Fenomena Awan Cumulonimbus … 199 Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir FENOMENA AWAN CUMULONIMBUS DALAM AL-QUR‘AN Oleh: Rahendra Maya* Abstraksi Hampir di penghujung tahun 2014 hingga memasuki awal tahun 2015, Indonesia, khususnya dunia penerbangannya, dikejutkan dengan kecelakaan (plane crasht) yang menimpa salah satu maskapai penerbangan dari Malaysia. Walaupun banyak pihak yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut diprediksi umumnya karena kesalahan manusia (human error), kegagalan mesin (mechanical failure) dan faktor alam atau cuaca (enviromental atau weather), namun tak ayal banyak pula yang berpendapat faktor utamanya karena menabrak atau terkena pengaruh awan, yang kemudian ramai dibicarakan sebagai awan cumulonimbus. Dalam perspektif seorang Muslim, walaupun ketiga faktor di atas dapat saja menjadi penyebab terjadinya kecelakaan, namun yang pasti dan tidak boleh dilupakan bahkan harus diyakini benar bahwa hal itu terjadi karena takdir Allah SWT. Di samping itu, hal lainnya yang menarik adalah bagaimanakah perspektif al-Qur‘an dan al-Hadits serta para ulama Islam tentang fenomena awan cumulonimbus tersebut? Dan adakah hubungannya dengan kemukjizatan ilmiah al-Qur‘an? Keyword: fenomena awan, kemukjizatan al-Qur‘ân, kemukjizatan ilmiah dalam al-Qur‘ân A. Pendahuluan Awan pada umumnya adalah kelompok butiran air, es, atau kedua- duanya yang tampak mengelompok di atmosfer 1 , sedangkan secara spesifik tentang awan cumulonimbus, berikut sedikit informasinya: Cumulonimbus atau Cb, adalah salah satu awan vertikal yang dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km lebih), dan terbentuk karena beberapa sebab, namun yang paling umum adalah proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh radiasi matahari dan kondisi atmosfer yang tidak stabil. Cumulonimbus sangat mudah terbentuk di daerah tropis karena proses konveksi di * Dosen Tetap Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Al Hidayah Bogor. 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012, hlm. 103.
22
Embed
Al -Tadabbur: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir202 Fenomena Awan Cumulonimbus … Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Fenomena Awan Cumulonimbus … 199
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
FENOMENA AWAN CUMULONIMBUS
DALAM AL-QUR‘AN
Oleh: Rahendra Maya*
Abstraksi
Hampir di penghujung tahun 2014 hingga memasuki awal tahun
2015, Indonesia, khususnya dunia penerbangannya, dikejutkan dengan
kecelakaan (plane crasht) yang menimpa salah satu maskapai
penerbangan dari Malaysia. Walaupun banyak pihak yang menyatakan
bahwa peristiwa tersebut diprediksi umumnya karena kesalahan
manusia (human error), kegagalan mesin (mechanical failure) dan
faktor alam atau cuaca (enviromental atau weather), namun tak ayal
banyak pula yang berpendapat faktor utamanya karena menabrak atau
terkena pengaruh awan, yang kemudian ramai dibicarakan sebagai
awan cumulonimbus.
Dalam perspektif seorang Muslim, walaupun ketiga faktor di atas
dapat saja menjadi penyebab terjadinya kecelakaan, namun yang pasti
dan tidak boleh dilupakan bahkan harus diyakini benar bahwa hal itu
terjadi karena takdir Allah SWT. Di samping itu, hal lainnya yang
menarik adalah bagaimanakah perspektif al-Qur‘an dan al-Hadits serta
para ulama Islam tentang fenomena awan cumulonimbus tersebut?
Dan adakah hubungannya dengan kemukjizatan ilmiah al-Qur‘an?
