i Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini Dalam Masyarakat Dayak Agabag Jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas – Sebuku Kalimantan Utara Oleh: AYU ANDRETHA V.A.K. RATU 712013027 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017
35
Embed
Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini ... · Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini Dalam Masyarakat Dayak Agabag Jemaat GPIB Sion Pos Pelkes
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini Dalam Masyarakat
28 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Yahok, Rabu, 12
April 2017, pukul 15:30 WITA
13
proses kiab kabang selesai maka pihak laki-laki menunggu dari pihak perempuan
untuk menentukan pernikahan adat.
Penentuan Tanggal Pernikahan Adat (Antibuku)
Pihak perempuan bersama keluaraga menentukan tanggal kapan
dilaksanankan pernikahan dan kemudian pihak perempuan menentukan
permintaan mas kawin (Purut) kepada pihak laki-laki. Pihak perempuan
menentukan permintaan mas kawin (purut) kepada pihak laki-laki yaitu:
1. Satu buah tempayan lama (sampah)
2. Satu ekor kerbau
3. Dua tempayan merah (guliabay alagang)
4. Satu gong besi
5. Dua buah tempayan kuning besar ( asilow mayo)
6. Satu buah balayung (pandulugan)
7. Satu buah manila led (pandulugan)
8. Satu buah balau lumot (konsapan)
9. Satu buah balau lumot ( kaodanan)
Setelah selesai pernikahan, mempelai perempuan berkewajiban membawa
peralatan yang disiapkan oleh orang tua mempelai perempuan untuk kelengkapan
peralatan rumah atau dapur29
Jika segala proses pernikahan secara adat telah terpenuhi, maka akan
dilanjutkan dengan pernikahan secara Gereja. Pernikahan Gereja pun akan dapat
berlangsung bila segala syarat-syarat telah terpenuhi. Misalnya, adanya surat
baptis dari kedua belah pihak, usia yang telah memenuhi sesuai dengan peraturan
dalam UU Perkawinan yaitu perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun dan surat
sidi dari kedua belah pihak. Namun, dalam kenyataannya ada banyak dari jemaat
yang hanya mementingkan pernikahan adat dibandingkan pernikahan Gereja.
29
Morrou Josfison, Perubahan Tata Upacara Pernikahan Adat Suku Dayak Agabag di Desa Tanjung Harapan (Saduman) Kabupaten Nunukan dalam eJournal Sosiatri-Sosiologi 4, No.4 (2016): 103-14.
14
Mereka lebih memilih untuk melakukan pernikahan adat karena umur yang
belum mencukupi untuk menikah secara Gereja.30
Purut adalah suatu tradisi pemberian dari pihak laki-laki terhadap keluarga
perempuan dalam proses pernikahan yang diwariskan secara turun-temurun oleh
nenek moyang masyarakat dayak Agabag.31
Adapun proses penentuan Purut
dilakukan dengan cara mengumpulkan kedua keluarga pihak laki-laki dan
perempuan. Kemudian, pihak keluarga perempuan menyampaikan permintaan
Purut. Bila pihak laki-laki menyanggupi permintaan Purut dari pihak perempuan
barulah dibicarakan tentang persiapan pernikahan selanjutnya. Apabila pihak
laki-laki tidak menyanggupi purut, pernikahan tetap dapat berjalan, tergantung
dengan kesepakan kedua belah pihak, khususnya keputusan dari pihak
perempuan yang memberikan kesenjangan waktu untuk membayar purut.
Kesepakatan mengenai Purut inipun tertulis didalam surat perjanjian yang
menyatakan bahwa laki-laki menyanggupi permintaan Purut dari laki-laki dan
berapa saja Purut yang telah terpenuhi. Pemberian surat ini disaksikan langsung
oleh kepala desa dan ketua adat desa Apas32
Permintaan purut pun dilakukan dari
pihak perempuan bukan hanya dari orang tuanya saja tetapi juga keluarga besar
perempuan ikut dalam pengambilan keputusan untuk menentukan purut.
Begitupula kesanggupan permintaan purut dari pihak laki-laki, mereka akan
melakukan perbincangan dengan keluarga besar bukan hanya orang tua saja.
Pemberian waktu yang diberikan dari pihak perempuan selambat-lambatnya ialah
1 bulan.33
30
Hasil wawancara dengan Pendeta Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Ibu Pdt Stefany Sahuburua, Sabtu, 22 April 2017, pukul 10:00 WITA.
31 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Amir, Sabtu, 22
April 2017, pukul 10:45 WITA.
