Top Banner
AKTUALISASI PENDIDIKAN KARAKTER Mengawal Masa Depan Moralitas Anak
179

Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Apr 24, 2015

Download

Documents

sri_m05
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati i

AKTUALISASI PENDIDIKAN KARAKTERMengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 2: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

ii Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

AKTUALISASI PENDIDIKAN KARAKTER Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Penulis : Penyunting : M. Muchlas RawiPerancang kulit : Ihya Ulumuddin Disusun dan digandakan oleh:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahKementerian Pendidikan NasionalKegiatan Penyelenggaraan Sosialisasi / Diseminasi / Seminar / Workshop / Publikasi2010

Alamat:Gedung E Lt. 14 Kementerian Pendidikan NasionalJl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta 10270

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undangCopyright 2010

Page 3: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Pengantar iii

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku seri Pendidikan Karakter telah berhasil disusun oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional. Saya memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap penerbitan buku ini.

Penerbitan buku Aktualisasi Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak ini sangat tepat karena saat ini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional tengah menggalakkan dan mengelorakan kembali pembangunan karakter bangsa yang kemudian dijadikan program andalan Kementrian Pendidikan Nasional. Visi pembangunan karakter bangsa sejatinya telah secara eksplisit dinyatakan di dalam kebijakan pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Page 4: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

iv Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan seharusnya tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara akademik, namun juga berakhlak mulia. Dengan demikian, pemantapan pendidikan karakter secara komprehensif menjadi sangat esensial untuk segera diimplementasikan di sekolah.

Mulai tahun 2009, Kementerian Pendidikan Nasional secara serius memberikan porsi yang lebih besar untuk peningkatan mutu pendidikan, termasuk didalamnya mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan. Berkaitan dengan hasil pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan secara jelas merumuskan kompetensi lulusan yang harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan pada semua jenjang .

Berkaitan dengan pendidikan karakter beberapa hal yang temaktub dalam Permendiknas No 23 tahun 2006 diantaranya: (1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; (2) Menunjukkan sikap percaya diri; (3) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (4) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional. Kehadiran buku Pendidikan Karakter diharapkan ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tentang bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter secara terpadu dalam kegiatan pembelajaran, manajemen, dan kegiatan pembinaan kesiswaan.

Akhirnya, saya mengucapkan selamat dan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung memberikan

Page 5: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Pengantar v

kontribusi dalam penyusunan buku ini. Semoga kehadiran buku ini memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, yang berkecimpung pada bidang pembangunan pendidikan di Indonesia.

Jakarta, Oktober 2010

Direktur Jenderal Mandikdasmen,

Prof. Suyanto, Ph.D

Page 6: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

vi Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 7: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Daftar Isi vii

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ------------------------------------------ iii

DAFTAR ISI ---------------------------------------------------- v

BAB I SAAT TEPAT MENDIDIK BUAH HATI

A. Kandungan: Rahim Sekolahku yang

Pertama ------------------------------------------------ 1

B. Susahnya (Mudahnya) Mendidik Balita! --------- 8

C. Mendidik Anak Di Usia Dini ---------------------- 10

BAB II CERMATI PERKEMBANGAN ANAK

A. Anak Dan Psikologi Perkembangan-------------- 21

B. Teori-Teori Perkembangan ------------------------ 27

BAB III BIJAKSANA MENDIDIK ANAK

A. Jatuh Tak Membuat Si Kecil Jera ----------------- 41

B. Mengapa Anak Kita Malas? ------------------------ 47

vii

Page 8: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

viii Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

C. Anak Merusak Milik Teman ----------------------- 54

D. Mengapa Jadi Anak Pemalu? ---------------------- 59

E. Mengapa Kamu Sulit Makan? --------------------- 65

F. Rangsangan untuk Indra Peraba dan

Pengecap ---------------------------------------------- 76

G. Jangan Emosi Mendidik Anak--------------------- 80

BAB IV MASALAH SOSIALISASI DAN

KOMUNIKASI

A. Meningkatkan Percaya Diri Anak dengan

Belajar Angka ---------------------------------------- 99

B. Mengapa Anakku Suka Tengkar? ----------------- 101

C. Mengapa Anak Suka Tengkar (2) ----------------- 103

D. Apa Susahnya Berlibur? ---------------------------- 106

E. Mengapa Kamu Cengeng? ------------------------- 115

F. Anak Tengkar atau Mengalah? -------------------- 118

G. Apakah Tantrum Itu? ------------------------------- 121

H. Komunikasi dalam Keluarga ----------------------- 130

BAB V DUSTA PADA ANAK

A. Faktor-Faktor Terjadinya Dusta Pada Anak ---- 141

B. Faktor Pemicu Terjadinya Dusta Pada Anak --- 142

Page 9: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Daftar Isi ix

BAB VI CARA PENCEGAHAN DUSTA

A. Memenuhi keinginan sang anak ------------------- 148

B. Mengubah Cara-Cara Salah Yang

Diterapkan Dalam Mendidik Anak. -------------- 149

C. Memanjakan Anak ----------------------------------- 155

D. Mengistimewakan anak-anak tertentu ------------ 160

E. Menentukan Baginya Teman Yang Baik --------- 163

F. Tuntunlah Dengan Baik ---------------------------- 165

DAFTAR BACAAN -------------------------------------------- 167

Page 10: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

x Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 11: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 1

BAB ISAAT TEPAT MENDIDIK BUAH HATI

A. Kandungan: Rahim Sekolahku yang Pertama

Banyak orang bertanya, apa benar mendidik anak bisa dimulai sejak dalam kandungan. Bagaimana caranya? Bukankah janin belum dapat berbicara, sehingga ia tidak mungkin bertanya layaknya orang kuliah? Pertanyaan macam ini mungkin lahir karena salah paham orang tentang bayangannya sendiri. Banyak orang membayangkan proses pendidikan hanya sesempit ruang sekolah, bahkan ruang kelas, di mana terdapat guru, murid, juga proses ceramah dari guru di depan kelas. Juga, ada bangku, papan tulis, dan barangkali tempelan poster-poster di dinding sekolah.

Sekarang, banyak orang melirik apa yang disebut sebagai pendidikan dalam kandungan. Bahkan, banyak pakar sudah mensosialisasikan, juga pengembangan-pengembangan secara akademis melalui berbagai riset ilmiah.

Page 12: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

2 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Terdapat tiga hal yang berperan dalam proses perkembangan anak. Sementara masalah bakat anak menjadi bodoh, nakal atau pemberang banyak dipengaruhi rekayasa pendidikan oleh orang tua sepanjang rentang perkembangan anak.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, banyak orang mulai melirik pendidikan dalam kandungan. Anak dididik dan dirangsan kecerdasannya semenjak dalam rahim ibunya. Bahkan, sejak dalam rahim, orang tua dapat memantau perkembangan kecerdasan sang janin. Apa yang harus dipenuhi? Biomedis, kasih sayang dan stimulasi.

Soal kecerdasan, tidak dapat terlepas dari kualitas otak. Sementara kualitas otak sangat dipengaruhi sejumlah faktor. Perkembangan positif kecerdasan sejak dalam kandungan dapat terjadi melalui beberapa hal.

Pertama, kebutuhan biologis (fisik). Penuhi nutrisi ibu hamil. Ibu hamil hendaknya dicukupi kebutuhan gizinya. Asupan protein, karbohidrat dan mineral terpenuhi dengan baik. Ibu hamil juga sebaiknya tidak menderita penyakit yang dapat mengganggu perkembangan janin dalam rahim. Kebutuhan nutrisi bukan hanya diberikan saat ibu mengandung, melainkan sebelum mengandung pun harus diperhatikan asupan gizinya, makanan dan komposisi nutrisi. Ketika hamil, fisik cukup siap dan kehamilan berlangsung optimal.

Sayangnya, di Indonesia atau negara berkembang, umumnya masih banyak keluarga yang tidak menyiapkan soal kehamilan ini. Kehamilan dijalani secara “alami”. Bahkan, ada yang menganggapnya sebagai “kejutan”. Hal itu sebaliknya

Page 13: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 3

dengan negara-negara maju. Kondisi tersebut dapat menjadi sumber awal mengapa anak-anak di negara berkembang lahir tidak berkualitas. Orangtua seakan tidak siap untuk memelihara anak.

Kedua, kasih sayang. Ibu hamil hendaknya menerima kehamilan dengan siap penuh. Artinya, hamil merupakan sesuatu yang dikehendaki, bahkan didambakan dan dibanggakan. Tanpa kasih sayang, tumbuh kembang bayi tidak optimal. Ibu hamil harus siap menerima risiko kehamilan. Misal, perempuan karier yang hamil, merasa terbebani dan khawatir mengganggu pekerjaan. Ia ingin hamil, tapi juga merasa terganggu dengan kehamilannya. Kondisi ini tidak kondusif merangsang perkembangan bayi dalam kandungan. Ada faktor psikologis yang berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan bayi. Yakni apakah ibu hamil menikah resmi atau kawin lari? Pernikahan direstui atau tidak? Apakah ada komitmen suami-istri? Tanpa komitmen, kehamilan dianggap mengganggu.

Selain itu, perlu dukungan. Walaupun ada komitmen suami dan orangtua, tanpa dukungan dapat mengurangi perkembangan dan rangsangan kecerdasan bayi. Kasih sayang merupakan komitmen dengan suami, dukungan orangtua dan keluarga, sehingga ibu hamil dapat menerima kehamilan dengan hati tenteram dan nyaman.

Ketiga, perhatian penuh ibu hamil terhadap kandungan. Ia dapat merangsang dengan sentuhan sengaja kepada bayi dalam kandungan. Secara emosional terjadi kontak. Jika ibu gembira dan senang, dalam darahnya akan melepaskan neo transmitter zat-

Page 14: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

4 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

zat rasa senang, sehingga bayi dalam kandungan merasa senang. Bila ibu tertekan, terbebani, gelisah dan stres, ia melepaskan zat-zat dalam darahnya yang mengandung rasa tidak nyaman. Akibatnya, secara tidak sadar bayi terangsan ikut gelisah.

Rangsang paling baik ialah berupa suara-suara, elusan dan nyanyian yang disukai ibu. Ini merangsang bayi ikut senang. Beda jika ibu melakukan hal yang tidak disukai. Itu sama saja memberi rangsangan negatif pada bayi. Rangsangan lebih efektif bila kehamilan menginjak usia enam bulan. Usia tersebut jaringan struktur otak bayi mulai berfungsi. Untuk menciptakan kondisi semacam itu, ibu hamil harus menjaga nutrisi dari makanan sehari-hari. Bahkan, bila perlu diimunisasi, misal dengan suntik TT. Lakukan konsultasi rutin dengan dokter. Mula-mula sekali sebulan, dan bulan terakhir menjelang kelahiran (partus), diperketat menjadi tiga minggu sekali, lalu dua minggu sekali, dan mendekati partus menjadi setiap minggu.

Sebaiknya ibu hamil tidak mengkonsumsi obat-obatan, apalagi yang dapat mengganggu janin. Rekayasa terbaik untuk bayi adalah dengan ketiga hal tersebut, tidak dengan obat-obatan yang justeru dapat mengganggu perkembangan otak bayi.

Ketika bayi, ia bisa mengoek, tengkurap, merayap, sampai berjalan di atas kaki sendiri. Betapa sehat dan pintar! Namun, kenangan manis itu terancam lenyap, jika orangtua tak segera membangun fondasi tepat buat anak. Fondasi? Seperti apakah itu?

Ibarat rumah, anak pun memerlukan fondasi untuk meniti masa depan. Bahan baku fondasi bukan makanan impor berharga

Page 15: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 5

mahal. Namun, kepedulian ayah-bunda pada kebutuhan anak di usia dini, terutama rentang usia 0-3 tahun atau 0-5 tahun, saat anak bersiap masuk sekolah, baik Taman Penitipan Anak (TPA), Taman Bermain (TB), maupun Taman Kanak-kanak (TK).

Ada tiga fondasi penting yang harus ditanam jika ingin anak tetap sehat dan pintar menjelang masuk lembaga pembelajaran formal: mental, gizi dan perencanaan keuangan. Tiga pilar itu dipercaya mampu membawa anak mengalami pengayaan mental sejak awal, tumbuh sehat wal’afiat, serta memiliki akses dunia pendidikan sesuai bakat dan kemampuan.

Pondasi ini penting. Apalagi di tengah salah paham orang tua terhadap pendidikan anak. Soal mental, sebenarnya anak tak perlu persiapan khusus. Biarkan dia masuk usia prasekolah dengan wajar. Yang harus lebih banyak bersiap justru orangtua. Contoh, ketika anak bertemu dan bermain dengan teman sebaya, baik di TPA maupun TB, orangtua sering bertindak kelewat protektif (terlalu melindungi, mengekang). Begitu melihat anak menangis, naluri icam (ikut campur) langsung muncul. Tak jarang, ibu marah pada teman atau guru yang membiarkan anak tersedu-sedu.

Padahal, tangisan anak ketika memasuki lingkungan baru, merupakan bagian sosialiasi yang harus dijalani. Di TB dan sejenis, proses itu berlangsung tiga hari sampai dua minggu. Amati saja dari jauh. Jika terjadi sesuatu yang menyimpang, misal menangis sambil membanting benda yang dipegang, baru orang tua turun tangan.

Upaya membentuk mental anak, apalagi usia 0-3 tahun,

Page 16: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

6 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dapat menjadi bumerang di kemudian hari. Terlalu disiplin dengan selalu memaksa anak mengucapkan kata-kata yang baik-baik, manis dan sopan di rumah, misalnya, membuat anak kebingungan ketika berhadapan dengan teman-temannya yang berperilaku sebaliknya. Dia seperti kehilangan jati diri. Mana yang harus diikuti? Perintah orangtua atau teman-teman? Berdasarkan pengalaman, anak biasanya lebih suka ikut arus pergaulan.

Bila sejak awal anak tidak diperangkap berbagai aturan dan larangan, kelak orangtua lebih mudah meluruskan dan memberi pengertian tentang bahaya atau dampak negatif sebuah perbuatan yang dilihat anak di luar rumah. Ia pun tidak dibuat bingung, karena langsung punya pedoman. Sebaiknya orangtua bertindak sebagai pengamat. Jika ada yang kurang beres, barulah turun tangan.

Mendidik dengan memberi kebebasan dan pilihan, serta membiarkan anak belajar dari kesalahan, telah mulai banyak dilakukan negara-negara maju. Model paksaan atau larangan sudah ketinggalan zaman. Apalagi untuk anak usia 0-3 tahun, yang tergolong rentang usia sensitif. Kemampuan berbahasa anak baru tahap mendengar, tapi belum memahami maknanya. Tiap anak menyimpan sifat gabungan yang berasal dari gen bapak dan ibu. Bila orangtua secara genetis mewariskan sifat boros pada anak, upaya mengubah anak menjadi super hemat tentu tak segampang membalik punggung tangan. Sifat anak yang dibawa sejak lahir ibarat takdir yang sulit diubah, sedangkan perkembangannya dapat diibaratkan sebagai nasib. Orangtua tidak bisa mengubah takdir anak, tapi bisa mengarahkan agar

Page 17: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 7

nasibnya lebih baik. Jadi, bila anak terlanjur mewarisi sifat boros, bapak dan ibu bertugas mengarahkan agar tingkat keborosan tak berkembang menjadi sesuatu yang merugikan. Jangan lupa, kita pernah menjadi manusia seusia dia. Tapi dia belum pernah menjadi manusia seusia kita. Biarkan anak menemukan dirinya sendiri.

Sementara itu, stimulasi positif dapat meningkatkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Dari stimulasi diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya menjadi cerdas, melainkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan. Stimulasi menimbulkan kedekatan antara ibu dan anak. Bahkan, bayi masih dalam kandungan bisa distimulasi dengan musik klasik, diajak berbicara dan diberikan elusan penuh kasih sayang. Orangtua harus siap dan berusaha mengajarkan anak cara bersosialisasi dengan dunia luar ketika masih dalam rahim.

Mengapa musik klasik? Pendapat ini memang terus menjadi topik bahasan. Banyak orang meyakini musik klasik dapat merangsang kecerdasan bayi. Bahkan, sekarang kaset yang dapat merangsang kecerdasan bayi mudah ditemukan di toko kaset tertentu. Musik klasik memiliki beragam harmoni yang terdiri dari nada-nada. Nada-nada itu memberikan stimulasi berupa gelombang alfa. Gelombang ini memberi ketenangan, kenyamanan dan ketenteraman, sehingga anak lebih konsentrasi.

Musik klasik termasuk metode yang tepat. Anak menjadi siap menerima sesuatu yang baru dari lingkungan. Tapi, jangan coba-coba memperdengarkan musik-musik keras kepada bayi dalam kandungan. Konon, musik seperti itu justru menyebabkan timbulnya kebingungan pada jabang bayi!

Page 18: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

8 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

B. Susahnya (Mudahnya) Mendidik Balita!

Konvensi PBB tentang Hak Anak (KHA) menghormati hak pendidikan sebagai hak fundamental anak. Walau darurat sekali pun, baik terkait konflik maupun bencana alam mahadahsyat, menurut Pasal 29 KHA, pendidikan anak tetap mengacu norma berbasis kesetaraan kesempatan. Anak-anak di bawah umur lima tahun (balita), selalu memberikan respons yang asertif, lucu, menantang, dan punya sifat ingin tahu. Balita juga suka menyanyi, energik, banyak mengoceh, suka mengamati, memiliki kepercayaan diri, dan tidak bisa diramalkan. Saat itu, anak-anak menampung semua yang ada di sekelilingnya. Semua yang ada di lingkungan ditangkap melalui panca indera. Pada saat itu, mereka memiliki kemampuan penangkapan yang jauh lebih besar daripada orang dewasa.

Ketika anak umur tiga tahun, anak mengalami perkembangan otak yang pesat. Dalam otak anak terdapat setriliun jaringan, dua kali jumlah jaringan yang orang dewasa. Sel otak yang disebut neuron dihubungkan sel lain yang terjadi sebelum kelahiran. Sel-sel mengontrol detak jantung, napas, refleks, serta mengatur fungsi lain. Sel-sel memberikan sinyal dalam dorongan elektrik yang bergerak sepanjang sel syaraf. Masing-masing sel berhubungan dengan 15.000 sel lain yang disebut synapse. Otak yang sangat padat dengan jaringan akan terus tumbuh hingga umur 10 tahun. Setelah itu, jaringan-jaringan tambahan akan dibuang sesuai dengan yang tidak diperlukan lagi. Secara pelan, otak menata ketidakteraturan kabel-kabel yang jumlahnya tidak terhitung itu.

Page 19: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 9

Terjadi peningkatan produksi synapse sampai tiga kali orang dewasa pada anak yang berumur antara tiga sampai 10 tahun. Pada umur 11 tahun, otak memulai mekanisme kerjanya membuang synapse-synapse yang tidak dibutuhkan. Otak membuang synapse yang tidak dibutuhkan berdasarkan sel-sel yang sering digunakan. Kalau suatu sel sering digunakan, sel itu akan dipertahankan, tetapi kalau tidak dibuang, akan dipertahankan. Seperti halnya anak yang pada saat kecil sering dilatih menyanyi atau lainnya, sel-sel tersebut akan dipertahankan sampai mereka besar. Jadi, semakin banyak pelatihan yang diberikan orangtua sejak anak kecil dan sering digunakan, sel-sel tersebut akan tertahan dan digunakan hingga mereka besar.

Pengalaman awal anak secara mendalam akan memicu otak dalam mengubah pola berpikir tentang kebutuhan anak. Selain itu kapasitas individu untuk belajar dalam berbagai latar bergantung pada hubungan dengan alam atau bakat (nature) dan pengasuhan atau pendidikan (nurture) yang diberikan. Otak manusia terkonstruktif dalam cara-cara yang kompleks sehingga mendapatkan manfaat pengalaman dan pendidikan yang diberikan terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan.

Cara paling baik mengembangkan jaringan otak anak ialah menyediakan kebutuhan dan keperluan, seperti lingkungan yang sangat merangsang untuk dieksplorasi lebih lanjut. Lingkungan yang aman dan dipenuhi oleh orang-orang yang memberikan tanggapan terhadap kebutuhan intelektual dan emosional mereka. Jelas sekali pertumbuhan anak saat mereka berumur nol tahun hingga berumur 11 tahun merupakan masa krusial perkembangan anak. Masa tersebut merupakan dasar bagi anak

Page 20: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

10 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dalam pembentukan karakter, pengalaman, dan pola berpikir sesuai dengan apa yang mereka dapat pada saat itu.

Dalam hal ini tidak ada pendidikan secara umum kepada anak sesuai dengan standar pendidikan yang diinginkan pemerintah. Masalah pendidikan anak di bawah lima tahun diserahkan pemerintah kepada setiap keluarga masing-masing. Kalangan menengah ke atas, memiliki struktur kesejahteraan dan tingkat pendidikan orangtua yang memadai, sehingga mereka bisa menerapkan pola pendidikan kepada anak secara konsisten dan menyeluruh. Tetapi, bagi kalangan menengah ke bawah, mereka terjebak dalam kondisi di mana harus melakukan usaha penyelamatan terhadap keluarga terlebih dahulu. Bahkan hampir tidak ada upaya pendidikan terpola yang dilakukan para keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata. Pada dasarnya pemerintah perlu memikirkan dan membuat konsep pendidikan terhadap anak-anak yang berada di bawah umur lima tahun walaupun pelaksanaan itu bisa dilakukan pada setiap keluarga masing-masing.

C. Mendidik Anak Di Usia Dini

KI HAJAR Dewantoro memiliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting, karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah sebagai

Page 21: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 11

pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga.

Peralihan bentuk pendidikan informal/keluarga ke formal/sekolah memerlukan kerjasama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap anak terhadap sekolah terutama dipengaruhi sikap orang tua. Sehingga diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya, menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak belajar di rumah dan atau membuat pekerjaan rumahnya.

Peranan orang tua bagi pendidikan anak ialah memberi dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah. Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai salah satu pilar keberhasilan.

Bila orang tua berperan dalam pendidikan, anak menunjukkan peningkatan prestasi belajar, diikuti perbaikan

Page 22: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

12 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

sikap, stabilitas sosioemosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga.

Peranan ayah menjadi menarik untuk dikaji mengingat makin banyak ibu yang semula sebagai ibu rumah tangga kini menjadi wanita karir/bekerja sehingga kesempatan, perhatian, dan perlakuannya terhadap anak menjadi berkurang. Konsekuensinya semula ayah di samping tetap berkonsentrasi sebagai tulang punggung ekonomi keluarga yang tetap bekerja juga di tuntut lebih banyak berperan dalam pendidikan anaknya.

Di AS menunjukkan, peranan keluarga dalam pendidikan anak berkurang/terabaikan atau tak dilakukan maka terjadi peningkatan yang signifikan: (1) Jumlah anak putri belasan tahun hamil tanpa menikah, (2) Kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak, dan (3) Patologi psikososial. Lebih lanjut ditemukan juga bahwa absennya peranan ayah jauh lebih signifikan dampak negatifnya bagi anak (seperti di atas) dibanding absennya peranan ibu. Ketiadaan peranan keluarga dalam pendidikan anak menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan anak-anaknya.

Secara etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh“ artinya pemimpin, pengelola, membimbing. Pengasuh berarti orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud ialah mengasuh anak. Mengasuh anak maknanya ialah mendidik dan memelihara anak, mengurus makan, minum, pakaian dan keberhasilannya dalam periode pertama sampai dewasa.

Page 23: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 13

Dapat dipahami, pengasuhan anak meliputi kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidup. Beberapa pola asuh dari orangtua atau pendidik yang dapat mempengaruh kreativitas anak antara lain: 1) lingkungan fisik, 2) lingkungan sosial, 3) pendidikan internal dan eksternal, 4) dialog, 5) suasana psikologis, 6) sosio budaya, 7) prilaku orangtua/pendidik, 8) kontrol, 9) menentukan nilai moral.

Sembilan pola asuh orangtua/pendidik sangat berpengaruh terhadap perkembangan diri sekaligus kreativitas anak. Keterkaitan pola asuh orangtua/pendidik dengan kreativitas anak dimaksudkan sebagai upaya orangtua/pendidik dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga memiliki disiplin diri. Intentitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orangtua/pendidik bagi kepemilikan dan pengembangan dasar –dasar kreativitas diri, menunjukkan adanya kebutuhan internal yaitu manakala anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orangtua/pendidik untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar kreativitas diri, berdasarkan nalar sekaligus berdasarkan kata hati.

Karena itu kreativitas anak tidak terlepas dari pengasuhan orangtua/pendidik atau dalam arti kata bahwa kreativitas anak erat hubungannya dengan pola asuh yang diberikan oleh orangtua/pendidik. Mendidik anak pada hakikatnya merupakan usaha nyata dari pihak orang tua untuk mengembangkan totalitas potensi yang ada pada diri anak. Melalui pendidikan orang tua memegang peranan sebagai mediator antara anak dan

Page 24: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

14 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

masyarakatnya, antara anak dengan norma-norma kehidupan, antara anak dengan orang dewasa dan sudah tentu dengan visi orang tua masing-masing. Melalui pendidikan dalam keluarga anak akan memenuhi sifat-sifat kemanusiaannya dan berkembang dari insting-insting biogenetik yang primitif untuk belajar terhadap respon-respon yang diterimanya.

Dengan menempuh proses-proses di atas akan bermuara kepada kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap anak dalam mengantisipasi kehidupan masyarakat yang serat dengan perubahan dan kompetisi yang sangat ketat, antara lain : 1) kesiapan melakukan long life learning; proses belajar tak pernah selesai selama manusia itu masih hidup, 2) berpikir secara integratif dan konseptual, 3) responsif, 4) menalar secara rasional, 5) kreatif, 6) berani bertanggung jawab, 7) kepekaan terhadap keadilan sosial dan solidaritas, 8) peka terhadap batas-batas toleransi masyarakat, 9) memiliki harga diri, dan 10) nalar secara ijtihad.

Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini adalah pola asuh yang diberikan orangtua/pendidik terhadap anak adalah mengasuh dan mendidiknya penuh pengertian. Dan yang mempengaruhi pola asuh yang diberikan orangtua/pendidik adalah lingkungan sosial internal dan eksternal. Karena itu kreativitas anak tidak terlepas dari pengasuhan orangtua/pendidik dengan arti bahwa kreativitas anak erat kaitannya dengan pola asuh yang diberikan oleh orangtua/pendidik.

Page 25: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 15

Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama dan pertama, dalam arti keluarga merupakan lingkungan yang paling bertanggung jawab mendidik anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan orang tua seharusnya memberikan dasar bagi pendidikan, proses sosialisasi dan kehidupanya di masyarakat.

Dalam hal ini keluarga tetap menjadi kelompok pertama (primary group) tempat meletakan dasar kepribadian di dalam keluarga. Orang tua memegang peranan membentuk sistem interaksi yang intim dan berlangsung lama ditandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih dan hubungan yang penuh kasih sayang. Peran orantua adalah dengan membenahi mental higeine anak. Terbentuknya keperibadian dan kreativitas anak merupakan modal bagi penyesuaian diri anak dan lingkungannya dan tentunya memberikan dampak bagi kesejahteraan keluarga secara menyeluruh.

Pendidikan anak adalah sebuah pijakan awal bagi seseorang untuk mencapai satu “bentuk”. Proses awal pendewasaan, ibarat penempatan pondasi ketika kita sedang membangun rumah. Oleh karenanya saya sangat peduli dengan pendidikan ini, apalagi jika kita mencoba mengikuti sebuah teori tentang perkembangan sikap seseorang. Menurut teori tersebut, sebuah sikap dipengaruhi oleh tiga hal utama, yaitu: lingkungan, pendidikan dan orang tua. Dari sini terlihat bahwa pendidikan memiliki porsi yang lumayan besar.

Teknik Disiplin Metode ini digunakan sebuah lembaga pendidikan swasta

Page 26: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

16 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

yang di kota saya. Hampir semua lembaga pendidikan di kota ini menganut kepercayaan bahwa seorang anak harus diajarkan disiplin secara ketat sejak dini. Dan lembaga pendidikan yang terkenal (umumnya berlabel agama dengan tariff mahal) adalah contoh lembaga yang menerapkannya dengan patuh.

Mari kita tengok bagaimana mereka memulai aktivitas belajar-mengajar. Dalam lembaga ini, terutama SD terkenal tersebut, aktivitas dimulai sejak pagi sekali. Guru harus datang sebelum murid datang. Maka tak heran jika guru sudah berjejer di depan sekolah ketika murid-murid datang.

Komitmen seorang guru sangat dituntut di sini, dan ini pula kiranya yang membuat SD tersebut menjadi layak untuk diberi gelar teladan. Ingat pribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” bukan? Nah, setelah murid datang, maka para murid kemudian berbaris untuk kemudian menyalami para guru.

Dan ketika murid mulai masuk kelas, ada seorang guru yang mengamati, kaki mana yang masuk terlebih dahulu. Ketika sang murid ternyata masuk kelas dengan kaki kiri terlebih dahulu, maka sang guru langsung menghukumnya. Hukumannya tentu saja berbau religi, sang murid harus sholat dhuha sekian kali.

Demikian aktivitas awalan dari SD tersebut. Lantas dalam proses belajar mengajar, para murid diajarkan untuk diam. Murid yang berisik dikenalkan dengan pintu neraka. Hasilnya, suasana belajar yang tenang, adem.

Murid-murid SD memiliki prestasi yang bagi orang dewasa membanggakan. Lihat, murid kelas 1 sudah fasih membaca bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Tak kurang pelajaran yang

Page 27: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 17

berlangsung dari pagi hingga sore hari dilengkapi dengan belajar intensif membaca Al-Quran.

Kepatuhan murid di SD ini juga tidak dipertanyakan lagi. Dalam satu kesempatan, saya bertemu keponakan (anak kakak). Anak ini belajar di SD tersebut. Biaya tinggi hingga jutaan rupiah, sepertinya bagi orang dewasa sangat layak karena kenyataannya memang keponakan saya tersebut lancar membaca, menghitung dan membaca Al-Quran.

