakan kepada lawan tutur. Penutur menggunakan

campur kode tersebut karena terbiasa menggunakan bahasa ibu yaitu

bahasa Makassar, keterbiasaan tersebut memengaruhi kode dasar

saat penutur berbahasa Indonesia.

Siswa 1 : “Manfaat daun jambu mete?” Siswa 3 : “Iya.” Siswa 2 : “Manfaat daun jambu mete yang masih muda.” Siswa 1 : “Terus?” Siswa 3 : “Kulit mete memiliki….” Siswa 1 : “Tena, nilai ekonomi yang sangat tinggi, kammamo anne?” Siswa 3 : “Iyo, antu meniru, menambahi, kan anne niruro menyingkat?” Siswa 1 : “Berarti?” Siswa 3 : “Nilai ekonomi kulit mete.” (kel.2, VIII-C)

Page 101: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

82

Penutur (siswa 1) menggunakan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar pada tuturan, “tena, nilai ekonomi

yang sangat tinggi, kammamo anne?”, campur kode terjadi karena penutur

menggunakan kata tena yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti

“tidak dan frasa „kammamo anne‟ yang berarti „seperti ini saja . Penutur

(siswa 2) juga menggunakan campur kode bahasa Indonesia dengan

bahasa Makassar pada tuturan, “Iyo, antu meniru, menambahi, kan anne

niruro menyingkat?”, penggunaan kata „Iyo, antu‟ yang berarti „iya, itu

dan „anne nisuro‟ yang berarti „ini disuruh membuktikan bahwa penutur

(siswa 3) menggunakan campur kode. Penutur menggunakan campur

kode tersebut karena terbiasa menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa

Makassar, keterbiasaan tersebut memengaruhi kode dasar saat penutur

berbahasa Indonesia.

Siswa 6 :“Bisingnya suara kendaraan, menemani kerasnya kehidupan.” Siswa 2,3 : “Oh iyyo” Siswa 4 : “Apa? Berisik apa bising?” Siswa 6 : “Bising” Siswa 5 : „Suara bising menemani kehidupan.” Siswa 2 : “Kemiskinan mo.”(kel.1,VIII-D)

Penutur (siswa 2 dan 3) menggukanan campur kode karena bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar karena penutur menggunakan kata

Iyyo yang berasal dari bahasa Makassar pada konteks pembicaraan yang

menggunakan kode dasar bahasa bahasa Indonesia. Penutur (siswa 2)

juga menggunakan campur kode pada tuturan “kemiskinan mo.”,

Page 102: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

83

penggunaan kata „mo‟ yang berasal dari bahasa Makassar membuktikan

bahwa penutur (siswa 2) melakukan campur kode bahasa Makassar

dalam konteks pembicaraan yang menggunakan kode dasar bahasa

Indonesia. Siswa masih melakukan campur kode karena siswa masih

terbiasa menggunakan bahasa Makassar, yang dalam kehidupan sehari-

hari mereka gunakan.

Siswa 3 : “Eh punya ka ide. Tulismi saja di buku coret-coretan!” Siswa 1 : “Iyye, terus?” Siswa 4 : “Gini, Fatimah telefon kamu, tapi yang jawab dini lalu dikasih

ke Husnul , lalu kamu tanya “halo ada apa ya? Lalu saya bilang, itu si Fatimah tanya bagaimana cara peningkatan pertanian?”

Siswa 3 : “Lalu?” Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh iya, sebentar saya tanyakan Dini” Siswa 2 : “Iya ini ceritanya terjadi pagi-pagi ato siang?” Siswa 3 : “Selamat pagi aja?” Siswa 1 : “Tanda petiknya lho! Saya Fatimah. Gitu!” (kel.1, VIII-B)

Dalam dialog tersebut penutur (siswa 1) menggunakan campur

kode bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “Iyye”, terus?”

penggunaan kata „iyye‟ yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti

„iya , membuktikan bahwa penutur menggunakan campur kode bahasa

Makassar ke dalam konteks percakapan yang menggunakan kode dasar

bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Hatiku terasa berteriak-teriak.” Siswa 2 : “Jammako berteriak-teriak, singkammami tau

sannang.” Siswa 3 : “Bagaimana ini?” Siswa 2 : „Seperti terik matahari yang….” Siswa 5 : “No,no,no, bukan bukan bukan.”

Page 103: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

84

Siswa 1 : “Setiap hari tubuhku…” Siswa 2 : “Jadi yang janganmi ka ini tidak sulitji.” (kel.3, VIII-D)

Dalam dialog tersebut penutur (siswa 2) menggunakan campur

kode bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “Jammoko

berteriak-teriak, singkammami tau sannang.”, kalimat tersebut dalam

bahasa Indonesia berarti “jangan berteriak-terak, seperti orang yang

sedang gembira/senang”. Penggunaan kata „jammoko‟ yang berasal dari

bahasa Makassar yang berarti „jangan ,dan frasa „singkammami tau

sannang‟ yang berarti „seperti orang yang senang membuktikan bahwa

penutur menggunakan campur kode bahasa Makassar ke dalam

konteks percakapan yang menggunakan kode dasar bahasa Indonesia.

Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf ke empat.” Siswa 2 : “Jambu mete yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai

lalapan.” Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf lima.” Siswa 3 : “Kulit mete memiliki nilai ekonomi tinggi.” Siswa 4 : “Eh gantianmaki, nanti capek ki.” Siswa 1 : “gak kok, gak papa, paragraf ke enam?” Siswa 2 : “Kulit batang dari tanaman mete dimanfaatkan untuk

pengobatan.”(kel.2, VIII-A)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 4) menggunakan campur kode

bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “eh gantian maki,

nanti capekki.”. fungsi ki’ dalam kalimat tersebut untuk menegaskan

kalimat yang diungkapkan penutur kepada lawan tutur. Penggunaan kata

bantu ‟ki’‟ membuktikan bahwa penutur menggunakan campur kode

bahasa Makassar ke dalam konteks percakapan yang menggunakan kode

Page 104: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

85

dasar bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Anne niak pertanyaan lagi, begaimana cara mengatasi

menyontek pada diri sendiri, berarti kan dari pribadi to?” Siswa 2 : “Nampa apa bedanya sama yang di atas?” Siswa 5 : “Ya yang di tulis itu yang buat diri sendiri saja.” Siswa 2 : “Yang harus lebih percaya sama kemampuan diri, belajar lebih

giat menganggap kalau menyontek itu dosa.” (kel.1, VIII-D)

Dalam dialog tersebut, penutur (siswa 2) menggunakanan kata

“Nampa” berarti „terus (dialek daerah Gowa) dalam tuturan “Nampa apa

bedanya sama yang di atas?”. Dari beberapa contoh dialog di atas alasan

penutur menggunakan campur kode tersebut karena terbiasa

menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Makassar, keterbiasaan tersebut

memengaruhi kode dasar saat penutur berbahasa Indonesia.

