Top Banner
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTU MEDIA POSTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS ANEKDOT PESERTA DIDIK KELAS X SMA PROPOSAL TESIS Oleh: Akip Fauzi 0202513037
133

Akip Proposal

Dec 26, 2015

Download

Documents

docx
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Akip Proposal

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTU MEDIA POSTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS

ANEKDOT PESERTA DIDIK KELAS X SMA

PROPOSAL TESIS

Oleh:

Akip Fauzi

0202513037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

Page 2: Akip Proposal

A. Topik Penelitian

“Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Media

Poster Terhadap Kemampuan Menulis Teks Anekdot Peserta Didik Kelas X

SMA”

B. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat berperan dalam menciptakan manusia yang

berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui pendidikan

akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga dalam proses pengambilan

keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa

tanggung jawab yang besar. Menurut Pidarta (2009: 38) pendidikan bertujuan

membantu anak untuk mengembangkan semua potensi jiwa dan jasmaninya

secara berimbang, harmonis, dan terintegrasi sehingga menjadi manusia

berkembang seutuhnya. Pendidikan harus mendapat perhatian yang lebih dari

pemerintah sehingga sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas dapat

lebih ditingkatkan dan dioptimalkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan

sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah.

Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang

secara sadar telah terencana. Suatu sistem pendidikan dikatakan berkualitas

jika proses pembelajarannya berlangsung secara menarik dan menantang

sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar

yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan

hasil pendidikan yang berkualitas pula dan dengan demikian akan semakin

meningkatkan kualitas kehidupan bangsa (Harsanto 2007: 9). Ditinjau dari

keefektifannya, proses pembelajaran diupayakan agar peserta didik memiliki

kemampuan yang maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan

kepuasan agar peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran. Proses

belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses

pembelajaran, karena berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

bergantung pada keefektifan proses belajar mengajar yang dirancang dan

1

Page 3: Akip Proposal

dijalankan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2013: 42) guru

merupakan faktor penting yang mempunyai pengaruh besar, bahkan sangat

menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.

Sejalan dengan hal itu Gagne sebagaimana dikutip dalam Dimyati dan

Mudjiono (2009: 10) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa kapabilitas

dan setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

Timbulnya kapabilitas itu terlihat dari stimulasi yang berasal dari lingkungan

dan proses kognitif yang dilakukan oleh pengajar atau guru. Pendapat diatas

dipertegas Mulyasa (2010: 9) bahwa pembelajaran yang efektif ditandai

dengan adanya sikap yang menekankan pada pembelajaran peserta didik untuk

mampu mengerti cara belajar sehingga melalui kreativitas guru, pembelajaran

di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan.

Paradigma pembelajaran pada saat ini sudah mengalami perubahan

dalam pelaksanaannya. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah

orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada

peserta didik. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu

pendidikan, baik dari segi proses maupun dari segi pendidikan. Menurut Rianto

(2006: 2) perubahan tersebut dilakukan karena pembelajaran yang berorientasi

pada guru, keterlaksanaannya lebih menekankan ketercapaian target kurikulum

yang berupa hasil belajar pada ranah pengetahuan saja sebagai dampak

pembelajaran untuk kepentingan jangka pendek. Sementara kebutuhan peserta

didik pada ranah sikap dan psikomotor kurang mendapatkan perhatian secara

memadai.

Selaras dengan hal itu Suprijono (2010: 13) mengemukakan bahwa

pembelajaran berpusat pada peserta didik, sedangkan peran guru hanya

menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik. Pembelajaran yang berpusat

pada peserta didik lebih menekankan pada kebutuhan, minat, bakat, dan

kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat

bermakna. Melalui pembelajaran ini, diharapkan semua potensi peserta didik

dapat berkembang sesuai dengan latar belakang usia dan latar belakang lainnya

dari masing-masing individu peserta didik.

2

Page 4: Akip Proposal

Pengajaran bahasa melibatkan guru, peserta didik, buku pengajaran, dan

alat bantu dalam mengajar. Sebagai guru bahasa Indonesia harus mempunyai

berbagai kemampuan seperti kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan

benar, pemilihan bahan yang akan diajarkan, kemampuan menggunakan

berbagai model pembelajaran yang tepat, dan pemilihan media pembelajaran

yang dapat menunjang pembelajaran sehingga dapat berhasil dengan baik

sesuai tujuan Kurikulum. Pada kurikulum 2013 Bahasa Indonesia ditempatkan

sebagai penghela mata pelajaran lain karena harus berada di depan semua mata

pelajaran lain. Apabila peserta didik tidak menguasai mata pelajaran tertentu,

harus dipastikan bahwa yang tidak dikuasainya adalah substansi mata pelajaran

tersebut, bukan karena kelemahan penguasaan bahasa pengantar yang

dipergunakan.

Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan

pendekatan berbasis teks. Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik mampu

memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi

sosialnya (Kemendikbud 2014: 7). Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis

teks, diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai

teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya pada konteks

sosial dan akademis. Selain mengonsumsi pengetahuan bahasa, peserta didik

dituntut untuk memproduksi teks bahasa. Teks dipandang sebagai satuan

bahasa yang bermakna secara kontekstual. Teks tidak selalu berwujud bahasa

tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering

dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud tulisan maupun teks lisan.

Setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda dengan teks lainnya

karena setiap teks terdapat struktur berpikir yang harus dipahami agar fungsi

sosial masing-masing teks tersebut dapat tercapai. Salah satu teks yang

diajarkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah teks

anekdot.

Pembelajaran teks anekdot pada kompetensi menulis diajarkan di kelas

X semester 2 jenjang SMA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI)

mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

3

Page 5: Akip Proposal

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan

mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar

(KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur

kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang

akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Berhubungan dengan

memproduksi teks anekdot, peserta didik diharapkan mampu menulis dan

menciptakan tulisan sesuai dengan pikirannya. Kondisi kemampuan berbahasa

peserta didik khususnya dalam hal menulis pada saat ini masih memiliki

kendala dan proses pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal.

Berdasarkan pengamatan di MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati,

Ma Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati,

dapat di ambil simpulan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering

didominasi oleh penggunaan model pembelajaran tradisional atau konvensional

dan kegiatan belajar mengajar lebih berpusat pada guru (teacher centered)

sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran tradisional tersebut

mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang

disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga

cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas untuk belajar.

Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang

mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau

membuat kesibukan sendiri. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Yamin

(2007: 23) bahwa penyelenggaraan pendidikan secara formal sudah

berlangsung lama tetapi sistem penyelenggaraan dan hasil belum sesuai dengan

yang diharapkan.

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia

kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, Ma Matholi’ul Huda

Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati, dapat disimpulkan

bahwa praktik pembelajaran menulis anekdot di SMA ternyata selama ini

belum menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam

pembelajaran menulis teks anekdot, yaitu lemahnya para peserta didik dalam

4

Page 6: Akip Proposal

mengungkapkan gagasan, keterbatasan kosakata, pemakaian ejaan yang kurang

tepat, pengungkapan gagasan secara belum runtut mengakibatkan teks yang

dituliskan belum tampak padu, kurangnya kreatifitas guru dalam memilih

model pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya media pembelajaran

menulis.

Berhubungan dengan pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering

menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis.

Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Lie (2007: 3) banyak guru masih

menganggap paradigma lama sebagai satu-satunya alternatif yaitu

menggunakan metode ceramah dan mengharapkan peserta didik duduk, diam,

dengar, dan catat. Sejalan dengan hal itu Gora dan Sunarto (2010: 18)

berpendapat bahwa model pembelajaran konvensional yang lebih berpusat

kepada guru tentu akan sulit meningkatkan kompetensi peserta didik secara

optimal. Hal itu dipertegas Kurniawan et al (2012: 2) melihat perkembangan

saat ini, maka bukan waktunya lagi bagi guru untuk memberikan pembelajaran

secara konvensional dengan hanya melakukan ceramah dan hafalan. Peserta

didik yang lebih sering mendengarkan penjelasan guru hanya akan berkembang

kemampuan kognitifnya, namun untuk kemampuan afektif dan psikomotor

peserta didik akan sulit untuk berkembang.

Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus

bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah

menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi

dan kondisi kelas yang kondusif agar menumbuhkan minat belajar peserta

didik dan proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Surya (2009: 2) belajar dapat

berlangsung dengan baik apabila didorong oleh minat belajar yang kuat.

Berhubungan dengan minat belajar, model pembelajaran mengarahkan para

guru dalam merencanakan pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam

menumbuhkan minat belajar dan mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rusman (2011: 83) penentuan model pembelajaran erat

hubungannya dengan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam

5

Page 7: Akip Proposal

melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran dengan cara kolaborasi atau diskusi kelompok diharapkan

dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot.

Peserta didik dapat saling menukar ide-ide dalam memecahkan masalah. Hal

ini sesuai dengan pendapat Moreillon (2007: 4) belajar dengan kolaborasi

dilakukan secara berpasangan untuk mencapai tujuan bersama. Pernyataan

tersebut diperkuat oleh Wahyudin (2008: 329) berpendapat bahwa bekerja

secara berpasangan dapat menjadi setrategi yang efektif untuk mendorong

peserta didik dalam bekerja sama. lebih lanjut Siregar dan Nara (2010: 124)

menegaskan bahwa pengelompokan peserta didik sangat dianjurkan sebagai

cara peserta didik untuk saling berbagi pendapat dan mengembangkan berbagai

alternatif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan. Diskusi kelompok

melibatkan sekelompok peserta didik dalam interaksi tatap muka yang informal

dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan simpulan, dan

pemecahan masalah. Diskusi kelompok bisa diwujudkan melalui model

pembelajaran kooperatif dan diharapkan dapat membantu peserta didik

mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot sehingga peserta didik yang

kemampuannya di bawah rata-rata akan berupaya untuk tidak ketinggalan

dengan peserta didik lain di kelasnya.

Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan peserta

didik untuk berinteraksi, melatih peserta didik untuk mendengarkan pendapat

orang lain, dan merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-

tugas dapat memicu semangat belajar peserta didik untuk bekerjasama, saling

membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan yang dimilikinya. Motivasi

belajar peserta didik diharapkan akan tumbuh karena setiap peserta didik akan

tertantang dengan tanggung jawab dirinya untuk menerima tugas yang

dipelajari. Hal ini sependapat dengan Riyanto (2010: 265) bahwa model

pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam

model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat

kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan

hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota

6

Page 8: Akip Proposal

kelompok.

Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti yang telah

dikembangkan dalam dunia pendidikan diantaranya adalah model

pembelajaran student teams achievement division (STAD) dan teams games

tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe student teams

achievement division (STAD) peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok-

kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang peserta didik secara

heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian

materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Penghargaan

dimaksudkan agar menumbuhkan motivasi peserta didik (Suprijono 2010:

133).

Model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)

menekankan peserta didik untuk belajar dalam kelompok heterogen yang

beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi tingkat

kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial (Sutadi

2007:123). Melalui kedua model pembelajaran tersebut, diharapkan dapat

membantu peserta didik dalam proses pembelajaran menulis anekdot. Model

pembelajaran akan lebih efektif dan membantu peserta didik apabila dipadukan

dengan media pembelajaran yang tepat.

Penggunaan media pembelajaran dapat memperbaiki efektifitas dan

efisiensi proses pembelajaran. Menurut Arsyad (2013: 10) media pembelajaran

dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses

belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik

dalam belajar. Melalaui media poster, diharapkan dapat membantu guru dalam

menerapkan model pembelajaran terhadap kemampuan menulis anekdot

peserta didik sehingga situasi pembelajaran yang lebih efektif. Hal ini sesuai

dengan pendapat Susilana dan Riyana (2009: 10) bahwa media pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai

sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiani (2013: 10)

pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar

7

Page 9: Akip Proposal

keterampilan menulis peserta didik menunjukan perbedaan prestasi belajar

keterampilan menulis antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan peserta didik yang mengikuti model

pembelajaran konvensional dengan Fhitung 7,139 dan p < 0,05, dan dilanjutkan

dengan analisis uji t-scheffe diperoleh hasil Q hitung > Q tabel (3,77 > 2,80). Hal

ini menunjukan bahwa pembelajaran menulis peserta didik dengan

menggunakan model pembelajaran STAD lebih efektif dari pada pembelajaran

menulis peserta didik dengan menggunakan model konvensional.

Sukaesih (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) dapat

dimanfaatkan untuk merangsang peserta didik agar dapat bertanggung jawab

terhadap tugas pribadi dan kelompok, meraih keberhasilan dalam kelompok

dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi individu. Hasil penelitiannya

menunjukan bahwa model TGT sangat efektif dalam pembelajaran menulis.

Hal itu dibuktikan dengan meningkatkan kemampuan menulis peserta didik

dari nilai rata-rata 46,68 menjadi 75,91.

Berdasarkan penelitian lain tentang peningkatan keterampilan menulis

peserta didik dengan menggunakan media poster oleh Ratna (2013)

menunjukan bahwa peningkatan kualitas menulis peserta didik dapat

dikategorikan baik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya

perhatian peserta didik selama penulis menjelaskan materi, keaktifan peserta

didik bertanya jawab, keseriusan peserta didik dalam mendengarkan

penjelasan guru, peserta didik membuat catatan, keantusiasan dan keseriusan

peserta didik ketika menulis, dan tidak adanya peserta didik yang mencontoh

pekerjaan temannya. Peningkatan kualitas hasil menulis peserta didik dapat

dilihat berdasarkan hasil pretes, nilai rata-rata menulis masih rendah yaitu

63,7. Pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat yaitu 78,0. Pada siklus II,

nilai rata-rata mencapai 82,4.

Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan topik “Keefektifan Model Pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu

8

Page 10: Akip Proposal

Media Poster Terhadap Kemampuan menulis Anekdot Peserta Didik Kelas X

SMA”.

C. Identifikasi Masalah

Pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering didominasi oleh

penggunaan model pembelajaran tradisional dan kegiatan belajar mengajar

lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran

tradisional tersebut mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan

penjelasan yang disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap

penting sehingga cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas

untuk belajar. Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain

yang kurang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan

teman atau membuat kesibukan sendiri.

Praktik pembelajaran menulis anekdot di jenjang SMA selama ini belum

menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran

menulis teks anekdot adalah kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model

pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya kreatifitas guru dalam

memilih media pembelajaran menulis yang tepat. Berhubungan dengan

pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kondisi ini

menyebabkan peserta didik kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan

guru maupun dengan peserta didik lain. Informasi hanya bersumber dari guru,

sedangkan peserta didik cenderung tidak memiliki kesempatan untuk

mengungkapkan ide-ide yang ada di pikirannya.

Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus

bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah

menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi

dan kondisi kelas yang kondusif agar proses pembelajaran dapat berlangsung

sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model pembelajaran yang dimaksud di

sini adalah model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement

9

Page 11: Akip Proposal

division (STAD) dan teams games tournament (TGT) dengan bantuan media

poster sebagai media pembelajaran dalam kemampuan menulis anekdot peserta

didik.

D. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang ada pada identifikasi masalah tidak semuanya

diteliti, tetapi penelitian hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament

(TGT) berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta

didik.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan batasan masalah

tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?

3. Apakah penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement

division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran teams

10

Page 12: Akip Proposal

games tournament (TGT) berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas X SMA.

2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement

division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran

konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot

peserta didik kelas X SMA.

3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster dan model pembelajaran konvensional berbantuan

media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X

SMA.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan

masukan tentang model pembelajaran yang baik untuk merangsang

kemampuan menulis anekdot peserta didik dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia. Secara khusus hasil dari penelitian ini dapat memberikan

pengetahuan tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student

teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT)

berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ada tiga antara lain manfaat

manfaat bagi peserta didik, dan manfaat guru, dan sekolah.

a. Manfaat Bagi Peserta Didik

Manfaat praktis bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:

1) Memudahkan peserta didik dalam menulis anekdot.

2) Memberikan wawasan baru sehingga peserta didik bisa lebih aktif dalam

pembelajaran.

3) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga

menumbuhkan motivasi bagi peserta didik.

11

Page 13: Akip Proposal

b. Manfaat Bagi Guru

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi guru adalah:

1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model

pembelajaran menulis anekdot yang efektif.

2) Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, menyenangkan, dan

bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Bahasa indonesia

khususnya menulis anekdot.

c. Manfaat Bagi Sekolah

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah:

1) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

2) Memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran untuk dapat menunjang keefektifan hasil belajar peserta didik.

H. Landasan Teori dan Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

a. Keterampilan Menulis

1) Pengertian Menulis

Menulis merupakan keterampilan yang dapat dikatakan lebih sulit

daripada keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca dan

berbicara. Proses menulis dituntut untuk memperhatikan struktur yang

berkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar pembaca dapat memahami pesan

yang ingin disampaikan oleh penulis. Ada beberapa pendapat yang

dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian menulis diantaranya adalah

menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan

menggunakan bahasa tulis sebagai alat dan medianya (Suparno dan Yunus

2007: 3). Sementara Tarigan (2008: 4) berpendapat bahwa menulis merupakan

suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif yang memanfaatkan grafologi,

struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis dapat dicapai dengan baik

12

Page 14: Akip Proposal

oleh orang yang dapat menyusun pikiran, pemakai kata-kata, dan struktur

kalimat.

Sejalan dengan pendapat itu, Rosidi (2009: 2) mengemukakan bahwa

menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan dan perasaan

seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Kegiatan menulis sangat

penting dalam pendidikan karena dapat membantu peserta didik berlatih

berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai

dengan pendapat Harjito dan Umaya (2009: 13) bahwa menulis memiliki arti

sepadan dengan mengarang, yaitu sebagai segenap rangkaian kegiatan

seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaiannya melalui bahasa tulis

kepada pembaca untuk dipahami. Wiyanto (2011: 1) menegaskan bahwa

menulis mempunyai dua arti, pertama menulis berarti mengubah bunyi yang

dapat di dengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Bunyi-bunyi yang

diubah itu bunyi bahasa, yaitu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia (mulut dalam perangkat kelengkapannya antara lain mulut, lidah, gigi,

dan langit-langit). Kedua kata menulis mempunyai arti kegiatan

mengungkapkan gagasan secara tertulis.

Rusyana 1984 sebagaimana dikutip dalam Kemendikbud (2012: 4)

memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau mengarang adalah

kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk

mengungkapkan gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai

kemampuan, seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan,

kemampuan menggunaka unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya,

dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca.

Berdasarkan pengertian menulis yang dikemukakan oleh para ahli,

maka dapat diambil simpulan bahwa menulis adalah kegiatan mengubah bunyi

bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sehingga dapat menuangkan

pikiran, gagasan dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis

sebagai medianya yang ditujukan kepada pembaca untuk dipahami. Dari

sinilah akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang dimiliki penulis dalam

menciptakan sebuah karangan yang efektif. Kosakata dan kalimat yang

13

Page 15: Akip Proposal

digunakan dalam kegiatan menulis harus jelas agar mudah dipahami oleh

pembaca. Jalan pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan

sebuah karya tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil

sebuah karangan yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan

kebahasaan yang dimiliki seorang penulis.

2) Tujuan Menulis

Seorang tergerak menulis karena memiliki tujuan objektif yang bisa

dipertanggungjawabkan dihadapan publik pembacanya. Tulisan pada dasarnya

adalah sarana untuk menyampaikan pendapat atau gagasan agar dapat

dipahami dan diterima orang lain. Tulisan menjadi salah satu sarana

berkomunikasi yang cukup efektif dan efesien untuk menjangkau khalayak

masa yang luas. berdasarkan pemikiran tersebut, maka tujuan menulis dapat

dirunut dari tujuan- tujuan komunikasi yang cukup mendasar dalam konteks

pengembangan peradaban dan kebudayaan mesyarakat itu sendiri.

Kemendikbud (2012: 5-6) mengemukakan bahwa tujuan menulis

adalah:

a) Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa

termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar

khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang

berbagai hal yang dapat terjadi di muka bumi ini.

b) Membujuk, melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat

menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakan.

Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan

menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Fungsi persuasi dari sebuah tulisan

akan dapat menghasilkan apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya

bahasa yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.

c) Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan. Melalui

membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan terus bertambah,

kecerdasanterus diasah, yang pada akhirnya akan menentukan perilaku

seseorang. Orang-orang yang berpendidikan misalnya, cenderung lebih terbuka

14

Page 16: Akip Proposal

dan penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang lain, dan tentu saja

cenderung lebih rasional.

d) Menghibur, fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan monopoli

media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam

menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan “ringan”

yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi

bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan setelah seharian sibuk

beraktifitas.

3) Manfaat Menulis

Menurut Suparno dan Yunus (2007:1.4) menulis mempunyai manfaat

yang dapat dipetik diantaranya, meningkatakan kecerdasan, pengembangan

daya inisiatif dan kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan

dan kemampuan mengumpulkan informasi.

Tarigan (2008: 22) berpendapat bahwa menulis mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, dapat menjadi pertolongan bersifat kritis, mempermudah seseorang untuk merasakan, daya persepsi semakin tajam, terpecahkannya masalah yang dihadapi, penyusunan suatu kalimat, dan dapat terjelaskan ide-ide yang ada dalam pikiran. Pendapat di atas dipertegas dalam Kemendikbud (2012: 6) manfaat

menulis dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :

a) Secara psikologis, menulis sangat bermanfaat dan mampu mengontrol diri dan

melepaskan segala persoalan hidup.

b) Secara metodologis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara teratus

untuk melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan kehendak bahkan untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang

ditentukan.

c) Secara filosofis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara radikal atau

berpikir secara mendalam.

d) Secara pendidikan, menulis mampu memberikan pengaruh dalam melakukan

proses belajar.

15

Page 17: Akip Proposal

Berdasarkan hal di atas dapat diambil simpulan bahwa manfaat

keterampilan menulis dari berbagai segi dan bidang pekerjaan sangat

dibutuhkan oleh seorang, apalagi bagi seorang guru karena melalui kegiatan

menulis dapat meningkatakan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan

kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan dan kemampuan

mengumpulkan informasi.

4) Langkah-Langkah Menulis

Syarif, et al (2009: 12) mengemukakan bahwa langkah-langkah menulis

antara lain :

a) Darf kasar, dimulai dengan menelusuri dan mengembangkan gagasan- gagasan.

Pusatkan pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan.

b) Berbagi, sebagai penulis perlu meminta orang lain untuk membaca dan

memberikan umpan balik. Mintalah seorang teman membacanya dan

mengatakan bagian mana yang benar-benar kuat dan menunjukkan

ketidakkonsistenan, kalimat yang tidak jelas, atau transisi yang lemah.

c) Perbaikan (revisi), setelah mendapat umpan balik dari teman tentang mana

yang baik dan mana yang perlu diperbaiki lagi, maka perbaikan sangatlah

penting peranannya.

d) Menyunting (editing), pada tahap ini, perbaikilah semua kesalahan ejaan, tata

bahasa, dan tanda baca. Pastikanlah semua transisi berjalan mulus, penggunaan

kata kerja tepat, dan kalimat-kalimat lengkap.

e) Penulisan kembali, pada tahap ini yang harus dilakukan adalah menulis

kembali, memasukkan isi yang baru dari perubahan penyuntingan.

f) Evaluasi, pada tahap ini periksalah kembali untuk memastikan bahwa penulis

telah menyelesaikan apa yang direncanakan dan apa yang ingin disampaikan.

Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung tahap ini menandai

akhir.

b. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013

Berdasarkan sudut pandang teori semiotika sosial, teks merupakan

suatu proses sosial yang berorientasi pada suatu tujuan sosial. Suatu proses

16

Page 18: Akip Proposal

sosial memiliki ranah-ranah pemunculan bergantung pada tujuan sosial apa

yang hendak dicapai melalui proses sosial tersebut. Ranah-ranah yang menjadi

tempat pemunculan proses sosial itulah yang disebut konteks situasi. Proses

sosial akan dapat berlangsung jika ada sarana komunikasi yang disebut bahasa.

Proses sosial akan merefleksikan diri menjadi bahasa dalam konteks situasi

tertentu sesuai tujuan proses sosial yang hendak dicapai. Bahasa yang muncul

berdasarkan konteks situasi inilah yang menghasilkan register atau bahasa

sebagai teks. Konteks situasi pemakaian bahasa itu sangat beragam, maka akan

beragam pula jenis teks.

Selanjutnya, proses sosial yang berlangsung selalu memiliki muatan

nilai-nilai atau norma-norma kultural. Nilai-nilai atau norma-norma kultural

yang direalisasikan dalam suatu proses sosial itulah yang disebut genre. Satu

genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks. Misalnya genre cerita, di

antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita ulang, anekdot, eksemplum,

dan naratif, dengan struktur teks (struktur berpikir) yang berbeda; tidak

berstruktur tunggal seperti dipahami dalam kurikulum bahasa Indonesia pada

KTSP yang mengemukakan bahwa semua jenis teks berstruktur pembuka, isi,

dan penutup.

Pada jenis teks cerita ulang (recount) unsur utamanya berupa peristiwa

yang di dalamnya menyangkut siapa, mengalami apa, pada waktu lampau, jadi

strukturnya: orientasi (pengenalan pelaku, tempat, dan waktu) diikuti rekaman

kejadian; pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang

harus menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada peristiwa itu,

sehingga teksnya berstruktur: orientasi (pengenalan tokoh yang terlibat, waktu,

dan tempat), krisis, lalu diikuti reaksi. Berbeda dengan eksemplum, pada jenis

teks ini peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang maupun anekdot

memunculkan insiden, dan dari insiden itu muncul interpretasi (perenungan).

Dengan demikian, teks jenis ini berstruktur: orientasi, insiden, lalu diikuti

interpretasi.

Adapun jenis teks naratif, peristiwa yang diceritakan harus

memunculkan konflik antartokoh atau konflik pelaku dengan dirinya sendiri

17

Page 19: Akip Proposal

atau dengan lingkungannya. Teks naratif berstruktur: orientasi, komplikasi, dan

resolusi. Setiap struktur teks dalam masing-masing jenis teks memiliki

perangkat-perangkat kebahasaan yang digunakan untuk mengekspresikan

pikiran yang dikehendaki dalam tiap-tiap struktur teks, dan secara terpadu

diorientasikan pada pencapaian tujuan sosial suatu teks secara menyeluruh.

Pilihan pada pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi

metodologis. Implikasi metodologis tersebut muncul karena teks merupakan

satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap. Peran

guru dalam pembelajaran teks harus benar-benar meyakinkan bahwa pada

akhirnya peserta didik mampu menyajikan teks secara mandiri. Mulai dari

memberikan contoh teks yang diajarkan (pemodelan), yang di dalamnya

tercakup kegiatan menguaraikan tujuan sosial teks, struktur teks, penjelasan

perangkat kebahasaan yang digunakan dalam menyampaikan tujuan sosial teks;

selanjutnya diikuti dengan kegiatan bersama membangun teks, yang di

dalamnya berisi kegiatan peserta didik dengan bantuan guru atau teman untuk

menghasilkan teks sejenis; terakhir kegiatan mandiri membangun teks. Namun,

sebelum ketiga tahapan yang berturut-turut dilakukan di atas, guru terlebih

dahulu melakukan usaha membangun konteks (apersepsi), salah satunya guru

menjelaskan secara umum nilai-nilai atau norma-norma yang melatarbelakangi

lahirnya teks yang akan menjadi materi pembelajaran.

c. Teks Anekdot dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

Berdasarkan paradigma Kurikulum 2013 yang mencanangkan

pembelajaran bahasa berbasis teks, anak sudah dituntut mampu mengonsumsi

dan memproduksi teks. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita

naratif dengan fungsi sosial berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat

pada setiap jenis teks, baik genre sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual

(teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks transaksional dan

konvensional). Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan.

Dananjaja (1997) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218)

berpendapat bahwa anekdot adalah kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau

18

Page 20: Akip Proposal

beberapa tokoh yang benar- benar ada. Selanjutnya Muthiah (2012)

sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218) berpendapat bahwa anekdot

adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa.

Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan

tujuan untuk menghibur si pembaca. Teks Anekdot sering juga disebut dengan

cerita jenaka. Pengertian di atas dipertegas oleh Kemendikbud (2014: 113)

anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan,

biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang

sebenarnya. Berdasarkan pengertian anekdot dari para ahli di atas, dapat

diambil simpulan bahwa anekdot adalah cerita narasi ataupun percakapan yang

lucu dengan berbagi tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau sendau gurau,

sindirin, ata kritik tidak langsung.

Pembelajaran teks anekdot dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia

diwujudkan secara tersurat dan runtut dalam bentuk Kompetensi Dasar tetapi

pembelajaran teks anekdot disandingkan dengan beberapa genre teks lain. Teks

anekdotpun baru dijumpai pada Kompetensi Dasar di SMA/MA kelas X.

Pembelajaran teks anekdot khususnya pada kompetensi menulis diajarkan di

kelas X semester 2 jenjang SMA dan MA Kurikulum 2013 pada kompetensi

inti (KI) 4 mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah

abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara

mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada

kompetensi dasar (KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi,

prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik

teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.

Wijana (1995) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 222) mengemukakan bahwa beraneka aspek kebahsaan yang disimpangkan oleh penulis teks humor mengisyaratkan bahwa teks humor dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding teks-teks serius yang terlebih dahulu diperkenalkan atau diajarkan kepada para pembelajar bahasa, baik dalam mengajarkan aspek bahasa secara kognitif atau secara praktis.

19

Page 21: Akip Proposal

Berhubungan dengan hal tersebut, teks humor atau anekdot dapat

diamanfaatkan dalam pembelajaran bahasa secara kognitif (kompetensi

kebahasaan dan kesastraan) maupun praktis (kompetensi berbahasa maupun

bersastra). Humor dapat memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil

menghibur, menyampaikan siratan menyindir atau suatu kritikan yang

bernuansa tawa, dan sebagai sarana persuasi untuk mempermudah masuknya

informasi atau pesan yang ingin disampaikan sebagai sesuatu yang serius dan

formal.

d. Penilaian Menulis Teks Anekdot

Latihan yang dikerjakan peserta didik pada pembelajaran setiap jenis

teks yang terkait dengan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik (sesuai

dengan konteks teks tersebut) dinilai sebagai tugas nontes. Menurut Akhadiah

(1988: 1) penilaian secara umum berperan dalam memberikan informasi

tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi pada peserta didik serta berapa

besarnya perubahan itu. Sementara menurut Nurgiyantoro (2001: 5) penilaian

adalah suatu proses untuk mengetahui apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,

keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah

ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tyler sebagaimana dikutip dalam

Arikunto (2002: 3) bahwa penilaian adalah sebuah proses pengumpulan data

untuk menunjukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan

pendidikan yang sudah tercapai sehingga dapat mengambil keputusan akhir.

