Top Banner
i AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM BERSIH DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Disusun Oleh : Nania Tamana 135020100111040 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
77

AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Apr 06, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

i

AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM

BERSIH DI PROVINSI JAWA TIMUR

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Nania Tamana

135020100111040

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

Page 2: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

ii

Page 3: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

iii

Page 4: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

iv

Page 5: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Nania Tamana Panggabean

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 10 Maret 1995

Alamat : Jl. Ambai no. 47 Medan

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Telepon : +62 81265733707

Email : [email protected]

Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya

Fakultas : Ekonomi dan Binis

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

PENDIDIKAN

[2001-2007] SD Methodist 3

[2007-2010] SMP Santo Thomas 1 Medan

[2010-2013] SMA Soetomo 1 Medan

[2013-2018] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

PENGALAMAN ORGANISASI

[2014] Ketua Departemen Keilmuan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi

[2015] Pemimpin Usaha Lembaga Pers Mahasiswa Indikator Fakultas Ekonomi

KETERAMPILAN YANG DIMILIKI

- Menguasai Ms. Word, Excell, dan Power Point - Menguasai secara aktif bahasa Indonesia dan Inggris serta bahasa Mandarin

secara pasif - Menguasai teknik public speaking

Page 6: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

vi

- ABSTRAKSI -

- Akses Masyarakat Miskin terhadap Akses Air Minum Bersih di Provinsi Jawa Timur

- Nania Tamana - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

- Email: [email protected] -

- Air merupakan hak setiap orang. Negara menjamin hak setiap orang untuk

mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi

kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif (UUD No. 7 tahun 2004 pasal 5).

Data WHO menunjukkan 2,1 Milyar penduduk dunia belum dapat mengakses air

minum bersih. Sampai hari ini air minum bersih belum dapat diakses seluruh

masyarakat khususnya masyarakat miskin. Sebagai provinsi dengan tingkat

kontribusi terhadap kemiskinan tertinggi se-Indonesia sebesar 12,05% pada tahun

2016 maka Provinsi Jawa Timur dapat menjadi salah satu tolak ukur dalam

pertumbuhan kemiskinan. Data penelitian adalah hasil dari Survei Sosial dan

Ekonomi Nasional di Jawa Timur pada tahun 2016. Dalam penelitian ini akan

menjelaskan faktor yang menyebabkan sebuah Rumah Tangga mendapat akses air

minum bersih dengan metode analisis logistik biner. Dengan metode logit diharapkan

bisa menjelaskan kecenderungan Rumah Tangga mendapat akses air minum bersih

dengan beberapa faktor. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pendapatan

dan lokasi tempat tinggal Rumah Tangga berpengaruh signifikan terhadap perolehan

akses air minum bersih.

- Kata kunci: Akses air minum bersih, pendapatan, lokasi tempat tinggal, model regresi logit, Jawa Timur

-

Page 7: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

vii

KATA PENGANTAR

Terima kasih banyak atas kebaikan dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta

langit dan bumi, sehingga penulis dapat sampai di tahap ini. Bersyukur atas penyelesaian

tugas akhir sebagai syarat kelulusan guna memperoleh Sarjana Ekonomi yang tak terlepas

dari bantuan:

1. Dr.rer.pol Wildan Syafitri, SE., ME. Selaku Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan

Ilmu Ekonomi FEB UB yang telah memberi banyak sekali bantuan dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu, perhatian, semangat, kebaikan

dan kesabaran Bapak pada penulis

2. Putu Mahardika dan Iswan Noor selaku dosen penguji yang telah memberi banyak

saran dan masukan pada penulis

3. Para dosen yang saya hargai dan hormati khususnya Prof. Erani Yustika, serta

seluruh staff jurusan khususnya Pak Abdul atas kebaikannya bagi penulis

4. John Heart Panggabean dan Hotmaria Tampubolon yang telah menjadi orang tua

sekaligus sahabat terkasih. Terima kasih atas waktu, materi, perhatian, kesabaran,

dan doa yang tak putus pada penulis

5. Say Shio Panggabean dan Brain Dior Panggabean yang selalu memberi semangat

dan teladan pada adiknya. Terima kasih atas kebaikan, kemurahan, dan

ketulusannya pada penulis

6. Jessica Bella Natasya Situmeang, Ayu Silvia Manullang, dan Maria Nivena Possuma

atas persahabatan yang manis. Terima kasih telah hadir di dunia ini. Penulis

bersyukur Tuhan sediakan satu sahabat di setiap fase hidup ini. Kalian bertiga bagai

malaikat menyamar manusia bagiku.

7. Kawan-kawan di LPM Indikator, khususnya Indiers 2013, Muhammad Naufal, Kurnia

Wijaya, Afif Abrar, Brian Monang Sinaga, Maria Nivena Possuma, Bagus Setio W.P. ,

Page 8: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

viii

Niela Ardilla, Ruby Rantina F., Nuhansyah Arga, Fandy Rahmadya, Ikhsan Bachtiar

yang telah mewarnai kehidupan perkuliahan penulis

8. Rekan terkasih di Navigator Malang, khususnya Bu de Sulis dan Om Peter, Pak Billy

dan tante Lina, Mbak Amel dan Mas Selamet, Pak Danang dan Mbak Heti, Pak

Frans dan tante Ina, Pak Chuck Nicholson dan Bu Katie, Pak Darmin dan tante Arum

9. Ucup FC, Merry Nababan, Sindy Erika dan Yusuf Priambodo terima kasih atas

kehadirannya telah mewarnai masa penulisan skripsi ini. Bersyukur penulis

mendapat persahabatan manis bersama kalian hingga saat ini. Terima kasih untuk

semangat dan doanya

10. Swesti Astrina V atas kebaikannya menemani penulis di akhir perkuliahan khususnya

saat menulis skripsi. Terima kasih atas waktu, perhatian, semangat, makanan

rumahan hangat hingga tempat menginap yang selalu murah hati disediakan

11. Ariza Agung Permadi, partner yang hadir di saat yang mantap. Terima kasih sudah

berbagi waktu, perhatian, teladan, kesabaran, kasih sayang hingga cita-cita pada

penulis

12. Ariana Walker atas kehadirannya di saat penyusunan skripsi. Terima kasih sudah

bersedia menemani di saat tak ada yang menemani

13. Serta didedikasikan untuk semua pihak, teman, dan keluarga, yang namanya tak

tersebut di atas. Terima kasih atas semangat, perhatian dan hal- hal yang mungkin

tidak mereka sadari telah berkontribusi bagi lembaran skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan laporan ini di masa

mendatang. Terima kasih.

Malang, 22 Agustus 2018

Penulis

Page 9: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ v ABSTRAKSI ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii BAB I Pendahuluan ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah .............................................................................. 7

1.3 Tujuan ................................................................................................. 7

1.4 Manfaat ............................................................................................... 7

BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 8

2.1. Kerangka Teori .................................................................................. 8

2.1.1 Kemiskinan .................................................................................... 8

2.1.2 Teori Barang Publik....................................................................20

2.1.3 Teori Pengeluaran Pemerintah ................................................... 23

2.1.4 Pendapatan Rumah Tangga ....................................................... 28

2.1.5 Lokasi Tempat Tinggal ................................................................. 30

2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 32

2.3 Kerangka Pikir .................................................................................. 34

BAB III Metode penelitian ................................................................................ 36

3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................... 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 37

3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 37

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ................. 38

3.5 Populasi dan Penentuan Sampel ...................................................... 40

3.6 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 40

3.7 Metode Analisis................................................................................. 41

Page 10: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

x

3.7.1 Regresi Logistik .......................................................................... 41

BAB IV Hasil Penelitian ................................................................................... 43

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur ............................................. 43

4.1.1 Kondisi Geografis ........................................................................ 43

4.1.2 Kondisi Demografis Provinsi Jawa Timur ................................... 47

4.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 48

4.2.1 Deskriptif Akses Air Minum Bersih Provinsi Jawa Timur ........... 48

4.3 Statistik Deskriptif ............................................................................. 51

4.4 Crosstabulasi Antar Variabel ............................................................. 52

4.4.1 Pendapatan Rumah Tangga dan Akses Air Minum Bersih ....... 52

4.4.2 Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum bersih ................. 53

4.4.3 Pendapatan, Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum Bersih ..................................................................................................... 54

4.5 Analisis Ekonometrika ...................................................................... 55 4.6 Pembahasan ..................................................................................... 57

BAB 5 Kesimpulan ........................................................................................... 62

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 62

5.2 Saran ................................................................................................ 63

Daftar Pustaka ................................................................................................. 64

Page 11: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Komposisi Responden Berdasarkan Perolehan Akses Air Minum Bersih .............................................................................................................. ..48 Tabel 4.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan .............................. 49

Tabel 4.3 Komposisi Responden Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal ............. 49

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ............................................... 50

Tabel 4.5 Hasil Crosstabulasi Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum bersih ................................................................................................................. 52

Tabel 4.6 Hasil Crosstabulasi Antar Variabel Pendapatan, Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum Bersih .............................................................................. 53

Tabel 4.7 Hasil Estimasi Menggunakan Model Binary Logit ............................... 55

Tabel 4.8 Tabel Klasifikasi Variabel Signifikan ................................................... 57

Page 12: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Persentase RT Menggunakan Sumber Air Minum Bersih 2016 ........... 2

Gambar 1.2 Persentase RT Menurut Jenis Sumber Air Minum dan Tipe Daerah Tempat Tinggal ........................................................................................................ 3

Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di 33 Provinsi di Indonesia September 2016 ........................................................................................................................ 5

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 28

Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi Jawa Timur ..................................................... 35

Gambar 4.2 Grafik Crosstabulasi Antar Variabel Pendapatan dan Akses Air Minum Bersih ................................................................................................ ....... 52

Page 13: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

xiii

Page 14: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Siapa yang tidak membutuhkan air. Semua makhluk hidup membutuhkan air, mulai

dari mikroorganisme sampai manusia. Tidak ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada

air, karena air merupakan kebutuhan utama proses kehidupan (Susana, 2003). Meski

sebagian besar bumi terdiri dari air, namun kurang dari satu persen yang merupakan air

segar atau bisa dikonsumsi. Jumlah sumber daya alam yang terbatas ini pun kian tertekan

oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di dunia. Sebanyak 99% lebih jumlah air di

Bumi adalah air asin, uap air dan beku yang tak bisa digunakan untuk minum, mandi,

masak, atau menyiram tanaman (Effendi, 2003). Berdasarkan data Bank Dunia, akan ada

kekurangan hingga 40% antara proyeksi permintaan dan ketersediaan penawaran air pada

2030.

Data menarik dari Forum Ekonomi Dunia (FED) 2017 menunjukkan isu krisis air

masih berada pada tiga besar tantangan global yang akan dihadapi dalam satu dekade

kedepan, sejak tahun 2015 berada pada posisi nomor satu. Krisis air bersih sudah terjadi di

berbagai negara termasuk Indonesia. Salah satu fenomena yang terjadi di Indonesia, tahun

2017 lalu 105 kabupaten/ kota, 715 kecamatan, dan 2.726 kelurahan/ desa yang mengalami

kekeringan di Jawa dan Nusa Tenggara. Hal ini menyebabkan sekitar 3,9 juta jiwa warga

terdampak kekeringan sehingga memerlukan bantuan air bersih (Erdianto, 2017). Melihat

fenomena yang terjadi, penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai isu air

bersih hari ini.

Kebutuhan paling esensial seorang manusia akan air adalah untuk minum. Tubuh

manusia (dewasa) terdiri dari 73 persen air (Gibson, 2005) dan membutuhkan minimal dua

setengah liter air per hari untuk mengoptimalkan kinerja tubuh. Sebagaimana dalam teori

ekonomi, persediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan primer atau kebutuhan

fisik minim atau kebutuhan hidup pokok setiap warga masyarakat, termasuk lapisan

Page 15: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

masyarakat paling miskin (Gilarso, 2004). Negara menjamin kebutuhan akan air dalam

Undang- Undang Dasar (UUD) Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. β€œNegara

menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-

hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.” (UUD No. 7 Tahun

2004 Pasal 5).

Gambar 1.1 Persentase RT menggunakan Sumber Air Minum Bersih tahun 2016

Sumber: BPS, 2016

Data terbaru WHO (2017) menunjukkan 2,1 Milyar penduduk di dunia tidak memiliki

air minum yang aman di rumah. Menurut the Economist World Figures in Pocket 2016,

pencapaian 100 persen akses air bersih diraih negara Singapura dan Korea. Akses terbaik

terhadap air bersih selanjutnya ada di, berturut-turut, Malaysia (99,6 %), dan (Brazil 97,5%).

Beberapa negara tetangga seperti Thailand (95,8%), Vietnam (95%), Philipina (91,8%), juga

Page 16: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

sudah memiliki akses air bersih yang baik. Sedangkan dua negara besar Asia yaitu India

dan China, masing-masing, penduduknya mempunyai akses terhadap air bersih sebesar

92,6% dan 91,9%. Indonesia sendiri, menurut sumber informasi yang sama, baru 84,9%

penduduk yang mempunyai akses terhadap air bersih. Artinya masih ada gap 15,1% menuju

100% di tahun 2019 (Handojo, 2016). Data dari Survei Sosial Ekonomi (SUSENAS) yang

dilakukan BPS tahun 2016 menunjukkan air minum bersih masih belum dapat diakses

semua masyarakat Indonesia. Suatu Rumah Tangga (RT) dikatakan memperoleh akses air

minum bersih jika sumber air minum RT berasal dari air kemasan, air isi ulang, leding, dan

sumur bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung) dengan jarak ke Tempat

Penampungan Limbah/ Kotoran/ Tinja Terdekat β‰₯ 10 m. Pada Gambar 1.1 ditunjukkan

30,39 persen RT di Kalimantan Barat menggunakan sumber air minum bersih; 75,45 persen

RT di Jawa Timur menggunakan sumber air minum bersih dan 93,05 persen RT di DKI

Jakarta menggunakan sumber air minum bersih.

