AKHIR TAHUN PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI The Development and Upgrading of Seven Universities In Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KHITOSAN UNTUK MEMBRAN FORWARD OSMOSIS AIR PAYAU DAN AIR KOTOR Tahun ke 1 dari rencana 2 Tahun Dr. Saiful, M.Si. (NIDN : 0022096901) Dr. Ir. Marlina, M.Si. (NIDN : 0014046503) Dr. Muliadi Ramli, M.Si. (NIDN : 0001037301) Dr. M. Nizar Machmud, S.T, M. Eng (NIDN : 0020037202) Dibiayai oleh: Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor : 105/SP2H/LT/DPRM /IV/2017 tanggal 3 April 2017 UNIVERSITAS SYIAH KUALA OKTOBER 2017
81
Embed
AKHIR TAHUN PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN …uilis.unsyiah.ac.id/unsyiana/files/original/9245816852c139248bb2... · PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN . PERGURUAN TINGGI . ... Ketua Jurusan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKHIR TAHUN PENELITIAN TERAPAN UNGGULAN
PERGURUAN TINGGI The Development and Upgrading of Seven Universities
In Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN
KHITOSAN UNTUK MEMBRAN FORWARD OSMOSIS AIR PAYAU DAN AIR KOTOR
Tahun ke 1 dari rencana 2 Tahun
Dr. Saiful, M.Si. (NIDN : 0022096901)
Dr. Ir. Marlina, M.Si. (NIDN : 0014046503) Dr. Muliadi Ramli, M.Si. (NIDN : 0001037301)
Dr. M. Nizar Machmud, S.T, M. Eng (NIDN : 0020037202) Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor : 105/SP2H/LT/DPRM /IV/2017 tanggal 3 April 2017
UNIVERSITAS SYIAH KUALA OKTOBER 2017
AKHIR TAHUNPENELITIAN TERAPAN UNGGULAN
PERGURUAN TINGGIThe Development and Upgrading of Seven Universities
In Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KHITOSAN UNTUK MEMBRAN FORWARD OSMOSIS AIR
Dr. Muliadi Ramli, M.Si. (NIDN : 0001037301)Dr. M. Nizar Machmud, S.T, M. Eng (NIDN : 0020037202)
Dibiayai oleh:Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Kontrak Penelitian
Nomor : 105/SP2H/LT/DPRM /IV/2017 tanggal 3 April 2017
UNIVERSITAS SYIAH KUALAOKTOBER 2017
Judul
Peneliti!Pelaksana Nama Lengkap Perguruan Tinggi NIDN Jabatan Fungsional Program Studi NomorHP Alamat sure I (e-mail) Anggota (1) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Anggota (2) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Anggota (3) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Institusi Mitra (jika ada) Nama Institusi Mitra Alamat Penanggung Jawab Tahun Pelaksanaa.Il Biaya Tahun Berjalan Biaya Keseluruhan
HALAMANPENGESAHAN
: PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KHITOSAN UNTUK MEMBRAN FORWARD OSMOSIS AIR PAY AU DAN AIR KOTOR
: Dr SAIFUL, S.Si, M.Si : Universitas Syiah Kuala : 0022096901 : Lektor Kepala : Kimia : 081360581225 : [email protected]
: Dr. Ir MARLINA M.Si : 0014046503 : Universitas Syiah Kuala
: Dr M. NIZAR MACHMUD S.T : 0020037202 : Universitas Syiah Kuala
: Dr MULIADI RAMLI S.Si, M.Si : 0001037301 : Universitas Syiah Kuala
: Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun : Rp 135,500,000 : Rp 270,138,000
Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Khitosan Untuk Membran Forward Osmosis Air Payau Dan Air Kotor
Ketersediaan air minum yang higienes telah menjadi masalah utama di banyak
bagian dunia terutama di negara-negara miskin, negara sedang berkembang, dan negara
yang sering mengalami bencana termasuk Indonesia khususnya provinsi Aceh. Pasca
tanggap darurat bencana, air bersih dan air minum menjadi kebutuhan dasar yang sangat
penting dan harus terpenuhi. Metode atau teknologi pengolahan air minum alternatif yang
sedang dikembangkan adalah membran osmosa maju (forward osmosis). Metode membran
forward osmosis merupakan metode yang relativ baru yang dikembangkan untuk
menggantikan metode membran osmosa balik (reverse osmosis), lebih ekonomis dan
mudah diaplikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi optimum pada
proses pembuatan membran forward osmosis untuk desalinasi dan pemurnian air payau,
