KAFALAH, HAWALAH DAN QARDUL HASANMuhammad Aliza Shofy /
Akuntansi Syariah CA / 125020307111043KAFALAH1. Pengertian
KafalahDalam pengertian bahasa kafalah berarti adh dhamman
(jaminan), sedangkan menurut pengertian syara kafalah adalah proses
penggabungan tanggungan kafiil menjadi tanggungan ashiil dalam
tuntutan/permintaan dengan materi sama atau hutang, atau barang
atau pekerjaan.[footnoteRef:1] [1: Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010), hlm. 187]
Pengertian Kafalah menurut beberapa para ulama adalah sebagai
berikut:1. Mazhab HanafiMenggabungkan dzimah dengan dzimah yang
lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang, atau zat
benda.Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok
(asal) utang.2. Mazhab MalikiOrang yang mempunyai hak mengerjakan
tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan,
baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang
berbeda.3. Mazhab HambaliIltizam sesuatu yang diwajibkan kepada
orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau
iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta
(pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak.4. Mazhab SyafiiAkad
yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang
lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan
badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.[footnoteRef:2] [2:
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah........., hlm. 188]
Kafalah adalah penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makful 'anhu, ashil) atau mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang
lain sebagai penjamin. Pihak penjamin bisa perorang maupun
institusi tertentu.2. Dasar Hukum KafalahDalam hukum Islam,
seseorang diperkenankan mendelegasikan suatu tindakan tertentu
kepada orang lain yang mana orang lain tersebut bertindak atas nama
pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang kegiatan yang
didelegasikan diperkenankan oleh agama. Dalil yang dipergunakan,
antara lain adalah:Penyerupenyeru itu berkata: Kami kehilangan
piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya
(QS. Yusuf : 72).[footnoteRef:3] [3: Lihat Quran Surat Yusuf, Ayat:
72.]
25
Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan
pelanggaran..... (QS. al-Maidah : 2)[footnoteRef:4] [4: Lihat Quran
Surat Al-Maidah, Ayat: 2.]
AS-SUNNAH:Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin
hendaklah membayar (Riwayat Abu Dawud).Bahwa Nabi Saw. pernah
menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih
ditetapkan untuk menagih sampai sebulan, maka hutang sejumlah itu
dibayar kepada penagih (Riwayat Ibnu Majah).3. Rukun Dan
Syarat-Syarat Dalam KafalahMenurut kelompok Hanafiah, rukun Kafalah
itu hanya ijab qabul. Ijab merupakan pernyataan menjamin sesuatu
dari pihak yang memberi jaminan (kafil) dan qabul adalah penerimaan
jaminan dari pihak yang diberi jaminan (Madmun lah) tanpa harus
terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu.Menurut Jumhur
ulama tidak sependapat dengan pandangan kelompok hanafiah. Mereka
berpendirian bahwa rukun dan syarat Kafalah itu adalah sebagai
berikut:1. Dhamin, kafil, atau zaim, yaitu orang yang menjamin
dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah
membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan sekehendak
sendiri.2. Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah
bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun
lah disebut juga makful lah, madmun lah disyaratkan dikenal oleh
penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini
dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.3. Madmun anhu atau
makful anhu adalah orang yang berutang.4. Madmun bih atau makful
bih adalah utang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan
tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.5. Lafadz,
disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan
kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.[footnoteRef:5] [5:
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.............., hlm. 191.]
4. Jenis KafalahKafalah dapat di golongkan menjadi 2 golongan
besar yaitu :1. Kafalah dengan jiwa dikenal dengan kafalah bi
al-wajhi, yaitu adanya keharusan yang ia tanggung kepada yang ia
janjikan tanggungan (Makfullah).Penanggungan (jaminan) yang
menyangkut masalah manusia boleh hukumnya. Orang yang ditanggung
tidak mesti mengetahui permasalahan karena kafalah menyangkut badan
bukan harta.2. Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus
ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan)
berupa harta.[footnoteRef:6] [6: Hendi Suhendi, Fiqh
Muamalah............, hlm. 192-193]
Kafalah dengan harta ada tiga macam, yaitu:1. Kafalah bi
al-dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang
lain.2. Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban
menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain.3.
Kafalah dengan aib, maksudnya bahwa barang yang didapati berupa
harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu
lama atau karena hal-hal lainnya, maka ia (pembawa barang) sebagai
jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti
barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut
adalah barang gadai.
5. Pelaksanaan KafalahKafalah dapat dilaksanakan dengan tiga
bentuk, yaitu:1. Munjaz (Tanjiz) adalah tanggungan yang ditunaikan
seketika, seperti seseorang berkata Saya tanggung si Fulan dan saya
jamin si Fulan sekarang.2. Muallaq (Taliq) adalah menjamin sesuatu
dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata Jika kamu
mengutangkan pada anakku, maka aku akan membayarnya atau Jika kamu
ditagih pada A, maka aku akan membayarnya.3. Muaqqat (Taukit)
adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu
waktu, seperti ucapan seseorang, Bila ditagih pada bulan Ramadhan,
maka aku yang menanggung pembayaran utangmu.[footnoteRef:7] [7:
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti, 2009, hlm.
343.]
6. Berakhirnya KafalahKafalah berakhir apabila:1. Ketika hutang
telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh
penjamin. Atau jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan
hutangnya kepada orang yang berutang.2. Kreditor melepaskan
hutangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin. Maka
penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utang tersebut. Namun,
jika kreditor melepaskan jaminan dari penjamin, bukan berarti orang
yang berutang telah terlepas dari hutang tersebut.3. Ketika hutang
tersebut telah dialihkan (transfer hutang atau hiwalah). Dalam hal
ini baik orang terutang ataupun penjamin terlepas dari tuntutan
utang tersebut.4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain
melalui proses arbitrase dengan kreditor.5. Kreditor dapat
mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak
menyetujuinya.Dalam sektor perbankan, bank boleh menawarkan konsep
kafalah dalam aktivitasnya seperti mengeluarkan Surat Jaminan
(Letter of Guarantee) dan pihak bank boleh mengenakan cara
perkhidmatan terhadap pengeluaran surat tersebut.7. FATWA DEWAN
SYARIAH NASIONAL NO : 11/ DSN-MUI/IV/2000 Tentang
KafalahMEMUTUSKANMenetapkan : FATWA TENTANG KAFALAHPertama :
Ketentuan Umum kafalah1. Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan
oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad).2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima
imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.3. Kafalah dengan imbalan
bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.Kedua :
Rukun dan Syarat kafalah1. Pihak Penjamin (kafil)a. Baligh (dewasa)
dan berakal sehat.b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum
dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah
tersebut.2. Pihak orang yang Berutang (Ashiil, Makfuul anhu)a.
Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.b.
Dikenal oleh penjamin.3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul
Lahu)a. Diketahui identitasnya.b. Dapat hadir pada waktu akad atau
memberikan kuasa.c. Berakal sehat.4. Objek Penjaminan (Makful
Bihi)a. Merupakan tanggungan pihak/ orang yang berutang, baik
berupa uang, benda, maupun pekerjaan.b. Bisa dilaksanakan oleh
penjamin.c. Harus merupakan piutang mengikat (Lazim), yang tidak
mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.d. Harus
jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.e. Tidak bertentangan dengan
syariah (diharamkan).Ketiga : Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.Ditetapkan di Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H13 April 2000 M
8. Aplikasi Kafalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah1. Kafalah
Bin-Nafs.Merupakan akad jaminan dari kafil (penjamin) untuk
menghadirkan diri seseorang pada waktu tertentu di tempat tertentu.
Kafalah ini bukan merupakan kajian ekonomi Islam. Sebagai contohnya
adalah seperti perkataan seseorang, Aku menjamin untuk menghadirkan
si Fulan dalam pengadilan tersebut atau dalam acara tersebut.Jika
kafil tidak bisa menghadirkan, padahal ia masih hidup, maka kafil
wajib membayar sejumlah denda sesuai dengan dalil Az-Zaim Gharimun
(penjamin itu berhutang. Kecuali dalam akad itu disebutkan bahwa
kafil tidak akan membayar jika makful anhu tidak datang.Contoh :
Seorang nasabah yang mendapatkan pembiayaan dengan jaminan nama
baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank
secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap
tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang
dibiayai mengalami kesulitan.2. Kafalah Bit-Taslim.Jenis pemberian
jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan
nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan
(Leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito atau tabungan bank dapat membebankan uang jasa (fee)
kepada nasabah.3. Kafalah Al-Munjazah.Pemberian jaminan dalam
bentuk Performance bonds Jaminan Prestasi, suatu yang lazim
dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad.4. Bank
Garansi.Jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu
pihak, baik perorangan, perusahaan, badan, atau lembaga keuangan
lainnya dalam bentuk surat jaminan. Garansi bank dapat diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran.
5. Syariah Card.Kafalah dapat diaplikasikan dalam syariah card
di samping menggunakan akad qard, ariyah atau ijarah. Kafalah dalam
hal penerbit kartu adalah penjamin (Kafil) bagi pemegang kartu
terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul
dari transaksi antara pemegang kartu dengan Merchant, dan atau
penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank penerbit kartu.6.
Asuransi Syariah (Takaful).Perusahaan asuransi merupakan pihak
penanggung atau penjamin, sedangkan peserta asuransi adalah pihak
tertanggung atau yang dijamin. Sehingga dalam suatu asuransi
terdapat perjanjian antar kedua belah pihak, dimana pihak yang
terjamin diwajibkan membayar premi asuransi dalam masa tertentu,
lalu pihak menjamin akan mengganti kerugian jika terjadi sesuatu
pada diri si terjamin.Dalam perbankan modern hal ini dapat
diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance
bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds). Berikut ini skema
penerapan Kafalah dalam produk perbankan seperti Bank Garansi dan
Stanby LC :
9. Aplikasi Kafalah Dalam Perbankan Serta ManfaatnyaKafalah
dapat digunakan untuk pemberian jasa bank, antara lain garansi bank
seperti jaminan uang muka (advance payment bond) atau jaminan
pembayaran (payment bond), performance bonds (jaminan
prestasi).Kafalah yang diberikan oleh bank sangat mendukung
transaksi bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, karena
dapat memberikan rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis
maupun proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan
jadwal yang telah disepakati. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
kafalah memberian manfaat bagi:1. Pihak yang dijamin (nasabah),
bahwa dengan kafalah yang diberikan oleh bank, nasabah bisa
mendapatkan atau mengerjakan proyek dari pihak ketiga, karena
biasanya pemilik proyek menentukan syarat-syarat tertentu dalam
mengerjakan proyek yang mereka miliki.2. Pihak yang terjamin
(pemilik proyek), bahwa dengan kafalah yang diberikan oleh bank,
pemilik proyek mendapat jaminan bahwa proyek yang akan dikerjakan
oleh nasabah tadi akan diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, karena kafalah merupakan pengambilalihan risiko oleh
bank apabila nasabah cidera janji melaksanakan kewajibannya.3.
Pihak yang menjamin (bank), bahwa dengan kafalah yang diterbitkan
oleh bank, maka pihak bank akan memperoleh fee yang diperhitungkan
dari nilai dan risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang
diberikan.
10. Pembayaran DhaminApabila orang yang menjamin (dhamin)
memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia
boleh meminta kembali kepada madhmun anhu apabila pembayaran itu
atas izinnya.Dalam hal ini para ulama sepakat, namun mereka berbeda
pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikan beban orang yang
ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya. Menurut Syafii dan
Hanafi bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin darinya
adalah sunnah dan dhamin tidak punya hak untuk minta ganti rugi
kepada madhmun anhu. Menurut madzhab Maliki, dhamin berhak menagih
kembali kepada madhmun anhu.Menurut Ibnu Hazm, dhamin tidak berhak
menagih kembali kepada madhmun anhu atas apa yang telah ia bayarkan
baik dengan izin madhmun anhu maupun tidak. Kafil berkewajiban
menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan kecuali membayar
atau madhmun lahu membebaskan utang untuk kafil adalah
mem-fasakh-kan (menghapus) akad kafalah, sekalipun madhmun anhu dan
kafil tidak rela.
HAWALAH1. PengertianPengertian Hawalah secara etimologi, berarti
pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit, memikul sesuatu di
atas pundak.Pendapat UlamaMenurut Hanafiyah, yang dimaksud dengan
hawalah adalah pemindahan kewajiban membayar hutang dari orang yang
berhutang (al-muhil) kepada orang yang berhutang lainnya
(al-muhalalaih). Menurut Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, hawalah
adalah pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran
hutang dari satu pihak kepada pihak lain.Menurut Sayid Sabiq yang
dimaksud dengan hiwalah adalah :[footnoteRef:8] [8: Ahmad Wardi
Muslich, fiqh muamalah (Jakarta: AMZAH 2010), hlm. 448]
Hiwalah adalah pemindahan utang dari tanggungan orang yang
memindahkan (Muhil) kepada tanggungan orang yang di pindahi utang
(Muhal alaih).Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
hawalah adalah akad pengalihan hutang atau piutang dari pihak yang
berhutang atau berpiutang kepada pihak lain yang wajib menanggung
atau menerimanya.
2. Dasar Hukum Hawalah1. SunnahHiwalah merupakan suatu akad yang
dibolehkan oleh syara karena dibutuhkan oleh masyarakat.hal ini
didasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan dari abu hurairah
bahwa rasul saw bersabda :[footnoteRef:9] [9: Muhammad Syafii
Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta:
Alvabet 1999), hlm. 202]
Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kedzaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu
dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang
mampu, terimalah (HR. Bukhari).2. Ijma UlamaPara ulama sepakat
(ijma) atas kebolehan akad hawalah atau hiwalah. Hawalah dibolehkan
pada utang yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hawalah
adalah pemindahan utang, oleh karena itu harus pada utang atau
kewajiban finansial.[footnoteRef:10] [10: Muhammad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Nurul Huda,
2010), hlm. 103]
3. Fatwa DSN-MUISebagai dasar akad Hawalah Dewan Syariah
NasionalMajelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan sebagai
berikut:a. Fatwa DSN-MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah.b.
Fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C)
Import Syariah.c. Fatwa DSN-MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang
Hawalah bil Ujrah
4. Rukun Dan Syarat-Syarat Dalam HawalahMenurut mazhab Hanafi,
rukun hawalah hanya ijab (pernyataan melakukan hawalah) dari pihak
pertama dan kabul (pernyataan menerima hawalah) dari pihak kedua
dan ketiga. Sedangkan menurut jumhur ulama yang terdiri dari mazhab
Maliki, Hanbali, dan Syarii, rukun hawalah ada enam,
yaitu:[footnoteRef:11] [11: Wahba Zuhaili, al fiqh islami wa
adillatiha, Syiria, Darul Fikri, 2007, hlm. 4189]
1. Pihak pertama adalah pihak yang berhutang dan berpiutang
(muhil).2. Pihak kedua adalah pihak yang berpiutang disebut sebagai
(muhal).3. Pihak ketiga adalah pihak yang berhutang dan
berkewajiban membayar hutang kepada muhil disebut sebagai
(muhalalaih).4. Hutang muhil kepada muhal (muhal bih 1).5. Hutang
muhalalaih kepada muhil (muhal bih 2).6. Ijab qabul (sighat).Dengan
demikian muhal adalah orang yang berpiutang atau memberi pinjaman
kepada muhil, muhil berpiutang kepada muhal alaih namun juga
berhutang kepada muhal. Sedangkan muhal alaih adalah orang yang
berhutang kepada muhil, bila hawalah dilaksanakan posisinya tinggal
antara muhal dan muhal alaih. Pihak yang berpiutang dan pihak yang
harus membayar utang.[footnoteRef:12] [12: Muhammad syafii Antonio,
Bank Syariah..............., hlm. 202]
Contoh:Ari mempunyai sejumlah hutang kepada Umam. Sedang Umam
mempunyai sejumlah hutang pula kepada Babe, menurut jumlah yang
sama. Oleh kerana Umam tidak mampu untuk membayar hutangnya, maka
Babe berunding dengan Ari supaya hutangnya itu diminta saja kepada
Babe. Dalam hal ini, maka Babe yang akan berhubungan langsung
dengan Ari, sedang Umam terlepas dari tanggung jawab hutang.Maka
Ari dinamakan Muhtal (dipindahkan haknya). Sedangkan Umam dinamakan
Muhil (memindahkan hak). Sementara Babe dinamakan Muhal alaih
(menanggung hak).
5. Jenis HawalahHawalah dapat di bagi menjadi beberapa jenis
yang diantaranya yaitu :[footnoteRef:13] [13: Ascarya, Akad dan
Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2006, hlm. 26]
1. Hawalah haqq (pemindahan hak) terjadi apabila yang
dipindahkan itu merupakan hak menuntut uang atau dengan kata lain
pemindahan piutang.2. Hawalah dayn (pemindahan hutang) terjadi jika
yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.3. Hawalah
muqayyadah (pemindahan bersyarat) adalah pemindahan sebagai ganti
dari pembayaran hutang pihak pertama (muhil) kepada pihak kedua
(muhal).4. Hawalah mutlaqah (pemindahan mutlak) adalah pemindahan
hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti pembayaran hutang pihak
pertama (muhil) kepada pihak kedua (muhal).
6. Hukum Yang Terkait Dengan HawalahApabila hawalah telah
dilaksanakan dan berjalan sah, maka tanggungan muhil menjadi gugur.
Andai kata muhal alaih mengalami kebangkrutan atau membantah
hawalah, atau meninggal dunia, muhal tidak boleh lagi menuntut
muhil, demikian pendapat mayoritas ulama.Namun sebagian ulama lain
mengatakan, bahwa orang yang menghutangkan (muhal) dapat kembali
lagi kepada muhil, seandainya muhal alaih meninggal dunia,
bangkrut, atau mengingkari hawalah.Sebagian ulama berpendapat jika
muhil telah menipu muhal, karena ia menghawalahkan kepada orang
yang kafir, maka tanggungan muhil kepada muhal tidak gugur. Muhal
boleh menagih kembali kepada muhil untuk mengembalikan
piutangnya.Muhal mempunyai kewenangan untuk menuntut atau menagih
muhal alaih atas hutang muhil kepada muhal. Alasannya hawalah
adalah mengalihkan utang kepada muhal alaih dengan hutang yang
dalam tanggungannya.[footnoteRef:14] [14: Jamil ukud, al fiqh ala
al mazahib, al maktabah ats saqofah ad diniyah, jilid 3]
7. Berakhirnya HawalahAkad hawalah akan berakhir apabila
terdapat hal-hal sebagai berikut :1. Fasakh, apabila akad hiwalah
telah fasakh (batal), maka hak muhal untuk menuntut utang kembali
kepada muhil, pengertian fasakh dalam istilah fukaha adalah
berhentinya akad sebelum tujuan akad tercapai.2. Hak muhal (utang)
sulit untuk dapat kembali karena muhal alaih meninggal dunia,
boros, (safih) atau lainnya, dalam keadaan semacam ini dalam urusan
penyelesaian utang kembali kepada muhil.3. Penyerahan harta oleh
muhal alaih kepada muhal.4. Meninggalnya muhal atau muhal alaih
mewarisi harta hiwalah.5. Muhal menghibahkan hartanya kepada muhal
alaih dan ia menerimanya.6. Muhal menyerahkan hartanya kepada muhal
alaih dan dia menerimanya.7. Muhal membebaskan muhal
alaih.[footnoteRef:15] [15: Ahmad Wardi Muslich, fiqh
muamalah.............., hlm. 452]
8. Aplikasi Hawalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah.Kontrak
hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:1.
Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank,
bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak
ketiga itu.2. Post dated check. Dimana bank bertindak sebagai juru
tagih, tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.3. Bill discounting.
Secara prinsip serupa dengan hawalah. Hanya saja, dalam bill
discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahsan fee
tidak didapati pada akad hawalah.Tujuan fasilitas hawalah adalah
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi kerugian yang timbul, bank
perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutangdan
kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang
berutang.[footnoteRef:16] [16: Adi Warman Karim, Bank Islam,
Jakarta: Rajawali Pers, 2004, hlm. 105]
9. Beban Muhil Setelah Hawalah.Dalam buku fiqh sunnah, Sayyyid
Sabiq mengatakan bahwa apbila hawalah berjalan sah, dengan
sendirinya tanggung jawab muhil menjadi gugur, andai kata muhal
alaih mengalami kebangkrutan atau menbantah adanya hawalah atau
meninggal dunia maka pihak kedua (muhal) tidak boleh kembali lagi
berurusan dengan pihak pertama (muhil) karena memeng utangnya telah
dihawalahkan. Demikianlah pendapat jumhur ulama.Berbeda dengan
jumhur ulama, Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam keadaan muhal
alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang
mengutangkannya (al muhal) boleh menagih utangnya lagi kepada pihak
pertama (muhil). Sementara madzhab maliki berpendapat apabila muhil
telah menipu muhal ternyata muhal alaih adalah orang fakir yang
tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh
kembali lagi kepada muhil. Dalam kitab al-muwatta Imam Malik
menulis bahwa orang yang menghawalahkan utang kepada orang lain,
kemudian muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia
dan ia belum membayar kewajibannya, maka muhal tidak boleh kembali
kepada muhil. Perlu dikemukakan bahwa akad hawalah ini mempunyai
jangka waktu berlakunya. Akad hawalah akan berakhir apabila:1.
Salah satu pihak yang sedang melakukan akad itu membatalkan akad
hawalah sebelum akad itu berlaku secara tetap. Dengan adanya
pembatalan akad itu pihak kedua kembali berhak menuntut pembayaran
utang kepada pihak pertama.2. Pihak ketiga telah melunasi utang
yang dialihkan itu kepada pihak kedua.3. Pihak kedua menghibahkan
atau menyedahkan harta yang merupakan utang dalam akad hawalah itu
kepada pihak ketiga.4. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari
kewajibannya untuk membayar utang yang dialihkan itu.5. Pihak kedua
wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan ahli waris yang mewarisi
harta pihak kedua. Dalam hal ini tentu beban utang pihak ketiga
tersebut diperhitungkan dalam pembagian warisan.
10. Penerapan HawalahPada praktiknya akad hawalah umum
diterapkan pada lembaga-lembaga keuangan yang diantaranya adalah
pembiayaan pembiayaan factoring dan pembiayaan Letter of Credit
untuk keperluan impor barang.a. Penerapan hawalah pada pembiayaan
FactoringPembiayaan factoring atau anjak piutang merupakan
transaksi pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan yang bertindak
sebagai (Muhal Alaih) dengan cara mengambil alih piutang dari
penjual/ pemberi jasa (Muhal) atas hutang pembeli / penerima jasa
(Muhil).
Pada skema diatas menggambarkan transaksi factoring dengan akad
hawalah dengan penjelasan sebagai berikut:a. Kontraktor (Muhil)
berhutang kepada supplier material (Muhal) atas pembelian
bahan-bahan bangunan.b. Muhal mengalihkan piutangnya (atas hutang
muhil) kepada lembaga pembiayaan syariah (Muhal Alaih) atas
pengetahuan kontraktor (muhil).c. Atas pengalihan ini lembaga
keuangan syariah membayar sejumlah uang sebesar hutang muhil
setelah dikurangi Ujrah.d. Pada saat jatuh tempo hutang kontraktor
(muhil) melakukan pembayaran kepada lembaga keuangan syariah
(Muhal).b. Penerapan hawalah pada pembiayaan L/C dalam rangka
ImporPembiayaan dengan akad hawalah pada transaksi L/C dalam rangka
impor, diawali dengan penerbitan L/C dengan akad wakalah atau
kafalah dengan skema sebagai berikut:
Akad hawalah dilakukan antara importer (muhil) dan bank syariah
(muha alaihl) untuk mengalihkan hutang importer kepada eksportir
(muhal) menjadi hutang importer kepada bank syariah.
11. Manfaat Hawalah1. Memungkinkan penyelesaian hutang dan
piutang dengan cepat dan simultan.2. Tersedianya talangan untuk
hibah bagi yang membutuhkan.3. Dapat menjadi salah satu based
income atau sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank
syariah.[footnoteRef:17] [17: Antonio, Bank Syariah............,
hlm. 209]
Adapun resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah
adanya kecurangan nasabah dengan memberikan invoice palsu atau
wanprestasi untuk memenuhi kewajiban hawalah ke
bank.[footnoteRef:18] [18: Antonio, Bank Syariah..............,
hlm. 126-128.]
PENGERTIAN QARDH
Dasar Akuntasi Qardh A. AL-QUR'AN"Siapakah yang mau meminjamkan
kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala
yang banyak." (Qs. Al-Hadiid:11)"dan jika (orang yang berhutang
itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (Qs. Al-Baqarah:280)
B. PAPSI tahun 2003Berdasarkan Pendoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI 2003), yang disahkan pada bulan juli 2003,
bagian III, Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang
mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu.[1][1]
C. Fatwa DSN-MUI NO: 19/DSN-MUI/IV/2001Al-Qardh adalah pinjaman
yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan, dimana
nasabah al-Qardh hanya wajib mengembalikan jumlah pokok yang
diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.[2][2] D.
HadistOrang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan di dunia,
Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.
(HR. Muslim)
Dari Abu Qatadah Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika aku
berjihad dengan jiwa dan hartaku, aku bertempur penuh sadar demi
mengharap pahala dari Allah dan maju terus pantang mundur, apakah
aku masuk surga? Rasulullah menjawab: ya Beliau mengatakan sebanyak
tiga kali, kemudian ia bersabda: kecuali jika kamu mati dan kamu
punya utang serta kamu tidak membayarnya.. (HR. Muslim)
Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan
pinjaman seorang muslim untuk saudaranya.[3][3]a. Pinjaman seorang
hamba untuk Tuhan-NyaYaitu apa yang diberikan oleh seorang muslim
untuk membantu saudaranya tanpa mengharap kembalinya barang
tersebut karena semata-mata untuk mengharapkan balasan di akhirat
nanti. Hal ini mencakup infaq untuk berjihad, infaq untuk anak-anak
yatim, infaq untuk orang-orang jompo, dan infaq untuk orang-orang
miskin. Jenis ini telah disebutkan di dalam Al-Quran dengan kata
al-qardh, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWTSiapakah yang
mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan. (Q.S Al-Baqarah : 245)Sebagaimana yang kita lihat
ayat diatas, jelaslah bahwa pinjaman yang dimaksud disini berbeda
dengan apa yang sering kita lihat didalam kehidupan bermasyarakat,
yang mana seseorang meminjam dari temannya karena didorong oleh
adanya suatu kebutuhan. Karena pinjaman yang dimaksud dalam ayat
ini sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.b. Pinjaman
seorang hamba untuk saudaranyaPara ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikan masalah ini.Madzhab Abu Hanifah berkata, Pinjaman
yang diperbolehkan adalah sesuatu yang mempunyai persamaan yang
mungkin dapat digantikan dengan sesuatu yang serupa, akan tetapi
menyangkut barang-barang bernilai seperti hewan, property, kayu
bakar dan segala sesuatu yang tidak mungkin ditemukan barang yang
serupa dan persis dengannya waktu pengembalian barang pinjaman
tersebut, maka tidak boleh dipinjamkan. Karena menurut golongan
ini, bahwa pinjam meminjam dengan sesuatu yang tidak dapat
digantikan dengan yang serupa tidak diperbolehkan.
Pengertian Qardh Qardh adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya
(hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya), pinjaman uang
seperti inilah yang berlandaskan dengan syaariah (tidak adanya
riba), karena ketika seseorang meminjamkan uang, maka ia tidak
boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yan
diberikan. Namun, si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri
memberikan kelebihan atas poko pinjamannya[4][4]. Akad Qardh dalam
literatur fiqh klasik, dikategorikan termasuk dalam akad tathwawwui
atau saling membantu dan bukan transaksi komersial[5][5].Dalam
fatwa DSN Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.59 tahun 2001, Al-Qardh
adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang
memerlukan, dengan nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah
pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati
bersama.[6][6]Menurut Syafii Antonio (1999), qardh adalah pemberian
harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap
imbalan.[7][7]
Rukun-Rukun QardhRukun qardh yaitu:a) Pelaku, terdiri atas
pemberi dan penerima pinjamanb) Objek akad, berupa uang yang
dipinjamkanc) Ijab Qabul / serah terimaKetentuan Syariah Qardh
adalah:[8][8]1) Pelakunya adalah orang yang cakap hukum, dan
baligh2) Objek aqkadnyaPara ulama memiliki pandangan
sendiri-sendiri terhadap objek (barang) yang sah dilakukan pada
akad Qardh.[9][9] Yaitu:Menurut Ulama Hanafi : qardh dianggap sah
pada harta mitsil, yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang
menyebabkan terjadinya perbedaan nilai.Menurut Ulama Maliki, Syafii
dan Hambali : membolehkan qardh pada benda yang tidak dapat
diserahkan, ataupun benda yang ditakar, yang ditimbang, atau yang
dihitung.Menurut Jumhur Ulama : membolehkan qardh pada setiap benda
yang dapat diperjualbelikan, kecuali manusia.
a. jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannyab. peminjam
diwajibkan membayar poko pada waktu yang sudah ditetapkan, tidak
boleh diperjanjikan akan adanya penambahan ata pokok peminjaman.
Namun si peminjam diperbolehkan memberikan sumbangan secara suka
rela.c. Apabila si peminjam mengalami kesulitan keuangan, maka
waktu peminjaman dapat diperpanjangatau dihapuskan sebagian atau
seluruh kewajibannya. Naum jika si peminjam tersebut lalai maka
dapat dikenakan denda.3) Ijab qabul adah pernyataan dan ekspresi
saling ridho atau rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbl, tertulis, melalui korespondnsi atau dengan
cara-cara komunikasi modern lainnya.
PENGERTIAN DAN PERLAKUANAKUNTANSI QARDHUL HASAN
Pengertian Akuntansi Qardhul Hasan
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib
membayar sebesar poko utangya). Pinjaman qardh ini bertujuan untuk
diberikan kepada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki
kemampuan financial, dengan tujuan sosial atau kemanusiaan. Cara
pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara si
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Sumber dana Qardhul
hasan bersumber dari infaq dan shadaqah. Jadi, dana ini diberikan
memang sengaja ditujukan untuk masyarakat yang benar-benar tidak
mampu, tidak memiliki agunan, namun memiliki semangat dan kinerja
yang tinggi untuk berusaha.[10][10]Biaya administrasi, dalam jumlah
yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Dana
ini sifatnya sosial, dan tidak dituntut untuk dikembalikan. jika
usahanya sukses, si mudharib tetap ditanya oleh pihak bank, apakah
ia tidak ingin membagi hasilkan pendapatannya kembali ke bank, agar
dana tersebut dapat digunakan sebagai dana qardhul hasan lagi, dan
dipakai untuk masyarakat lain yang membutuhkan. Sedangkan jika
peminjam mengalami kerugian yang terjadi bukan karena kelalaiannya,
maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman[11][11].
Kemudian, jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau
seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah
memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, ataub. menghapus
(write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Ketentuan- Ketentuan Akad Qardh[12][12]a)Fatwa DSN No.
19/DSN-MUI/IV/2001Dalam Fatwa No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh,
yang merupakan satu-satunya fatwa DSN yang mengatur tentang Qardh
dan ketentuan-ketentuannya, yang sebagai berikut:Pertama: Ketentuan
Umum Qardh1.Al-Qardh adalah pinjaman yang merupakan pinjaman yang
diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang membutuhkan2.Nasabah
Al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu
yang telah disepakati bersama3.Biaya administrasi dibebankan kepada
nasabah4.LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bila dipandang
perlu5.Nasabah Al-Qardh dapat memberikna tambahan
(sumbangan/hadiah) dengan sukarela kepada LKS selama tidak
diperjanjikan dalam akad6.Jika nasabah tidak dapat mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati,
dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS
dapat:a.memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,b.menghapus
(write off) sebagian atau seluruh kewajibannyaKedua: Sanksi1.Dalam
hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau
seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat
menjatuhkan sanksi kepada nasabah2.Sanksi yang dijatuhkan kepada
nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa dan tidak
terbatas pada penjualan barang jaminan3.Jika barang jaminan tidak
mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara
penuhKetiga: Sumber DanaDana Al-Qardh dapat bersumber dari:1.Bagian
modal LKS2.Keuntungan LKS yang disisihkan; dan3.lembaga lain atau
individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKSb)PSAK
No. 59PSAK No.59 tentang akuntansi perbankan syariah paragraf 139
141 menjelaskan karakteristik Qardh sebagai berikut:1)Pinjaman
Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam
dengan pihak yang meminjamkan mewajibkan peminjam melunasi hutang
setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamakn dapat
menerima imbalan namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di
dalam perjanjian2)Bank syariah disamping memberikan pinjaman qardh,
juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentukqardhul hasan.Qardhul
hasanadalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk
menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan
mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang
disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena
kelalaiannya maka kerugian tesebut dapat mengurangi jumlah
pinjaman. PelaporanQardhul hasandisajikan tersendiri
Perlakuan Akuntansi Qardhul HasanMenurut Sri Nurhayati dan
Wasilah dalam bukunya yang berjudul Akuntansi syariah di Indonesia,
pelaporan akuntansi qardhul hasan disajikan sendiri dalam laporan
sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, karena dana tersebut
bukan aset perusahaan. Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat dengan
akun dana kebajikan dan dibuat buku besar pembantu atas dana
kebajikan berdasarkan jenis dana kebajikan yang diterima atau
dikeluarkan.[13][13]A.Bagi Pemberi Pinjamana)Saat menerima dana
sumbangan dari pihak eksternal, jurnal:Dr. Dana kebajikan-KasCr.
Dana kebajikan-infak/sedekah/hasil wakafb)Untuk penerimaan dana
yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal, jurnal:Dr. Dana
kebajiakn-kasCr. Dana kebajikan denda/pendapatan nonhalalc)Untuk
pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardhul hasan,
jurnal:Dr. Dana kebajikan-dana kebajikan produktifCr. Dana
kebajikan-kasd)Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman
untuk qardhul hasan, jurnal:Dr. Dana kebajikan-kasCr. Dana
kebajikan-dana kebajikan poduktif
B.Bagi Pihak yang Meminjamkana)Saat menerima uang pinjaman,
jurnal:Dr. KasCr. Utangb)Saat pelunasan, jurnalDr. UtangCr. Kas
Sedangkan dalam PSAK No. 59 tahun 2002 yang mengatur pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh, menjadikannya kedalam dua hal. Yang
pertama, dalam hal bank sebagai peminjam qardh, kelebihan pelunasan
kepada pemberi pinjaman qardh diakui sebagai . beban. Dan dalam hal
bank sebagai pemberi pinjaman qardh.[14][14]Dalam hal bank yang
memberikan pinjaman, maka bank akan membuat pencatatan sebagai
berikut:a)Pada saat memberikan pinjaman qardh:Dr. Piutang qardhCr.
kasb)Pada saat menerima pelunasan di tambah kelebihan
pembayaran:Dr. KasCr. Piutang qardhCr. Pendapatan qardhDalam hal
bank sebagai peminjam qardh, maka bank akan membuat jurnal untuk
mencatatnya sebagai berikut:a)Pada saat menerima pinjaman:Dr.
KasCr. Utang qardhb)Pada saat pelunasan utang qardh ditambah
kelebihan pembayaran:Dr. Utang qardhDr. Belian qardhCr.
KasSedangkan dalam PAPSI tahun 2003, perlakuan akuntasi qardhul
hasan sebagai berikut:[15][15]a)Pada saat pinjaman qardh
diberikanDr. pinjaman qardhCr. Kas / rekening nasabah /
kliringb)Pada saat penerimaan biaya administrasiDr. kasCr.
Pendapatan operasional lainnya pendapatan administrasi pinjaman
qardhc)Pada saat penerimaan biaya imbalanDr. kasCr. Pendapatan
operasional lainnya -d)Pada saat pelunasan / cicilanDr. kas /
rekening nasabah / kliringCr. Pinjaman qardhe)Pada saat penghapusan
pinjaman qardhDr. cadangan penyisihan kerugian pinjaman qardhCr.
Pinjaman qardh
Pengungkapan Akuntansi QardhHal-hal yang harus diungkapkan,
antara
lain:a.Rincianjumlahpinjamanqardhberdasarkansumberdana,jenispenggunaan
dan sektor
ekonomi;b.Jumlahpinjamanqardhyangdiberikankepadapihakyangmempunyai
hubungan istimewa;c.Kebijakan
manajemendalampelaksanaanpengendalianrisikopinjaman qardh; dand.
Ikhtisar pinjaman qardh yang dihapus buku yang menunjukkan saldo
awal, penghapusanselamatahunberjalan,penerimaanataspinjamanqardh
yangtelah dihapusbukukan dan pinjaman qardh yangtelah dihapustagih
dan saldo akhir pinjaman qardh yang dihapus buku.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers,
2006.Jamil ukud, al fiqh ala al mazahib, al maktabah ats saqofah ad
diniyah, jilid 3.Karim, Adi Warman, Bank Islam, Jakarta: Rajawali
Pers, 2004.Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah,
2010.Heykal, Muhammad, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Nurul Huda, 2010.Syafii Antonio, Muhammad, Bank
Syariah, cet. 1, Jakarta: Gema Insani, 2001.Syafii Antonio,
Muhammad, Islamic Banking (Bank Syariah dari Teori ke Praktik),
Jakarta: Gema Insani, 2001.Syafii Antonio, Muhammad, Bank Syariah
Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Alvabet. 1999.Wiroso, Produk
Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti, 2009.Zuhaili, Wahba, al
fiqh Islami wa adillatiha, Syiria, Darul Fikri,
2007.http://xa.yimg.com/kq/groups/23150291/264895797/name/Wakalah_Kafalah_Hawalah.pdf,
diakses tanggal 17 Maret 2014.