Dan dia sangat patuh, sehingga ketika istri saya menyodorkan sebuah buku dongeng kepadanya, dia menyahut dengan kalimat santun, ”Saya suruh apa?”

Saya dan istri terkejut. Kami tidak menyuruh. Tapi lebih kaget lagi menghadapi kenyataan, mengapa anak ini sangat patuh? Barangkali tentara negeri ini saja kalah.

Biaya tinggi tidak menyurutkan orang tua memasukkan anak ke sekolah tersebut, karena hasilnya dianggap luar biasa.

Teknik MandiriMetode kedua ini dilangsungkan oleh sebuah kelompok

kecil di kota saya. Mereka baru mampu membangun playgroup. Namanya Lima Warna. Biaya masuk ke sekolah ini juga agak mahal, yaitu Rp. 250.000,- per bulan.

Namun tunggu dulu. Di playgroup ini jumlah anak cuma 6 orang. Komitmen penyelenggara playgroup ini mengakibatkan murid tidak banyak. Mereka memang sangat ingin satu anak didampingi oleh minimal satu pendamping (bukan guru).

Jadi kalau ada 6 “murid”, berarti ada minimal 6 pendamping.

Page 28: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

18 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Dengan 6 “murid” tersebut terkumpul setiap bulan Rp. 1.500.000,- lantas berapa gaji masing-masing pendamping setelah dikurangi biaya operasional (kapur dan kawan-kawan)? Ternyata mereka tidak hanya menjadi guru di situ. Mereka juga mencari nafkah di luar, dan ternyata jumlah pendamping tidak sama persis dengan jumlah murid, mereka lebih banyak, karena shift. Tak heran bila salah satu murid mereka bercerita bahwa ada seseorang di sekolah itu yang juga menjadi penjual gorengan.

Mengapa anak itu bisa bercerita? Tengok awal mula prosesi belajar-mengajar di tempat ini. Ketika anak datang, satu atau dua orang pendamping langsung bertanya kepada orang tua si anak. Mereka bertanya bagaimana sikap sehari-hari si anak, bagaimana si anak berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya. Selama seminggu awal, mereka memantau aktivitas si anak dan untuk kemudian dikonfirmasikan ke orang tuanya. Misalnya saja ketika si anak uring-uringan dan maunya memukul, mereka bertanya kepada orang tuanya, apakah ada masalah di rumah?

Setelah proses awal tersebut, mereka lalu rapat bersama untuk merumuskan “treatment” atau lebih tepatnya bagaimana caranya menjadi teman bagi si anak. Setelah itu para kakakpun siap untuk “mendekati” si anak dan masuk ke dunianya untuk kemudian menjadi teman. Hasilnya? Seorang anak yang tadinya tidak kenal lingkungan, yang membuat gelisah orang tuanya karena si anak tidak bisa bergaul, satu bulan kemudian sudah ceria dan memanggil temannya satu per satu, bermain bersama. Satu bulan bukan waktu yang cepat, tapi jangan lupa itu juga bukan waktu yang lama.

Page 29: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Saat Tepat Mendidik Buah Hati 19

Playgroup ini berencana membuat SD. Dengan menggunakan konsep yang sama. Mereka memiliki konsep agar si anak menjadi mandiri dan mampu berkomunikasi. Saya tidak bisa bercerita detail bagaimana melakukannya, yang jelas mereka menjadi teman, dan teman itu membagi pengetahuan dan belajar bersama.

Page 30: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

20 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 31: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 21

BAB IICERMATI PERKEMBANGAN ANAK

A. Anak Dan Psikologi Perkembangan

Perkembangan Anak Menurut Jean Piaget dan VigotskyThe National for the Educational of Young Children (NAEYC)

mendefinisikan pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang melayani anak usia lahir hingga 8 tahun untuk kegiatan setengah hari maupun penuh baik di rumah ataupun institusi luar. Asosiasi para pendidik yang berpusat diAmerika tersebut mendefinisikan rentang usia berdasarkan perkembangan hasil penelitian di bidang psikologi perkembangan anak yang mengindikasikan bahwa terdapat pola umum yang dapat diprediksi menyangkut perkembangan yang terjadi selama 8 tahun pertama kehidupan anak. NAEYC juga berperan sebagai lembaga yang memberikan panduan dalam menjaga mutu program pendidikan anak usia dini yang berkualitas yaitu program yang sesuai dengan tingkat perkembangan

Page 32: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

22 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dan keunikan individu.Pembagian rentang usia berdasarkan keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya di Indonesia, tercantum dalam buku kurikulum dan hasil belajar anak usia dini yang terbagi ke dalam rentang tahapan berikut: (1) Masa bayi berusia lahir – 12 bulan; (2) Masa “toddler” atau balita usia 1-3 tahun; (3) Masa prasekolah usia 3-6 tahun; (4) Masa kelas B TK usia 4-5/6 tahun

Teori perkembangan Piaget dengan konsep kecerdasan seperti halnya sistem biologi membangun struktur untuk berfungsi, pertumbuhan kecerdasan ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, kematangan dan ekuilibrasi. Semua organisme dilahirkan dengan kecenderungan untuk beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya. Cara beradaptasi berbeda bagi setiap individu, begitu juga proses dari tahap yang satu ke tahap yang lain dalam satu individu. Adaptasi terjadi dalam proses asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia dengan menghubungkan pengalaman yang diterima dengan pengalaman masa lalu kita (asimilasi), sedangkan setiap pengalaman itu berisi aspek yang mungkin saja baru sama sekali. Aspek yang baru inilah yang menyebabkan terjadinya dalam struktur kognitif (akomodasi).Asimilasi adalah proses merespon pada lingkungan yang sesuai dengan struktur kognitif seseorang. Tetapi proses pertumbuhan intelektual tidak akan ada apabila pengalaman yang ditangkap tidak berbeda dengan skemata yang ada oleh sebab itu diperlukan proses akomodasi, yaitu proses yang merubah struktur kognitif. Bagi Piaget proses akomodasi tersebut dapat disamakan dengan belajar. Konsep ini mejelaskan tentang perlunya guru memilih

Page 33: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 23

dan menyesuaikan materi berpijak dari ide dasar yang diketahui anak, untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas misalnyadalam bentuk pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam menghadapi pengalaman yang lebih kompleks.

Piaget selain meneliti tentang proses berpikir di dalam diri seseorang ia juga dikenal dengan konsep bahwa pembangunan struktur berfikir melalui beberapa tahapan. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap: (1) Tahap sensori motor (lahir-2 tahun); (2) Tahap praoperasi (usia 2-7 tahun); (3) Tahap operasi konkrit (usia 7-11 tahun); (4) Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun). Tahapan-tahapan ini sudah baku dan saling berkaitan. Urutan tahapan Tidak dapat ditukar atau dibalik karena tahap sesudahnya melandasi Terbentuknya tahap sebelumnya. Akan tetapi terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi sesorang. Perbedaaan antara tahap sangat besar. Karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang lain. Meskipun demikian unsur dari perkembangan sebelumnya tetap tidak dibuang. Jadi ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan yang sangat mencolok.

Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan muncul suatu istilah zona Perkembangan Proksimal (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seorang anak untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan

Page 34: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

24 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan jarak antara tahap perkembanan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan mengatasi permasalahan sendiri batas tahap perkembangan potensial dimana kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang mampu.Sebagi contoh anak usia 5 tahun belajar menggambar dengan bantuan pengarahan dari Orang tua atau guru bagimana caranya secara bertahap, sedikit demi sedikit bantuan akan berkurang sampai ZPD berubah menjadi tahap perkembangan aktual saat anak dapat menggambar sendiri. Oleh karena itu dalam mengembangkan setiap kemampuan anak diperlukan scaffolding atau bantuan arahan agar anak pada akhirnya menguasai keterampilan tersebut secara independen. Dalam mengajar guru perlu menjadi mediator atau fasilitator di mana pendidik berada disana ketika anak-anak membutuhkan bantuan mereka. Mediatoring ini merupakan bagian dari scaffolding. Jadi walaupun anak sebagai pebelajar yang aktif dan ingin tahu hampir segala hal, tetapi dengan bantuan yang tepat untuk belajar lebih banyak perlu terus distimuluasi sehingga proses belajar menjadi lebih efektif.

Vigotsky meyakini bahwa pikiran anak berkembang melalui: (1) Mengambil bagian dalam dialog yang kooperatif dengan lawan yang terampil dalam tugas di luar zone proximal Development; (2) Menggunakan apa yang dikatakan pendidik yang ahli dengan apa Yang dilakukan. Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berfikir dalam diri anak (intrinsik), Vigotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya

Page 35: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 25

anak tersebut tinggal. Setiap budaya memberikan pengaruh pada pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta metode dalam memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara intelektual. Budayalah yang mengajari anak untuk berfikir dan apa yang seharusnya dilakukan.

Teori Perkembangan Anak Menurut Erickson dan Gardner

Pendapat Piaget dan Vigotsky ini perlu diakomodasi untuk saling melengkapi. Rancangan kegiatan perlu dibagi dimana ada saat anak diberi kesempatan menemukan dan membangun pemahamannya (discovery learning), tetapi guru tetap harus berperan memperluas dan meningkatkan efektifitas belajarnya dengan bantuan arahan yang tepat (scaffolding) sehingga anak dapat meningkatkan ZPD untuk menjadi daerah kemampuan aktualnya. Selain itu perlunya menunggu kesiapan anak dari Piaget dan pemberian bantuan dari orang dewasa untuk meningkatkan kemampuan anak jangan dipandang sebagai sesuatu yang kontradiktif, tetapi dipahami sebagai batasan dalam menetapkan kriteria Developmentally Appropriate Practice. Pendidik perlu meneliti sejauh mana kompetensi dasar usia tertentu, sekaligus mencoba meningkatkan kemampuannya dengan tetap memperhatikan kondisi psikologi anak dan tanpa mematikan anak untuk mencintai belajar.

Pakar Psikologi Perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif

Page 36: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

26 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Bagi anak usia dini, autonomy v.s. doubt (1-3 tahun). Bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasa yang aman baginya. Ketidak konsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas.Pada masa usia dini banyak hal yang menarik dia sehingga akan menjadikan dia ingin selalu mencoba terkadang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya dan Erikson mengingatkan pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya. Penelitian tentang kecerdasan lebih jauh lagi diungkapkan Gardner yang dikenal konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI) ia mengidentifikasikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai dipandang dari budaya seseorang. Ketujuh kecerdasantersebut adalah : Linguistik, logika, matematika, spasial, kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Setiap orang mempunyai berbagai potensi tersebut dan masing-masing dapat dikembangkan ke tahap tertentu. Dalam mendesain kurikulum konsep Piaget, Vigotsky, Erikson dan Gardner sangat bermanfaat sebagai arahan dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tahap perkembangan dan minat individu. Erikson menyoroti aspek psikososial yang dialami masa anak-anak serta bagaimana pendidik dapat membantu anak melewati masa tersebut untuk

Page 37: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 27

menjadi mandiri. Piaget dengan konsep tahapan perkembangan berfikir memberikan pedoman Dalam menyusun pembelajaran yangsesuaiusia, sementaraVigotsky mengemukakan tentang pentingnya interaksi sosial dalam menstimulus berbagai aspek perkembangan.

B. Teori-Teori Perkembangan

Teori dalam Perkembangan Anak

1. Psikoanalisis ( Freud ):

• Kepribadian terdiri dari 3 struktur yaitu id, ego dan su-per ego.

• Kebanyakan pemikiran anak anak bersifat tidak disadari.• Tuntutan struktur kepribadian yang saling berhubungan

menyebabkan kecemasan.• Mekanisme pertahanan, khusunya represi, melindungi

ego dan mengurangi kecemasan.• Masalah berkembang karena pengalaman masa anak-

anak.• Individu melalui 5 tahap perkembangan psikoseksual,

yaitu oral anal phallic latency dan genital.• Selama masa phalic, oedipus complex merupakan sum-

ber utama konflik.

2. Psikososial (Erikson ) :

menekankan pada 8 tahap perkembangan psikososial, yaitu :

Page 38: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

28 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

• Trust vs mistrust ( 0 – 1 tahun )• Autonomy vs shame and doubt ( 1 – 3 tahun )• Initiative vs guilty ( 3 -5 tahun / pra sekolah )• Industry vs inferiority ( 6 – 11 tahun / masa sekolah )• Identity vs identity confusion ( 12 – 18 / masa remaja )• Intimacy vs isolation ( 18 – 40 / masa dewasa dini )• Generativity vs stagnan ( 40 – 60 tahun / masa dewasa

madya )• Ego integrity vs despair ( > 60 th / dewasa lanjut )

3. Teori Kognitif ( Piaget )

• Individu termotivasi untuk memahami dunia, dengan menggunakan proses perngorganisasian dan penye-suaian diri ( asimilasi dan akomodasi).

• Individu melampaui 4 tahap perkembangan kognitif , sensori motor, pra operasional, operasional konkrit dan formal.

4. Teori Perilaku dan Belajar Sosial ( Skinner dan Ban-dura )

• Skinner : Pakar teori behaviorist ( teori perilaku ), perkembangan adalah perilaku yang diminati, ditentu-kan / dipengaruhi oleh adanya hadiah dan hukuman dalam lingkungan.

• Bandura : Teori social learning ( belajar sosial ), lingkun-gan adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku

Page 39: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 29

, meskipun proses kognitif juga tidak kalah pentingnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan polanya sendiri.

5. Teori Etologis ( Konrad Lorenz )

Etologi menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan ( imprinting ) dan periode penting ( critical period ) merupakan konsep kunci.

6. Teori Ekologi ( Bronfen – Brenner )

Ada 5 sistem linkungan yang penting :

• Mikrosistem ( keluarga, peer group, sekolah , misal : penaruh pola asuh terhadap perilaku ).

• Mesosistem ( antara bebeapa mikrosistem, misal : anak yang ditolak keluarga akan berpengaruh pada hub guru ).

• Eksosistem ( Pengalaman dari setting social tertenut, misal pengalaman / tuntutan kerja terhadap suami – is-teri dan anak).

• Kronosistem ( pemolaan – peristiwa dan keadaan sosio-historis, mis: efek perceraian terhadap anak ).

C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Anak

Faktor Internal :• Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari bangsa

Amerika , maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

Page 40: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

30 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

• Keluarga: Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus, biasan-ya menurun pada si anak.

• Umur: Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

• Jenis Kelamin: Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki, tetapi setelah melewati masa pubertas pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.

• Genetik: Adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan gene-tik yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, seperti kerdil.

• Kelainan kromosom: Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma down’s atau sindroma turner’s.

Faktor Eksternal :Faktor Prenatal

• Gizi: Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir ke-hamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

• Mekanis: Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kongenital seperti club foot.

• Toksin/zat kimia: Beberapa obat-obatan dapat menye-babkan kelainan kongenital.

• Radiasi: Paparan radium dan sinar rontgen dapat menye-

Page 41: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 31

babkan kelainan pada janin seperti deformitas anggota gerak..

• Infeksi: Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh virus TORCH dapat menyebabkan kelainan pada janin, katarak, bisu tuli, retasdasi mental, dan kelainan jantung.

• Kelainan imunologi: Adanya perbedaan golongan da-rah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk anti-bodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibat-kan kerusakan jaringan otak.

• Psikologi ibu: kehamilan yang tidak diinginkan, per-lakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil, dan lain-lain.

Faktor PersalinanKomplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,

asfiksia, dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.

Faktor Pascasalin• Gizi: Untuk tumbuh kembang bayi dibutuhkan makan-

an yang bergizi.• Penyakit kronis/kelainan kongenital: tuberkolosis, ane-

mia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

• Lingkungan fisis dan kimia: Lingkungan sebagai tempat anak hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar

Page 42: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

32 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia ter-tentu mempunyai dampak negatif terhadap pertumbu-han anak.

PsikologisHubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak

yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Sosio-EkonomiKemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan.

Kesehatan lingkungan yang kurang terjamin, serta ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak.

Lingkungan PengasuhanPada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

StimulasiPertumbuhan memerlukan rangsangan/stimulasi

khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

Obat-obatanPemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan syaraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhannya.

Page 43: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 33

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUSUsia 1 – 2 Tahun

Di usia 12 – 14 bulan, anak mulai corat-coret tapi belum mampu memegang alat tulis dengan baik. Baru di usia 21 – 24 bulan, si kecil mampu meniru membuat garis.

Stimulasi:Sediakan krayon dan kertas, biarkan anak mencorat-coret

sesukanya. Meski ia belum bisa memegang alat tulis dengan baik, tak perlu khawatir karena kemampuannya memang baru sampai di situ. Pastikan ada orang dewasa yang mendampinginya saat melakukan aktivitas ini agar anak tak memasukkan alat tulis ke mulutnya. Selain itu, alat tulisnya haruslah yang berukuran cukup besar sehingga mudah digenggam, apalagi bila bentuknya pas di tangan (segitiga), lebih cocok diberikan pada anak yang masih muda. Jangan berikan alat tulis yang terlalu kecil/halus. Selain sulit dipegang, bahaya dimasukkan ke mulut juga lebih besar. Di usia 21-24 bulan, saat anak melakukan aktivitas corat-coret, contohkan bagaimana menarik garis, nanti ia akan meniru membuatnya.

Kemampuan lainnya adalah:Usia 12-14 bulan: mengambil dua buah kubus dan

membenturkan kubus tersebut; memegang sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk (menjumput kismis, misal); memindahkan benda/kubus dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Usia 13-17 bulan: bertepuk tangan; mungkin mampu menirukan aktivitas seperti menggoyangkan tangan sambil menggelengkan

Page 44: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

34 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

kepala.

Usia 14-17 bulan: menaruh kubus dalam cangkir/wadah; memasukkan benda ke dalam wadah seperti memasukkan mainan kecilnya ke dalam gelas lalu mengocok-ngocoknya.

Usia 15 bulan: membalikkan botol berisi kismis dan menumpahkan isinya, lalu tanpa diminta ia akan memungutinya kembali dan menunjukkan kismis tersebut pada kita.

Usia 18-20 bulan: membangun menara dari 2-4 kubus.

Usia 21-24 bulan: membangun menara dari 4-6 kubus, bahkan beberapa anak dapat membuat menara sampai 8 kubus; meniru membuat garis.

Stimulasi:• Ajak anak bernyanyi sambil bertepuk tangan maupun

menggoyang-goyangkan kepala dan badan.• Berikan kubus atau mainan apa pun bersama wadahnya.

Biarkan ia memegang-megang kubus itu lalu mencoba memasukkannya ke dalam wadah. Ia akan mengeluarkan kemudian memasukkannya kembali berulang kali.

• Sediakan botol yang lubangnya tak terlalu kecil/besar. Bila terlalu kecil, benda yang ada di dalamnya pasti sulit keluar. Sedangkan kalau terlalu besar, anak malah akan memasukkan seluruh tangannya ke dalam botol.

• Bermain susun balok. Katakan padanya, “Adek, yuk, kita membuat menara. Nih, seperti begini1” setelah diberi contoh, kita rubuhkan kembali, lalu minta ia membuat-

Page 45: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 35

nya sendiri. Tapi sebenarnya, tanpa diberi contoh pun, si kecil akan bisa dengan sendirinya dan akan senang melakukannya. Tentu saja, sepanjang tak ada masalah dengan perkembangan motorik halusnya.

Usia 2 – 3 TahunUsia 2 Tahun 3 Bulan: membuat garis spontan; menggunakan

dua jari tangan untuk mengambil sesuatu, seperti membuang potongan seledri dari kuah sayurnya.

Usia 2 Tahun 6 Bulan: beberapa anak dapat menggoyangkan ibu jarinya, bahkan mampu membuat garis horisontal dan vertikal.

Usia 2 Tahun 9 Bulan: rata-rata anak dapat menyusun menara dari 8 kubus; meniru membuat bentuk lingkaran.

Usia 2 Tahun 11 Bulan: meniru gambar lingkaran; meremas kertas atau kain dengan menggunakan kelima jari; melipat kertas namun belum simetris; memegang benda pipih.

Stimulasi:• Ajak anak menyanyikan lagu yang berkaitan dengan

ibu jari, semisal, “mana jempol, mana jempol, di sini, di sini,…” sambil jempol digoyangkan. Bisa juga dengan meminta anak menirukan, “ayo dek, bilang oke, seperti begini!” sambil kita mengacungkan jempol lalu meng-gerak-gerakkannya.

• Bermain susun balok.• Sediakan buku bergambar aneka bentuk, minta anak

Page 46: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

36 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

menirukan gambar aneka bentuk itu.• Sediakan kertas dan alat tulis, ajarkan membuat ling-

karan. Bisa juga dengan mencontohnya dari buku ber-gambar aneka bentuk.

• Sediakan kertas/saputangan, biarkan anak meremas-re-masnya dengan menggunakan kelima jarinya.

• Sediakan kertas origami, ajarkan cara melipatnya. Untuk anak usia ini, dia cukup dapat mempertemukan ujung-ujung kertas dengan baik.

Usia 3 TahunMenarik garis vertikal, mengopi bentuk lingkaran,

memegang alat tulis dengan menggunakan ibu jari dan jari lainnya (tidak menggenggam); mewarnai tapi masih keluar garis; membuka halaman pada buku; memegang gunting dengan cukup baik; menempel stiker di tempat tertentu yang disediakan; membuka atau menutup kotak; membuat menara dari 8 kubus; menggunakan satu tangan hampir di semua aktivitas; menuang air atau biji-bijian ke dalam wadah lebar; memasukkan benda kecil ke dalam wadah berukuran kecil seperti botol; di akhir usia 3 tahun dapat menggunting kertas mengikuti pola garis lurus.

Stimulasi:• Sediakan kertas kosong dan alat tulis, biarkan anak

menggambar sesuka hatinya. Ajarkan cara memegang alat tulis dengan benar.

• Sediakan buku aktivitas mewarnai dan membuat aneka

Page 47: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 37

bentuk geometris dengan cara menghubungkan titik-titik.

• Sediakan buku cerita anak-anak, biarkan si kecil memba-lik-balik halamannya.

• Sediakan aneka stiker yang mudah dilepas, minta anak menempelkannya di tempat yang telah disediakan.

• Sediakan botol bekas minuman mineral dan biji-bijian, biarkan si kecil memasukkan biji-bijian itu ke dalam botol.

• Sediakan kertas dan gunting, ajari anak cara memegang gunting dengan benar, kemudian biarkan ia menggunt-ing kertas secara bebas/sembarangan. Secara bertahap, ajari anak menggunting pola garis lurus.

• Bermain susun balok/lego, membuka dan menutup ko-tak.

Usia 4 TahunMenggunting mengikuti garis lurus dan melengkung

ataupun zigzag; menempel stiker di tempat yang diminta; mengoordinasikan jari-jari tangan dan mata; menggambar, melukis; membentuk dengan bahan seperti lilin dan semacamnya; membuat bentuk segi empat; menyelesaikan pasel 4 keping; membuat bentuk berlian; menulis huruf kapital.

Stimulasi:• Bermain menggunting dan menempel (termasuk men-

empel stiker).

Page 48: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

38 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

• Menempatkan kepingan pasel pada tempatnya (umum-nya pasel sederhana bentuk geometris).

• Mencocokkan gambar, menarik garis dan mengopi ben-tuk.

• Bermain finger print (menggambar/melukis dengan jari jemari).

• Bermain lilin.

Usia 5 TahunMewarnai dengan lebih rapi; menulis namanya sendiri;

melipat sehelai pakaian; menggunting sesuai pola; menggunting bentuk lingkaran; segitiga atau segi empat, walaupun tak sempurna; menempel stiker di tempat yang dituju walau masih melewati garis; menggambar dan menulis.

Stimulasi:• Mewarnai gambar sederhana.• Contohkan tulisan namanya, minta ia menirukannya.• Berlatih melipat kertas origami.• Berlatih melipat pakaian.• Bermain kolase.

HAL-HAL YANG MENGHAMBAT PERKEMBANGAN ANAK

Perilaku anak dinyatakan terhambat apabila tidak sesuai dengan perilaku normative anak pada umumnya. Perilaku terhambat pada umumnya. Perilaku terhambat dapat dirunut dari sumbernya dan untuk menentukan suatu perilaku terhambat

Page 49: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cermati Perkembangan Anak 39

atua tidak diperlukan adanya alat ukur yang valid, agar diperoleh hasil pengukuran ( assesment ) yang akurat

Ciri-ciri perilaku terhambat :• Perilaku anak sangat tidak sesuai dengan usianya.• Perilaku anak sudah sangat mengganggu, baik bagi anak

maupun lingkungan.• Gangguan perilaku sudah terlalu sering muncul dan ber-

langsung lama.• Anak berusaha mempertahankan perilaku tersebut.

Faktor penyebab :• Faktor internal yaitu faktor yang sudah dibawa sejak

lahir, artinya potensi potensi tersebut sudah ada sejak anak dilahirkan ke dunia. Contoh : gen dari orangtua dan keluarga, kondisi fisik ibu saat kehamilan, kondisi psikologis saat kehamilan, nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil.

• Faktor eksternal yaitu faktor yang ditemui anak dalam proses perkembangan sejak masa bayi hingga perkem-bangan sejak masa bayi hingga gangguan perkembangan muncul. Contoh : Penerimaan orang tua dan keluarga atas kehadiran bayi / anak, pola asuh orang tua, status sosial ekonomi orang tua, kondisi masyarakat setempat, sistem pendidikan formal.

Page 50: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

40 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 51: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 41

BAB IIIBIJAKSANA MENDIDIK ANAK

A. Jatuh Tak Membuat Si Kecil Jera

Saat anak memasuki usia satu tahun ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan orang tua sebagai anugerah. Tak heran kalau ulang tahun pertama umumnya dirayakan secara meriah dengan penuh rasa syukur karena si kecil sudah melewati masa bayinya. Bersamaan dengan itu, kemampuan jelajah si kecil juga sudah meluas. Ia kini sudah bisa bergerak dengan merangkak atau berjalan ke mana pun dia mau. Padahal berdiri saja belum tegak benar dan kalau melangkah masih terlihat oleng.

Toh, meski sudah bolak-balik jatuh, si batita tetap saja ngotot melangkahkan kakinya untuk berjalan atau berlari tanpa mengenal takut. Sebaliknya, orang tua begitu khawatir buah hatinya akan terantuk atau terjatuh. Lalu dengan alasan melindungi, orang tua akan membatasi eksplorasinya. Pertanyaannya, apakah perlakuan orang tua yang seperti itu sudah tepat? Jatuh bangun perkaya memori.

Page 52: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

42 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Agaknya perlu disimak pendapat psikolog dari RSAB Harapan Kita, Dra. M Louise M.M. Psi. Ia menegaskan, kegagalan atau jatuh-bangun dalam proses belajar merupakan hal yang biasa. Dulu selagi kita belajar naik sepeda, contohnya, siapa sih yang tidak terluka karena jatuh? Begitu juga saat kita tengah belajar berjalan. Coba saja tanyakan ke orang tua kita berapa puluh kali dulu kita jatuh bangun saat itu. Jadi benar kata pepatah, Kalau ingin berhasil ya harus berani gagal dulu.

Bukankah ketika anak terjatuh, ia akan merasa makin tertantang dan berintrospeksi. Oh ternyata sakit dan enggak enak ya kalau jatuh. Momen inilah yang bisa dijadikan anak untuk berintrospeksi, tentunya setelah diarahkan orang tua. Cantohnya, Oh, kata mama aku jatuh karena terpeleset di lantai yang licin. Mama bilang kalau jalan aku harus hati-hati.

Dari pengalaman semacam itu anak akan belajar, Aku enggak mau lagi jatuh. Soalnya, jatuh itu sakit. Begitu ia mendapat pengalaman dan belajar darinya, saat menghadapi jalan licin, memori mengenai pengalaman tak enak tadi akan muncul sebagai data, Jalan ini licin. Aku harus pegangan dan hati-hati supaya enggak jatuh lagi. Nah, refleks semacam ini jika muncul terus-menerus akan terakumulasi sebagai suatu bentuk keterampilan yang membuat anak siaga.

Tentu saja bukan berarti setelah itu anak langsung lancar jalannya. Setiap kali menghadapi rintangan atau situasi baru yang datanya belum terekam, bukan tidak mungkin ia jatuh lagi. Terutama kalau ia belum mampu mengerem kecepatan langkahnya atau berbalik arah secara mulus. Kemungkinan

Page 53: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 43

lain, anak terjatuh karena tak mampu menahan keseimbangan tubuhnya saat melangkah di atas permukaan yang tidak rata. Itulah sebabnya, tandas Lusi, Makin kaya pengalaman yang didapat, kian banyak proses pembelajaran dan data yang diperoleh anak sebagai bekalnya untuk bisa berjalan normal seperti orang dewasa.

Ia menambahkan, data yang akan memperkaya memori anak bisa diberikan orang tua dalam bentuk trik yang dipraktekkan, jadi bukan hanya lewat pengalaman terjatuh. Caranya, sering-seringlah mengajak batita belajar berjalan. Namun ketika melewati jalan yang berpeluang menyebabkan anak jatuh, orang tua sebaiknya langsung memberikan masukan. Misalnya, Hati-hati ya Sayang, jalannya menanjak nih. Kamu mesti jalan pelan-pelan sambil pegangan.

Begitu juga saat anak melakukan gerakan berjalan yang membuatnya tidak seimbang. Sambil menuntun anak, orang tua bisa memberikan contoh, Lihat Ayah deh. Begini nih, kalau berjalan, pandangan lurus ke depan. Hanya saja trik seperti ini lebih sering menemui jalan buntu karena pola pikir anak masih konkret. Dengan kata lain, masukan data akan lebih cepat terekam apabila ia mendapat pengalaman langsung.