32 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Hariyanto, Rabu,
12 April 2017, pukul 17.00 WITA.
33 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Yahok, Rabu 12
April 2017, pukul 15:30 WITA.
15
Biasanya ada beberapa Purut saja yang diminta untuk segera dilunaskan oleh
pihak keluarga perempuan. Purut yang masih belum terbayar lunas dapat
dilunaskan sepanjang hidup dari pihak laki-laki. Kasarnya Purut ini dibawa
sampai mati. Jadi, purut akan dikatakan lunas bila pihak laki-laki meninggal. Bila
ada dari pihak laki-laki yang masih memiliki hutang Purut kepada pihak
perempuan dan saudara pihak perempuan akan ada yang menikah, maka pihak
laki-laki wajib membantu untuk membayar Purut saudaranya.34
Pada era modern saat ini, syarat Purut secara turun-temurun yang masih
diberikan ialah tempayan. Penentuan dari jumlah tempayan yang akan diberikan
tergantung kepada permintaan dari keluarga pihak perempuan. Barang-barang
lain yang biasanya diminta ialah berupa sejumlah uang tunai, perabotan rumah
tangga, elektronik, motor, dan lain sebagainya. Namun, dalam perjanjian
pelunasan Purut hal terpenting yang harus segera diberikan ialah tempayan dan
uang tunai untuk pernikahan. Barang-barang yang lainnya dapat diberikan secara
berangsur-angsur sesuai dengan kemampuannya.35
Purut memiliki makna sebagai simbol yang mengikat seorang perempuan
sehingga ia menjadi hak milik bagi laki-laki. Makna lain yang dapat terlihat dari
purut ialah sebagai alat untuk menunjukkan sikap saling membantu diantara
keluarga. Karena, dalam penentuan purut keluarga besar perempuan berhak
meminta apapun terhadap keluarga laki-laki, sehingga hal ini sedikitnya
meringankan beban bagi setiap keluarga yang membutuhkan. Begitu pula dengan
keluarga laki-laki, setiap keluarga membantu untuk memberikan purut yang
diminta oleh pihak perempuan.36
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan Purut menjadi masalah dalam
kehidupan masyarakat Dayak Agabag di desa Apas. Faktor yang pertama ialah
34
Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Hariyanto, Rabu 12 April 2017, pukul 17:00 WITA.
35 Hasil wawancara dengan Ketua Adat desa Apas Bapak Petrus Kapalat, Sabtu, 22 April 2017,
pukul 11:05 WITA.
36 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Markus, Sabtu
22 April 2017, pukul 11:55 WITA.
16
keadaan ekonomi keluarga. Permintaan purut yang berlebihan dari pihak
perempuan menuntut keluarga pihak laki-laki untuk mengandalkan berbagi cara
untuk memenuhinya. Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan biaya
untuk memenuhi Purut anak laki-lakinya ialah menikahkan anak perempuannya.
Hal ini terlihat dari beberapa keluarga yang menjodohkan anak perempuannya
hanya untuk memenuhi Purut dari saudara laki-lakinya. Faktor kedua ialah
pendidikan keluarga yang rendah. Karena pendidikan yang rendah, mereka
cenderung memiliki pemikiran yang sempit dan lebih memilih mencari solusi
dengan cara yang mudah dan cepat. Hal ini terlihat dari pengambilan keputusan
untuk menikahkan anaknya tanpa memikirkan apakah pernikahan anaknya telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti umur, kesiapan mental dan lain
sebagainya. Pemahaman mereka mengenai pernikahan juga kurang, khususnya
pemahaman pernikahan menurut ajaran Gereja. Sehingga pernikahan yang terjadi
lebih banyak melalui proses adat saja.37
Akibat dari permasalahan-permasalahan Purut diatas, tingkat pernikahan usia
dini di masyarakat dayak Agabag di desa Apas menjadi semakin meningkat.
Karena bagi pihak keluarga laki-laki usia tidak menjadi penghalang untuk
melaksanakan pernikahan anak perempuannya. Hal terpenting ialah anak laki-
lakinya dapat memenuhi permintaan Purut dari keluarga perempuan. Mereka
menikahkan anaknya di usia dini dengan tidak memikirkan kelanjutan
pendidikan anak perempuannya ataupun masalah-masalah yang nantinya timbul
dari pernikahan di usia dini.38
Permasalahan yang timbul secara nyata dari
pernikahan usia dini ialah mereka tidak bisa mengesahkan pernikahan mereka
secara Gereja maupun hukum Negara. Keinginan mereka untuk menikah di
Gereja tempat mereka terdaftar sebagai warga jemaat harus tertunda oleh karena
usia yang tidak mencukupi. Ketika mereka memiliki anak, anaknya pun tidak
37
Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Yahok, Rabu, 12
April 2017, pukul 15:30 WITA.