Hasil lain Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2016 menunjukkan

81,47 persen rumah tangga di perkotaan sumber air minumnya dari air bersih dan 36,33

persen rumah tangga menggunakan sumber air minum layak. Di perdesaan, 59,22 persen

rumah tangga sumber air minumnya enggunakan air bersih dan 47,41 persen rumah tangga

menggunakan sumber

Gambar 1.2 Persentase RT Menurut Jenis Sumber Air Minum Dan Tipe Daerah Tempat Tinggal

Sumber: BPS, 2016

Page 17: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

air minum layak. Sedangkan di perkotaan dan perdesaan 70,53 persen rumah tangga

sumber air minumnya menggunakan air bersih dan 41,73 persen rumah tangga

menggunakan sumber air minum layak. Sumber air minum layak sendiri terdiri dari leding,

air hujan, dan [(sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung) dengan jarak ke

Tempat Penampungan Limbah/Kotoran/Tinja Terdekat β‰₯ 10 m].

Tiadanya akses terhadap air bersih sendiri dapat mempengaruhi kesehatan,

keselamatan dan kualitas hidup sampai kemiskinan. World Health Organization (WHO)

memperkirakan empat milyar kasus diare yang tejadi di dunia, dimana 88 persennya

diakibatkan tidak adanya akses terhadap air minum bersih (Yongsi, 2010). UNICEF (2014)

memperkirakan bahwa 1.400 anak di bawah lima tahun (balita) meninggal setiap hari karena

penyakit diare terkait dengan kurangnya air bersih dan sanitasi serta kebersihan yang

memadai. Sebuah studi di Kamboja menunjukkan sanitasi yang buruk membawa kerugian

ekonomi sebesar US$ 448 juta per tahun yang diterjemahkan ke hilangnya per kapita sekitar

US$ 32. Kerugian ekonomi ini setara dengan 7,2% PDB Kamboja pada tahun 2005 dimana

sepertiganya merupakan sumbangan dari tiadanya akses air minum bersih.

Tiadanya akses air minum bersih juga menjadi penyebab kemiskinan. Amartya Sen,

seorang filosof-ekonom, mengamati tentang kemiskinan dan menghasilkan teori kapabilitas

yang tertera dalam artikel berjudul β€œEquality of What”. Kemiskinan terjadi karena tidak

memiliki kapabilitas untuk β€œmenjadi” (capabilities to functioning). Ketiadaan kapabilitas untuk

menjadi itu ditandai oleh lemahnya akses terhadap pelayanan pendidikan, air bersih,

kesehatan, serta berbagai kebutuhan dasar lainnya. Menurut Sen penyebab kemiskinan

adalah akibat ketiadaan akses yang dapat menunjang pemenuhan kehidupan manusia.

(Sen, 1999)

Kemiskinan masih menjadi persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Tingkat

kemiskinan Indonesia menurut data terakhir dari BPS, pada September tahun 2016,

mencapai 10,70% yang artinya 27,76 juta penduduk masih berada dibawah garis

kemiskinan. Dari Gambar 1.3 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa

Timur merupakan yang tertinggi diantara 33 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2016, tingkat

Page 18: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

kemiskinan provinsi Jawa Timur mencapai 12,05% dimana total penduduk miskin sebesar

4,638 juta jiwa.

Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di 33 Provinsi di Indonesia pada bulan September 2016 (Ribu Jiwa)

Sumber: BPS (diolah)

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi akses

masyarakat miskin terhadap air minum bersih di Jawa Timur dengan mengunakan metode

analisis regresi logistik. Apakah air minum bersih telah dapat diakses oleh masyarakat

miskin? Maka dari itu judul penelitian ini adalah β€œAkses Masyarakat Miskin terhadap Air

Minum Bersih di Jawa Timur”.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

KALIMANTAN UTARAKEP. BANGKA BELITUNG

MALUKU UTARAKEP. RIAU

KALIMANTAN TENGAHSULAWESI BARAT

BALIKALIMANTAN SELATAN

SULAWESI UTARAGORONTALO

KALIMANTAN TIMURPAPUA BARAT

JAMBIBENGKULU

SULAWESI TENGGARAMALUKU

SUMATERA BARATDKI JAKARTA

KALIMANTAN BARATSULAWESI TENGAH

DI YOGYAKARTARIAU

BANTENNUSA TENGGARA BARAT

SULAWESI SELATANACEH

PAPUASUMATERA SELATAN

LAMPUNGNUSA TENGGARA TIMUR

SUMATERA UTARAJAWA BARAT

JAWA TENGAHJAWA TIMUR

47,03 71,07 76,4 119,14 137,46 146,9 174,94 184,16 200,35 203,69 211,24 223,6

290,81 325,6 327,29 331,79 376,51 385,84 390,32 413,15

488,83 501,59

657,74 786,58 796,81 841,31

914,87 1096,5 1139,78 1150,08

1452,55 4168,11

4493,75 4638,53

Jumlah penduduk miskin

Page 19: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana akses masyarakat miskin di Jawa Timur dapat mengakses air minum bersih?

1.3 Tujuan

Mengetahui akses masyarakat miskin di Jawa Timur terhadap air minum bersih

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pemangku kebijakan (stakeholder) dalam

melaksanakan program pemenuhan air minum bersih di Indonesia

Page 20: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah teori kemiskinan

Amartya Sen, teori alokasi anggaran, teori barang publik dan teori analisis regresi

logistik. Selain teori-teori tersebut, dalam Bab ini juga memuat penelitian

terdahulu yang digunakan penulis sebagai acuan dalam melakukan penelitian.

2.1.1 Kemiskinan

2.1.1.1 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu persoalan krusial yang dialami oleh

setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Selama ini sudah

banyak studi dan kajian tentang kemiskinan, tetapi jawaban atas pertanyaan apa

itu kemiskinan dan apa pula penyebab kemiskinan masih terus menjadi

persoalan aktual dari masa ke masa. Seraca umum, kemiskinan merupakan

keadaan dimana seorang individu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar

seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Menurut Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (BAPPENAS), kemiskinan merupakan masalah

multidimensi karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi,

sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan juga

memiliki arti yang lebih luas dari sekedar lebih rendahnya tingkat pendapatan

atau konsumsi seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan

kalori minimum atau garis kemiskinan. Akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang

lebih dalam karena berkaitan juga dengan ketidakmampuan untuk mencapai

aspek diluar pendapatan (non-income factors) seperti akses kebutuhan minimum

seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Lebih lanjut kompleksitas

Page 21: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

dari kemiskinan bukan saja berhubungan dengan pengertian dan dimensinya

saja tetapi juga berkaitan dengan metode pengukuran dan intervensi kebijakan

yang diperlukan dalam mengentaskan masalah ini.

Bank Dunia (dalam BPS, 2015) mendefinisikan kemiskinan sebagai

―Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see

doctor. Poverty is being able to go to school and not knowing how to read.

Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at a time. Poverty

is losing a child to illeness brought about by unclean water. Poverty is

powerlessness, lack of representation and freedom”. Kemiskinan berkenaan

dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu berobat ke dokter, tidak

mampu untuk sekolah dan tidak mampu untuk baca tulis. Kemiskinan adalah bila

tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, dan tidak memiliki

akses akan sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, kekurangan

representasi dan kebebasan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kemiskinan adalah

situasi dimana penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi

makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk

mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Sementara itu konsep dasar

kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dalam situsnya, dijelaskan

bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Kemiskinan kerap kali didefinisikan sebagai fenomena ekonomi dalam arti

kurangnya pendapatan seseorang untuk memenuhi standar hidup layak. Levitan

Page 22: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

(1980) misalnya mendefiniskan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang

dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang

layak. Sedangkan Schiller (1979), kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk

mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas (Ala, 1981). Namun, menurut Suyanto

(2013) menyatakan bahwa kemiskinan sesungguhnya adalah masalah sosial

yang jauh lebih kompleks dari sekedar persoalan kekurangan pendapatan.

Kemiskinan juga menyangkut kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian

sebagaimana dikemukakan oleh Chambers (1987) sebagai perangkap

kemiskinan (deprivation trap).

Dari beberapa definisi kemiskinan diatas, dapat diambil kesimpulan

bahwa kemiskinan merupakan ketidakmamupan seorang individu untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya atau ketidakmampuan seorang individu untuk

memenuhi standar hidup layak.

2.1.1.2 Kemiskinan Menurut Amartya Sen

Amartya Sen merupakan seorang pemenang penghargaan Nobel tahun

1998 atas kontribusinya terhadap perkembangan ilmu ekonomi mengenai

kelaparan, teori pengembangan manusia, ekonomi kesejahteraan, dasar

mekanisme kemiskinan, dan politik liberalisme. Menurut Sen dalam bukunya

yang berjudul Poverty and Famine : An Essay Entitlement and Deprivation, Sen

menyebutkan bahwa kemiskinan dan kelaparan bukan hanya karena bencana

alam, tetapi juga kediktatoran dalam sistem politik suatu negara. Sen

menunjukkan bahwa kemiskinan yang melanda beberapa negara Asia Afrika

adalah akibat dari kelengahan negara yang mengatasnamakan demokrasi dalam

roda perekonomianya. Sen menyebutkan bahwa kebebasan adalah salah satu

cara untuk mengentaskan kemiskinan. Bebas diartikan dalam bermacam-macam

Page 23: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

hal. Sen banyak membahas tentang pembangunan sebagai salah satu cara

untuk menuntaskan kemiskinan. Kebebasan merupakan sebuah tolok ukur

pembangunan dengan dua alasan :

a. Alasan evaluatif, penilaian atas keberhasilan pembangunan

dipahami berdasarkan sejauh mana kebebasan manusia

meningkat. Dengan peningkatan kebebasan, manusia semakin

mampu untuk mengungkapkan dan berusaha memenuhi

kebutuhanya.

b. Alasan efektivitas, keberhasilan pembangunan sepenuhnya

tergantung pada manusia yang bebas. Dengan kebebasan yang

dimiliki manusia mampu menentukan tujuan dan cara pemenuhan

kebutuhanya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilihat dari dua sudut pandang

yaitu the primary end dan the principal means. Primary end atau konstitutif

mengacu pada pentingnya membangun manusia, dan principal means atau

peran instrumental mengacu pada sarana-prasarana akses untuk kesejahteraan

masyarakat yaitu pada lima atribut menurut Amartya Sen, pertama yaitu

kebebasan politik, kedua yaitu kesempatan dalam bidang ekonomi, yang ketiga

kesempatan dalam bidang sosial (pendidikan, layanan kesehatan dan lainya),

jaminan adanya keterbukaan (transparan), serta yang terakhir adalah jaminan

keamanan. Maka mengacu dari teori diatas, dalam penelitian ini ingin

membuktikan kebebasan masyarakay miskin dalam mengakses kebutuhan

pokoknya yaitu air minum bersih. Yang selanjutnya diharapkan hal ini dapat

menuntaskan kemiskinan di Indonesia.

Page 24: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

2.1.1.3 Jenis Kemiskinan

Konsep kemiskinan yang berbeda akan mendasari perbedaan

pemahaman dan perlakuan mengenai kemiskinan itu sendiri. Menurut para ahli

konsep kemiskinan bersifat multidimensional, sehingga akan memunculkan jenis-

jenis kemiskinan yang berbeda-beda.

Kemiskinan dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu

kemiskinan struktural dan kemiskinan alamiah, kemiskinan kultural, kemiskinan

absolut, dan kemiskinan relatif (Maipita, 2014: 29). Kemiskinan struktural sering

disebut sebagai kemiskinan buatan (man made poverty). Baik langsung maupun

tidak langsung kemiskinan kategori ini umumnya disebabkan oleh tatanan

kelembagaan dan sistem yang diterapkan, seperti sistem politik, ekonomi,

keamanan, dan lainnya, dan oleh karenanya kondisi sosial ekonomi masyarakat

menjadi rendah (underdevelopment trap) atau tidak mungkin sejahtera.

Kemiskinan alamiah lebih banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas

sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dalam kondisi demikian, peluang

untuk melakukan dan meningkatkan produksi relatif kecil dan tingkat efisiensi

produksinya relatif rendah. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang

disebabkan oleh budaya penduduk yang malas, tidak mau kerja keras, jadi etos

kerjanya sangat rendah, tidak disiplin dan sebagainya.

Kemiskinan absolut biasanya dipandang dari sisi kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar minimum. Biasanya didasarkan pada sejumlah kebutuhan

nutrisi. Kemiskinan relatif biasanya diperoleh dengan membandingkan kelompok-

kelompok masyarakat berpendapatan terendah dengan kelompok masyarakat

berpendapatan tertinggi (kelompok bawah dengan kelompok atas). Pembagian

pendapatan masyarakat ini sering dikelompokkan dalam ukuran desil dan kuantil.

Page 25: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Lok-Dessallien (1999) memandang kemiskinan dari tiga perspektif, yaitu:

(1) Perspektif absolut dan relatif, (2) Perspektif objektif dan subjektif, serta (3)

Perspektif fisiologis dan sosiologi. Hagenaars dan Vos (1988) menyatakan

bahwa terdapat variasi yang luas dalam mendefinisikan kemiskinan, namun

kemiskinan tersebut dapat dikategorisasi sebagai berikut :

a. Kemiskinan berarti secara objektif memiliki lebih sedikit dari kebutuhan

minimum absolut yang harus dipenuhi.

b. Kemiskinan adalah memiliki lebih sedikit dibandingkan dengan orang

lain dalam suatu masyarakat.

c. Kemiskinan adalah perasaan bahwa tidak memiliki kecukupan untuk

dapat terus hidup.

Kemiskinan menurut kategori pertama adalah sesuatu yang absolut

sedangkan kategori kedua merupakan sesuatu yang absolut atau relatif, ataupun

diantaranya. Kategori ketiga mendefinisikan kemiskinan dalam situasi subjektif.