Murah PenghargaanSaat bisa melakukan sesuatu yang baru, anak juga perlu

tanggapan dari orang tuanya. Lusi menyarankan, tanggapan ini sebaiknya diberikan dalam bentuk reward saat itu juga. Cukup dengan kalimat sederhana seperti, Hore anak Ayah sekarang sudah bisa jalan sendiri. Tujuannya agar anak merasa usahanya dihargai

Page 54: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

44 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dan diperhatikan oleh orang tuanya. Selain itu, ia jadi tahu bahwa apa yang dilakukannya sungguh menyenangkan hati ayah ibunya. Begitu pula saat anak terjatuh, orang tua tetap perlu memberi tanggapan positif. Caranya? Lusi mengingatkan agar orang tua tidak bersikap panik. Segala ekspresi kepanikan bisa terbaca oleh anak lewat kata-kata maupun mimik wajah ayah dan ibu. Kalau orang tuanya saja panik, jangan salahkan anak bila ikut-ikutan panik yang akhirnya berkembang jadi ketakutan.

Pun, karena keterbatasan pengetahuannya, kepanikan orang tua akan ditangkap anak sebagai bentuk kemarahan yang mengurungkan keberaniannya mencoba dan mencoba lagi di lain waktu. Padahal tanpa berani mencoba, bagimana mungkin anak akan bisa?

Nah, ketimbang panik yang akan berdampak merugikan, mengapa orang tua tidak mencoba bersikap tenang? Kala anak kesakitan karena terjatuh, sentuhlah dengan perhatian dan kasih sayang. Contohnya sederhana saja kok, Mana yang sakit, Nak? Sini Ibu lihat. Nah, sekarang kita bersihkan lalu kita kasih obat luka ya supaya cepat sembuh.

Akan lebih kena bila sambil berkata demikian, ayah atau ibu memeluk dan mengusap-usap bagian tubuhnya yang sakit. Lalu setelah anak tenang, ajak dia belajar berjalan lagi. Beri petunjuk bagaimana caranya agar tidak jatuh. Jika ini yang dilakukan, anak akan termotivasi untuk terus mengulang dan mencoba sampai akhirnya bisa berjalan lancar.

Tidak Putus AsaAnak usia batita pada dasarnya tak kenal takut atau tak

Page 55: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 45

gampang jera. Namun, kalau dalam kenyataannya ada anak yang terkesan takut mengambil risiko jatuh, kata Lusi, itu lebih karena dipengaruhi lingkungan. Orang tua yang terlalu melindungi atau gampang panik, misalnya, dapat membuat anak takut berjalan yang akhirnya menutup kesempatan dirinya melatih kemampuan. Akibatnya, di kemudian hari anak bahkan kurang memiliki keterampilan menghadapi tantangan.

Jadi, khawatir sih boleh-boleh saja asalkan tidak berlebihan. Perkecil kemungkinan kita berseru, Awas jatuh! atau Awas terpeleset! dengan melakukan beberapa antisipasi, seperti menyeka lantai yang basah sampai kering dan menyingkirkan semua furnitur yang berpeluang membahayakan atau menghambat gerak anak. Tentu saja sambil tak lupa untuk terus mendampingi dan mengawasinya secara wajar.

Kiat Asyik Belajar Jalan 1. Di usia 9-11 bulan saat anak sudah bisa berdiri sendiri, per-

hatikan dengan seksama apakah berdirinya sudah tegak dan seberapa lama ia mampu bertahan. Jika belum, jangan bo-san melatihnya kembali sampai anak bisa berdiri tegap untuk waktu cukup lama. Caranya, letakkan mainan kesukaan anak di atas kepalanya agar ia tertantang untuk mencoba meng-gapai-gapai mainan tersebut.

2. Jika sudah bisa berdiri sendiri tanpa berpegangan, amati apakah masih tidak seimbang dan berapa lama ia bisa bertah-an. Jika sudah bisa berdiri tegap, itu berarti anak sudah siap mendapat stimulasi berjalan. Perhatikan apakah posisi jari

Page 56: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

46 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

kaki anak menekuk atau tidak. Jika menekuk, itu tandanya dia masih perlu stimulasi supaya berani dan terbiasa mena-han berat badannya dengan bertumpu pada kedua kakinya.

3. Sedangkan bila tidak, orang tua wajib mengajaknya mau di-tatih. Caranya, biarkan kedua tangannya memegangi kedua tangan kita lalu ajaklah ia melangkahkan kakinya. Bila dirasa sulit, posisikan kedua telapak kakinya di atas punggung kaki kita. Sambil tangan kita tetap memegangi kedua tangannya, ajaklah ia melangkah. Agar suasananya menyenangkan den-dangkan lagu saat kita melangkahkan kaki.

4. Begitu anak bisa berjalan merambat, umumnya anak tahu bagaimana caranya menggerakkan kakinya ke depan dan ke samping. Nah, inilah momen paling tepat untuk mengaja-knya mau ditatih. Berikan kesan bahwa bisa berjalan itu me-nyenangkan.

5. Begitu langkah anak sudah teratur, beranikan diri untuk han-ya memberikan jari telunjuk tangan kanan dan kiri kita untuk dipegangi anak selagi ia ditatih. Biarkan anak melangkahkan kakinya. Orang tua tinggal mengikutinya saja dan wajib men-gerem atau mengalihkan arah jika anak menuju ke tempat yang dianggap mengundang bahaya.

6. Bila dengan cara di atas terlihat sudah lancar, orang tua se-baiknya memposisikan diri di samping anak. Kalau di sisi kanan, berarti telunjuk kiri kita yang dipegangi anak. Begitu juga sebaliknya.

Page 57: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 47

7. Selanjutnya, bila ia terlihat tak lagi mengalami kesulitan, saa-tnyalah menstimulasinya agar mau berjalan sendiri tanpa merambat atau kita pegangi. Caranya, tempatkan anak di posisi yang sekiranya tidak memungkinkan dia bisa berpe-gangan. Kemudian berilah dia stimulus yang bisa memanc-ingnya untuk bergerak dengan cara melangkah menuju arah stimulus tersebut. Bentuk pancingan ini macam-macam, bisa mainan bisa pula makanan kesukaannya. Tentu saja latihan ini tidak bisa dilakukan sekali dua kali, melainkan harus ter-us-menerus setiap hari.

8. Jangan ragu untuk sering melepas anak sendiri. Kelewat sering digendong otot-otot dan saraf tubuhnya tidak terlatih.

B. Mengapa Anak Kita Malas?

Pada artikel sebelum ini telah dibahas mengenai kebutuhan anak untuk bermain. Pada artikel ini akan dibahas mengenai anak belajar. Anak usia sekolah tentunya perlu untuk belajar, entah mengulang kembali pelajaran yang sudah diberikan di sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah (pr) ataupun mempelajari hal-hal lain di luar pelajaran sekolah. Pentingnya belajar tanpa harus dibicarakan panjang lebar pasti sudah disadari oleh seluruh orangtua.

Keluhan yang datang dari orangtua pada umunya lebih banyak menyangkut anaknya terlalu banyak bermain daripada orangtua yang anaknya terlalu banyak belajar. Bahkan kalau anak sangat rajin belajar, pastilah orangtua memamerkannya ke orang-orang dengan nada bangga, “Iya loh Pak Dani, anak

Page 58: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

48 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

saya itu belajarnya rajin sekali. Pulang sekolah belajar, bangun tidur siang belajar, terus malam kalau bapaknya sudah pulang ya belajar lagi. Makanya anak saya itu pintar sekali, apa-apa tahu. Kadang-kadang malah saya yang nggak tahu”.

Lain lagi kalimatnya jika anak terlalu banyak bermain, “Aduuuuuuh Pak Dani, anak saya ini kerjanya main melulu.... Siang main, sore main, malam juga main. Saya dan bapaknya kalau mau menyuruh dia belajar, harus teriak-teriak dulu, mengancam dulu, baru dia mau belajar. Pusing saya jadinya. Sudah begitu perkalian saja tidak hafal”.

Kalau anak enggan belajar, tentunya perlu dicari tahu sebab-musababnya, baru kemudian diambil suatu tindakan. Beberapa sebab mengapa anak enggan belajar, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya waktu yang tersedia untuk bermain (sudah diba-has pada artikel yang lalu).

2. Sedang punya masalah di rumah (misalnya suasana di rumah sedang “kacau” karena ada adik baru).

3. Bermasalah di sekolah (tidak suka/phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan un-tuk dikerjakan).

4. Sedang sakit. 5. Sedang sedih (bertengkar dengan teman baik, kehilangan an-

jing kesayangan) 6. Tidak ada masalah atau sakit apapun, juga tidak kurang wak-

tu bermain (malahan kebanyakan), hanya memang malas.

Page 59: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 49

Mengapa Malas?Dalam Kamus Bahasa Indonesia, malas dijabarkan sebagai

tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak bernafsu. Malas belajar berarti tidak mau, enggan, tak suka, tak bernafsu untuk belajar.

Kalau anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain, itu berarti belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik buat mereka, dan mungkin tanpa mereka sadari juga dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya/untungnya karena bagi ana-anak tidak secara langsung dapat menikmati hasil belajar. Berbeda dengan kegiatan bermain, jelas-jelas kegiatan bermain menarik buat anak-anak, dan keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung (perasaan senang yang dialami ketika bermain adalah suatu keuntungan).

Dalam dunia psikologi, dorongan yang dirasakan seseorang untuk melakukan sesuatu disebut sebagai motivasi. Motivasi tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang.

Morgan (1986) dalam bukunya Introduction To Psychology, menjelaskan beberapa teori motivasi:

1. Teori insentif

Dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini disebut sebagai insentif dan adanya di luar diri orang tersebut. Contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangtua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan

Page 60: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

50 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

sepeda baru. Insentif biasanya hal-hal yang menarik dan menyenangkan, sehingga anak tertarik mendapatkannya. Insentif, bisa juga sesuatu yang tidak menyenangkan, maka orang berperilaku tertentu untuk menghindar mendapatkan insentif yang tidak menyenangkan ini. Dapat juga terjadi sekaligus, orang berperilaku tertentu untuk mendapatkan insentif menyenangkan, dan menghindar dari insentif tidak menyenangkan.

2. Pandangan hedonistik

Dalam pandangan hedonistik, seseorang didorong untuk berperilaku tertentu yang akan memberinya perasaan senang dan menghindari perasaan tidak menyenangkan. Contohnya: anak mau belajar karena ia tidak ingin ditinggal ibunya ke pasar/supermarket.

Dari uraian di atas, dapat diasumsikan anak yang malas tidak merasa adanya insentif yang menarik bagi dirinya dan ia pun tidak merasakan perasaan menyenangkan dari belajar. Memberikan Dorongan Agar Anak Mau Belajar. Sehubungan dengan teori motivasi di atas tentunya bisa dikatakan dengan mudah, ayo kita berikan dorongan agar anak mau belajar. Tapi dorongan seperti apa yang dapat diberikan kepada anak?

Berikut ini adalah beberapa buah saran:

1. Berikan insentif jika anak belajar. Insentif yang dapat di-berikan ke anak tidak selalu harus berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. Pujilah anak saat

Page 61: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 51

ia mau belajar tanpa mesti disuruh (peristiwa ini mungkin jarang terjadi, tapi jika saat terjadi orangtua memperhatikan dan menunjukkannya, hal tersebut bisa menjadi insentif yang berharga buat anak). Pujian selain merupakan insen-tif langsung, juga menunjukkan penghargaan dan perhatian dari orangtua terhadap anak. Anak seringkali haus perhatian dan senang dipuji. Jadi daripada memberikan perhatian ke-tika anak tidak mau belajar dengan cara marah-marah, dan ketika belajar tanpa disuruh orangtua tidak memberikan ko-mentar apapun, atau hanya komentar singkat tanpa kehan-gatan, akan lebih efektif perhatian orangtua diarahkan pada perilaku-perilaku yang baik.

2. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti anak, bahwa be-lajar itu berguna buat anak. Bukan sekedar supaya raport ti-dak merah, tapi misalnya dengan mengatakan “Kalau Ade rajin belajar dan jadi pintar, nanti kalau ikut kuis di tv bisa menang loh, dapat banyak hadiah. Kan kalau anak pintar, bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya”.

3. Sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajar-kan di sekolah pada anak (bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi misalnya sembari mengisi tts atau ikut menjawab kuis di tv). Jika anak bisa menjawab, puji dia dengan me-nyebut kepintarannya sebagai hasil belajar. Kalau anak tidak bisa, tunjukkan rasa kecewa dan mengatakan “Yah Ade ng-gak bisa jawab, nggak bisa bantu Mama deh. Ade, di buku

Page 62: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

52 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

pelajarannya ada nggak sih jawabannya? Kita lihat yuk sama-sama”. Dengan cara ini, anak sekaligus akan merasa diper-caya dan dihargai oleh orangtua, karena orangtua mau me-minta bantuannya.

4. Banyak lembaga pra-sekolah yang mengajarkan kepada anak pelajaran-pelajaran dengan metode active learning atau learning by doing, atau learning through playing, salah satu tujuannya adalah agar anak mengasosiasikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Tapi seringkali untuk anak-anak SD, hal ini agak sulit dipraktekkan, karena mulai banyak pelajaran yang harus dipelajari dengan menghafal. Untuk ke-adaan ini, hal minimal yang dapat dilakukan adalah menset-ting suasana belajar. Jika setiap kali pembicaraan mengenai belajar berakhir dengan omelan-omelan, ia akan mengaso-siasikan suasana belajar sebagai hal yang tidak memberi per-asaan menyenangkan, dengan demikian akan dihindari.

Suasana Belajar Menyenangkan

Selain tidak sering-sering memarahi anak ketika belajar, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan agar suasana belajar lebih menyenangkan dan anak mau belajar. Hal-hal tersebut adalah:

1. Anak cenderung meniru perilaku orangtua, karena itu jadilah contoh buat anak. Ketika menyuruh dan mengawasi anak belajar, orangtua juga perlu untuk terlihat belajar (misalnya membaca buku-buku). Sesekali ayah-ibu perlu berdiskusi

Page 63: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 53

satu sama lain, mengenai topik-topik serius (suasana seperti anak sedang kerja kelompok dan diskusi dengan teman-te-man, jadi anak melihat kalau orangtuanya juga belajar). Den-gan demikian, anak melihat bahwa orangtuanya sampai tua pun tetap belajar.

2. Pilih waktu belajar terbaik untuk anak, ketika anak merasa segar. Mungkin sehabis mandi sore. Anak juga bisa diajak bersama-sama menentukan kapan waktu belajarnya.

3. Anak butuh suatu kepastian, hal-hal yang dapat diprediksi. Jadi jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti. Misalnya ke-tika sudah ditentukan, waktu belajar adalah 2 jam setiap hari, pukul 17.00-19.00, maka pada jam tersebut harus digunakan secara konsisten sebagai waktu belajar. Kecuali disebabkan hal-hal yang mendesak, misalnya anak baru sampai rumah pukul 16.30, tentunya tidak bijaksana memaksa anak harus belajar pukul 17.00, karena masih lelah.

4. Anak punya daya konsentrasi dan rentang perhatian yang berbeda-beda. Misalnya ada anak yang bisa belajar terus-menerus selama 1 jam, ada yang hanya bisa selama setengah jam. Kenali pola ini dan susunlah suatu jadwal belajar yang sesuai. Bagi anak yang hanya mampu berkonsentrasi selama 30 menit, maka berikan waktu istirahat 5-10 menit setelah ia belajar selama 30 menit. Demikian untuk anak yang mampu belajar lebih lama.

Page 64: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

54 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

5. Dalam artikel di Tabloid Nova edisi Maret 2002, disarankan agar orangtua menemani anak ketika belajar. Dalam hal ini orangtua tidak perlu harus terus-menerus berada di samp-ing anak karena mungkin Anda sebagai orangtua memiliki pekerjaan. Namun paling tidak ketika anak mengalami kesu-litan, Anda ada di dekatnya untuk membantu.

C. Anak Merusak Milik Teman

Ceritanya, tadi malam aku dapat laporan, anakku (7 tahun) kacamatanya patah di bagian kuping. Setelah sedikit tanya jawab dengan anakku, ada 1 nama yang muncul, sebuat saja Ina, seorang anak perempuan yang berbuat menurut cerita anakku, sewaktu makan siang bersama, Ina minta kerupuk anakku, tapi menurut anakku kerupuknya hanya 1, berhubung dia suka sekali sama kerupuk jadi tidak dikasih. Ina marah, dan cerita sampai ke kacamata anakku yang sudah ada di tangan Ina. Nasib si kacamata di putar-putar, dan pletek! Patah. Ini di patahin. Pagi ini aku tanya ke gurunya, menurut gurunya, dia sudah memanggil ke 2 anak. Dan mereka sudah jabat tangan, Ina sudah minta maaf. Kebetulan pagi tadi aku ketemu dengan Ina. Setelah minta ijin dengan gurunya, aku bicara tentang pentingnya kacamata buat anakku dan itu bukan mainan, meskipun sewaktu ditanya apakah dia yang berbuat? Ina bilang, no..no...no... tapi ada saksi teman-teman mereka yang melihat kejadian Ina mematahkan si kacamata, sewaktu aku coba bicara, dia tidak memperhatikan: bagaimana mau kasih nasehat, kalau bahasanya sendiri tidak dimengerti. Akhirnya aku bicara bahasa indonesia jadi, dengan berat hati aku telpon ibunya Ina, sepertinya ibunya belum. Jadi

Page 65: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 55

aku bilang, mungkin dia perlu bicara dengan guru di sekolah, dan lihat nasib si kacamata yang patah. Nah yang mau aku tanyakan, apakah wajar jika aku minta ganti rugi atas nasib si kacamata yang patah itu? karena aku tidak mau berkesan semua bisa diselesaikan dengan uang. Pergantian kacamata itu hanya sekedar punishment buat L supaya lain kali lebih berhati-hati. Kalau hanya bilang maaf, mungkin lain kali L akan berbuat lagi. Bagaimana caranya memberi masukan ke anak kita untuk bisa menjaga barang-barang miliknya, sepertinya aku sudah sering bilang ke anakku untuk “melawan” jika ada teman yang menggangu.

Hal terpenting yang anak kita pelajari di sekolah adalah bagaimana bersosialisasi dan ini merupakan proses yang mungkin tidak akan sebentar, karena menyangkut pengendalian diri (emosi, keinginan dan lain sebagainya) dan tentunya menyangkut didikan di rumah masing-masing, karena di mana ya tempat anak belajar tentang nila-nilai kalau bukan di rumah dan kalau bukan dari kita, orangtuanya. Aku rasa kita akan akan menemukan jawabannya kalau mencari tahu apa Ina sengaja atau tidak, kenapa dia tidak mau mengaku waktu ditanya mbak padahal menurut gurunya dia sudah minta maaf dan lebih jauh lagi, kenapa dia tidak mendengarkan waktu mbak ajak bicara dan kenapa ibunya tidak terima waktu mbak telpon. Kenapa tidak ada jawabannya, karena ini anak orang yang kita tidak kenal karakternya & tidak tahu pola asuhnya. Agak mustahil kan kita masuk ke lahan orang, sekalipun buat tujuan mulia’ untuk memberi pupuk atau menyirami tanamannya? Bisa berabe. Kita cuma bisa berharap, yang punya lahan cukup peka buat kasih pupuk & menyirami lahannya.

Page 66: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

56 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Yang kita kenal baik, adalah anak kita sendiri. Bagaimana karakter dia, bagaimana sifat dia, dan yang paling penting, kita pasti tahu betul penyerapan dia tentang nilai moral, karena kita yang mengasuh dan kasih teladan buat dia lewat prilaku kita sehari-hari, ya? Karena itu, lebih gampang dan sebetulnya lebih penting ajari anak kita untuk pertama, punya nilai moral yang luhur dan baik (kasarnya, jangan sampai dia melakukan ke orang lain apa yang Ina lakukan ke dia) dan kedua, bagaimana dia harus bersikap kalau menghadapi orang yang tidak ideal, misalnya yang ‘nakalin’ dia, yang tidak baik sama dia, yang curang. Mudah, karena anak kita itu ‘lahan’ kita, jadi tinggal bagaimana kita bercocok tanamnya saja :-) yang pasti mbak, dari sekelumit keciiiiil yang bisa aku amati di sekolah tempatku kerja anak itu kudu harus wajib diajarkan menyelesaikan masalahnya sendiri. Tugas kita ya itu tadi, kasih sangu berupa nilai-nilai lewat contoh nyata dari prilaku kita sendiri. Karna kita tidak bisa selamanya mendampingi anak dan ‘maju’ menyelesaikan masalah anak, ya kan? Nanti kalau dia sudah berusaha menyelesaikan masalahnya, kita coba hargai. Kalau ada yang kurang salah dari cara dia menyelesaikan masalah. Kita kasih pengertian tanpa membuat dia merasa bahwa dia tak berdaya untuk mengurus urusannya sendiri.

Kalau anak kita ‘dinakalin’ dan dia memutuskan untuk memaafkan teman yang nakal, pertama-tama bersyukur dulu karna tidak mudah menanamkan sifat pemaaf. Sambil berjalannya waktu kita terus ajak diskusi tentang perlunya dia juga stand up atas hak dia, tidak pasrah saja. Sebaliknya pun, kalau anak kita memutuskan untuk nonjok teman yang nakal ke

Page 67: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 57

dia, pertama-tama acknowledge dulu bahwa perasaan marah dia itu bisa kita mengerti, tapi kemudian pelan-pelan kasih tau dia bahwa ada cara lain selain nonjok buat kasih tau ke temannya bahwa dia marah, misalnya dengan bicara. Naah, yang jangan sampai terjadi, adalah bahwa masalah yang sebetulnya, ada di antara anak-anak. Lalu mereka sudah selesaikan, sudah salaman dan saling memaafkan, tapi antar orangtua masih kesal-kesalan, salah-salah malah kita mencontohkan sama anak-anak buat menyimpan kesalahan orang lain sebagai dendam. Yang seperti ini sudah beberapa kali aku lihat, rasanya sedih sekali lho, jauh lebih sedih melihat orangtua murid tersinggungan gara-gara masalah antar anak, dibanding melihat anak berantem sama sesamanya.

Anak-anak pasti dan harus menghadapi masalah-masalah seperti ini supaya nanti kalau dalam kehidupan nyata harus menghadapi ketidaksempurnaan & ketidaknyamanan, mereka tidak terkaget-kaget terus tidak tahu harus bagaimana. Orang brengsek itu guru sejatinya kehidupan. Jadi katakanlah Ina itu salah, semoga kita bisa belajar dari kesalahan mereka dan tidak pernah membuat salah seperti mereka ya mbak, maafkan kalau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati ya mbak.

Ini bicara tentang anak yang umurnya 7 tahun. Bukan 17 tahun. Subyektifitas kita sebagai orangtua pasti lebih merasuk, ketimbang berpikir “setiap kejadian pasti ada sebabnya”, dan kita pasti akan membela anak kita mati-matian. Apalagi berdalih “saksi-saksi membenarkan bahwa si anak itu yang mematahkan”. Sehingga mbak merasa bisa berbuat dan berpikir seperti hakim sekaligus pembela, dan anak itu adalah pesakitannya. Menurut

Page 68: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

58 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

aku tindakan mendatangi si anak (yang melakukan perusakan) menurut aku adalah tindakan yang berlebihan, apalagi orangtua si anak tidak mendampingi, dan dia sudah ditegur oleh gurunya, dan merasakan “sanksi” dari teman-temannya. Sudah menyudutkan teman anak mbak itu. Dan itu merupakan tindakan yang sangat tidak adil. Apalagi keduanya sudah bermaafan (menurut gurunya), dan tindakan guru itu sudah sangat tepat, karena masalah yang ada di sekolah antara anak dengan temannya, mesti di selesaikan saat itu juga oleh gurunya. Kalau pun ingin menegur anak itu, bukan di depan anak dan teman-temannya (dan anak itu tidak didampingi ortunya). Mesti bicara dengan orangtua anak itu, bukan dengan anaknya. Tindakan seperti itu adalah tindakan pengecut. Berhadapan dengan seorang anak (yang pastinya merasa bersalah, dan pasti disudutkan).

Katakanlah memang si anak itu sudah merusak barang anak kita, tapi kan sebabnya karena dia kesal, kesal yang disebabkan oleh anak kita, sekalipun menurut kita masalahnya sepele. Tapi kita sebagai orangtua harus ingat bahwa “standar” kita tidak bisa disamakan dengan “standar” anak-anak. Kita tidak bisa berharap anak-anak seumuran itu (5-8 tahun) bersikap seperti kita, orang dewasa, dalam menghadapi konflik dengan rekannya. Di samping itu kita juga tidak bisa memperlakukan anak-anak (termasuk teman-teman anak kita) sebagai orang dewasa. Mereka tetap anak-anak berkonflik sekarang, dan main bersama dua menit kemudian. Orangtua saja yang suka bersikap berlebihan, ikut campur urusan anak dengan anak, akhirnya sementara anak-anak sudah berbaikan lagi, antar orangtua

Page 69: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 59

yang masih “panas”. Katakanlah dirugikan karena kacamata itu patah, dirugikan dari segi materi, tapi sudah mematahkan harga diri seorang anak, dan itu tidak bisa digantikan. Permintaan maaf yang diucapkan oleh seorang anak merupakan suatu ‘perjuangan’ yang tidak bisa dianggap remeh, Harus hargai itu. Kalau kita berpikir permintaan maaf dapat memungkin suatu kejadian terulang lagi, wah.. lebih baik kita berpikir sejuta kali untuk membiarkan anak kita bersosialisasi. Karena mungkin bukan oleh anak itu barang-barang anak kita dirusak (sengaja/tidak sengaja), tapi bisa saja oleh anak yang lain. Atau malah kebalikannya, anak kita yang merusak barang anak orang. Kalau tujuannya memang mbak mau minta ganti rugi atas kacamata itu, mestinya tidak usah datang ke anak itu (yang sekali lagi aku memandang itu sebagai tindakan pengecut, orang dewasa menghadapi anak-anak adalah tindakan pengecut). Langsung saja bilang ke orangtua anak itu bahwa anaknya mematahkan kacamata anak, dan minta diganti.

D. Mengapa Jadi Anak Pemalu?

Ibu Tiwi sangat terpesona dengan Bagas, anak tetangganya yang baru berumur 3 tahun. Bagas adalah seorang anak yang penuh percaya diri, riang dan lincah, tidak pernah takut bertanya ini itu dan dengan mantap menyapa orang yang baru dikenalnya. Kondisi tersebut sangat kontras jika dibandingkan dengan Arya (3 tahun), anaknya Ibu Tiwi. Setiap kali bertemu orang baru Arya selalu ingin terus-menerus berada dekat orangtuanya, menyembunyikan diri di balik rok ibunya, tidak mau diajak bicara dan tidak mau melakukan kontak mata. Situasi ini sangat membingungkan ibu Tiwi dan tidak jarang ia menjadi malu dan

Page 70: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

60 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

sedikit “jengkel” dengan perilaku anaknya.

Apakah anda mengalami hal yang sama dengan dialami oleh ibu Tiwi? Jika ya, apa yang sebaiknya dilakukan orangtua untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak sehingga sifat pemalu pada anak lambat laun menjadi hilang? Apa dampaknya jika anak tidak kunjung memperoleh rasa percaya diri?

Para ahli nampaknya memiliki beberapa pandangan yang berbeda tentang perilaku pemalu (shyness). Ada ahli yang mengatakan bahwa pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang terberi sejak lahir. Ahli lain mengatakan bahwa pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respond terhadap suatu kondisi tertentu. Secara definitif, penulis menjabarkan pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri.

Kecenderungan menarik diri ini sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, bahkan sejak bayi. Kita dapat melihat ada bayi-bayi yang menangis jika didekati orang atau tidak mau untuk dipegang. Sebaliknya ada juga bayi-bayi yang tidak pemalu, mereka membiarkan diri mereka berada dekat orang lain, dan tidak menolak digendong oleh orang yang tidak dikenal.

Swallow (2000) seorang psikiater anak, membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan/dirasakan oleh anak yang pemalu. 1) menghindari kontak mata; 2) tidak mau melakukan apa-apa; 3) terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk/temper tantrums (dilakukan untuk melepaskan kecemasannya); 4) tidak

Page 71: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 61

banyak bicara, menjawab secukupnya saja seperti “ya”, “tidak”, “tidak tahu”, “halo”; 4) tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas; 5) tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal; 6) mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat, keringat dingin, bibir terasa kering) di saat-saat tertentu; 7) menggunakan alasan sakit agar tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agat tidak perlu pergi ke sekolah); 8) mengalami psikosomatis; 9) merasa tidak ada yang menyukainya.

Swallow juga menyatakan adanya beberapa situasi dimana seseorang (pemalu maupun tidak) akan mengalami rasa malu yang wajar dan lebih dapat diterima, yaitu 1) bertemu dengan orang yang baru dikenal; 2) tampil di depan orang banyak; 3) situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru).

Pada dasarnya pemalu bukanlah hal yang menjadi masalah ataupun dipermasalahkan, dan sudah pasti bukan merupakan abnormalitas. Tetapi masalah justru bisa muncul akibat sifat pemalu. Peribahasa malu bertanya sesat di jalan, menggambarkan secara tepat masalah yang dapat muncul karena rasa malu yang ada dalam diri seseorang. Misalnya, ketika berada di rumah teman/tetangga, anak ingin buang air kecil tetapi malu minta ijin ke toilet, sehingga menahan keinginan buang air yang akhirnya berakibat sianak malah mengompol.

Pemalu juga dapat menjadi masalah, jika sifat ini menyebabkan potensi anak menjadi terkubur dan anak tidak berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. Misalnya anak yang punya suara bagus dan berbakat menyanyi, tapi merasa

Page 72: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

62 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

malu untuk mengasah bakatnya dengan ikut koor, les vokal dan mengikuti kejuaraan, maka suara indahnya akan tersimpan sia-sia dan tidak bertambah indah. Hal ini sangat disayangkan baik bagi anak maupun orangtuanya.

Tanpa mengabaikan pendapat bahwa pemalu merupakan bawaan/karakter terberi atau bukan, satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa lingkungan memegang peranan penting terhadap sifat pemalu ini. Anak akan semakin pemalu ataukah justru dapat mengatasi sifat pemalu ini, tergantung dari apakah lingkungannya (baca: orangtua) terus-terusan melindungi anak pemalu atau mendorongnya untuk mau menghadapi dunia luar sehingga anak menjadi lebih percaya diri.

Idealnya orangtua menerima sifat pemalu anak apa adanya tanpa mempermasalahkannya. Namun di lain pihak orangtua diharapkan untuk memampukan anak dalam mengatasi rasa malu sehingga anak merasa kompeten, percaya diri, berkembang sesuai dengan potensi yang ada di dalam dirinya dan megurangi masalah yang mungkin timbul sebagai akibat sifat pemalu. Seorang anak yang pemalu, tidak terus-terusan merasa malu dalam setiap situasi hidupnya. Ada situasi-situasi tertentu yang dapat membuatnya merasa percaya diri. Biasanya situasi tersebut adalah ketika anak sedang bersama orangtua ataupun anggota keluarga yang ditemuinya setiap hari (tanpa kehadiran orang baru/asing) atau situasi yang stabil/rutin dilalui anak. Kalau orangtua dari awal sudah mengetahui anaknya pemalu dan ingin mendorongnya agar mampu mengatasi rasa malu tersebut, maka sebaiknya dari awal itulah usaha orangtua sudah dilakukan. Usaha orangtua sebaiknya merupakan usaha

Page 73: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 63

yang bertahap, hari demi hari sampai akhirnya bertahun-tahun kemudian menampakkan hasilnya, seperti kata pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Orangtua sebaiknya mendorong anak untuk berani keluar dan menghadapi dunia luar dengan percaya diri. Mendorong seorang anak pemalu untuk berani menghadapi dunia luar tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba (drastis). Misalnya ketika orangtua sudah mencapai titik jenuh melindungi anaknya terus-menerus dan bingung melihat anaknya sampai usia sekian tahun masih tidak mau bergaul dengan anak tetangga, lalu dengan tiba-tiba melepaskan si anak dan mengatakan “ayo dong Adie, sekarang kamu sudah besar, kamu sekarang sudah harus berani, ayo sana bermain play station ramai-ramai dengan Deni di rumahnya”. Perubahan sikap orangtua yang seperti ini bisa menjadi tekanan tersendiri buat si anak, karena yang biasanya aman dalam lindungan orangtua, tiba-tiba orangtua berubah melepaskan dan “tidak mau melindungi”. Mendorong anak (encourage) tidak sama dengan memaksa (push), usaha yang tiba-tiba bukanlah mendorong, tetapi memaksa. Perasaan terpaksa akan membuat keadaan bertambah buruk karena anak ditempatkan pada keadaaan yang melebihi batas toleransinya, sehingga anak bisa jadi malah semakin menarik diri.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu anak mengatasi rasa malu, yaitu orangtua sebaiknya tidak mengolok-olok sifat pemalu anak ataupun memperbincangkan sifat pemalunya di depan anak tersebut. Contohnya dengan mengatakan “kamu sih pemalu”, “iya loh Bu Dinda, anak saya ini pemalu sekali, sampai repot saya

Page 74: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

64 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

kadang-kadang”, dan semacamnya. Dengan mengatakan hal-hal ini anak dapat merasa tidak diterima sebagaimana dia adanya.

Mengetahui kesukaan dan potensi anak, lalu mendorongnya untuk berani melakukan hal-hal tertentu, lewat media hobi dan potensi diri. Misalnya, anak suka main mobil-mobilan, ketika berada di toko ia menginginkan mobil berwarna merah, sementara yang tersedia berwarna biru, maka anak bisa didorong untuk mengatakan kepada pelayan bahwa ia menginginkan mobil yang berwarna biru.

Sebaiknya orangtua secara rutin mengajak anak untuk berkunjung ke rumah teman, tetangga atau kerabat dan bermain di sana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada teman-teman yang berbeda. Selain secara rutin berkunjung, juga sebaiknya mengundang anak-anak tetangga atau teman-teman sekolah untuk bermain di rumah.

Lakukan role-playing bersama anak. Misalnya seperti pada contoh diatas, anak belum tentu berani untuk berbicara pada pelayan toko sekalipun didampingi, maka ketika berada di rumah, orangtua dan anak bisa bermain peran seolah-olah sedang berada di toko dan anak pura-pura berbicara dengan pelayan. Role-playing dapat dilakukan pada berbagai situasi, berpura-pura di toko, berpura-pura di sekolah, berpura-pura ada di panggung, dll.

Jadilah contoh buat anak, orangtua tidak hanya mendorong anak untuk percaya diri, tetapi juga menjadi model dari perilaku yang percaya diri. Anak biasanya mengamati dan belajar dari perilaku orangtuanya sendiri.

Page 75: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 65

Apapun usaha yang dilakukan, sebaiknya orangtua tetap mendampingi dan tidak langsung melepaskan anak seorang diri. Misalnya ketika diminta bicara pada pelayan toko, orangtua berada di samping anak, atau ketika mengajak main ke rumah temannya, orangtua tetap berada di rumah temannya itu (anak main bersama temannya tapi dia tahu orangtuanya ada dan tidak meninggalkan seorang diri). Anak bisa dibiarkan melakukan seorang diri, jika dilihat rasa percaya dirinya sudah berkembang.

E. Mengapa Kamu Sulit Makan?

Bapak: “A lagi ya, satu lagi aaanya, yah satu lagi yah”

Anak: “Nggak mau, udah kenyang”

Ibu: “Satu lagi deh, abis itu udahan deh makannya. Tinggal sedikit nih, tuh lihat di piringnya, tinggal sedikit kan. Satu lagi ya”

Anak: “Nggak mau ah, udah kenyang”

Bagi sebagian ibu, dialog di atas mungkin terdengar sangat familiar di telinga ketika jam makan anak-anak telah tiba. Memberi makan kepada anak-anak balita terkadang memang menyulitkan. Anak tidak selalu menyukai apa yang diberikan kepada mereka. Mereka cenderung lebih menyukai makanan ringan berupa makanan yang manis (seperti permen, biskuit), makanan junk food (biasanya dalam bentuk makan siap saji seperti hamburger, fried chicken, french fries), dan makanan yang tasty (misalnya chiky, cheetos) dibandingkan makanan utama yang berupa nasi dan lauk pauknya.

Menghadapi situasi diatas orangtua biasanya menggunakan

Page 76: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

66 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

berbagai cara untuk membuat agar anaknya mau makan, bahkan seringkali sampai merasa perlu untuk memaksa anak, apalagi orangtua dari anak-anak yang bertubuh mungil. Orangtua mungkin beranggapan bahwa tubuh mungilnya itu terbentuk karena anaknya kurang makan dan gizi. Nah, gimana caranya menyiasati agar anak mau makan makanan yang disediakan oleh orangtua?

Untuk perkembangan tubuh dan energi anak membutuhkan sejumlah kalori. Kebutuhan kalori ini dipenuhi dari nutrisi, yaitu protein, karbohidrat dan lemak. Protein berguna untuk membentuk struktur sel-sel tubuh. Protein banyak terkandung dalam makanan yang terbuat dari tumbuhan maupun hewan, contohnya ikan, susu, keju, kacang dan tepung. Karbohidrat berguna sebagai energi yang diperlukan untuk beraktivitas dan proses-proses penting yang terjadi di dalam tubuh. Karbohidrat terkandung dalam gandum, kacang-kacangan, kentang, beras, buah-buahan, gula dan madu. Lemak juga berguna sebagai sumber energi. Lemak banyak terkandung dalam susu, kacang-kacangan, mentega dan minyak.

Selain membutuhkan nutrisi, tubuh juga membutuhkan vitamin, mineral dan serat. Vitamin, mineral dan serat penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Semua makanan pada umumnya mengandung setidaknya satu unsur nutrisi yang dibutuhkan dan dapat juga mengandung vitamin, mineral dan serat. Unsur-unsur inilah yang seringkali disebut dengan istilah Gizi (nutrisi, vitamin, mineral dan serat).

Bagaimana dengan makanan siap saji atau junk food? Junk

Page 77: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 67

food yang disukai anak-anak sebenarnya bukanlah makanan yang tidak ada faedahnya sama sekali. Contohnya hamburger, mengandung protein dan lemak, sumber zat besi dan vitamin B yang baik buat anak. Namun perlu diingat bahwa lemak dan protein yang terkandung dalam hamburger melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu jika anak menyukai junk food, tidak ada salahnya sekali-kali diberikan, namun sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsinya secara berlebihan. Jika hal itu sampai terjadi maka akan berpengaruh kurang baik bagi kesehatan karena asupan gizi yang diperoleh tidak seimbang, dan juga memicu terjadinya obesitas/kegemukan.

Mengapa Anak Enggan Makan?Papalia (1995), salah seorang ahli perkembangan manusia,

mengungkapkan bahwa pada usia 0-3 tahun perkembangan fisik dan otak anak berlangsung paling pesat/growth spurt, karena itu tubuh membutuhkan gizi yang banyak, sehingga biasanya anak memiliki nafsu makan yang baik. Setelah usia 3 tahun, perkembangan tubuh tidak lagi sepesat sebelumnya, kebutuhan tubuh akan makanan menurun dan biasanya diikuti nafsu makan anak yang juga menurun. Oleh karena itu dibutuhkan kreativitas dari orangtua agar anak jangan sampai kekurangan gizi akibat tidak mau makan.

Illingworth (1991), seorang ahli kesehatan anak, mengutarakan beberapa hal-hal yang menurut pengamatannya dapat menjadi penyebab anak tidak mau makan.

Pertama, memakan kudapan diantara jam makan, akibatnya tubuh masih berkecukupan dengan nutrisi yang berasal dari

Page 78: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

68 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

kudapan tersebut, sehingga anak tidak merasa lapar. Kedua, perkembangan ego sang anak; anak menolak makan sebagai manifestasi dari perkembangan sikap mandiri. Anak merasa sebagai individu yang terpisah dari orangtua, sehingga menolak bentuk dominasi orangtua. Ketiga, anak ingin mencoba kemampuan yang baru dimilikinya yaitu mencoba makan sendiri tetapi orangtua melarangnya melakukan hal tersebut. Keempat, menu tidak bervariasi sehingga anak merasa bosan dengan makanan yang terhidang atau bentuk makanan tidak menarik. Kelima, anak sedang merasa tidak bahagia, sedih, depressi atau merasa tidak aman/nyaman. Keenam, Anak sedang sakit.

Bentuk penolakan anak berupa: Pertama, memuntahkan makanan; Kedua, makan berlama-lama dan memainkan makanan. Pada tahapan usia 9 bulan-2,5 tahun memang masih merupakan suatu hal yang wajar jika anak makan berlama-lama karena ia belum mengenal konsep waktu. Namun jika anak telah berumur lebih dari usia tersebut, tetapi masih makan berlama-lama dan memainkan makanannya maka hal tersebut tidak lagi dapat disebut wajar/normal tetapi merupakan suatu cara anak untuk menarik perhatian dan menentang dominasi orangtua; Ketiga, sama sekali tidak mau makan; Keempat, menumpahkan makanan; kelima, menepis suapan dari orangtua

Orang Tua Keliru Beberapa tindakan keliru orangtua dalam menghadapi

situasi. Pertama, membujuk. Misalnya dengan kata-kata: “makan sayur bayamnya ya, biar kuat seperti popeye”, “kalau makannya habis nanti mama bilang sama papa kalau anak mama dan papa pintar loh”, dll. Kedua, mengalihkan perhatian, misalnya: anak

Page 79: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 69

disuapi makan sambil menonton film atau sambil bermain-main. Ketiga, memberi janji, misalnya: “kalau makannya habis, nanti mama belikan ice cream”. Keempat, mengancam, misalnya: kalau makannya tidak habis, nanti kalau ke dokter disuntik loh”. kelima, memaksa, misalnya anak dipaksa membuka mulut lalu dijejali makanan. Keenam, menghukum, misalnya anak yang tidak mau makan langsung dipukul atau diperintahkan masuk kamar. Ketujuh, membolehkan anak untuk memilih menu makanan yang diingininya. Dalam hal ini orangtua biasanya akan langsung mengganti menu jika anak mengatakan bahwa ia tidak menyukai menu yang dihidangkan.

Apa yang Harus Kita Lakukan?Dengan mengetahui bahwa nafsu makan anak digerakkan

oleh jumlah makanan yang dibutuhkan tubuh, orangtua seharusnya menjaga nafsu makan anak dan memastikan bahwa anak mendapatkan kebutuhan tubuhnya. Para ahli psikologi anak sama sekali tidak menyarankan anak dipaksa untuk makan apapun penyebabnya, karena semakin dipaksa anak akan semakin memberontak.

Lalu apa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk membuat anak mau makan dan tidak kekurangan sumber energi yang dibutuhkan tubuhnya? Berikut ini beberapa saran yang dapat anda lakukan jika menghadapi anak yang sulit makan.

Pertama, kurangi kudapan atau tidak memberikan kudapan sama sekali di antara jam makan. Termasuk di sini adalah pemberian susu kepada anak. Bagi anak yang memiliki nafsu makan sangat baik, pemberian kudapan maupun susu diantara

Page 80: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

70 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

jam makan masih diperbolehkan, tetapi harus dilakukan dengan jadwal tetap dan dosistepat sehingga tidak terjadi obesitas.

Kedua, menghidangkan menu yang bervariasi. Sama seperti orang dewasa, jika hampir setiap hari diberikan menu yang sama, maka anak akan bosan (meskipun menu yang diberikan merupakan menu favorit anak tersebut). Oleh karena itu, orangtua harus jeli dan pintar untuk memberikan menu yang bervariasi kepada anak. Misalnya: jika anak sudah sering diberi ikan cobalah mengganti ikan dengan ayam atau daging atau dapat pula diganti cara memasaknya. Mempercantik tampilan makanan. Contohnya, dalam sebuah iklan di TV, ada orangtua yang menghidangkan nasi goreng dengan diberi gambar wajah, mata yang terbuat dari tomat, bibir dari sosis, dan hidung dari ketimun. Penampilan nasi goreng yang seperti ini akan lebih menarik perhatian bagi anak daripada nasi goreng yang terhidang begitu saja di piring tanpa hiasan.

Ketiga, saat anak sedang merasa sedih, cobalah untuk terlebih dahulu membuat perasaan anak lebih baik dengan menunjukkan kasih sayang dan mencoba mengerti penyebab mengapa anak merasa sedih. Contoh: anak sedih karena kematian anjing yang disayanginya, maka bisa dihibur dengan mengatakan bahwa “anjingnya sekarang sudah sembuh, tidak akan pernah sakit lagi di tempat yang baru”.

Keempat, biarkan anak makan sendiri. Jangan takut dengan kekotoran yang disebabkan anak makan sendiri, karena yang penting di sini adalah anak merasa mampu, dipercaya oleh orangtua, semakin mandiri dan kemampuan motoriknya juga akan terlatih dan berkembang baik.

Page 81: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 71

Kelima, jangan memburu-buru anak agar makan dengan cepat. Anak yang makannya berlama-lama, tidak perlu diburu-buru. Jika semua sudah selesai makan, meja sudah dibersihkan dan anak masih bermain dengan makanannya, maka sebaiknya makanannya disingkirkan. Anak mungkin akan merasa marah, jika hal ini terjadi orangtua tidak perlu berdebat ataupun memarahi anak, berikan perpanjangan waktu yang cukup, jika perpanjangan waktu sudah selesai maka makanan benar-benar ditarik dan tidak diberikan perpanjangan waktu lagi. Dengan demikian anak akan mengerti ada waktu untuk makan.

Keenam, tidak perlu setiap kali mengikuti keinginan anak dengan mengganti menu sesuai keinginanya, karena mungkin saja ketidaksukaannya disebabkan keinginan menentang dominasi orangtua. Sebaiknya tanamkan kesadaran pada anak bahwa makan adalah tugasnya, dengan tidak memuji jika makanan dihabiskan, dan juga tidak memarahi, mengancam, membujuk, menghukum, atau memberi label anak sebagai anak nakal jika makanannya tidak dihabiskan/tidak mau makan.

Ketujuh, jika anak tidak mau makan dan si anak berada dalam keadaan sehat, tidak apa-apa. Singkirkan saja makanan dari meja makan dan anak tidak perlu diberikan kudapan apapun di antara waktu makan utamanya. Dengan demikian, ketika tiba waktu makan selanjutnya anak akan merasa lapas (bukan kelaparan) dan ia pasti akan makan apapun yang dihidangkan.

Kedelapan, tidak perlu memberikan porsi yang banyak kepada anak, sehingga sulit dihabiskan. Lebih baik memberikan porsi yang sedang, jika anak merasa kurang, ia boleh minta

Page 82: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

72 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tambah. Berikan makanan secara bertahap, jika anak merasa merasa kurang, ia boleh minta tambah. Berikan makanan secara bertahap sesuai jenis dan kandungan gizi satu perssatu mulai dari yang mengandung zat besi dan protein (daging) sampai terakhir jenis kurang penting misal puding cuci mulut. Jika anak merasa kenyang sebelum sampai pada makanan, tahap berikutnya orang tua tidak perlu lagi memaksa anak makan.

Reaksi orangtua akan menentukan arah dan proses pembelajaran anak terhadap berbagai hal sampai mereka menemukan kesadaran dan tanggungjawab secara internal. Jika reaksi orangtua menguatkan perilaku sulit makan, maka yang terjadi kemudian adalah anak menjadi sulit makan. sebaliknya jika reaksi orangtua menguatkan perilaku mudah makan, maka anak mudah makan. Satu hal yang sebaiknya diingat orangtua adalah tidak mudah untuk selalu merespon perilaku anak secara tepat. Tulisan ini mungkin dapat menjadi suatu informasi yang berguna bagi anda para orangtua yang peduli terhadap kesejahteraan anaknya.

Ibu Karir dan Anak Susah MakanPertama, bagi ibu yang bekerja, luangkan waktu sebentar

saja tetapi berkualitas untuk menyuapi anaknya. Sebab, sebenarnya anak-anak sangat mengerti bila ibunya bekerja. Kedua, berikanlah kepuasan psikis kepada anak yang sesuai dengan usianya, dan buatlah agar suasana hatinya senang, misalnya anak makan sambil jalan-jalan, melihat kereta api, dan lain-lain. Problem utama anak susah makan itu 6 bulan sampai 2 tahun. ‘Asal usia itu terlewati dengan bagus, Insya Allah ke depannya tidak ada masalah. Ketiga, pada saat orang

Page 83: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 73

tua baik ibu maupun ayahnya pulang kerja, pertama kali yang harus dipegang atau disapa adalah anaknya. Jangan yang lain. Keempat, jangan memaksa anak makan sampai mencekoki, mencubit atau bahkan memelototi. Bagaimana bila anak tidak mau sayur, tahu-tempe, dan makanan bergizi lainnya? Soeroyo menyarankan sebaiknya anak ‘dilaparkan’ dulu. ‘Tetapi, kita siapkan makanan yang sudah kita programkan, nanti berangsur-angsur dia akan mau, tetapi memang perlu telaten, disiplin. Kelima, sebaiknya sedini mungkin kita menerapkan penghargaan dan hukuman yang edukatif. Misalnya, pada waktu anak mau makan dipuji, diajak jalan-jalan, ciuman, pelukan. Bila tidak mau makan, katakan, misalnya, ibu atau ayah tidak mau lihat televisi bersama-sama, tidak mau jalan-jalan lagi. Keenam, pada anak berusia setelah empat bulan-enam bulan, baik diberi bubur instan asalkan anak tak alergi susu. Setelah anak berusia enam bulan, lebih bagus membuat bubur sendiri, karena ada macam-macam pilihan sayuran dan lauk-pauk yang bisa mengurangi kejenuhan rasa. Misalnya, hati dengan bayam, kemudian wortel dengan tempe, kangkung dengan tahu, dan sebagainya. Namun, bila dengan makanan tersebut anak mengalami diare atau muntah maka menu harus dievaluasi. Ketujuh, pada saat bayi mengalami perubahan makanan seperti enam bulan, sembilan bulan satu tahun, dia akan merasa-rasakan karena rasanya aneh sehingga kadang dimain-mainkan seperti dimuntahkan, ini harus dimasukkan lagi. Prinsipnya bila makanan tersebut dimuntahkan, harus sedikit-sedikit dan makanannya harus lebih cair lagi. Delapan, pada kasus anak yang mengalami gangguan psikis yang manifestasinya pada lambung dengan muntah bisa

Page 84: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

74 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

teratasi kira-kira setelah tiga tahun. Tetapi, kasus seperti itu jarang dan tidak menjadi masalah asal kebutuhan gizi, kalori, lemak, proteinnya tercukupi.

“Makanan” Penuh GiziOKSIGEN. Oksigen merupakan unsur utama yang

diperlukan oleh otak, yang menjadi ‘bahan bakar’ supaya ‘mesin’ otak berjalan dengan performa yang sangat tinggi. Begitu ‘bahan bakar’ oksigen ini tidak bisa disuplai dengan baik, ‘mesin’ otak akan mengalami kerusakan fatal. Pastikan anak mendapatkan kualitas oksigen yang sangat baik dan dalam jumlah yang cukup. Permainan yang menggunakan fisik akan sangat baik untuk membantu mengalirkan oksigen ke otak dengan lancar dan cukup.

Hindari lingkungan yang banyak polusi udara, terutama lingkungan yang banyak mengandung gas buang kendaraan bermotor, karena unsur kimia di dalam gas buang seperti CO dan Pb adalah musuh utama otak anak jika kita menginginkan anak kita tumbuh dengan cerdas.

NUTRISI. Milyaran sel otak anak memperoleh sebagian besar energinya dari makanan dan minuman yang setiap hari anda sediakan. Kandungan nutrisi di dalam makanan dan minuman itulah yang akan menentukan seberapa besar energi yang bisa disuplai ke otak. JANGAN terpengaruh dengan berbagai macam iklan tentang makanan otak yang terlalu menonjolkan unsur AA, DHA, dan sejenisnya itu. Unsur tersebut memang perlu, tetapi yang lebih penting lagi adalah pola makan yang bervariasi, seimbang antara kandungan vitamin, mineral,

Page 85: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 75

protein, karbohidrat dan lemak.

KASIH SAYANG. Kasih Sayang merupakan salah satu unsur makanan otak yang penting, dan benar-benar dibutuhkan oleh anak supaya bisa hidup. Kasih Sayang ternyata tidak hanya mempengaruhi perkembangan emosi anak, tetapi juga memberikan pengaruh besar terhadap arsitektur otak. Karena Kasih Sayang ini bentuknya sangat abstrak, kadang-kadang kita orangtua kurang memahami benar apa yang perlu kita lakukan untuk mengekspresikan kata Kasih Sayang ini.

INFORMASI. Informasi adalah makanan otak yang mampu membuat jaringan antar sel-sel otak saling bersambungan dengan kuat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Seperti kita ketahui, kecerdasan seorang anak ditentukan seberapa banyak dan kuatnya jaringan antar sel-sel otaknya.

Sumber informasi yang diterima oleh anak melalui panca inderanya berasal dari lingkungan alam dimana anak tinggal. Untuk itu kita perlu memberikan sebanyak mungkin pengalaman berbagai hal supaya anak memperoleh sebanyak mungkin informasi.

Selain alam, sumber informasi penting bagi anak adalah kita sebagai orangtua. Jawaban jawaban kita terhadap segala pertanyaan anak yang mana rasa ingin tahunya sedang berada di puncaknya ini akan menjadi informasi yang melekat kuat di dalam diri anak. Yang perlu diingat adalah sikap kita dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kesalahan sikap dalam menjawab akan mematikan rasa ingin tahu anak, dan akan menyebabkan anak menutup diri untuk menerima informasi-informasi dari luar.

Page 86: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

76 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Jangan sampai ini terjadi!

F. Rangsangan untuk Indra Peraba dan Pengecap

Ingin punya bayi hebat? Salah satu kuncinya pasti stimulasi! Terdengar klise mungkin, tapi memang begitulah prosesnya. Stimulasi diperlukan untuk perkembangan otak yang akan menentukan kecerdasan. Stimulasi indra peraba dan pengecap juga akan mengoptimalkan perkembangan otak, selain stimulasi indra pendengaran dan penglihatan.

Stimulasi indra peraba dan pengecap juga akan mengoptimalkan perkembangan otak, selain stimulasi indra pendengaran dan penglihatan. Ingin punya bayi hebat? Salah satu kuncinya pasti stimulasi! Terdengar klise mungkin, tapi memang begitulah prosesnya. Stimulasi diperlukan untuk perkembangan otak yang akan menentukan kecerdasan. Apalagi bila dikaitkan dengan the golden age atau masa pesat perkembangan otak di usia 0-3 tahun (ada juga yang mengatakan 0-6 tahun).

Setelah itu, perkembangan otak manusia pun akan melambat. Jadi manfaatkan masa ini dengan sebaik-baiknya. Cepatnya perkembangan otak dalam periode ini ditandai dengan pertambahan berat otak dari 400 gr di waktu lahir menjadi hampir 3 kali lipatnya setelah akhir tahun ketiga.

Sekadar untuk diketahui, pada masa awal usianya, fungsi kedua belahan otak bayi masih sama. Hal ini bisa terlihat dari cara bayi meraih benda dengan menggunakan kedua tangannya. Setelah otak berkembang, secara individual fungsi belahan otak kanan dan kiri menjadi berbeda. Perkembangan ini menyebabkan anak cenderung memakai tangan tertentu (umumnya kanan)

Page 87: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 77

untuk melakukan sesuatu.

Contoh lain akan pentingnya stimulasi terlihat pada penelitian tentang huruf ‘’L’’ yang diadakan di Jepang. Dari riset yang dilakukan ditemukan, bayi-bayi di negeri Sakura hingga usia 6 bulan masih peka terhadap konsonan ‘’L’’. Namun, saat menginjak usia 1 tahunan kepekaan itu hilang karena konsonan L dalam bahasa Jepang tidak diperlukan. ‘’Itu salah satu bukti kalau otak tidak distimulasi, sinaps-sinapsnya (simpai) akan hilang begitu saja.’’

Saraf-saraf dalam organ otak diibaratkan sebagai kumpulan pesawat telepon yang koneksinya belum terhubung satu sama lain. Agar koneksi antara pesawat telepon di dalam otak ‘’saling nyambung’’ diperlukan stimulasi. Tujuan stimulasi adalah mengembangkan hubungan (network) antara satu saraf dengan saraf lain. Saat anak sudah sekolah, ia akan lebih cepat menangkap pelajaran yang diberikan karena ‘pesawat-pesawat telepon’ miliknya sudah terkoneksi sebelum itu. Sebaliknya, bila pesawat-pesawat telepon itu tidak distimulasi maka sinaps-sinapsnya akan hilang.

Bahkan beberapa ahli percaya, kalau tidak ada rangsangan, jaringan organ otak jadi mengecil akibat menurunnya jaringan fungsi otak. Masalahnya, begitu banyak hal yang perlu dipelajari si bayi kecil lewat kelima indranya; ada indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba hingga pengecap. Orang tua harus rajin menstimulasi semua indra bayi secara seimbang agar tumbuh kembangnya menjadi optimal.

Nah, kali ini yang akan dibahas adalah stimulasi indra

Page 88: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

78 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

peraba dan indra pengecap.

Rangsangan Indra Peraba Sebenarnya, secara tidak sadar, orang tua sudah melakukan

beberapa stimulasi indra sentuhan dari hari ke hari. Hanya saja, mungkin upayanya kurang maksimal. Agar lebih maksimal berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:

Pijat bayi Pijatan dapat memberi efek relaks pada bayi. Penelitian

membuktikan bayi prematur yang sering dipijat akan tumbuh lebih baik, lebih cepat, lebih tenang serta lebih jarang menangis ketimbang bayi-bayi prematur yang tidak dipijat. ‘Jadi terbukti sentuhan orang tua mempengaruhi perkembangan bayi, bukan?. Akan lebih baik bila mengikuti berbagai kursus pijat bayi yang banyak diselenggarakan untuk mengetahui teknik pijatan yang tepat. Jika bayi dipijat tanpa mengenakan pakaian, pilih ruangan yang cukup hangat.

Ranjang Kebanyakan, waktu bayi akan dihabiskan di atas ranjang.

Nah, untuk menstimulasi indra peraba, lapisi ranjang dengan alas tempat tidur yang lembut dan hangat sehingga ia merasa nyaman di dalamnya.

Bahan Bayi perlu mengenal konsep kasar-halus atau keras-lunak.

Untuk itu kita bisa mengenalkannya kepada berbagai tekstur bahan seperti sutera, satin, velvet, kulit, handuk dan sebagainya. Bisa juga memanfaatkan kegiatan sehari-hari. Dengan mandi,

Page 89: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 79

misalnya, bayi jadi tahu sifat sabun yang licin.

Jalan Tanpa Alas Bila sudah agak besar, bayi bisa diajak berjalan-jalan tanpa

alas kaki sehingga ia dapat merasakan perbedaan kala menyentuh lantai, karpet, atau rumput. Nah, apa yang kita sampaikan kepada sensori peraba bayi akan terekam di dalam otaknya dan membantu dia menghubungkan jaringan sel-sel saraf yang ada di dalamnya. Akhirnya, pada sekitar usia 2 tahun ia mulai bisa menyebutkan kalau batu itu keras atau sutera itu lembut.

Rangsangan Indra Pengecap Stimulasi indra pengecap pun sudah akrab dengan aktivitas

sehari-hari si kecil, berikut beberapa di antaranya:

Susu ASI Menyusu ASI merupakan salah satu cara merangsang indra

pengecap bayi. Beberapa pakar mengatakan, bayi yang menyusu ASI akan lebih jarang mengisap jari ketimbang yang menyusu dari botol. Waktu menyusu yang ideal sekitar 30 sampai 40 menit. Di atas 20 menit sebenarnya susu ibu sudah kosong, namun bayi tetap mengisap puting ibunya demi memenuhi kebutuhan mengisapnya.

Isap jari Untuk menstimulasi indra pengecapnya biarkan bayi

mengisap jari. Seperti diketahui, setiap bayi pasti akan mengisap jari. Terlebih pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan. Sampai usia 7 bulan pun, kebiasaan mengisap jari pada bayi masih dianggap wajar. Setelah usia itu tentu kebiasaan ini mesti dihentikan.

Page 90: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

80 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Penunjang ASISelepas usia 6 bulan, mulailah bayi diperkenalkan dengan

berbagai macam rasa makanan agar saat besar nanti indra pengecapnya terbiasa dengan aneka jenis makanan. Ia pun akan tumbuh menjadi anak yang tidak pilih-pilih makanan.

Mainan Gigitan Bisa diberikan saat ia mulai memasukkan segala sesuatu ke

dalam mulutnya, yakni sekitar usia 6 bulan. Tentu saja perhatikan kebersihannya.

Ajak si kecil ngobrol saat kita memberinya stimulasi. Dengan begitu, perkembangan bahasanya pun akan ikut terangsang. Dengan berkomunikasi, orang tua juga akan menjalin kedekatan dengan anak. Namun, kelekatan tetap kurang terjalin bila sambil berbicara, pikiran orangtua berada entah di mana. Jadi, ajak bayi berbicara dengan tatapan mata. Saat memandikan, kita bisa ngobrol tentang air yang begitu dingin. ‘’Ih airnya dingin, ya..’’ Dengan begitu, anak merasa bahwa kita berusaha berhubungan dengannya. Walau mungkin respons bayi belum terlihat, hanya menatap saja, misalnya, tapi itu sebenarnya menunjukkan kelekatan sudah terbangun.

G. Jangan Emosi Mendidik Anak

Hasil penelitian mengatakan bahwa agresi psikologis bisa membuat anak menjadi sulit beradaptasi atau bahkan berperilaku buruk, karena berbagai faktor. Bentuk penerapan disiplin yang terlalu keras pada anak -- yang biasanya dilakukan orang tua yang masih muda usia -- sebaiknya jangan dilakukan. Sebab bisa mempengaruhi mentalnya di masa mendatang. Begitulah

Page 91: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 81

kesimpulan hasil sebuah survei tentang orang tua dan perilaku agresif terhadap anak yang dilakukan oleh Murray Straus, seorang sosiolog dari University of New Hampshire terhadap 991 orang tua.

Menurut survei tersebut, membentak dan mengancam adalah bentuk paling umum dari agresi yang dilakukan orang tua. Dibandingkan tindakan yang lebih ekstrim lagi, seperti mengancam, memaki, dan memanggil dengan kasar dengan panggilan bodoh, malas dan sebagainya, maka membentak memang paling banyak dilakukan. Bukan hanya kepada anak, bayi pun kena bentak. Tetapi biasanya semakin muda usia orang tua, semakin sering pula mereka melakukan ‘tindakan disiplin’ tersebut.

Dari survei itu, 90% mengaku melakukan bentuk-bentuk agresi psikologis saat dua tahun pertama usia anak. Dan 75% di antaranya mengaku melakukan bentakan atau berteriak pada anak. Seperempat orang tua menyumpahi atau memaki anaknya, dan sekitar 6% bahkan mengancam untuk mengusir sang anak. Menurut Straus, tindakan ini membawa efek psikologis jangka panjang bagi sang anak, walaupun secara hukum belum bisa disebut kekerasan terhadap anak. Tetapi memang dampaknya tidak langsung kelihatan dan biasanya baru ketahuan setelah mereka semakin dewasa.

Straus menambahkan bahwa agresi psikologis itu bisa membuat anak menjadi sulit beradaptasi atau bahkan berperilaku buruk, karena berbagai faktor. Misalnya, menjadi kurang percaya diri, atau sebaliknya, menjadi pemberontak. Tetapi

Page 92: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

82 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

yang paling dikhawatirkan adalah kalau mereka melakukan hal yang sama terhadap anak mereka kelak. Padahal kalau secara psikologis, kelakukan anak yang salah seharusnya diperbaiki, bukan dibentak-bentak dan dimarahi.

Mengatasi Ledakan Emosi Anak Anak anda sering marah dengan emosi tinggi seperti

memukul atau berteriak-teriak ? Jika YA, anda perlu melakukan hal-hal berikut. Apakah anda pernah mengalami kejadian berikut ? Anda dan si kecil anda berjalan-jalan ke mall atau makan di restaurant. Karena suatu hal yang sepele si kecil anda ngambek, marah dan berteriak-teriak minta pulang. Ketika anda anda berusaha membujuknya, si kecil anda justru semakin meledak emosinya, memukul atau melempar apa saja yang ada di sekitarnya. Mungkin anda tidak pernah mengalami kejadian seperti di atas, tapi kemungkinan besar anda mengalami hal yang hampir sama. Mengapa hal ini terjadi ?

Menurut banyak ahli perkembangan dan psikolog anak, hal ini sering terjadi karena anak mengalami frustasi dengan keadaannya sedangkan dia tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya. Hal ini sering dialami oleh anak usia 2-3 tahun.

Mengapa ? Anak usia tersebut biasanya sudah mulai mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas.

Page 93: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 83

Apa yang bisa anda lakukan ?

1. Jangan Ikut Marah

Saat anak anda sedang mengalami ledakan emosi, baik dengan teriakan maupun tindakan fisik lainnya, dia tidak akan bisa menerima alasan atau bujukan, tetapi justru terhadap apapun yang anda lakukan anak akan merespons secara negatif. Kemudian, jika anda tidak bisa menahan emosi, anda akan ikutan marah, dan mungkin anda akan meninggalkan anak anda sendirian.

Jangan lakukan itu ! Anak anda akan merasa bahwa anda telah mengabaikannya, dan semakin membuat anak merasa ketakutan dengan apa yag terjadi. Anak akan merasa lebih tenang jika anda tetap berada di dekatnya. Jika memungkinkan, gendong atau peluk anak anda sehingga dia akan lebih cepat menenangkan diri.

2. Tetap Pegang Kendali

Jangan mengikuti permintaan anak yang tidak realistik atau tidak bisa anda terima hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Hal ini sering terjadi di tempat-tempat umum seperti mall, yang mana pada saat anak minta sesuatu anda tidak mengijinkannya, tetapi begitu anak mulai meledak emosinya anda akan mengabulkannya karena malu dengan lingkungan.

Jadi, jika memang anak meminta sesuatu yang diluar toleransi, kita harus tegas mengatakan ‘’TIDAK’’. Jika anak menjadi marah besar dan mulai memukul ataupun tindakan

Page 94: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

84 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

lain yang membahayakan, bawalah dia ke tempat yang lebih aman hingga anak menjadi tenang. Katakan bahwa dia dibawa ke tempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan. Selama anak belum tenang, jangan memberikan nasehat atas tindakannya, tetapi fokuskan hanya untuk menenangkan dirinya. Tentunya anda mengatakannya tanpa emosi ataupun bernada memarahinya.

Memang, pada saat membaca tulisan ini kita bisa mengerti, tapi begitu mengalaminya langsung kemungkinan besar kita lupa dengan apa yang seharusnya kita lakukan.

Jadi bagaimana ? Ketika anak anda mulai meledak emosinya, katakan pada

diri anda sendiri, ‘’Ini kejadian yang wajar. Saya tahu cara menghadapinya!’’.

Selain hal di atas, masih ada beberapa hal PENTING lagi yang HARUS anda lakukan supaya anak anda mengerti dan memahami apa yang sudah terjadi. Juga, tindakan anda untuk mencegah terjadinya ledakan kemarahan yang terlalu sering.

Kegelisahan Orang TuaApakah anak saya bermasalah? Pertanyaan itu sering sekali

terdengar diucapkan oleh para orang tua, terutama para Ibu. Umumnya mereka khawatir karena anak-anak mereka dinilai “berbeda” dengan rekan-rekan mereka. Entah dari prestasinya, sikap dan perilakunya, sifatnya, sampai dengan fisiknya. Jeli sekali pengamatan para orang tua, jika sudah menyangkut perbedaan pada anak-anaknya. Selanjutnya, orang tua cenderung berpikir “anak saya membutuhkan terapi” Artikel ini, tidak mengajak

Page 95: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 85

pembaca untuk mengenal ciri-ciri anak bermasalah, namun mengajak pembaca untuk memahami, dari mana munculnya keresahan tersebut.

Persepsi PribadiTidak semua perbedaan yang kita lihat pada anak

merupakan hal yang negatif, dan tidak semua juga positif. Orang tua seringkali lupa, bahwa ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi perbedaan setiap anak.

a. Faktor biologis & genetika (keturunan) b. Faktor pola asuh c. Faktor lingkungan d. Faktor pendidikan e. Faktor pengalaman (perjalanan dan pengalaman hidup

sehari-hari) Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang memiliki kondisi

persis sama, bahkan kakak beradik atau anak kembar sekali pun, mengalami kondisi yang berbeda ketika mereka tumbuh dan dibesarkan. Intinya, tak ada satu manusia pun di dunia yang segala sesuatunya sama persis. Tidak setiap perbedaan berdampak destruktif, negatif atau pun patologis. Tergantung dari kaca mata yang melihatnya :

1. Orientasi fisiologis

Tuhan menciptakan manusia, dengan berbagai variasi dan keunikannya. Semua itu memperindah manusia itu sendiri. Namun, manusia sendiri lah yang seringkali terlalu ikut campur tangan dalam merekayasa dirinya. Misalnya,

Page 96: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

86 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

melakukan operasi plastik supaya wajahnya sama seperti artis penyanyi idolanya. Padahal, perbedaan itu dimaksudkan untuk menandai ke-khas-an setiap manusia. Tuhan sudah memikirkan jauh ke depan, agar manusia tidak membutuhkan kode, nomer urut atau pun abjad untuk membedakan diri mereka satu dengan yang lainnya. Manusia bukan produk pabrikan. Jadi, tidak heran jika anak punya tampang dan penampang yang berbeda-beda, hasil sintesa antara orang tua plus, karya seni & rancangan rencana Tuhan – serta dipengaruhi proses tumbuh kembang.

Kelainan fisik – orang bilang “cacat”, sesungguhnya tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kekurangan sang manusia itu. Sebab, kepenuhan dan kesempurnaan manusia, tidak bisa hanya dilihat dari kesempurnaan fisik, melainkan dari totalitas sebagai manusia – lahir dan batin. Tiadanya satu unsur di dalam fisiknya, menandakan adanya elemen lain yang menyempurnakan totalitas kemanusiaannya. Hanya, sayangnya – orang sering berfokus pada kekurangan dan lupa akan elemen lain yang Tuhan sudah “tanamkan” untuk menyempurnakan manusia ciptaan yang dikasihiNya.

Demikian juga dengan perbedaan fisik anak-anak. Banyak kombinasi unsur yang mempengaruhi perbedaan itu, baik unsur keturunan, gizi maupun faktor “latihan” fisik selama tumbuh kembang anak. Jika orang tua menginginkan anaknya sama persis dengan anak lain yang dianggap “ideal”, maka segala sesuatunya (kondisi fisik dan psikologis calon orang tua, termasuk nenek kakek yang melahirkan orang tua, sifat dan karakter, ciri fisiologis, kondisi rumah tangga,

Page 97: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 87

makanan dan gizi, dsb) harus sama persis jauh sebelum masa konsepsi. Apakah mungkin ?

Kita para orang tua yang sering kali terlalu panik ketika melihat kecepatan perkembangan anak kita berbeda dari yang lain. Bahkan, sangat cemas ketika melihat perbedaan fisik anak (anak kita lebih kurus atau lebih pendek dari temannya) dan lupa – bahwa perbedaan itu juga disebabkan oleh perbedaan kita, para orang tua. Orang tua sering mudah menyalahkan anak dan menganggap anaknya “tidak pandai”, malas, terlambat, terbelakang, lembek, lemah, jelek, dsb – dan akhirnya mendorong / menuntut anak untuk cepat-cepat menyaingi – minimal menjadi seperti ukuran ideal orang tua. Memang, dampak positifnya, bisa jadi ada perbaikan gizi dan perbaikan kegiatan untuk pengembangan fisik. Tapi, negatifnya, orang tua terlalu melihat pada hasil akhir dan lupa – luput melihat keajaiban kecil yang terjadi setiap saat di masa perkembangan anak, sesuai dengan proses kematangan (fisik-fisiologis) anak mereka sendiri. Orang tua jadi tidak menghargai upaya anak, dan tidak menghargai campur tangan Tuhan yang membantu tumbuh kembang anak karena orang tua terlampau ngotot dan fokus pada hasil.

2. Orientasi psikologis

Manusia senang sekali menilai dan membandingkan segala sesuatu, sepertinya tidak pernah menemukan titik temu antara kepuasan, keinginan ideal dengan kenyataan. Masalahnya, jika yang dinilai dan dibicarakan adalah “manusia” dan manusia itu adalah “anak”, persoalan sering

Page 98: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

88 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

jadi rumit. Anak adalah ibarat sebuah diamond – berlian, yang terdiri dari ratusan – bisa lebih – irisan, sudut, facets. Setiap sinar yang masuk, akan menghasilkan dimensi warna tersendiri. Dan, tidak ada diamond yang secara alami, memiliki irisan yang sama persis.

Pribadi, identitas dan diri seorang anak, akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas (pola asuh, dsb) dan faktor di atas juga sangat bervariasi dan berbeda derajatnya satu sama lainnya. Contoh : pola asuh orang tua, mempengaruhi sifat, karakter kepribadian anak. Pola asuh orang tua, pada dasarnya merupakan sintesa – hasil dinamika dua pribadi (ayah dan ibu) dalam mengasuh, mendidik dan menghadapi anak. Jika hendak diperdalam lagi, pribadi ayah yang menghasilkan pola sikap tertentu terhadap anak – juga hasil dari pola asuh orang tua sang ayah.

Jadi, ketika ada orang tua mempertanyakan : “kenapa ya kok sifat anak saya seperti itu?” sebenarnya, yang pertama kali harus dilakukan, adalah bercermin pada diri sendiri dan kilas balik ke belakang – bagaimana ayah dan ibu kita (dan kepribadian mereka) mempengaruhi pembentukan kepribadian kita para orang tua sehingga seringkali tanpa sadar kita lah yang mengarahkan anak untuk mengembangkan sifat-karakter-kebiasaan-perilaku dan segala sesuatu – seperti diri kita, bahkan, sedapat mungkin lebih sempurna dari diri kita. Kita lupa, bahwa anak – punya jalur, jalan hidup, panggilan hidup dan pribadi dan identitas nya sendiri, misi hidup yang berbeda dari orang tua, yang di-desain khusus sebelum dirinya menjelajah dunia. Orang tua, tanpa sadar

Page 99: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 89

menjadikan anaknya extended version.

Masalahnya kemudian, ketika anak tidak berkembang sesuai dengan “buku panduan”, orang tua lantas buru-buru mendiagnosa bahwa anaknya punya masalah, kelainan atau pun kelemahan yang harus segera di atasi dengan cara di-treatment. Padahal, orang tua sekali lagi lupa, bahwa mereka menggunakan acuan persepsi diri subyektif – plus ambisi pribadi, dalam menilai, mengukur perkembangan kejiwaan dan pribadi anak. Yang kasihan, ketika anak mengalami masalah, misalnya masalah emosional (resah, jadi pendiam, atau pemarah, mudah menangis, sulit mengendalikan emosi, dsb) – orang tua hanya melihatnya secara parsial, bahwa “anak saya bermasalah” dan “anak saya membutuhkan treatment”. Orang tua seringkali lupa, bahwa anak – dan reaksinya, antara lain merupakan hasil sintesa dari 2 kepribadian, pola sikap dan karakter orang tua yang berbeda, termasuk dan tersangkut pula di dalamnya masalah kejiwaan sang orang tua. Jadi, jika anak kita terlihat memiliki masalah emosional, jangan tergesa-gesa untuk mendapatkan instant treatment buat anak. Karena, ibarat sehelai daun menguning, maka bukan daun itu sendiri yang menyebabkannya, melainkan kesatuan sistem pohon turut serta dalam proses “penguningan”. Artinya, periksa dulu diri kita masing-masing, dan kemudian periksa hubungan kita dengan pasangan dan dengan anak. Segala sesuatu berawal dari situ, khususnya untuk masalah emosional – non medis / physiologis (misal, kelainan otak).

Pak–Bu, sebelum kita menganggap anak kita bermasalah, lebih baik kita evaluasi beberapa hal terlebih dahulu :

Page 100: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

90 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

a. Apa yang sedang terjadi di dalam keluarga Apakah ada perubahan dalam keluarga sehingga

merubah tatanan, kebiasaan atau pun stabilitas keluarga.

b. Apakah yang sedang dialami anak di sekolah Apakah ada masalah, tantangan atau kesulitan yang

dihadapi anak di sekolah

c. Bagaimakah pola komunikasi di rumah, antara orang tua dan antara anak dengan orang tua?

Pola komunikasi akan turut mempengaruhi kondisi kejiwaan anak, secara langsung dan tak langsung. Anak yang terbiasa mengekspresikan diri apa adanya, memiliki freedom to be and to fail environment, akan lebih rileks dalam menghadapi kesulitan karena dia bisa membicarakannya pada orang tua, tanpa dibayangi rasa takut, malu atau pun merasa bersalah karena dirinya tak mampu memenuhi harapan orang tua

d. Bagaimakah sifat kita masing-masing sebagai orang tua? Dan bagaimana pola pemecahan masalah yang biasa

kita lakukan ? Bercerminlah pada diri sendiri. Apakah ada kesamaan ciri, pola, elemen antara orang tua dengan anak – karena anak tanpa sadar juga belajar dari dan meniru orang tua

e. Apakah yang ingin diungkapkan anak melalui permasalahannya?

Setiap masalah yang terjadi, mengajarkan kita sebuah nilai kehidupan. Kalau kita hanya terfokus pada

Page 101: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 91

dampaknya (seringkali dampaknya pada diri kita – para orang tua, yakni : rasa malu kalau anaknya “ketinggalan”, “bermasalah” dsb), kita jadi luput mengambil pelajaran dan “pesan” yang harusnya kita dapatkan dari masalah yang sedang menimpa anak maupun diri kita. Misalnya, anak resah, gelisah, sulit konsentrasi, mudah marah dan menangis, sulit kerja sama dengan temannya di kelas – alih-alih melihat apa yang ingin diungkapkannya melalui “unspoken language”, orang tua sering buru-buru mencari orang yang bisa “menyembuhkan” atau “mengembalikan” anak mereka ke kondisi “normal”. Tapi, ketika orang tua juga diminta untuk terlibat secara aktif, bahkan ikut “di-therapy”, kontan saja mereka menolak karena merasa “tidak bermasalah” dan hanya “anak saya yang bermasalah”.

Jika demikian, orang tua akan sulit memahami permasalahan yang sesungguhnya, bahkan mungkin sekali – tidak ingin tahu permasalahan yang sesungguhnya, jika mereka lah yang harus “dikutak katik”, harus self-healing. Siap-siap saja untuk menghadapi masalah demi masalah yang kurang lebih serupa dengan intensitas yang semakin tinggi – hanya karena tidak menangkap “pesan” kehidupan yang harus dipahami supaya memperoleh kehidupan yang lebih berkualitas dan anak-anak yang lebih sehat jasmani dan rohani.

Emosi tak TerkendaliBodoh sekali sih kamu, begitu saja salah, tidak bisa…… Aduh anak saya ini loh pemalu sekali……..

Page 102: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

92 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Dasar anak bandel………. Beberapa orangtua pasti tidak asing dengan kalimat-kalimat

di atas, beberapa orangtua yang lain mungkin pernah mendengar (dan mengucapkan) versi-versi lain dari kalimat sejenis. Versi-versi lain itu bisa kalimat negatif seperti contoh-contoh di atas dan bisa juga kalimat-kalimat positif yang berisi pujian tentang kehebatan-kehebatan anaknya. Orangtua yang “sempurna” dan sulit menerima kesalahan dan kekurangan, mungkin akan lebih banyak mengatakan kalimat-kalimat negatif, orangtua yang “adil” mungkin pernah mengatakan kedua jenis kalimat tersebut tergantung keadaan anak, sementara orangtua lain yang selalu berpikir positif dan hanya mau melihat hal-hal positif pada anaknya mungkin hanya mengatakan kalimat-kalimat positif. Semua itu disebut sebagai labeling.

Labeling Labeling adalah proses melabel seseorang. Label, menurut yang

tercantum dalam A Handbook for The Study of Mental Health, adalah sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut, dan menjelaskan orang dengan tipe bagaimanakah dia.Dengan memberikan label pada diri seseorang, kita cenderung melihat dia secara keseluruhan kepribadiannya, dan bukan pada perilakunya satu persatu.

Dampak Terhadap Anak Dalam teori labeling ada satu pemikiran dasar, dimana

pemikiran tersebut menyatakan “seseorang yang diberi label sebagai seseorang yang devian dan diperlakukan seperti orang yang devian akan menjadi devian”.Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih

Page 103: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 93

seperti berikut “anak yang diberi label bandel, dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel”. Atau penerapan lain “anak yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Kalau begitu mungkin bisa juga seperti ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi pintar”.

Pemikiran dasar teori labeling ini memang yang biasa terjadi, ketika kita sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan label yang kita berikan. Misalnya, seorang anak yang diberi label bodoh cenderung tidak diberikan tugas-tugas yang menantang dan punya tingkat kesulitan di atas kemampuannya karena kita berpikir “ah dia pasti tidak bisa kan dia bodoh, percuma saja menyuruh dia”. Karena anak tersebut tidak dipacu akhirnya kemampuannya tidak berkembang lebih baik. Kemampuannya yang tidak berkembang akan menguatkan pendapat/label orangtua bahwa si anak bodoh. Lalu orangtua semakin tidak memicu anak untuk berusaha yang terbaik, lalu anak akan semakin bodoh. Anak yang diberi label negatif dan mengiyakan label tersebut bagi dirinya, cenderung bertindak sesuai dengan label yang melekat padanya. Dengan ia bertindak sesuai labelnya, orang akan memperlakukan dia juga sesuai labelnya. Hal ini menjadi siklus melingkar yang berulang-ulang dan semakin saling menguatkan terus-menerus.

Dalam buku Raising A Happy Child, banyak ahli yang setuju, bahwa bagaimana seseorang memandang dan merasakan dirinya sendiri akan menjadi dasar orang tersebut beradaptasi sepanjang hidupnya. Anak yang memandang dirinya baik akan

Page 104: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

94 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

mendekati orang lain dengan rasa percaya dan memandang dunia sebagai tempat yang aman, dan kebutuhan-kebutuhannya akan terpenuhi. Sementara anak yang merasa dirinya tidak berharga, tidak dicintai akan cenderung memilih jalan yang mudah, tidak berani mengambil resiko dan tetap saja tidak berprestasi.

Bagi banyak orang (termasuk anak-anak) pengalaman mendapatkan label tertentu (terutama yang negatif) memicu pemikiran bahwa dirinya ditolak. Pemikiran bahwa dirinya ditolak dan kemudian dibarengi oleh penolakan yang sesungguhnya, dapat menghancurkan kemampuan berinteraksi, mengurangi rasa harga diri, dan berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dalam kehidupan sosial dan kehidupan kerjanya.

Saran Bagi OrangtuaAdalah penting bagi anak untuk merasa bahwa dirinya

berharga dan dicintai. Perasaan ini diketemukan olehnya lewat respon orang-orang sekitarnya, terutama orang terdekat yaitu orangtua. Kalau respon orangtua positif tentunya tidak perlu dicemaskan akibatnya. Tetapi, adakalanya sebagai orangtua, tidak dapat menahan diri sehingga memberikan respon-respon negatif seputar perilaku anak. Walaupun sesungguhnya orangtua tidak bermaksud buruk dengan respon-responnya, namun tanpa disadari hal-hal yang dikatakan orangtua dan bagaimana orangtua bertindak, masuk dalam hati dan pikiran seorang anak dan berpengaruh dalam kehidupannya.

Beberapa saran bagi orangtua: 1. Berespon secara spesifik terhadap perilaku anak, dan bukan

kepribadiannya. Kalau anak bertindak sesuatu yang tidak

Page 105: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 95

berkenan di hati, jangan berespon dengan memberikan la-bel, karena melabel berarti menunjuk pada kepribadian anak, seperti sesuatu yang terberi dan tidak bisa lagi diperbaiki. Contoh: Kalau anak tidak berani menghadapi orang baru, jangan katakan “Aduh kamu pemalu sekali”, atau “Jangan penakut begitu dong Nak”, tetapi beresponlah “Tidak kenal ya dengan tante ini, jadi tidak mau menyapa. Kalau besok ketemu lagi, mau ya menyapa, kan sudah pernah kenalan”. Kalau anak nakal (naughty), jangan katakan bahwa dia nakal tapi katakan bahwa perilakunya salah (misbehave). Anak-anak sering berperilaku salah, selain karena mereka memang belum mengetahui semua hal yang baik-buruk; benar-salah; boleh-tidak boleh, mereka juga suka menguji batas-batas dari orangtuanya. Misalnya, kakak merebut mainan adik, katakan “Kakak, merebut mainan orang lain itu salah, tidak boleh begitu. Kalau main sama adik gantian ya” (dan bukan mengatakan “Kakaaaaak, nakal sekali sih merebut mainan adiknya”). Dengan demikian tidak ada pesan negatif yang masuk dalam pikiran anak, dan bahkan anak didorong untuk mau bertindak benar di waktu berikutnya.

2. Gunakan label untuk kepentingan pribadi orangtua. Sebena-rnya melabel tidak selamanya buruk, asalkan label terse-but digunakan orangtua untuk dirinya sendiri, agar lebih memahami dinamika perilaku anak. Misalnya, “Anakku A lebih bodoh daripada anakku B”. Tapi label tersebut tidak

Page 106: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

96 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dikatakan di depan anak, “A kamu itu kok lebih bodoh ya daripada adikmu si B”. Dengan mengetahui dinamika anak lewat label yang ada dalam pikiran orangtua sendiri, henda-knya orangtua menggunakan label tersebut untuk menyusun strategi selanjutnya, agar kekurangan anak diperbaiki. Mis-alnya, setelah mengetahui A lebih bodoh daripada B, maka orangtua memberikan lebih banyak waktu untuk mengajar-kan sesuatu dan mempersiapkan diri untuk lebih sabar jika menghadapi A.

3. Menarik diri sementara jika sudah tidak sabar. Adakalanya orangtua sudah tidak sabar dan inginnya melabel anak, mis-alnya “Heeeeh kamu goblok banget sih, 1 + 1 saja tidak bisa-bisa”. Jika kesabaran sudah diambang batas, sebelum kata-kata negatif keluar, ada baiknya orangtua menarik diri sementara dari anak, time off. Katakan pada anak, “Papa sudah lelah, mungkin kamu juga sudah lelah. Kita istirahat dulu, nanti belajar lagi sama-sama. Siapa tahu setelah istira-hat kita berdua lebih berkonsentrasi dan semangat belajar”.

Bagaimana cara orangtua berbicara dan menanggapi kekurangan-kekurangan anak akan sangat berpengaruh bagi anak sepanjang hidupnya. Oleh karena itu orangtua harus sangat berahti-hati dan mempertimbangkan secara matang apa yang akan diucapkan kepada anaknya. Mulutmu harimaumu, begitulah kata pepatah, yang dalam hal ini mulut orangtua

Page 107: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Bijaksana Mendidik Anak 97

bisa menjadi harimau bagi anak. Penting sekali orangtua selalu berkata-kata positif tentang anak, agar anak jadi berpikir positif tentang dirinya dan bertumbuh dengan harga diri yang tinggi dan perasaan dicintai dan diterima

Page 108: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

98 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 109: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 99

BAB IVMASALAH SOSIALISASI DAN KOMUNIKASI

A. Meningkatkan Percaya Diri Anak dengan Belajar Angka

Salah satu jenis kecerdasan di dalam Multiple Intelligence yang berhubungan erat dengan kesiapan anak masuk sekolah adalah Kecerdasan Logis/Numeris. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menstimulasi kecerdasan logis/numeris ini. Kemampuan anak dalam berhitung juga akan memberikan multiplier effect terhadap perkembangan kecerdasan lainnya seperti Kecerdasan Diri/Intrapersonal.

Salah satu jenis kecerdasan di dalam Multiple Intelligence yang berhubungan erat dengan kesiapan anak masuk sekolah adalah Kecerdasan Logis/Numeris. Kecerdasan ini mengacu pada kemampuan otak yang sedang berkembang untuk bermain-main dengan urutan angka, dan dapat berkembang pesat dengan banyaknya latihan.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menstimulasi

Page 110: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

100 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

kecerdasan logis/numeris ini, salah satunya adalah dengan bermain tentang berhitung dan angka sejak usia sedini mungkin dalam berbagai bentuk permainan yang menyenangkan setiap harinya. Kemampuan anak dalam berhitung juga akan memberikan multiplier effect terhadap perkembangan kecerdasan lainnya seperti Kecerdasan diri/Intrapersonal, yaitu mampu MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK. Anak yang sudah bisa berhitung pada saat masuk sekolah terbukti mempunyai tingkat percaya diri yang tinggi, dan ini memudahkan anak beradaptasi dengan lingkungan barunya. Banyak sekali jenis permainan angka atau berhitung di dalam permainan sehari-hari. Misalnya, naik tangga sambil menghitung jumlah tangganya merupakan permainan yang sangat disukai anak sejak dia mulai belajar berjalan. Permainan ini sekaligus bisa mendorong anak untuk berlatih berjalan. Di setiap kesempatan yang memungkinkan, jadikanlah berhitung sebagai bentuk permainan.

Ketika anak sudah cukup mengerti tentang angka, dan juga sudah mengerti konsep waktu seperti pagi, siang dan malam, biasanya anak akan mulai tertarik dengan konsep jam. Ini kesempatan yang sangat baik untuk mengajarkan cara membaca jam. Kemampuan membaca jam (yang bukan jam digital) akan mampu meningkatkan percaya diri anak. Selain itu, bagi kita orangtua juga akan mempermudah melatih disiplin anak dalam membagi kegiatan sehari-hari. Misalnya, jika sebelumnya kita tidak mudah menghentikan kegiatan bermain anak pada waktunya mandi sore, karena anak sudah mampu membaca jam, akan jauh

Page 111: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 101

lebih mudah mengajarkan batasan waktu kapan anak harus menghentikan atau memulai sebuah kegiatan.

B. Mengapa Anakku Suka Tengkar?

Iin (32 tahun) hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat kedua buah hatinya asyik bertengkar. Kunto (5tahun) dan Puji (4 tahun) sepertinya tidak pernah capai untuk saling berebut sesuatu. Mulai dari remote tv, playstation, buku cerita sampai memandikan Pusy, kucing peliharaan mereka. Kalau sudah begitu Karen hanya tinggal tunggu waktu saja sampai salah seorang mereka menangis dan mengadu kepadanya.

Banyak orang menyarankan sebaiknya punya anak dengan rentang waktu kelahiran sekitar 1-2 tahun. ‘’Supaya capeknya sekalian’’, itu alasannya. Membesarkan 1 orang anak saja sudah cukup melelahkan apalagi 2 orang anak sekaligus! Kan sampai dengan umur 5 tahun adalah saat-saat paling penting bagi pertumbuhan anak. Sebagai seorang ibu tentu kita tidak mau mereka ‘salah asuhan’.

Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ‘’Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah’’. Berikut 4 trik jitu cara menyiasati agar si kecil bisa berhenti bertengkar:

Pertama, habiskan waktu yang sama untuk setiap anak. Situasi: Maya tidak mau keluar kamar sejak pulang sekolah.

Page 112: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

102 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Dia ngambek begitu tau bapaknya menemani Hasan kursus sepak bola sore ini. Pikir Maya ayahnya tidak adil, karena ia tidak pernah ditemani ayahnya les gitar. Trik: Habiskan waktu yang sama untuk setiap anak. Temani mereka dalam melakukan hobi atau kursus yang mereka kerjakan. Ahli mengatakan: Rasa marah si kecil karena cemburu akhirnya membuat mereka mencari alasan untuk bertengkar dengan saudaranya. Mereka akan berpikir Anda tidak adil karena Anda hanya mencintai yang lain. Nah, menghabiskan waktu bersama, selain menghapus kecemburuan itu juga membuat ikatan kekeluargaan semakin erat.

Kedua, beri jam weker. Situasi: Bagas dan Arya ribut memperebutkan remote TV. Bagas ingin menonton Tom and Jery, sementara Arya ingin menonton Popeye di saluran lain. Trik: Pasang jam weker! setiap anak diberi waktu 15 menit untuk menonton acara favoritnya. Bila alarm jam sudah berbunyi berarti 15 menit berikutnya untuk anak yang lain. Ahli mengatakan: Adanya jam weker membuat mereka merasa mendapatkan pembagian waktu yang persis sama. Namun sebaiknya Anda mengajak mereka bicara dahulu, ajarkan untuk menyelesaikan masalah bersama dengan sikap toleransi . Bila tidak ada titik temu barulah dipakai trik ini. Jika tidak ada yang mau mengalah, bertindaklah tegas tidak memperbolehkan keduanya menonton televisi, agar mereka tahu bahwa sikapnya bisa merugikan dirinya juga. Ketiga, Beri kode untuk barang setiap anak. Masalah: Eko dan Reni selalu rebutan botol minum saat mau les berenang. Teriakan

Page 113: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 103

‘’Ini punya aku!’’ jadi sering terdengar di kuping. Trik: Beri kode tertentu untuk setiap anak. Misalnya warna biru untuk Eko dan warna hijau untuk Reni. Bisa juga menggunakan angka. Anak-anak sering ribut hanya untuk sesuatu yang tidak jelas. Pemberian kode bisa mengajarkan mereka berempati terhadap sesama, mereka akan mengerti bagaimana perasaan orang lain bila barangnya dipakai atau direbut.

Keempat, periksa program televisi. Masalah: Akhir-akhir ini Ulya suka memukuli Ula adiknya. Tidak keras sih tapi cukup membuat Ula berteriak mengaduh dan membalas memukul. Ketika ditanya Ulya bilang kalau dia sedang berperan menjadi jagoan seperti di film yang ditontonnya. Trik: Periksa program televisi yang hendak ditonton. Jangan sampai si kecil menonton film yang penuh adegan kekerasan. Di masa pertumbuhan, anak mudah sekali dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan didengar. Bila sang buah hati ingin menonton suatu program acara pastikan Anda sudah menontonnya terlebih dahulu sebagai pencegahan bila ternyata program tersebut tidak cocok untuk anak-anak.

C. Mengapa Anak Suka Tengkar (2)

Apakah semua kakak adik itu selalu bertengkar? Kenapa sih mereka

selalu bertengkar? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi

frekuensi maupun intensitasnya. Pada suatu sore, dua orang saudara kandung, Tia (6,5 tahun) dan Ria (5 tahun) sedang bertengkar memperebutkan sebuah bola.

Ria (menangis) : ‘’Ibu, aku mau bola yang lagi dipegang kakak, aku ingin sekali main!! ‘’

Page 114: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

104 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Tia : ‘’Ibu, adek ingin ambil bola. Aku nggak mau.”

Ibu (menghitung uang belanja) : ‘’Adek. mainanmu kan banyak, main dengan boneka saja, jangan nangis. Ibu lagi pusing mikirin uang belanja yang pas-pasan.’’

Ria: ‘’Adek cuma ingin bola yang sekarang dipegang kakak, adek ngga mau main boneka adek, karena semua sudah jelek-jelek.. dan rusak..!! (sambil tetap menangis)’’

Ibu (dengan nada kesal) : ‘’Aduh, kalian kok bertengkar terus. Diam! Diam! Ibu lagi pusing, kakak! berikan bolamu sama adek, masa dipinjam sebentar aja sama adek tidak boleh, sebagai kakak itu harus mengalah.. ayo berikan sekarang! (dengan suara keras dan mata melotot)’’

Ilustrasi diatas, paling tidak cukup membawa kita mengingat kebelakang, adakah peristiwa diatas juga terjadi terhadap kita. Sebagai orang tua, kita merasa bahagia bila memiliki anak lebih dari 1 sebagaimana kata pepatah ‘banyak anak banyak rezeki’, namun kebahagiaan itu sering kali terusik oleh pertengkaran anak-anak yang tentu saja dapat menimbulkan stres tersendiri.

Kenapa sih mereka selalu bertengkar..? Apakah semua kakak adik itu selalu bertengkar..? Sibling Rivalry adalah permusuhan dan kecemburuan antara saudara kandung yang menimbulkan ketegangan diantara mereka. Hal ini tak dapat disangkal bahwa perselisihan antar mereka akan selalu ada. Biasanya ini terjadi apabila masing-masing pihak berusaha untuk lebih unggul dari yang lain. Kemungkinan sibling rivalry akan semakin besar apabila mereka berjenis kelamin sama dan jarak usia

Page 115: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 105

keduanya cukup dekat.

Apa penyebab terjadinya Sibling rivalry? Pertama, Anak-anak sangat bergantung akan cinta dan kasih sayang orang tuanya. Mereka merasa terancam apabila orang tua membaginya kepada orang lain. Hal ini sering terlihat saat ibu hamil, anak mulai menunjukan protesnya melalui perilaku yang ‘sulit’. Kedua, Kecenderungan terhadap satu anak. Hal ini dapat menimbulkan perasaan kesal dan cemburu bagi anak yang lain dan anak yang lain akan merasa tersisihkan. Ketiga, Bila seorang anak menyadari kekurangannya dari saudaranya yang lain. Terlebih apabila si anak berjenis kelamin sama dan jarak usia yang berdekatan, maka diam-diam anak akan mengembangkan rasa benci terhadap saudaranya tersebut. Biasanya ketika orang tua sering memuji kemampuan anak yang lain dihadapan anak yang memiliki kekurangan, tentu saja akan membuat anak yang ‘kekurangan’ menjadi minder dan merasa kurang diterima ditengah-tengah keluarga.

Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya sibling rivalry?

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi maupun intensitasnya. Pertama, Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik. Pada saat hamil, libatkan anak untuk mempersiapkan kelahiran seperti ajak anak memilih pakaian ataupun perlengkapan bayi lainnya dan juga beritahukan bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian ibunya. Kedua, Beri setiap anak perhatian dan cinta yang khusus dan istimewa. Berikanlah perhatian

Page 116: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

106 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

yang khusus pada setiap anak, terutama bila anak tidak sepandai atau semenarik saudaranya, sehingga ia juga merasa dirinya istimewa. Ketiga, Jangan membanding-bandingkan anak. Hindarkan perkataan ‘’kamu kok bandel banget, lihat adikmu, sudah pintar, penurut lagi, tidak seperti kamu.. mama kehabisan akal menghadapi kamu..!’’ Ucapan ini tidak akan memotivasi anak namun justru perlahan-lahan menumbuhkan rasa cemburu dan kebencian terhadap saudaranya tersebut. Keempat, Jangan menjadikan anak sebagai pengasuh adiknya. Jangan paksa anak yang lebih tua sebagai pengasuh adiknya. Karena anak akan merasa terbebani dan mempengaruhi anak menjadi lebih dewasa dari waktunya. Kelima, Buatlah pembagian tugas rumah masing-masing anak. Keenam, Kembangkan dan ajarkan anak bersikap empati dan memperhatikan saudaranya yang lain.

Bagaimanapun juga, persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry) dalam keluarga tidak dapat dihindari. Namun, naluri keibuan, kasih sayang dan kepekaan Anda sebagai orang tua akan sangat membantu meminimalkan perasaan cemburu dan permusuhan antara mereka, sehingga timbul perasaan empati dan kesediaan sikap untuk berbagi dengan saudaranya yang lain. Tidak ada yang dapat membahagiakan kecuali senantiasa melewatkan waktu-waktu anda bersama senyuman lucu buah hati anda.

D. Apa Susahnya Berlibur?

Setiap musim liburan tiba, kita sering melihat respon yang berbeda antara anak dengan orang tua. Anak-anak dengan gembira dan semangatnya menyambut liburan mereka,

Page 117: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 107

sedangkan orang tua malah pusing dan bingung karena mereka harus memikirkan aktivitas apa saja yang dapat mengisi liburan, sehingga kegiatan anak tetap terarah dan berkualitas. Kepusingan orang tua sering dialami oleh para orang tua yang bekerja, karena mereka tidak bisa sewaktu-waktu mengambil cuti dari kantor. Tuntutan pekerjaan membuat mereka tidak mudah meninggalkan tanggung jawab setengah jalan untuk urusan “liburan”. Idealnya, antara orang tua dan anak, ada perencanaan yang baik dalam menentukan waktu “liburan bersama keluarga” sehingga tidak perlu ada yang mengorbankan kepentingan atau tanggung jawab. Namun, sudah tentu waktu libur anak yang relatif panjang sekali jika dibandingkan dengan libur orang kerja, tidak akan pernah “match” dengan orang tuanya. Bagaimana mengelola kegiatan terutama pada waktu orang tua tidak bisa extending waktu libur mereka bersama anak?

Bisa dimengerti, bahwa dalam kesibukan para orang tua, dari pagi hingga malam, bekerja penuh waktu, segenap energi, pikiran dan ide-ide kita sering buntu – tidak lagi bisa memikirkan hal-hal lain selain dari pekerjaan hari ini dan pekerjaan esok hari yang sudah in-advance dipikirkan malam sebelumnya. Dalam keadaan seperti itu, kita para orang tua sering lupa, bahwa kita pun dulu pernah kecil, pernah melewati masa kanak-kanak yang amat sangat jauh berbeda dengan masa kanak-kanak anak-anak kita sekarang ini. Dulu, kita tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang amat sangat jauh lebih sederhana, tanpa kekurangan “media” bermain dan fasilitas permainan. Ada saja ruang dan bahan-bahan yang bisa kita jadikan permainan tanpa harus membayar mahal-mahal dan tanpa harus mengeluarkan

Page 118: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

108 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

biaya transportasi yang mahal. Halaman belakang rumah, halaman tetangga, kebun nenek kakek atau pun, parit kecil di depan rumah – sering dipakai bermain, terutama di kala hujan.

Tidak bisa dipungkiri, jaman sudah berubah, tuntutan kian mengejar dan usia semakin menua, membuat kita para orang tua lupa bagaimana kita dulu mengelola liburan kita, tanpa harus selalu mengikutsertakan orang tua. Artikel kali ini, bertujuan untuk sekedar mengingatkan dan memberi alternatif – bagaimana cara mengisi liburan anak, tanpa harus bepergian jauh, apalagi dengan mengeluarkan biaya yang besar. Sebab, tidak semua keluarga mampu memiliki biaya atau budget yang memungkinkan untuk “liburan”...Kita bisa membuat liburan tetap menjadi moment istimewa, meskipun dengan biaya ringan atau pun bahkan tanpa biaya. Bagaimana menyiasatinya?

Pertama, Liburan ilmiah. Liburan ilmiah yang dimaksud di sini, adalah liburan sambil menimba ilmu. Bagaimana caranya supaya tidak bosan dan “menyebalkan”? Kita bisa membawa anak-anak berjalan-jalan ke musium yang ada di dekat tempat tinggal kita, entah musium zoologi yang ada di kota Bogor, Kebun Raya Bogor, musium geologi di Bandung, BOSCHA (tempat teropong bintang) di Lembang atau pun yang ada di seputar Taman Ismail Marzuki. Di Jakarta ada musium ABRI (Satria Mandala), di Yogyakarta ada musium sekaligus monumen perjuangan Yogya Kembali. Dan, masih banyak musium yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan membawa mereka ke musium, mereka belajar banyak tentang sejarah masa lalu, entah sejarah kehidupan manusia, kehidupan tumbuhan dan hewan serta alam semesta. Biaya masuk ke musium relatif sangat

Page 119: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 109

murah ketimbang “shopping” di Mall.

Mengisi liburan ilmiah, tidak hanya dengan pergi ke musium; pergi ke pasar pun bisa menjadi ajang liburan ilmiah. Kalau kita tidak di”ganggu” oleh kekhawatiran kita yang sering kelewat batas kalau membawa anak ke pasar (takut becek, takut kotor, takut lelah, takut sakit, dsb) yang sesungguhnya sering ditunggangi oleh ke-egoisan kita (tidak mau repot bawa anak ke pasar). Di pasar, banyak sekali komoditas yang dijual dan ditampilkan dalam “etalase” terbuka. Ada bawang merah, cabe, sayur mayur, bumbu dapur, alat memasak, dsb. Pasar adalah pusat informasi yang menyimpan “data base” amat besar. Ribuan variable yang dapat kita temukan di pasar dan masing-masing “variabel” dapat kita jelaskan pada anak. Misalnya, kita tunjukkan pada anak, yang manakah bawang merah dan manakah bawang putih, bagaimana mereka tumbuh, mengapa kita perlu bawang merah, mengapa kita perlu bawang putih, apa kegunaan dan manfaatnya, dsb. Atau, mana kah yang namanya ikan mujair dengan ikan tongkol, cumi-cumi dan kepiting (dalam wujud yang utuh, bukan lagi dalam bentuk transformasi yang sudah tersaji di meja makan). Kalau informasi itu dikumpulkan, maka tidak cukup 12 ensiklopedi untuk menjelaskan semuanya. Kita bisa menjelaskan segala sesuatu secara panjang lebar di rumah, setelah kita menunjukkan pada anak benda-bendanya. Dan, pasti lebih menyenangkan jika anak melihat secara langsung “tumpukan” komiditas di pasar. Bagi anak-anak yang perkembangan intelektualnya masih membutuhkan benda-benda kongkrit untuk menunjang pengertian mereka, “study

Page 120: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

110 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tour” adalah moment yang penting.

Kedua, Liburan kreatif & innovatif. Kita bisa mengarahkan dan membangkitkan kreativitas anak dengan menstimulasi imajinasi mereka. Pada dasarnya, anak-anak itu sangat kreatif dan heavy-loaded by energy. Kita (atau pengasuh, atau siapapun yang bisa kita percaya) bisa bawa mereka ke tempat art & craft center atau pun science club untuk anak-anak, dengan biaya relatif murah. Di sana, mereka akan disajikan banyak sekali hal-hal yang belum mereka ketahui, percobaan-percobaan ilmiah atau pun teknik-teknik seni yang akan menghasilkan karya yang membuat mereka bangga akan diri sendiri. Memang, ktia tidak selamanya bisa membawa mereka ke tempat-tempat tersebut. Kita pun bisa menciptakan liburan kreatif dan innovatif di rumah. Kalau kita tidak punya ide sama sekali tentang apa dan bagaiamana, kita bisa membeli buku yang menjabarkan tentang berbagai percobaan menarik yang dapat dilakukan sendiri di rumah. Mulai dari percobaan unsur (yang sederhana saja, misalnya minyak dengan air), percobaan warna (memadukan warna) sampai dengan mencoba membuat sesuatu / constructing things – dari benda-benda yang ada di rumah, misalnya: kardus, karton tebal, tripleks bekas, koran bekas, akuarium bekas, stoples beling kosong, dsb yang bisa digunakan menjadi media atau pun alat eksperimentasi atau konstruksi. Nah, di sinilah peran ayah sangat penting untuk menemani dan men-supervisi anak laki-laki. Dan, peran ibu untuk mau “menyulap” benda-benda yang ada di rumah, menjadi bahan baku yang potensial untuk menciptakan sesuatu.

Di masa liburan ini pula, anak-anak bisa kita perkenalkan

Page 121: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 111

dengan kegiatan “baru”, misalnya : belajar memasak (membuat kue, dsb), belajar menjahit, menyulam, menari (kalau yang ini, mungkin harus kursus / jadi anggota sanggar), menukang, atau bertanam (tidak mesti harus punya halaman luas, karena bisa dengan menggunakan polybag (kantong khusus untuk menanam bibit) atau pot kecil. Jangan cemaskan hal-hal yang tidak signifikan, misalnya “bagaimana kalau anakku capek, bagaimana kalau rumah kotor, bagaimana kalau kaki kena tanah, bagaimana kalau bajunya basah, bagaimana kalau halaman jadi becek” dsb... Kalau kita mau jujur, bukankah semua kekhawatiran itu disebabkan karena kita tidak mau repot-repot atau capek-capek membereskan “perabotan” atau pun membersihkan kotoran?

Nah, sebenarnya kita bisa sekalian mengajarkan pada anak kita, bagaimana mengerjakan segala sesuatu dengan rapi. Kita pun bisa sekalian mengajarkan pada anak kita “tanggung jawab”, artinya, kalau sudah selesai mengerjakan, kita pun harus membereskannya kembali. Hati-hati, kekuatiran kita para orang tua, bisa menghalangi anak “mengenyam, mempelajari dan menginternalisasi” nilai-nilai luhur budi pekerti, seperti : tanggung jawab, kreativitas, konsekuensi (sebab akibat), kebanggaan yang positif pada diri sendiri (atas dasar kemampuan diri yang riil – bukan numpang kekuatan dan kejayaan orang tua), ketekunan, persistensi, konsentrasi, koordinasi (baik koordinasi tangan, pikiran dan perasaan – dengan koordinasi dengan pihak lain) serta satu hal yang nilainya tidak kalah tinggi, yakni: membentuk tangga identitas diri. Setiap aktivitas, merupakan sebuah ekspresi diri sekaligus konfirmasi akan kemampuan dirinya. Kalau anak merasa “mampu” dan berhasil mengatasi

Page 122: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

112 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tantangan yang satu, maka dalam dirinya tertanam rasa percaya diri untuk melakukan eksplorasi demi eksplorasi ke bidang-bidang lainnya.

Ketiga, Liburan empatik & sosial. Ada lagi jenis kegiatan yang relatif murah untuk mengisi liburan anak dengan nilai yang tinggi. Kita bisa membawa anak-anak, pergi ke panti asuhan untuk melihat teman-teman mereka yang hidup di panti asuhan. Dengan begitu, anak-anak akan melihat bahwa di dalam hidup ini, ada banyak hal yang belum mereka ketahui, bahwa ada banyak anak-anak yang menjalani hidup sangat berbeda dari anak-anak kita – dan ternyata, banyak juga yang meskipun hidup susah, tapi tetap bahagia, tahu bersyukur, tidak cerewet, tidak mengeluh dan bahkan punya semangat belajar dan semangat juang yang tinggi.

Selain ke panti asuhan, kita juga bisa ajak anak-anak ke panti jompo. Di sana, kita bisa membuka pengertian anak dan menanamkan nilai moral, bahwa setiap orang akan menjadi tua, dan meskipun tua, mereka tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang, terutama setelah apa yang mereka berikan pada anak-anak selama ini. Kesempatan ini, dapat bermanfaat untuk menanamkan kebijaksanaan pada anak, akan pentingnya “orangtua” untuk anak-anaknya. Sebenarnya, dengan mengajak anak kita ke dua tempat: panti asuhan dan panti jompo, kita sekaligus menyampaikan sebuah fakta : bahwa setiap orang di dalam hidup ini saling membutuhkan dan saling memberikan. Tiadanya perhatian dan cinta, dapat membuat hidup menjadi sulit dan tidak bahagia; tapi, perhatian hanya dalam bentuk hadiah, barang, dan bentuk-bentuk materi lainnya – ternyata

Page 123: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 113

tidak dapat membuat orang benar-benar bahagia.

Keempat, Liburan petualangan. Liburan petualangan, biasanya diasosiasikan dengan biaya yang mahal dan perjalanan yang jauh. Sebenarnya tidak harus demikian, karena di setiap tempat, disetiap kota, pasti punya sisi terpencil yang amat menarik untuk dijadikan ajang petualangan. Coba jika Anda ingat ketika masih kecil dahulu, bukankah mengejar layangan putus sambil menelusuri sungai kecil – sudah menjadi pengalaman yang luar biasa? Mungkin, saat ini sungai kecil itu sudah tidak ada lagi – tidaklah masalah. Kita bisa mengajak anak-anak, pergi berjalan-jalan ke perkebunan teh, ke kebun raya, ke kebun binatang, ke gua, ke sawah, ke pemancingan (di daerah cibinong, ada sebuah pemancingan besar untuk umum sekaligus tempat camping dan planting), ke gunung, ke mata air panas, ke air terjun atau ke peternakan (di daerah lingkar jakarta selatan, ada semacam istal kuda yang terbuka untuk umum).

Sebenarnya, semua tempat itu accessible dan possible, selama kita para orang tua, willing to go out of the box, get out from the bed and comfort zone, dan doing extra effort to have advanture. Kendalanya, sesungguhnya lebih terletak pada diri kita sebagai orang tua. Kita memang sering terbentur waktu, dan kesempatan – tapi, kalau kita ingin jujur, sesungguhnya yang menghambat seringkali, adalah diri kita yang sepertinya “sudah terlalu lelah untuk melakukan apapun kecuali tidur atau sekedar jalan-jalan ke mall”. Padahal, kalau kita mau mencoba keluar dari lingkaran kehidupan dan kegiatan yang membuat energi kita terperangkap di dalam lingkaran itu, maka kita para orang tua yang sudah pada kelelahan, kita bisa men-charge kembali battery energy yang

Page 124: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

114 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

sudah low. Asalkan, selama bepergian, kita tidak membawa serta semua idealisme dan konsep-konsep “berlibur yang ideal, anak yang baik, orang tua yang sempurna, dsb” yang hanya akan membebani mental kita sendiri. Biarkan semua orang bisa mengekspresikan minat, emosi dan ide-idenya – justru karena ada media yang tepat untuk menyalurkannya.

O ya, suasana petualangan, tidak harus artinya kita pergi jauh dari rumah. Jika kita, atau salah satu famili memiliki rumah dengan halaman yang cukup luas, maka kita bisa mendirikan tenda di halaman itu, dan membiarkan anak-anak “camping” di tenda. Tentu moment ini menjadi moment yang mengasikkan, apalagi jika anak-anak kita bergabung dengan para sepupunya.

Kelima, Liburan super-aktif. Mengingat anak-anak adalah pribadi yang paling aktif, maka kita pun bisa mengarahkan dan menyalurkan energinya, pada kegiatan yang mengasikan. Jikalau pergi ke pantai untuk berenang dan main pasir atau mengumpulkan kerang – terlalu sulit untuk dilakukan, atau terlalu jauh untuk dijalani, maka kita bisa mengajak anak-anak pergi ke lapangan bola terdekat, untuk “bertanding sepak bola”, atau pergi ke kolam renang terdekat, untuk adu renang; atau, membantu ayah men-cat tembok rumah, mencuci mobil, menjadi “asisten” ketika ayah membetulkan mobil atau motor, bersepeda di dalam kompleks, atau, bermain layangan! Coba kita ingat-ingat, betapa menyenangkannya “hanya” dengan main layang-layang atau main sepeda. Problemnya bagi kita para orang tua : maukah kita meluangkan waktu untuk anak kita? Maukah kita mengatasi dan mengalahkan ke-engganan diri (mungkin kita lebih senang nonton TV dan sinetron di

Page 125: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 115

rumah ketimbang panas-panasan di bawah terik matahari, atau berkutat pada komputer di ruang kerja karena pikiran tidak bisa lepas dari pekerjaan) ?

Nah, dari semua alternatif di atas, tampaknya tidak terlalu sulit untuk direalisasikan. Namun, apapun kegiatan yang akan dihadapi dan dijalani, kendalanya biasanya ada di kita, para orang tua : maukah kita keluar dari comfort zone – mengusahakan dan melakukan sesuatu “diluar kebiasaan”. Selain itu, ada pula tantangan untuk kita para orang tua, yang datangnya justru dari anak-anak kita sendiri. Seringkali, pola hidup dan kebiasaan “keluarga” selama ini, yang di dominasi oleh kegiatan shopping ke mall, nonton TV, main computer game, atau chatting on line, membuat anak-anak enggan untuk pergi ke tempat-tempat di luar shopping mall atau pun untuk melakukan kegiatan yang sifatnya produktif. Mereka cenderung lebih senang nonton TV, main computer game, atau kalau mau liburan – ya benar-benar harus pergi ke suatu tempat yang jauh, misalnya ke Bali atau ke tempat lain yang mewah. Sebab – tidak selalu finansial keluarga, men-support keinginan anak – bahkan keinginan kita sendiri untuk menikmati “liburan” yang menyenangkan. Tanpa harus mengeluarkan dana yang besar, kita selayaknya dapat mencari dan menemukan kebahagiaan dari kegiatan yang sederhana, namun tidak kalah nilainya. Bagaimana pun juga, kebahagiaan itu tidak diukur dari besar kecilnya uang yang kita miliki, bukan?

E. Mengapa Kamu Cengeng?

Anak kakakku yang umur 6 tahun, cewek sekarang sudah kelas 1 SD itu cengengnya minta ampun, gemesss deh, sedikit-

Page 126: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

116 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

sedikit menangis berurai air mata dan kalau menangis keliatan sediiiihhh benar padahal masalah yang ditangisi sepele, misalnya, dia minta diantar berangkat ke sekolah pagi-pagi (biasanya ikut jemputan) saat itu kami tidak bisa antar, langsung deh, menangis kejer sampai mukanya merah kadang aku emosi juga kenapa harus pakai menangis? Lagi pula sudah dijelaskan alasan kita tidak bisa antar, dan sudah janji besok-besok pasti mama-papa antar dan banyak lagi masalah-masalah sepele yang ditangisi, pernah suatu kali dia minta dibelikan sate ayam karena aku tidak sempat, kecapekan, jadi langsung pulang kerumah tidak mampir beli sate dulu, langsung menangis kejer lagi, seperti tidak pernah makan sate padahal hampir tiap minggu dia makan sate ayam (memang kesukaannya).

Masalah seperti di atas pasti banyak dialami orang tua. Mengapa anak kita cengeng? Bagaimana mengatasinya?

Sudah jadi senjata dia sepertinya, kalau dia menangis keinginannya tercapai atau paling tidak mencari perhatian. Coba sekali-sekali bilang tidak mengerti mau dia apa karena dia menangis. Minta dia bicara apa maunya tidak pakai menangis, terus jangan kabulkan apa yang dia mau kalau mintanya sambil menangis. Sepertinya menangis sudah menjadi senjata untuk mendapatkan keinginannya ya? Karena anak tahu dengan menangis, dia akan mendapatkan apa pun yang dia mau, walaupun membuat orang tuanya jengkel.

Yang bisa kita lakukan untuk menolong anak kita yang kelewat sensitif, pertama dengan mencoba berempati. Katakan bahwa kita mengerti perasaan tidak mampu atau kekecewaan

Page 127: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 117

atau apapun yang anak kita rasakan. Tapi jangan terjebak untuk menghiburnya terlalu lama. Setelah anak kita tenang dan dalam situasi yang menyenangkan, kita masuk ke langkah kedua, yaitu memberikan batasan-batasan. Misalnya kalau anak berhasil menahan tangisnya satu kali, diberi stiker yang ditempel di buku. Stiker-stiekr ini dikumpulkan sampai 3 (jangan banyak-banyak dulu) setelah itu, ia boleh mendapatkan atau melakukan hal yang disukainya. Sebaliknya bila ia tidak bisa menahan tangisnya, apa yang menjadi kesenangannya akan diambil. Misalnya tidak boleh nonton TV, atau tidak mendapat ice cream kala yang lain boleh makan ice cream. Langkah ketiga doronglah anak untuk berinisiatif. Misalnya jika ia minum, katakan dengan lembut, bahwa ia bisa mengambilnya sendiri. Setelah itu pujilah dia. Langkah keempat doronglah anak agar peka terhadap kemampuan dirinya sendiri untuk menghadapi hal yang membuatnya bete/kesal/sebal. Bantu dia untuk membuat segala sesuatunya jelas, tidak hanya membuat ia berkata, saya sedang sebal. Tapi sebalnya itu karena apa? Apakah karena tidak diajak bermain temannya, atau karena apa. Caranya dengan menceritakan bahwa kita juga pernah merasa sendiri, kecewa, sedih karena sesuatu hal. Anak yang sangat sensitif, biasanya sulit untuk menjelaskan hal yang menyebabkan dia rewel. Langkah kelima bantulah anak agar lebih fleksibel. Anak yang sangat sensitif biasanya tidak suka kejutan atau sesuatu yang diluar kebiasaan. Awali dengan small steps, perlahan-lahan, agar suatu saat nanti bias menjadi anak yang lebih independen.