38 Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Amir, Sabtu, 27
April 2017, pukul 10.45 WITA
17
dapat dibaptis dengan menggunakan nama mereka sebagai wali, melainkan
digantikan dengan nama orang tua mereka.39
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi keluarga
dan faktor pendidikan keluarga yang rendah menjadi alasan bagi keluarga
menikahkan anak perempuannya yang akhirnya mengakibatkan tingginya
pernikahan usia dini dalam masyarakat Agabag di jemaat GPIB Pos Pelkes Alang
Engkuanan Apas. Oleh karena keluarga yang tidak mampu membayar Purut anak
laki-lakinya, mereka menikahkan anak perempuannya agar memperoleh Purut
darinya. Pernikahan berlangsung tanpa memikirkan ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam hukum Negara maupun Gereja. Bagi mereka yang terpenting
adalah prosesi pernikahan secara adat berlangsung dan mereka mendapatkan
“Purut”. Pendidikan yang rendah membuat mereka kurang memahami arti
pernikahan khususnya pentingnya pemberkatan nikah di Gereja. Terlebih lagi
mereka adalah jemaat Kristen yang telah menjadi warga jemaat Gereja.
4 PEMBAHASAN DAN ANALISA
4.1 Faktor-Faktor Penyebab Dan Akibat Purut Terhadap Tingginya
Pernikahan Usia Dini
Dari hasil penelitian diatas mengenai Faktor-faktor penyebab dan akibat Purut
terhadap tingginya pernikahan usia dini dapat terlihat bahwa memang faktor
ekonomi keluarga yang rendah. Purut haruslah dilakukan, karena hal ini sesuai
dengan fungsi purut sebagai syarat dari proses pernikahan secara adat
terkhususnya adat dayak Agabag.40
Sehingga permintaan purut yang berlebihan
sekalipun dari pihak keluarga perempuan tetap harus diberikan. Hanya mesti
diakui bahwa akibat perubahan struktur masyarakat pada umumnya, mas kawin
sana-sini menjadi “liar”, oleh karena terlepas dari konteks (struktur) semula yang
melemah. Mas kawin oleh kelompok perempuan disalahgunakan untuk
39
Hasil wawancara dengan Pendeta Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas, Ibu Pdt.
Stefany Sahuburua, Sabtu, 22 April 2017, pukul 10.00 WITA
40 Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, 95
18
menggaruk keuntungan ekonomis sebesar-besarnya.41
Dalam pemahaman
mereka apapun yang diminta pastilah akan diberikan, karena itu merupakan
syarat dalam tradisi secara turun-temurun yang harus dilakukan. Hal ini membuat
keluarga laki-laki pada akhirnya menjadi buta tentang keadaan mereka yang
sebenarnya, karena dengan jalan apapun akan diusahakan agar tuntutan keluarga
gadis terpenuhi.42
Jalan cepat yang mereka lakukan ialah menikahkan anak perempuan mereka
dan purut yang diterima dari anak perempuannya dijadikan sebagai pelunasan
purut kakak laki-lakinya. Permintaan purut secara berlebihan inilah yang pada
akhirnya membuat purut menjadi akibat dari tingginya pernikahan usia dini
dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas.
Padahal dalam kenyataannya, keadaan ekonomi mereka pun tidak berubah.
Karena purut dapat terbilang hanya terputar-putar didalam keluarga mereka.
Ketika mereka mendapatkan uang ataupun barang-barang dari keluarga laki-laki,
sebagian barang-barang dan uang itupun nantinya digunakan ketika anak laki-
laki didalam keluarga akan menikah. Dari permasalahan ini justru nantinya akan
membuat anak laki-laki menganggap mudah untuk melaksanakan pernikahan.
Terkhususnya mereka yang memiliki saudara perempuan, karena mereka akan
berpikir bahwa saudara perempuan mereka akan siap membantu untuk memenuhi
permintaan Purutnya.