Pengkategorian kemiskinan berdasarkan konsep absolut dan relatif menurut

O’Boyle (1998) tidak dapat dihindari karena pada dasarnya manusia adalah

makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial.

Jika mengacu pada formula kemiskinan struktural berdasarkan beberapa

konsep ataupun pendapat yang dikemukakan diatas, Suharto (2014)

mengklasifikasi tingkatan kemiskinan antara lain:

1. Kelompok yang paling miskin (destitute) yang juga sering disebut sebagai

fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah garis

kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta

tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan dasar.

2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis

kemiskinan, namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan dasar

tertentu.

Page 26: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

3. Kelompok rentan (vulnerable). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari

kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang

kelompok destitute maupun poor. Namun sebenarnya kelompok yang sering

disebut near poor (agak miskin) ini masih rentan terhadap perubahan kondisi

perekonomian ataupun perubahan sosial disekitarnya

2.1.1.4 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan sebagai masalah pokok dalam pembangunan ekonomi

disuatu negara tentunya tidak timbul secara tiba-tiba dalam masyarakat,

melainkan ada penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab yang menimbulkan

kemiskinan, maka arah kebijakan untuk penanggulangan kemiskinan juga akan

lebih mudah terealisasi di masyarakat miskin.

Masalah kemiskinan selain dapat ditimbulkan oleh hal yang bersifat

alamiah atau kultural, kemiskinan juga dapat disebabkan oleh miskinnya strategi

dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para pakar pemikir tentang

masalah-masalah kemiskinan, sebagian besar hanya memandang fenomena

kemiskinan sebagai masalah struktural. Sehingga, pada akhirnya muncul istilah

kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan

masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut, sehingga mereka tidak

dapat ikut menikmati sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi

mereka. Sumardjan (dalam Arsyad 2010:301)

Spicker (dalam Maipita 2014:60), berpendapat bahwa penyebab

kemiskinan dapat dibagi dalam empat mazhab, yaitu :

1. Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung

diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang

dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal,

termasuk dalam bekerja.

Page 27: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

2. Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih

disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah

telah membawa mereka dalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu

memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya pun

akan jatuh dalam kemiskinan.

3. Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat

disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat istiadat, atau akibat karakteristik

perilaku lingkungan.

4. Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul

akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat

istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk

bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara

mereka yang statusnya rendah dan hak terbatas.

Menurut Daerobi, et.al (2007), ada banyak penyebab kemiskinan dan tak

ada satu jawaban yang mampu menjelaskan semuanya sekaligus. Ini ditunjukkan

oleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinan sesuai dengan

keadaan waktu dan tempat tertentu yang mencoba mencari penyebab

kemiskinan. Tetapi dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan antara lain:

1. Kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal.

2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana.

3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.

4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem

yang kurang mendukung.

5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor

ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).

6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat.

Page 28: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

2.1.1.5 Garis Kemiskinan

Diperlukan patokan khusus yang harus digunakan untuk menentukan

seseorang dalam kategori miskin atau tidak . Dengan patokan ini maka dapat

ditentukan posisi individu atau rumah tangga, apakah berada diatas, ditengah,

maupun dibawah patokan tersebut. Patokan inilah yang disebut dengan garis

kemiskinan.

Dalam penyusunan garis kemiskinan dibutuhkan komponen-komponen

khusus didalamnya. Tentunya seiring berkembangnya zaman komponen tersebut

bisa berubah. Komponen garis kemiskinan pada zaman dulu mungkin berupa

sandang, pangan, dan papan. Namun seiring dengan perkembangan, komponen

tersebut bisa ditambah berupa kesehatan, pendidikan, maupun keamanan.

Salah satu penentuan Garis Kemiskinan di Indonesia yaitu yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik(BPS). Menurut BPS, Garis Kemiskinan

(GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan

sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai

pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100

kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili

oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,

sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) Garis

Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk

perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan

dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis

komoditi di pedesaan. Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.

Page 29: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Rumus Penghitungan :

GK = GKM + GKNM

Dimana :

GK = Garis Kemiskinan

GKM = Garis Kemiskinan Makanan

GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan

Seperti yang tertera pada situs resmi BPS, metode pemilihan sampel

dalam studi ini dilakukan dalam 6 tahap. Pada tahap pertama dipilih 7 provinsi

secara purposive(sengaja) namun dapat mewakili wilayah barat dan timur

Indonesia, serta wilayah urban dan rural. Ketujuh propinsi tersebut adalah

Sumatera Selatan, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur (mewakili wilayah

barat), Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan (mewakili

wilayah timur). Tahap kedua adalah memilih 2 kabupaten/kota dari masing-

masing propinsi kecuali DKI Jakarta 3 kota secara purposive. Dari masing-

masing kabupaten/kota, dipilih sampel dua kecamatan secara purposive. Sampai

dengan tahap ketiga, pemilihan sampelnya dilakukan BPS Pusat.

Selanjutnya tahap keempat, yaitu pemilihan desa dilakukan oleh petugas

BPS Propinsi dimana pada setiap kecamatan dipilih 2 desa. Tahap kelima adalah

pemilihan 2 Rukun Tetangga (RT) pada setiap desa yang dilakukan oleh petugas

lapangan (BPS Kabupaten/Kota) dengan pertimbangan kondisi sosial ekonomi

masyarakat RT tersebut heterogen. Tahap terakhir (ke-enam) adalah pemilihan

rumah tangga dimana pada setiap RT dipilih 30 rumah tangga dengan cara

systematic sampling yang distratakan berdasarkan tingkat kesejahteraannya.

Pemilihan sampel rumah tangga didasarkan pada hasil pendaftaran rumah

tangga di masing-masing RT. Perhitungan interval sampel dan pemilihan angka

random pertama (R1) untuk pemilihan sampel rumah tangga dilakukan pada

setiap RT terpilih. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung

Page 30: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

(tatap muka) antara pencacah dengan responden dengan menggunakan

kuesioner. Responden dari rumah tangga terpilih adalah kepala rumah tangga,

suami/istri, atau anggota rumah tangga lain yang mengetahui secara persis

karakteristik rumah tangga bersangkutan.

2.1.1.6 Indikator Kemiskinan

Ada beberapa macam ukuran yng seringkali digunakan sebagai indikator

kemiskinan, antara lain: tingkat konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat

pendapatan, Indeks Kesejahteraan Rakyat, dan Indeks Kemiskinan Manusia

(IKM). (Arsyad, 2010:303)

1. Tingkat Konsumsi Beras

Sajogyo (dalam Arsyad, 2010:303) menggunakan tingkat konsumsi beras per

kapita sebagai indicator kemiskinan.untuk daerah pedesaan, penduduk

dengan konsumsi beras kuarng dari 240 kg per kapita per tahun dapat

digolongkan sebagai penduduk miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan

adalah 360 kg per kapita per tahun.

2. Tingkat pendapatan

Adanya perbedaan yang cukup mencolok pada penetapan garis kemiskinan

antara daerah perdesaan dan perkotaan kiranya dapat dimengerti karena

dinamika kehidupan yang berbeda antara keduanya (desa dan kota).

Penduduk di daerah perkotaan mempunyai kebutuhan yang relatif sangat

beragam dibandingkan dengan daerah perdesaan, sehingga mempengaruhi

pula pola pengeluaran mereka. Hal ini merupakan pengaruh tingkat

pendapatan yang ada di desa maupun kota, tentunya wilayah perkotaan

memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada pedesaan.

3. Indikator Kesejahteraan Rakyat

Selain data pendapatan dan pengeluaran, ada pula berbagai komponen

tingkat kesejahteraan lain yang sering digunakan. indikator kesejahteraan

Page 31: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

rakyat pada masing-masing negara tentunya berbeda-beda. Dinegara maju

indikator kesejahteraan rakyat tentunya lebih spesifik dibandingkan dinegara

miskin dan berkembang. Dinegara miskin komponen kesejahteraan mungkin

meliputi sandang, pangan, dan papan. Sedangkan di Negara Maju bisa

meliputi komponen kesehatan, jaminan sosial, konsumsi makanan dan gizi,

pendidikan, dan perumahan.

4. Indeks Kemiskinan Manusia

Indeks ini diperkenalkan oleh UNDP (United Nations Development Program)

dalam salah satu laporan tahunannya, Human Development Report (1997).

Indeks ini terlahir karena ketidakpuasan UNDP dengan indikator pendapatan

per dolar per hari yang digunakan oleh Bank Dunia sebagai tolak ukur

kemiskinan disuatu wilayah (negara). Dengan indeks ini UNDP berusaha

mengganti ukuran kemiskinan dari segi pendapatan (Bank Dunia) dengan

ukuran dari segi kualitas hidup manusia.

2.1.1.6 Pengukuran Kemiskinan

Kesejahteraan merupakan tujuan utama dari pembangunan ekonomi

yang dilakukan dalam suatu negara. Salah satu ukuran kesejahteraan adalah

rendahnya tingkat kemiskinan yang ada dalam suatu negara. Sehingga

diperlukan ukuran kemiskinan yang tepat, untuk mengetahui keberhasilan dari

pembangunan ekonomi. Ukuran kemiskinan juga penting untuk melihat

apakah kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah telah tercapai.

Sen (dalam Maipita, 2014: 116) mengusulkan pendekatan aksiomatik

(yang terdiri dari tiga aksioma) dalam pengukuran kemiskinan. Melalui

aksioma ini, Sen berpendapat bahwa ukuran kemiskinan harus peka terhadap

tingkat ketimpangan pendapatan diantara orang miskin. Ukuran kemiskinan

harus berbanding lurus dengan tingkat ketimpangan di kalangan orang miskin

Page 32: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

itu sendiri. Artinya ukuran kemiskinan harus meningkat ketika ketimpangan

diantara mereka yang miskin meningkat dan menurun ketika ketimpangan

menurun. Aksioma tersebut adalah :

1. Fokus, menurut aksioma ini bahwa ukuran kemiskinan harus sepenuhnya

fokus pada tingkat pendapatan orang miskin.

2. Monoton (monotonicity), bahwa ketika terjadi penurunan tingkat pendapatan

pada keluarga miskin, maka indeks kemiskinan harus mengalami

peningkatan.

3. Transfer, bahwa kemiskinan harus meningkat bila ada transfer pendapatan

yang regresif, dan menurun bila ada transfer pendapatan yang progresif.

2.1.2 Teori Barang Publik

Barang publik (public goods) merupkan barang-barang yang tidak dapat

dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Barang publik adalah barang yang

apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang

lain akan barang tersebut. Makna β€œgoods” tidak hanya menyangkut barang yang

bersifat tangible saja tetapi juga meliputi jasa atau layanan yang bersifat

intangible. Barang publik memiliki sifat non-rival dan non-eksklusif. Barang publik

murni memiliki dua sifat berikut (Hyman et.al, 2010).

1. Non-excludability (tanpa dikecualikan) : Jika kepentingan publik

diberikan, konsumen tidak dapat dikecualikan dari konsumsi.

Penggunaan satu konsumen terhadap satu barang tidak akan

mengurangi kesempatan konsumen lain untuk mengkonsumsi barang

tersebut. Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut

tanpa mempengaruhi manfaat yang diperoleh orang lain. Contoh,

dalam kondisi normal, apabila kita menikmati udara bersih dan sinar

Page 33: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

matahari, orang-orang disekitar kita pun tetap dapat memperoleh

manfaat yang sama

2. Nonrivalry (tanpa persaingan) : Konsumsi barang publik oleh salah

satu konsumen tidak mengurangi jumlah yang tersedia untuk

dikonsumsi oleh konsumen lainnya. Jika suatu barang publik tersedia,

maka tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh

manfaat dari barang tersebut. Dalam konteks pasar, maka baik

mereka yang membayar maupun tidak membayar dapat menikmati

barang tersebut. Contoh, masyarakat membayar pajak kemudian

diantaranya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan jasa

kepolisian, dapat menggunakan jasa kepolisian tersebut tidak hanya

terbatas pada yang membayar pajak saja. Mereka yang tidak

membayar pun dapat mengambil manfaat atas jasa tersebut.

Singkatnya, tidak ada yang dapat dikecualikan (excludable) dalam

mengambil manfaat atas barang publik.

Barang publik adalah barang milik pemerintah yang dibiayai oleh

pemerintah melalui belanja negara tanpa melihat siapa yang melaksanakan

pekerjaannya (Mangkoesoebroto, 2001). Contohnya adalah jalan raya,

pertahanan nasional, pekerjaan umum dan yang lainnya. Dalam

perkembangannya terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli

tentang penyediaan barang publik oleh pemerintah.

1. Teori Pigou

Pigou menjelaskan bahwa barang publik harus disediakan sampai

dimana kepuasan marginal akan barang publik sama dengan

ketidakpuasan marginal akan pajak yang dipungut untuk membiayai

program pemerintah untuk menyediakan barang publik. Namun teori

Page 34: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Pigou masih memiliki kelemahan, yaitu teori ini didasarkan kepada rasa

kepuasan dan ketidakpuasan yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.

2. Teori Bowen

Teori Bowen didasarkan pada teori penentuan harga sepertinya halnya

pada barang swasta. Bowen menjelaskan bahwa barang publik adalah

barang yang dimana pengecualian tidak dapat ditetapkan. Jadi ketika

pemerintah telah menyediakan barang publik maka tidak ada seorang

pun yang bisa dikecualikan dari barang tersebut. teori Bowen

menggunakan analisis permintaan dan penawaran merupakan sebuah

kelemahan, karena pada barang publik tidak ada pengecualian untuk

setiap masyarakat yang menyebabkan tidak adanya kurva permintaan.

3. Teori Erick Lindahl

Erick lindahl mengemukakan pendapat yang mirip dengan pendapat dari

bowen. Namun dalam teori Erick lindahl pembayaran masing-masing

konsumen tidak dalam bentuk harga absolut tetapi berupa presentase

dari total biaya penyediaan barang publik. Kelemahan teori Erick lindahl

juga sama dengan teori Bowen yaitu karena barang publik tidak dapat

dikecualikan pada setiap individu manapun maka kurva permintaan tidak

dapat terbentuk.