4) Karena faktor lingkungan

Hal tersebut juga dipertegas dari hasil wawancara dengan guru

dan siswa yang mengungkapkan bahwa faktor utama terjadinya alih kode

dan campur kode adalah faktor lingkungan siswa yang menggunakan

bahasa Makassar sebagai bahasa ibu, jadi mereka masih canggung

dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar,

mereka masih sering melakukan campur kode bahasa Indonesia dengan

bahasa daerah mereka

5) Karena latar belakang pendidikan

Pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia saat siswa

duduk di bangku SD juga masih kurang, karena guru SD kawasan

pedesaan biasanya lebih sering menjelaskan pelajaran dengan bahasa

Page 105: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

86

daerah (Makassar) dengan alasan agar siswa bisa lebih mudah

menangkap materi yang diajarkan, saat berkomunikasi dengan guru siswa

juga lebih sering menggunakan bahasa Makassar, jadi siswa tidak

terbiasa jika harus berkomunikasi dengan teman atau guru menggunakan

bahasa Indonesia.

6) Karena belum terbiasa

Siswa juga mengungkapkan bahwa mereka masih merasa malu

jika harus berbicara dengan teman sebaya menggunakan bahasa

Indonesia, alasannya juga karena tidak terbiasa dan dianggap congkak

apabila menggunakan bahasa Indonesia.

7) Karena faktor ekonomi keluarga

Faktor ekonomi keluarga dari siswa juga berpengaruh,

kebanyakan siswa yang bersekolah di SMP Negeri 1 Tompobulu,

Kabupaten Gowa berasal dari keluarga yang kelas ekonominya

menengah ke bawah, yaitu dari keluarga petani. Dengan kondisi yang

demikian tentunya beda dengan siswa yang bersekolah di perkotaan,

mereka masih jarang yang bisa menonton televisi saat pulang sekolah,

karena mereka harus membantu kedua orang tuanya di sawah, sebagian

besar dari mereka juga belum mengenal internet, jadi mereka hanya

belajar bahasa Indonesia saat jam pelajaran berlangsung saja.

c. Fungsi Alih Kode

1) Menyantaikan

Alih kode yang memunyai fungsi menyantaikan terdapat dalam

Page 106: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

87

dialog berikut.

Siswa 3 : “Terus nanti kakaknya bilang begini, “eh, bagimana dek? Apa ada yang bisa kakak bantu?” begitu to?

Siswa 1 : Iyyo, terus bilang “saya mau tanya bagaimana cara memilih benih yang berkualitas?” begitu to?

Siswa 4 : “Terus gimana lagi?” Siswa 3 : “Bagaimana kalau yang beli sama kakak saja nanti kakak

pilihkan.” begitu ya? Trus jawabnya “ apa tidak merepotkan kakak?” begitu kah?

Siswa 1 : “Iya.” (kel. 1, VIII-B)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur dari ragam resmi ke santai

memunyai fungsi untuk menciptakan suasana santai antara penutur dan

lawan tutur. Hal ini ditandai oleh oleh penggunaan ragam santai yang

menciptakan suasana santai pada saat peristiwa interaksi dan hubungan

antara penutur dan lawan tutur semakin akrab.

2) Menegaskan

Alih kode yang berfungsi untuk menegaskan terdapat dalam dialog

berikut.

Siswa 1 : “Iya karena biasanya diletakkan di bawah pantat dan di laci.” Siswa 4 : “Eh, tena na cocok antu.” Siswa 3 : “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek pada diri siswa, berikan saranmu supaya menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Jawabki!” Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah menyerah untuk menjawabnya.” Siswa 1 : “Sebab-sebanya itu anui bela? Sulit.” Siswa 5 : “Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus belajar dengan tekun, dan siswa diberi sanksi.” (kel. 2, VIII-D)

Alih kode dari ragam resmi ke ragam santai yang dilakukan penutur

berfungsi untuk menegaskan hal yang telah disebutkan oleh penutur.

Page 107: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

88

Fungsi menegaskan ini ditandai oleh setelah penutur (siswa ke3)

membacakan soal yang harus dikerjakan, kemudian penutur beralih

dengan kalimat menggunakan kode dasar bahasa Makassar pada tuturan

“jawabki’!” memunyai tujuan untuk menegaskan pada teman-temannya

bahwa perjalanan tersebut harus dijawab.

3) Menyegarkan

Alih kode yang berfungsi untuk menyegarkan terdapat dalam dialog

berikut.

Siswa 1 : “Sahabat adalah harta yang berharga bagiku.” Siswa 2 : “Kamma tong uang saja, berharga.” Siswa 1 : “Lebih dari uang,” Siswa 3 : “Sotta.” (kel.4, VIII-D)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur satu dan dua dari

bahasa Indonesia ke bahasa Makassar ini berfungsi untuk menyegarkan

suasana. Pada saat penutur (siswa 1) mengunakan bahasa Indonesia,

penutur sedang memberikan ide tentang puisi yang sedang dibuat oleh

kelompok mereka, kata-kata yang dibuat oleh penutur memunyai arti yang

dalam. Hal ini meembuat suasana di kelompok mereka menjadi hening,

kemudian lawan tutur mulai merespon dengan menjawab

menggunakan bahasa Makassar dengan nada bercanda “Kamma tong

uang saja, berharga” yang berarti seperti uang saja berharga, dengan

kata-kata dalam bahasa Makassar, sehingga suasana menjadi lebih

segar.

Page 108: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

89

4) Menghormati

Alih kode yang berfungsi untuk menghormati terdapat dalam dialog

berikut.

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.”

Siswa : “Iyye bu.” Guru : “ Ya kalian menganalisis paragraf dua sampai delapan itu dulu

yang kalian kerjakan.” (kel. 3, VIII E

Alih kode yang dilakukan oleh penutur (G) dari bahasa

Indonesia ke bahasa Makassar berfungsi untuk menghormati orang ketiga

(O1) yang masuk ke dalam lingkungan penutur yang pada saat itu sedang

berkomunikasi dengan lawan tutur. Sebelum orang ketiga (O1) masuk,

penutur (G) menggunakan bahasa Indonesia, kemudian ada orang ketiga

(O1) masuk dan berbahasa Makassar. Dengan demikian penutur (G)

menggunakan bahasa Makassar halus untuk menghormati orang

ketiga (O1) tersebut.

5) Menerangkan

Alih kode yang berfungsi untuk menerangkan terdapat dalam dialog

berikut:

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.”