Bila Purut atau mas kawin yang dalam pemahaman mereka ialah sebagai
tradisi pemberian dari pihak laki-laki ke keluarga perempuan, maka Purut
seharusnya menjadi sebuah pemberian yang diberikan untuk mengganti kerugian
keluarga perempuan, karena salah satu kelompok didalam keluarganya telah
diambil keluar untuk menikah.43
Namun, pada kenyataannya pemahaman tentang
purut ini tidak sesuai dengan praktek yang dilakukan dalam proses pernikahan
41
C. Groenen, Perkawinan, 40
42 Hans J, Daeng. Manusia, kebudayaan dan lingkungan tinjauan antropologis. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), 11-12
43 Koentjaraningrat. Beberapa pokok antropologi sosial. (Penerbit Dian Rakyat, 1967). 94
19
adat mengenai penentuan purut. Purut bukan lagi dianggap sebagai suatu
pemberian bagi keluarga karena salah stau kelompoknya diambil keluar,
melainkan sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan lain. Dalam hal ini ialah
mendapatkan biaya tambahan agar pernikahan dari anak laki-lakinya dapat
terlaksana. Penentuan purut yang berlebihan dari keluarga perempuan seharusnya
menjadi peringatan bagi laki-laki agar tidak mudah melakukan poligami, justru
menjadikan purut sebagai salah satu dampak terhadap terjadinya pernikahan usia
dini44
. Karena pihak laki-laki telah terbiasa dengan tradisi purut yang saling
membantu antar keluarga, sehingga usaha mengumpulkan dana sebagai biaya
pernikahan tidak dilakukan dengan baik. Mereka hanya cenderung berharap
kepada bantuan dari saudara perempuannya untuk memenuhi purutnya.
Faktor pendidikan keluarga yang rendah juga menjadikan “Purut” menjadi
penyebab dari tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag
di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas. Pemahaman yang kurang
mengenai pernikahan menjadikan mereka dengan mudahnya menikahkan anak
perempuannya, walaupun anak perempuannya masih dibawah umur. Bagi
mereka pernikahan ialah suatu hubungan yang dibangun dalam satu ikatan antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan dapat hidup saling melengkapi
kekurangan satu sama lainnya. Pernikahan akan dianggap sah dan dapat diterima,
bila mereka telah melakukan serangkaian proses pernikahan secara adat. Dalam
hal ini ialah pernikahan adat sesuai dengan tradisi Dayak Agabag. Kenyataannya,
pernikahan secara adat tidak memiliki surat yang menyatakan bahwa laki-laki
dan perempuan ini telah resmi menikah. Pernikahan secara adat hanya
memberikan surat mengenai kesanggupan dari mas kawin yang akan diberikan
dari pihak laki-laki kepada perempuan. Pernikahan memanglah mengenai
hubungan antar laki-laki dan perempuan yang hendak membuat satu ikatan dan
perundingan keluaraga mengenai mas kawin, namun akan menjadi masalah bila
pernikahan ini tidak sesuai dengan peraturan-peraturan hukum Negara dan
44
C. Groenen, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, (Yogyakarta:Kanisius, 1993), 40.
20
Gereja. Terlebih lagi sebagai warga jemaat Gereja yang lebih penting ialah
pernikahan akan sah, bila ada peran Gereja di dalamnya.45
Tanpa peneguhan dan pemberkatan (yang berlangsung dengan penumpangan
tangan) perkawinan anggota-anggota gereja tidak dianggap sah. Hal ini jelas
menyatakan bahwa sebagai jemaat Gereja Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas,
mereka haruslah menikah dengan adanya pemberkatan dan peneguhan nikah di
Gereja. Mereka tidak boleh hanya mementingkan menikah secara adat saja.
Dalam doa-doa nikah yang terdapat dalam dokumen-dokumen lama itu diminta
kepada Tuhan, supaya Ia memimpin, menjaga dan memelihara pengantin laki-
laki dan perempuan dalam hidup mereka.46
Bila mereka hanya mementingkan
pernikahan secara adat yang telah dianggap sah ketika penentuan purut telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Maka, dapat dikatakan bahwa mereka tidak
meminta penyertaan Tuhan dalam kehidupan pernikahan mereka, karena pada
saat menikah doa-doa yang seharusnya mereka panjatkan dalam peneguhan dan
pemberkatan pernikahan tidak mereka lakukan.