4. Teori Samuelson

Samuelson menyatakan bahwa adanya barang yang mempunyai dua

karakteristik yaitu non-exclusionary dan nonrivarly, tidak berarti

perekonomian tidak bisa mencapai kondisi tingkat kesejahteraan

masyarakat yang optimal. Namun teori Samuelson juga masih memiliki

beberapa kelemahan, salah satunya yaitu pemerintah masih kesulitan

dalam menentukan biaya yang harus dibayarkan oleh masyarakat karena

penentuan biaya didasarkan rasa kepuasan dari masyarakat.

Page 35: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

5. Teori Anggaran

Teori ini menjelaskan bahwa pemungutan biaya atas penggunana barang

publik harus dengan jumlah yang sama, yaitu sesuai dengan penentuan

harga pada barang swasta. Kelemahan dari teori ini, yaitu digunakannya

kurva indiferens sebagai alat analisis yang baik dari segi teori akan tetapi

kurang bermanfaat untuk aplikasi penggunaannya dalam kenyataan

sehari-hari.

Sebagaimana air merupakan barang publik

2.1.3 Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu variabel yang termasuk

dalam identitas pendapatan nasional yang sekaligus mencerminkan penawaran

agregat. Konsep identitas pendapatan nasional dapat ditulis dengan formula

sebagai berikut :

Y = C + I + G + (x – m)

Variabel di sisi kanan (C, I, G, x, dan m) merupakan permintaan agregat.

Pengeluaran pemerintah disini dilambangkan dengan huruf G (Goverment

expenditure), sedangkan C adalah konsumsi, kemudian I adalah investasi, dan (x

– m) adalah net ekspor. Dengan memperhatikan nilai G dan Y dari waktu ke

waktu dapat diketahu seberapa besar peran pemerintah dalam menigkatkan

pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah Indonesia diatur dalam UU No.

35 tahun 2000. Di dalam Undang Undang tersebut disebutkan bahwa pengeluran

pemerintah dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

1. Pengeluaran Rutin, yang termasuk pengeluaran rutin pemerintah adalah

semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh negara untuk biaya kegiatan

operasional pemerintah pusat (belanja pegawai, belanja barang dan berbagai

Page 36: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

macam subsidi), serta pembayaran bunga hutang dalam negeri dan hutang luar

negeri. Anggaran pengeluaran rutin berperan sebagai penunjang kelancaran

jalannya pemerintahan. Dalam menunjang jalannya pemerintahan, pengeluaran

rutin pemerintah memiliki peran yang sangat penting. Pengeluran rutin

pemerintah ditujukan untuk menjaga kelancaran operasional pemerintahan,

membayar beban kewajiban pihak ketiga, pemeliharaan aset negara, serta

perlindungan masyarakat miskin melalui subsidi.

2. Pengeluaran pembangunan, yang termasuk pengeluaran pembangunan

adalah semua pengeluaran Negara digunakan membiayai proyek-proyek

pembangunan fisik maupun non fisik yang dibebankan pada anggaran belanja

Pemerintah Pusat. Dana yang digunakan dalam pengluaran ini nantinya

dialokasikan ke sektor yang sesuai dengan prioritas pemerintah,

Suparmoko (2003) menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah dapat dinilai

dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Pengeluaran pemerintah itu merupakan investasi yang menambahkan

kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi

masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli

yang lebih luas.

Berdasarkan penilain tersebut dapat dibedakan menjadi bermacam-macam jenis

pengeluaran pemerintah (Suparmoko, 2003)

1. Belanja yang self liquidating sebagian atau seluruhnya yaitu belanja

pemerintah yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat yang pada akhirnya

adanya pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa tersebut.

Page 37: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa negara atau untuk proyek produktif barang

ekspor.

2. Belanja pemerintah yang bersifat reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-

keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dengan naiknya tingkatan penghasilan

dan sasaran pajak yang lain yang akhirnya menaikkan penerimaan pemerintah.

Misalnya pengeluaran untuk bidang pendidikan, pengairan, pertanian dan yang

lainnya

3. Belanja yang tidak self liquidating maupun yang tidak reproduktif yaitu belanja

yang langsung menambah kesejahteraan masyarakat. Misalnya belanja untuk

monumen dan taman rekreasi.

4. Belanja yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan.

Misalnya: untuk pembiayaan pertahanan dan perang.

5. Belanja untuk penghematan di masa depan (Suparmoko, 2003)

2.1.3.1 Model perkembangan pengeluaran pemerintah

Teori tentang model perkembangan pengeluaran pemerintah

diperkenalkan oleh Rostow dan Musgrave. Teori ini menjelaskan bahwa

perkembangan pengeluaran pemerintah memiliki hubungan dengan tahap

pembangunan ekonomi yang dimulai dengan tahap awal, menengah dan tahap

lanjutan. Pada tahap pembangunan ekonomi awal, pemerintah memiliki peran

dengan presentase yang besar karena harus melakukan penyediaan fasilitas

yang masih belum ada seperti transportasi, pendidikan dan kesehatan.

Selanjutnya pada tahap menengah peran pemerintah masih tetap ada dalam

melakukan pembangunan ekonomi, namun di tahap ini pihak swasta mulai

memberikan kontribusinya dalam pelaksanaan pembangunan. Namun disini

pemerintah harus melakukan penyeimbangan peran antara pihak swasta dan

Page 38: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

pihak pemerintah. Jika peran swasta terlalu besar maka akan banyak

menimbulkan kegagalan pasar.

Pada tahap selanjutnya Musgrave memilki pendapat bahwa peran swasta dalam

kontribusi GNP akan semakin besar dan kontribusi pengeluaran pemerintah

terhadap GNP akan semakin kecil. Rostow menambahkan bahwa pengeluaran

pemerintah akan dialihkan pada penyediaan sarana untuk aktivitas sosial. Dalam

tahap ini peran pihak swasta akan semakin tinggi dalam memberikan kontribusi

terhadap GNP. Namun keseimbangan peran antara pihak swasta dan pihak

pemerintah harus tetap dijaga agar tidak terjadi kegagalan pasar. Ketika

konsumen dan produsen tidak lagi mau menanggung biaya atau menghasilkan

keuntungan secara penuh dari transaksi yang mereka lakukan maka dikatakan

telah terjadi kegagalan pasar.

Adolf Wegner (Mangkoesoebroto, 2001) menyebutkan bahwa campur

tangan pemerintah dalam bentuk pengeluaran yang digunakan untuk mendorong

pembangunan ekonomi semakin lama akan semakin meningkat. Wegner juga

menyebutkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita masyarakat maka

pengeluaran pemerintah akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan

tugas pemerintah yang mengharuskan untuk memenuhi permintaan masyarakat

dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Hukum wegner ini sering dikenal

dengan β€œThe Law of Expanding State Expenditure” Semakin besar pendapatan

perkapita masyarakat, maka semakin besar pula kebutuhan hidup yang ingin

dipenuhi.

Sementara itu Peacock dan Wiseman mengemukakan teori tentang

pengeluaran pemerintah, teori ini didasarkan pada analisis pengeluaran dan

penerimaan pemerintah. Pemerintah menaikkan pajak untuk membiayai

pengeluaran pemerintah yang semakin besar, sementara itu di pihak masyarakat

Page 39: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

menganggap bahwa pajak yang terlalu tinggi akan menambah pengeluaran

mereka. Masyarakat juga memiliki batas toleransi pajak, batas toleransi tersebut

adalah dimana masyarakat masih memahami besarnya pajak yang ditetapkan

pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Batas toleransi ini

merupakan suatu hambatan untuk pemerintah dalam menaikkan pajak dengan

berlebihan. Pertumbuhan ekonomi menyebabkab pemerintah menaikkan

pungutan pajak, dan peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak tersebut

menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin meningkat. Oleh karena itu

peningkatan GNP akan menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin

meningkat, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar

(Mangkoesoebroto, 1998).

2.1.3.2 Pengeluaran Pemerintah dan Kemiskinan

Salah satu kebijakan yang terkait dengan distribusi pendapatan dan

kemiskinan adalah kebijakan fiscal atau kebijakan anggaran. Wujud dari

kebijakan ini dapat dilihat dari perkembangan pendapatan dan belanja negara

(APBN). Disamping itu, anggaran publik yang menegaskan prinsip pro-poor juga

memiliki landasan konstitusional yang kuat. Landasan filosofi keuangan publik

yang dianut oleh Republik Indonesia adalah kedaulatan rakyat dan bukan hanya

perwujudan pengelolaan keuangan negara. Oleh karenanya pengalokasian

anggaran harus didasarkan pada prinsip keberpihakan, yaitu keberpihakan pada

masyarakat yang terpinggirkan secara sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

Jika proses penganggaran negara dan daerah bervisi pro-poor, maka angaran

publik yang berpihak pada kaum miskin (pro-poor budget) menjadi instrumen

politik terpenting dalam pengurangan kemiskinan. Disinilah politik anggaran

menempati posisi penting dalam mensejahterakan rakyat.

Page 40: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Dari sisi pengeluaran, penurunan kemiskinan dan redistibusi pendapatan

diimplementasikan melalui tiga instrument alokasi anggaran pemerintah, yaitu (1)

subsidi langsung atau subsidi individu yang ditargetkan pada rumah tangga

berpendapatan rendah, (2) subsidi harga, subsidi yang dialokasikan untuk

komoditi yang digunakan oleh rumah tangga menjadi lebih murah terutama untuk

kebutuhan pokok , dan (3) pengeluaran langsung pemerintah terhadap

pelayanan publik dan infrastruktur terutama dalam meningkatkan kesejahteraan,

kesehatan, dan pendidikan, yang diutamakan bagi kelompok rumahtangga yang

berpendapatan rendah.

2.1.4 Pendapatan

Berdasarkan BPS (2016) Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan

yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari

pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah

tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi

tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital

(bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian

pihak lain (transfer). Sedangkan menurut Mankiw (2016) pendapatan ini dibagi

menjadi dua yaitu nominal dan riil. Secara definisi pendapatan nominal adalah

pendapatan yang dihitung dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan

riil adalah Pendapatan Riil adalah pendapatan yang dihitung dengan harga

konstan (mendasarkan pada harga tahun tertentu yang dijadikan tahun dasar).

Pendapatan merupakan faktor internal seseorang untuk melakukan kegiatan

konsumsi seperti yang disebutkan oleh Kotler (2002) bahwa tingkat pendapatan

mempengaruhi bagaimana seseorang melakukan kegiatan konsumsi.

Menurut Kotler (2002), keputusan pembelian adalah tindakan dari

konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap produk. Dari berbagai faktor

Page 41: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk atau

jasa, biasanya konsumen selalu mempertimbangkan kualitas, harga dan produk

sudah yang sudah dikenal oleh masyarakat Sebelum konsumen memutuskan

untuk membeli, biasanya konsumen melalui beberapa tahap terlebih dahulu

yaitu, (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi. (3) evaluasi alternatif, (4)

keputusan membeli atau tidak, (5) perilaku pascapembelian. Pengertian lain

tentang Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2000: 437) adalah

β€œthe selection of an option from two or alternative choice”. Dapat diartikan,

keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih

salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.

Menurut konsep Millenium Development Goals (MDGs), pendapatan

merupakan parameter utama seseorang dianggap mencapai taraf hidup baik

atau tidak (BPS, 2016). Secara utuh MDGs menyebutkan bahwa Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) sebagai dasar pengukuran perbandingan

kesejahteraan masyarakat di dunia. IPM menjelaskan bagaimana penduduk

dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,

kesehatan, pendidikan, dan sebagainya (BPS, 2016). IPM diperkenalkan oleh

United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan

dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development

Report (HDR). Indeks IPM berusaha menyusun peringkat semua negara pada

skala nol (kinerja pembangunan manusiaterendah) hingga satu (kinerja

pembangunanmanusia tertinggi) berdasarkan tiga kriteria atau hasil akhir

pembangunan, yaitu: (1) Ketahanan hidup yang diukur berdasarkan harapan

hidup saat kelahiran; (2) Pengetahuan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-

rata melek huruf di kalangan penduduk dewasa dan angka rata-rata masa

sekolah dan (3) Kualitas standar hidup yang diukur berdasarkan pendapatan per

Page 42: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

kapita riil yang disesuaikan dengan paritas dayabeli (PPP, Purchasing Power

Parity) (Rizki 2007).

2.1.5 Lokasi Tempat Tinggal

Lokasi tempat tinggal merupakan salah satu faktor dalam mendapatkan

air bersih. Konsep keputusan pembelian oleh Kotler (2002) bahwa dalam

permintaan barang faktor yang terlibat di dalamnya tidak hanya harga tapi juga

sisi dimensi lainnya, seperti jarak tempuh, bentuk daerah, kesamaan bahasa dan

lain-lain. hal tersebut juga terjadi pada permintaan air bersih.

Permintaan air bersih dipengaruhi salah satunya adalah lokasi. Lokasi

suatu tempat menentukan bagaimana air itu diminta. Seperti yang dikatakan oleh

Raksanagara (2017) bahwa penggunaan air bersih pada masyarakat kumuh

permintaan air bersih rendah diakibatan oleh hambatan lingkungan. Sedangkan

permintaan air bersih di daerah perkotaan didorong oleh rasa pentingnya

menggunakan air bersih, dengan kata lain tingkat pendidikan. Lokasi tempat

tinggal pada dasarnya merupakan faktor utama pendorong bagaimana

seseorang berperilaku (Kotler, 2002). Dorongan dalam berperilaku tersebut yang

menyebabkan keputusan-keputusan utama dalam melakukan tindakan, termasuk

tindakan ekonomi.