dan air tercemar. Membran dibuat dari bahan dasar polimer khitosan dengan metode
pembalikan fasa (phase inversion method). Membran forward osmosis dibuat dengan
pencetakan larutan polimer diatas pelat kaca yang diikuti dengan proses solidifikasi dan
pembentukan membrane. Membran memiliki struktur asimetris dengan 33,67% porositas
dan 5,76% tingkat pembengkakan. Membran chitosan memiliki kekuatan tarik 28,83 kgf /
mm2 dan pemanjangan sebesar 7,16%. Glukosa, fruktosa, sukrosa digunakan sebagai
larutan penarik untuk menghilangkan larutan umpan air payau. Peningkatan konsentrasi
larutan yang menarik menyebabkan peningkatan fluks air. Untuk keempat solusi menarik,
urutan fluks air adalah campuran glukosa dan fruktosa >fruktosa > glukosa, sama dengan
laju alir. Kualitas air produk yang tinggi diperoleh untuk semua solusi menarik. Produk
kualitas air telah dipenuhi dengan peraturan pemerintah tentang kualitas air minum di
Indonesia. Membran osmosis maju Chitosan bisa menjadi metode alternatif untuk produksi
air minum.
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Penelitian Sesuai Prioritas
Nasional dengan judul : Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Khitosan Untuk Membran
Forward Osmosis Air Payau Dan Air Kotor
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan kesempatan dan mempercayakan kami untuk
melaksanakan penelitian ini.
2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat Universitas Syiah Kuala yang telah
memfasilisasi terlaksananya penelitian ini.
3. Dekan FMIPA Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian ini.
4. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala yang telah mengizinkan
kami untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan fasilitas Laboratorium
Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala.
5. Para dosen teman sejawat dan laboran yang telah banyak memberikan bantuan dan
kerjasama yang baik selama pengerjaan penelitian ini.
6. Marlisa yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.
Semoga Allah swt memberikan balasan yang setimpal sesuai dengan jerih payah
yang telah disumbangkan kepada kami. Mudah-mudahan penelitian yang dikerjakan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin, ya rabbal ‘alamin.
Banda Aceh, Oktober 2017
Tim Peneliti
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN PRAKATA
i iv
DAFTAR ISI V DAFTAR TABEL Vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1. Membran Forward Osmosis 4 2.2. Larutan Penarik 6 2.3. Kinerja Membran Forward Osmosis 6 2.4. Khitosan 7 2.5. Road Map Penelitian 8 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 11 3.1. Tujuan Penelitian 11 3.2. Manfaat Penelitian 11 BAB IV METODE PENELITIAN 12 4.1. Alat dan Bahan 12 4.2. Rancangan Penelitian 4.3. Prosedur Kerja 13 4.3.1. Pembuatan membran khitosan murni dengan dimetil
formamida 10%
13
4.3.2. Karakterisasi membran 13 4.2.3. Pengujian Membran Forward Osmosis 15 BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 17 5.1. Pembuatan Membran Khitosan dengan Penambahan
DMF dan Formamida 17
5.2. Karakkterisasi Membran 18 5.2.1. Ketebalan, Porositas dan Swelling Degree 18 5.2.2. Morfologi membran 18 5.2.3. Uji Mekanik Membran 20 5.2.4. Uji Termal Membran Khitosan 21 5.3. Pengujian Membran Forward Osmosis dan Fluks Air 22 5.4. Luaran yang telah dicapai pada tahun pertama (2017) 29 BAB VI TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1. Penelitian lanjutan tahun ke dua 30
6.2. Luaran artikel publikasi internasional 31 6.3. Luaran draft dan pendaftaran paten 31 6.4. Luaran buku ajar 31 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 32 7.2. Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 36 LAMPIRAN 1 Produk penelitian LAMPIRAN 2 Bukti Seminar Internasional LAMPIRAN 3 Draft Artikel Publikasi Ilmiah LAMPIRAN 4 Draft HKI LAMPIRAN 5 Lokasi pengambilan sampel
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1.