Pernikahan yang seharusnya menjadi suatu ikatan yang ada oleh karena
kehendak Tuhan, seperti tidak ada artinya lagi bila tidak menyertakan Tuhan
didalamnya.47
Terlebih lagi dalam perkawinan orang-orang Kristen bukan saja
suatu persekutuan hidup, tetapi juga suatu persekutuan percaya. Persekutuan
percaya ialah bahwa suami dan isteri dalam hidup mereka harus mempunyai
penyesuaian paham tentang soal-soal prinsipil, seperti: makna hidup ini, maksud
dan tujuan perkawinan, tugas suami dan isteri, tanggung jawab orang tua,
pendidikan anak-anak, dan lain-lain.48
Akibatnya yang terjadi dalam masyrakat
45
J. L. Ch Abineno. Pemberitaan Firman pada hari-hari khusus. (Jakarta:BPK Gunung Mulia,
1981), 208-209.
46 Ibid., 210
47 Al. Purwa Hadiwardoyo MSF, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, (Yogyakarta: Kanisius,
1988), 76.
48 J.L. Ch Abineno. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan pembinaannya).
(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983), 14-15.
21
dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas terkhususnya
mereka yang menikah di usia dini dan hanya mengesahkan pernikahan lewat
proses pernikahan adat saja tidak memikirkan hal pernikahan sampai sejauh itu.
Mereka pun tidak dapat memahami makna pernikahan sesungguhnya sebagai
persekutuan percaya dan tujuan pernikahan yang ia ketahui hanyalah untuk
memenuhi keinginan orang tuanya.
Pemaknaan awal mengenai purut sebagai simbol yang dapat membantu
membangun kekeluargaan diantara masing-masing keluarga laki-laki dan
perempuan akhirnya menjadi sia-sia. Karena pemahaman mengenai membantu
antara sesama keluarga memanglah baik, tetapi praktek yang dijalankan itu salah.
Membantu antara sesama keluarga terkhususnya dari pihak laki-laki bukan
berarti mengorbankan saudara perempuannya yang belum cukup umur untuk
dijodohkan. Dari kesalahan mempraktekkan makna Purut inilah yang pada
akhirnya membuat Purut mengakibatkan tingginya pernikahan usia dini dalam
masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulannya adalah faktor ekonomi dan pendidikan keluarga yang rendah
membuat Purut kehilangan pengertian yang sesungguhnya. Pemahaman Purut
yang seharusnya menjadi tradisi pemberian dari pihak laki-laki ke pihak
perempuan sebagai pengganti karena salah satu keluarganya diambil keluar untuk
menikah tidak lagi dipahami demikian, melainkan dipahami sebagai cara untuk
mendapatkan keuntungan lain. Keuntungan lain dalam hal ini ialah Purut yang
didapat dari pernikahan anak perempuannya digunakan untuk melunasi Purut
anak laki-lakinya. Sehingga dalam prakteknya, Purut mengakibatkan tingginya
pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes
Alang Engkuanan Apas, karena anak perempuannya dinikahkan demi memenuhi
22
Purut anak laki-lakinya tanpa lagi melihat ketentuan pernikahan baik dari hukum
Negara maupun Gereja.
5.2 Saran
Bagi Gereja :
Sebaiknya Gereja memberikan penyuluhan mengenai pemahaman pentingnya
pernikahan dalam sudut pandang Kristen dan Gereja. Sehingga masyarakat
Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas tidak dengan
mudahnya melaksanakan pernikahan. Dalam penyuluhan itu diberikan juga
pemahaman tentang dampak-dampak buruk dari pernikahan di usia dini. Namun,
penyuluhan ini baiknya tidak hanya dilakukan sekali saja, tetapi secara bertahap.
Bukan hanya lewat penyuluhan saja tetapi pemberian pemahaman bisa juga
dilakukan saat melakukan perkunjungan di rumah-rumah jemaat maupun pada
saat khotbah minggu.
Bagi Masyarakat :
Kepala Desa yang bekerja sama dengan Ketua Adat Desa memberikan
penyuluhan mengenai pemahaman Purut yang sesungguhnya dan melakukan
praktek Purut itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan. Didalam
penyuluhan juga perlu ditekankan untuk para pemuda yang ingin menikah harus
mempersiapkan benar-benar pernikahannya baik dari kesiapan mental, umur
maupun ekonominya. Begitu pula untuk keluarga perempuan, ketika menentukan
Purut baiknya memikirkan barang-barang yang dibutuhkan bagi keluarga bukan
yang tidak memiliki kepentingan.
23
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Abineno, Ch, L, J. Pemberitaan Firman Pada Hari-hari Khusus. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1981.
Abineno, Ch, L, J. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan pembinaannya).
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983
Data Warga Jemaat GPIB “Sion” Nunukan
Data Warga Jemaat GPIB “Sion” Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas
Daeng, J, Hans. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Groenen , C. Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi,