AKUMULASI HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (PAH) DALAM KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA Oleh : Dina Augustine C64103031 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
115
Embed
Akumulasi hidrokarbon aromatik polisiklik dalam kerang hijau.pdf
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKUMULASI HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK(PAH) DALAM KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DIPERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA
Oleh :
Dina AugustineC64103031
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
AKUMULASI HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (PAH)DALAM KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMALMUARA, TELUK JAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yangberasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan daripenulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 2008
Dina AugustineC64103031
RINGKASAN
DINA AUGUSTINE. Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH)dalam kerang hijau (Perna viridis L.) di perairan Kamal Muara, TelukJakarta. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan HARPASIS SLAMETSANUSI
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis senyawa PAH yangterakumulasi dalam tubuh organisme kerang hijau di perairan Teluk Jakarta danketerkaitannya dengan kualitas air laut di perairan tersebut. Hal ini didasarkanpada kenyataan akan informasi PAH yang masih terbatas di wilayah penelitian(Kamal Muara) sebagai salah satu wilayah dimana limbah industri mengalir dantempat kegiatan pembesaran kerang hijau (Perna viridis).
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2007 dan terbagimenjadi 2 bagian yakni pengambilan contoh biota dan air laut serta analisislaboratorium. Pengambilan contoh biota dilakukan sebanyak 5 kali yang dibagimenjadi 4 selang ukuran (1,0-1,5; 2,5-3,0; 4,0-4,5 dan 5,5-6,0 cm) dalam selangwaktu 2 minggu dan pengambilan contoh air laut dilakukan sebanyak 3 kali setiap4 minggu sekali di daerah budidaya kerang hijau tepatnya di Kamal Muara,Perairan Teluk Jakarta. Analisis contoh dilakukan selama bulan Juli sampaiAgustus di Laboratorium Lingkungan dan Gas Chromatography (GC), BidangProses, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi”Lemigas”, Jakarta Selatan. Dalam penelitian, beberapa parameter fisika dankimia pendukung diukur seperti salinitas, pH dan Total padatan tersuspensi (TSS).Metode yang digunakan untuk preparasi contoh air laut dan kerang hijau adalahEnvironmental Protection Agency atau EPA nomor 3510c untuk air laut, nomor3540 untuk kerang hijau dan nomor 8270d untuk analisis PAH denganKromatografi Gas Detektor Spektrofotometri Massa (GC-MS) dalam air laut dankerang hijau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi total 7 senyawa PAH dalamair laut berkisar antara 0,0213 - 1,1551 ρg L-1 di Stasiun 1 dengan rerata 0,5964ρg L-1 dan 0,0181 - 1,2456 ρg L-1 dengan rerata 0,6733 ρg L-1 di Stasiun 2 yangterdiri atas 7 senyawa yaitu napthalen, 1-metil naphthalen, asenaphthen, fluoren,fluoranthen, anthrasen dan pyren dengan komposisi senyawa terbesar adalahsenyawa Naphtalen dan terkecil adalah Asenapthen. Kisaran nilai konsentrasi total7 senyawa PAH dalam kerang hijau dengan 4 ukuran yang berbeda adalah antara23,2507 - 283,7465 µg g-1 berat basah dengan ukuran panjang tubuh 1,0 -1,5 cmbernilai rerata 167,2533 µg g-1 berat basah, panjang tubuh 2,5 -3,0 cm bernilairerata 74,4825 µg g-1 berat basah, panjang tubuh 4,0 - 4,5 cm bernilai rerata76,5068 µg g-1 berat basah dan panjang tubuh 5,5 - 6,0 cm bernilai rerata 72,9256µg g-1 berat basah di Stasiun 1 dan 13,5232 - 134,4152 µg g-1 berat basah denganpanjang tubuh 1,0 -1,5 bernilai rerata 73,0002 µg g-1 berat basah, panjang tubuh2,5 -3,0 cm berkisar bernilai rerata 56,8697 µg g-1 berat basah, panjang tubuh 4,0 -4,5 cm bernilai rerata 134,4152 µg g-1 berat basah dan panjang tubuh 5,5 - 6,0 cmbernilai rerata 76,0554 µg g-1 berat basah di Stasiun 2. Nilai PAH dalam keranghijau menunjukkan kecenderungan meningkat dengan meningkatnya ukuranpanjang tubuh kerang.
AKUMULASI HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK(PAH) DALAM KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DIPERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Perikanan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Oleh :
Dina AugustineC64103031
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
Judul Skripsi : AKUMULASI HIDROKARBON AROMATIKPOLISIKLIK (PAH) DALAM KERANG HIJAU(Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMALMUARA, TELUK JAKARTA
Nama Mahasiswa : Dina AugustineNomor Pokok : C64103031
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.ScNIP. 131 578 849 NIP. 130 536 669
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indrajaya, M.ScNIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 25 Juni 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat, rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”Akumulasi Hidrokarbon Aromatik
Polisiklik (PAH) dalam Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal
Muara, Teluk Jakarta.”
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
selama belajar di Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Dalam penyusunan skripsi
ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan serta bimbingan
Lumban Gaol, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberi banyak
masukan dan saran kepada penulis untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.