2.1.6 Analisis Regresi Logistik

Model regresi logistik mulai berkembang sejak tahun 1961 dan

merupakan metode dasar untuk analisis data berskala biner (Hosmer dan

Lemeshow, 1989). Bila peubah respons Y menghasilkan dua kategori β€œya” atau

β€œtidak” (Y=1 atau Y=0), maka dapat dianggap peubah Y mengikuti sebaran

Bernoulli untuk setiap observasi dengan fungsi peluang :

( ) ( ) ii yi

yiiiyf βˆ’βˆ’= 11 πππ

Page 43: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Model peluang regresi logistik dengan p peubah penjelas X yang masing-

masing kontinu, dapat dinyatakan sebagai berikut :

P(Y = 1|xi) =

dimana 0 ≀ Ο€(x) ≀ 1

Interpretasi: Peluang kejadian tertentu dari peubah respons kategori jika

kejadian Xi

Analisis regresi menurut Montgomery dan Peck (1992) adalah suatu

analisis statistika yang memanfaatkan hubungan antara dua variabel atau lebih.

Umumnya analisis ini digunakan untuk melihat hubungan dan pengaruh variabel

prediktor terhadap variabel respon dimana variabel responnya berupa data

kuantitatif. Namun untuk variabel respon yang bersifat kualitatif/kategori dapat

dianalisis menggunakan metode regresi logistik. Hosmer dan Lemeshow (2000)

mengatakan bahwa metode regresi logistik adalah suatu metode analisis

statistika yang mendeskripsikan hubungan antara variabel respon yang memiliki

dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih variabel prediktor. Analisis regresi

logistik merupakan analisis yang digunakan untuk memprediksi hasil dari variabel

terikat yang bersifat kategori berdasarkan satu atau lebih variabel bebas (Liu et

al., 2013: 197). Salah satu model regresi logistik adalah regresi logistik biner.

Model regresi logistik biner merupakan metode regresi logistik yang digunakan

untuk menganalisis hubungan antara satu variabel respon dan beberapa variabel

prediktor, dengan variabel responnya berupa data kualitatif dikotomi yaitu bernilai

1 untuk menyatakan keberadaan sebuah karakteristik dan bernilai 0 untuk

menyatakan ketidakberadaan sebuah karakteristik. Model regresi logistik biner

menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan Newton-

Rhapson untuk menghitung koefisien model binary logistic (Nawari, 2010).

Page 44: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan oleh penulis sebagai acuan dalam

melakukan peneltian ini. Penelitian terdahulu ini berupa jurnal nasional maupun

internasional yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Bagian yang diacu

dari penelitian terdahulu adalah metode dan hasil penelitian. Tinjauan mengenai

penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya membedakan sebuah penelitian

dengan penelitian sebelumya, selain itu studi terdahulu juga bertujuan untuk

mengetahui bangunan keilmuan yang sudah diletakkan oleh orang lain, sehingga

penelitian yang akan dilakukan benar-benar baru dan belum diteliti oleh orang

lain (Gumilar, 2011).

Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi bagi penulis, yang

bertujuan untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut: Penelitian pertama yaitu dilakukan oleh Heru Syah Putra dan Nanang

Rianto pada tahun 2017 dengan judul Pengaruh Akses Air Bersih terhadap

Kemiskinan di Indonesia: Pengujian Data Rumah Tangga. Variabel yang

digunakan adalah Pendapatan RT, kemiskinan, karakter RT (pendidikan dan

kepemilikan aset). Hasil penelitian tersebut adalah RT yang tidak memiliki akses

terhadap fasilitas air bersih memiliki tingkat pendapatan yang lebih rendah

sebesar 17,17 persen dibandingkan RT yang memiliki akses air bersih.

Kemungkinan menjadi RT miskin juga lebih tinggi besar 1,29 persen pada RT

yang tidak memiliki akses air bersih.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsir Nur pada tahun 2017 dengan judul

Analisis Pembiayaan Dan Penerapan Corporate Governance Yang Pro Poor

(Studi Pada Penyediaan Air Bersih Di Provinsi Sulawesi Tenggara). Variabel

yang digunakan adalah Pembiayaan infrastruktur (X1),Corporate

governance(X2), pro poor(Y2), kinerja pelayanan publi (Y1). Menggunakan

Page 45: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Metode Partial Least Square (PLS) dan metode kualitatif. Desain penelitian

menggunakan metode survey dengan pengumpulan data melalui teknik

dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitiannya sebagai berikut (1)pembiayaan

infrastruktur PDAM dalam mengelola dan menyediakan air bersih mempengaruhi

kinerja pelayanan publik (publik services); (2) pembiayaan infrastruktur tidak

mampu menghasilkan pelayanan yang pro poor; (3) corporate governance

mempengaruhi kinerja pelayanan publik PDAM dalam mengelola dan

menyediakan air bersih; (4) penerapan corporate governance tidak mampu

menghasilkan pelayanan yang pro poor; (5) kinerja pelayanan publik PDAM

dalam mengelola dan menyediakan air bersih menghasilkan pelayanan yang pro

poor; (6) strategi pembiayaan yang konvensional berupa penyertaan modal

pemerintah daerah, pembiayaan internal dan pinjaman (utang) masih menjadi

strategi pembiayaan utama yang ditempuh oleh PDAM dalam mengelola dan

menyediakan air bersih, sedangkan strategi pembiayaan lainnya berupa

kerjasama dengan pihak ketiga belum ditempuh padahal strategi ini dapat

mengisi gap pembiayaan atas terbatasnya kemampuan fiskal pemerintah daerah

dan keterbatasan pendapatan PDAM.

Penelitian selanjutnya oleh Novrian Satria Perdana pada tahun 2015

dengan judul Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Aksesibilitas

Memperoleh Pendidikan Untuk Anak-Anak Di Indonesia. Variabel yang

digunakan adalah aksesibilitas memperoleh pendidikan bagi anak-anak di

Indonesia, Jenis kelamin anak, Wilayah tempat tinggal, Latar belakang

pendidikan Ibu, Jarak ke sekolah, Usia perkawinan orang tua, Pendapatan per

kapita orangtua, Jumlah anggota rumah tangga. Menggunakan Metode an

softwaregresi logit dengre pengolah data STATA. Dengan model ini mampu

memprediksi aksesibilitas anak memperoleh pendidikan serta variabel terikatnya

Page 46: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya sebesar 89,93 persen. Dapat

disimpulkan bahwa anak perempuan yang bertempat tinggal di perkotaan, latar

belakang pendidikan Ibu yang semakin tinggi, jarak ke sekolah yang dekat, orang

tua yang menikah di usia produktif, semakin besarnya pendapatan per kapita

rumah tangga, dan semakin sedikitnya jumlah anggota rumah tangga merupakan

faktorfaktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas memperoleh pendidikan

bagi anak-anak di Indonesia

2.3 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

H1: Diduga terdapat pengaruh signifikan antara pendapatan dengan akses air

minum bersih di Jawa Timur

H2: Diduga terdapat pengaruh signifikan antara lokasi tempat tinggal dengan

akses air minum bersih di Jawa Timur

Pendapatan RT Lokasi/ Daerah Tempat Tinggal

Akses air minum bersih masyarakat miskin

Page 47: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...
Page 48: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan tergolong penelitian deskriptif

kuantitatif. Margono dalam Darmawan (2014) menyatakan bahwa penelitian

kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data berupa angka sebagai alat

menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diteliti. Sedangkan metode

deskriptif menurut Whitney dalam Moh. Nazir adalah pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi- situasi

tertentu, termasuk tentang hubungan- hubungan, kegiatan- kegiatan, sikap-

sikap, pandangan- pandangan, serta proses- proses yang sedang berlangsung

dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 2003). Metode Deskriptif

atau Survey Deskriptif, untuk menggambarkan mengapa ada fenomena itu

terjadi. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang bertujuan

menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk

mencandarkan karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin & Damiyanti:

2011). Penelitian ini menilai sifat dari kondisi-kondisi yang tampak. Tujuan dalam

penelitian ini dibatasi untuk menggambarkan karakteristik sesuatu sebagaimana

adanya.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif

bertujuan untuk memberikan gambaran variabel yang diteliti, sedangkan analisis

analitik digunakan dalam pengolahan data dengan melakukan analisis terhadap

sampel penelitian untuk mengetahui hubungan antar variabel dengan

menggunakan uji statistik regresi logistik biner secara univariat dan multivariat.

Page 49: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada tahun 2016,

sedangkan tempat penelitian adalah Provinsi Jawa Timur. Pengambilan periode

tersebut dikarenakan data terbaru dari Survei Sosial Ekonomi Nasional yang

tersedia. Alasan peneliti mengambil Provinsi Jawa Timur sebagai objek

penelitian, karena tingkat kemiskinan di Jawa Timur paling tinggi dan terbanyak

dibandingkan provinsi lain di Indonesia yaitu sebesar 4.700.330 jiwa penduduk

miskin.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian diperlukan data-data sebagai sumber informasi yang

berguna untuk menunjang hasil penelitian. Data yang diperlukan dalam

penelitian ini merupakan jenis data sekunder, yaitu data sumber air utama yang

digunakan rumah tangga untuk minum, jarak sumber air minum ke Tempat

Penampungan Limbah/Kotoran/Tinja Terdekat, rata-rata pengeluaran per kapita

sebulan RT, klasifikasi desa dan keluharan terdiri dari desa dan kota.

Untuk sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

secara tidak langsung melalui media perantara, baik melalui publikasi data

lembaga atau instansi tertentu yang dipublikasikan melalui website lembaga

terkait (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data dalam penilitian ini bersifat cross

section dikarenakan disusun berdasarkan satu waktu, dan penulis menggunakan

data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil Survei

Sosial dan Ekonomi (SUSENAS) 2016 di situs www.bps.go.id.

Page 50: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

37

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Menurut Kuncoro (2003), variabel adalah suatu yang dapat membedakan

atau mengubah nilai, sedangkan nilai dapat berbeda pada waktu yang berbeda

untuk objek atau orang yang sama, atau nilai dapat berbeda dalam waktu yang

sama untuk objek atau orang yang berbeda. Variabel dalam sebuah penelitian

merupakan hal yang paling mutlak, karena fungsi daripada variabel tersebut

adalah untuk menjelaskan keberadaan fokus serta topik dari penelitian tersebut.

Definisi operasional merupakan informasi ilmiah yang akan membantu

peneliti lain ketika ingin melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan

variable yang sama, karena berdasarkan informasi yang telah tersedia, peneliti

lain dapat melakukan penelitian terhadap variabel dengan cara yang dibangun

berdasarkan konsep yang sama. Dengan demikian, peneliti dapat menentukan

arah penelitianya apakah akan menggunakan prosedur penelitian yang sama,

atau diperlukan prosedur yang baru.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Tak Bebas (Variabel Dependen)

Merupakan variabel yang besarannya dipengaruhi oleh variabel lain.

Variabel tak bebas dalam penelitian ini yaitu aksebilitas memperoleh air

minum bersih bagi Rumah Tangga (RT) di 38 kabupaten/ kota di Jawa

Timur (Y). Variabel terikat ini menggunakan variabel dummy, yaitu

variabel yang di nyatakan dalam bentuk kode binomial yaitu nol dan satu.

Dummy variabel terikat di definisikan jika sebuah RT memiliki akses

memperoleh air minum bersih, yaitu, jika sumber air utama yang

digunakan rumah tangga untuk minum adalah air kemasan, air isi ulang,

dan leding meteran, leding eceran, sumur bor/pompa, sumur terlindung

serta mata air terlindung dengan jarak ke Tempat Penampungan

Page 51: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

38

Limbah/Kotoran/Tinja Terdekat β‰₯ 10 meter maka dinyatakan dalam angka

satu (kode 1). Jika sebuah rumah tangga tidak memiliki akses

memperoleh air minum bersih dimana sumber air utama yang digunakan

RT untuk minum adalah sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air

permukaan seperti (sungai/danau/waduk/kolam/irigasi), air hujan, dan

lainnya maka dinyatakan dalam angka nol (kode 0).

2. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel bebas adalah variabel yang variasi nilainya tidak dipengaruhi

oleh variasi nilai variabel lain, namun akan mempengaruhi variabel

lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

a. Pendapatan (X1)

Variabel pendapatan adalah rata-rata pendapatan per kapita

sebulan RT. Dimana variabel pendapatan ini dikelompokkan dalam

dua jenis yaitu miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan

yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 yaitu

sebesar Rp 321.761,00. Jika pendapatan > Rp 321.761,00 yaitu tidak

miskin maka kode 1 dan jika pendapatan < Rp 321.761,00 yaitu

miskin maka kode 0

b. Lokasi tempat tinggal (X2)

Variabel lokasi/ wilayah tempat tinggal diambil dari datahasil

SUSENAS 2016 yaitu variabe tipe daerah. Untuk menetukan apakah

suatu desa tertentu termasuk daerah perkotaan atau pedesaan

digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau

nilainya didasarkan pada skor atau nilai-nilai tiga buah variabel :

kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan akses ke

fasilitas umum. Variabel lokasi tempat tinggal adalah klasifikasi desa dan

Page 52: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

39

keluharan terdiri dari desa dan kota yang berbentuk dummy. Jika RT

tersebut tinggal di kota maka kode 1, jika RT tinggal di desa maka kode 0.

3.5 Populasi dan Penentuan Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil dari Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga

penentuan populasi dan penentuan sampel juga dilakukan oleh BPS. Penelitian

ini menggunakan data SUSENAS dengan unit analisis rumah tangga di 38

Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Timur, jumlah responden sebanyak 29.477

Rumah Tangga (RT).

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penlitian ini menggunakan data sekunder, yaitu sumber data penelitian

didapatkan oleh peneliti secara tidak langsung, atau data yang diperoleh dari

sumber kedua yang memiliki informasi atau data yang digunakan (Idrus, 2007).

Keunggulan dari menggunakan data sekunder adalah lebih praktis dan tidak

memakan waktu yang terlalu lama dibandingkan dengan data primer, dan juga

pengumpulan data sekunder sudah pasti sangat terperinci karena

diselenggarakan dengan undang-undang dan sudah pasti keabsahanya (Cooper

dan Emory, 1996). Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya

diperoleh dari pihak BPS. Peneliti menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS), yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

Indonesia pada tahun 2016. Berikut adalah identitas survei oleh BPS yang

digunakan sebagai data penelitian:

1. Nama Survei : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016 Maret (KOR)

2. Nomor ID Survei : 00-SUSENAS-2016-MARET-M1-KOR

Page 53: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

40

3.7 Metode Analisis

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka metode analisis data yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Ekonometrik Regresi Logit.

Penelitian ini menggunakan variabel dependen yang bersifat dikotomus yaitu

angka 1 dan 0. variabel terikat dalam penelitian ini adalah biner atau dikotomi ,

sedangkan variabel independen bersifat kontinyu atau kategori. Pada regresi

logistik biner, data variabel respon Y dan variabel prediktor / independen

dinotasikan dengan X. Apabila variabel respons Y terdiri dari dua kategori, yaitu

1 jika sukses dan 0 jika gagal, maka variabel respon Y mengikuti distribusi

Bernoulli, dengan fungsi probabilitas (Febriawan,2014).

3.7.1 Regresi Logistik

Menurut Stanislaus (2006), analisis regresi logistik digunakan untuk melihat

pengaruh sejumlah variabel independen x1,x2,...,xk terhadap variabel dependen

y yang berupa variabel kategorik (binomial, multinomial atau ordinal) atau untuk

memprediksi nilai suatu variabel dependen y (yang berupa variabel kategorik)

berdasarkan nilai variabelvariabel independen x1,x2,...,xk. Regresi Logistik Biner

(binary logistic regression), adalah regresi logistik dimana variabel dependennya

berupa variabel dikotomi atau variabel biner.

Regresi binary logistic sangat tepat digunakan untuk melakukan

pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel respons bertipe

categorical dua pilihan. Nilai kemungkinan kejadian berada pada rentang 0-1. Hal

ini sangat berbeda dengan regresi linier biasa dimana nilai variabel dependen

(variabel respons) bisa bernilai < 0 atau > 1. Trihendradi ( dalam Aldilarachma,

2008). Penggunaan regresi logistik tidak mensyaratkan adanya multivariate

normal distribution karena tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel

bebasnya (Ghozali, 2005)

Page 54: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

41

Dalam penelitian ini akan menggunakan model binary logit untuk

menganalisis akses air minum bersih masyarakat miskin di Provinsi Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel dugaan yang menyebabkan

memperoleh akses air minum bersih seperti pengeluaran rata- rata sebulan RT

dan wilayah tempat tinggal. Berdasarkan variabel tersebut dibentuk model

ekonometrika regresi logistik biner sebagai berikut

𝒀 = 𝜷𝟎 + πœ·πŸπ‘ΏπŸ + πœ·πŸπ‘ΏπŸ + 𝒆

Keterangan :

Y = Akses Air Minum Bersih

𝛽0= Konstanta

𝛽1,𝛽2= Koefisien

X1 = Pendapatan

X2 = Lokasi/ Wilayah Tempat Tinggal

Dimana jika Y = 1 berarti, RT memperoleh akses terhadap air minum bersih dan

Y = 0 berarti, RT tidak memperoleh akses terhadap air minum bersih

Page 55: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur

4.1.1 Kondisi Geografis

Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa

selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten, Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa

Timur terletak pada 111,00 hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,120 hingga 8,480

Lintang Selatan. Batas daerah, di sebelah utara berbatasan dengan Pulau

Kalimantan atau tepatnya dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Di sebelah timur

berbatasan dengan Pulau Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan perairan

terbuka yaitu Samudera Hindia. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan

Provinsi Jawa Tengah. Secara umum, wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi

menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Luas

wilayah Jawa Timur mencakup 90 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa

Timur, sedangkan luas Pulau Madura hanya sekitar 10 persen. Luas wilayah

Provinsi Jawa Timur yang mencapai 47.799,75 km2 habis terbagi menjadi 38

Kabupaten/Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota. Peta pembagian administratif

kabupaten/ kota Provinsi Jawa Timur dapat di lihat pada gambar 4.1

Secara administratif Jawa Timur terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9

kota, dengan Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi. Ini menjadikan Jawa

Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di

Indonesia. Jawa Timur terbagi dalam 4 Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil ),

sebagai berikut Bakorwil I Madiun meliputi Kota Madiun, Kab. Madiun, Kab.

Magetan, Kab. Ponorogo, Kab. Ngawi, Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota

Page 56: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

43

Blitar, Kab. Blitar, dan Kab. Nganjuk. Bakorwil II Bojonegoro meliputi Kab.

Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Mojokerto, Kota Kediri, kab. Kediri, Kab.

Jombang, dan Kab. Lamongan. Bakorwil III Malang, meliputi Kota Malang, Kab.

Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kab. Pasuruan, Kota Probolinggo, kab.

Probolinggo, kab.Lumajang, kab. Jember, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, dan

Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi Jawa Timur

Sumber: BPS, 2016

Kab. Banyuwangi. Bakorwil IV Pamekasan meliputi, Kota Surabaya, Kab.

Sidoarajo, kab. Gresik, kab. Bangkalan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan

kab Sumenep. 38 Kabupaten dan Kota diatas, semua daerah akan digunakan

sebagai sampel dalam perhitungan regresi.

Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar, yaitu

Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi

Jawa Timur atau mencapai 47.157,72 kilometer persegi, dan wilayah Kepulauan

Madura yang sekitar 10% dari luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara,

Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan

dengan Selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan perairan terbuka,

Page 57: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

44

Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi

Jawa Tengah.

Panjang bentangan Barat-Timur Provinsi Jawa Timur sekitar 400

kilometer dan lebar bentangan utara-selatan sekitar 200 kilometer. Jawa Timur

memiliki wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau bernama sebanyak 232 pulau,

pulau tanpa nama sebanyak 55 sehingga total keseluruhan pulau kecil yang

dimiliki Provinsi Jawa Timur sebanyak 287 pulau (Sumber : Departemen Dalam

Negeri Republik Indonesia, 2004). Pulau Madura adalah pulau terbesar di Jawa

Timur, di sebelah timur Pulau Madura terdapat gugusan pulau, paling timur

adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu.

Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara pulau Jawa,

sedangkanbagian selatan meliputi pulau Nusa Barung, Sempu, Sekel dan

Panehan.

Kawasan pesisir dan laut Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan

menjadi kawasan pesisir utara, pesisir timur dan pesisir selatan. Kawasan pesisir

utara dan timur umumnya dimanfaatkan untuk transportasi laut, pelestarian

alam, budidaya laut, pariwisata dan pemukiman nelayan. Sedangkan

kawasan pesisir selatan, umumnya merupakan pantai terjal dan berhadapan

langsung dengan Samudera Hindia yang kondisi gelombang dan ombaknya

besar. Wilayah yang termasuk zona pesisir utara Jawa Timur adalah Kabupaten

Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo,

Situbondo, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Sumenep, dan Kota Pasuruan,

Probolinggo.

Wilayah yang masuk dalam zona pesisir timur adalah kabupaten

Banyuwangi. Sedangkan wilayah yang masuk dalam zona pesisir selatan adalah

Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, dan

Jember

Page 58: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

45

Berdasarkan struktur fisik dan kondisi geografis, Jawa Timur

dapatdikelompokkan sebagai berikut : (1) Bagian Utara dan Madura merupakan

daerah yang relatif kurang subur yang berupa pantai, dataran rendah dan

pegunungan; (2) Bagian Tengah merupakan daerah yang relatif subur; (3)

Bagian SelatanBarat merupakan pegunungan yang memiliki potensi tambang

cukup besar; (4) Bagian Timur pegunungan dan perbukitan yang memiliki potensi

perkebunan, hutan dan tambang.

Secara hidrologi wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri dari air permukaan

dan air tanah. Air permukaan meliputi wilayah Sungai (WS), dan Waduk,

sedangkan air tanah berupa mata air. Pembagian WS di meliputi tujuh WS yaitu

WS Bengawan Solo, WS Brantas, WS Welang – Rejoso, WS Pekalen –

Sampean, WS Baru – Bajulmati, WS Bondoyudo – Bedadung, dan WS Madura.

Provinsi Jawa Timur memiliki 686 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

tercakup dalam wilayah sungai, WS Bengawan Solo memiliki 94 DAS, WS

Brantas memiliki 220 DAS, WS Welang – Rejoso memiliki 36 DAS, WS Pekalen–

Sampean memiliki 56 DAS, WS Baru – Bajulmati memiliki 60 DAS, WS

Bondoyudo – Bedadung memiliki 47 DAS, dan WS Madura memiliki 173 DAS.

Selain Sungai, sumber daya air yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

air adalah waduk-waduk tersebar hampir di seluruh Jawa Timur. Jumlah Waduk

yang ada di Jawa Timur berjumlah 89 buah waduk.

Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah mata air yang cukup banyak dan

tersebar di seluruh Wilayah sungai. Berdasarkan data Pengairan dalam angka

dari tahun 2008, 2009, 2010, 2011, 2012,2013 jumlah mata air yang ada masih

tetap tidak mengalami perubahan yaitu sebanyak 4.389 mata air, yang memiliki

debit rerata tahunan yang sama yaitu 73,20 m3 /detik, serta memiliki volume

tahunan 2.308,57 m3.

Page 59: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

46

4.1.2 Kondisi Demografis Provinsi Jawa Timur

Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua

di Indonesia, pada 2015 mencapai 38.847.561 jiwa, dengan laju pertumbuhan

0,61% (51% di antaranya adalah perempuan), dengan kepadatan 814 jiwa/km2)

dan pada tahun 2016 diproyeksikan mencapai 39.103.446 jiwa. Kepadatan

penduduk di kota umumnya lebih tinggi dibanding di kabupaten. Pada tahun

2015, Kota Surabaya memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yakni 8.335

jiwa/km2, sekaligus mempunyai jumlah penduduk terbesar, yaitu 2.848.583 jiwa,

diikuti Kabupaten Malang yakni sejumlah 2.544.315 jiwa, dan Kabupaten Jember

sejumlah 2.407.115 jiwa (BPS Jatim, 2015).

Dalam kurun 2012-2016, rata-rata laju pertumbuhan penduduk mencapai

0,64% per tahun. Selama kurun waktu 2012-2016, laju pertumbuhan penduduk di

Jawa Timur terus mengalami penurunan. Pada tahun 2012, laju pertumbuhan

Jawa Timur mencapai 0,70% dan diproyeksikan akan terus menurun pada tahun

2016 yaitu hanya sebesar 0,59%. Kabupaten dengan laju pertumbuhan

penduduk tertinggi (di atas satu persen) pada periode 2012-2016 adalah

Kabupaten Sidoarjo, yaitu sebesar 1,63%, disusul Kabupaten Gresik (1,21%),

Kabupaten Sampang (1,21);dan Kabupaten Pamekasan (1,12%). Sedangkan

daerah dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten

Lamongan (0,09%); Kabupaten Magetan (0,17%); dan Kabupaten Ngawi

(0,21%).

Etnisitas di Jawa Timur relatif heterogen, mayoritas penduduk adalah

suku Jawa. Suku Madura mendiami Pulau Madura dan daerah bagian timur,

terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di sejumlah kawasan timur, suku

Madura, termasuk Pendalungan (campuran Jawa dan Madura), merupakan

mayoritas. Suku Madura tersebar hampir di seluruh kota di Jawa Timur,

Page 60: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

47

umumnya mereka bekerja di sektor informal. Suku Tengger,yang konon

keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan Tengger dan

sekitarnya. Suku Osing tinggal di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Suku Bali juga bermukim di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Orang

Samin tinggal di sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro. Selain itu,

penduduk keturunan Tionghoa dan Arab juga tersebar di hampir semua wilayah

kabupaten/kota Jawa Timur. Juga warga ekspatriat, terutama tinggal di Kota

Surabaya, dan sejumlah kawasan industri lainnya.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan data dari kuesioner SUSENAS Maret 2016.

Dimana kuesioner tersebut berisi data mengenai keterangan pokok rumah

tangga dan anggota rumah tangga. Penelitian ini akan menjelaskan mengenai

analisis statistik deskriptif dari variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini,

variabel independen yang digunakan adalah pendapatan dan lokasi tempat

tinggal. Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah akses air minum

bersih penduduk di Jawa Timur pada tahun 2016. Hal tersebut akan dijelaskan

pada masing-masing sub bab berikutnya.

4.2.1 Deskriptif Akses Air Minum Bersih Provinsi Jawa Timur

Analisis pertama yang dilakukan adalah dengan menganalisis data

menggunakan statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan

membandingkan nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata dan nilai standar

deviasi dari sampel. Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu akses air

minum bersih (Y), tingkat pendapatan (X1), loksai tempat tinggal (X2). Deskripsi

tiap variabel penelitian disajikan dalam analisis deskriptif yang menampilkan

persentase tiap kategori dari masing-masing variabel penelitian.

Page 61: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

48

4.2.1.1 Akses Air Minum Bersih di Provinsi Jawa Timur

Variabel Akes Air Minum Bersih(Y) terdiri dari dua kategori dengan 1

sebagai kategori responden yang memiliki akses memperoleh air minum bersih,

yaitu, jika sumber air utama yang digunakan rumah tangga untuk minum adalah

air kemasan, air isi ulang, dan leding meteran, leding eceran, sumur bor/pompa,

sumur terlindung serta mata air terlindung dengan jarak ke Tempat

Penampungan Limbah/Kotoran/Tinja Terdekat β‰₯ 10 meter; dan o kategori

responden yang tidak memiliki akses memperoleh air minum bersih dimana

sumber air utama yang digunakan RT untuk minum adalah sumur tak terlindung,

mata air tak terlindung, air permukaan seperti (sungai/danau/waduk/

kolam/irigasi), air hujan, dan lainnya. Kategori tersebut bersumber dari Badan

Pusat Statistik (BPS). Tabel 4.1 berikut menyajikan deskripsi variabel akses air

minum bersih (Y)

Tabel 4.1 Komposisi Responden Berdasarkan Perolehan Akses Air Minum

Bersih (Y)

No. Kategori N Prosentase

1. Ada akses air minum bersih 23345 79%

2. Tidak ada akses air minum bersih 6132 21%

Jumlah 29477 100%

Sumber: SUSENAS, 2016 (diolah)

Pada Tabel 4.1 hasil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

2016 menunjukkan responden Rumah Tangga yang memiliki akses air minum

bersih lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki

akses air minum bersih, yaitu terdapat 6132 Rumah Tangga (RT) yang tidak

memperoleh akses air minum bersih atau 21% dari total sampel dan 23.345 RT

yang memperoleh akses air minum bersih atau 79% dari total sampel.