Purwanto (2009: 1) penilaian adalah pengambilan keputusan

berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Penilaian dilakukan setelah

melakukan pengukuran dan keputusan penilaian dilakukan berdasarkan hasil

pengukuran. Hal yang tidak jauh berbeda tentang pengertian penilaian juga

dikemukakan oleh Gronlund sebagaimana dikuti dalam Nurgiyantoro (2011:

22) penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan

penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang peserta didik

dapat mencapai tujuan pendidikan.

20

Page 22: Akip Proposal

Berdasarkan pengertian penilaian yang dikemukakan para ahli di atas,

maka dapat diambil simpulan bahwa penilaian adalah suatu proses kegiatan

dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan

seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tujuan atau kriteria yang telah

ditentukan dalam pendidikan sehingga berdasarkan hasil pengukuran dan

standar kriteria tersebut dapat dugunakan untuk mengambil keputusan akhir.

Penilaian dilakukan terhadap kemampuan reseptif dan produktif.

Lembar penilaian setiap jenis teks disertakan dalam buku peserta didik dan

buku guru. Lembar penilaian perlu dipelajari peserta didik agar peserta didik

mengetahui tuntutan akademik berupa indikator dan penyekoran tiap aspek

penguasaan jenis teks (isi, struktur teks, kosakata, kalimat, dan mekanik).

Penilaian ini disebut sistem analisis penskoran karena penilaian dilakukan

secara terperinci untuk setiap aspek dengan rentangan angka sesuai dengan

pembobotan skor untuk setiap aspek tersebut. Penilaian terperinci dilakukan

selama proses pembelajaran suatu jenis teks berlangsung agar peserta didik

mengetahui hasil belajar tiap aspek. Ketika melakukan perbaikan teks yang

disusunnya, peserta didik dapat memusatkan perhatiannya terhadap indikator

yang masih belum maksimal.

Aktifitas menulis teks merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan

dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai peserta didik setelah

kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan

kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai

bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini

disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur

kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang yang akan menjadi isi dari

teks. Menurut Nurgiyantoro (2001: 296) dalam menulis, unsur bahasa dan

unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan atau

teks yang rntut dan terpadu.

Penilaian keterampilan menulis khususnya menulis teks anekdot

meliputi beberapa aspek, antara lain isi, struktur, kosa kata, kalimat, dan

mekanik. Aspek isi dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara

21

Page 23: Akip Proposal

lain penguasaan topik tulisan, substantif, abstraksi orientasi krisis reaksi koda,

dan relevan dengan topik yang dibahas. Aspek struktur dalam menulis anekdot

meliputi beberapa kriteria antara lain kelancaran ekspresi, gagasan yang

diungkapkan diungkapkan dengan padat, jelas, tertata dengan baik, urutan logis

(abstraksi orientasi krisis reaksi koda), dan kohesif. Aspek kosa kata dalam

menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain penguasaan kata, pilihan

kata dan ungkapan, menguasai pembentukan kata, dan penggunaan register

yang tepat. Aspek kalimat yang digunakan dalam menulis anekdot meliputi

beberapa kriteria antara lain konstruksi yang digunakan kompleks dan efektif,

penggunaan bahasa (urutan atau fungsi kata, artikel, pronomina, preposisi).

Aspek mekanik dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain

penguasaan aturan penulisan, ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan

penataan paragraf.

e. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif disebut dengan istilah pembelajaran gotong-

royong, yaitu kelompok pembelajaran yang memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk bekerja sama dengan peserta didik lain dalam tugasan-

tugasan yang terstruktur (Lie 2007: 18). Pembelajaran kooperatif hanya

berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu kelompok yang

didalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang

sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari

4-5 orang. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan sistem kerja

berkelompok dan terstruktur yang meliputi saling ketergantungan positif,

tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerjasama, dan proses

kelompok.

Hal di atas sejalan dengan pendapat Rusman (2011: 201) model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara menggalakan

peserta didik berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok dengan

memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana

yang tidak terancam. Pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan dan

22

Page 24: Akip Proposal

memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan

potensi peserta didik, menumbuhkan aktifitas serta daya cipta atau kreatifitas

peserta didik, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses

pembelajaran. Dari kedua pendapat di atas, Joyce, et al (2011: 77) menegaskan

bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keefektifan perkembangan

personal, sosial, dan akademik peserta didik. Berhubungan dengan hal itu,

tidak berlebihan jika pembelajaran kooperatif berpotensi meningkatkan seluruh

dimensi pembelajaran peserta didik.

Berdasarkan pendapat ahli mengenai pengertian model pembelajaran

kooperatif di atas, dapat di ambil simpulan bahwa model pembelajaran

kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan sistem kerja

berkelompok, terstruktur, dan berinteraksi secara aktif dan positif dalam

kelompok dengan memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri

yang dapat meningkatkan keefektifan perkembangan personal, sosial, dan

akademik peserta didik.

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan pertisipasi peserta didik memfasilitasi peserta didik dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok,

serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dalam

belajar bersama-sama peserta didik yang berbeda latar belakangnya. Peran

peserta didik dalam pembelajaran kooperatif adalah ganda yaitu sebagai

peserta didik dan guru. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran

konvensional. Secara rinci perbedaan-perbedaan itu dijelaskan pada tabel

dibawah ini :

Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya peserta didik yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang

23

Page 25: Akip Proposal

diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan social sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekan tugas tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

(Killen 1996 sebagaimana dikutip dalam Trianto 2007: 44).

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe

walaupun prinsip dasarnya tidak berubah dan dalam mempelajari materi

pembelajaran tertentu akan lebih baik jika seorang guru menyesuaikan materi

pembelajaran itu dengan tipe-tipe model pembelajaran kooperattif yang tepat.

Berhubungan dengan kompetensi Bahasa Indonesia khususnya kompetensi

menulis diharapkan akan mencapai tujuan pembelajaran jika dipadukan dengan

24

Page 26: Akip Proposal

model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) dan Teams Games Tournament (TGT).

f. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

1) Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,

dan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru

yang baru menggunakan model kooperatif. Model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) terdiri dari lima komponen utama antara lain:

presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Trianto

2007: 52). Sementara menurut Riyanto (2010: 268) model pembelajaran

student teams achievement division (STAD) adalah pembelajaran yang

dilaksanakan dengan presentasi kelas, pembentukan tim, mengadakan kuis,

memperhaikan perkembangan individu, dan pengakuan tim.

Hal di atas sejalan dengan pendapat Suprijono (2010: 133) bahwa

model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah model

pembelajaran yang di dalamnya peserta didik belajar dengan berkelompok

secara heterogen dan dalam kegiatan akhir guru memberi kuis dan penghargaan

kepada seluruh peserta didik. Kedua uraian di atas juga sesuai dengan pendapat

Huda (2013: 201) model pembelajaran STAD merupakan salah satu model

pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil peserta

didik dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja

sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik,

peserta didik juga dikelompokan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan

etnis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model

pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah salah satu

tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya peserta didik

belajar dengan berkelompok secara heterogen atau dengan level kemampuan

25

Page 27: Akip Proposal

akademik yang berbeda-beda saling bekerjasama dalam pemecahan masalah

dan pada kegiatan akhir mengadakan kuis yang dipandu oleh guru dan

pemberian penghargaan kepada peserta didik. Penghargaan itu semata-mata

untuk menumbuhkan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.

2) Penjabaran Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Menurut Slavin (2010: 143) model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) terdiri atas lima komponen utama yaitu

presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Secara

rinci prnjabaran model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) dijelaskan dibawah ini :

a) Presentasi Kelas

Materi dalam model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) pertama dikenalkan dalam presentasi dalam kelas. Hal ini merupakan

pengajaran langsung yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang

dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audio visual.

Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi

tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit model pembelajaran student

teams achievement division (STAD). Melalui cara ini peserta didik akan

menyadari bahwa peserta didik harus benar-benar memberi perhatian penuh

selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu

peserta didik mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis peserta didik menentukan

skor pada timnya.

b) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh

bagian dari kelas dalam hal kinerja akdemik, jenis kelamin, ras, dan etnis.

Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-

benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan

anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Guru menyampaikan

26

Page 28: Akip Proposal

materinya dan tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi

lainnya, hal yang paling sering terjadi, pelajaran itu melibatkan pembahasan

permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap

kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

Tim adalah fitur penting dalam model pembelajaran student teams

achievement division (STAD). Pada setiap poinnya yang ditekankan adalah

membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus

melakukan yang terbaik untuk anggotanya. Tim ini memberikan dukungan

kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran dan itu adalah

untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk

akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri,

peneriman terhadap peserta didik mainstream.

c) Kuis

Peserta didik akan mengerjakan kuis individual setelah sekitar satu atau

dua periode guru memberikan presentasi dan praktik tim. Para peserta didik

tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga

setiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami

materi.

d) Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan

kepada setiap peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila

peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari

pada sebelumnya. Setiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang

maksimal kepada tim dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang

dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Setipa peserta

didik diberi skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik

tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Peserta didik

selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan

skor kuis dibandingkan dengan skor awal peserta didik.

27

Page 29: Akip Proposal

e) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata peserta didik mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat

juga digunakan untuk menentukan 20% dari tingkat peserta didik.

3) Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD)

Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)

merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap

kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen. Seperti halnya

pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement

division (STAD) ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum

kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

Menurut Trianto (2007: 52-53) persiapan pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD), antara lain:

a) Perangkat Pembelajaran

Sebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat

pembelajarannya, yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

buku peserta didik, dan lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar

jawabannya.

b) Membentuk Kelompok Kooperatif

Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta

didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok

dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok

kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang

sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,

maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

28

Page 30: Akip Proposal

c) Menentukan Skor Awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai

ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya

pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-

masing individu dapat dijadikan skor awal.

d) Pengaturan Tempat Duduk

Pengaturan tempat duduk pada kelas kooperatif perlu juga diatur

dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran

kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan

kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

e) Kerja Kelompok

Usaha mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD), terlebih dahulu diadakan latihan

kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-

masing individu dalam kelompok.

4) Sintakmatik Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Slavin (2010: 151-160) menjelaskan bahwa sintakmatik pembelajaran

kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini didasarkan pada

empat kegiatan, antara lain pengajaran, belajar tim, tes, dan rekognisi tim.

a) Pengajaran

Pelajaran dalam student teams achievement division (STAD) dimulai

dengan presentasi di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan,

pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan

pelajaran. Kegiatan-kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian

yang independen secara berturut-turut. Pada pembukaan, pelajaran harus

menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) penyampaian kepada peserta didik

mengenai apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting, (2) membuat

29

Page 31: Akip Proposal

peserta didik bekerja dalam tim untuk menemukan konsep-konsep atau untuk

membangkitkan minat belajar peserta didik, dan (3) mengulangi setiap

persyaratan atau informasi secara singkat.

Pada pengembangan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai

berikut: (1) menetapkan materi agar dipelajari oleh peserta didik, (2)

memfokuskan pada pemaknaan bukan pada penghafalan, (3)

mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat

bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak, (4) menilai peserta

didik sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan, (5) menjelaskan

mengapa jawaban bisa salah atau benar kecuali jika memang sudah sangat

jelas, (6) berpindah pada konsep berikutnya begitu peserta didik telah

menangkap gagasan utamanya. Selanjutnya pada pedoman pelaksanaan,

pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) buatlah agar peserta

didik mengerjakan setiap persoalan atau mempersiapkan jawaban terhadap

pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, (2) memanggil peserta didik

secara acak, (3) jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan waktu

lama.

b) Belajar Tim

Kegiatan peserta didik selama belajar tim adalah memahami materi

yang disampaikan guru dalam kelas dan membantu membantu teman

sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Peserta didik mempunyai lembar

kegiatan dan lembar jawaban yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan

selama proses pembelajaran dan untuk menilai peserta didik. Lembar kegiatan

dan lembar jawaban yang diberikan kepada tim hanya dua kopian. Hal ini

akann mendorong satu tim untuk bekerja sama, tetapi apabila ada peserta didik

yang ingin punya kopian sendiri, guru bisa menyediakan kopian tambahan.

Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menjelaskan

kepada peserta didik tentang apa arti kerjasama dalam tim. Khususnya, guru

membahas aturan tim sebelum memulai kerja tim, sebagai berikut: (1) peserta

didik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim

30

Page 32: Akip Proposal

telah mempelajari materi pembelajaran, (2) tidak ada yang berhenti belajar

sampai semua teman satu tim menguasai materi tersebut, (3) mintalah bantuan

dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum bertanya

kepada guru, (4) teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan

suara pelan.

c) Tes

Hal-hal yang dilakukan dalam tes, antara lain (1) bagikan kuisnya dan

berikan waktu yang sesuai kepada peserta didik untuk menyelesaikannya, (2)

jangan biarkan para peserta didik bekerjasama mengerjakan kuis tersebut: pada

saat ini peserta didik harus memperlihatkan apa yang telah dipelajari secara

individual, buatlah para peserta didik memindahkan mejanya agar terpisah jika

memungkinkan, (3) biarkan peserta didik saling bertukar kertas dengan

anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas

selesai, (4) pastikan skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk

digunakan pada kelas selanjutnya.

d) Rekognisi Tim

Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru

dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Menghitung Skor Individu

Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel

berikut:

Tabel 2 Perhitungan Skor Perkembangan

No Skor Tes Nilai Perkembangan

1. Lebih dari 20 poin di atas skor awal 302 Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal 203 Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal 104 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

31

Page 33: Akip Proposal

Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan

anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang

diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan

kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel

dibawah ini :

Tabel 3 Tingkat Penghargaan Kelompok

No Predikat Tim Rata-Rata Skor

1 Super Team 25 – 302 Great Team 20 – 243 Good team 15 – 19

Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok

Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, gurun memberikan

hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan

predikatnya.

g. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

1) Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Menurut Sutadi (2007: 123) model pembelajaran teams games

tournament (TGT) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang

dalam penerapannya menggunakan turnamen akademik, menggunakan kuis-

kuis dan sistem skor kemampuan individu. Pada saat melakukan kegiatan kuis,

para peserta didik berlomba dengan mengirim sebagian wakil tim dengan

anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya belum setara. Sementara

Riyanto (2010: 270) menjelskan bahwa model pembelajaran teams games

tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dalam

pelaksanaannya sama dengan model student teams achievement division

(STAD) hanya saja dimodifikasi pada segi evaluasi dilakukan menggunakan

turnamen. Fungsi turnamen adalah menumbuhkan motivasi peserta didik.

32

Page 34: Akip Proposal

Uraian di atas sejalan dengan pendapat Huda (2013: 197) model

pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang berguna untuk membantu peserta didik

mereview dan menguasai materi pelajaran. Pembelajaran dengan teams games

tournament (TGT) mengharuskan peserta didik mempelajari materi diruang

kelas. Setiap peserta didik ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari

tiga peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Setiap

anggota kelompok pada pembelajaran teams games tournament (TGT)

ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggotanya,

barulah peserta didik diuji secara individual melalui game akademik. Nilai

yang peserta didik peroleh dari game akan menentukan skor kelompok masing-

masing.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model

pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya diawali dengan pembuatan

kelompok belajar secara heterogen yang terdiri dari tiga peserta didik yang

berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi dan dilanjutkan dengan kegiatan

turnamen akademik, kuis-kuis, dan sistem skor kemampuan individu.

2) Persiapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Slavin (2010: 169-170) menjelaskan persiapan yang dapat dilakukan

pada model pembelajaran teams games tournament (TGT), antara lain :

a) Materi

Materi kurikulum untuk TGT sama saja dengan STAD, kecuali bahwa

anda juga perlu menyiapakan kartu-kartu bernomor dari nomor satu sampai

tiga puluh untuk tiga orang anak dalam kelas terbesar anda. Anda dapat

memperoleh materi ini dari John Hopkins Team Learning Project (lihat bagian

sumber pada akhir bab 7) atau anda juga bisa membuat penomoran sendiri

dengan kartu indeks nomor bernama.

33

Page 35: Akip Proposal

b) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Tim

Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta

didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok

dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok

kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang

sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,

maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

c) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Meja Turnamen Pertama.

Buatlah kopian lembar penempatan meja turnamen. Pada lembar

tersebut, tulislah daftar nama peserta didik dari atas ke bawah sesuai urutan

kinerja sebelumnya, gunakan peringkat yang sama seperti yang anda gunakan

untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah peserta didik di dalam kelas. Jika

jumlahnya habis dibagi tiga, meja turnamen akan mempunyai tiga peserta,

tunjuklah tiga peserta didik pertama dari daftar tadi untuk mempati meja 1,

berikutnya ke meja 2, dan seterusnya. Jika ada peserta didik yang masih sisa

setelah dibagi tiga, satu atau dua dari meja turnamen pertama akan

beranggotakan empat peserta. Misalnya, sebuah kelas dengan dua puluh

sembilan peserta didik akan mempunya empat anggota. Empat peserta didik

pertama dari daftar peringkat akan ditempatkan pada meja 1, dan empat

berikutnya pada meja 2, dan tiap tiga orang sisanya pada meja-meja yang lain.

Penentuan nomor meja ini hanyauntuk anda ketahui sendiri saja, ketika

mengumumkan penempatan meja kepada anak-anak, sebutlah meja-meja

tersebut sebagai meja biru, merah, hijau, dan sebagainya dalam urutan yang

acak, supaya peserta didik tidak akan tahu bagaimana cara penyusun

penempatan meja tersebut.

3) Sintakmatik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Huda (2013: 198) menjelaskan bahwa sintakmatik model pembelajaran

teams games tournament (TGT) ada tiga tahap yaitu prosedur TGT, turnamen,

dan scoring.

34

Page 36: Akip Proposal

a) Prosedur Teams Games Tournament (TGT)

Pada tahap ini peserta didik membuat kelompok belajar untuk

memperdalam materi yang disajikan oleh guru, mereview, dan mempelajari

materi secara kooperatif dalam tim. Penentuan kelompok dilakukan dengan

cara heterogen dengan langkah-langkah berikut: (1) membuat daftar rangking

akademik peserta didik, (2) membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim

yaitu 4 peserta didik, (3) menomori peserta didik mulai dari yang paling atas

(misalnya 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan seterusnya), (4) membuat setiap tim heterogen

dan setara secara akademik, dan jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi

jenis kelamin, etnis, dan agama. Tujuan dari tim studi ini adalah membebankan

tugas kepada setiap tim untuk mereview dengan format dan sheet yang telah

ditentukan.

b) Turnamen

Pada tahap ini peserta didik mulai berkompetisi dalam turnamen.

Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkahsebagai

berikut: (1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya, (2)

membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4

peserta didik, (3) menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok

berdasarkan kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus

untuk kelompok-kelompok yang terdiri dari peserta didik yang pandai, dan ada

turnamen yang khusus untuk kelompok yang lemah secara akademik.

Format yang diterapkan adalah: (1) memberikan kartu-kartu yang telah

diberi nomor (misalnya 1-30) kepada setiap kelompok, (2) memberikan

pertanyaan kepada setiap kartu sebelum diperhatikan kepada peserta didik, (3)

membuat lembar jawaban yang sudah diberi nomor, (4) membagikan satu

amplop kepada masing-masing tim yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan,

dan lembar jawaban, (5) mengintruksikan peserta didik untuk membuka kartu,

(6) menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan pertanyaan

terlebih dahulu, (7) mengarahkan peserta didik pertama untuk mengambil

sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya lalu peserta didik kedua

35

Page 37: Akip Proposal

(yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan keras, lalu

peserta didik pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian peserta didik

ketiga (yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya

benar atau salah, (8) menggunakan aturan jika jawaban benar, maka peserta

didik pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah maka peserta

didik kedua dapat membantu menjawabnya. Apabila jawabannya benar kartu

tetap dipegang tetapi apabila jawaban tetap salah, kartu itu harus dibuang.

c) Scoring

Pada tahap skoring, yang dilakukan adalah menghitung skor individu

dan menghitung skor kelompok.

Menghitung Skor Individu

Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti

pada tabel berikut:

Tabel 4 Perhitungan Skor Perkembangan

No Skor Tes Nilai Perkembangan

1. Lebih dari 20 poin di atas skor awal 302 Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal 203 Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal 104 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan

anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang

diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan

kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel

dibawah ini :

Tabel 5 Tingkat Penghargaan Kelompok

No Predikat Tim Rata-Rata Skor

1 Super Team 25 – 302 Great Team 20 – 243 Good team 15 – 19

36

Page 38: Akip Proposal

4) Kelebehan dan Kekurangan Model Pembelajaran Teams Games

Tournament (TGT)

Model pembelajaran teams games tournament (TGT) ini mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Menurut Widdiharto (2004) sebagaimana dikutip

dalam Sukaryono, et al (2012: 31) model pembelajaran teams games

tournament (TGT) memiliki kelebihan sebagai berikut:

a) Melatih peserta didik mengungkap atau menyampaikan gagasan, melatih

peserta didik untuk menghargai pendapat orang lain,

b) Menumbuhkan rasa tanggungjawab sosial,

c) Melatih berfikir logis dan sistematis,

d) Meningkatkan semangat belajar (pencapaian akademik)

e) Menambah motivasi dan rasa percaya diri.

Selanjutnya kekurangan model pembelajaran teams games tournament

(TGT) adalah sebagai berikut:

a) kadang hanya beberapa peserta didik yang aktif dalam kelompok,

b) suasana kelas menjadi ramai,

c) memakan banyak waktu.

h. Media Pembelajaran

Suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah

model pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling

berkaitan. Pemilihan salah satu model pembelajaran tertentu akan

mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada

berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara

lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta

didik kuasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran

termasuk karakteristik peserta didik. Meskipun demikian dapat dikatakan

bahwa salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang turut mempengaruhi iklim kondisi, dan lingkungan belajar

yang ditata dan diciptakan oleh guru.

37

Page 39: Akip Proposal

1) Pengertian Media Pembelajaran

Kata “media” berasal dari bahaa latin, merupakan bentuk jamak dari

”medium”. Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar (sumber

pesan, misalnya film, televisi, diagram, bahan tercetak, komputer, dan

instruktur), akan tetapi kata itu digunakan baik untuk bentuk jamak maupun

mufrad. Beberapa contoh media itu dipertimbangkan menjadi media

pembelajaran jika membawa pesan-pesan dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran. Berhubungan dengan hal itu banyak para ahli dan organisasi

yang memberi batasan mengenai pengertian media.

Menurut Riyana (2008: 25) media pembelajaran merupakan wadah dari

pesan, materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran, tujuan yang

ingin dicapai ialah rposes pembelajaran. Selanjutnya penggunaan media secara

kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi peserta didik untuk belajar lebih

banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan

penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan

pembelajaran.

Susilana dan Riyana (2009: 6) mengemukakan beberapa pengertian media, diantaranya media adalah a) teknologi pembawa pesan yang bisa dimanfaatkan suntuk keperluan pembelajaran, b) sarana komunikasi baik berbentuk media cetak maupun audio visual, c) alat untuk merangsang peserta didik supaya terjadi proses belajar, d) segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk proses panyaluran pesan, e) berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.

Simamora (2009: 50) menjelaskan pengertian media adalah alat yang

digunakan untuk menyampaikan isi materi agar dapat dilihat, dibaca, dan

didengar peserta didik. Sebuah benda tidak bisa disebut media jika tidak

membawa pesan. Jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran

adalah buku atau bahan cetak, foto, papan tulis, over head projector (OHP).

Selain beberapa macam media itu ada juga yang menggunakan film bingkai

dan slide projector, kaset video dan set video.

Ketiga pendapat itu sesuai dengan pendapat Arsyad (2013: 4) media

adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk

38

Page 40: Akip Proposal

menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide,

gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang

dituju. Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

menyampaikan isi materi pelajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,

video camera, video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik,

televisi, dan komputer.

Berdasarkan pengertian media yang diungkapkan para ahli di atas,

dapat diambil simpulan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber

belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan

yang dapat merangsang dan mengantarkan pesan kepada peserta didik dalam

pembelajaran, termasuk diantaranya buku, tape recorder, kaset, video camera,

video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik, televisi, dan

komputer.

2) Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran

Soenarto, et al (2012: 6) menjelaskan bahwa sesuai dengan klasifikasi-

nya, maka setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.

Karakteristik tersebut dapat dilihat menurut kemampuan media pembelajaran

untuk membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan,

pengecapan, maupun pembauan/penciuman. Dari karakteristik ini, untuk

memilih suatu media pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang dosen

pada saat melakukan proses belajar mengajar, dapat disesuaikan dengan suatu

situasi tertentu. Media pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas,

berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai dapat dibedakan menjadi tiga

kelompok.

a) Media grafis

Media grafis adalah suatu jenis media yang menuangkan pesan yang

akan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol komunikasi verbal. Simbol-

simbol tersebut artinya perlu difahami dengan benar, agar proses penyampaian

pesannya dapat berhasil dengan balk dan efisien. Selain fungsi tersebut secara

khusus, grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide,

39

Page 41: Akip Proposal

mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat terlupakan

bila tidak digrafiskan (divisualkan). Bentuk-bentuk media grafis antara lain

adalah: (1) gambar foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4) bagan/chart, (5) grafik, (6)

kartun, (7) poster, (8) peta, (10) papan flannel, dan (11) papan buletin.

b) Media Audio

Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang

disampaikan melalui media audio dituangkan ke dalam lambang-lambang

auditif, balk verbal maupun non-verbal. Bebarapa media yang dapat

dimasukkan ke dalam kelompok media audio antara lain: (1) radio, dan (2) alat

perekam pita magnetik, alat perekam pita kaset.

c) Media Projeksi

Media projeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam

art dapat menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Bahan-bahan grafis

banyak digunakan juga dalam media projeksi diam. Media projeksi gerak,

pembuatannya juga memerlukan bahan-bahan grafis, misalnya untuk lembar

peraga (captions). Dengan menggunakan perangkat komputer (multi media),

rekayasa projeksi gerak lebih dapat bervariasi, dan dapat dikerjakan hampir

keseluruhannya menggunakan perangkat komputer. Untuk mengajarkan skill

(keterampilan motorik) projeksi gerak mempunyai banyak kelebihan di

bandingkan dengan projeksi diam. Beberap media projeksi antara lain adalah:

(1) Film Bingkai, (2) Film rangkai, (3) Film gelang (loop), (4) Film

transparansi, (5) Film gerak 8 mm, 16 mm, 32 mm, dan (6) Televisi dan

Video.

3) Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran sangatlah

penting peranannya. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan

tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta didik

setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk

karakteristik peserta didik. Levie dan Lentz (1982) sebagaimana dikutip dalam

40

Page 42: Akip Proposal

Arsyad (2013: 20-21) mengemukakan beberapa fungsi media pembelajaran

antara lain fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi

kompensatoris.

a) Fungsi Atensi

Fungsi atensi dalam media pembelajaran merupakan inti, yaitu menarik

dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi

pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau

menyertai teks materi pembelajaran. Seringkali pada awal pembelajaran,

peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu

merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi sehingga cenderung

tidak diperhatikan.

b) Fungsi Afektif

Fungsi afektif dalam media pembelajaran dapat terlihat dari tingkat

kenikmatan peserta didik ketika dalam proses pembelajaran teks yang

bergambar. Gambar atau lambang dapat menggugah emosi dan sikap peserta

didik, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

c) Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif dalam media pembelajaran terlihat dari temuan-temuan

penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang atau gambar memperlancar

pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang

terkandung dalam gambar.

d) Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris dalam media pembelajaran terlihat dari hasil

penelitian bahwa media memberikan konteks untuk memahami teks dalam

membantu peserta didik yang lemah mengorganisasikan informasi teks dan

mengingatnya kembali. Media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi

peserta didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran

yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

41

Page 43: Akip Proposal

4) Manfaat Media Pembelajaran

Perolehan pengetahuan peserta didik seperti yang digambarkan oleh

kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa pengetahuan akan semakin abstrak

apabila pesan hanya disampaikan melalui kata verbal. Hal ini memungkinkan

terjadinya verbalisme yang artinya peserta didik hanya akan mengetahui

tentang kata tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini

menimbulkan kesalahan dalam persepsi peserta didik dan oleh sebab itu

sebaiknya peserta didik mempunyai pengalaman yang lebih konkrit, pesan

yang disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.

Susilan dan Riyana (2009: 9) mengemukakan beberapa manfaat media

pembelajaran, antara lain:

a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.

b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.

c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik

dengan sumber belajar.

d) Memungkinkan peserta didik belajar dengan mandiri sesuai dengan bakat dan

kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.

5) Nilai Praktis Media pembelajaran

Menurut Soenarto et al (2012: 8) sebagai komponen dari sistem

instruksional, media mempunyai nilai-nilai praktis berupa beberapa

kemampuan, antara lain :

a) Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah);

b) Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak

mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung

berapi);

c) Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas);

d) Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri,

struktur logam);

e) Memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungan;

f) Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman

42

Page 44: Akip Proposal

belajar peserta didik.;

g) Membangkitkan motivasi peserta didik;

h) Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar;

i) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun

disimpan menurut kebutuhan.

i. Media Poster

1) Pengertian Media Poster

Poster dirancang untuk menyalurkan informasi dengan visualisasi ide

atau pesan yang meriah, atraktif, akan tetapi ekonomis. Menurut Santyasa

(2007: 11) poster merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai

unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan

tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide

lain.

Soenarto, et al (2012: 18) mengemukakan bahwa poster yang baik menunjukkan adanya: (1) tujuan untuk sesuatu keperluan tertentu, (2) penampillan yang tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca atau mengamati tidak ragu-ragu akan pesan yang terkandung, (3) warna-warna yang meriah dan menarik perhatian berfokus pada topik atau judul tertentu, (4) cukup lebar agar mudah dibaca dan dicerna dalam sekejap.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil simpulan bahwa media

poster merupakan merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai

unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan

tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide

yng bisa digunakan untuk keperluan tertentu dan dalam dalam penampillannya

tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca atau mengamati tidak ragu-

ragu akan pesan yang terkandung.

2) Manfaat Media Poster

Poster perlu didesain dengan memperhatikan perpaduan antara

kesederhanaan dengan dinamika yang ada ditambah dengan warna yang

mencolok dan kekontrasan yang tinggi sehingga mudah terbaca dan menarik

perhatian. Menurut Riyana (2012: 118) secara umum poster memiliki

43

Page 45: Akip Proposal

kegunaan, yaitu :

a) Memotivasi peserta didik; dalam hal ini poster dalam pembelajaran sebagai

pendorong atau memotivasi kegiatan belajar peserta didik. Pesan poster tidak

berisi tentang informasi namun berupa ajakan, renungan, persuasi agar peserta

didik memiliki dorongan yang tinggi untuk melakukan sesuatu diantaranya

belajar, mengerjakan tugas, menjaga kebersihan, dan bekerjasama;

b) Peringatan; dalam hal ini poster berisi tentang peringatan-peringatan terhadap

suatu pelaksanaan aturan hukum, aturan sekolah atau madrasah atau

peringatan-peringatan tentang sosial, kesehatan bahkan keagamaan;

c) Pengalaman kreatif; Proses belajar mengajar menuntut kreatifitas peserta didik

dan guru, pola pembelajaran klasikal yaitu peserta didik hanya diberikan

informasi dari guru saja, tidak membuat pembelajaran lebih baik dan kreatif.

Melalui poster pembelajaran bisa lebih kreatif, peserta didik ditugaskan untuk

membuat ide, cerita, karangan dari sebuah poster yang di pajang. Diskusi kelas

akan lebih hidup manakala guru menggunakan alat bantu poster sebagai bahan

diskusi.

3) Penggunaan Media Poster dalam Pembelajaran

Riyanaa (2012: 118) menerangkan bahwa penggunaan poster untuk

pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

a) Poster digunakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini

poster digunakan saat guru menerangkan sebuh materi kepada peserta didik,

begitu halnya peserta didik dalam mempelajari materi menggunakan poster

yang disediakan oleh guru. Poster yang digunakan ini harus relevan dengan

tujuan dan materi. Poster disediakan guru baik dengan cara membuat sendiri

maupun dengan cara membeli atau menggunakan yang sudah ada. Dalam

penggunannya poster di pasang di tengah kelas pada saat dibutuhkan dan di

tanggalkan lagi setelah pembelajaran selesai.

b) Poster digunakan di luar pembelajaran yang bertujuan untuk memotivasi

peserta didik, sebagai peringatan, ajakan, propaganda atau ajakan untuk

melakukan sesuatu yang postitif dan penanaman nilai-nilai sosial dan

keagamanaan. Dalam hal ini poster tidak digunakan saat pembelajaran namun

44

Page 46: Akip Proposal

di pajang di dalam kelas atau disekitar sekolah di tempat yang strategis agar

terlihat dengan jelas oleh peserta didik. Misalnya ajakan untuk rajin menabung,

senantiasa membuang sampah pada tempatnya, mengingatkan untuk

melaksanakan ibadah, dan tidak mencontek. ,

2. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang beranjak dari awal jarang ditemui, karena biasanya

suatu penelitian mengacu pada penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai

titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, peninjauan terhadap

penelitian lain sangat penting, sebab bisa digunakan untuk mengetahui

relevansi penelitian yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian eksperimen tentang menulis teks anekdot merupakan penelitian yang

menarik.

Banyaknya penelitian tentang menulis dapat dijadikan salah satu bukti

bahwa menulis di sekolah sangat menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan

banyaknya penelitian yang telah dilakukan yang berkenaan dengan topik

penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student

teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis peserta didik. Adapun

beberapa penelitian yang masih ada keterkaitan dengan penelitian yang akan

dikaji oleh peneliti, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Anggara, el al (2011)

Widiani (2012), Sukaesih (2013), Alijanian (2012), Maryani (2013), Hafid dan

Makkasau (2013), Tran (2013), Damayanti (2014), Adnyani (2014), Keshavarz

(2014), dan Sathyprakasha (2014).

Penelitian Anggara, el al (2011) dengan topik penelitiannya yaitu

“Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Media Poster pada

Peserta Didik Kelas IV SDN Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran

2011/2012”, menjelaskan bahwa tujuan penelitian untuk meningkatkan

keterampilan menulis deskripsi melalui media poster pada peserta didik kelas

IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten. Bentuk penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri dari dua dengan tiap siklus terdiri dari 2

45

Page 47: Akip Proposal

pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, wawancara,

observasi langsung dan tes. Hasil penelitian ini yang dilaksanakan dapat

disimpulkan bahwa dengan media poster dapat meningkatkan keterampilan

menulis deskripsi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Borongan 02

Polanharjo Klaten tahun ajaran 2011/2012.

Relevansi penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan,

antara lain sama-sama meneliti keterampilan bahasa yaitu keterampilan

menulis peserta didik, sama-sama meneliti penggunaan media pembelajaran

yaitu dengan menggunakan media poster, teknik pengumpulan data sama-sama

menggunakan dokumentasi, wawancara, observasi langsung dan tes. Perbedaan

penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain

penelitian Anggara meneliti keterampilan menulis deskripsi sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, penelitian

Anggara mengambil sampel peserta didik kelas IV SD sedangkan penelitian

yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA, jenis

penelitian dari Anggara adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan jenis penelitian eksperimen.

Widiani (2012) dengan topik penelitiannya yaitu “Pengaruh Model

Pembelajaran Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar

Keterampilan Menulis Narasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun

Pelajaran 2012/2013 oleh Widiani (2012)” tersebut menjelaskan bahwa

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe

STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari

motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli. Rancangan

eksperimen yang digunakan adalah the posttest-only control group design.

Penelitian ini dilakukan di kelas kelas VII SMP Negeri 1 Bangli tahun ajaran

2012/2013 yang terdiri dari 208 peserta didik. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Anova Dua Jalur.

Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) terdapat

perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik

46

Page 48: Akip Proposal

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik

yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaaan

prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang

memiliki motivasi tinggi dengan peserta didik yang memiliki prestasi rendah,

dan (3) terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dengan

motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi

peserta didik. Berdasarkan temuan- temuan di atas dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar

keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta

didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli.

Relevansi penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain sama-sama menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,

jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, rancangan

penelitian sama-sama menggunakan posttest-only control group design,

metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan teknik

pengambilan sampel penelitian sama-sama menggunakan teknik simple

random sampling. Perbedaan penelitian penelitian Widiani (2012) dengan

penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Widiani (2012) meneliti

keterampilan menulis narasi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan

meneliti menulis anekdot, dan penelitian Widiani (2012) mengambil sampel

peserta didik kelas VII SMP sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan

mengambil sampel peserta didik kelas X SMA.

Sukaesih (2013) dengan topik penelitiannya yaitu “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe Teams games tournaments (TGT) dalam

Pembelajaran Menulis Kalimat Efektif Berbasis Tatabahasa Struktural”

menjelaskan bahwa penelitian ini berfokus pada upaya mencobakan model

pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan menulis

kalimat efektif peserta didik SMP kelas VII. Model yang dimaksud adalah

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT).

Games dan Tournaments, dapat dimanfaatkan untuk merangsang peserta didik

47

Page 49: Akip Proposal

agar dapat bertanggung jawab terhadap tugas pribadi dan kelompok, meraih

keberhasilan dalam kelompok dan meningkatkan prestasi individu.

Data proses pembelajaran TGT diperoleh melalui observasi oleh tiga

orang observer; dan data hasil proses diperoleh melalui tes menulis. Data hasil

tes dianalisis dan diolah dengan statistik melalui uji t untuk melihat perbedaan

kemampuan menulis kalimat efektif sebelum dan sesudah proses pembelajaran

TGT. Hasil pengolahan data memberikan informasi bahwa model TGT dapat

dilaksanakan dengan sangat efektif di SMP kelas VII. Dengan Model TGT

kemampuan menulis kalimat efektif peserta didik SMP kelas VII dapat

ditingkatkan dari rata-rata 46,68 menjadi 75,91.

Relevansi penelitian Sukaesih (2013) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain sama-sama meneliti penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,

jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, data hasil

proses sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Data hasil tes sama-sama

dianalisis dan diolah dengan statistik melalui uji t. Perbedaan Penelitian

Sukaesih (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian

Sukaesih (2013) meneliti keterampilan menulis kalimat efektif berbasis

tatabahasa struktural sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan meneliti

menulis anekdot, dan penelitian Sukaesih (2013) mengambil sampel peserta

didik kelas VII SMP sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil

sampel peserta didik kelas X SMA.

Alijanian (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect of

Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of

Iranian EFL Learners”, menerangkan bahwa Sebuah pendekatan yang disebut

student teams achievement division (STAD) telah dikembangkan berdasarkan

prinsip-prinsip Cooperative Learning (CL). STAD menekankan pada tujuan

tim dan kesuksesan bergantung pada pembelajaran semua anggota kelompok.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efek dari STAD pada

pencapaian bahasa Inggris peserta didik SMP Iran. Sampel penelitiannya

sebanyak 60 peserta didik (terdiri dari 2 kelas, eksperimen dan kontrol) yang

48

Page 50: Akip Proposal

dipilih. Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Pada kelas eksperimen guru

dengan bantuan peneliti menerapkan teknik STAD, dan pada kelompok kontrol

guru menggunakan metode tradisional. Data dari hasil penelitian dianalisis

menggunakan uji t-tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan

antara 2 kelas yang signifikan, dan kelompok eksperimen lebih unggul

daripada kelompok kontrol dalam hal prestasi Bahasa Inggris.

Relevansi penelitian Alijanian (2012) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain sama-sama meneliti keefektifan model pembelajaran

STAD, jenis penelitian sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,

data hasil penelitian sama-sama dianalisis menggunakan uji t-tes. Perbedaan

Penelitian Alijanian dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain

penelitian Alijanian hanya fokus pada model STAD sedangkan penelitian yang

akan dilaksanakan selain fokus pada model STAD juga fokus pada model TGT

dan dalam penerapan model dibantu dengan penggunaan media poster, dan

penelitian Alijanian mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP

sedangkan penelitian ini mengambil sampel peserta didik kelas X SMA.

Maryani (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Penggunaan

Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Berita Peserta

didik Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima NTB” menerangkan

bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah

pembelajaran menulis teks berita dengan menggunakan media gambar,

meningkatkan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media

gambar, dan mengetahui respon peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

menulis teks berita menggunakan media gambar. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subjek tindakan dalam penelitian

33 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode observasi,

metode tes, dan metode kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan

metode kualitatif dan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah terjadi

peningkatan kemampuan menulis teks berita pada peserta didik, dari skor rata-

rata kemampuan peserta didik sebelum tindakan 60,12 meningkat menjadi

63,24 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 73,91 pada siklus II. (3)

49

Page 51: Akip Proposal

93,94% peserta didik memberikan respon sangat positif terhadap penggunaan

media gambar dalam pembelajaran menulis teks berita.

Relevansi penelitian Maryani (2013) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain penelitian sama-sama memanfaatkan penggunaan media

visual, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik, metode

penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan data hasil

penelitian sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Perbedaan Penelitian

Maryani (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian

Maryani (2013) meneliti keterampilan menulis teks berita sedangkan penelitian

yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, jenis penelitian Maryani

(2013) adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang akan

dilaksanakan menggunakan jenis eksperimen, dan penelitian Maryani (2013)

mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP sedangkan penelitian yang

akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA.

Tran (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Effects of Student

Teams Achievement Division (STAD) On Academic Achievement, And

Attitudes Of Grade 9th Secondary School Students Towards Mathematics”,

menerangkan bahwa penelitian ini menguji pengaruh pembelajaran kooperatif

terhadap prestasi akademik dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran di

sebuah sekolah tinggi di Vietnam. Desain penelitian menggunakan pre-test-

post-test nonequivalent comparison-group design dan menggunakan uji t untuk

sampel independen. Simpulan dari penelitian menunjukan bahwa pembelajaran

kooperatif efektif dalam meningkatkan tingkat prestasi akademik peserta didik,

dan dalam mempromosikan sikap positif peserta didik terhadap matematika di

tingkat sekolah menengah Vietnam.

Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Tran (2013) dengan penelitian

yang akan dilaksanakan yaitu sama-sama meneliti keefektifan penggunaan

model pembelajaran STAD terhadap prestasi akademik, jenis penelitian sama-

sama menggunakan jenis penelitian eksperimen, dan data hasil akhir sama-

sama dihitung menggunakan uji-t. Perbedaan Penelitian Tran (2013) dengan

penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Tran (2013)

50

Page 52: Akip Proposal

menggunakan desain penelitian eksperimen jenis pre-test-post-test

nonequivalent comparison-group design sedangkan penelitian yang akan

dilaksanakan menggunakan desain eksperimen jenis post-tes only control

design.

Hafid dan Makkasau (2013) dalam penelitiannya yang berjudul

“Application Cooperative model type STAD (Student Teams Achievement

Divison) to increase mastery of students learning result of Grade VI

Elementary School Kasi – Kassi Makassar”, menjelaskan bahwa penelitian

tersebut bertujuan untuk mengetahui pola model pengajaran yang mengarah ke

peningkatan hasil belajar peserta didik SD penguasaan suatu konsep dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD. Pendekatan yang digunakan

adalah penelitian kualitatif dan kelas yang terdiri dari tiga siklus dan meliputi

empat tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Fokus penelitian adalah penerapan model kooperatif tipe STAD. Data

dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, pengujian, dan lembar

observasi dianalisis deskkriptif. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru

dan peserta didik meningkat dengan meningkatnya jumlah hasil belajar peserta

didik pada mata pelajaran sains di sekolah.

Relevansi penelitian Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian

yang dilakukan adalah sama-sama mengukur penguasaan suatu konsep dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD, teknik pengumpulan data sama-

sama menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Perbedaan penelitian

Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

jenis penelitian yang digunakan Hafid dan Makkasau adalah penelitian

tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

jenis penelitian eksperimen, jenis penelitian yang digunakan Hafid dan

Makkasau adalah penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

Damayanti (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran

Menulis Teks Anekdot Berpendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran

Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pada Peserta didik Kelas X Tata

51

Page 53: Akip Proposal

Kecantikan Kulit 1 Di SMK Negeri 2 Singaraja”, menjelaskan bahwa

penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dengan

tujuan memaparkan (1) perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot

berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran berbasis proyek, (2)

langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik

dengan model pembelajaran berbasis proyek, dan (3) penilaian pembelajaran

menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran

berbasis proyek. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa

Indonesia yang mengajar di kelas X Tata Kecantikan Kulit 1. Objek penelitian

ini adalah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan

model pembelajaran berbasis proyek.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode observasi,

wawancara, tes, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik

dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) yang

telah yang dirancang oleh guru, sudah mencakup komponen – komponen RPP

yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Namun, terdapat beberapa komponen

yang masih perlu untuk diperbaiki dan dikembangkan terutama komponen

sumber belajar dan materi pembelajaran. Kemudian langkah-langkah

pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model

pembelajaran berbasis proyek pada peserta didik kelas X Tata Kecantikan Kulit

1 di SMK Negeri 2 Singaraja, guru menerapkan pada pendekatan saintifik.

Langkah-langkah pembelajaran tersebut juga mencakup kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penilaian pembelajaran menulis teks

anekdot berpendekatan saintifik model pembelajaran berbasis proyek (Project

Based Learning) guru masih kurang menerapkan tiga aspek penilaian autentik.

Salah satunya penilaian sikap. Guru masih kurang dalam mempersiapkan

rubrik penilaian sikap dan lembar pengamatan sikap yang dijadikan sebagai

pedoman dalam melakukan penilaian pada proses pembelajaran teks anekdot.

Persamaan penelitian Damayanti dengan penelitian yang akan

laksanakan yaitu sama-sama meneliti subyek penelitian (menulis teks anekdot),

52

Page 54: Akip Proposal

jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,

instrumen penelitian sama-sama menggunakan observasi, tes, dan

dokumentasi, dan jenjang pendidikan yang dijadikan subyek penelitian yaitu

sama-sama meneliti jenjang pendidikan SMA kelas X. Perbedaan penelitian

Damayanti dengan penelitian yang akan laksanakan yaitu jenis penelitian yang

digunakan Damayanti dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

proyek sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan model

pembelajaran STAD, metode penelitian yang digunakan Damayanti

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian yang

akan dilaksanakan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Sathyprakasha (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Research

on Cooperative Learning – A Meta-Analysis”, menjelaskan bahwa

pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai lingkungan pembelajaran

di kelas di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok kelompok

heterogen kecil pada tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif

dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan

keterampilan kognitif lainnya. Pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik

berfungsi sebagai sumber belajar utama bagi satu sama lain, berbagi dan

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Hal ini juga mendorong tingkat

motivasi yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih interpersonal, membantu

anak-anak untuk mengasumsikan peran dewasa yang bertanggung jawab dan

bertindak terhadap lingkungan kreatif, mengurangi kecemasan dan ketegangan

etnis dan meningkatkan harga diri di kalangan mahasiswa.

Keberhasilan belajar pembelajaran kooperatif telah terjadi di sekolah-

sekolah perkotaan, pedesaan dan sub-urban di Amerika Serikat, Kanada, Israel,

Jerman Barat, India dan Nigeria pada tingkat kelas yang berbeda dari 2 sampai

12 dan dalam berbagai mata pelajaran seperti fisika, kimia, biologi,

matematika, ilmu sosial dan bahasa. Efek positif dari metode pembelajaran

kooperatif terhadap prestasi belajar peserta didik muncul sama sering pada

sekolah dasar dan menengah. Ulasan penelitian tentang pembelajaran

kooperatif juga mengungkapkan bahwa manfaat dari kegiatan pembelajaran

53

Page 55: Akip Proposal

kooperatif terus baik bagi peserta didik di semua tingkat usia, untuk semua

mata pelajaran, dan untuk berbagai tugas, seperti pada yang melibatkan

hafalan, retensi dan kemampuan memori serta kemampuan pemecahan

masalah. Menyadari pentingnya dan manfaat dari teknik pembelajaran

kooperatif, sangat menganjurkan dalam mengajar dalam rangka meningkatkan

prestasi peserta didik. Model Pembelajaran kooperatif juga membantu untuk

mengatasi masalah metode konvensional atau tradisional pengajaran.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti

adalah sama-sama menekankan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik

bekerja sama dalam kelompok kelompok heterogen kecil pada tugas-tugas

akademik. Pembelajran kooperatif dipandang sebagai solusi pemecahan

masalah bagi pembelajaran yang konvensional.

Keshavarz (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect Of

Cooperative Learning Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian

Efl Learners”, menerangkan bahwa pembelajaran Kooperatif mengacu pada

metode pembelajaran yang melibatkan kelompok heterogen kecil yang bekerja

bersama-sama, menuju tujuan bersama dan pengajaran menulis dapat menjadi

keterampilan yang sulit dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa

Asing, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh

teknik pembelajaran kooperatif untuk mempromosikan tulisan keterampilan

Iran EFL Learners. sehingga, 100 peserta didik berpartisipasi dalam populasi

awal dari studi ini dan 60 peserta didik dipilih setelah Test kemampuan. Para

peserta berada di tingkat menengah sesuai dengan Nelson English Language

Proficiency Test. Peserta yang dipilih secara acak dibagi menjadi dua

kelompok eksperimen: students teams Achievement Divisions (STAD), Group

Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI). Prosedur ini

berlangsung selama 16 minggu. Analisis statistik hasil dengan ANOVA satu

arah menunjukkan bahwa kelompok eksperimen (STAD dan GI) dilakukan

lebih baik pada keterampilan menulis daripada kelompok kontrol (CI), dan

berdasarkan hasil pembelajaran kooperatif meningkatkan kinerja peserta didik

54

Page 56: Akip Proposal

dalam menulis.

Relevansi penelitian Keshavarz (2014) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menekankan pembelajaran menulis dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian itu membuktikan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja peserta didik

dalam keterampilan menulis. Perbedaan penelitian Keshavarz (2014) dengan

penelitian yang dilakukan adalah penelitian Keshavarz (2014) menekankan

pada model pembelajaran students teams Achievement Divisions (STAD),

Group Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI)

sedangkan penelitian yang dilakukan menekankan pada model students teams

Achievement Divisions (STAD) dan teams games tounaments (TGT).

3. Kerangka Berpikir

Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari

komunikasi untuk saling berhubungan dengan manusia lain. Sarana

komunikasi yang dimaksud adalah bahasa. Bahasa merupakan suatu alat untuk

berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Bahasa

sebagi alat komunikasi manusia dapat berupa bahasa lisan maupun bahasa

tulisan. Keterampilan bahasa dibagi menjadi empat keterampilan, yaitu

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Berdasarkan empat keterampilan tersebut, keterampilan menulis

merupakan keterampilan yang membutuhkan ketekunan dalam belajar, karena

dalam menulis, seseorang harus dapat menuangkan ide serta buah pikirannya

ke dalam bentuk bahasa tulis. Keterampilan menulis diajarkan dari tingkat

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)

dengan tujuan agar peserta didik terbiasa dalam menuangkan ide dan buah

pikirannya ke dalam sebuah tulisan atau teks. Hal ini sesuai dengan

implementasi kurikulum 2013 Bahasa Indonesia yang menekankan pada teks

yang bertujuan agar peserta didik mampu memproduksi dan menggunakan teks

sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Pembelajaran Bahasa Indonesia

55

Page 57: Akip Proposal

berbasis teks, diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan

sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya pada

konteks sosial dan akademis. Selain mengonsumsi pengetahuan bahasa, peserta

didik dituntut untuk memproduksi teks bahasa. Salah satu teks yang diajarkan

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah teks anekdot.

Pembelajaran teks anekdot pada kompetensi menulis diajarkan di kelas

X semester 2 jenjang SMA dan MA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI)

mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan

mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar

(KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur

kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang

akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Berhubungan dengan

memproduksi teks anekdot, peserta didik diharapkan mampu menulis dan

menciptakan tulisan sesuai dengan pikirannya. Kondisi kemampuan berbahasa

peserta didik khususnya dalam hal menulis pada saat ini masih memiliki

kendala dan proses pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal.

Pada kenyataannya, pembelajaran menulis khususnya menulis anekdot

masih kurang maksimal. Guru kurang memperkenalkan pembelajaran menulis

kepada peserta didik, sehingga peserta didik merasa kesulitan dalam

menuangkan ide serta buah pikiran ke dalam tulisan. Cara mengajar guru yang

masih menggunakan metode ceramah dianggap kurang efektif dan belum

mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan model dan media dalam

pembelajaran menulis tidak pernah dilakukan, padahal model dan media

pembelajaran sangat dibutuhkan dalam pembelajaran menulis, yaitu untuk

merangsang otak, menumbuhkan motivasi dan minat belajar peserta didik.

Pembelajaran dengan cara berkelompok dan dibantu penggunaan media

diharapkan dapat merangsang otak, menumbuhkan motivasi belajar.

Pembelajaran dengan cara berkelompok dapat diwujudkan melalui

model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mempunyai

beberapa tipe, diantaranya student team achievement division (STAD) dan

56

Page 58: Akip Proposal

teams games tournament (TGT). Penggunaan model pembelajaran tersebut

diharapkan dapat menjawab permasalah yang ada dalam pemebelajaran

menulis peserta didik. Penggunaan media akan sangat membantu dalam

pembelajaran itu. Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran

menulis adalah media poster. Media poster dapat membangkitkan dan

merangsang stimulus peserta didik, serta dapat membangkitkan imajinasi

peserta didik dalam mengekspresikan suatu objek.

Bagan 1 Kerangka Berpikir

57

Penggunakan Model Pembelajaran Konvensional dalam

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik

Model Pembelajaran Kooperatif

tipe student teams achievement

division (STAD)

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Kurang Efektif

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Dirangsang

dengan Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

tipe teams games tournament

(TGT)

Bantuan Media Poster Bantuan Media Poster

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Efektif

dan Hasil Belajar Baik

Page 59: Akip Proposal

4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2010: 71). Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan

parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

Ha1 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

H01 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan

model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Ha2 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

H02 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan

model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap

kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Ha3 : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

H03 : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

58

Page 60: Akip Proposal

I. Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen karena

penelitian ini memberikan perlakuan (manipulasi) terhadap variable perlakuan,

kemudian mengamati konsekuensi atau keefektifan perlakuan tersebut terhadap

variabel respon. Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif karena data yang dihasilkan melalui penelitian eksperimen

keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement

division (STAD) dan teams games tournament (TGT) berbantu media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA akan

dihitung dengan perhitungan statistik. Desain penelitian sangat diperlukan

dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dimaksudkan

menjadi sistematis, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar obyektif, akurat

dan dapat dipertanggungjawabkan. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah control group postest- only design dengan subyek

penelitian akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok eksperimen 1,

kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol.

Tabel 6 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Tes akhirEksperimen 1 E1 O

Eksperimen 2 E2 O

Kontrol K O

Keterangan:

Kelompok Eksperimen 1 =

Kelompok Eksperimen 2 =

Kelompok Kontrol =

59

Kelompok sampel yang mendapat perlakuan

dengan model student teams achievement division

(STAD).

Kelompok sampel yang mendapat perlakuan

dengan model konvensional.

Kelompok sampel yang mendapat perlakuan

dengan model teams games tournament (TGT).

Page 61: Akip Proposal

E1 =

E2 =

K =

O =

2. Setting Penelitian

a. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tiga sekolah khususnya untuk kelas X.

Tiga sekolah itu adalah MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA

Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati.

Peneliti memilih sekolah-sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian karena

ketiga sekolah tersebut pada dasarnya mempunyai kualitas yang sama,

mempunyai fasilitas yang mendukung untuk pelaksanaan penelitian, dan

sekolah tersebut masih dalam satu wilayah kecamatan Pucakwangi kabupaten

Pati sehingga peserta didik yang bersekolah di sana mempunyai adat dan

situasi yang sama.

b. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada saat semester II tahun pelajaran

2014/2015 sesuai dengan penerapan SKL (standar kompetensi lulusan) Bahasa

Indonesia kelas X SMA/MA pada kurikulum 2013.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini meliputi semua peserta didik kelas X MA

Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati,

60

Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan

model student teams achievement division

(STAD).

Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan

model teams games tournament (TGT).

Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan

model konvensional.

Pemberian tes akhir dengan indikator kemampuan

menulis anekdot peserta didik.

Page 62: Akip Proposal

dan MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati. Kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah

Pucakwangi Pati ada 2 kelas yaitu kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik

sebanyak 34 dan kelas X IPS 2 dengan jumlah peserta didik sebanyak 32.

Kelas X MA Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati ada 3 kelas yaitu kelas X IPA 1

dengan jumlah peserta didik sebanyak 35 dan kelas X IPA 2 dengan jumlah

peserta didik sebanyak 32 dan kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik

sebanyak 35. Kelas X MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati ada 2 kelas yaitu

kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 32 dan kelas X IPS 2

dengan jumlah peserta didik sebanyak 32. Berdasarkan hal tersebut dapat

diambil simpulan bahwa populasi penelitian pada penelitian ini sebanyak 244

peserta didik yang duduk di kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi

Pati, MA Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Qur’an

Pucakwangi Pati. Secara rinci, populasi penelitian dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 7 Populasi Penelitian

No. Populasi Kelas Jumlah Peserta Didik

1. Kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati.

Kelas X IPS 1 34Kelas X IPS 2 32

2. Kelas X MA Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati.

Kelas X IPA 1 35Kelas X IPA 2 32Kelas X IPS 1 35

3. Kelas X MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati

Kelas X IPS 1 32Kelas X IPS 2 33

Jumlah Peserta didik 244

b. Sampel Penelitian

Penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik cluster random

sampling dengan memilih 1 kelas secara acak dari setiap Sekolah. Pengambilan

sampel dilakukan setelah memperhatikan atas ciri-ciri relative yang dimiliki

oleh masing-masing sampel. Adapun ciri-ciri tersebut adalah peserta didik

yang mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama. Peserta didik yang

menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama, dan pembagian

61

Page 63: Akip Proposal

kelasnya menggunakan sistem acak. Berdasarkan teknik cluster random

sampling, jumlah sampel penelitian ini adalah 3 kelas masing-masing di ambil

satu kelas dari kelas X MA antara lain kelas X IPS 1 MA Tarbiyatul Islamiyah

Pucakwangi Pati yang berjumlah 34 peserta didik, X IPA 1 MA Matholi’ul

Huda Pucakwangi Pati yang berjumlah 35 peserta didik, dan X IPS 1 Kelas X

MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati yang berjumlah 32 sehingga jumlah total

sampel adalah 101 peserta didik. Ketiga kelas itu nantinya akan dibagi menjadi

2 kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.

Tabel 8 Sampel Penelitian

No. Sampel Jumlah Peserta Didik1. Kelas X IPS 1 MA Tarbiyatul Islamiyah

Pucakwangi Pati34 Peserta Didik

2. Kelas X IPS 1 MA Matholi’ul Huda Pucakwangi Pati

35 Peserta Didik

3. Kelas X IPS 1 MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati

32 Peserta Didik

Jumlah Sampel Penelitian 101 Peserta Didik

4. Variabel Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu variabel perlakuan (X) dan

variabel respon (Y).

1) Variabel Perlakuan (X)

Variabel perlakuan dari penelitian ini memuat model pembelajaran dan

media pembelajaran, antara lain model pembelajaran kooperatif tipe student

teams achievement division (STAD) berbantuan media poster, model

pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) berbantuan

media poster, dan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster.

2) Variabel Respon (Y)

Variabel respon dari penelitian ini adalah hasil belajar menulis anekdot peserta

didik.

62

Page 64: Akip Proposal

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

teknik tes dan teknik non tes.

1) Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengevaluasi kemampuan menulis anekdot

peserta didik setelah proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Tes kemampuan menulis anekdot peserta didik

hanya mencakup satu pertanyaan yaitu perintah untuk menulis anekdot

berdasarkan gambar poster yang disediakan oleh guru.

2) Teknik Non Tes

Teknik non tes digunakan untuk mendapatkan data secara tidak

langsung berkaitan dengan tingkah laku kognitif peserta didik. Penilaian

dilakukan dengan teknik non tes dapat digunakan jika diperoleh data berupa

tingkah laku afektif, psikomotor, serta yang lain secara tidak langsung. Teknik

non tes digunakan untuk memperbaiki data tentang situasi kegiatan belajar

mengajar di kelas serta kesulitan-kesulitan peserta didik dalam melakukan

kegiatan menulis. Teknik non tes yang digunakan oleh peneliti adalah

observasi (pengamatan), dokumentasi, angket, dan wawancara.

a) Observasi

Observasi dibuat untuk melakukan pengamatan langsung terhadap

situasi yang diteliti. Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap berbagai

kejadian atau situasi nyata di kelas, sehingga melalui teknik ini penulis dapat

merekam atau mencatat secara teliti dan utuh peristiwa dalam situasi yang

berkaitan dengan penelitian. Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk

mengamati aktivitas yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru sebelum penelitian dilakukan dan perilaku peserta didik

selama mengikuti pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model

63

Page 65: Akip Proposal

pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan

teams games tournament (TGT) berbantu media poster.

b) Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nama-nama

peserta didik yang akan diambil sampel dalam penelitian ini dan juga untuk

memperoleh data nilai ulangan Bahasa Indonesia perihal pokok bahasan

sebelumnya yang bertujuan untuk keperluan uji normalitas dan homogenitas

sampel. Selain itu dokumentasi digunakan adalah dokumentasi foto sebagai

bukti pelaksanaan penelitian dan menggambarkan peserta didik selama

mengikuti pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan

teams games tournament (TGT) berbantu media poster.

c) Angket

Angket digunakan untuk mengetahui sikap, minat, dan kemampuan

peserta didik dalam pembelajaran menulis anekdot. Angket berisi sejumlah

pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda yang nantinya diisi oleh peserta didik

sesuai pertanyaan yang dimaksud. Angket tersebut diberikan kepada peserta

didik sebelum penelitian dan sesudah penelitian.

d) Wawancara

Wawancara dilakukan kepada guru asli Bahasa Indoneisa yang ada di

MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA Matholi’ul Huda Pucakwangi

Pati, dan MA Nurul Qur’an Pucakwangi Pati. Wawancara tersebut berupa

pertanyaan mengenai kendala-kendala peserta didik selama pembelajaran

menulis, perilaku peserta didik selama pembelajaran menulis, penggunaan

model pembelajaran menulis, dan penggunaan media pembelajaran menulis.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes, lembar

observasi, lembar angket, dan lembar wawancara.

64

Page 66: Akip Proposal

1) Tes

Tes pada penelitian ini diberikan kepada peserta didik setelah penelitian

dilakukan. Tes ini bertujuan untuk mendapatkan data atau nilai hasil belajar

peserta didik dalam menulis anekdot. Tes ini berupa satu pertanyaan perintah

menulis anekdot kepada peserta didik yang dilengkapi dengan lembar jawaban.

Jawaban peserta didik atas soal yang diberikan dinilai berdasarkan profil

penilaian menulis anekdot sesuai pada kurikulum 2013. Profil penilaian

menulis anekdot peserta didik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9 Profil Penilaian Menulis Teks Anekdot

No

.

Aspek Skor Kriteria dan Deskriptor

1. Isi 27-30 Sangat baik - sempurna: menguasai topik tulisan, substantif, abstraksi orientasi krisis reaksi koda, relevan dengan topik yang dibahas.

22-26 Cukup-baik: cukup menguasai permasalahan, cukup memadai, pengembangan tesis terbatas, relevan dengan topik, tetapi kurang terperinci.

17-21 Sedang-cukup: penguasaan permasalahan terbatas, substansi kurang, pengembangan topik tidak memadai.

13-16 Sangat kurang-kurang: tidak menguasai permasalahan, tidak ada substansi, tidak relevan, tidak layak dinilai.

2. Struktur 18-20 Sangat baik-sempurna: ekspresi lancar, gagasan terungkap padat, dengan jelas, tertata dengan baik, urutan logis (abstraksi orientasi krisis reak si koda), kohesif.

14-17 Cukup-baik: kurang lancar, kurang terorganisasi, tetapi ide utama ternyatakan, pendukung terbatas, logis, tetapi tidak lengkap.

10-13 Sedang-cukup: tidak lancar, gagasan kacau atau tidak terkait, urutan dan pengembangan kurang logis.

7-9 Sangat kurang-kurang: tidak komunikatif, tidak terorganisasi, tidak layak dinilai.

3. Kosakata 18-20 Sangat baik-sempurna: penguasaan kata canggih, pilihan kata dan ungkapan efektif, menguasai pembentukan kata, penggunaan register tepat.

14-17 Cukup-baik: penguasaan kata memadai, pilihan,

65

Page 67: Akip Proposal

bentuk, dan penggunaan kata/ ungkapan kadang-kadang salah, tetapi tidak mengganggu.

10-13 Sedang-cukup: penguasaan kata terbatas, sering terjadi kesalahan bentuk, pilihan, dan penggunaan kosakata/ungkapan, makna membingungkan atau tidak jelas.

7-9 Sangat kurang-kurang: pengetahuan tentang kosakata, ungkapan, dan pembentukan kata rendah, tidak layak nilai

4. Kalimat 18-20 Sangat baik-sempurna: konstruksi kompleks dan efektif, terdapat hanya sedikit kesalahan penggunaan bahasa (urutan/fungsi kata, artikel, pronomina, preposisi).

14-17 Cukup-baik: konstruksi sederhana, tetapi efektif, terdapat kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan penggunaan bahasa (fungsi/urutan kata, artikel, pronomina, preposisi), tetapi makna cukup jelas.

10-13 Sedang-cukup: terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat tunggal/kompleks (sering terjadi kesalahan pada kalimat negasi, urutan/ fungsi kata, artikel, pronomina, kalimat fragmen, pelesapan, makna membingungkan atau kabur.

7-9 Sangat kurang-kurang: tidak menguasai tata kalimat, terdapat banyak kesalahan, tidak komunikatif, tidak layak dinilai.

5. Mekanik 9-10 Sangat baik-sempurna: menguasai aturan penulisan, terdapat sedikit kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraph.

7-8 Cukup-baik: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf, tetapi tidak mengaburkan makna.

4-6 Sedang-cukup: sering terjadi kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf, tulisan tangan tidak jelas, makna membingungkan atau kabur.

1-3 Sangat kurang-kurang: tidak menguasai aturan penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf, tulisan tidak terbaca, tidak layak dinilai.

(Kemendikbud 2014: 53-55).

66

Page 68: Akip Proposal

2) Lembar Observasi

Lembar observasi ini berupa lembar pengamatan terhadap aktivitas

yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru

sebelum penelitian dilakukan dan perilaku peserta didik selama mengikuti

pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan teams games

tournament (TGT) berbantu media poster. Lembar observasi guru dan peserta

didik dapat dilihat di bawah ini.

Lembar Observasi

Keaktifan Peserta Didik dalam Pembelajaran Menulis Anekdot

Sekolah / Kelas : _________________

Hari / Tanggal : _________________

Nama Guru : _________________

Nama Observer : _________________

Tujuan :

1. Merekam data berapa banyak peserta didik di suatu kelas aktif belajar

2. Merekam data kualitas aktivitas belajar peserta didik

Petunjuk :

1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi

tetap dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik.

2. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:

Keaktifan peserta didik : 0 sampai > 20%; 2 bila 20% sampai > 40%; 3 bila

40% sampai > 60% skor 4 bila 60% sampai 80%; skor 5 bila 80% sampai

100% aktif.

Kualitas : 1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = baik sekali.

67

Page 69: Akip Proposal

No. Aktivitas Belajar Peserta DidikKeaktifan

Peserta Didik

Kualitas Keaktifan

A.Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh peserta didik

--- ---

1. Melakukan pengamatan atau penyelidikan --- ---

2.Membaca dengan aktif (misal dengan pen di tangan untuk menggarisbawahi atau membuat catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada teks)

--- ---

3.

Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan)

--- ---

B.Peserta didik melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman)

--- ---

1.Berlatih (misalnya mencoba mengembangkan ide-ide kedalam bentuk tulisan).

--- ---

2.Bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum dipahami dalam menulis anekdot.

--- ---

3.Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang dilakukan orang lain dalam menulis anekdot).

--- ---

C.Peserta didik mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya

--- ---

1. Mengemukakan pendapat --- ---

2. Menjelaskan --- ---

3. Berdiskusi --- ---

4. Mempresentasi laporan --- ---

5. Memajang hasil karya --- ---

D. Peserta didik berpikir reflektif --- ---

1.Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran

--- ---

2.Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran

--- ---

3.Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata-katanya sendiri

--- ---

68

Page 70: Akip Proposal

Lembar Observasi Aktivitas Guru

Nama Guru : ...............................

Kelas : ...............................

Hari/tanggal : ...............................

Petunjuk penggunaan:

Lingkarilah angka yang tepat untuk memberikan skor pada aspek-aspek penilaian

aktivitas guru dalam pembelajaran. Adapun kriteria skor adalah 0 = tidak

sesuai/tidak tampak; 1 = kurang baik; 2 = cukup; 3 = baik; 4 = sangat baik.

No. Aspek Penilian KategoriA. Persiapan -

1.Tujuan pembelajarannya disampaikan kepada peserta didik dengan sangat jelas.

0 1 2 3 4

2.Guru memberikan apersepsi sebagai upaya mendekatkan peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan.

0 1 2 3 4

3. Guru mempersiapkan media pembelajaran 0 1 2 3 4 4. Guru mempersiapkan seting kelas untuk pembelajaran 0 1 2 3 4 5. Guru mempersiapkan peserta didik secara fisik dan mental 0 1 2 3 4 B. Presentasi/Penyampaian Pembelajaran 0 1 2 3 4

6.Guru memotivasi peserta didik, menarik perhatian agar mengikuti proses pembelajaran dengan baik

0 1 2 3 4

7.Guru menjelaskan materi pembelajaran dengan jelas dan mudah dipahami peserta didik

0 1 2 3 4

8.Guru memberikan contoh-contoh dengan jelas dan mudah dipahami peserta didik

0 1 2 3 4

9.Pembelajaran dilaksanakan dalam langkah-langkah dan urutan yang logis

0 1 2 3 4

10.Petunjuk-petunjuk pembelajaran singkat dan jelas sehingga mudah dipahami

0 1 2 3 4

11.Materi pembelajaran baik kedalaman dan keluasannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik

0 1 2 3 4

12.

Selama proses pembelajaran guru memberikan kesempatan untuk bertanya kepada peserta didik

0 1 2 3 4

13.Apabila peserta didik bertanya, maka guru memberikan jawaban dengan jelas dan memuaskan

0 1 2 3 4

14.Guru selalu mengajak peserta didik untuk menyimpulkan pembelajaran pada akhir kegiatan atau akhir sesi tertentu

0 1 2 3 4

C. Model Pembelajaran/Pelaksanaan Pembelajaran -

15.Pembelajaran dilakukan secara bervariasi selama alokasi waktu yang tersedia, tidak monoton dan membosankan

0 1 2 3 4

69

Page 71: Akip Proposal

16.Apabila terjadi suatu permasalahan maka guru dapat bertindak dengan mengambil keputusan terbaik agar pembelajaran tetap berlangsung secara efektif dan efisien

0 1 2 3 4

17.Materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

0 1 2 3 4

18.Selama pembelajaran berlangsung guru tidak hanya berada pada posisi tertentu tetapi bergerak secara dinamis di dalam kelasnya

0 1 2 3 4

19.

Apabila tampak ada peserta didik yang membutuhkan bantuannya di bagian-bagian tertentu kelas, maka guru harus bergerak dan menghampiri secara berimbang dan tidak terfokus hanya pada beberapa peserta didik saja

0 1 2 3 4

20.Selama pembelajaran berlangsung guru memberikan reinforcement (penguatan) kepada peserta didiknya dengan cara yang positif

0 1 2 3 4

21.Media pembelajaran di dalam pelaksanaan pembelajaran digunakan secara efektif

0 1 2 3 4

22. latihan diberikan secara efektif 0 1 2 3 4

23.Guru selalu bersikap terbuka dan tidak menganggap negatif apabila peserta didik melakukan kesalahanan dalam proses belajarnya

0 1 2 3 4

D.. Karakteristik Pribadi Guru -

24.Guru berupaya memancing peserta didik agar terlibat aktif dalam pembelajaran

0 1 2 3 4

25. Guru bersikap tegas dan jelas 0 1 2 3 4 26. Penampilan guru menarik dan tidak membosankan 0 1 2 3 4 27. Guru menggunakan bahasa yang baik dan berterima 0 1 2 3 4

28.Guru selalu menunjukkan bahwa selalu punya inisiatif, kreatif, dan berprakarsa

0 1 2 3 4

3) Lembar Wawancara

Lembar wawancara mencakup pertanyaan mengenai kendala-kendala

peserta didik selama pembelajaran menulis, perilaku peserta didik selama

pembelajaran menulis, penggunaan model pembelajaran menulis, dan

penggunaan media pembelajaran menulis. Wawancara dilakukan kepada guru

mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang menjadi lokasi penelitian.

Pertanyaan dalam lembar wawancara mencakup minat belajar peserta didik,

kegiatan belajar mengajar, penggunaan model pembelajaran, dan penggunaan

sarana prasarana sekolah. Lembar wawancara disajikan berupa pertanyaan-

pertanyaan seperti di bawah ini.

70

Page 72: Akip Proposal

Lembar Wawancara Guru

Nama : NIP : Guru Mata Pelajaran : Kelas : Tempat Bertugas :

Minat Belajar Peserta Didik1. Menurut Anda bagaimana minat peserta didik di kelas yang Bapak/Ibu ajar

terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

2. Bagaimana keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, apakah peserta didik juga terlibat aktif?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

3. Bagaimana dengan hasil belajar peserta didik yang Bapak/Ibu ajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan mengapa demikian?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

4. Menurut Anda, apa yang dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap pelajaran Bahasa Indonesia?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

Kegiatan Belajar Mengajar5. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, apakah Bapak/Ibu melakukan

persiapan terlebih dahulu? (membuat RPP, membaca kembali materi) Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

6. Bagaimana cara Bapak/ Ibu saat membuka pelajaran, apakah Anda melakukan apersepsi kepada peserta didik?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

7. Apakah dalam menjelaskan materi Bapak/Ibu selalu mengaitkannya dengan kehidupan sehari – hari?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

8. Bagaimana tanggapan/respon peserta didik saat Bapak/ Ibu menjelaskan materi?

71

Page 73: Akip Proposal

Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

9. Apakah saat proses belajar mengajar berlangsung, peserta didik sering mengajukan pertanyaan?Jawaban:...............................................................................................................................................................................................................................................

10. Bagaimana dengan penilaian yang Bapak/ Ibu lakukan terhadap hasil belajar peserta didik dan apa saja yang menjadi komponen dari penilaian tersebut?Jawaban:..........................................................................................................................................................................................................................................

Model Pembelajaran11. Apakah Bapak/Ibu pernah menerapkan model pembelajaran dalam proses

belajar mengajar?Jawaban:...........................................................................................................................................................................................................................................

12. Bagaimana tanggapan peserta didik dengan model yang Bapak/ Ibu terapkan tersebut dan apakah hal itu mempengaruhi hasil belajar?Jawaban:...........................................................................................................................................................................................................................................

13. Menurut Bapak/ Ibu, apakah penerapan model tersebut efektif dalam meningkatkan keberhasilan keterampilan menulis peserta didik, apa yang menyebabkannya?Jawaban:...........................................................................................................................................................................................................................................

Sarana dan Prasarana Sekolah14. Apakah dalam mengajar Bapak/ Ibu selalu menggunakan media atau alat

peraga?Jawaban:...........................................................................................................................................................................................................................................

15. Bagaimana pengaruh penggunaan media yang Bapak/ Ibu ibu terapkan kepada pembelajaran?Jawaban:..............................................................................................................

.............................................................................................................................

4) Lembar Angket

a) Penyusunan Lembar Angket

Penyusunan angket untuk mendapatkan data tentang sikap, minat, dan

kemampuan peserta didik dalam pembelajaran menulis anekdot. Angket terdiri

atas dua jenis, yaitu angket pratindakan yang diberikan sebelum tindakan

dilakukan. Pernyataan dalam angket sesuai dengan skala likert. Skala ini

disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh respon yang

menunjukkan tingkatan. Misalnya, seperti berikut: SS = sangat setuju, S =

72

Page 74: Akip Proposal

setuju, TS = tidak setuju, dan STS = sangat tidak setuju. Masing-masing

jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai SS = 4, S = 3, , TS = 2, dan STS = 1

bagi suatu pernyataan yang mendukung sikap positif dan nilai-nilai sebaliknya

yaitu SS = 1, S = 2, , TS = 3, dan STS = 4 bagi pernyataan yang mendukung

sikap negatif. Kisi-kisi penilaian sikap, minat, kemampuan peserta didik dalam

pembelajaran menulis, dan penggunaan model dan media pembelajaran pada

kompetensi menulis oleh guru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 10 Kisi-Kisi Angket

Sikap, Minat, dan Kemampuan Peserta Didik, dan Penggunaan Model

Dan Media Pembelajaran Pada Kompetensi Menulis

Variabel Indikator Nomor Item JumlahPositif Negatif

Aktifitas Belajar Peserta Didik Pada Kompetensi Menulis.

Sikap belajar peserta didik pada kompetensi menulis.

1, 3, 5, 7 2, 4, 6, 8

Minat belajar peserta didik pada kompetensi menulis.

9, 11, 13, 15

10, 12, 14, 16

Kemampuan peserta didik pada kompetensi menulis.

17, 19, 21, 18, 20, 22,

Penggunaan model dan media pembelajaran pada kompetensi menulis oleh guru

23, 25, 27, 29

24. 26. 28. 30

Jumlah 15 15 30

b) Validitas Instrument

Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat

mengukur apa yang hendak diukur dan jika skor pada item tersebut mempunyai

kesejajaran dengan skor total. Pada validitas suatu instrumen, validitas butir

soal digunakan rumus korelasi product moment yaitu dengan melakukan tryout

atau uji coba instrument terhadap kelas sebelum penelitian. Menganalisa

validitas item instrumen menggunakan rumus sebagai berikut :

73

Page 75: Akip Proposal

r xy=NΣ XY−(ΣX )( ΣY )

√ {N ( ΣX 2)−( ΣX )2} {N ( ΣY 2 )−( ΣY )2 }Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi antara X dan Y

N = Banyaknya peserta didik yang diteliti

∑ X = Skor tiap butir soal

∑Y = Skor total

∑ X2= Jumlah kuadrat skor butir soal

∑Y 2= Jumlah kuadrat skor total

∑ XY = Jumlah perkalian skor item dan skor total

Setelah didapat harga r xy atau r hitung maka dibandingkan dengan rtabel

dengan taraf kepercayaan 5% N atau jumlah responden uji coba instrument

pada tabel r product moment. Kriteria pengujiannya adalah jikar xy >r tabel,

maka butir soal tersebut valid.

c) Reliabilitas Instrument

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat

dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes atau instrument

tersebut dapat memberikan hasil yang tepat atau valid. Adapun rumus untuk

menguji reliabilitas tes digunakan rumus Alpha yaitu:

r11=[ kk−1 ] [1−

Σσb2

σt2 ]

Keterangan:

r11 = reliabilitas yang dicari

k = banyaknya butir soal

Σσb2 = jumlah varian skor tiap-tiap butir

74

Page 76: Akip Proposal

σt2

= varian total

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis dari penelitian

sehingga dari hasil analisis dapat diambil simpulan. Analisis data penelitian ini

dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal yang merupakan tahap pemadanan

sampel dan tahap akhir analisis data untuk menguji hipotesis penelitian.

a. Analisis Tahap awal

1) Uji Normalitas

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan

merupakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Pada pengujian

normalitas sampel peneliti menggungkan uji Lilliefors. Langkah-langkah yang

perlu dilakukan adalah sebagi berikut:

a) X1, X2, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, …., Zn , dengan rumus:

Zi=X i−X

S

Keterangan:

Zi = bilangan baku

X i = data hsil pengamatan

X = rata-rata sampel

S = simpangan baku sampel dengan rumus:

S=√∑ ( X i−X )n−1

b) Data dari sampel tersebut diurutkan dari skor terendah ke skor tertinggi

c) Data distribusi normal baku dihitung peluang F (Zi) = P ( Z ≤ Zi )

d) Menghitung proporsi Z1, Z2, ……, Zn ≤ Zi, Jika proporsi ini dinyatakan oleh S

( Zi ) maka: S ( Zi )=Banyaknya Z1 , Z2 , ….. Zn≤ Z i

N

e) Menghitung selisih F (Zi) - S ( Zi ) dan menentukan harga mutlaknya

75

Page 77: Akip Proposal

f) Ambil harga terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, harga

terbesar ini dinamakan L0

g) Bandingkan L0 dengan Ltabel, pada taraf signifikan 0,05

h) Kriteria pengujiannya adalah Jika L0 < Ltabel, maka Ha ditolak, dan Jika L0 >

Ltabel, maka Ha diterima, Ltabel diperoleh dari tabel Lilliefor.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen

dan kontrol berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Tes yang berguna

untuk menentukan apakah sampel berasal dari populasi yang sama. Hal ini

digunakan untuk menentukan bahwa kedua kelas sebelum diberikan perlakuan

berawal dari start yang sama. Uji homogenitas sampel dan populasi

menggunakan uji Bartlett. Jika mempunyai sampel berukuran n dengan data

X1, X2, … , Xn dan rata-rata X , maka varians dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Xi = data ke-i

X = mean

n-1 = banyaknya data dikurangi 1

S2 = varians sempel

Untuk mempermudah perhitungan satuan-satuan dalam uji Bartlett

dapat disusun daftar sebagi berikut:

Sampel ke

Dk 1/dk Si2 Log Si

2 (dk) log si2

12--K

n1 – 1n2 – 2

nk – 1

1/( n1 – 1)1/( n2 – 1)

1/( nk – 1)

S12

S22

Sk2

Log S12

Log S22

Log Sk2

( n1 – 1) log si2

( n2 – 1) log s22

( nk – 1) log sk2

Jumlah ∑ (ni−1 ) ∑ ( 1ni−1 ) --- -- ∑ (ni−1 ) log si

2

Menghitung uji Bartlett dapat menggunakan rumus statistik chi-kuadrat, yaitu:

76

S2=∑ (X i−X )2

n−1

S2=(∑ (ni−1 )si2

∑ (ni−1 ) )

Page 78: Akip Proposal

Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dai bilangan 10, dengan

taraf nyata = 5%. Ho ditolak jika x2 x2(1 – ) (k – 1), dimana x2(1 – ) (k

– 1) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan x2(1 – ) dan dk = (k – 1).

Kriteria homogenitasnya adalah jika 2hitung < 2

tabel, dengan taraf spesifikasi 5%

maka dapat dikatakan homogen.

b. Analisis tahap akhir

Analisis tahap akhir yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata

satu pihak dalam hal ini yaitu uji pihak kanan, uji ini biasa juga disebut t-test.

Uji pihak kanan digunakan untuk menguji hipotesis perbandingan dua rata-rata

sampel karena salah satu sampel memiliki kelebihan terhadap sampel satunya.

Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:

1) Hipotesis 1

Ha1 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada

penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan

media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI

SMA.

Untuk keperluan uji hipotesis Ha1 diubah menjadi Ho1 sebagai berikut:

H01 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari

pada penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)

berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik

kelas XI SMA.

Berdasarkan hipotesis 1 di atas, maka dapat dibuat hipotesis statistik untuk

keperluan t-test sebagai berikut:

Ho1 : µa1 = µa2

77

Page 79: Akip Proposal

Ha1 : µa1 > µa2

2) Hipotesis 2

Ha2 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada

penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Untuk keperluan uji hipotesis Ha2 diubah menjadi HO2 sebagai berikut:

H02 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari

pada penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster

terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Berdasarkan hipotesis 2 di atas dapat dibuat hipotesis statistik untuk keperluan

t-test sebagai berikut:

Ho2 : µa2 = µa3

Ha2 : µa2 > µa3

3) Hipotesis 3

Ha3 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran teams games

tournament (TGT) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan

model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap

kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Untuk keperluan uji hipotesis Ha3 diubah menjadi HO3 sebagai berikut:

H03 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament

(TGT) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan

menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

Berdasarkan hipotesis 3 di atas dapat dibuat hipotesis statistik untuk keperluan

t-test, yaitu sebagai berikut:

Ho3 : µa1 = µa3

Ha3 : µa1 > µa3

78

Page 80: Akip Proposal

Keterangan:

µa1 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas eksperimen 1

µa2 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas kontrol

µa3 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas eksperimen 2

Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis menggunakan uji t-test adalah

sebagai berikut:

Jika s1 = s2, rumus yang digunakan adalah

thitung=

X̄1−X̄ 2

S √( 1n1

)+( 1n2

)

dengan S2 =

(n1−1) S1

2+(n2−1 )S22

n1+n2−2

t-tabel = t[1-α, (n1+n2-2)]

Keterangan :

thitung = distribusi student.

X̄1 = rata-rata hasil tes pada kelompok eksperimen.

X̄ 2 = rata-rata hasil tes pada kelompok kontrol.

n1 = banyaknya peserta kelompok eksperimen.

n2 = banyaknya peserta kelompok kontrol.

S12 = varians kelompok eksperimen.

S22 = varians kelompok kontrol.

t = uji kesamaan dua rata-rata

Kriteria pengujian:

Terima H0 jika –ttabel < thitung < ttabel dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2)

dan α = 5%.

DAFTAR PUSTAKA

79

Page 81: Akip Proposal

Alijanian, Ehsan. 2012. “The Effect of Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of Iranian EFL Learners”. Journal International Theory and Practice in Language Studies, University of Isfahan, Isfahan, Iran, Vol. 2, No. 9, pp. 1971-1975, September 2012. http:// ojs.academypublisher.com/ index.php/t pls/article /view /tpls02091 9711975.pdf, (Diunduh 5 Oktober 2014).

Anggara, el al. 2012. “Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Media Poster pada Siswa Kelas IV SDN Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran 2011/2012”. Jurnal PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/359/1 75. pdf (diunduh 5 Oktober 2014).

Akhadiah, Sabarti. 1988. Evaluasi dalam Pelajaran Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Damayanti, N. K, Ayu. 2014. “Pembelajaran Menulis Teks Anekdot

Berpendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pada Siswa Kelas X Tata Kecantikan Kulit 1 Di SMK Negeri 2 Singaraja”. e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014), http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/ JJPBS/article/viewFile/3283/2711, (diunduh 1 Oktober 2014).

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.Gora, Winastwan dan Sunarto. 2010: Pakematik: Strategi Pembelajaran Inovatif

Berbasis TIK. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.Hafid, Hasaruddin dan Makkasau, Andi. 2013. “Application Cooperative model

type STAD (Student Teams Achievement Divison) to increase mastery of students learning result of Grade VI Elementary School Kasi – Kassi Makassar”. The International Journals, Research Journal of Science and IT Management, Volume: 02, Number: 05, March 2013. www.theinternationaljournal.org, (diunduh 5 Oktober 2014).

Fatimah, Nuraini. 2013. Teks Anekdot Sebagai Sarana Pengembangan Kompetensi Bahasa dan Karakter Siswa. Makalah. Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Harjito dan Umaya, Maharani, Nazla. 2009. Jurus Jitu Menulis Ilmiah Dan Populer. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.

Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta.

Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Joyce, et al. 2011. Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Kemendikbud. 2012. Keterampilan Menulis. Jakarta: Kementerian Pendidikan

80

Page 82: Akip Proposal

dan Kebudayaan. . 2014. Buku guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik.

Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. . 2014. Buku Siswa Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik.

Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Keshavarz, Seyyed, Mehdi. 2014. “The Effect Of Cooperative Learning

Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian Efl Learners”. International Journal of Language Learning and Applied Linguistics World (IJLLALW). Department of English, Islamic Azad Univesity, Shahreza Branch, Shahreza, Iran, Volume  5  (1),  January  2014; 7890, ISSN  (online):  2289-2737  &  ISSN  (print):  2289-3245, http://www.ijllalw.org/finalversion517.pdf, (Diunduh 5 Oktober 2014).

Kurniawan, et al. 2012. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lie, Anita. 2010. Cooperatif Learning. Jakarta : PT Grasindo.Mahsun. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.Maryani, Sri. 2013. “Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan

Kemampuan Menulis Teks Berita Siswa Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima NTB”. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Volume 1 Tahun 2013).

Moreillon, Judi. 2007. Collaborative Strategies for Teaching: Reading Comprehension. Chicago: American Library Association.

Mulyasa, E. 2010. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pidarta, Made. 2009. Stimulus Ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka cipta.

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Riyana, Cepi. 2008. “Konsep dan Aplikasi Media Pembelajaran”. Makalah.

Kagiatan Pengabdian Masyarakat. . 2012. Media Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan

Islam.Riyanto, Milan. 2006. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang:

Depeartemen Pendidikan Nasional.Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media

Group.Rosidi, Imron. 2009. Menulis...Siapa takut?. Yogyakarta: Kanisius.Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme

81

Page 83: Akip Proposal

Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Sathyprakasha, 2014. “Research on Cooperative Learning – A Meta-Analysis”.

International Journal of Informative & Futuristic Research, Dept of P G Studies in Education Vijaya Teachers College Jayanagar, Bangalore Karnataka, India, Volume -1 Issue -10, June 2014, http:// www.ijifr.com/pdfsave/29-06-2014429june-v10-e39.pdf, (Diunduh 15 Oktober 2014).

Santyasa, I Wayan. 2007. “Landasan Konseptual Media Pembelajaran”. Makalah. Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA Negeri Banjar Angkan Klungkung Di Universitas Pendidikan Ganesa. Yogyakarta, 10 Januari.

Simamora, Raimond H. 2009: Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Soenarto, et al. 2012: Media Pembelajaran Teknologi dan Kejuruan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Subyantoro. 2013. Teori Pembelajaran Bahasa. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Sudjana, Nana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.Sukaesih. 2013. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams games

tournaments (TGT) dalam Pembelajaran Menulis Kalimat Efektif Berbasis Tatabahasa Struktural”. Tesis. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukaryono, et al. 2012. “Eksperimentasi model pembelajaran NHT dan TGT terhadap Prestasi Belajar matematika ditinjau dari EQ Siswa”. Jurnal. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo. (Diunduh 10 Oktober 2012). http://ejournal.umpwr.ac.id/ index.php/ekuivalen/article/viewFile/504/496, (Diunduh 2 September 2014).

Suparno dan Yunus, Mohamad. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT Alex Media

Komputindo.Susilana, Rudi dan Riayna, Cepi. 2009. Media Pembelajaran. Bandung: CV

Wacana Prima.Sutadi. 2007. Ancer-Ancer Sinau Telaah Kurikulum Bahasa Jawa. Semarang:

IKIP PGRI Semarang Press.Syarif, et al. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

82

Page 84: Akip Proposal

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tran, Van Dat. 2013. “Effects Of Student Teams Achievement Division (STAD) On Academic Achievement, And Attitudes Of Grade 9th Secondary School Students Towards Mathematics”. International Journal of Sciences, (ISSN 2305-3925), Volume 2, Issue Apr 2013, http://www.ijSciences.com, (Diunduh pada 7 Oktober 2014).

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.Widiani. I. N. 2012. “Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Stad dan Motivasi

Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun Pelajaran 2012/2013”. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Teknologi Pembelajaran, (Volume 3 Tahun 2013), http://pasca. undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_tp/issue/view/66, (Diunduh 5 Oktober 2014).

Wiyanto, Asul. 2011. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Grasindo.Yamin, Martinis. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

83