3. Dra. Roza Adriany, M.Si dan Staf Laboratorium Kromatografi PPTMGB
Lemigas selaku pembimbing lapang yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama proses penelitian.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materi yang
tak ternilai harganya dan teman-teman seperjuangan ITK 40 yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis.
Akhir kata, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak untuk kesempurnaan dan perbaikan di masa mendatang.
Bogor, September 2008
Dina Augustine
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar belakang .............................................................................. 11.2 Tujuan ........................................................................................... 2
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi kerang hijau (Perna viridis L.) ... 32.1.2 Habitat dan distribusi kerang hijau (Perna viridis L.) ........ 42.1.3 Faktor lingkungan yang mempengaruhi ............................. 6
2.2 Pencemaran laut oleh senyawa PAH ........................................... 62.2.1 Sumber PAH ....................................................................... 62.2.2 Karakteristik PAH .............................................................. 72.2.3 Distribusi PAH ..................................................................... 102.2.4 Toksisitas senyawa PAH ...................................................... 12
3. BAHAN DAN METODE..................................................................... 133.1 Waktu dan tempat ........................................................................ 133.2 Kondisi lokasi penelitian .............................................................. 133.3 Bahan dan alat .............................................................................. 153.4 Pengumpulan data ........................................................................ 15
3.5 Analisis data ................................................................................... 203.5.1 Metode grafik ..................................................................... 203.5.2 Metode analisis PAH............................................................ 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 214.1 Hasil .............................................................................................. 21
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 101
DAFTAR TABELHalaman
1. Konsentrasi PAH dalam air, biota dan sedimen..................................... 11
2. Parameter pendukung yang akan dianalisis ........................................... 17
3. Konsentrasi total senyawa PAH dalam ρg L-1 dalam air laut perstasiun di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta ................................... 26
4. Konsentrasi total senyawa PAH dalam µg g-1 berat basah padakerang hijau per stasiun di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta ........ 31
5. Faktor biokonsentrasi PAH di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta ... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Senyawa PAH dengan berat molekul rendah (Σcincin < 4 buah)dan tinggi (Σcincin ≥ 4 buah) .......................................................... 8
2. Peta lokasi penelitian dan letak stasiun pengambilan contohdi perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta ......................................... 14
3. Nilai rerata dan kisaran salinitas di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2......................................... 21
4. Nilai rerata dan kisaran pH di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 ......................................... 23
5. Nilai rerata dan kisaran TSS di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2.......................................... 24
6. Diagram cakram komposisi PAH rerata di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 ......................................... 25
7. Diagram batang konsentrasi PAH (ρg L-1) dalam contoh air lautmenurut waktu pengambilan di Stasiun 1 (a) dan Stasiun 2 (b)...... 26
8. Diagram batang komposisi senyawa PAH rerata dalamkerang hijau di Stasiun 1 (a) dan 2 (b) perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta ................................................................................... 29
9. Contoh kromatogram total ion 7 senyawa PAH dalam keranghijau di Stasiun 1 (ukuran 1,0-1,5 cm pengambilan 1) .................. 30
10. Diagram batang komposisi PAH dalam 4 ukuran tubuh keranghijau (Perna viridis) pada 2 waktu pengambilan di Stasiun 1...... 32
11. Diagram batang komposisi PAH dalam 4 ukuran panjang tubuhkerang hijau (Perna viridis) pada 3 waktu pengambilandi Stasiun 2.................................................................................... 33
12. Diagram batang komposisi PAH dalam 4 ukuran panjang tubuhkerang hijau (Perna viridis) pada 2 waktu pengambilandi Stasiun 2.................................................................................... 34
13. Diagram batang komposisi PAH dalam 4 ukuran panjang tubuhkerang hijau (Perna viridis) pada 3 waktu pengambilandi Stasiun 2.................................................................................... 35
14. Grafik sebaran berat tubuh dengan panjang tubuh kerang hijau(Perna viridis) di Stasiun 1 (a) dan Stasiun 2 (b) ........................ 38
15. Grafik sebaran konsentrasi PAH kerang hijau(Perna viridis) menurut 4 kisaran panjang tubuh di Stasiun 1 (a)dan Stasiun 2 (b). .......................................................................... 39