Langkah di atas memang tidak mudah, dan membutuhkan usaha keras baik untuk orang tua maupun anaknya sendiri. Dengan kesabaran dan kemauan dari kedua belah pihak pasti

Page 128: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

118 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

bisa.

F. Anak Tengkar atau Mengalah?

Banyak orang tua gundah gulana menghadapi masalah anak. apalagi anak suka berantem. Tetapi, bila tidak mau berantem, ia mungkin akan dianiaya temannya. Bagaimana enaknya? Seperti dialami Elin. Bila main sama temannya suka pulang ke rumah dan menangis. Pertama karena dipukul perutnya sama temannya, kemarin ini karena kepalanya kena batu, aku sendiri tidak melihat kejadiannya, intinya dia mengadu kalau dilempar batu, kayaknya sich batu kecil dan mungkin tidak sengaja kali ya, kurang jelas bagaimana. Tapi yang aku bingung, cepat atau lambat dia khan akan bergaul sendiri, jauh dari rumah, dan mungkin sekali dua kali akan bentrok dengan temannya seperti sekarang ini. Nah, aku lagi mempertimbangkan, anakku ini aku suruh melawan temannya atau aku suruh mengalah ya? aku mikirnya kalau aku bilang yang intinya dia memukul balik atau melawan temannya, nantinya malah jadi berkelahi beneran, aku takut anakku nanti jadi agresif, bandel atau sok jagoan. Tapi kalau aku suruh mengalah, nanti keterusan sampai besar tidak bisa `berantem` dan bisanya cuma pulang ke rumah menangis, khan kurang bagus juga. Enaknya bagaimana ya, kalau aku ajak bicara baik-baik, rasanya susah juga memilih bahasa yang mudah dimengerti dia. Sekarang ini sich aku cuma bilang ke dia, kalau temannya memukul, jangan menangis, kasih tahu kalau itu sakit, kalau perlu `tepak` tangannya saja, tapi pelan. Tapi aku tidak tahu apakah dia mengerti dan apakah cara itu efektif.

Aku mengalami sendiri hal seperti itu, kemudian anaknya

Page 129: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 119

aku tanya baik-baik atau aku diam-diam mengintip di sekolah tanpa sepengetahuan si anak. Hal ini lebih aman,karena kita jadi mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Anakku dulu juga suka dipukul oleh teman cowoknya sampai dia tidak mau sekolah. Pertamanya aku suruh dia bilang ke gurunya tapi masih saja suka dipukul, kemudian aku telpon gurunya,tapi tetap tidak berhasil juga. Kemudian aku bilang ke anakku, “kalau anak itu memukul, balas saja. Kalau tidak bisa memukul, kamu dorong saja. Tapi kalau anak itu tidak nakal tidak boleh memukul atau mendorong”. Dan ternyata manjur, anak itu tidak pernah mengganggu anakku lagi, malah kaget karena ada yang berani ke dia.

Kalau anakku, aku suruh teriak ‘stop’ atau ‘no’ yang keras, biar gurunya dengar. Soalnya kadang-kadang gurunya kan tidak melihat awalnya, nanti kalau anak kita membalas, dikiranya anak kita yang memulai. Sekarang mulai aku ajar untuk galak sama anak laki-laki. Di les berenangnya kemarin, ada anak cowok bandel. Dia suka mengganggu anak-anak perempuan. Jadi tiap anak perempuan dia cipratin air. Guru renangnya juga sudah bosan mengingatkan. Ibunya ada di pinggir kolam, cuma senyam-senyum saja. So, sekarang anakku aku ajarin galak ke anak cowok yang bandel itu. Kalau satu dua kali dikasih tahu tidak bisa, galakin saja. Teriakin! Tapi jangan sesekali membalas. Soalnya kalau satu membalas, nanti jadi berkelahi! Kemudian setiap pulang sekolah, ditanyakan bagaimana ceritanya disekolah. Kalau ada apa-apa, langsung lapor ke gurunya. Tidak masalah kok sering-sering lapor ke gurunya. Kalau di sekolahnya memungkinkan untuk mengamati anakmu tanpa

Page 130: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

120 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

keliatan si anak ( di sekolah anakku ada booth khusus untuk tempat pengamatan), kamu sering-sering saja tongkrongin.

Anakku belum mulai sekolah sich, ini dipukul oleh teman mainnya. Padahal anaknya lebih kecil. Mungkin memang dasar anakku cengeng kali ya, dan memang aku belum pernah ajarkan atau terang-terangan menyuruh dia membalas atau bagaimana, selama ini memang mainnya selalu sama adiknya dan dia yang jadi jagoan. Nah sekarang, ntah bagaimana, temannya ini kok aku perhatiin mulai rada ‘nakal’ gitu. Aku pikir, bagaimana dia sekolah, kalau main di rumah saja sedikit- sedikit menangis.

Memang kalau bisa anak diajarkan untuk mengemukakan ketidakpuasannya terhadap sesuatu secara verbal daripada secara physical. Di sekolah anakku hal ini sangat ditekankan. Anakku 6,5 th, dulu masih sangat physical. Kalau tidak suka adiknya langsung ditonjok atau dipukul. Tapi di sekolahnya diajarkan `how to verbalize your feelings`. Baik itu feeling negatif maupun feeling positif. Jadi kalau dia mendapat suatu keadaan yang tidak enak dari temannya (misal: dipukul) maka yang pertama dilakukan adalah mengatakan kalau dia tidak suka dipukul (misalnya dengan berkata:”jangan pukul aku, sakit”, don’t punch me, that hurts, stop it, dll) dan bukan malah membalas memukul. Memang perlu waktu hingga anak-anak terlatih untuk bisa mengungkapkannya secara verbal. Anakku sekarang jauh berubah dengan dilatih seperti ini. Paling kalau dia sudah tidak tahan, dia pukul juga adiknya karena adikknya memukul dia terlebih dahulu. Kemudian dia bilang ke aku, `I already said stop it bu”!. Paling tidak dia berlatih untuk menahan dulu keinginannya untuk mengungkapkannya secara fisik, baru kalau

Page 131: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 121

sudah tidak mempan dia terpaksa menggunakan ̀ physical force`. Tapi lama kelamaan mereka akan terbiasa dan tidak mudah main pukul begitu saja. Untuk positive feeling juga begitu. Kalau dia dibiasakan untuk mengungkapkan betapa senangnya dia hari ini karena dibelikan mainan baru, atau diajak ke Sea World, maka si anak juga akan terbiasa mengapresiasikan perasaan orang lain. Hal ini tentunya tergantung kita untuk rajin-rajin melatih dan menstimulasi. “Bagaimana tadi di sekolah, senang?, Senang tidak tadi menonton bioskopnya”? Let them verbalize their feelings and they would get accustomed to understand other people’s feelings.

G. Apakah Tantrum Itu?

Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah hypermarket di Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi malah semakin menjadi-jadi. Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi, ibunya tidak ingin membelikan mainan tersebut karena masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir Andi akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang kejam. Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli mainan yang diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?

Temper Tantrum

Page 132: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

122 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun. Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap “sulit”, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.

2. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru. 3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan. 4. Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif. 5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal. 6. Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:

Di bawah usia 3 tahun:

Page 133: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 123

• Menangis • Menggigit • Memukul • Menendang • Menjerit • Memekik-mekik

• Melengkungkan punggung • Melempar badan ke lantai • Memukul-mukulkan tangan • Menahan nafas • Membentur-benturkan kepala • Melempar-lempar barang

Usia 3 - 4 tahun:

• Perilaku-perilaku tersebut diatas • Menghentak-hentakan kaki • Berteriak-teriak

• Meninju • Membanting pintu • Mengkritik • Merengek

Usia 5 tahun ke atas

• Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas

• Memaki • Menyumpah • Memukul kakak/adik atau temannya • Mengkritik diri sendiri • Memecahkan barang dengan sengaja • Mengancam

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum.

Pertama, Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu. Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap

Page 134: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

124 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.

Kedua, Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk Tantrum.

Ketiga, Tidak terpenuhinya kebutuhan. Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara Tantrum agar diperbolehkan.

Keempat, Pola asuh orangtua. Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh

Page 135: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 125

orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.

Kelima, Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit. Keenam, Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dan lain-lain) dan karena merasa tidak aman (insecure).

Apa yang harus kita lakukan? Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan

Page 136: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

126 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

disemangati (encourage). Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut.

Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut. Hal berikut dapat dicoba untuk mengatasi anak tantrum.

Pertama, kiat mencegah tantrum. Untuk mencegah terjadinya tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering

Page 137: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 127

beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.

Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk.

Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?

Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak

Page 138: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

128 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.

Kedua, saat tantrum terjadi. Jika tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua. 1) Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak. 2) Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. 3) Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.

Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi

Page 139: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 129

jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: “kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih”; “kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong”), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan “mama/papa sayang kamu”, “mama ada di sini sampai kamu selesai”. Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.

Ketiga, saat tantrum berlalu. Saat tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.

Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya. Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar

Page 140: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

130 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang “sulit” dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

H. Komunikasi dalam Keluarga

Anak) : Mama...mama...adek nggak mau sekolah lagi...pokoknya nggak mau...sekolah itu nggak enak soalnya ada si dono yang badannya besar dan suka gangguin adek...adek takut, Ma...adek nggak mau ketemu dono....(sambil menangis)

Page 141: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 131

(Mama): (mamanya sambil matanya lekat ke sinetron yang sedang seru-serunya) Mmmm...Oooo...Aahh nggak apa-apa, kan...biasa itu...masa’ begitu saja takut...pokoknya besok sekolah seperti biasa...ya! anggap saja tidak ada apa-apa....ya sudah, sana..! lagi seru niiih..wah, jadi kelewat deh ceritanya...! kamu sih...!

Situasi di atas sepertinya tidak asing lagi di jaman ini, di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi “barang mahal dan barang langka” karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing. Akhirnya, komunikasi yang tercipta di dalam keluarga, adalah komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial (hanya sebatas permukaan). Misalnya, pemberitahuan agenda kerja ayah hari ini, rapat di kantor, janji bertemu orang, harus presentasi, atau mungkin membicarakan mengenai teman ayah punya pekerjaan baru, si Pak Tiar pergi ke luar negeri, tingkat bunga bank, kurs dollar, situasi politik, kerusuhan yang terjadi di luar daerah, dan lain sebagainya. Sementara ibu membicarakan tentang teman kerja di kantor, rencana bisnis ibu, rencana masak memasak, pertemuan arisan, acara televisi baru, atau membicarakan tentang anak teman ibu yang punya masalah. Anak-anak, punya dunianya sendiri yang sarat dengan keanekaragaman pengalaman dan cerita-cerita seru yang beredar di kalangan teman-teman mereka.

Dalam kepadatan arus informasi yang serba superfisial dan sempitnya “waktu bersama”, membuat hubungan antara orang

Page 142: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

132 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tua – anak semakin berjarak dan semu. Artinya, hal-hal yang diutarakan dan dikomunikasikan adalah topik umum selayaknya ngobrol dengan orang-orang lainnya. Akibatnya, masing-masing pihak makin sulit mencapai tingkat pemahaman yang dalam dan benar terhadap apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan dirindukan satu sama lain. Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang kaget melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan sikap aneh, seperti tidak mau makan, sulit tidur (insomnia), murung atau prestasinya meluncur drastis. Orang tua merasa selama ini anaknya seperti “tidak ada apa-apa” dan biasa saja. Lebih parah lagi, mereka menyalahkan anak, menyalahkan pihak lain, entah pihak sekolah, guru, atau malah saling menyalahkan antara ayah dengan ibu. Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah pada anak-anak mereka.

Seni MendengarKomunikasi, sesungguhnya tidak hanya terbatas dalam

bentuk kata-kata. Komunikasi, adalah ekspresi dari sebuah kesatuan yang sangat kompleks : bahasa tubuh, senyuman, peluk kasih, ciuman sayang, dan kata-kata. Seni mendengarkan, membutuhkan totalitas perhatian dan keinginan mendengarkan, hingga sang pendengar dapat memahami sepenuhnya kompleksitas emosi dan pikiran orang yang sedang berbicara. Bahkan, komunikasi yang sejati, sang pendengar mampu memahami apa yang terjadi / yang dirasakan oleh lawan bicara meski dengan kata-kata yang sangat minimal.

Page 143: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 133

Bagaimana Cara Mendengar? Di awal pembaca dapat menarik gambaran bagaimana

suasana hati sang anak dan apa yang diharapkannya ketika ia mencoba “berkomunikasi” dengan sang ibu; dan bagaimana keadaan “hati” anak setelah itu? Kejadian tersebut tampaknya sangat umum terjadi di mana-mana, di hampir setiap keluarga. Memang, tidak ada orang tua sempurna, karena setiap orang tua memiliki masalahnya masing-masing hingga seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka dengan anak-anak. Tapi, bukan berarti hal itu dapat selalu dimaklumi, bukan? Bagaimana pun, setiap kita para orang tua, perlu diingatkan kembali, bagaimana cara “mendengarkan” anak kita.

1. Fokuskan perhatian pada anak

Pada saat anak mencoba mengatakan sesuatu, berilah perhatian sepenuhnya pada ceritanya. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita mengalihkan perhatian sejenak dari film atau sinetron yang sedang ditonton, majalah, koran, atau dari pekerjaan yang sedang dihadapi. Tataplah langsung di matanya sambil memberi kesan bahwa kita benar-benar siap memperhatikan ceritanya, dan mendorongnya untuk bercerita.

2. Re-statement, mengulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian

Tahanlah diri untuk tidak menginterupsi ceritanya sampai anak selesai bercerita. Ketika anak selesai bercerita, cobalah memberikan kesimpulan berdasarkan hasil tangkapan kita terhadap ceritanya. Pola ini, memberikan feedback bagi orang

Page 144: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

134 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tua dan anak, apakah kita benar-benar telah memahami apa yang diceritakan atau apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh anak.

3. Menggali perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang dihadapi

Kita boleh bertanya pada mereka : “bagaimana perasaan adek, waktu itu....”; cara ini jauh lebih baik ketimbang menjatuhkan penilaian subyektif atas diri mereka : “ah, kamu pasti takut! Kamu kan penakut....” atau “ah, paling kamu menangis...kan kamu cengeng...” atau “kamu nggak menangis, kan? Anak mama papa pemberani, tentu tidak pernah menangis!”...Penilaian tersebut malah membuat anak frustrasi karena mereka mengharap orang tua bisa mengerti perasaan mereka, bukan menilai sikap dan perasaan mereka. Selain itu, penilaian subyektif orang tua yang datang terlalu cepat, bisa membuat anak menarik diri untuk tidak lebih lanjut menceritakan perasaan yang sebenarnya, karena orang tua sudah punya anggapan tertentu. Misal, anak itu sebenarnya takut ketika berhadapan dengan teman sekolah yang lebih besar badannya dan suka mengganggunya – namun urung bercerita karena orang tua sudah memberi label pada sang anak sebagai “anak mama-papa pasti pemberani”. Menceritakan perasaan dan kejadian yang sesungguhnya, hanya akan membuat dirinya dimarahi atau malu karena dianggap lemah.

4. Bantu anak mendefinisikan perasaan

Page 145: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 135

Mendengarkan sepenuhnya cerita pengalaman anak, baik itu menyedihkan dan menyenangkan, membuat kita berdua (dengan anak) dapat berbagi rasa dan anak pun akan merasa orang tua menghargainya. Anak akan biasa bersikap terbuka karena yakin orang tua pasti bersedia mendengarkan mereka. Jika anak masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka, bantulah dengan mendengarkan cerita mereka sungguh-sungguh, dan melontarkan kesan seperti “Wah..adek sepertinya sedih sekali”..atau “Kamu kelihatan sangat marah”...atau “adek sepertinya sedang bosan?”. Anak akan sangat lega ketika orang tua bisa menangkap perasaan mereka. Interaksi demikian, melatih anak mengidentifikasikan perasaan mereka secara tepat.

5. Bertanya

Hindari sikap memaksakan pendapat, cara, penilaian orang tua; alangkah lebih baik jika orang tua membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang dihadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap - tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.

6. Mendorong semangat anak untuk bercerita

Hanya dengan memberi respon “Ooo....O ya?...Wow!...” sudah menjadi stimulasi bagi mereka untuk makin giat bercerita.Pola ini dapat membuat anak tenang dan nyaman karena merasa orang tua memahami apa yang mereka ungkapkan.

7. Mendorong anak mengambil keputusan yang tepat

Page 146: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

136 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Jika orang tua ingin membantu anak menghadapi masalahnya, sebaiknya kita tidak mengambil alih keputusan (“ya sudah, besok kamu tidak usah masuk sekolah”) atau tindakan (“biar mama yang hadapi si boy teman mu yang nakal...biar mama si boy tahu apa yang anaknya lakukan!). Sebaliknya, hadirkan beberapa alternatif yang membuat mereka berpikir dan memilih manakah solusi terbaik sambil membicarakan akibat-akibat yang bisa dirasakan baik oleh anak maupun oleh orang lain.

8. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berpikir positif

Jika anak masih diliputi emosi yang memuncak hingga membuatnya sulit berbicara, orang tua jangan memaksakan anak untuk segera bicara. Kita tidak akan berhasil membuatnya bercerita dan kita pun makin tidak sabar untuk tidak memberikan opini kita padanya. Konflik seringkali terjadi dan ini menyebabkan memburuknya hubungan orang tua anak. Berikan waktu untuk menyendiri sampai intensitas perasaannya mereda. Ketika emosinya mereda, anak akan lebih siap untuk diajak bicara. Sekali lagi, berusahalah untuk tidak memberikan opini kita pribadi, baik terhadap pilihan sikapnya, emosinya, dan tindakannya.Tanyakan pemikiran mereka terhadap masalah ini dan bagaimana kira-kira sikap yang sebaiknya mereka lakukan di kemudian hari. Sikap ini tidak saja menghindarkan anak dari perasaan dihakimi, namun juga membantu mereka lebih memahami kejadian / peristiwa itu secara obyektif serta menemukan nilai atau pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kejadian itu.

Page 147: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 137

Apa manfaat mendengar? Bagi seorang anak, komunikasi bukan hanya bertujuan

untuk membuat orang dewasa atau orang lain mengetahui dan memenuhi kebutuhannya. Dari komunikasi itu lah, anak dapat menarik kesimpulan, bagaimana orang dewasa memandang dirinya; dan dari kesan ini lah seorang anak membangun rasa percaya diri dan sense of self. Anak akan merasa dihargai, merasa percaya diri dan mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya, ketika orang tua menaruh perhatian tidak hanya pada ceritanya, tapi juga pada pendapat, keyakinan, kesimpulan, ide-ide, perasaan, bahkan ketika pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat orang tua. Sikap orang tua yang “mendengarkan” anak, membuat anak berani membuat perbedaan dan menjadi berbeda, tanpa takut dihukum, dilecehkan atau ditertawakan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan keberanian dan keinginan anak, untuk menjadi diri sendiri apa adanya.

Dari tanggapan-tanggapan orang tua, anak akan belajar mengenal banyak informasi dan pengetahuan, mendengar sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkannya selama ini, melihat alternatif yang lain, menilai pendapat dan tindakannya sendiri, menilai posisi dirinya di mata orang lain, dan menarik kesimpulan apa yang harus dilakukan olehnya. Proses saling mendengarkan dan didengarkan, mengasah daya kritis dan kreativitas berpikir anak karena ketika antara anak dengan orang tua terdapat jalur 2 arah yang terbuka, maka terbuka pula akses informasi, pengetahuan, perasaan, pemikiran dan pengalaman dari kedua belah pihak. Satu sama lain, saling belajar dan saling memperkaya, saling mengenal dan semakin memahami.

Page 148: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

138 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Proses komunikasi antara orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain. Lama kelamaan, semakin anak terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang telah diketahui). Misal, jika anak sudah tahu bagaimana rasanya marah, sedih, kecewa, takut, kesepian, dsb, maka akan lebih mudah bagi orang tua memberikan alternatif-alternatif cara menghadapi dan menyelesaikannya.

Mendengarkan anak secara sungguh-sungguh, membuat anak percaya pada orangtua. Hubungan mutual trust, ini membuat anak merasa lebih nyaman berada bersama orang tua, lebih memilih ‘curhat dengan orang tua dan siap menjadi “partner” ketika orang tua yang giliran butuh didengarkan.

Evaluasi DiriMendengarkan dan didengarkan, adalah kunci hubungan

orang tua-anak yang sangat bermanfaat, baik untuk pengembangkan kematangan emosional, kepandaian intelektual, kemampuan membina kehidupan sosial yang baik serta penanaman nilai prinsip moral yang baik pada anak. Dengan mendengar dan didengar, jalur komunikasi 2 arah terbuka lebar antara orang tua – anak, memungkinkan keduanya saling mengerti dan membuat orang tua dapat memberikan dukungan yang diperlukan oleh anak. Namun sebaliknya, jika kata-kata yang diucapkan anak hanya sekedar “terdengar” di telinga kita,

Page 149: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Masalah Sosialisasi dan Komunikasi 139

akan hilang begitu saja terbawa angin dan tidak memberikan makna serta kontribusi apapun dalam proses pertumbuhan anak. Nah, apakah kita sebagai orang tua, tega mengorbankan kualitas perkembangan dan tingkat kematangan emosional, intelektual, moral, dan kemampuan sosial anak kita demi kesenangan sesaat (film yang menarik, obrolan gossip yang asik, berita yang sedang dibaca, dan lain sebagainya).....Inilah saatnya kita sebagai orang tua merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita sudah lebih sering mendengarkan anak....ataukah, cerita mereka hanya terdengar sayup-sayup oleh kita?..

Page 150: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

140 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Page 151: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Dusta Pada Anak 141

BAB VDUSTA PADA ANAK

A. Faktor-Faktor Terjadinya Dusta Pada Anak

Salah satu dari keistimetaan jiwa manusia adalah bahwasanya jiwa tersebut dipengaruhi ileh keinginan-keinginan dan kekhawatiran baik anak-anak maupun orang dewasa. Orang dewasa menyatakan keinginan dan kekhawatirannya dengan ucapan dan perbuatan sementara kalau anak-anak telah terbiasa berdusta dalam ucapannya. Jelas, dusta pada anak disebabkan oleh dua faktor tersebut atau salah satunya:

• Rasa takut dan nkhawatir, seperti misalkan takut akan sangsi atau takut akan kewajiban atau khawatir dengan kebodohan seperti dizhalimi atau pun difitnah

• Keinginan untuk merealisasikan suatu keinginann atau maksud. Seperti umpamanya keinginan untuk puas, ingin memiliki atau ingin bersahabat dengan siapa saja atau cinta kekuasaan dan keinginan-keinginan yang lainnya.

Page 152: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

142 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

Berawal dari keinginan atau kekhawatiran tersebut akan berkembang seiring dengan perkembangan daya imajinasi sang anak, spontanitas, ketidakpekaan dengan norma-norma masyarakat serta aturan agama. Oleh karena itu tak ada alas an bagi para juru pendidik terutama orang tua untuk mempelajari keinginan-keinginan si anak, dan selalu memantau seluruh interaksi dan berupaya untuk menghilangkan kekhawatiran si anak. Atau menghilangkan rasa kekhawatiran anak dengan memenuhi keinginannya dengan tindakan-tindakan yang nyata dengan tetap dalam koridor-koridor social, serta rambu-rambu agama. Dan yang terakhir dengan mengaitkan semua itu dengan dosa dan pahala.

Sebagai juru pendidik harus berupaya untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang telah tertanam dalam diri anak, seperti dusta dengan cara memotivasi sang anak dengan perbuatan-perbuatan nyang baik seperti misalkan dengan kejujuran. Jelas sekali ini adalah contoh yang baik terhadap masa depan karakter sang anak.

Pada dasarnya memang dusta itu sendiri adalah bukanlah seseuatu yang fitrah, melainkan ia tercipta dan terbuntuk dalam diri manusia karena kebiasaan yang telah mengakar dalam jiwa mereka. Dan kita telah tahun bahwasanya kejujuran lebih menunjol ketimbang dengan dusta itu sendiri. Jadi intinya dusta itu lahir dari kebiasaan yang terus berulang-ulang.

B. Faktor Pemicu Terjadinya Dusta Pada Anak

Banyak sebab dari terjadinya kecendrungan sang anak untuk berdusta. Dan pada umumnya yang menjadi pemicu dari

Page 153: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Dusta Pada Anak 143

terjadinya hal buruk tersebut adalah disebabkan oleh beberapa faktor seperti dibawah ini:

• Kekuatan daya imajinasi yang kuat

Biasanya pada usia sekitar 4 tahunan sang anak baru memulai mengkhayalkan berbagai kejadiaan. Namun kejadian-kejadian yang dikhayal adalah kejadian tidak nyata, atau tidak beraturan. Misalkan sia anak menceritakan sebuah kejadian yang sebenarnya tidak pernah terjadi, dan menjadi relitas yang sesungguhnya. Sebab pada usia ini biasanya kekuatan daya imajinasi anak masih luas-luasnya dan menyerupai khayalan yang mengada-ngada seperti imajinasi seoorang penyair yang pawai. Dan khayal yang semacam ini tidak dianggap dusta karena khayal ini bukanlah dikarenakan fitrah yang buruk.

Bagi anak, mungkin cerita ini memberikan kepuasan tersendiri dan sebagai bentuk hiburan bagi dirinya. Makanya seorang juru didik yang profosional akan lebih focus untuk selalu mendampingi atau memberikan pengarahan yang benar.

• Rasa ingin memiliki

Untuk zaman saat ini telah menjadi realitas seorang anak itu sering kali mendakwakan keinginannya untuk memiliki sesuatu seperti mainan-mainan, pakaian yang bagus, atau pun yang lainnya. Padahal is tidak memilikinya. Dan dakwa ini dianggap dusta, namun dakwaan ini memberikan kepuasan seolah-olah ia mangaku bahwa dihadapannya ada sebuah mainan atai benda-denda mati lainnya. Dan ketika ia bangun, ia makan, ketawa, berjingkrak dan bermain.

Page 154: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

144 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

• Rasa ingin menampakkan dan menarik perhatian

Seorang anak memang terkadang mengaku-ngaku sudah melakukan berbagai percobaan aneh, seperti bercerita pernah berkunjung ketempat wisata, padahal sebenarnya tidak. Dan terdang seorang anak melebih-lebihkan dalam melukiskan apa yang telah dia beritahukan. Semua ini bertujuan untuk membesarkan namanya atau menarik perhatian teman-temannya, sehingga dia menjadi pusat perhatian. Ingat semua ini tercipta dari emosional seorang anak. Seperti itu pula, terkadang ketika seorang anak mengaku-ngaku bahwa ia telah mengunjungi ke beberapa rumah teman-temannya, tiba-tiba ada pencuri dan anak itu berhasil menangkapnya.

• Dikarenakan tradisi atau panutan

Terkadang terciptanya dusta pada anak itu karena dilatar belakangi oleh panutan dari kedua orang tuanya. Seperti si anak tidak menerima pesan atau panggilan seseorang melalui henponnya, sekalipun sebenarnya dia telah menerimanya. Atau karena ibunya yang mengajak untuk membeli mainan di pasar, tapi sebaliknya si ibu ternyata mengajak didokter untuk diberi suntikan.

• Menghindari hukuman

Kadang seorang akan akan pura-pura sakit bila misalkan ia mendapat nilai yang rendah dalam belajar, atau tatkala pihak sekolah mengirimkan surat teguran kepada orang tuanya agar ia dapat hadir ke sekolah. Bahkan boleh jadi ia berbohong untuk mempertahannkan kepercayaan kedua orang tuanya dan guru-

Page 155: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Dusta Pada Anak 145

guru sekolahnya.

• Ingin balas dendam

Seorang anak terkadang berbohong hanya gara-gara ingin balas dendam kepada orang lain, misalkan seseorang nmencoba untuk melimpahkan berbagai tuduhan kepada orang lain dengan berbagai macam alasan sekalipun sebenarnya alasan tersebut tidak benar, hingga orang yang ditimpakan tuduhan itu mendapat hukuman atau celaan yang teman-teman sekitar. Biasanya semua ini dikarenakan perasaannya tidak mendapatkan persamaan dalam berintraksi dengan beberapa teman-temannya, hingga dia terdorong untuk balas dendam.

• Egois

Faktor yang lain yang bisa mendorong seorang anak berbohong adalah keinginan untuk mendapatkan bagian keistimewaan yang tidak didapatkan olah orang lain. Inilah yang dikatakan egois. Sebagai contohnya yaitu tatkala seorang anak meminta kepada bapaknya sejumlah uang dengan alasa bahwa ibunya memintanya untuk membelikan keperluan rumah tangga, sementara ia sebenarnya ingin membeli keinginan dirinya.

Demikianlah berbagai gejala terciptanya seorang anak bisa berdusta. Seorang anak memaparkan beberapa pengakuan yang bukan sebenarnya. Dan jelas sangat sulit untuk mencari terapinya. Hal ini dipicu dengan keseriusan akibat dusta itu sendiri yang juga berimplikasi kepada lahirnya penyakit-penyakit yang sangat buruk. Namun demi sangbuah hati menjadi insan yang baik dan bisa dijadikan panutan serta harapan masa depannya maka mau

Page 156: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

146 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

tidak mau kita harus terus aktif dalam mengawasi terjadinya dusta ini. Apalagi telah menjadi kewajiban kita bersama untuk menggiring anak-anak kita kepada hal-hal yang baik demi menyelamatkan dirinya dikemudian hari.