Page 62: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

49

4.2.1.2 Pendapatan (X1)

Variabel Pendapatan (X1) terdiri dari dua kategori berdasarkan Garis

Kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yaitu Rp. 321.761. Dimana 1 sebagai

kategori RT tidak miskin yaitu Pendapatan > Rp.321.761 dan 0 kategori RT

miskin yaitu Pendapatan < Rp 321.761. Tabel 4.2 berikut menyajikan deskripsi

variabel pendapatan (X2).

Tabel 4.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan (X1)

No. Kategori N Prosentase

1. Miskin 3069 10,41%

2. Tidak Miskin 26408 89,59%

Jumlah 29477 100%

Sumber: SUSENAS, 2016 (diolah)

Pada tabel 4.2 dijelaskan bahwa prosentase responden tidak miskin

jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan RT miskin. Jika diklasifikasikan lebih

rinci, responden dengan Tidak Miskin terdiri dari penduduk dengan pendapatan

menengah sebesar Rp 321.761 – Rp 844.360 yaitu sebanyak 14.616 RT

(49,58%) sedangkan sisanya, 40% yaitu sebanyak 11.792 adalah penduduk

dengan pendapatan kaya sebesar >Rp 844.360

4.2.1.3 Lokasi Tempat Tinggal (X2)

Variabel Lokasi Tempat Tinggal (X2) terdiri dari dua kategori dengan 1 sebagai

kategori RT yang tinggal di perkotaan dan 0 kategori RT yang tinggal di

pedesaan.

Tabel 4.3 Komposisi RT Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal (X2)

No. Kategori N Prosentase

1. Pedesaan 14053 47,67%

2. Perkotaan 15424 52,33%

Jumlah 29477 100%

Sumber: SUSENAS, 2016 (diolah)

Page 63: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

50

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari total responde yang

berjumlah 29477 RT, prosentase tinggal di lokasi pedesaan sebesar 47,67% dan

di perkotaan sebesar 52,33%. Berdasarkan komposisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa responden yang tinggal di perkotaan lebih banyak

dibandingkan responden yang tinggal di lokasi pedesaan.

4.3 Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan analisis berupa statistik deskriptif yang

dilakukan terhadap 29477 responden yang memenuhi kriteria untuk diolah lebih

lanjut. Pengukuran statistik sampel ini berguna untuk tujuan penarikan

kesimpulan. Pengukuran ini pada umumnya dibutuhkan karena mampu

menggambarkan pemusatan nilai-nilai observasi sampel sehingga

mempermudah pengamatan. Berdasarkan perhitungan nilai-nilai tendensi sentral

tersebut, maka diperoleh gambaran mengenai sampel secara garis besar

sehingga dapat mendekati kebenaran populasi (Anto, 1974). Penelitian ini

menggunakan pengukuran dengan program STATA

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

N Min

Max Mean Std. Deviasi

Akses Air Minum Bersih 29477 0 1 0.7919734 0.4059028

Pendapatan 29477 0 1 0.8958849 0.3054149

Lokasi Tempat Tinggal 29477 0 1 0.5232554 0.4994674

Sumber: Data SUSENAS, 2016 (diolah)

Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah responden (n) pada penelitian

ini adalah sebanyak 29477 responden. Nilai minimum dan maksimum yang

masing-masing bernilai 0 dan 1 tersebut memberikan gambaran bahwa terdapat

Page 64: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

51

dua kategori pada masing-masing variabel. Namun yang membedakan adalah

nilai rata-rata dari setiap variabel.

Nilai rata-rata yang diperoleh dari tabel 4.4 tersebut menunjukkan bahwa dari

semua variabel, nilai rata-ratanya kurang dari 1,00. Nilai standard deviasi pada

tabel 4.4 menunjukkan suatu ukuran penyimpangan. Jika mempunyai nilai kecil

maka data yang digunakan mengelompok disekitar rata-rata. Apabila standard

deviasi besarnya tidak melebihi rata-rata, hasil tersebut tidak terdapat outlier

(Suharyadi, 2009).

4.4 Crosstabulasi Antar Variabel

Analisis tabulasi silang (crosstab) merupakan salah satu analisis korelasional

yang digunakan utnuk melihat hubungan antar variable. Sehingga analisa

tabulasi silang ini dapat digunakan untuk menganalisa lebih dari dua variable.

Berikut ini perhitungan yang menggunakan analisis tabulasi silang atau crosstab

antar variabel akses air minum bersih, pendapatan dan lokasi tempat tinggal

4.4.1 Pendapatan Rumah Tangga dan Akses Air Minum Bersih

Pada Gambar 4.2 dijelaskan responden yang masuk dalam kategori pendapatan

sangat kaya paling banyak memperoleh akses air minum bersih. Pada Gambar

4.2 terlihat bahwa jika pendapatan sebuah Rumah Tangga semakin tinggi maka

akses untuk memperoleh air minum bersih akan semakin besar pula. Sebaliknya,

semakin rendah pendapatan sebuah Rumah Tangga maka akses untuk

memperoleh air minum bersih semakin kecil. Hal ini sesuai dengan dugaan

penelitian terkait hubungan pengaruh pendapatan terhadap akses air minum

bersih.

Page 65: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

52

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Tidak Ada

Ada

Gambar 4.2 Grafik Crosstabulasi Pendapatan Rumah Tangga dan Akses Air

Minum Bersih

Sumber: SUSENAS, 2016(diolah)

4.4.2 Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum bersih

Tabel 4.5 Hasil Crosstabulasi Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum

Bersih

Lokasi Tempat

Tinggal

RT yang Tidak

Memperoleh Akses

Air Minum Bersih

RT yang

Memperoleh Akses

Air Minum Bersih

Total

Desa 10.5% 37.2% 47.7%

Kota 10.3% 42.0% 52.3%

20.8% 79.2% 100.0%

Pada Tabel 4.5 ditunjukkan 10,5% RT di Desa dan 10,3% RT di Kota

yang Tidak memperoleh akses air minum bersih. Hal ini menunjukkan lebih

banyak Masyarakat Desa yang tidak memperoleh air minum bersih dibandingkan

dengan masyarakat kota. Terdapat pula sebanyak 37,2% Masyarakat Desa dan

42% Masyarakat Kota yang memperoleh akses air minum bersih. Hal ini

Page 66: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

53

menunjukkan masyarakat kota lebih mudah mengakses air minum bersih

dibandingkan dengan masyarakat di desa.

4.4.3 Pendapatan, Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum Bersih

Tabel 4.6 Hasil Crosstabulasi Antar Variabel Pendapatan, Lokasi Tempat Tinggal dan Akses Air Minum Bersih

Sumber: SUSENAS 2016 (diolah)

Pada Tabel 4.5 di atas dijelaskan responden yang paling banyak memperoleh

akses air minum bersih yaitu sebesar 13,63% (5320 RT) adalah responden

dalam kategori pendapatan sangat kaya dan tinggal di kota. Selanjutnya akses

air minum bersih paling banyak diperoleh RT kaya yang tinggal di kota. Tetapi

untuk responden kategori pendapatan menengah, miskin dan sangat miskin

justru yang tinggal di desa lebih banyak memperoleh akses air minum bersih

dibanding di kota. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh

terhadap akses air minum bersih masyarakat kota tetapi tidak pada masyarakat

desa.

Pendapatan Lokasi Akses Air Minum Bersih

Total Tidak Ada Ada

Sangat Miskin Desa 3,12% 9,05% 12,17%

Kota 2,51% 5,32% 7,83%

Miskin Desa 2,53% 8,25% 10,78%

Kota 2,48% 6,74% 9,22%

Menengah Desa 2,62% 9,85% 12,46%

Kota 1,87% 5,67% 7,54%

Kaya Desa 1,48% 5,65% 7,12%

Kota 2,25% 10,63% 12,88%

Sangat Kaya Desa 0,73% 4,42% 5,14%

Kota 1,23% 13,63% 14,86%

21% 79% 100%

Page 67: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

54

Pendapatan sangat kaya dan sangat miskin yang dapat mengakses air

minum bersih jauh intervalnya menunjukkan pendapatan berpengaruh terhadap

akses air minum bersih. Pendapatan sangat kaya di kota lebih besar

persentasenya dibanding sangat kaya di desa disebabkan oleh faktor-faktor lain.

Salah satu faktor yang mungkin terdapat adalah tingkat pendidikan. Dimana

menurut penelitian Larson, et al (2007) pendidikan yang tinggi atau rumah

tangga yang memiliki rata-rata pendidikan yang tinggi akan cenderung

memanfaatkan perusahaan swasta sebagai penyuplai air bersih dibandingkan

rumah tangga dengan pendidikan yang lebih rendah. Jumlah RT di desa dan

kota juga mempengaruhi dimana RT dengan pendapatan lebih tinggi cenderung

berada di kota dibanding di desa.

Ditemukan pula dari tabel diatas, kelompok pendapatan kaya dan sangat

kaya masih terdapat RT yang tidak dapat mengakses air minum bersih. Menurut

BPS, jika sumber air utama yang digunakan rumah tangga untuk minum adalah

air kemasan, air isi ulang, dan leding meteran, leding eceran, sumur bor/pompa,

sumur terlindung serta mata air terlindung dengan jarak ke Tempat

Penampungan Limbah/Kotoran/Tinja Terdekat β‰₯ 10 meter. RT kaya dan sangat

kaya di kota mendapat masalah kurangnya jarak standar sumber air minum

dengan tempat penampungan limbah/ kotoran/ tinja terdekat. Hal ini merujuk dari

UNICEF Indonesia (2012) menjelaskan bahwa Badan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta menunjukkan bahwa 41 persen sumur gali yang

digunakan oleh rumah tangga berjarak kurang dari 10 meter dari septik tank.

Septik tank jarang disedot dan kotoran merembes ke tanah dan air tanah

sekitarnya. Laporan Bank Dunia tahun 2007 menyebutkan bahwa hanya 1,3

persen penduduk memiliki sistem pembuangan kotoran. Sistem pipa rentan

terhadap kontaminasi akibat kebocoran dan tekanan negatif yang disebabkan

oleh pasokan yang tidak teratur. Ini merupakan masalah khusus dimana

Page 68: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

55

konsumen menggunakan pompa hisap untuk mendapatkan air bersih dari sistem

perariran kota.

4.5 Analisis Ekonometrika

Analisis ekonometrika adalah analisis menggunakan model statistik yang

bertujuan untuk menjelaskan perilaku suatu variabel ekonomi. Untuk menjawab

faktor-faktor yang mempengaruhi akses air minum bersih di Jawa Timur pada

tahun 2016, maka penelitian ini menggunakan metode regresi logistik. Regresi

logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terkait dengan syarat bahwa nilai pada variabel terikat adalah 0 dan 1. Pengujian

regresi logistik ini menggunakan distribusi binominal karena karakterteristik data

yang diamati tersebut. Hasil estimasi disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Estimasi Menggunakan Model Binary Logit

No Kabupaten/

Kota

Variabel

n Pendapatan (X1) Lokasi (X2)

Koef. SE Prob. Koef. SE Prob.

1 Pacitan -0,032 0,333 0,923 -0,247 0,338 0,464 673

2 Ponorogo -0,009 0,276 0,973 -0,076 0,228 0,739 757

3 Trenggalek 0,374 0,213 0,079 -0,509 0,179 0,005 755

4 Tulungagung -0,173 0,283 0,542 -0,629 0,155 0,000 799

5 Blitar -0,069 0,275 0,801 -0,602 0,169 0,000 826

6 Kediri 0,198 0,204 0,333 -0,138 0,142 0,331 939

7 Malang 0,106 0,194 0,584 0,150 0,136 0,270 1059

8 Lumajang 0,396 0,254 0,119 0,396 0,165 0,001 797

9 Jember 0,450 0,179 0,012 0,379 0,133 0,004 1111

10 Banyuwangi -0,257 0,254 0,312 0,362 0,142 0,011 981

11 Bondowoso 0,281 0,184 0,127 -0,477 0,157 0,002 754

12 Situbondo 0,491 0,193 0,011 -0,085 0,151 0,576 795

13 Probolinggo 0,041 0,186 0,825 -0,058 0,157 0,714 828

14 Pasuruan 0,608 0,263 0,021 0,284 0,144 0,049 932

Page 69: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

56

15 Sidoarjo -0,128 0,775 0,869 0,693 0,378 0,067 960

16 Mojokerto 0,266 0,381 0,485 0,013 0,153 0,931 792

17 Jombang 0,644 0,235 0,006 0,630 0,165 0,000 838

18 Nganjuk 0,424 0,198 0,032 0,505 0,166 0,002 796

19 Madiun 0,508 0,357 0,155 0,311 0,227 0,171 755

20 Magetan -0,134 0,454 0,768 -1,229 0,340 0,000 719

21 Ngawi 0,257 0,215 0,231 0,422 0,242 0,082 785

22 Bojonegoro 0,367 0,282 0,193 0,164 0,249 0,510 871

23 Tuban 0,669 0,262 0,011 0,463 0,219 0,035 837

24 Lamongan 0,315 0,551 0,568 0,518 0,282 0,067 835

25 Gresik 0,657 1,143 0,565 1,917 0,310 0,000 825

26 Bangkalan 0,608 0,253 0,016 0,418 0,215 0,052 746

27 Sampang 0,441 0,340 0,194 0,345 0,391 0,378 758

28 Pamekasan -0,402 0,299 0,180 0,447 0,314 0,154 757

29 Sumenep 1,009 0,341 0,003 1,121 0,305 0,000 836

30 Kota Kediri 0,933 0,495 0,059 - - - 571

31 Kota Blitar 0,781 0,527 0,138 - - - 475

32 Kota Malang 0,096 0,765 0,900 - - - 730

33 Kota

Probolinggo 0,162 0,810 0,842 0,403 0,313 0,198 560

34 Kota Pasuruan 0,484 0,448 0,280 - - - 497

35 Kota Mojokerto 1,384 0,618 0,025 - - - 480

36 Kota Madiun 1,828 0,628 0,004 - - - 493

37 Kota Surabaya 0,641 0,519 0,218 - - - 1041

38 Kota Batu 0,955 1,165 0,412 -0,878 0,535 0,101 514

39 Jawa Timur 0,361 0,044 0,000 0,106 0,029 0,000 29477

Sumber: Output STATA, 2018

Tabel 4.7 merupakan hasil estimasi dari model binary logit menggunakan

aplikasi statistik STATA. Tabel tersebut terdiri dari 39 model per kabupaten/kota

yaitu 29 kabupaten, 9 kota dan Provinsi Jawa Timur. Pada estimasi model

Provinsi Jawa Timur, kedua variabel signifikan dimana variabel pendapatan

dengan prob value 0,000 dan koefisien 0,361 dan variabel lokasi dengan prob

Page 70: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

57

value 0,000 dan keofisien 0,106. Pada tingkat kabupaten hasil estimasi cukup

beragam. Kedua variabel signifikan pada kabupaten Jember, Pasuruan,

Jombang, Nganjuk, Tuban, dan Sumenep. Sedangkan pada tingkat kota,

variabel lokasi tempat tinggal tidak berpengaruh karena data yang sejenis atau

homogen. Untuk memudahkan dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah

Tabel 4.8 Tabel Klasifikasi Variabel Signifikan

Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Timur

Hanya Variabel Pendapatan Signifikan Hanya Variabel Lokasi Signifikan

1. Kab. Jember

2. Kab. Situbondo

2. Kab. Pasuruan

3. Kab. Jombang

4. Kab. Nganjuk

5. Kab. Tuban

6. Kab. Bangkalan

7. Kab. Sumenep

8. Kota Mojokerto

9. Kota Madiun

1. Kab. Trenggalek

2. Kab. Tulungagung

3. Kab. Blitar

4. Kab. Jember

5. Kab. Pasuruan

6. Kab. Jombang

7. Kab. Nganjuk

8. Kab. Magetan

9. Kab. Tuban

10. Kab. Gresik

11. Kab. Sumenep

Untuk memudahkan interpretasi hasil regresi, peneliti menggunakan

tabel klasifikasi sebagaimana dapat dilihat di atas. Terdapat delapan

kota/Kabupaten yang menunjukkan variabel pengeluaran dan wilayah tempat

tinggal signifikan. Dan terdapat 22 Kota/ Kabupaten yang menunjukkan hanya

salah satu variabel signifikan. Terakhir terdapat delapan kota/ kabupaten yang

kedua variabelnya tidak berpengaruh.

1.6 Pembahasan Menurut analisis ekonometrik, pendapatan dan lokasi tempat tinggal

berpengaruh signifikan terhadap akses air minum bersih di tingkat Provinsi Jawa

Page 71: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

58

Timur. Sebagaimana teori Indeks Pembangunan Manusia yang menyatakan

pendapatan mempengaruhi standar hidup layak seseorang, menurut analisis

ekonometrik dapat dibuktikan. Namun ada tingkat kabupaten dan kota, terdapat

pula beberapa daerah yang variabel pendapatannya signifikan dan tidak.

Contohnya pada kabupaten Jember probabilitas pendapatan berpengaruh

terhadap akses air minum bersih sedangkan di kab. Trenggalek variabel

pendapatan tidak berpengaruh signifikan. Artinya di daerah Trenggalek orang

miskin dan tidak miskin tidak ada diskriminasi fasilitas air minum bersih. Variabel

pendapatan yang signifikan pada sepuluh daerah tidak memiliki kofisien bertanda

negatif, artinya jika pendapatan semakin tinggi maka akses air minum bersih

semakin bagus dan sebaliknya jika pendapatan semakin rendah maka akses

terhadap air minum bersih semakin sulit. Sehingga masyarakat miskin di sepuluh

daerah tersebut akses terhadap air minum bersihnya jelas berkurang. Selain itu,

terdapat permasalahan variabel pendapatan pada tingkat kabupaten dan kota

dimana kurang dari separuhnya signifikan terhadap akses air bersih karena tidak

meratanya cakupan pelayanan air bersih di Provinsi Jawa Timur (Bappeda Jatim,

2015). Menurut data Susenas 2013, di Jawa Timur terdapat beberapa

kabupaten/kota yang seluruh penduduknya sudah mengkonsumsi air bersih.

Masing-masing, Kota Kediri, Kota Batu, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kota

Probolinggo, Kota Malang, Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. Secara umum,

rasio pelayanan infrastruktur air minum sampai dengan tahun 2013, mencapai

62,74%. Selain itu juga terjadi karena adanya perbedaan karakteristik tiap wilayah

dimana telah dijelaskan pada gambaran geografis Jawa Timur.

Lokasi tempat tinggal mempengaruhi akses air minum bersih.

Sebagaimana terdapat pada analisis tabel silang antara lokasi tempat tinggal dan

akses air minum bersih. Orang yang tinggal di kota cenderung memiliki akses air

bersih lebih baik dibandingkan masyarakat desa. Hal ini dapat terjadi karena

Page 72: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

59

adanya ketimpangan pembangunan desa dan kota. Menurut hasil estimasi

menggunakan model logit binomial, di Tulungagung masyarakat di kota cenderung

mempunyai masalah air minum bersih sedangkan di Pasuruan masyarakat di desa

cenderung bermasalah mengakses air minum bersih. Di Nganjuk orang yang

tinggal di kota cenderung tidak punya banyak masalah memperoleh akses air

bersih, sebaliknya masyarakat yang tinggal di desa cenderung punya masalah

memperoleh akses air bersih. Begitu pula di daerah Jember, Pasuruan, Jombang,

Nganjuk, Tuban, Gresik, Sumenep yang memiliki koefisien positif. Hal ini

menunjukkan bahwa masyarakat kota tidak sepenuhnya lebih mudah mendapat

akses air minum bersih.

Beberapa daerah yan signifikan variabel lokasinya terdapat yang

bertanda negatif, artinya justru mereka yang di pedesaan aksesnya lebih bagus.

Daerah- daerah ini dapat menjadi percontohan dalam penyediaan air minum

bersih seperti Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Bondowoso, dan Magetan karena

terdapat pemerataan pelayanan air bersih.

Menurut teori ketersediaan air, dimana masyarakat desa memiliki sumber

daya air yang lebih besar dibandingkan masyarakat kota. Sebagaimana terdapat

pada hasil analisis tabel silang antar ketiga variabel, bahwa tingkat pendapatan

tidak mempengaruhi akses air minum bersih saat masyarakat tersebut berada di

desa dikarenakan jumlah masyarakat pendapatan semakin kaya cenderung

berada di perkotaan dan pendidikan masyarakat.

Menurut Bappeda Jawa Timur masih rendahnya cakupan layanan air

bersih di Jawa Timur disebabkan rendahnya peningkatan pelayanan air bersih di

perkotaan dan perdesaan. Khususnya untuk penduduk miskin dan daerah

kekeringan. Juga stagnasi dalam penurunan tingkat kebocoran air, serta

masalah tarif air minum yang tidak mampu mengimbangi biaya produksi,

sehingga tidak dapat mencapai kondisi pemulihan biaya. Pada beberapa daerah

Page 73: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

60

juga kerap terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumber air baku. Hal

ini disebabkan adanya kepentingan peruntukan sumber air untuk non air bersih,

maupun karena kendala batas administrasi wilayah. Permasalahan lain,

pelayanan air bersih non perpipaan yang sebagian besar di perdesaan yang

dikonsumsi secara mandiri.

Page 74: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta analisis data yang telah dilakukan tentang akses

masyarakat miskin di provinsi Jawa Timur, beberapa kesimpulan dapat diambil sebagai

rangkuman hasil dari analisis penelitian ini. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari

penelitian ini antara lain:

1. Terdapat pengaruh pendapatan terhadap akses air minum bersih masyarakat

di tingkat Provinsi Jawa Timur. Terdapat diskriminasi fasilitas air minum bersih

di beberapa daerah. Daerah - daerah yang perlu diperhatikan adalah

Kabupaten Jember, Kab. Situbondo, Kab. Pasuruan, Kab. Jombang, Kab.

Nganjuk, Kab. Tuban, Kab. Bangkalan, Kab. Sumenep, Kota Mojokerto, dan

Kota Madiun. Akses air minum bersih masyarakat miskin di sepuluh daerah

tersebut cenderung lebih kurang dibandingkan masyarakat tidak miskin.

2. Terdapat pengaruh lokasi tempat tinggal masyarakat dalam memperoleh air

minum bersih di Provinsi Jawa Timur yaitu di desa dan kota. Di Nganjuk,

Jember,Pasuruan, Jombang, Nganjuk, Tuban, Gresik, dan Sumenep, orang

yang tinggal di kota cenderung tidak punya banyak masalah memperoleh

akses air bersih, sebaliknya masyarakat yang tinggal di desa cenderung punya

masalah memperoleh akses air bersih.

1.2 Saran

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis akan dapat

menyajikan saran sebagai masukan, yaitu pemerintah sebagai penjamin kebutuhan akan air

setiap lapisan masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Masyarakat yang tinggal di desa

juga masih membutuhkan perhatian pemerintah agar tidak terjadi diskriminasi akses air

Page 75: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

62

minum bersih antara masyarakat desa dan kota. Permasalahan yang dihadapi dalam

penyediaan air minum bersih saat ini antara lain masih rendahnya cakupan pelayanan air

minum. Rendahnya cakupan pelayanan tersebut secara operasional merupakan refleksi dari

pengelolaan yang kurang efisien maupun kurangnya pendanaan untuk pengembangan

sistem. Beberapa daerah dapat menjadi contoh dalam menyediakan air minum bersih yaitu

Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Bondowoso, dan Magetan karena terdapat pemerataan

pelayanan air bersih.

Page 76: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

DAFTAR PUSTAKA

Aldilarachma, Nurlia. 2008. Analisis Rasio Keuangan Perusahaan yang Melakukan Merger dan Akuisisi Dengan Metode Regerisi Logistik. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah.

Handojo, Rudianto.2016.Air Bersih. Engineering Weekly: Mengelola Air Bersih No.02 W1 Maret 2016

Badan Pusat Statistik. 2016. Kemiskinan dan Ketimpangan. http://bps.go.id. Diakses 18, Maret, 2016.

Dajan Anto. 1974. Pengantar Metode Statistik Jilid II. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia

Effendi, Hefni.2003.Telaah Kualitas Air, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Erdianto, Kristian.2017. BNPB: Ribuan Desa di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Krisis Air. Kompas

Ghozali, Imam. 2005.Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gibson, Rosalind S.2005.Principles of Nutritional Assessment.New York: Oxford University Press

Gilarso, T.2004.Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hyman, D. 2005. Publik Finance A Contemporary Application of Theory to Policy, Eight Edition. Thomson. South-Western. North Carolina State University.

Kuncoro, M.(2003). Metode riset untuk bisnis dan ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menyusun Tesis.Jakarta: Erlangga.

Larson, B., Bart, M., & Ramy R,. 2007. Unravelling the linkages between the

millennium development goals for poverty, education, access to water and household water use in developing countries: Evidence from Madagascar. The Journal of Development Studies 42:22-40, DOI: 10.1080/00220380500356258

Liu, D., Li, T., and Liang, D. 2013. Incorporating Logistic Regression to Decision-

Theoretic Rough Sets for Classifications. International Journal of Approximate Reasoning, 55(2014), 197-210.

Putra, H.S dan Nanang Rianto. 2017.Pengaruh Akses Air Bersih Terhadap Kemiskinan Di Indonesia: Pengujian Data Rumah Tangga. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum, Vol.9, No.1

Nawari. 2010. Analisis Regresi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Raksanagara, Ardini S, et all.2017.Faktor yang Memengaruhi Perilaku Penggunaan Air Bersih pada Masyarakat Kumuh Perkotaan berdasar atas Integrated Behavior Model.MKB, Volume 49 No. 2, Juni 2017

Page 77: AKSES MASYARAKAT MISKIN TERHADAP AIR MINUM ...

Rizki, Bhimo, Samsubar Saleh.2007.Keterkaitan Akses Sanitasidan Tingkat

Kemiskinan:Studi Kasus Di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3, Desember 2007 Hal: 223 – 233.

Sen, Amartya. 1999. Development as Freedom. New York: Anchor Books.

Chicago Stanislaus S. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta :Graha

Ilmu Susana, Tjutju.2003.Air Sebagai Sumber Kehidupan. Oseana, Volume XXVIII,

Nomor 3, 2003: 17-25. Suharyadi, dan S. K. Purwanto.2009. Statistika: Untuk Ekonomi dan Keuangan

Modern, Edisi 2, Buku 1. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Syamsuddin, A.R & Damiyanti, Vismaia S. 2011. Metode Penelitian Pendidikan

Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wahyunindyawati, Wahyunindyawati and Sari, Dyana, Ekonomi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Economics of Natural Resources and the Environment) (March 26, 2016). Available at SSRN:https://ssrn.com/abstract=2916841 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2916841

Yongsi, H H. Blaise Nguendo.2010. Suffering for Water, Suffering from Water: Access to Drinking water and Associated Health Risks in Cameroon. Journal of Health, Population and Nutrition, 2010 Oct; 28(5): 424–435.