Keyword: fenomena awan, kemukjizatan al-Qur‘ân, kemukjizatan ilmiah dalam al-Qur‘ân
A. Pendahuluan
Awan pada umumnya adalah kelompok butiran air, es, atau kedua-
duanya yang tampak mengelompok di atmosfer1, sedangkan secara
spesifik tentang awan cumulonimbus, berikut sedikit informasinya:
Cumulonimbus atau Cb, adalah salah satu awan vertikal yang
dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km lebih),
dan terbentuk karena beberapa sebab, namun yang paling umum adalah
proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh radiasi
matahari dan kondisi atmosfer yang tidak stabil. Cumulonimbus
sangat mudah terbentuk di daerah tropis karena proses konveksi di
* Dosen Tetap Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Al Hidayah Bogor. 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
B. Isyarat al-Qur‘ân tentang Awan dan Interpretasinya
Dalam al-Qur‘an, awan dinyatakan dengan ungkapan sahāb yang
terdapat dalam sembilan ayat. Berikut ayat-ayat tersebut dan
karakteristik awannya3:
Pertama, lima ayat menggunakan term al-sahāb, yaitu:
‚Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.‛ (Q.S. al-Baqarah [2]: 164)
4
‚Dialah yang memperlihatkan kilat kepadamu yang menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia menjadikan mendung.‛ (Q.S. al-Ra’d [13]: 12)
‚Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi
3 Mukhtār Fauzī al-Na’āl, Mausū’ah al-Alfāzh al-Qur‘āniyyah, Halb: Maktab
Dār al-Turāts dan al-Yamāmah Beirut, 2003, hlm. 387; dan Muhammad Fu‘ād ’Abd
al-Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur‘ān al-Karīm, Kairo: Dār al-Hadīts,
1991, hlm. 439. 4 Terjemahan ayat-ayat dalam makalah ini diselaraskan berdasarkan terjemahan
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‘an Departemen Agama RI, The Holy Qur‘an AL-FATIH, Jakarta Timur: PT Insan Media Pustaka, 2012.
202 Fenomena Awan Cumulonimbus …
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikitpun.‛ (Q.S. al-Nūr [24]: 40)
‚Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha teliti apa yang kamu kerjakan.‛ (Q.S. al-Naml [27]: 88)
‚Dan jika mereka melihat gumpalan-gumpalan awan berjatuhan dari langit, mereka berkata, ‘Itu adalah awan yang bertumpuk-tumpuk.‛ (Q.S. al-Thūr [52]: 44)
Kedua, empat ayat menggunakan term sahāban, yaitu:
‚Dialah yang meniupkan awan sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu bermacam-macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.‛ (Q.S. al-A’rāf [7]: 57)
‚Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya. Lalu Dia
Fenomena Awan Cumulonimbus … 203
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan butiran-butiran es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.‛ (Q.S.
al-Nūr [24]: 43)5
‚Allahlah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentanglannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaku, tiba-tiba mereka bergembira.‛ (Q.S. al-
Rūm [30]: 48)
‚Dan Allahlah yang mengirimkan angin, lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi stelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan.‛ (Q.S. Fāthir [35]: 9)
Secara umum, awan (sahāb) atau dalam bahasa Inggris ekuivalen
dengan cloud6 adalah:
انغيى سىاء أكب في يبء أو لم يك ( )‚Yaitu gumpalan awan, baik yang mengandung tetes air maupun tidak.‛7
5 Dalam terjemahan ini terdapat beberapa point yang harus dikritisi karena tidak
sesuai dengan penafsiran, seperti yang akan terlihat. 6 Cloud dinyatakan sinonim antara lain dengan sahābah atau ghaim. Lihat Munir
Ba’albaki, al-Mawrid al-Waséţ: A Concise English-Arabic Dictionary, Beirut: Dar
Dalam tafsir, awan (sahāb) sering dinyatakan sebagai gumpalan
awan yang belum berkumpul atau belum menyatu, alias masih
tercerai-berai (qitha’ mutafarriqah).8
Ketika menafsirkan al-sahāb al-tsiqāl (awan yang berat), sebagian
mufassir ada yang mengklasifikasinya sebagai awan yang mengandung
atau membawa air (bi mā fīhā min al-mā‘)9, atau bahkan sebagai awan
yang mampu mendatangkan hujan dengan deras yang secara umum
banyak memberikan kebaikan bagi umat manusia, terutama bagai
berbagai tempat yang membutuhkannya (bi al-mathar al-ghazīr alladzī
bihi nafa’a al-’ibād wa al-bilād).10
Dalam sebuah Ensiklopedia al-Qur‘an, awan didefiniskan sebagai:
ف بخبس المبء انصبعذ إلى طبقبث الجى انعهيب، ويشأ ي حشاسة ) يخكى ي حكثانشس عهى الميب في ىاحي الأسض، وإرا بقي انبخبس بيب ولم يشحفع إلى انطبقبث
انعهيب فهى انضببة (‚Yaitu awan (gumpalan partikel air) yang terjadi karena terjadinya penguapan air hingga menuju lapisan atmosfer yang tinggi. Asalnya bermula dari penguapan air di berbagai belahan bumi oleh panas matahari. Bila uap air tetap berada di atas kita dan tidak naik ke lapisan atmosfer yang tinggi, maka uap tersebut tidak menjadi awan (tebal), namun hanya menjadi awan tipis atau kabut saja.‛11
dan Majma’ al-Lughah al-’Arabiyyah, Mu’jam Alfāzh al-Qur‘ān al-Karīm, Kairo:
وسقي صسعب وأعبيب (‚Yaitu sekumpulan tetes air yang melayang-layang atau beterbangan di udara. Ketika tetes air tersebut bertambah banyak, maka akan berubah menjadi air hujan yang cukup lebat. Air ini kemudian jatuh ke bumi yang sebenarnya berasal dari penguapan air bumi itu sendiri, antara lain dari air sumur, air sungai, air rawa, sumber air dan juga dari air dari dalam tanah yang biasa kita minum dan banyak dipergunakan untuk memberi minum binatang ternak atau mengairi tanaman.‛12
Dari sembilan ayat tentang awan, yang dianggap paling
komprehensif dan banyak mendapatkan atensi interpretasi adalah Q.S.
al-Nūr [24]: 43. Karena itu, fokus penafsiran dalam makalah ini
ditekankan kepada interpretasi terhadap ayat tersebut. Berikut di
antara interpretasi yang dapat dikemukakan:
Penafsiran Q.S. al-Nūr [24]: 43 dalam Zubdah al-Tafsīr
diungkapkan sebagai berikut13
:
mendorong atau ,سق انسحاب سقا رققا إن حث شاء = شج سحاتا .1
menerbangkan awan secara perlahan sesuai dengan kehendak-Nya.
es (salju) turun dari gumpalan awan yang telah membesar ,تزدا
seperti gunung turun.
14
Dalam salah satu pendapat pakar nahwu (gramatika bahasa Arab) dinyatakan
bahwa makna min jibāl fīhā min barad berarti min jibāli baradin fīhā (berupa
gumpalan gunung es/salju dari awan). Lihat Ahmad ibn ibn Ismā’īl ibn Nuhhās, I’rāb al-Qur‘ān, Beirut: Dār al-Kutub al-’Ilmiyyah, 2009, vol. 3, hlm. 98; dan Mahmūd
Lebih lanjut lihat Muhammad ibn ’Alī ibn Muhammad al-Syaukānī, Fath al-Qadīr: al-Jāmi’ baina Fannai al-Riwāyah wa al-Dirāyah min ’Ilm al-Tafsīr, ed. ’Abd
petir menghilangkan pandangan orang-orang yang melihatnya
karena kecepatannya yang tinggi dan kekuatan medan magnetnya
yang besar.17
Kedua penafsiran dan interpretasi tersebut hampir memiliki
kemiripan makna yang sangat berdekatan dalam berbagai karya tafsir
lainnya, hanya sedikit berbeda dalam pengungkapan redaksional dan
pemilihan diksi serta dengan sedikit pengurangan atau penambahan.
17
Penafsiran yang hampir serupa selain terdapat penjelasan lain tentang makna
sebagian huruf dapat ditemukan dalam al-Shābūnī, Mukhtashar Tafsīr Ibn Katsīr, Beirut: Dār al-Fikr, 2001, vol. 2, hlm. 610-611.
Namun ada sedikit hal menarik dalam penafsirannya, yaitu ketika menafsirkan
ungkapan yuzjī sahāban (menerbangkan atau mendorong awan) dengan ungkapan:
) يزكش حعبلى أ يسىق انسحبة بقذسح أول يب يشئهب وي ضعيفت وى الإصجبء (‚Allah menyebutkan bahwa Dengan kehendak-Nya Dia mendorong atau menerbangkan awan sehingga diawal penciptaannya awan berada dalam keadaan lemah karena mengalami fase terbang yang diakibatkan oleh adanya dorongan.‛ Bandingkan dengan Ahmad Mushthafā al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, Riyadh:
Dār al-Fikr, 1974, vol. 6, hlm. 187; dan Muhammad Mahmūd Hijāzī, al-Tafsīr al-Wādhih, Kairo: Mathba’ah al-Istiqlāl al-Kubrā dan Dār al-Jīl, 1968, vol. 18, hlm. 77-
79.
208 Fenomena Awan Cumulonimbus …
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Hal ini dapat dilihat antara lain dalam tafsir al-Thabarī18
, al-
Baghawī19
, al-Qāsimī20
, Ibn Katsīr21
, Ibn al-Jauzī22
, al-Alūsī23
, al-
Syaukānī24
, Ibn ’Āsyūr25
dan al-Zuhailī26
.
Oleh karena itu, secara utuh penafsiran global (tafsīr ijmālī) Q.S.
al-Nur [24]: 43 dapat dikemukakan sebagai berikut:
‚Wahai Muhammad, apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah menerbangkan secara perlahan atau dengan lemah-lembut, kemudian kemudian mengumpulkannya bagian demi bagian, lalu menjadikannya berlapis-lapis secara bertumpuk sebagiannya di atas sebagian lainnya, kemudian kamu lihat air hujan keluar dari celah-celah bagian awan itu. Allah telah menurunkan hujan es yang tebal dan sangat besar seperti gunung-gunung dari arah langit atau hujan salju bila tidak terlalu dingin (membeku). Turunnya hujan es (salju) itu
18
Lihat Muhammad ibn Jarīr al-Thabarī, Jāmi’ al-Bayān ’an Ta‘wīl al-Qur‘ān,
ed. Maktab al-Tahqīq wa al-I’dād al-’Ilmī fī Dār al-A’lām, Oman: Dār al-A’lām dan
Dār Ibn Hazm Beirut, 2002, vol. 10, hlm. 195-197. 19
Lihat al-Husain ibn Mas’ūd al-Baghawī, Ma’ālim al-Tanzīl, ed. Muhammad
’Abd Allah al-Namr, ’Utsmān Jum’ah Dhumairiyyah dan Sulaimān Musallam al-
Lihat Ismā’īl ibn ’Umar ibn Katsīr al-Qurasyī al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‘ān al-’Azhīm, ed. Sāmī ibn Muhammad al-Salāmah, Riyadh: Dār al-Thayyibah, 1998,
vol. 6, hlm. 72-73. 22
Lihat ’Abd al-Rahmān ibn ’Alī ibn Muhammad al-Jauzī, Zād al-Masīr fī ’Ilm al-Tafsīr, ed. Ahmad Syams al-Dīn, Beirut: Dār al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1994, vol. 5,
Lebih lanjut lihat Muhammad ibn ’Alī ibn Muhammad al-Syaukānī, Fath al-Qadīr: al-Jāmi’ baina Fannai al-Riwāyah wa al-Dirāyah min ’Ilm al-Tafsīr, ed. ’Abd
ada yang memberi manfaat bagi sebagian hamba-hamba-Nya, namun ada pula yang mencelakakan mereka manusia; semuanya sesuai kehendak Allah. Awan itu ada juga yang mengandung petir yang dapat melenyapkan penglihatan mata karena kecepatan gerak dan kekuatan gaya elektromagnetiknya.‛ (Q.S. al-Nūr [24]: 43)
27
C. Realitas Ilmiah yang Mengagumkan
Berdasarkan ayat-ayat dalam al-Qur’an yang telah dikemukakan
dan beberapa interpretasi ringkasnya, Prof. al-Zindānī memberikan
ilustrasi saintis dan penjelasan ilmiah yang menarik tentang rahasia
awan (sahāb) atau bahkan fenomena awan cumulonimbus sebagai
berikut28
:
Dimana kita akan bicara tentang kumpulan awan yang dimulai
dari potongan kecil, sebagaimana yang lazim kita saksikan. Kemudian
tumpukan awan itu mulai menebal dari sejumlah potongan awan yang
terpisah-pisah dan membentuk sekumpulan awan yang besar. Setelah
ia terbentuk demikian, yakni dari bawah ia membentuk gelombang,
dan dari bagian tengah awan ia bergerak ke bagian yang paling atas,
dimana gelombang itu juga bergerak dari sisi-sisinya, sehingga seolah-
olah awan memiliki poros di tengahnya. Hingga pergerakannya yang
cepat menyebabkan timbulnya daya tarik ‚menghisap‛ awan-awan
yang berada di sampingnya. Ia menarik dan menyatukan awan-awan
tersebut ke kumpulan awan yang lebih besar. Gelombang ini juga
menyebabkan awan-awan kecil yang terpencar bersatu. Demikian
seterusnya sampai terbentuk satu gumpalan awan. Dan setelah
penyatuan awan secara sempurna terjadi, maka terjadi proses yang
lain; yaitu proses pertumbuhan vertikal dimana para ilmuwan
27
Lihat al-Zuhailī, al-Tafsīr al-Wajīz ’alā Hāmisy al-Qur‘ān al-’Azhīm: Wa Ma’ahu Asbāb al-Nuzūl wa Qawā’id al-Tartīl, Damaskus: Dār al-Fikr, 1994, hlm.
356.
Bandingkan penafsiran global ini dengan penafsiran sejenis dalam Abī Bakar
Jābir al-Jazā‘irī, Aisar al-Tafāsīr li Kalam al-’Alī al-Kabīr, Saudi Arabia: Maktabah
Adhwā‘ al-Manār dan Dār al-Sunnah Mesir, 1999, hlm. 850; dan Sekumpulan Ulama
(Nukhbah min al-’Ulamā‘),al-Tafsīr al-Muyassar, Saudi Arabia: Mujamma’ al-Malik
Fahd li Thibā’ah al-Mushhaf al-Syarīf – Wazārah al-Syu‘ūn al-Islāmiyyah wa al-
Auqāf wa al-Da’wah wa al-Irsyād, 2011, hlm. 355. 28
‚Kemukjizatan ilmiah (i’jāz ’ilmī) adalah pemberitaan dari al-Qur‘an dan al-
Sunnah tentang –atau selaras dengan– hakikat realitas yang sesuai dengan
realitas empirik dalam ilmu terapan atau sains, dimana kemampuan manusia
pada masa Rasulullah tidak ada yang mampu menjangkaunya.‛32
Sedangkan yang dimaksud dengan tafsir ilmiah (al-tafsīr al-’īlmi) adalah:
هش ب ) انخفسير انعهي: اجخهبد المفسش في كشف انصهت بين آيبث انقشآ انكشيم انكىيت ويكخشفبث انعهى انخجشيبي عهى وج يظإعجبص نهقشآ يذل عهى يصذس وصلاحيخ نكم صيب ويكب. أو انكشف ع يعبني الأيت أو الحذيث في ضىء يب حشجحج
صحخ ي ظشيبث انعهىو انكىيت ( ‚Tafsir ilmiah (al-tafsīr al-’īlmi) adalah ijtihad seorang mufassir yang berusaha
keras untuk mensintesakan korelasi erat antara ayat-ayat al-Qur‘an –dan teks-
teks al- Hadits– yang mendeskripsikan tentang alam semesta dengan penemuan
ilmiah atau realitas empirik-saintifik agar terlihat dengan jelas kemukjizatannya;
dimana hal ini kemudian dapat menjadi landasan untuk mendukung kelayakan
al-Qur‘an untuk menjadi sumber hukum dan menunjang kepatutannya dalam
memberikan mashlahat bagi setiap waktu dan tempat. Atau dengan pernyataan
lain, tafsir ilmiah merupakan sebuah upaya untuk dapat menyingkap makna ayat
dan Hadits agar selaras dengan paradigama ilmiah-sains yang terbukti benar.‛32
Lihat ’Abd Allah ibn ’Abd al-’Azīz al-Mushlih, al-I’jāz al-’Ilmī fī al-Qur‘ān wa al-Sunnah: Tārīkhuhu wa Dhawābithuhu, t.t.t.: t.p., 2006, hlm. 22 dan 38.
Pembahasan semisal tentang kemukjizatan ilmiah al-Qur’an (i’jāz ’ilmī) dan
tafsir ilmiah (al-tafsīr al-’īlmi), lihat
218 Fenomena Awan Cumulonimbus …
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
diharapkan dapat mempertebal keimanan juga menambah
keyakinan terhadap al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT.
Wa Allāhu a’lam bi al-shawāb.
Daftar Pustaka
’Abd al-Bāqī, Muhammad Fu‘ād, 1991, al-Mu’jam al-Mufahras li