AKTIVITAS ANTIJERAWAT FORMULA CAMPURAN MENIRAN DAN TEMU LAWAK SERTA AKTIVITAS INHIBISINYA TERHADAP KATALASE Staphylococcus aureus LISTIANI NURUL SUSANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
37
Embed
AKTIVITAS ANTIJERAWAT FORMULA CAMPURAN MENIRAN … · Enzim katalase berhasil diisolasi dari bakteri . S. aureus. ... dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal. Manfaat lainnya adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKTIVITAS ANTIJERAWAT FORMULA CAMPURAN
MENIRAN DAN TEMU LAWAK SERTA AKTIVITAS
INHIBISINYA TERHADAP KATALASE Staphylococcus aureus
LISTIANI NURUL SUSANTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antijerawat
Formula Campuran Meniran dan Temu Lawak serta Aktivitas Inhibisinya
terhadap Katalase Staphylococcus aureus adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Listiani Nurul Susanti
NIM G44104014
ABSTRAK
LISTIANI NURUL SUSANTI. Aktivitas Antijerawat Formula Campuran
Meniran dan Temu Lawak serta Aktivitas Inhibisinya terhadap Katalase
Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan
WULAN TRI WAHYUNI.
Jerawat merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, S. epidermidis dan Propionibacterium acnes. Aktivitas
antijerawat ekstrak campuran temu lawak dan meniran dipelajari melalui aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus dan S. epidermidis, serta inhibisi aktivitas katalase
S. aureus. Temu lawak dan meniran diekstraksi dengan teknik maserasi
menggunakan pelarut etanol 96% dengan 2 metode, yaitu teknik Indonesia dan
traditional chinese medicine. Bakteri S. aureus dan S. epidermidis dalam isolat
bakteri berhasil diisolasi. S. aureus dapat dihambat pertumbuhannya oleh ekstrak
temu lawak dengan konsentrasi bunuh minimum (KBM) 150 ppm dan indeks
zona hambat 0.38. S. epidermidis dapat dihambat pertumbuhannya dengan
campuran temu lawak 2/3dan meniran 1/6 dengan KBM 300 ppm dan indeks zona
hambat 0.40. Analisis profil kromatografi lapis tipis pada kedua ekstrak
menunjukkan pita kurkuminoid. Enzim katalase berhasil diisolasi dari bakteri S.
aureus. Ekstrak campuran temu lawak 2/3 dan meniran 1/6 memberikan aktivitas
inhibisi katalase terbaik sebesar 6.88% pada konsentrasi formula 500 ppm.
Kata kunci: katalase, meniran, S. aureus, S. epidermidis, temu lawak
ABSTRACT
LISTIANI NURUL SUSANTI. Antiacne Activity of Meniran and Temu Lawak
Mixture and The Inhibition Activity against Catalase of Staphylococcus aureus.
Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.
Acne is an inflammation of skin caused by Staphylococcus aureus, S.
epidermidis, and Propionibacterium acnes bacteria. Antiacne activity of temu
lawak and meniran has been analyzed through antibacterial activities against S.
aureus and S. epidermidis and inhibition of S. aureus catalase activity. Temu
lawak and meniran were extracted by using maceration technique in 96% ethanol
with two different maceration methods, Indonesian and traditional chinese
medicine. S. aureus and S. epidermidis were successfully isolated. The growth of
S. aureus was inhibited by temu lawak extract with minimum bactericidal
concentration (MBC) 150 ppm and inhibition zone index 0.38. The growth of S.
epidermidis was inhibited by mixture of temu lawak 2/3 and meniran 1/6 with
MBC 300 ppm and inhibition zone index 0.40. Thin layer chromatography profile
of both extracts showed curcuminoid band. Catalase enzyme was successfully
isolated from S. aureus. Mixture of temulawak 2/3 and meniran 1/6 gave the best
catalase inhibition activity, 6.88% in 500 ppm formula concentration.