16. Grafik sebaran kandungan PAH (µg) di tiap berat individukerang hijau (Perna viridis) (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 ............... 43
17. Grafik sebaran konsentrasi PAH dalam berat tubuh kerang hijau(Perna viridis) (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 .................................... 45
18. Grafik hubungan salinitas perairan Kamal Muara dan konsentrasiPAH dalam air laut di Stasiun 1 (kiri) dan 2 (kanan) ................... 47
19. Grafik hubungan TSS perairan Kamal Muara dan konsentrasiPAH dalam air laut di Stasiun 1 (kiri) dan 2 (kanan) ................... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data parameter fisik dan kimia air laut di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta.................................................................................. 54
2. Hasil perhitungan konsentrasi PAH (µg L-1) dalam air ................. 54
3. Hasil perhitungan konsentrasi PAH (µg g-1) dalam kerang hijau .. 56
4. Data berat tubuh dan konsentrasi total 7 senyawa PAH padakerang hijau di Stasiun 1................................................................ 63
5. Data berat tubuh dan konsentrasi total 7 senyawa PAH padakerang hijau di Stasiun 2................................................................ 66
6. Prosedur analisis PAH pada air dan biota...................................... 70
Gambar 13. Diagram batang komposisi PAH dalam 4 ukuran panjang tubuhkerang hijau (Perna viridis) pada 3 waktu pengambilan di Stasiun 2
Pada Stasiun 2, senyawa PAH yang paling sering muncul sebagai nilai
konsentrasi tertinggi pada setiap ukuran panjang tubuh adalah napthalen. Hal ini
terdapat di setiap pengambilan contoh kerang hijau kecuali pada saat pengambilan
ke-4. Konsentrasi tertinggi pada setiap ukuran tubuh di pengambilan ke-4 adalah
fluoranthen dengan ukuran tubuh 1,0 - 1,5 cm sebesar 30,8751 µg g -1 berat basah
, 2,5 – 3,0 cm sebesar 36,5159 µg g -1 berat basah , 4,0 - 4,5 cm sebesar 46,5790
µg g -1 berat basah dan 5,5 – 6,0 cm sebesar 46,5301 µg g -1 berat basah. Hal ini
memberikan perbedaan dengan Stasiun 1 dimana dalam setiap ukuran tubuh
kerang hijau terdapat senyawa naphtalen dengan nilai konsentrasi tertinggi.
Senyawa PAH yang paling sering muncul dengan nilai konsentrasi terendah pada
setiap ukuran panjang tubuh kerang hijau di Stasiun 2 adalah 1metil naphtalen.
PAH yang masuk ke dalam tubuh kerang hijau bisa didapatkan dari
kandungan PAH dalam perairan yang diakumulasi oleh kerang hijau saat
menyerap makanan yang ada di kolom perairan. Kerang hijau merupakan
organisme yang memiliki cara makan yang cukup berbeda yakni menyaring
semua makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Kolom perairan dimana kerang
hijau berkembang sangat mudah dimasuki oleh berbagai polutan baik yang berasal
dari rumah tangga ataupun industri. Sumber ini disebut sumber petrogenik
(Webster et al., 2002). Selain itu, penyerapan PAH ke dalam tubuh kerang
tergantung dari bioavailability senyawa PAH tersebut yang selanjutnya tergantung
dari tingkat kelarutannya dalam air. Semakin tinggi berat molekul senyawa PAH,
maka semakin rendah tingkat kelarutannya dalam air. Kerang hijau juga memiliki
kandungan lemak dalam tubuhnya dan pada bagian ini diduga bahwa PAH dapat
mengalami reaksi ikatan sehingga terakumulasi oleh kerang hijau. Karena sistem
metabolisme tubuh yang rendah, maka PAH sangat sulit untuk dilepaskan kembali
ke lingkungannya (Fleming et al., 2004).
Di Stasiun 1, naphthalen merupakan senyawa PAH yang paling tinggi nilai
konsentrasinya. Dalam hal ini, naphthalen dapat muncul karena adanya proses
pembentukan senyawa PAH dengan berat molekul lebih rendah dari petrolum
dalam bentuk buangan serta tumpahan minyak ke laut. Dari awal hingga akhir
pengambilan contoh kerang hijau, dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi PAH
mengalami fluktuasi yang berbeda-beda.
Jika dibandingkan dengan Stasiun 1, kandungan PAH di Stasiun 2 tidak jauh
memiliki perbedaan. Perbedaan yang mencolok di Stasiun 2 adalah nilai
konsentrasi senyawa fluoranthen yang mendominasi di pengambilan contoh ke-4
dan naphthalen di pengambilan contoh ke-1. Hal ini membedakan sumber
masuknya PAH ke dalam tubuh kerang hijau. Fluoranthen adalah senyawa PAH
yang memiliki cincin berjumlah lebih dari 3 buah, dan mengindikasikan bahwa
senyawa ini termasuk anggota senyawa PAH dengan berat molekul tinggi,
sedangkan naphthalen adalah senyawa PAH dengan berat molekul lebih rendah
dengan jumlah cincin 2 buah. Dengan demikian sumber masukan kedua senyawa
tersebut berbeda. Untuk fluoranthen, senyawa ini dapat muncul di semua ukuran
panjang tubuh di pengambilan ke-4 diduga disebabkan oleh proses pirogenik
yakni hasil pembakaran bahan organik yang kurang sempurna di perairan
(Fleming et al., 2004).
Konsentrasi PAH dalam kerang hijau dapat dihubungkan dengan kondisi
ukuran tubuh dari kerang hijau itu sendiri, dimana dalam kasus ini adalah panjang
tubuhnya. Berdasarkan hasil yang telah didapat, konsentrasi PAH dalam tubuh
organisme kerang hijau mengalami kecenderungan peningkatan seiring
bertambahnya ukuran panjang tubuhnya (Gambar 15). Hal ini juga didukung
dengan menghubungkan antara ukuran panjang dan berat tubuh kerang hijau
(Gambar 14). Pada Gambar tersebut dapat diketahui bahwa hubungan keduanya
juga berbanding lurus yakni peningkatan ukuran berat seiring dengan
pertambahan panjang tubuh baik di Stasiun 1 maupun 2.
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
1 2 3 4 5 6
Ber
at(
gr)
Panjang (cm)
kisaran panjang tubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjang tubuh 2,5-3,0 cm
kisaran panjang tubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjang tubuh 5,5-6,0 cmrata-rata Expon. (rata-rata)
(a)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
1 2 3 4 5 6
Ber
at(g
r)
Panjang (cm)
kisaran panjang tubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjang tubuh 2,5-3,0 cm
kisaran panjang tubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjang tubuh 5,5-6,0 cm
rata-rata Expon. (rata-rata)
(b)
Gambar 14. Grafik sebaran berat tubuh dengan panjang tubuh kerang hijau (Pernaviridis) di Stasiun 1 (a) dan Stasiun 2 (b)
.
Dilihat dari penjelasan dan gambar 14 dan 15, konsentrasi PAH di setiap
ukuran panjang tubuh memiliki pola yang semakin meningkat ke arah panjang
tubuh yang semakin besar dan menunjukkan bahwa kerang hijau dengan empat
ukuran panjang ini mengakumulasi PAH dalam tubuhnya dari perairan secara
teratur. Hal ini juga menunjukkan optimasi kemampuan tubuh kerang hijau yang
berbeda-beda dalam melakukan penyerapan senyawa PAH.
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6
ko
nse
ntr
asi
(ug
/g)
panjang tubuh (cm)
kisaran panjang tubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjang tubuh 2,5-3,0 cmkisaran panjang tubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjang tubuh 5,5-6,0 cmrata-rata Expon. (rata-rata)
(a)
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6
kons
entr
asi(
ug/g
)
panjang tubuh (cm)
kisaran panjang tubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjang tubuh 2,5-3,0 cmkisaran panjang tubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjang tubuh 5,5-6,0 cmrata-rata Expon. (rata-rata)
(b)
Gambar 15. Grafik sebaran konsentrasi PAH kerang hijau (Perna viridis) menurut4 kisaran panjang tubuh di Stasiun 1 (a) dan Stasiun 2 (b).
Hal ini diungkapkan oleh penelitian Bruner et al. (1994) yang menyatakan bahwa
kerang yang berukuran lebih kecil diduga mempunyai kemampuan untuk
menyerap PAH lebih banyak dibandingkan dengan kerang yang berukuran lebih
besar. Dari hasil yang didapat, dapat dibuktikan dalam kerang hijau dengan
panjang tubuh 1,0-1,5 cm, yang sedang dalam proses pertumbuhan, mampu
menyerap komponen senyawa PAH dalam jumlah besar melalui proses
penyaringan makanan dibanding kerang hijau dengan panjang tubuh 5,5-6,0 cm
yang berumur lebih tua dan semakin sedikit menampung makanan dari sekitar
perairan. Hal lain yang bisa diungkap juga adalah kerang yang sedang dalam
masa pra pemijahan biasanya mampu menyerap PAH lebih banyak dibandingkan
kerang yang sudah melewati masa pemijahan. Kerang berukuran 1,0 -1,5 cm
merupakan kerang hijau yang sedang dalam masa tersebut sehingga diduga
mampu menyerap PAH lebih banyak (Bruner et al., 1994).
Kondisi di Stasiun 2 tidak jauh berbeda dengan Stasiun 1. Namun pada
ukuran panjang tubuh 4,0 - 4,5 cm, kandungan PAH dalam tubuh kerang hijau
memiliki nilai konsentrasi tertinggi dibandingkan dengan 3 ukuran panjang tubuh
yang lain. Hal ini diduga karena kerang hijau ukuran ini mengandung lemak yang
lebih banyak dibandingkan kerang ukuran yang lain, dimana semakin tinggi
kandungan lemak dalam tubuhnya, maka akan semakin mudah untuk berikatan
dengan senyawa yang bersifat lipofilik atau hidrofobik tinggi seperti PAH (Bruner
et al., 1994). Selain itu, hal ini juga bisa dikarenakan ukuran panjang ini lebih
lama terpaparkan di perairan dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil.
4.1.3 Faktor biokonsentrasi PAH
Faktor biokonsentrasi adalah rasio konsentrasi zat dalam biota (berat zat/berat
biota) dan dalam air (berat zat/berat air) pada kondisi setimbang, dimana
spesifikasi zat dalam hal ini adalah PAH. Nilai konsentrasi ini menunjukkan cara
akumulasi senyawa tersebut dari fase cair (dalam air laut) menjadi fase organik,
seperti jaringan tubuh organisme. PAH termasuk salah satu senyawa organik
yang bersifat lipofilik sehingga mudah terakumulasi dalam tubuh organisme.
Organisme yang digunakan dalam kasus ini adalah kerang hijau. Faktor
biokonsentrasi PAH di perairan Kamal Muara memiliki angka yang tinggi (Tabel
5).
Tabel 5. Faktor biokonsentrasi PAH di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta.
Ukuranpanjang
tubuh (cm)
1 Mei 2007 29 Mei 2007 26 Juni 2007
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 1 Stasiun 21,0-1,5 67842,65 103527,06 61670,59 104801,34 407920,03 73134,522,5-3,0 168021,79 35913,19 48743,17 57539,92 228341,74 90504,424,0-4,5 148656,63 44980,26 51705,96 154944,23 313139,33 219456,525,5-6,0 74547,07 37024,38 39823,86 63171,47 346663,81 107096,53
Nilai dalam tabel menunjukkan bahwa PAH dalam perairan tersebut memiliki
kapasitas polutan yang tinggi baik untuk air laut maupun organisme kerang hijau
yang hidup di dalamnya. Nilai faktor biokonsentrasi pada keempat ukuran kerang
hijau bervariasi. Namun jika dilihat secara keseluruhan, nilainya cenderung
menurun ke arah ukuran kerang hijau 5,5-6,0 cm di Stasiun 1 dan 2. Jika dilihat
dari waktu ke waktu pengambilan contoh, nilai faktor biokonsentrasi PAH
cenderung meningkat di Stasiun 1 pada keempat ukuran kerang hijau. Namun
terjadi perbedaan yakni adanya penurunan nilai pada ukuran 1,0 -1,5 cm di
Stasiun 2. Faktor biokonsentrasi dapat dikatakan dalam kondisi stabil jika
nilainya tidak berubah secara signifikan selama jangka waktu tertentu dalam
tubuh organisme tersebut.
Faktor biokonsentrasi juga memiliki peran penting untuk menunjukkan adanya
distribusi senyawa PAH di perairan. Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa faktor
biokonsentrasi PAH di Stasiun 1 memiliki nilai yang paling tinggi pada waktu
pengambilan contoh terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa PAH mengalami
distribusi paling tinggi pada waktu pengambilan contoh terakhir di semua ukuran
kerang hijau. Untuk PAH dengan tingkat distribusi paling rendah terdapat pada
waktu pengambilan contoh kedua di Stasiun 1. Hal ini dilihat dari faktor
biokonsentrasinya yang paling kecil di antara ketiga waktu pengambilan contoh.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil yang telah diuraikan sebelumnya maka diperoleh
kenyataan bahwa telah terdeteksi keberadaan dari senyawa PAH dalam air laut
maupun kerang hijau di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Kandungan
maupun konsentrasi PAH dalam kerang hijau secara total memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan PAH dalam air laut. Hal ini mengungkapkan
bahwa kerang hijau memang mengakumulasi PAH dalam tubuhnya. Akumulasi
sendiri merupakan suatu proses penimbunan atau penumpukan suatu senyawa dari
lingkungan dan biasanya terjadi karena mekanisme yang tidak seimbang antara
proses absorpsi yang diikuti penyimpanan dengan proses eliminasi melalui
metabolisme yang terjadi dalam tubuh kerang hijau. Proses akumulasi ini dapat
ditunjukkan melalui hasil pengamatan dari berbagai tingkat umur kerang yang
dilihat dari ukuran tubuh kerang hijau (Gambar 16).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan PAH dalam tubuh kerang
hijau cenderung bergerak meningkat ke arah ukuran panjang tubuh yang besar,
walaupun terlihat pada ukuran tubuh 4,0-4,5 cm dan 5,5-6,0 cm, terbentuk nilai
kandungan PAH yang cukup bervariasi jika dibandingkan dengan ukuran panjang
tubuh kerang hijau yang lebih kecil.
05
101520253035404550
0 0.5 1 1.5 2 2.5
kan
dungan
(ug
)
berat tubuh (gr)
kisaran panjangtubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjangtubuh 2,5-3,0 cm
kisaran panjangtubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjangtubuh 5,5-6,0 cm
rata-rata Linear (rata-rata)
(a)
05
10152025303540
0 0.5 1 1.5 2 2.5
ka
nd
un
ga
n(u
g)
berat tubuh (gr)
kisaran panjang tubuh 1,0-1,5 cm kisaran panjangtubuh 2,5-3,0 cm
kisaran panjang tubuh 4,0-4,5 cm kisaran panjangtubuh 5,5-6,0 cm
rata-rata Linear (rata -rata)
(b)
Gambar 16. Grafik sebaran kandungan PAH (µg) di tiap berat individu keranghijau (Perna viridis) (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2.
Kandungan PAH yang mengalami peningkatan pada ukuran panjang tubuh besar
dapat terjadi karena kerang hijau tersebut memiliki waktu yang lebih lama untuk
terpapar di perairan dibandingkan dengan ukuran kerang yang kecil. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2002), dapat diperkirakan bahwa
umur kerang hijau berukuran 4,0-4.5 cm dan 5,5-6,0 cm sebesar 16 dan 22
minggu.
Secara biologis, proses akumulasi ini bergantung kepada sifat dari senyawa
dan sistem metabolisme dari organisme. PAH merupakan senyawa yang memiliki
sifat mudah terikat atau bereaksi dengan senyawa-senyawa lemak atau biasa
disebut dengan senyawa lipofilik (Neff, 1979). Bagi organisme kerang hijau,
ukuran yang semakin besar mengindikasikan bahwa kerang hijau bertambah
dewasa sehingga kandungan lipid atau lemak dalam tubuhnya juga semakin tinggi
(Gunawan, 2003). Dengan demikian, maka terdapat dugaan bahwa kandungan
PAH yang semakin meningkat pada ukuran kerang hijau yang semakin besar
disebabkan oleh adanya senyawa lemak yang ada dan semakin banyak dalam
tubuhnya.
Sistem regulasi metabolisme dari organisme juga dapat dijadikan faktor lain
yang berkaitan dengan adanya proses akumulasi dalam tubuh kerang hijau.
Sistem ini dapat memperkuat proses pengeluaran senyawa-senyawa yang telah
diakumulasi oleh organisme tersebut. Sistem ini biasanya akan berfungsi semakin
baik jika organisme tersebut sudah berumur dewasa, dimana dalam hal ini adalah
kerang hijau ukuran besar. Oleh karena itu, seharusnya terdapat kemungkinan
bahwa kerang hijau dewasa dapat melakukan proses eliminasi lebih baik
dibandingkan dengan kerang hijau yang berukuran kecil. Namun pada hasil
penelitian ini, proses tersebut belum terlihat dengan sangat jelas. Hal ini dapat
dtunjukkan dari nilai konsentrasi PAH terhadap ukuran berat tubuh kerang hijau
(Gambar 17).
Konsentrasi merupakan rasio antara kandungan PAH dalam kerang hijau
dengan ukuran berat tubuhnya.
0
5
10
15
20
25
0 0.5 1 1.5 2 2.5
ko
nse
ntr
asi
(ug/
g)
berat tubuh (gr)
kisaran panjangtubuh 1-1,5 cm kisaran panjangtubuh 2,5-3 cm
kisaran panjangtubuh 4-4,5 cm kisaran panjangtubuh 5,5-6 cm
rata-rata Linear (ra ta -rata)
(a)
0
5
10
15
20
25
0 0.5 1 1.5 2 2.5
ko
nse
ntr
asi
(ug/
g)
berat tubuh (gr)
kisaran panjang tubuh 1-1,5 cm kisaran panjang tubuh 2,5-3 cm
kisaran panjang tubuh 4-4,5 cm kisaran panjang tubuh 5,5-6 cm
rata-rata Linear (rata -rata)
(b)
Gambar 17. Grafik sebaran konsentrasi PAH dalam berat tubuh kerang hijau(Perna viridis) (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2.
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa konsentrasi PAH cenderung semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya berat tubuh kerang hijau. Hasil
penelitian dari Akbar (2002) tentang kajian akumulasi logam berat menunjukkan
dengan bertambahnya ukuran panjang tubuh kerang hijau, maka kandungan logam
berat dalam tubuhnya akan bertambah juga, namun akan terjadi penurunan dalam
hal konsentrasinya. Hal ini mengungkapkan bahwa laju pertambahan berat
tubuhnya lebih cepat dibandingkan dengan laju penumpukan logam berat dalam
tubuh kerang hijau. Dengan melakukan perbandingan terhadap pernyataan di
atas, maka dalam kasus ini, proses akumulasinya agak sedikit berbeda. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena perbedaan respon dari kerang hijau terhadap
senyawa-senyawa yang diakumulasi oleh tubuhnya, terutama dalam hal sifat
lipofilik senyawa PAH. Namun, indikator dari nilai kandungan dan konsentrasi
suatu senyawa untuk digunakan dalam mempelajari preferensi akumulasi masih
memerlukan kajian yang lebih lanjut.
PAH dalam air laut dapat berasal dari berbagai sumber dan diantaranya
berasal dari masukan langsung di daratan yang ditransport ke dalam laut melalui
udara ataupun aliran air sungai ke laut. Pada penelitian ini dicobakan melihat
adanya keterkaitan antara konsentrasi PAH dalam air laut dengan parameter lain
untuk menduga sumber awal PAH yang masuk ke perairan. PAH yang masuk ke
laut melalui aliran air sungai diindikasikan dengan parameter salinitas dan TSS.
Hal ini dilihat dari adanya sungai-sungai yang berada di sekitar Teluk Jakarta
yang umumnya memiliki nilai salinitas rendah dan TSS yang tinggi. Oleh karena
itu, jika kandungan PAH dalam air laut meningkat dan memang berasal dari darat,
maka seharusnya nilai salinitas perairan rendah dan TSS menjadi tinggi.
Pada Gambar 18 dan 19 ditunjukkan kondisi salinitas dan TSS dengan
konsentrasi PAH dalam air laut. Terlihat pada Gambar, tidak terlihat korelasi
antara kondisi salinitas dan TSS dengan konsentrasi PAH dalam air laut. Dengan
demikian, PAH yang terdapat di dalam air laut belum dapat diduga memiliki
sumber masukan yang berasal dari daratan.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
31,8 31,0 32,0
salinitas (permil)
PA
H(u
g/L
)
(a)
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
31,8 31,3 32,0
salinitas (permil)
PA
H(u
g/L
)
(b)
Gambar 18. Grafik hubungan salinitas perairan Kamal Muara dan konsentrasiPAH dalam air laut di Stasiun 1 (a) dan 2 (b)
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,055 0,040 0,055
TSS (mg/L)
PA
H(u
g/L
)
(a)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
0,030 0,043 0,133
TSS (mg/L)
PA
H(u
g/L
)
(b)
Gambar 19. Grafik hubungan TSS perairan Kamal Muara dan konsentrasi PAHdalam air laut di Stasiun 2 (kiri) dan 2 (kanan)
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terdapat 7 senyawa PAH (bentuk terlarut) dalam perairan Kamal Muara juga
dalam tubuh kerang hijau yakni naphthalen, 1-metil naphthalen, asenaphthen,
fluoren, fluoranthen, anthrasen dan pyren. Konsentrasi total 7 senyawa PAH
dalam air laut adalah berkisar antara 0,0213 - 1,1551 ρg L-1 dengan rerata 0,5964
ρg L-1 di Stasiun 1 dan 0,0181 - 1,2456 ρg L-1 dengan rerata 0,6733 ρg L-1 di
Stasiun 2. Konsentrasi tertinggi di air laut contoh adalah senyawa naphthalen dan
terendah adalah senyawa asenapthen.
Konsentrasi total 7 senyawa PAH dalam kerang hijau menurut ukuran panjang
tubuh pada bulan Mei hingga Juni 2007 adalah ukuran panjang tubuh 1,0 -1,5 cm
antara 50,7600-283,7465 µg g-1 berat basah dengan rerata 167,2533 µg g-1 berat
basah, panjang tubuh 2,5 -3,0 cm antara 23,2507-125,7143 µg g-1 berat basah
dengan rerata 74,4825 µg g-1 berat basah, panjang tubuh 4,0 - 4,5 cm antara
41,7883-111,2253 µg g-1 berat basah dengan rerata 76,5068 µg g-1 berat basah dan
panjang tubuh 5,5 - 6,0 cm antara 34,7362-111,1149 µg g-1 berat basah dengan
rerata 72,9256 µg g-1 berat basah di Stasiun 1. Di stasiun 2, ukuran panjang tubuh
1,0 -1,5 cm memiliki kisaran konsentrasi PAH total antara 24,6307-121,3696 µg
g-1 berat basah dengan rerata 73,0002 µg g-1 berat basah, panjang tubuh 2,5 -3,0
cm berkisar antara 13,5232-100,2161 µg g-1 berat basah dengan rerata 56,8697 µg
g-1 berat basah, panjang tubuh 4,0 - 4,5 cm berkisar antara 36,4154-134,4152 µg g-
1 berat basah dengan rerata 134,4152 µg g-1 berat basah dan panjang tubuh 5,5 -
6,0 cm memiliki kisaran antara 14,8467-76,0554 µg g-1 berat basah dengan rerata
76,0554 µg g-1 berat basah. Senyawa yang memiliki nilai konsentrasi total
tertinggi pada Stasiun 1 dan 2 dalam kerang hijau adalah senyawa Napthalen,
sedangkan senyawa yang memiliki nilai total terendah adalah 1-metilnapthalen.
Nilai PAH dalam kerang hijau menunjukkan kecenderungan meningkat dengan
meningkatnya ukuran panjang dan berat tubuh kerang.
Parameter pendukung (salinitas dan TSS) dalam penelitian ini tidak memiliki
hubungan yang linear atau sebanding dengan konsentrasi PAH dalam air laut.
Nilai salinitas dan TSS yang diamati mengindikasikan bahwa PAH yang masuk ke
dalam air laut belum dapat diestimasi memiliki sumber dari darat ataupun aliran
sungai.
5.2 Saran
Mengingat masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki dalam penelitian ini,
maka disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut yang akan mengungkap
tentang lamanya waktu retensi tiap senyawa PAH dalam tubuh organisme seperti
kerang hijau serta pengaruh parameter fisik dan kimia yang lainnya terhadap
kandungan PAH dalam air laut.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, H.S. 2002. Pendugaan tingkat akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn danNi pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran <5 cm di perairan KamalMuara, Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Azevedo, D.de A, E.Gerchon dan E.O dos Reis. 2004. Monitoring of pesticidesand polycyclic aromatic hydrocarbons in water from Paraiba do Sul River,Brazil. J.Braz.Chem.Soc. 15(2): 292-299.
Bapedal. 2000. Indonesian environment monitor. World Bank Indonesia Office.Jakarta.
Bayne, L.M. 1976. Marine mussels: their ecology and physiology. CambridgeUniversity Press. London, England.
Bruner, K.A, S.W Fisher dan P.F Landrum. 1994.The role of the zebra mussel,dreissena polymorpha, in contaminant cycling: I. the effect of bodysize and lipid content on the bioconcentration of PCBs and PAHs. J.Great Lakes Res. 20(4): 725–734.
Cheong, L dan F.Y Chen. 1980. Preliminary studies on raft method of greenmussels Perna viridis (L) in Singapore. S.J.Pr.Ind. 8(2): 119-133.
Catsiki, V.A, I. Hatzianestis dan F. Rigas. 2003. Distribution of metal and organiccontaminants in mussel from Thermoikos gulf. Global Nest: The Int.J.5(3): 119-126.
Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI. 2004. Kualitas perairan TelukJakarta. Jakarta
Djamali, A. 1982. Kerang hijau. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Fadhlina, D. 2007. Geokimia logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn di perairan TelukJakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Fleming, H.P, A.J Asencio P dan E. Guiterrez. 2004. Polycyclic aromatichydrocarbons in sediments and mussels of Corral Bay, South CentralChile. J.Environ.Monit. 6: 229-233.
Gunawan, I. 2003. Kandungan pestisida organoklorin dalam sedimen dan kerangtahu (Meretrix meretrix) di muara Sungai Citarum, Jawa Barat. Skripsi.Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Helton, D. A. Moles, J. Short dan J. Rice. 2004. Result of the M/V Kuroshima oilspill shellfish tissue report 1999, 2000 and 2004. National Oceanic andAtmospheric Administration (NOAA).United States of America.
ICES. 2007. Background concentrations of contaminants in biota and sediments.ICES Advice Book 1. 108-113
Jennings, W. 1987. Analytical gas chromatography. Academic Press Inc. Orlando,FL.viii + 259 h.
Kantor Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1989. Studi manajemen TelukJakarta. Laporan Akhir Kerjasama Pusat Studi Ilmu Kelautan, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Proyek Penelitian PengembanganSumberdaya Laut dan Pencemaran Laut, Kantor Menteri NegaraKependudukan dan Lingkungan Hidup. Bogor.
Kastoro, W. 1988. Beberapa aspek ekologi kerang hijau (Mytilus viridis) dariperairan Binaria Ancol. Fakultas Biologi. Universitas Nasional. Jakarta.
Killops, S.D dan V.S Killops. 1993. An introduction to organic geochemistry.John Wiley and Sons, Inc. New York.
Litasari, L. 2002. Kajian kesesuaian lahan dan kebijakan pemanfaatan arealbudidaya kerang hijau (Perna viridis): kasus di kelurahan Kamal Muara,Jakarta Utara. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Llobet, J.M, G. Falco, A. Rocio dan J.L Domingo. 2006. Exposure to polycyclicaromatic hydrocarbons through consumption of edible marine species inCatalonia, Spain. Journal of Food Protection. 69(10):2493-2499.
Lundstedt, S. 2003. Analysis of PAHs and their transformation products incontaminated soil and remedial processes. Department of Chemistry.Environmental Chemistry. Umeå University. Sweden.
McDowell, J.E, B.A Lancaster, D.F Leavitt, P. Rantamaki dan B.Ripley. 1999.The effects of lipophilic organic contaminants on reproductive physiologyand disease processes in marine bivalve molluscs. Limnol. Oceanogr.44(3, part 2): 903-909.
McIntosh, A.D, C.F Moffat, G. Packer dan L. Webster. 2004. Polycyclic aromatichydrocarbon (PAH) concentration and composition determined in farmedblue mussels (Mytilus edulis) in a sea loch pre- and post-closure of analuminium smelter. J. Environ. Monit.6: 209-218.
Menzel, W. 1990. Estuarine an marine bivalve mollusca culture. CRC Press Inc.Boston.
Mortimer, D. 2005. Polycyclic aromatic hydrocarbons in shellfish. FoodStandard Agency London. 83(5): 1-12.
Neff, J.M . 1979. Polycyclic aromatic hydrocarbons in the aquatic environment.Applied Science Publishers LTD. London, England. v + 262 h.
Ningtyas, P. 2002. Tingkat akumulasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn pada keranghijau (Perna viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi.Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
O’Connor, T. 1998. Chemical contaminants in oysters and mussels. NOAA'sState of the Coast Report. NOAA. United States of America.
Sanusi, H.S. 2006. Kimia laut : proses fisik kimia dan interaksinya terhadaplingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. IPB Press. Bogor. xi + 188 hal.
Sivalingam. 1977. Aquaculture of green mussels, Mytilus viridis (L) in Malaysiaaquaculture, 11 : 297-312.
Roberts, D. 1976. Mussel and pollution. In B.L Bayne (ed), Marine mussels: Theirecology and physiology. Cambridge University Press. London, England.
Vakily, J.M. 1989. The biology and culture of genus Perna. ICLARM. Studiesand Reviews. Oventsche Gesselschaff for Technische Zusammeurnabeit(GTZ) GMBH Eschborn. Federal Republic of Germany.
Webster, L, A.D McIntosh, E.J Dulgarno, C. Meggison, N.J Shepherd dan C.FMoffat. 2002. The polycyclic aromatic hydrocarbons composition ofmussels (Mytilus edulis) from the Scottish coastal waters. J. Environ.Monit. 9: 150-159.
L A M P I R A N
Lampiran 1. Data parameter fisik dan kimia air laut di perairan Kamal Muara,Teluk Jakarta