Page 157: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 147

BAB VICARA PENCEGAHAN DUSTA

Jelas dusta itu harus kita obati, karena telah jelas kalau misalkan penyakit ini dibiarkan tetap tertanam dalam diri anak hanya akan berakibat fatal nantinya. Namun sebelum kita mengobati penyakit dusta itu, kita harus mengatengorikan dulu antara dusta seketika dan dusta menahun. Yang dimaksud dengan dusta seketika adalah dusta yang muncul sekali saja, dan kita tidak perlu panic dalam mengobatinya. Sementara dusta menahun adalah dusta yang terjadi berulang-ulang, hingga ia menjadi penyakit tersendiri. Dan kita musti harus memikirkan bagaiamana pengobatan yang benar untuk mengatasi hal ini.

Maka, pertaman yang harus kita lakukan adalah mencari faktor-faktor yang menyebabkan seorang anak itu bisa berbuat dusta. dan faktor-faktor yang perlu dkhawatirkan adalah:

Page 158: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

148 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

1. Menghindari pukulan, kemarahan.2. Pemberian sangsi kepada anak setelah dia mengakui kesala-

han yang telah diperbuat.3. Berdusta pada anak hanya gara-gara untuk menunbuhkan

atau memutivasi anak.Sementara itu, cara-cara yang benar dalammengobati seperti

yang telah diteapkan oleh para juru didik yang baik dalam hal ini adalah terfokus pada empat hal yang penting yang dilakukan dalam satu waktu:

A. Memenuhi keinginan sang anak.

Dalam hal ini dilakukan dua metode: memnuhi keinginan anak yang logic dan mengobatinya. Sekiranya sang anak itu ingin memenuhi suatu kebutuhaqnnya seperti ingin memiliki suatu mainan, pakaian, sepeda. Maka orang tua mesti memenuhi keinginan itu dengan menurut kemampuannya dan menurut umur sang anak.

Ibnu Sina pernah mewasiatkan kepada bapak dan ibu agar keduanya selalu menitik beratkan perhatiannya kepada anak agar jangan sampai sebuah kemarahan besar, kesedihan, dan sebagainya sampai menimpanya. Dan sebagai orang tua juga harus tahu terhadap waktu-waktu yang diinginkan oleh anak, hingga anak benar-benar mendapatkan perhatian dari nkeduanya, bapak dan ibu. Karena sudah jelas yang namanya anak itu sangat butuh terhadap perhatian orang tua. Begitu sebaliknya keduanya juga harus tahu dengan waktu-waktu yang tidak dibutuhkan oleh anak. Metode ini adalah bertujuan untuk menjaga keseimbangan kesehatan jiwa dan badan si anak.

Page 159: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 149

B. Mengubah Cara-Cara Salah Yang Diterapkan Dalam Mendidik Anak.

Apabila seorang anak berdusta sebagai akibat dari cara yang telah diterapkan di rumah maupun di sekolah salah, sejal ini harus dirubah agar tidak berkibat fatal terhadap pertumbuhan si anak. Adapaun cara-cara yang bisa sebagai berikut:

• Keras dalam menjatuhkan sanksi kepada anak• Memanjakan anak• Memberikan keistimewaan terhadap beberapa orang anak

1. Keras dalam memjatuhkan sanksi

seorang guru atau orang tua yang suka menjatuhkan hukuman keras atau memberikan sanksi terhadap sang anak yang telah berbuat salah, bisa mengobati kekerasan ini apabila ia memahami beberapa hal berikut:

• Mengetahui terhadap hakikat kekerasan itu sendiri• Bahaya serta akibatnya• Cara merubahnya

Hakikat kekerasan dalam menghukum anak adalah termasuk dari penyimpangan tingkah laku seorang juru didik, buruknya pemahaman terhadap kondisi jiwa sang anak, karakter, kebutuhan serta keinginan-keinginan sang anak, tidak adanya kemampuan dan penghormatan terhadap anak, dan juga ketidaktahuan terhadap cara-cara yaqng benar dalam mendidik anak atau mengatasi permasalahan yang diperbuat oleh anak.

Cara kekerasan dalam mendidik anak itu tidak baik

Page 160: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

150 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

untuk diterapkan oleh seorang guru atau orang tua. Karena cara kekerasan itu tidak diajarkan oleh Agama. Jadi cara-cara hukuman keras terhadap anak itu harus durubh demi perktumbuhan mentalitas sang anak.

Bahaya dari sanksi kerasJelas, kekerasan adalah memiliki efek negative bagi

bertumbuhan anak baik secara fisik, mental, serta akal dikemudian hari. Sebab cara kekerasan itu hanya akan mendatangkan keruwetan dan gangguan jiwa. Sesungguhnya kekerasan dan memukul anak dengan berlebih-lebihan itu adalah akan menimbulkan kecendrungan permusuhan bagi akal sang anak, atau malah menggangu terhadap mentalisan kejiwaan sang anak menjadi kerdil.

Dampak dari memukul anakBerlebihan dalam menjatuhkan sanksi pukulan kepada anak

hanya akan berakibat kepada gangguan kesehatan fisik, akal jiwa. Ibnu Khaldun dalam kitab disarat turatsiyyah fit-Tarbiyati al-Agamaiyah mengatakan: barang siapa yang dididik dengan cara kekerasan oleh seorang guru dengan sewenang-wenang, niscaya kekerasan itu akan menyerangnya dan jiwanya menjadi sesak serta akanmmenggiringnya menuju kemalasan, membuatnya suka berdusta dan suka berbuat jahat. Dan kekerasan itu sekaligus mengajarkan untuk menipu dan hingga semua itu menjadi kebiasaan tingkah lakunya. Dan akhirnya rusaklah arti nkehidupan baginya.

Dampak fisik akibat dari pemukulan yang berlebihan adalah kemungkinan hancurnya anggota tubuh tertentu, lecet

Page 161: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 151

atau luka serta kelumpuhan. Dan biasanya juga hilangnya indra perasa itu sendiri baik secara keseluruhan atau hanya sebagian saja, seperti indra penglihatan, pendengan, atau malah terkena penyakit saraf. Sementara dapak dari pikiran yang ditimbulkan akibat dari sanksi kekerasan yang berlebihan, seperti lemah atau kurangnya ingatan dan bahkan bisa idiot. Dan akibatnya bagi jiwa adalah perasaan rendah diri, takut kepada yang lain, takut menghadapi tantangan. Bahkan terkadang menjadikannya berlaku denki, semburu, suka memusuhi dan suka menantang serta menciptakan bentuk perilaku ini sampai datang masa dewasa.

Sementara pengaruhnya bagi hubungan social adalah bisa kabur dari rumah, atau sering kali terlambat datang kerumah, sering kali membuat alasan yang dibuat-buat, atau boleh jadi tidak pulang kerumah hanya gara-gara takut terhadap hukuman orang tua. Bahakn dia akan kerap kali mengasingkan diri, atau malah membangkang, durhaka, dan sok jadi jagoan kepada yang lain

Merubah cara kekerasan dalam menjatuhkan hukuman

1. Syarat dan kriteria merubah kekerasan

sehubungan dengan kekerasan dalam menjatuhakan hukuman terhadap anak, maka dalam merubah cara-cara tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah tertentu. Namun sebelumnya itu ada beberapa syarat dan kriterianya:

• Diperlakukan masa pemangguhan, agar seorang guru atau orang tua tidak terburu-buru untuk berpindah dari

Page 162: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

152 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

satu langkah ke langkah yang lain secara langsung.• Hendaknya seorang pendidik tidak berpindah kelangkah

berikutnya kecuali ketika telah terbukti kegagalannya, dimana anak senantiasa berbuat dusta atau ia malah menampakkan pemberontakannya serta tidak keras kepala.

• Jangan sampai memfitnah anak hanya gara-gara untuk memperlihatkan ketidaksadaran dengan perbuatan si anak. Akan tetapi tetap untuk menutupi kesalah yang telah diperbuatnya.

• Jangan berdalih dengan istilah “perdamaian” sedangkan ia dalam kondisi marah dan kehilangan kesabaran atau tengah berada dalam kesusahan dengan mengeraskan suara. Akan tetapi yang harus dilakukan adalah tetap tenag dan bisa mengontrol suasana serta memperlakuikan dengan baik.

• Tidak boleh seorang pendidik itu mengulang-ngulang dalam menyebutkan kesalahan anak dengan berkali-kali. Baru kalau misalkan si anak mengulangi perbuatannya, yaitu berdusta, maka pendidik boleh memukulnya asalkan sekedarnya saja.

• Hendaknya seorang seorang juru didik itu selalu memutivasi dan mengintimidasi di tiap kesempatan dengan disertai kewajiban untuk menempati janjinya.

• Hendaknya sanksi yang dijatuhkan oleh pendidik itu

Page 163: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 153

harus sesuai dengan umur dan pikirannya.• Hendaknya seorang pendidik itu tidak menganggap

enteng terhadap langkah-langkah apabila hal itu dibutuhkan.

2. Langkah-langkah dalam merubah kekerasan dealam hukuman

Merubah kekrasan dalam sanksi hanya bisa dilakukan dengan empat tahap:

•Nasehat dan peringatan

Nasehat dan peringatan yang bertumpu pada argumentsi dan contoh-contoh konkrit akan memuaskan bagi anak. Dengan syarat dilakukan dengan lembut dan kasih sayang dan seabar serta memotivasinya jika ada respon atau memperingatinya kalau tingkahnya tidak kunjung berubah. Memang sudah menjadi tugas seorang juru didik untuk mendengarkan keluhan atau keberatan anak yang kemudian harus dipertimbangkan kembali oleh pendidik itu sendiri. Dan seharusnya pendidik memujinya dalam kebenaran, memutivasinya, dan mencela bila ia berbuat tidak baik. Dalam halm ini pendidik harus bisa berdialog dengan berbagai referensi dan contoh konkrit untuk memperkuat pendapatnya. Tak lupa seorang pendidik harus selalu memperingati untuk meninggalkan dusta dengan menjanjikan sesuatu yang sesuai dengan umurnya dan pengetahuaanya.

Peringatan bisa dilakukan dengan tidak memperbolehkannya. Sesuatu yang tidak mendasar pada

Page 164: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

154 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dasar dalam kehidupannya seperti mengharamkan duduk bersama para tamu undangan dalam jangka waktu pendek, atau menunda-nunda membeli sesuatu yang diinginkan, seperti mainan atau yang lainnya.

• Celaan

Celaan merupakan selaan yang ditujukan seorang pendidik kepada anak yang tidak mendapatkan peringatan atau nasehat. Dan apabila itu pun kalau ada, keduanya juga tidak bermamfaat baginya

Dalam langkah ini pendidik berusaha mengingatkan anak yang telah berbuat dusta. Namun terlebih dahulu pendidik memberikan nasehat kepadanya, karena memang seorang juru didik itu harus mengingatkan anak dalam bentuk apapun selagi bisa diterima akibat perbuatan anak. Dan dia juga harus memberikan contoh-contoh serta kometmen dengan syarat-syarat dan rambu-rambu perubahan sebagaimana telah kami sebutkan dibagian awal.

• Kecaman

Kecaman merupakan langkah selanjutnya kalau memang tidak ada perubahan pada diri sang anak. Dan langkah ini dapat diterapkan kalau sekiranya sang anak tetap mengulangi tingkahlakunya yang buruk itu.

Bahkan boleh saja dalam tahan ini seorang juru didik itu melakukan gertakan (namun tidak berlebih-lebihan) sebagai lambang ketegasan seorang pendidik kepada sang anak, biar si anak sedikit mempunyai rasa takut untuk mengulangi

Page 165: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 155

perbuatannya, yakni berbuat dusta.

• Memukul anak

Memukul adalah solusi terakhir untuk mengobati dusta. pukulan yang dimaksud disini adalah pukulan yang tidak menyakitkan dengan tujuan untuk mendidik sifat buruk yang terdapat dalam diri anak.

Dalam tahap ini, perlu diperhatikan bahwasanya pukulan disini bukanlah pukulan karena marah. Dan hendaknya pendidik itu tidak memukul dengan menggunakan sesuatu yang keras seperti besi atau benda-benda lainya atau dengan menggunakan benda berat serta pada bagian tubuh yang rawan.

Semua tahapan ini adalah tahan ganti dari metode yang keras yang telah diterapkan oleh seorang pendidik dalam mendidik sang buah hati dengan tujuan yang positif bagi masa depan sang anak.

C. Memanjakan Anak

Memanjankan anak berarti mencintai anak dengan berlebihan dan memberikan simpati berlebiha kepada anak. Jelas perbuatan itu bisa merusak terhadap pendidikan anak. Dalam prakteknya memanjakan anak berarti memberikan sesuatu dengan berlebih-lebihan. Sementara sudah jelas bersenag-senang yang berlebihan itu dicela dalam agama. Ibnul Qayyim berpendapat dalam kitabnya, Al Furusiyyah bahwa Umar bin Khatthab radiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Jauhilah olehmu sikap bersenang-senang yang berlebihan, mudah berprasangka

Page 166: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

156 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dan hendaklah anda mandi di tempat jemuran matahari, karena sesungguhnya itu adalah tempat mandi orang-orang Arab dan contoh kebiasaan Ma’ad bin Adnan yang merupakan kebiasaan orang-orang Persia dan biasakan hidup dengan penuh perjuangan.”

Hidup dengan penuh perjuangan dituntut dalam pendidikan. Artinya membiasakan anak untuk hidup susah dan mencukupkan fasilitas kehidupan yang mendorong manusia itu untuk mengerahkan segenap upaya diri untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa didukung dengan fasilitas penunjang.Memang sudah sepantasnya hidup penuh perjuangan menjadi landasan hidup. Maka para pendidik yang berjalan di atas landasan ini memberikan damapat positif anak.

Dampak mememanjakan anakMemanjakan anak dapat memberikan berbagai dampak

negative yang nantinya akan mempengaruhi karakter anak. Dan dampak negatif ini akan dapat merusak kejiwaan yang ada sehingga menhancurkan terhadap masa depannya. Inilah beberapa pengaruh buruk yang diakibatkan memanjakan anak:

1. Merusakan kehidupan anak

Orang tua, secara naluri akan menyayangi anak dan tentu saja dengan memanjakan misalkan dengan berupa makanan, mainan, pakaian dan lain-lain. Ini tentu saja boleh, asal tidak berlebih, misalnya selalu saja menuruti apapun kemauan si anak, jika ini terus berjalan lama, akibat dari semua ini akan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam diri anak serta

Page 167: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 157

mendorongnya untuk selalu minta dilayani dan bersenang-senang. Ibnul Qayyim berwasiat, “Sesungguhnya hidup jika terus dilayani dan bersenag-senang itu akan menjadikan laki-laki bernaluri seperti perempuan. Dan orang yang suka bersenang-senang berlebih akan mempunyai sikap yang egois dan tidak bekerja keras.

2. Dampak dari memanjakan anak berlebihan

Seorang anak akan lemah berkemauan, bercita-cita, berkarakter dan berpikir disebabkan karena orang tua terlalu berlebihan dalam memuji anak dengan berlibihan dan hal tersebut terjadi berkali-kali, misalnya kebanggaan seorang bapak atau ibu dengan hasil karya sang anak, melukis, menulis dengan baik. Jadi tidak ada yang dipuji dari sang anak selain dia telah menunjukkan dari karyanya. Contoh lain misalkan nilai yang diraih oleh sang anak dalam beberapa nilai ujian dan perlu diteliti lebih lanjut. Jelas cara semacam ini membuat anak ketergantungan lagi lemah

Orang tua yang adil tentu akan mencari tahu daftar kepribadiaannya. Ia pun mencari tahu tentang beberapa lembar surat teguran dari sekolah kepada bapak terkait anaknya yang memiliki suatu kesalahan sehingga cara pandang bapak tersebut berubah dan ia pun tidak lagi memanjakan anaknya.

Page 168: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

158 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

3. Memanjakan anak sama dengan menanam ego dalam diri anak

Umumnya semuai ini dikarenakan oleh cinta ibu yang berlebihan, dimana seorang ibu memenuhi semua permintaan anak, hingga anak tersebut melakukan hal-hal yang buruk tanpa mengkhawatirkan akibatnya. Sementara ibu tetap menganggap enteng dengan sanksinya tatkala sang anak berbuat tidak baik. Bahkan terkadang seorang ibu itu bangga dengan apa yang telah diperbuat oleh sang anak dengan dalih dia masih kecil yang belum bisa memahami sesuatu dengan baik, dan belum dibebankan untuk memenuhi kewajiban dan semacamanya dikarenakan khawatir sesuatu akan menimpanya.

Ibu tersebut selalu beranggapan bahwasanya dirinya merasa perlu untuk mewujudkan semua kemauan si anak tanpa merasa terhalang, hingga anak tersebut menjadi pembangkang, berwatak keras dan tidak mau mendengarkan nasehat, serta tidak lagi takut pada peringatan dan ancaman. Dalam hal ini Hanif Hasan mengatakan dalam bukunya yang berjudul mendidik anak kita, “Sesungguhnya tindakan memanjakan anak dengan kasih sayang yang berlebihan dapat mengakibatkan kegilaan”.

4. Memanjakan anak bisa membuat anak cendrung bert-ingkah buruk

Pada umumnya sikap berdusta, menipu itu disebabkan oleh banyaknya anak meminta keperluannya dan

Page 169: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 159

menjadikannnya beberapa permintaannya menjadi aneh dan tidak bisa ditolak. Anak pun beralih berdusta ketika ditanyai tentang tujuan dari permintaanya, agar orang tuanya memahami dan mengabulkan permintaanya.

Terapi Mengibati Kemanjaan AnakAgama mewanti-wanti kepada para pendidik agar tidak

memanjakan anak dikarenakan hal itu banyak mengandung kemudharatan. Bahkan Agama telah mengariskan terhadap cara yang baik dalam memdidik anak, yaitu seimbang dalam kasih sayang. Dan dalam mengobati kemanjaan anak dapat dilakukan dengan beberapa hal dibawah ini.

a. memperingati kepada para bapak dan ibu pendidik akan bahaya yang ditimbulakn dari metode yang salah serta dampak buruknya terhadap perkembangan sang anak.

b. Menyarankan kepada para juru didik untuk seimbang dalam mendidik antara akal dan perasaan, dan tidak berlebihan dalam memuji atau menjatuhkan hukuman pada si anak.

c. Memberitahukan pendidik bahwa memanjakan anak berarti menyia-nyiakan logika hikmah dalam mengawasi anak karena menghalangi logika hikmah antara anak dan perbuatan di telah dilakukannya. Pendidik melarang perbuatan yang dapa membahayakan dan memboleh yang tidak membahanyakan. Sebagaimana dalam logika hikmah seorang anak diwajibkan untuk melakukan intropeksi diri ketika seorang anak telah melakukan kesalahan.

Page 170: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

160 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

d. Memberitahukan kepada orang tuanya untuk tidak memanjakan anak sejak kecil, karena kebiasaan memanjakan anak itu akan berakit falat terhaedap masa depan anak

e. Mengingatkan kedua orang tuanya bahwasanya memanjakan anak itu telah berarti mengabaikan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, dimana kewajiban ini tidak dituntut dari selain keduanya.

Intinya bahwasanya memanjakan anak itu adalah merupakan metode yang keliru. Sebab metode ini mengandung unsure pendidikan yang buruk, yang kemudian akan menimbulkan terhadap membentukan karakter si anak nantinya, dan suka berdusta bila suatu waktu keinginannya tidak terpenuhi.

D. Mengistimewakan anak-anak tertentu

Yang dimaksud dengan mengistimewakan disini adalah orang tua yang memuliakan salah satu dari sebagian mereka dikarenakan suatu sebab tertentu. Memang sifat ini adalah bentuk dari fitrah, namun para orang tua yang mengerti akan akibat dari tidak adil, maka akan mencoba untuk tidak mengistimewakan anak tertentu.

Apabila Tuhan memerintahkan berbuat adil antara sesama umat agama dan musuh-musuh yang mereka benci sebagian berntuk dari kewajiban, maka kenapa tidak menjadi wajib bagi orang tua untuk berbuat adil kepada anak-anaknya, sementara mereka masih dalam satu naungan keluarga bahkan agama.

Page 171: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 161

Ada beberapa dampak buruk akibat dari prilaku membeda-bedakan kasih sayang kepada anak-anak tertentu.

f. membada-beakan anak berarti orang tua atau juru didik telah membentuk jiwa anak dan menanam perasaan dengki, kebencian, serta iri hati antara anak yang lebih diintimewakan dengan anak yang diperlakukan sewajarnya. Dan akibatnya di antara mereka akan terjadi perselisihan. Bahkan semua ini akan membentuk kolusi sebagai mereka melawan sebagian yang lain disaat rasa iri hati itu telah berkobar dalam jiwa mereka masing-masing. Salah contoh kasus adalah seperti yang telah menimpa anak-anak Nabi Ya’qub alaihissalam, disaat sebagian mereka merasa bahwasanya bapak mereka mengistimewakan Yusuf dan saudaranya, maka tiadak hal yang terlintas dalam benak mereka selain meleyapkan Yusuf. Semntara itu mereka menyadari kalau mereka berasal dari satu kabila (kelompok) yang berasal dari satu bapak. Maka disaat Nabi Yusuf masih kecil, Mutawalli berkata, “Andakan mereka paham, tentu mereka akan meyadari bahwasanya mereka datang dengan pertimbangan pengistimewaan Yusuf kecil dengan cinta.padahal mereka semua adalah saudara sebapak. Selaku anak kecil memang telah sepantasnya disayangi, maka kasih sayang dan kesatuan di sini tidak bisa dibandingkan dengan kasih sayang dan cinta mereka. Karena mereka telah melampau yang mananya fase yang membutuhkan cinta dan kasih sayang. Sementara Nabi Yusuf masih berada di fase

Page 172: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

162 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

yang membutuhkan kasih sayang dan cinta. Maka kakak-kakak Yusuf menanggap tindakan sang bapak dalam hal ini sebagai aib dan pemicu lahirnya rasa iri hari kepada anak tersebut”.

g. Kalau sang bapak telah mengistimewakan beberapa orang anak berarti ia telah mendorong sebagian dari anaknya untuk membencinya. Bahkan juga telah membuat mereka tidak mempedulikan anak tersebut disaaat dewasa terutama ketika dibutuhkan sebuah pertolongan mereka

h. Mengistimewakan anak berarti telah mendorong anak untuk berbuat yang sama pada anak mereka dikemudian kelak, sebagiamana yang telah dipraktekkan oleh orang tua mereka.

i. Mengistimewakan anak berarti telah mengajarkan kecendrungan pada anak untuk saling melebihi dengan yang lainnya.

j. Mengistimewakan anak berarti telah menuntun anak tersebut pada ketakutan, mementingkan dirinya sendiri.

k. Yang terakhir adalah mengistimewakan anak berarti telah menuntun anak kepada dusta di antara mereka. Karena mengistimewakan sebagian anak adalah mendorong untuk membuat legitimasi atas prasangka dan penanganan mereka. Dan legitimasi ini adalah juga termasuk daripada dusta.

Dari sini kita menemukan bawasanya mengistimewakan anak adalah sikap yang tidak baik dan tidak bisa kita terima. Dan sikap yang seperti ini harus dirubah demi masa depan

Page 173: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 163

anak dan keluarga. Kalau memang kita ingin mengobati anak yang telah terbiasa berbuat dusta, maka sudah semestinya kita merubah cara-cara yang telah diterapkan oleh otang tua atau para pendidik.

E. Menentukan Baginya Teman Yang Baik

Sudah dapat dipastikan dalam pemilihan teman ini juga perlu ditentukan oleh orang tua. Karena pertemanan juga sangat mempengaruhi terhadap kepribadian anak. Jadi berteman dengan orang yang berkelakuan kurang buruk dan berakhlak yang rusak menjadi salah satu faktor untuk berbuat dusta. apalagi bagi anak yang memang lemah aqidahnya dan mudah terbawa dalam arus pergaulan. Bukankah telah kita lihat saat ini seperti apa kondisi jiwa anak yang salan pergaulan.

Maka dari itu agama menyerukan kepada orang-tua atau siapa pun untuk selalu mengawasi anak-anak mereka, terutama ketika beranjak remaja dan dewasa. Tujuannya tak lain adalah agar mereka memahami etika per-temanan. Agama juga menganjurkan kepada para juru didik agar pintar dalam memilih teman untuk anak pelajarnya. Agar mereka mendapatkan teman atau sahabat yang benar bisa menjadi teman untuk mennuju masa depan yang gemilang bukan malah sebaliknya, merusak apa yang telah ditanam sejak lahir.

Disamping itu Agama juga mengingatkan kita untuk selalu memperingati anak-anak kita akan bahaya perteman yang salah, hingga mereka tidak pterpengaruh dengan prilaku temannya yang buruk dan penyimpang. Maka di sini peran aktif orang tua untuk menuntun sang buah hati yang telah terbiasa berbuat

Page 174: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

164 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dusta mesti mengenal akhlak teman-teman anaknya dan berupaya untuk memjauhkan sang buah hati jikalau memang telah ketahuan kalau teman dari sang anak kurang baik, serta mencoba untuk menghubungkan dengan orang-orang yang berprilaku baik.

Maka seorang pendidik mesti menjauhkan anak dari udara buruk ini dan memilihkan baginya teman yang berakhlak baik. Bahkan orang tua harus mempererat tali cinta dan kasih sayang dengan sang buah hati, dan meluangkan waktunya untuk tetap menjaga sang anak. Orang tua mesti memperhatikan perintahnya yang mengingatkan sang buah hati untuk selalu menjauhi teman yang kurang baik. Begitu pula, sebagai orang tua mestinya selalu menanyai tentang bentuk penghabisan waktunya bersama teman-temannya. Hal ini dilakukan untuk menyingkap seberapa jauh mamfaat teman yan baik dengan tetap bersahabat dengan mereka dan mana yang harus ditingalkan, baik teman sekolah atau teman diluar sekolah, ini harus betul-betul diperhatikan oleh keluarga.

Adapun teman disekolah juga tak kalah pentingnya dengan teman harian. Dengan melihat berbagai pikiran-pikiran yang tersebar disekolah. Oleh sebab itu selektivitas dalam pemilihan teman sekolah untuk anak lebih lebih utama dengan teman harian.

Disamping itu, kedua orang tua musti selalu memfokuskan segala daya upaya mereka untuk emperbaiki anak mereka yang sudah dewasa, agar masa depannya menjadi panutan bagi yang

Page 175: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Cara Pencegahan Dusta 165

lain dan mampu membawa penerang bagi saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Anak kecil pasti akan mencontoh segala perkataan dan perbuatan yang lebih tua. Oleh karena itu untuk menyelamatkan turun temurun mulai saat ini sudah harus menanam sifat yang baik, seperti kejujuran bukan dusta.

F. Tuntunlah Dengan Baik

Di antara cara yang baik dan menguntungkan dalam mengatasi permasalahan anak yang telah terbiasa berbuat dusta adalah menuntunnya atau mendekatkan dirinya dengan seseorang yang alim dan berilmu yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi anak tersebut hingga ia mengerti akan pentingnya menjaga diri dari perbuatan kurang baik tersebut dan dapat menanamkan kebenaran agama dan mampu menancapkannya dalam jiwa si anak.

Dengan menuntun anak dengan panutan yang baik, niscaya dengan seizin Allah akhalak sang anak berubah dan menjadi mulia. Begitu pula halnya dengan membaiknya kondisi lahir batinnya hingga kemudian mampu melahirkan adab atau sopan santun di tengah-tengah masyarakat. Dia dapat mengambil mamfaat dati kesungguh-sungguhannya. Dan mampu meringakan beban orang tuanya. Dan mampu menjadi sebuah penyerang bila gelap datang atau menjadi air bila orang-orang merasa dahaga.

Sesungguhnya keluarga yang dapat menerapkan keempat pendepatan di atas dalam mengatasi sifat dusta anak, berarti di telah menciptakan perubahan penting dalam kehidupan anak

Page 176: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

166 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

dan akhlaknya dengan penerapan yang teratur, tuntunan yang bijaksana dan saling melengkapai di antara unsur-unsur tertentu akan membuahkan hasil yang akan mampu menerangi masa depan kita bersama.[]

Page 177: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Dusta Pada Anak 167

Daftar Bacaan

Al-Qur’anul Karim

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Sajadah Press, 2007

Serial Buku Nakita: Panduan Tumbuh Kembang Anak, Kelompok Penerbit Gramedia, Jakarta, tt.

Triton PB. Mengasuh dan Perkembangan Balita, Oryza, Yogyakarta, 2006

Santrok, John W. 1997. Life-Span Development. Sixth Edition. Madi-son Wl: Brown & Benchmark Publisher.

Inhelder, Barbel & Jean Piaget. The Growth of Logical Thinking, From Childhood To Adolescence. London: Routledge & Ke-gan Paul LTD.

Ahmadi, Abu & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)

Al-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyah, Ruh al-Tarbiyah Wa al-Ta’lim,

Page 178: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

168 Pendidikan Karakter; Mengawal Masa Depan Moralitas Anak

(ttp: Isa al-Babi al-Halabi, t.t)

Asy’ari, Muhammad Hasyim, Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, (Jombang: Turast al-Agama, 1415 H)

Dzakiyah Darajat, Menumbuhkan Minat Beragama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, Rosyda Karya, Bandung, 2000

Nasih Ulwani, Mendidik Anak Secara Agamai, Arruz Media, Yog-yakarta, 2009

Djohan, Psikologi Musik, Penerbit Buku Baik, Yogyakarta, 2003

E Sphero Lawrence, Emotional Intellegence, Terjemahan T. Herma-ya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991

Kartono, Kartini, Psikologi Anak, Penerbit Alumni, Bandung, 1982

Bjorklund, D.F. (2000) Children’s Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth

Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.

Johnson, M.H. (2005). Developmental Cognitive Neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing

Piaget, J. (1954). “The construction of reality in the child”. New York: Basic Books.

Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.

Piaget, J. (1983). “Piaget’s Theory”. In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.

Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.

Page 179: Aktualisasi-Pendidikan-Karakter

Dusta Pada Anak 169

Piaget, J. (2000). “Commentary on Vygotsky”. New Ideas in Psychol-ogy, 18, 241–259.

Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychol-ogy Press.

Http://www.pembelajaranguru.wordpress.com