Keywords: catalase, meniran, S. aureus, S. epidermidis, temu lawak
ii
AKTIVITAS ANTIJERAWAT FORMULA CAMPURAN
MENIRAN DAN TEMU LAWAK SERTA AKTIVITAS
INHIBISINYA TERHADAP KATALASE Staphylococcus aureus
LISTIANI NURUL SUSANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Aktivitas Antijerawat Formula Campuran Meniran dan Temu
Lawak serta Aktivitas Inhibisinya terhadap Katalase
Staphylococcus aureus
Nama : Listiani Nurul Susanti
NIM : G44104014
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Wulan Tri Wahyuni,SSi, MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan berjudul Aktivitas Antijerawat Formula Campuran Meniran dan Temu
lawak serta Aktivitas Inhibisinya terhadap Katalase Staphylococcus aureus.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K
Darusman, MS selaku pembimbing pertama dan Ibu Wulan Tri Wahyuni SSi,
MSi selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, semangat,
dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Heni Rismiyati beserta Staf Laboratorium Mikrobiologi
IPB, Ibu Nunuk beserta staf Pusat Studi Biofarmaka, Bapak Eman beserta staf
Laboratorium Kimia Analitik IPB, Bapak Kusmayana dan Ibu Glenny dari
Laboratorium Fisiologi IPB, Bapak Agus dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB,
Bapak Arya dari Departemen Biokimia IPB dan rekan penelitian Laboratorium
Mikrobiologi IPB yang telah membantu selama penelitian berlangsung serta
pengumpulan data. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir Elly
Suradikusumah, MS, Bapak Atep Dian Supardan, SSi serta seluruh dosen dan staf
Program Keahlian Analisis Kimia Diploma IPB yang terus memberikan dorongan
semangat kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah,
Ibu, kedua adikku Wijayanti dan M. Fauzan, serta seluruh keluarga dan sahabat
atas saran, kritik, serta semangat selama penelitian.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Maret 2013
Listiani Nurul Susanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 TINJAUAN PUSTAKA 2
Temu Lawak 2
Meniran 3 Ekstraksi dan Formulasi 4 Jerawat (Acne vulgaris) 4 P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis 4 Antibakteri Metode Dilusi dan Difusi 5 Profil Kromatogram Antijerawat dengan KLT 5
Isolasi Enzim Lipase, Enzim Katalase dan Aktivitas Inhibisinya 5
BAHAN DAN METODE 6 Bahan dan Alat 6 Lingkup Penelitian 6 Preparasi Sampel 7 Penentuan Kadar Air 7 Penentuan Kadar Abu 7 Ekstraksi 7 Pembuatan Media untuk Bakteri 8 Isolasi S. aureus, S. epidermidis, dan P. acnes dari Isolat Bakteri 8 Uji Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus dan S. epidermidis 9 Pembuatan Profil Kromatogram Antijerawat dengan KLT 10 Isolasi Enzim Kasar dari S. aureus 10 Pengukuran Hidrogen Peroksida Secara Kolorimetri 10 Uji Aktivitas Inhibisi terhadap Isolat Enzim Kasar 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Kadar Air dan Abu 11 Ekstrak Meniran dan Temu Lawak 12 Isolat P. acnes, S. aureus, dan S. epidermidis 12 Daya Antibakteri Formua (KHM dan KBM) 14 Daya Antibakteri Metode Cakram 16 Profil Kromatogram Lapis Tipis Formula 17
Aktivitas Inhibisi Formula Terhadap Isolat Enzim Kasar 18
SIMPULAN DAN SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 19
DAFTAR TABEL
1 Formula campuran yang digunakan 8 2 Identitas bakteri S. aureus dan S. epidermidis 14 3 KHM dan KBM formula terhadap S. aureus (n = 3) 15 4 KHM dan KBM formula terhadap S. epidermidis (n = 3) 15 5 Daya antibakteri formula terhadap S. aureus dengan metode cakram 17
DAFTAR GAMBAR
1 Rimpang temu lawak 2 2 Struktur xantorizol (a) dan kurkumenol (b) 2 3 Struktur kurkumin (a), demetoksikurkumin (b), bisdemetoksikurkumin (c) 3 4 Tanaman meniran 3 5 Struktur filantin 5 6 Penampakan bakteri isolat UI awal (a), dan setelah penggoresan kuadran kedua
(b) 12 7 Beberapa bakteri yang berhasil dipisahkan: dugaan bakteri P. acnes dan
Actinomycetes (a), dugaan bakteri S. aureus dan S. epidermidis dalam
pewarnaan gram (b) 13 8 Dugaan isolat S. aureus (a)dan S. epidermidis (b) 13 9 Dugaan isolat S. aureus (a) dan S. epidermidis (b) dalam pewarnaan gram 14 10 Dugaan Isolat S. aureus (a) dan isolat S. epidermidis (b) dalam media TSA 14 11 Isolat S. aureus (a) dan S. epidermidis (b) dalam media BPA 16 12 Daya antibakteri formula terhadap S. aureus dengan metode cakram 16 13 Daya antibakteri formula terhadap S. epidermidis dengan metode cakram 16 14 Profil kromatogram KLT: formula 1, 2, 6, standar kurkumin dan kuersetin 17
15 Daya inhibisi formula 1 dan 6 terhadap katalase yang diisolasi dari S. aureus20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 23 2 Kadar air dan abu rimpang temu lawak dan daun meniran 24 3 Rendemen ekstrak kasar etanol temu lawak dan meniran 25 4 Kurva standar bakteri 25
5 Nilai Rf formula uji 26
6 Data isolasi enzim katalase kasar S. aureus 27
7 Aktivitas inhibisi formula 1 dan 6 terhadap isolat katalase 28
1
PENDAHULUAN
Jerawat berhubungan dengan peradangan kelenjar polisebasea pada kulit,
ditandai dengan komedo atau benjolan yang dapat disertai radang di daerah wajah,
leher, dan tangan (Singh et al. 2011). Jerawat dapat menyebabkan noda yang sulit
dihilangkan dan menurunkan kepercayaan diri (Cavalcanti et al. 2011).
Patogenesis jerawat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain peningkatan
produksi sebum, komedogenesis, dan radang. Faktor kosmetik dan hormon juga
dipercaya dapat menyebabkan jerawat (Alsop 2011).
Bahan antijerawat dapat mengatasi timbulnya jerawat. Komponen
antijerawat dari bahan alam harus berpotensi sebagai antibakteri, antiradang, dan
memiliki aktivitas antioksidan (Batubara et al.2009). Beberapa bakteri penyebab
jerawat diantaranya ialah Propionibacterium acnes (Ingham et al. 1981),
Staphylococcus aureus, dan S. epidermidis (Jawetz et al. 1995). P.acnes berperan
pada patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak
bebas dari lemak kulit (Ryan et al.1994), sementara S. epidermidis akan memicu
peradangan pada kulit (Wasistaatmadja 2002) sehingga memperparah jerawat. S.
aureus bersifat patogen dan dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan
manusia (Brooks et al. 1995). Enzim katalase dalam S. aureus segera mengurai
hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi lain dalam tubuh bakteri menjadi
air dan oksigen (Nelson dan Cox 2007). Penghambatan fungsi katalase oleh
inhibitor mengakibatkan hidrogen peroksida tidak terurai dan membunuh bakteri
sehingga jumlah proliferasi S. aureus berkurang.
Jerawat lazim diobati dengan antibiotik (Harris et al. 2002). Namun,
penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan dalam dosis yang cukup tinggi dapat
menyebabkan resistensi terhadap bakteri penyebab jerawat (Farzana et al. 2011).
Penggunaan antijerawat alami dapat menjadi salah satu solusi. Antijerawat alami
seperti Azadirachta indica (Balakkrisnan et al.2011), minyak dari tumbuhan
Melaleuca alternifolia (Vijay et al.2010) telah dilaporkan di India. Tanaman dari
famili Liliaceae, Rutaceae, Zingiberaceae, Myrtaceae, dan Lamiaceae
mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri yang
memiliki efek signifikan terhadap bakteri penyebab jerawat (Singh et al. 2011).
Tanaman temu lawak (Curcuma xanthorriza) memiliki aktivitas sebagai
antibakteri, penghambat enzim lipase, dan antioksidan (Batubara et al. 2009).
Senyawa aktif antibakteri dalam temu lawak adalah xantorizol (Mangunwardoyo
et al. 2012). Daun meniran (Phyllanthus ninuri) juga memiliki aktivitas
antibakteri, dengan filantin (Murugaiyah dan Chan 2007), terpenoid (Gunawan et
al. 2008), alkaloid, dan biflavonoid (Njoroge et al. 2012) sebagai senyawa
aktifnya.
Formula campuran temu lawak dan meniran sebelumnya telah diteliti oleh
Prabandari (2012) dan memiliki aktivitas antioksidan dengan konsentrasi
penghambatan 50% (IC50) 93.17 ppm serta aktivitas antibakteri terhadap S.
epidermidis dengan nilai konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh
minimum berturut-turut 250 dan 500 ppm. Namun, aktivitas antibakteri dan daya
inhibisi formula terhadap enzim P. acnes dan S. aureus belum diujikan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan isolat murni bakteri P. acnes, S. aureus,dan S. epidermidis, serta
menentukan formula campuran meniran dan temu lawak terbaik sebagai
2
antijerawat. Formula terbaik ditentukan berdasarkan uji aktivitas antibakteri serta
aktivitas penghambatan formula terhadap enzim katalase yang diisolasi dari S.
aureus dan enzim lipase yang diisolasi dari P. acnes.
TINJAUAN PUSTAKA
Temu Lawak
Temu lawak merupakan tumbuhan rumpun berbatang semu. Bagian yang
dimanfaatkan adalah rimpangnya (Gambar 1). Rimpang ini mengandung 48–
59.64% zat tepung, 1.6–2.2% kurkumin, dan 1.48–1.63% minyak atsiri dan
dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal. Manfaat lainnya adalah sebagai obat
jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol, antiradang, antianemia,
antioksidan, pencegah kanker, dan antibakteri (Warintek 2010).
Gambar 1 Rimpang temu lawak
Minyak atsiri temu lawak berwarna kuning kehijauan dan berbau aromatik
tajam. Komponen utamanya antara lain α-kurkumena, xantorizol, farnesol,
germakrena, germakron, kamfor, zingiberena, kamfena, dan α-turmeron (Dumadi
2008). Xantorizol (Gambar 2a) atau 1,3,5,10-bisabolatetraen-3-ol merupakan
salah satu komponen aktif dalam temu lawak yang berfungsi sebagai antibakteri S.
aureus (Mangunwardoyo et al. 2012), Candida albicans,dan Streptococcus
mutans (Hwang et al. 1999) serta antitumor (Choi et al. 2004). Kurkumin dan
turunannya (Gambar 3) dan kurkumenol (Gambar 2b) juga terbukti sebagai
antibakteri efektif untuk S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Rashid 2004).
Kurkumin juga aktif sebagai antiradang (Begum et al. 2008).
OH
O
OH
H
(a) (b)
Gambar 2 Struktur xantorizol (a) dan kurkumenol (b)
3
OHOH
O O
OCH3H3CO
OHOH
O O
H3CO
OHOH
O O
(a)
(c)
(b)
Gambar 3 Struktur kurkumin (a), demetoksikurkumin (b) dan
bisdemetoksikurkumin (c)
Meniran
Meniran termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Batang meniran
berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50 cm. Meniran
(Gambar 4) mempunyai daun yang bersirip genap. Setiap tangkai daun terdiri atas
daun majemuk yang berukuran kecil dan berbentuk lonjong. Bunga terdapat pada
ketiak daun menghadap ke arah bawah (Katno dan Pramono 2010).
Gambar 4 Tanaman meniran
Meniran dipercaya dapat mengobati beberapa penyakit, antara lain hepatitis
B, diare, dan flu. Kandungan bahan aktif meniran antara lain filantin, kuersetin,
asam galat, dan asam elagat yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi
(Mahdi et al. 2011). Kuersetin digunakan sebagai penciri umum bahan aktif untuk
bahan alam yang bahan aktifnya belum disahkan oleh Badan POM.
Ekstrak meniran dalam metanol juga memiliki aktivitas antibakteri yang
cukup besar (Njoroge et al. 2012). Filantin (Murugaiyah dan Chan 2007)
merupakan salah satu senyawa aktif antibakteri dalam meniran (Gambar 5).
Senyawa fitadiena dan 1,2-seco-kladielan yang diidentifikasi dari ekstrak meniran
dalam fraksi heksana (Gunawan et al. 2008) dilaporkan juga dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus dan Escherichia coli.
CH2OMe
CH2OMe
OCH3
OCH3
H3CO
H3CO
Gambar 5 Struktur filantin
4
Ekstraksi dan Formulasi
Ekstraksi adalah penyarian zat aktif dari suatu bahan untuk menarik
komponen kimia di dalamnya. Ekstraksi pada prinsipnya memindahkan zat hasil
ekstraksi ke dalam pelarutnya (Harborne 1987). Pada penelitian ini digunakan
metode ekstraksi maserasi. Prosesnya menggunakan pelarut perendaman dalam
pelarut dengan bantuan pengocokan pada suhu kamar. Metode ini membutuhkan
waktu ekstraksi yang relatif lama dan pelarut yang cukup banyak, tetapi
komponen yang tahan maupun tidak tahan panas dapat terekstraksi. Pemekatan
dilakukan dengan penguap putar pada suhu relatif rendah (40 ºC) untuk menjaga
agar ekstrak tidak rusak.
Formulasi pada penelitian dilakukan dengan 2 metode, yaitu teknik ekstraksi
cara Indonesia dan obat tradisional Cina (TCM). Pada cara Indonesia, kedua
tanaman masing-masing dibuat ekstrak kemudian ekstrak dicampur. Pada cara
TCM, semua bahan dicampurkan dulu lalu diekstraksi bersamaan. Keduanya
dimanfaatkan sebagai teknik formulasi dalam ekstraksi bahan alam.
Jerawat (Acne vulgaris)
Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar polisebasea pada
kulit yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, dan nodul. Penyebaran jerawat
terjadi di muka, dada, punggung yang mengandung kelenjar sebasea (Harper
2007). Bakteri anaerob P. acnes dan bakteri aerob S. aureus dan S. epidermidis
berperan dalam proliferasi jerawat (Banu dan Humnekar 2011). Beberapa kondisi
penyebab jerawat antara lain produksi sebum berlebih, hiperkeratinisasi folikel
rambut, stres oksidatif, dan munculnya mediator yang menyebabkan peradangan
(Batubara et al. 2009). Produksi minyak berlebih pada kulit dapat menyumbat
pori-pori. Kondisi ini diperparah oleh adanya bakteri yang dapat menyebabkan
peradangan karena asam lemak dan minyak kulit yang tersumbat akan mengeras
(Brook et al.2005). Bahan antibiotik lazim digunakan untuk mengobati jerawat.
Namun, bahan alam perlu dikembangkan sebagai alternatif antijerawat karena
antibiotik dapat menimbulkan resistensi jika digunakan terus menerus.
P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis
Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram positif dengan bentuk
batang takberspora (Smith et al. 1996). Beberapa sifat P. acnes antara lain dapat
menghemolisis darah dan tumbuh baik dalam kondisi anaerob dengan media agar
darah pada suhu optimum 37 ºC selama 3–7 hari (Ingham et al. 1981). P. acnes
memiliki beberapa enzim antara lain lipase, hialuronidase, gelatinase, fosfatase,
dan lesitinase (Hoeffler 1977). P. acnes merupakan salah satu bakteri pemicu
terjadinya jerawat karena lipasenya mampu menghidrolisis sebum triasilgliserol
menjadi asam lemak bebas. Asam lemak yang berlebihan dalam kulit dapat
mengakibatkan peradangan karena asam lemak tersumbat dalam pori-pori kulit
dan mengeras (Ingham et al. 1981).
5
Staphylococcus merupakan bakteri gram positif dengan diameter 0.5–1.5
µm dengan bentuk bulat dan bergerombol seperti anggur. Spesies S. aureusdan S.
epidermidis adalah flora normal kulit penyebab jerawat.Bakteri S. aureus patogen
dan memiliki resistensi tinggi terhadap antibiotik. Perbedaan mencolok S. aureus
dan S. epidermidis adalah terbentuknya pigmen kuning pada koloni S. aureus,
sementara S. epidermidis tidak (Harris et al. 2002). S. aureus dapat
menghemolisis darah dan menggumpalkan plasma kelinci. Enzim katalase
berperan penting dalam pertahanan bakteri S. aureus dan S. epidermidis.Kedua
bakteri initumbuh baik dalam kondisi anaerob,anaerob fakultatif, maupun aerob
pada suhu 35–37 ºC dengan waktu optimum pembelahan bakteri 12–18 jam
(Appak 2006).
Antibakteri Metode Dilusi dan Difusi
Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat proliferasibakteri.
Antibakteridapat bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Antibakteri yang
baik memiliki kekuatan menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi yang
rendah. Terdapat 2 macam pengujian antibakteri, yaitu metode dilusi dan difusi.
Metode difusi memanfaatkan kertas cakram (Husein et al. 2009). Pengujian
antibakteri dilakukan dengan melihat zona bening yang terbentuk di sekitar
cakram yang ditetesi formula uji. Sementara uji dilusi memanfaatkan metode
pengenceran serial, dengan formula terendah yang tidak menunjukkan kekeruhan
setelah inkubasi pada hari pertama merupakan KHM danyang tidak menunjukkan
kekeruhan setelah diinkubasi pada hari kedua disebut KBM. Kedua metode ini
digunakan untuk memperkuat hasil daya antibakteri yang dimiliki suatu formula
(Gunawan et al. 2008).
Profil Kromatogram Antijerawat dengan KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) memisahkan campuran berdasarkan
distribusi di antara fase diam dan fase gerak.Metode ini merupakan salah satu cara
mengidentifikasi senyawa dalam sampel (Harborne 1987). Identifikasi dilakukan
dengan membandingkan nilai Rf formula dengan standar. Nilai Rf merupakan
nisbah jarak tempuh zat dengan jarak tempuh garis depan pelarut(Funk dan
Droeschel 1991). Formula teraktif sebagai antijerawat diidentifikasi macam
senyawanya dengan pembanding standar kurkumin (zat aktif pada temu lawak)
dan kuersetin (zat aktif pada meniran).
Isolasi Enzim Lipase, Enzim Katalase dan Aktivitas Inhibisinya
Enzim lipase pada P. acnes berperan penting dalam pemecahan sebum
trigliserida menjadi asam lemak bebas yang mengakibatkan peradangan (Ingham
et al. 1981). Enzim ini dapat diisolasi dengan sentrifugasi dan mikrodestruksi
(Batubara et al. 2009). Aktivitas inhibisi lipase dapat ditentukan sebagai nilai IC50
6
dengan metode spektrofotometri menggunakan reagen 2,3-dimerkapto-1-propanol
tributirat (Furukawa et al. 1982).
S. aureus dan S. epidermidis memiliki enzim katalase yang memainkan
peran penting dalam perlindungan bakteri. Katalase mengubah hidrogen
peroksida, senyawa yang dihasilkan dari reaksi lain dalam bakteri, menjadi air dan
oksigen. Katalase dalam bakteri berada dalam peroksisom (Nelson dan Cox
2007). Isolasi katalase dapat dilakukan pada S. aureus yang ditumbuhkan dalam
kondisi optimum, melalui sentrifugasi dan pencucian sel dengan bufer (Amin dan
Olson 1967).
Aktivitas inhibisi katalase juga dapat diukur dengan metode
spektrofotometri (Sinha 1971). Sisa hidrogen peroksida yang tidak bereaksi
dengan katalase dioksidasi oleh reagen kalium dikromat dalam asam asetat
membentuk kromium (III) asetat yang berwarna hijau ketika dipanaskan.
Aktivitas inhibisi katalase akan ditandai dengan meningkatnya kepekatan warna
hijau dalam larutan.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun meniran yang berasal dari kebun
Biofarmaka dan rimpang temu lawak, etanol 96%, pati, isolat bakteri dari
Departemen Mikrobiologi Universitas Indonesia, agar darah, nutrient broth (NB),
trypticase soy broth (TSB), trypticase soy agar (TSA), Baird Parker agar (BPA),
egg yolk with tellurite, GAM broth, glukosa, ragi, Tween 20, air steril, gas pack,
Tahapan penelitian diawali dengan analisis kadar air dan abu simplisia,
pembuatan formula campuran simplisia, dan penentuan rendemennya. Tahapan
selanjutnya ialah isolasi P. acnes, S. aureus, dan S. epidermidis dari isolat bakteri,
penentuan KHM dan KBM serta indeks zona hambat formula campuran terhadap
S. aureus dan S. epidermidis. Profil kromatogram formula terbaik sebagai
antijerawat ditentukan. Enzim kasar dari S. aureus diisolasi dan aktivitas inhibisi
formula campuran terhadap isolat enzim kasar tersebut ditentukan. Diagram alir
penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.
7
Preparasi Sampel
Sampel rimpang temu lawak dan daun meniran dibersihkan kemudian diiris
tipis dan dikeringkan. Setelah kering, sampel digiling hingga menjadi serbuk
dengan ukuran 40 mesh. Sampel siap digunakan untuk analisis selanjutnya.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan pada 105 ºC selama 30 menit lalu didinginkan
di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g contoh dimasukkan ke dalam
cawan dan dipanaskan pada suhu 105 ºC selama 5 jam sampai diperoleh bobot
konstan. Cawan beserta contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Penentuan kadar air dilakukan 3 kali ulangan.
Keterangan: A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
B = bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur yang bersuhu 600 ºC selama 30
menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang.
Sebanyak 2 g contoh dimasukkan ke dalam cawan, dibakar sampai tidak berasap
lagi, lalu diabukan dalam tanur sampai abu berwarna putih. Setelah didinginkan,
cawan dan abu ditimbang kembali bobotnya. Penetapan kadar abu dilakukan 3
kali ulangan.
Keterangan: A = bobot contoh (g)
B = bobot abu (g)
Ekstraksi
Metode yang digunakan ialah maserasi dengan teknik pencampuran cara
Indonesia dan TCM. Pada teknik pencampuran cara Indonesia, setiap simplisia
dimaserasi lalu ekstrak dicampurkan dengan nisbah tertentu.Pada teknik
pencampuran cara TCM, simplisia dicampur terlebih dahulu lalu di maserasi
dengan nisbah tertentu. Formula ekstrak campuran dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1 Formula campuran yang digunakan
Formula Nisbah komposisi (%b/b)
Temu lawak Meniran Pati
1
1 0 0
2 0 1 0
3 ½ ½ 0
4 2/3 1/6 1/6
5
1/2* 1/2* 0
6 2/3* 1/6* 1/6* Keterangan: Formula no 1–4 disiapkan dengan metode Indonesia,
Formula no 5 dan 6 dengan metode TCM
*= simplisia tanaman
Pada ekstraksi contoh, 50 g bahan yang sudah dikeringkan dan dihaluskan
ditambah dengan 250 mL etanol 96%, dimaserasi dinamik selama 6 jam,
kemudian dibiarkan sampai 24 jam. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan penguap putar.
Pembuatan Media Untuk Bakteri
Media TSA disiapkan dengan mencampurkan 40 g TSA dengan 1 L air
suling, dididihkan sampai jernih (larut sempurna). Media disterilisasi, kemudian
sebanyak 16–18 mL media steril dituang ke cawan petri. Media TSB disiapkan
dengan mencampurkan 30 g TSB dengan 1 L air suling, dididihkan sampai jernih
(larut sempurna) lalu disterilisasi. Media BPAdibuat dengan merujuk metode
Biokar Diagnotics (2012). Sebanyak 58 g BPA ditambahkan air hingga 0.95 L.
Media kemudian disterilisasi. Setelah bersuhu 35–40 ºC, sebanyak 50 mL egg
yolk with tellurite ditambahkan ke dalam media agar, dikocok sampai larut
sempurna. Sebanyak 16–18 mL media steril dituang ke dalam cawan petri. Media
GAM Broth dibuat dengan metode Nissui (2010). Sebanyak 5 g GAM Broth, 10 g
glukosa, 3 g ragi, 5 g NB, dan 2 mL Tween 20 dicampurkan dengan akuades
hingga 1L. Sebanyak 10 mL media kemudian dimasukkan ke dalam tabung ulir
dan disterilisasi. Semua pengerjaan dilakukan dalam keadaan aseptik. Sterilisasi
media dilakukan dengan menggunakan autoklaf (121 ºC, 20 menit), sedangkan
alat kaca disterilkan kering dalam oven (170 ºC, 2 jam).
Isolasi S. aureus, S. epidermidis, dan P. acnes dari Isolat Bakteri
Isolat bakteri ditumbuhkan dalam media GAM Broth selama 72 jam dalam
inkubator bersuhu 37 ºC. Inokulum diwarnai dengan pewarnaan gram. Bakteri
diidentifikasi ciri fisiknya dengan perbesaran 100 kali pada lensa objektif dan 10
kali pada lensa okuler. Isolat bakteri juga ditumbuhkan dalam media TSB,
diinkubasi selama 72 jam. Sebanyak 9 mL NaCl steril 0.85% disiapkan dalam
tabung reaksi lalu ditambahkan 1 mL inokulum. Pengenceran dilakukan berulang
sampai 1010
sebanyak 2 kali ulangan. Sebanyak 1 mL inokulum yang sudah
9
diencerkan tersebut dimasukkan ke dalam media TSA dan diinkubasi selama 72
jam. Koloni yang terbentuk menjadi acuan pemisahan bakteri selanjutnya.
Isolat bakteri ditumbuhkan dengan metode agar miring dengan media agar
darah. Isolat yang sudah diremajakan diambil dan digores kuadran pada cawan
yang sudah berisi agar darah, lalu diinkubasi selama 7 hari dalam inkubator
bersuhu37 ºC dengan jar anaerob yang sudah diberi gas pack. Koloni yang
terpisah digores kembali ke agar darah, demikian seterusnya hingga semua koloni
terpisah. Koloni yang sudah terpisah masing-masing digores ke media TSA dan
dilihat warna koloninya. Pada setiap koloni yang digores ke agar darah juga
dilakukan pewarnaan gram. Koloni yang diduga S. aureus dan S. epidermidis
ditumbuhkan dalam media BPA, diinkubasi pada suhu 35 ºC dalam kondisi aerob.
Sementara koloni yang diduga P.acnes ditumbuhkan dalam media TSA,
diinkubasi dalam kondisi anaerob selama 7 hari pada suhu 37 ºC.
Uji Aktivitas Antibakteri terhadap S. aureus dan S. epidermidis
Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri
Satu lup kultur dimasukkan ke dalam 100 mL TSA. Inokulum diinkubasi
selama 18 jam dalam inkubator bersuhu 35 ºC. Sebanyak 1 mL inokulum
dimasukkan ke dalam 9 mL NaCl 0.85% steril kemudian dikocok. Sebanyak 1 mL
suspensi bakteri diambil dan diencerkan berturut-turut dengan 9 mL NaCl 0.85%
sterilsampai diperoleh faktor pengenceran 1010
. Sebanyak 1 mL dari setiap tabung
dalam deret pengencerantersebut disuspensikan ke dalam cawan petri yang berisi
TSA, diinkubasi selama 18 jam dalam inkubator bersuhu 35 ºC. Koloni bakteri
yang terbentuk dihitung. Jumlah sel bakteri dalam biakan dapat ditentukan dari
jumlah koloni yang tumbuh.Koloni bakteri yang dapat dihitung berada dalam
kisaran 25–250 koloni per cawan.
Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Media NB diisi dengan 3 mL inokulum dengan nisbah media:bakteri 1:1,
1:2, 1:4, 1:8, dan 1:16. Suspensi dikocok dan serapannya diukur pada panjang
gelombang 620 nm.Hasil perhitungan diperoleh sebagai CFU/mL.
Penentuan KHM dan KBM (Batubara et al. 2009)
Pada 96-wellplate, 100 µL DMSO 20% dimasukkan ke semua lubang. Pada
baris A, dimasukkan 60 µL DMSO 20% dan 40 µL formula 1–6 10 000 ppm atau
kontrol positif klindamisin/triklosan/secang. Sebanyak 100 µL larutan dari baris A
dimasukkan ke baris B. Pengenceran serial dilakukan hingga baris H. Berturut-
turut, ke dalam setiap lubang ditambahkan 60 µL TSB dan 40 µL suspensi bakteri
9×105CFU/mL. Campuran dihomogenkan dan absorbansnya dibaca pada panjang
gelombang 620 nm. Campuran kemudian diinkubasi padainkubator bersuhu 35ºC
selama 18 jam dan diukur kembali absorbansnya. Pengerjaan juga dilakukan untuk blangko (tanpa bakteri). Sebanyak 100 µL suspensi yang tidak
menunjukkan kekeruhan ditambahkan 100 µL TSB dan diinkubasi pada inkubator
bersuhu 35ºC selama 18 jam. Absorbans bakteri pada 0 dan 18 jam diukur.
Konsentrasi ekstrak terendah dengan bakteri tidak menunjukkan pertumbuhan
disebut KHM. Konsentrasi terendah dengan bakteri tidak menunjukkan
10
pertumbuhan setelah ditambahkan TSB disebut KBM. Semua pengerjaan
dilakukan 3 kali ulangan.
Metode Cakram (Husein et al. 2009)
Secara aseptik, 150 mL media TSA steril didinginkan sampai 40 ºC dan
ditambahkan 18 mL suspensi bakteri dengan jumlah bakteri 9×105 CFU/mL.
Suspensi bakteri dan agar dikocok perlahan,sebanyak 18 mL dituang ke dalam
cawan petri steril. Setelah agar membeku, 3 buah kertas cakram ditaruh dengan
posisi 120º (membentuk segitiga). Dengan hati-hati, 20 µL formula/kontrol positif
dengan nilai KBM terendah diteteskan di atas kertas cakram. Cawan kemudian
diinkubasi selama 18 jam pada inkubator bersuhu 35 ºC. Aktivitas antibakteri
dinyatakan sebagai indeks zona hambat, dengan d sebagai diameter.
Pembuatan Profil Kromatogram Antijerawat dengan KLT
Sebanyak 10 µL formula 1, 2, 6, standar kurkuminoid dan kuersetin dengan
konsentrasi 1000 ppm diaplikasikan pada pelat KLT dengan KLT aplikator
(Camag Linomat 5). Setelah kering, pelat KLT dielusi dalam bejana kromatografi
yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Formula 1 dielusi dengan
eluen A (kloroform dan metanol 9:1), formula 2 dengan eluen B
(kloroform:metanol:air 80:12:2), formula 6 dan standar dielusi dengan eluen A
dan B. Hasil elusi diamati pada panjang gelombang 366 nm menggunakan Camag
Reprostar 3 untuk melihat jumlah noda yang muncul pada pelat.
Isolasi Enzim Kasar dari S. aureus(modifikasi Amin dan Olson 1967)
S. aureus diinokulasikan dalam TSB lalu diinkubasi selama 18 jam pada
inkubator bersuhu 35 ºC. Kemudian suspensi bakteri didinginkan menjadi 4 ºC
dan disentrifusigasi 3000 × g selama 15 menit. Sel kemudian dicuci 2 kali dengan
air steril dan 1 kali dengan bufer fosfat pH 7. Sel ditambahkan bufer fosfat 0.01 M
pH 7 dan ditepatkan volumenya untuk memperoleh absorbans 0.69 pada panjang
gelombang 620 nm.
Pengukuran Hidrogen Peroksida Secara Kolorimetri(modifikasi Sinha 1971)
Hidrogen peroksida dengan kisaran 0.03–0.26 mmol dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kecil dan 2 mL kalium dikromat dalam asam asetat ditambahkan ke
setiap tabung,dan dibiarkan bereaksi selama 60 detik. Campuran kemudian
dipanaskan selama 10 menit di penangas air. Setelah dingin, sebanyak 200 µL
larutan diukur absorbansnya pada 570 nm.
11
Uji Aktivitas Inhibisi terhadap Isolat Enzim Kasar (modifikasi Sinha 1971)
Sebanyak 1 mL hidrogen peroksida ditambah 400 µL enzim kasar, dikocok
dengan hati-hati. Larutan kemudian ditambahkan 2 mL kalium dikromat dalam
asam asetat dan dibiarkan bereaksi selama 60 detik. Campuran dipanaskan selama
10 menit di penangas air. Setelah dingin, sebanyak 200 µL larutan diukur
absorbansnya pada 570 nm. Pengukuran blangko dilakukan sama seperti di atas,
namun tanpa penambahan enzim.
Sebanyak 1 mL formula 1 dan 6 dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250,
300, 400, dan 500 ppm ditambahkan masing-masing ke dalam 400 µL crude
enzim. Campuran dikocok dengan hati-hati dan dibiarkan bereaksi selama 60
detik atau sampai gelembungnya habis. Larutan kemudian ditambahkan 1 mL
hidrogen peroksida dan dikocok dengan hati-hati selama 60 detik. Pengujian
selanjutnya sama seperti sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Abu
Sampel rimpang temu lawak dan daun meniran diiris, dikeringkan, dan
digiling hinggaberukuran 40 mesh. Pengirisan dilakukan untuk mempercepat
pengeringan sampel karena dengan luas permukaan sampel yang lebih besar,
penguapan air akan optimum. Penggilingan juga berfungsi memperluas
permukaan sehingga mempermudah bahan aktif terekstraksi dari dinding tanaman.
Kadar air dalam sampel simplisia ditentukan untuk memperkirakan cara
penanganan sampel terbaik. Sampel berkadar air tinggi cenderung mudah
ditumbuhi mikroorganisme sehingga tidak tahan lama disimpan. Simplisia
ditentukan kadar airnya secara gravimetri taklangsung, yaitu dari selisih bobot
bahan sebelum dan setelah dikeringkan dalam oven. Kadar air sampel rimpang
temu lawak diperoleh sebesar 9.83±0.07% dan daun meniran 5.66±0.04%
(Lampiran 2). Hasil tersebut masih berada di bawah batas maksimum kadar air
untuk bahan baku tradisional sesuai SK Menkes RI No
661/IMenkes/SK/VII/1994, yaitu 10%.
Kadar abu merupakan perkiraan jumlah bahan anorganik dalam sampel.
Kandungan bahan organik dalam sampel dihilangkan terlebih dulu dengan cara
pengarangan dan abu yang diperoleh merupakan jumlah total oksida logam dalam
bahan. Hasil penelitian menunjukkan kadar abu daun meniran 7.43±0.05% dan
temu lawak 5.52±0.10% (Lampiran 2). Depkes RI dalam MMI (1978)
menyatakan kadar abu simplisia meniran maksimum 8.30% sementara Depkes RI
(1979) menyatakan kadar abu simplisia temu lawak maksimum 4.40%. Kadar abu
meniran berada dalam batasan tersebut, namun kadar abu temulawak masih lebih besar. Hal tersebut diduga karenafaktor lingkungan seperti hara tanah dan tempat
tumbuh. Tempat tumbuh yang banyak mengandung bahan anorganik dan lembap
dapat meningkatkan kadar air dan abu dalam bahan alam.
12
Ekstrak Meniran dan Temu Lawak
Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi komponen yang tahan
maupun taktahan panas. Agitasi saat ekstraksi memudahkan penetrasi pelarut ke
dalam dinding tanaman sehingga komponen aktif yang diharapkan dapat
terekstraksi dengan optimum.
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%. Pelarut ini
lazim digunakan dalam pembuatan jamu dan obat-obatan fitofarmaka (Darusman
et al. 2001). Senyawa aktif kurkumin dalam temu lawak yang berfungsi sebagai
antiradang (Paryanto dan Srijanto 2006) dapat diekstraksi secara efektif dengan
etanol (Joe et al. 2004).
Rendemen ekstrak keempat formula berdasarkan bobot kering simplisia
diberikan pada Lampiran 3. Rendemen terbesar dihasilkan dari formula 1, yaitu
simplisia tunggal temu lawak yang diekstraksi dengan metode Indonesia.
Sementara rendemen terkecil dihasilkan oleh formula 6 yang diekstraksi dengan
metode TCM. Hal ini terjadi karena terdapat kandungan bahan pengisi (pati).
Semakin besar rendemen, semakin efektif pula proses ekstraksinya.
Teknik ekstraksi yang sama juga dilakukan oleh Prabandari (2012), tetapi
terdapat sedikit perbedaan pada hasil yang diperoleh. Rendemen yang dihasilkan
Prabandari (2012) secara umum lebih besar daripada penelitian ini. Faktor
lamanya agitasi diduga menjadi salah satu penyebab perbedaan tersebut.
Isolat P. acnes, S.aureus dan S. epidermidis
Isolat bakteri diremajakan dengan media GAM broth dan didapati belum