Siswa-siswa : “Iyye bu.” Guru : “ Ya kalian menganalisis paragraf dua sampai delapan itu

dulu yang kalian kerjakan.” Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?” Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu gagasan

Page 109: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

90

utamanya na.” Siswa 1 ; “Iya, ibu.” Guru : “Dijawab! Sapa yang bisa jawabki?” Siswa 2 : “Sudahmi kutulis bu.” Siswa 4 : “Buah dari jambu mete, eh beberapa dari buah jambu

mete.” Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai delapan

saja ya.” Siswa 3 : “Ditulisiki penjelasanna anne paragraf induktif atau deduktif

kah bu?” Guru : “O, tidak usah. Tidak usah menjelaskan paragraf deduktif

atau indukif, cukup ditulis gagasan utamanya saja.” (kel.4, VIII-C)

Dalam dialog di atas (bercetak tebal) penutur (guru) menggunakan

alih kode, pada tuturan “kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan

menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang

membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.” dan “o, tidak

usah. Tidak usah menjelaskan paragraf deduktif atau indukif, cukup

ditulis gagasan utamanya saja.” yang dilakukan oleh penutur dari ragam

santai ke ragam resmi berfungsi untuk menerangkan hal yang telah

disebutkan. Dalam hal ini penutur sedang membahas apa yang dimaksud

dengan jenis paragraf. Fungsi alih kode untuk menegaskan dalam dialog

tersebut ditandai oleh munculnya ragam resmi yang yang bentuknya

panjang dan lengkap, sehingga hal yang dimaksudkan menjadi lebih jelas.

Page 110: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

91

C. Pembahasan

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses

diskusi kelompok.

Dari hasil penelitian diperoleh data yang mengungkapkan bahwa

siswa masih sering menggunakan alih kode dan campur kode bahasa

dalam diskusi kelompok, meski guru sudah mengatakan bahwa mereka

menganggap kegiatan alih kode dan campur kode adalah sikap yang

salah dan guru secara perlahan sudah membiasakan siswa agar bisa

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar namun karena

faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode seperti

penggunaan bahasa Makassar dalam kehidupan sehari-hari siswa

membuat siswa kesulitan untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia

dengan baik dan benar.

Bentuk alih kode yang ditemukan dalam aktivitas diskusi siswa

adalah alih kode intern: (1) alih kode ragam resmi ke ragam santai, (2) alih

kode ragam santai ke ragam resmi, (3) alih kode ragam resmi ke ragam

usaha, (4) alih kode ragam baku ke ragam santai, dan (5) alih kode ragam

santai ke ragam usaha dan alih kode ekstern yaitu alih kode bahasa

Indonesia ke bahasa Makassar dan alih kode bahasa Makassar ke bahasa

Indonesia. Temuan ini didukung oleh penelitian relevan Sari (2009: 71)

hasil penelitian bahwa bentuk alih kode yang terjadi dalam pembelajaran

bahasa Indonesia kelas II SD Negeri Paccinongang berupa alih kode

intern, yaitu peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar.

Page 111: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

92

Diperkuat dengan tepri dari Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua

macam alih kode, yaitu sebagai berikut.

1. Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian

bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam

lingkup satu bahasa.

2. Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari satu

bahasa ke bahasa lain yang berbeda.

Campur kode yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: (1) alih kode

berdasarkan macam-macam bahasa seperti campur kode bahasa

Indonesia dan bahasa Makassar, campur kode bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris, campur kode bahasa Indonesia, bahasa Makassar, dan

bahasa Indonesia dialek Jakarta, dan campur kode bahasa Indonesia dan

bahasa Indonesia dialek Jakarta, (2) campur kode wujud unsur

kebahasaan yang terjadi yaitu campur kode wujud unsur kebahasaan kata

dan campur kode wujud unsur kebahasaan frasa, dan (3) campur kode

ragam yang terjadi yaitu campur kode ragam baku dan ragam santai, serta

campur kode ragam resmi dan ragam santai. Temuan tersebut diperkuat

dari hasil penelitian oleh Wulandari (2002: 79) hasil penelitian “Campur

Kode dalam Tuturan Latihan Kepramukaan di SMA Negeri 1 Takalar

membuktikan bahwa (1) adanya variasi campur kode bahasa Indonesia

dengan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris,

(2) campur kode ragam baku dan ragam resmi, ragam baku dan ragam

santai, serta ragam resmi dan ragam santai, dan (3) campur kode wujud

Page 112: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

93

unsur kebahasaan, yaitu campur kode wujud kata dan campur kode wujud

frasa.

2. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam

diskusi.

a. Dari hasil observasi dan wawancara dengan siswa membuktikan

bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode adalah: (1) penutur,

alasan penutur yang melakukan alih kode dengan alasan mengimbangi

lawan tutur, perubahan situasi orang ketiga, (3) perubahan topik

pembicaraan, (4) perubahan topik pembicaraan, (4) perubahan dari

formal ke informal atau sebaliknya, dan (6) untuk membangkitkan rasa

humor. Hal ini diperkuat dengan teori dari Chaer (1995: 143)

menyebutkan yang menjadi penyebab alih kode yaitu: (1) pembicara

atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi

hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau

sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicaraan.

Data yang menunjukkan peristiwa tindak tutur yang temui terjadi

campur kode yang dilakukan oleh penutur siswa SMP Negeri 1

Tompobulu, faktor penyebab terjadinya campur kode dalam bahasa

aktivitas diskusi siswa adalah: (1) identitas peranan sosial, (2)

identifikasi ragam, (3) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan,

(4) karena faktor lingkungan, karena latar belakang pendidikan , (6)

karena belum terbiasa, dan (7) karena faktor ekonomi keluarga.

Page 113: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

94

Dibawah ini diuraikan satu persatu terjadinya campur kode pada siswa

kelas VIII SMP Negeri 1 Tompobulu .

1). Identifikasi peranan sosial

Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab

identifikasi peranan sosial antara lain:

Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?” Guru :“Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu gagasan

utamanya.” Siswa 1 ; “Iya, ibu.” Guru : “Dijawab! Siapa bisa jawabki?” Siswa 2 : “Sudahmi kutulis ibu.” Siswa 4 : “Buah dari jambu mete, eh beberapa dari buah jambu mete.” Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai

delapan saja to.” (kel.3, VIII-C)

Dalam dialog di atas penutur (guru) mencampur bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar disebabkan oleh kedudukan penutur

yang lebih tinggi daripada lawan tutur. Karena kedudukannya dalam sosial

lebih tinggi daripada lawan tutur maka penutur menggunakan kata siapa

bisa jawabki yang berarti siapa dan merupakan kata jawabki yang

merupakan tataran terendah dalam bahasa Makassar kepada lawan tutur.

5) Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan

Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena

campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain

dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya (Suwito, 1985: 77).

Dialog campur kode yang disebabkan oleh faktor penyebab keinginan

untuk menjelaskan atau menafsirkan antara lain.

Page 114: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

95

Siswa 4 : “Maaf ini siapa? Pake tanda tanya!” Siswa 3 : “Ini Rita kakaknya Wahyu. Begitumo saja!” Siswa 4 : “Klo sudah begitu, nanti Fatimah bilang, oh ya bisa panggilkan Irwandi sebentar kak? gitu to?” Siswa 3 : “Masak oh ya, kan tidak lucu?” Siswa 4 : “Tidak apa-apaji.” Siswa 2 :” Itu pakai tanda tanya kan? Siswa 4 : “Iyyo” (kel.1, VIII-A)

Dalam dialog di atas, penutur (siswa 3) mencampur bahasa

Makassar dan bahasa Indonesia disebabkan oleh keinginan penutur untuk

menafsirkan ketidak setujuannya dengan pendapat temannya (siswa 4)

dan pendapat „oh ya‟ tidak sesuai karena terkesan lucu.

6) Karena keterbiasaan penutur.

Dialog campur kode yang disebabkan oleh keterbiasaan

penutur menggunakan bahasa Ibu, antara lain.

Siswa 1 : “Anne nomor satu, dua, dan tiga to yang dikerjakan?” Siswa 2 : “Nomor satu apa?” Siswa 1 : “Daun mete yang yang masih muda dapat dijadikan lalapan?” Siswa 2 : “Apa?” Siswa 1 : “Daun mete yang masih muda bisa dijadikan lalapan.” Siswa 2 : “Lalapan?” Siswa 1 : “Iyo.” (kel. 1, VIII-C)

Pada dialog di atas penutur (siswa 1) menggunakan kata bantu „to‟

yang berasal dari bahasa Makassar pada kalimat “anne nomor satu, dua,

dan tiga to yang dikerjakan?”. Penggunaan kata bantu „to yang dalam

konteks kalimat tersebut memunyai fungsi menegaskan kalimat yang

sedang penutur tanyakan kepada lawan tutur. Penutur menggunakan

campur kode tersebut karena terbiasa menggunakan bahasa ibu yaitu

Page 115: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

96

bahasa Makassar, keterbiasaan tersebut memengaruhi kode dasar

saat penutur berbahasa Indonesia.

Siswa 1 : “Manfaat daun jambu mete?” Siswa 3 : “Iya.” Siswa 2 : “Manfaat daun jambu mete yang masih muda.” Siswa 1 : “Terus?” Siswa 3 : “Kulit mete memiliki….” Siswa 1 : “Tena, nilai ekonomi yang sangat tinggi, kammamo anne?” Siswa 3 : “Iyo, antu meniru, menambahi, kan anne niruro menyingkat?” Siswa 1 : “Berarti?” Siswa 3 : “Nilai ekonomi kulit mete.” (kel.2, VIII-C)

Penutur (siswa 1) menggunakan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar pada tuturan, “tena, nilai ekonomi

yang sangat tinggi, kammamo anne?”, campur kode terjadi karena penutur

menggunakan kata tena yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti

“tidak dan frasa „kammamo anne‟ yang berarti „seperti ini saja . Penutur

(siswa 2) juga menggunakan campur kode bahasa Indonesia dengan

bahasa Makassar pada tuturan, “Iyo, antu meniru, menambahi, kan anne

niruro menyingkat?”, penggunaan kata „Iyo, antu‟ yang berarti „iya, itu

dan „anne nisuro‟ yang berarti „ini disuruh membuktikan bahwa penutur

(siswa 3) menggunakan campur kode. Penutur menggunakan campur

kode tersebut karena terbiasa menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa

Makassar, keterbiasaan tersebut memengaruhi kode dasar saat penutur

berbahasa Indonesia.

Siswa 6 :“Bisingnya suara kendaraan, menemani kerasnya kehidupan.” Siswa 2,3 : “Oh iyyo”

Page 116: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

97

Siswa 4 : “Apa? Berisik apa bising?” Siswa 6 : “Bising” Siswa 5 : „Suara bising menemani kehidupan.” Siswa 2 : “Kemiskinan mo.”(kel.1,VIIID)

Penutur (siswa 2 dan 3) menggukanan campur kode karena bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar karena penutur menggunakan kata

Iyyo yang berasal dari bahasa Makassar pada konteks pembicaraan yang

menggunakan kode dasar bahasa bahasa Indonesia. Penutur (siswa 2)

juga menggunakan campur kode pada tuturan “kemiskinan mo.”,

penggunaan kata „mo‟ yang berasal dari bahasa Makassar membuktikan

bahwa penutur (siswa 2) melakukan campur kode bahasa Makassar

dalam konteks pembicaraan yang menggunakan kode dasar bahasa

Indonesia. Siswa masih melakukan campur kode karena siswa masih

terbiasa menggunakan bahasa Makassar, yang dalam kehidupan sehari-

hari mereka gunakan.

Siswa 3 : “Eh punya ka ide. Tulismi saja di buku coret-coretan!” Siswa 1 : “Iyye, terus?” Siswa 4 : “Gini, Fatimah telefon kamu, tapi yang jawab dini lalu dikasih ke Husnul , lalu kamu tanya “halo ada apa ya? Lalu saya

bilang, itu si Fatimah tanya bagaimana cara peningkatan pertanian?”

Siswa 3 : “Lalu?” Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh iya, sebentar saya tanyakan Dini” Siswa 2 : “Iya ini ceritanya terjadi pagi-pagi ato siang?” Siswa 3 : “Selamat pagi aja?” Siswa 1 : “Tanda petiknya lho! Saya Fatimah. Gitu!” (kel.1, VIII-B)

Dalam dialog tersebut penutur (siswa 1) menggunakan campur

kode bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “Iyye”, terus?”

Page 117: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

98

penggunaan kata „iyye‟ yang berasal dari bahasa Makassar yang berarti

„iya , membuktikan bahwa penutur menggunakan campur kode bahasa

Makassar ke dalam konteks percakapan yang menggunakan kode dasar

bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Hatiku terasa berteriak-teriak.” Siswa 2 : “Jammako berteriak-teriak, singkammami tau

sannang.” Siswa 3 : “Bagaimana ini?” Siswa 2 : „Seperti terik matahari yang….” Siswa 5 : “No,no,no, bukan bukan bukan.” Siswa 1 : “Setiap hari tubuhku…” Siswa 2 : “Jadi yang janganmi ka ini tidak sulitji.” (kel.3, VIII-D)

Dalam dialog tersebut penutur (siswa 2) menggunakan campur

kode bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “Jammoko

berteriak-teriak, singkammami tau sannang.”, kalimat tersebut dalam

bahasa Indonesia berarti “jangan berteriak - terak, seperti orang yang

sedang gembira/senang”. Penggunaan kata „jammoko‟ yang berasal dari

bahasa Makassar yang berarti „jangan ,dan frasa „singkammami tau

sannang‟ yang berarti „seperti orang yang senang membuktikan bahwa

penutur menggunakan campur kode bahasa Makassar ke dalam

konteks percakapan yang menggunakan kode dasar bahasa Indonesia.

Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf ke empat.” Siswa 2 : “Jambu mete yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai

lalapan.” Siswa 5 : “Gagasan utama paragraf lima.” Siswa 3 : “Kulit mete memiliki nilai ekonomi tinggi.” Siswa 4 : “Eh gantianmaki, nanti capek ki.” Siswa 1 : “gak kok, gak papa, paragraf ke enam?” Siswa 2 : “Kulit batang dari tanaman mete dimanfaatkan untuk

Page 118: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

99

pengobatan.”(kel.2, VIII-A)

Dalam dialog di atas penutur (siswa 4) menggunakan campur kode

bahasa Makassar dan bahasa Indonesia pada tuturan, “eh gantian maki,

nanti capekki.”. fungsi ki’ dalam kalimat tersebut untuk menegaskan

kalimat yang diungkapkan penutur kepada lawan tutur. Penggunaan kata

bantu ‟ki’‟ membuktikan bahwa penutur menggunakan campur kode

bahasa Makassar ke dalam konteks percakapan yang menggunakan kode

dasar bahasa Indonesia.

Siswa 4 : “Anne niak pertanyaan lagi, begaimana cara mengatasi

menyontek pada diri sendiri, berarti kan dari pribadi to?” Siswa 2 : “Nampa apa bedanya sama yang di atas?” Siswa 5 : “Ya yang di tulis itu yang buat diri sendiri saja.” Siswa 2 : “Yang harus lebih percaya sama kemampuan diri, belajar lebih

giat menganggap kalau menyontek itu dosa.” (kel.1, VIII-D)

Dalam dialog tersebut, penutur (siswa 2) menggunakanan kata

“Nampa” berarti „terus (dialek daerah Gowa) dalam tuturan “Nampa apa

bedanya sama yang di atas?”. Dari beberapa contoh dialog di atas alasan

penutur menggunakan campur kode tersebut karena terbiasa

menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Makassar, keterbiasaan tersebut

memengaruhi kode dasar saat penutur berbahasa Indonesia.

7) Karena faktor lingkungan

Hal tersebut juga dipertegas dari hasil wawancara dengan guru

dan siswa yang mengungkapkan bahwa faktor utama terjadinya alih kode

dan campur kode adalah faktor lingkungan siswa yang menggunakan

Page 119: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

100

bahasa Makassar sebagai bahasa ibu, jadi mereka masih canggung

dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar,

mereka masih sering melakukan campur kode bahasa Indonesia dengan

bahasa daerah mereka.

8) Karena latar belakang pendidikan

Pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia saat siswa

duduk di bangku SD juga masih kurang, karena guru SD kawasan

pedesaan biasanya lebih sering menjelaskan pelajaran dengan bahasa

daerah (Makassar) dengan alasan agar siswa bisa lebih mudah

menangkap materi yang diajarkan, saat berkomunikasi dengan guru siswa

juga lebih sering menggunakan bahasa Makassar, jadi siswa tidak

terbiasa jika harus berkomunikasi dengan teman atau guru menggunakan

bahasa Indonesia.

9) Karena belum terbiasa

Siswa juga mengungkapkan bahwa mereka masih merasa malu

jika harus berbicara dengan teman sebaya menggunakan bahasa

Indonesia, alasannya juga karena tidak terbiasa dan dianggap congkak

apabila menggunakan bahasa Indonesia.

10) Karena faktor ekonomi keluarga

Faktor ekonomi keluarga dari siswa juga berpengaruh,

kebanyakan siswa yang bersekolah di SMP Negeri 1 Tompobulu,

Kabupaten Gowa berasal dari keluarga yang kelas ekonominya

menengah ke bawah, yaitu dari keluarga petani. Dengan kondisi yang

Page 120: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

101

demikian tentunya beda dengan siswa yang bersekolah di perkotaan,

mereka masih jarang yang bisa menonton televisi saat pulang sekolah,

karena mereka harus membantu kedua orang tuanya di sawah, sebagian

besar dari mereka juga belum mengenal internet, jadi mereka hanya

belajar bahasa Indonesia saat jam pelajaran berlangsung saja.

Faktor-faktor yang ditemukan dalam penelitian ini juga diperkuat oleh

penelitian yang dilakukan oleh Rima Fatimah dengan judul “Kajian

Penggunaan Bahasa dalam Proses Belajar Mengajar Bahasa Indonesia

di SMA Negeri 1 Magelang”, yang menyatakan bahwa faktor penyebab

terjadinya alih kode adalah sebagai berikut: (1) penutur dan lawan tutur;

(2) perubahan situasi hadirnya orang ketiga; (3) perubahan topik

pembicaraan; (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya; dan

(5) untuk membangkitkan rasa humor.

Dari hasil penelitian diperoleh data yang mengungkapkan bahwa

siswa masih sering menggunakan alih kode dan campur kode bahasa

dalam diskusi kelompok mata pelajaran bahasa Indonesia ini adalah

untuk: (1) menyantaikan, (2) menegaskan, (3) menyegarkan, (4)

menghormati, dan (5) menerangkan. Temuan ini diperkuat oleh teori dari

Suwito (1985: 79)

1) Menyantaikan

Alih kode yang memunyai fungsi menyantaikan terdapat dalam dialog

berikut.

Siswa 1 : Iyyo, terus bilang “saya mau tanya bagaimana cara memilih benih yang berkualitas?” begitu to?

Page 121: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

102

Siswa 4 : “Terus gimana lagi?” Siswa 3 : “Bagaimana kalau yang beli sama kakak saja nanti kakak pilihkan.” begitu ya? Trus jawabnya “ apa tidak merepotkan kakak?” begitu kah? Siswa 1 : “Iya.” (kel. 1, VIII-B)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur dari ragam resmi ke

santai memunyai fungsi untuk menciptakan suasana santai antara

penutur dan lawan tutur. Hal ini ditandai oleh oleh penggunaan ragam

santai yang menciptakan suasana santai pada saat peristiwa interaksi

dan hubungan antara penutur dan lawan tutur semakin akrab.

2) Menegaskan

Alih kode yang berfungsi untuk menegaskan terdapat dalam dialog

berikut.

Siswa 1 : “Iya karena biasanya diletakkan di bawah pantat dan di laci.” Siswa 4 : “Eh, tena na cocok antu.” Siswa 3 : “Bagaimana cara-cara mengatasi menyontek pada diri siswa, berikan saranmu supaya menyontek tidak menjadikan kebiasaan? Jawabki!” Siswa 2 : “Karena siswa tidak bisa menjawab dan sudah menyerah untuk menjawabnya.” Siswa 1 : “Sebab-sebanya itu anui bela? Sulit.” Siswa 5 : “Soalnya terlalu sulit, jadi siswa harus belajar dengan tekun, dan siswa diberi sanksi.” (kel. 2, VIII-D)

Alih kode dari ragam resmi ke ragam santai yang dilakukan

penutur berfungsi untuk menegaskan hal yang telah disebutkan oleh

penutur. Fungsi menegaskan ini ditandai oleh setelah penutur (siswa

ke3) membacakan soal yang harus dikerjakan, kemudian penutur

Page 122: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

103

beralih dengan kalimat menggunakan kode dasar bahasa Makassar

pada tuturan “jawabki’!” memunyai tujuan untuk menegaskan pada

teman-temannya bahwa perjalanan tersebut harus dijawab.

3) Menyegarkan

Alih kode yang berfungsi untuk menyegarkan terdapat dalam

dialog berikut.

Siswa 1 : “Sahabat adalah harta yang berharga bagiku.” Siswa 2 : “Kamma tong uang saja, berharga.” Siswa 1 : “Lebih dari uang,” Siswa 3 : “Sotta.” (kel.4, VIII-D)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur satu dan dua dari

bahasa Indonesia ke bahasa Makassar ini berfungsi untuk

menyegarkan suasana. Pada saat penutur (siswa 1) mengunakan

bahasa Indonesia, penutur sedang memberikan ide tentang puisi

yang sedang dibuat oleh kelompok mereka, kata-kata yang dibuat

oleh penutur memunyai arti yang dalam. Hal ini meembuat suasana

di kelompok mereka menjadi hening, kemudian lawan tutur mulai

merespon dengan menjawab menggunakan bahasa Makassar

dengan nada bercanda “Kamma tong uang saja, berharga” yang

berarti seperti uang saja berharga, dengan kata-kata dalam bahasa

Makassar, sehingga suasana menjadi lebih segar.

4) Menghormati

Alih kode yang berfungsi untuk menghormati terdapat dalam dialog

berikut.

Page 123: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

104

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.”

Siswa : “Iyye bu.” Guru : “ Ya kalian menganalisis paragraf dua sampai delapan itu dulu yang kalian kerjakan.” (kel. 3, VIII E)

Alih kode yang dilakukan oleh penutur (G) dari bahasa

Indonesia ke bahasa Makassar berfungsi untuk menghormati orang

ketiga (O1) yang masuk ke dalam lingkungan penutur yang pada saat

itu sedang berkomunikasi dengan lawan tutur. Sebelum orang ketiga

(O1) masuk, penutur (G) menggunakan bahasa Indonesia, kemudian

ada orang ketiga (O1) masuk dan berbahasa Makassar. Dengan

demikian penutur (G) menggunakan bahasa Makassar halus untuk

menghormati orang ketiga (O1) tersebut.

5) Menerangkan

Alih kode yang berfungsi untuk menerangkan terdapat dalam

dialog berikut:

Guru : “Kalian mengerti ya? Jenis paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif, dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan utamanya.”

Siswa-siswa : “Iyye bu.” Guru : “ Ya kalian menganalisis paragraf dua sampai delapan itu dulu yang kalian kerjakan.” Siswa 1 : ”Ibu, induktif itu yang depan apa yang belakang ibu?” Guru : “Induktif itu yang akhir, deduktif yang awal. Itu gagasan utamanya na.”

Siswa 1 : “Iya, ibu.” Guru : “Dijawab! Sapa yang bisa jawabki?” Siswa 2 : “Sudahmi kutulis bu.” Siswa 4 : “Buah dari jambu mete, eh beberapa dari buah jambu

Page 124: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

105

mete.” Guru : “Ini yang dikerjakan yang dari paragraf dua sampai delapan saja ya.” Siswa 3 : “Ditulisiki penjelasanna anne paragraf induktif atau deduktif kah bu?” Guru : “O, tidak usah. Tidak usah menjelaskan paragraf deduktif atau indukif, cukup ditulis gagasan utamanya saja.” (kel.4, VIII-C)

Dalam dialog di atas (bercetak tebal) penutur (guru)

menggunakan alih kode, pada tuturan “kalian mengerti ya? Jenis

paragraf dibedakan menjadi tiga, yaitu paragraf deduktif, induktif,

dan campuran. Yang membedakan itu adalah letak dari gagasan

utamanya.” dan “o, tidak usah. Tidak usah menjelaskan paragraf

deduktif atau indukif, cukup ditulis gagasan utamanya saja.” yang

dilakukan oleh penutur dari ragam santai ke ragam resmi berfungsi

untuk menerangkan hal yang telah disebutkan. Dalam hal ini

penutur sedang membahas apa yang dimaksud dengan jenis

paragraf. Fungsi alih kode untuk menegaskan dalam dialog tersebut

ditandai oleh munculnya ragam resmi yang yang bentuknya

panjang dan lengkap, sehingga hal yang dimaksudkan menjadi lebih

jelas.

D.Keterbatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang dipaparkan diatas diperoleh gambaran

dimensi permasalahan yang begitu luas.Namun menyadari waktu dan

Page 125: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

106

kemampuan ,maka penulis memandang perlumemberi batasan

masalahsecara jelas dan terfokus.

Selanjutnya masalah yang menjadi objek penelitian dibatasi pada

Alih Kode dan Campur Kode Pemakai Bahasa Indonesia pada Aktivitas

Diskusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri Tompobulu Kabupaten

Gowa.Pembatasan masalah ini konsep pemahaman sebagai berikut:

Alih Kode adalah peristiwa peralihan pemakaian bahasa dari

satu bahasa ke bahasa lain atau dari satu ragam bahasa ke ragam

bahasa lain. Dalam gejala kebahasaan (campur kode) ini faktor paling

menentukan adalah penutur, saat seorang penutur sedang melakukan

campur kode, maka harus diketahui identitasnya, seperti tingkat

pendidikannya, agama, ras, latar belakang sosial, dan lainnya. Setelah

itu baru unsur kebahasaan yang menentukan terjadinya alih kode.

dengan makin banyak bahasa yang dikuasai oleh seorang penutur

dari latar belakang pendidikannya, makin luas kemungkinan untuk

bercampur kode. dari penjabaran tersebut, ada dua tipe yang

menjadi latar belakang terjadinya alih kode, yaitu; latar belakang

sikap dan latar belakang kebahasaan.

Campur kode yaitu hubungan timbal balik antar peran dengan

fungsi kebahasaan. Peran adalah siapa yang bercampur kode, fungsi

kebahasaan adalah apa yang hendak dicapai oleh penutur dalam

tuturannya.

Page 126: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

107

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut.

1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses diskusi

pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Tompobulu, Kabupaten

Gowa, sebagai berikut:

a. Alih Kode

1) Alih kode intern yang terjadi yaitu alih kode yang berlangsung antar

bahasa sendiri seperti: ragam resmi ke ragam santai, alih kode ragam

resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi dan ragam baku, serta

alih kode ragam santai dan ragam usaha.

2) Alih kode ekstern yang terjadi yaitu alih kode bahasa Indonesia ke

bahasa Makassar.

b. Campur Kode

Campur kode bahasa yang terjadi yaitu campur kode bahasa

Indonesia dan bahasa Makassar, campur kode bahasa Indonesia dan

bahasa Indonesia dialek Jakarta, campur kode bahasa Indonesia,

bahasa Makassar, dan dialek Jakarta.

1) Campur kode wujud unsur kebahasaan yang terjadi yaitu campur kode

wujud unsur kebahasaan kata dan campur kode wujud unsur

kebahasaan frasa.

2) Campur kode ragam yang terjadi yaitu campur kode ragam baku dan

Page 127: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

108

ragam santai, serta campur kode ragam resmi dan ragam santai.

3. Faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam proses

diskusi kelompok Bahasa Indonesia di kelas SMP Negeri 1

Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa.

a. Faktor penyebab terjadinya alih kode, adalah sebagai berikut.

1) Penutur, alasan penutur yang melakukan alih kode dengan maksud

mengimbangi lawan tutur.

2) Lawan tutur, alasan lawan tutur seperti untuk mengimbangi bahasa

yang digunakan oleh lawan tuturnya.

3) Perubahan situasi hadirnya orang ketiga.

4) Perubahan topik pembicaraan.

1) Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

2) Untuk membangkitkan rasa humor.

b.Faktor penyebab terjadinya campur kode,sebagai berikut.

1) Identifikasi peranan sosial

2) Identifikasi ragam

3) Keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan

4) Karena faktor lingkungan.

5) Karena latar belakang pendidikan.

6) Karena belum terbiasa.

7) Karena faktor ekonomi keluarga.

Page 128: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

109

A. Saran

1. Bagi siswa

Siswa harus belajar bahasa Indonesia sejak dini, karena bahasa

Indonesia adalah bahasa nasional dan sangat penting untuk dikuasai.

Saat siswa kawasan sekolah pedesaan keluar dari daerah tersebut siswa

tidak bisa mempertahankan berkomunikasi dengan bahasa daerahnya,

karena setiap daerah memiliki bahasa (dialek) yang berbeda, jadi harus

menggunakan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.

2. Bagi Guru

Sebagai guru bahasa Indonesia harus memberikan arahan bagi

siswa agar mencintai bahasa Indonesia dan membiasakan siswa

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, agar siswa tidak

merasa asing dengan bahasa Indonesia.

3. Bagi Peneliti Lain

Apabila peneliti yang hendak mengkaji permasalahan yang sama

diharapkan lebih cermat agar permasalahan yang masih terjadi di

kawasan pedesaan bisa dilihat dan lebih diperhatikan. Hal tersebut akan

dapat melengkapi kekurangan yang ada dan yang belum tercakup dalam

penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih baik.mengupayakan kajian

teori yang lebih.

Page 129: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

110

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa : Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Chaer,Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer,Abdul,.1995. Tata Bahasa Prkatis Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Chaer,Abdul. 2004. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta. Chaer,Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan

Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Crystal, D. 1987. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge

UniversityPress: Cambridge. Retrieved at: http://eltj.oxfordjournals.org.Eldridge, John. (2004).

Dako, Rahman Taufiqrianto.2004.Alih dan Campur Kode dalam Surat

Kabar.Gorontalo. Fatimah.2011. Kajian Penggunaan Bahasa dalam Proses Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Magelang. Gulzar, M. A. 2010. Code-switching: Awareness about its utility in bilingual

classrooms. Bulletin of Education and Research, 32 (2), 33-44. [Online] Retrieved April 24, 2011, fromhttp://pu.edu.pk/images/journal/ier/PDF-FILES/2 Malik%20Ajmal%20Gulzar.pdf .

Huda. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Penerapan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Kamaruddin. 1989. Kedwibahasaan dan Pendidikan Dwibahasa

(Pengantar). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kridalaksana, Harimurti . 1984. Kamus Linguistik. Jakarta : PT.Gramedia. Kridalaksana, Harimurti . 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia:

Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 130: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

111

Kridalaksana, Harimurti 1974. Fungsi dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa Indah (Universitas Indonesia). Departemen Pendidikan Nasional. 2007

Mahsun.2005.Metode Penelitian Bahasa.Jakarta:PT.Gramedia. Moleong, Lexy J. 2001 . Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muharam, Rijal. 2011. Alih Kode, Campur Kode, dan Interferensi yang

Terjadi dalam Pembicaraan Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Ternate (Tinjauan Deskriptif Terhadap Anak-Anak Multikultural Usia 6-8 Tahun di Kelas II SD Negeri Kenari Tinggi 1 Kota Media Ternate). Jurnal Nasional.Universitas Pendidikan Indonesia.

Mutmainnah.2011. Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa. Semarang :Universitas Diponegoro Semarang. Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia. Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks

Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesain Blance. Oka dan Suparno, 1994. Linguistik umum. Jakarta: Proyek Pembinaan

dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Dikti. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1976. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta :

Balai Penelitian Bahasa. Ponulele, 1994. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud .Jakarta :Pustaka Pelajar. Puger, I Gusti Ngurah. 1997. Belajar Kooperatif. Diktat Perkuliahan

Mahasiswa Unipas. Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode, dan Alih Kode.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Rusyana, Yus. 1989. Perihal Kedwibahasaan (Blingualisme). Jakarta:

Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Page 131: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

112

Sari.2009. Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II SD Negeri Selopukang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri.Universitas Sebelas Maret.

Skiba, Richard. 1997. Code switching as a countenance of language

interference. Retrieved at: http://iteslj.org. Soeparno.2002.Dasar-dasar Linguistik.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogya. Suharyanti. 2011. Keterampilan Berbicara. Surakarta: Yuma Pustaka. Sutopo.1991.Metologi Penelitian Kuantitatif.Surakarta:UNS Press Hisyam

Sani. Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema.

Surakarta: Henary Cipta. Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Kosakata: Bandung : Angkasa. Wulandari.2002 .Campur Kode dalam Tuturan Latihan Kepramukaan di

SMU Negeri 1 Sentolo.Universitas Diponegoro Zamzani, 2007. Kajian Sosiopragmatik. Yogyakarta: Cipta Pustaka.

Page 132: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

113

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nursyamsi,lahir di Malakaji Gowa,Sulawesi Selatan pada

tanggal 19 April 1975, anak pertama dari enam bersaudara

pasangan H.Syamsul Rasyid dan Hj.Nurhayati.Penulis

mulai menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (1983-1989),Sekolah

Menengah Pertama (1989-1990),Madrasah Aliyah Negeri 1 Ujung

Pandang(1991-1994).Pada tahun 1994 penulis SPMB pada jurusan (S-1)

Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar

sampai pada tahun 1998.Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan

ke jenjang (S-2) dengan memilih program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Penulis mengabdi di SMP Negeri 1 Tompobulu Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Gowa mulai tahun 2000. Untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan(M.Pd) dan Menulis tesis dengan judul Alih Kode dan

Campur Kode Pemakai Bahasa Indonesia pada Aktivitas Diskusi Siswa

Kelas VIII SMP Negeri 1 Tompobulu Kabupaten Gowa.

Page 133: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

114

Transkrip kelas VIII D Siswa 1 : ”Kita akan terus semangat walaupun badai kemiskinan

menerpa kita, tak kan meratapi rumahku yang di kolong jembatan, dan sampah lantai rumahku, hidupku terlunta-lunta, matahari menemaniku setiap hari. Sudahmi to?”

Siswa 2 : “Kalotoro anjo to?” Siswa 3 : “Haus?” Siswa 2 : “Iyo, haus.” Siswa 1 : “Berarti dahaga.” (kel. 1, VIII-D)

Kata kalotoro anjo yang berarti kering itu,sedangkan to,dialek Jakarta

Kata Iyo berarti ya

Page 134: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

115

Transkrip kelas VIII B

Contoh alih kode dari ragam santai ke ragam resmi terdapat dalam

kalimat di bawah ini.

Siswa 1 : “Nanti bilang lagi, oh, iya. sebentar saya tanya Dini” Siswa 2 : “Iya ini, ceritanya pagi-pagi ato siang?” Siswa 3 : “Selamat pagi saja?” Siswa 1 : “Tanda petiknya ces! Saya Fatimah. anjo!” Siswa 4 : “Tidak langsung tena ngapa, bertele-tele dulu kammanjo.

Halo selamat sore, saya Fatimah, bisa bicara dengan wahyu? gitu.” (kel 1, VIII-B)

Kata ces yang bersifat keakraban ,sedangkan Anjo yang berarti itu

Kata tena ngapa berarti tidak apa-apa,kata kammanjo berarti seperti itu

Page 135: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

116

Catatan Lapangan

Dalam kegiatan belajar mengajar bahasa adalah satu-satunya alat

komunikasi yang menghubungkan satu orang dengan orang lain, baik

itu antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa lainnya saat

berkomunikasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa sangat berperan

penting bagi dunia pendidikan, begitu pula dalam pelajaran bahasa

Indonesia, bahasa tidak akan terlepas dari kegiatan tersebut.

Seharusnya dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa dan guru harus

menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, namun

terkadang sekolah kawasan pedesaan seperti SMP Negeri 1

Tompobulu, Kabupaten Gowa hal tersebut sulit dijalankan dengan baik,

karena siswa-siswa belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia

dalam keseharian mereka, terlebih saat diskusi kelompok

berlangsung, percakapan diskusi yang seharusnya menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar berubah menjadi percakapan yang

menggunakan dwibahasa yaitu bahasa Indonesia bercampur dengan

bahasa Makassar.

Keterbatasan siswa dalam menguasai bahasa Indonesia

membuat guru tidak bisa memaksakan siswa untuk memakai bahasa

Indonesia dengan baik dan benar saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung, kalau siswa dipaksa menggunakan bahasa Indonesia

secara keseluruhan maka akan menyulitkan siswa terlebih saat

diskusi kelompok. Siswa akan terhambat dalam menyampaikan ide

Page 136: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

117

yang mereka punya, maka dari itu guru memperbolehkan siswa

menggunakan alih kode dan campur kode dalam kegiatan diskusi

tersebut. Dengan penggunaan alih kode dan campur kode bahasa

Indonesia dengan bahasa Makassar maka siswa akan lebih mudah

mengungkapkan ide yang mereka miliki, juga lebih mudah menerima ilmu

dari guru maupun siswa yang lain.

Page 137: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

118

Daftar Nama Siswa Kelas VIII B

No. Nama JK NIS NISN Rombel Tempat Lahir Tanggal Lahir Alamat

1 Fatimah Az Zahra P 6364 0022533415 VII B Bontobiraeng 2002-08-05 Bontobiraeng 2 Febrianto L 6365 0025646992 VII B Malakaji 1999-07-01 Malakaji 3 Fitria Ningsih AK. Ratu P 6366 0038961891 VII B Jangoang 2003-01-14 Jangoang 4 Gilang Ramadhan L 6367 0022334826 VII B Jangoang 2002-11-03 Jangoang 5 Hasanuddin L 6368 9984863737 VII B Pajagalung 1998-10-30 Pajagalung 6 Hasmaul Husna P 6369 0021376917 VII B Pattinrukang 2002-08-03 Pattinrukang 7 Hastuti Anggreni P 6387 0023253855 VII B Malakaji 2002-02-27 Cikoro 8 Herlinda P 6371 0020272131 VII B Pa'lipungan 2002-07-01 Pa'lipungan 9 Husniar Yusuf P 0021454585 VII B Kayumalle 2002-10-10 Sapaya 10 Husnul Hatimah P 6383 0022385719 VII B Malakaji 2002-11-03 Malakaji 11 Indah Sari P 6373 0029458678 VII B Cikoro 2002-03-02 Cikoro 12 Indrahayu L 6374 0022676036 VII B Bontoloe 2002-10-19 Bontobuddung 13 Ira Syam P 0021454577 VII B Kayumalle 2002-10-19 Kayumalle 14 Irmawati P 6376 0022350247 VII B Bongkina 2002-12-10 Daulu 15 Irmawati S P 6459 0021277414 VII B Bongkialla 2004-02-25 Bongkialla 16 Irsandi L 6377 0022334803 VII B Malakaji 2002-05-10 Jangoang 17 Irsang L 6378 0033881676 VII B Pa'lipungan 2003-01-21 Pa'lipungan 18 Irwandi Parawansyah L 6379 0022334828 VII B Jangoang 2002-06-22 Jangoang 19 Irwansyah L 6380 0021016859 VII B Malakaji 2002-02-02 Malakaji 20 Iskar L 6381 0029893805 VII B Bontoloe 2002-05-09 Bontobuddung 21 Kasmawati P 6382 0021016871 VII B Bongkina 2002-07-17 Bongkina 22 Kiki P 6384 0021376923 VII B Pa'lipungan 2002-10-31 Pa'lipungan 23 M. Fauzan Daifullah L 6361 0023495857 VII B Bontobuddung 2002-04-23 Manggunturu 24 Yusmart Dwi Putra RF. L 6385 0020993151 VII B Malakaji 2002-03-26 Badieng 25 Yusran L 6386 0020993158 VII B Badieng 2003-09-10 Badieng

KEPALA SMP NEGER 1 TOMPOBULU

HJ.HUSNIATI,HS,S.Pd,MM NIP19700316 199512 2 005

Page 138: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

119

Page 139: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

120

Page 140: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

121

Page 141: alih kode dan campur kode pemakai bahasa - Universitas ...

122