Larutan Penarik yang digunakan pada proses desalinasi air laut
6
Tabel 5.1.
Hasil karakteristik ketebalan membran 18
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1. Perbedaan membran forward osmosis (FO) dan membran reverse osmosis (RO) (Cath T.Y. dkk., 2006)
4
Gambar 2.2. Skema unit membran forward osmosis (Jincai Su dkk., 2012) 7 Gambar 2.3. Rumus struktur khitosan 8 Gambar 2.4. Roadmap penelitian tim pengusul 10 Gambar 4.1 Bentuk spesimen uji kekuatan tarik 14 Gambar 4.1. Ilustrasi proses pengujian membran forward osmosis (Jincai
Su et al., 2012). 16
Gambar 5.1. Proses pencetakan membran khitosan (a) Membran khitosan yang dicetak diatas plat keramik , (b) Membran khitosan yang sudah mulai mengering (c) Membran khitosan yang sudah lepas dari permukaan keramik setelah 2-3 hari.
17
Gambar 5.2. Morfologi membran khitosan 10% (v/v) DMF yang dikarakterisasi menggunakan SEM, (a) pemukaan atas, (b) permukaan bawah dan (c) dan (d) penampang melintang.
19
Gambar 5.3. Pengujian sifat mekanik dari membran khitosan (a) Penampakan sampel yang disiapkan sesuai dengan ukuran untuk analisis, (b) alat yang digunakan untuk pengukuran kuat tarik dan elongasi.
20
Gambar 5.4. Hasil pengujian mekanik membran kitosan menyangkut kuat tarik dan elongasi
21
Gambar 5.5. Hasil pengujian DSC membran khitosan 3% dan penambahan aditif dimetil formamida 10%
22
Gambar 5.6. Karakterisasi fluks air pada membran (a) Modul forward osmosis (b) Alat pompa peristaltik
23
Gambar 5.7. Pengaruh konsentrasi larutan penarik terhadap fluks air dengan larutan tiga jenis penarik yang berbeda
24
Gambar 5.8. Hasil uji kualitas air payau sebagai larutan umpan (a) dan air produk forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
26
Gambar 5.9. Hasil uji kualitas air umpan dan air produk forward osmosis terhadap logam berat (Cu, Pb, Zn, Cr, Fe, Ar, Cd)
27
Gambar 5.10. Hasil uji kualitas air kotor sebagai larutan umpan (a) dan air produk forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
28
Gambar 5.11. Hasil uji kualitas air kotor sebagai larutan umpan (a) dan air produk forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
29
Gambar 6.1. Rancangan kantong air minum berbasis membran FO 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Produk penelitian 36 Lampiran 2 Bukti Seminar Internasional 38 Lampiran 3 Draft Artikel Publikasi Ilmiah 44 Lampiran 4 Draft HKI 53 Lampiran 5 Lokasi pengambilan sampel 59
1
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Akses terhadap air minum yang higienes telah menjadi masalah utama di banyak
bagian dunia terutama di negara-negara miskin, negara sedang berkembang, dan negara
yang sering mengalami bencana. Lebih dari satu miliar orang kekurangan air minum yang
merupakan kebutuhan dasar setiap hari. Air tidak sehat telah menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia; lebih dari 50% pasien rumah sakit menderita penyakit akibat
dari air tidak sehat (McGinnis R. L. and M. Elimelech, 2008). Pada sisi lain, daerah yang
mengalami bencana membutuhkan penanganan tanggap darurat yang cepat terhadap
kebutuhan akan air minum dan air bersih. Pasca tanggap darurat bencana, air bersih dan air
minum menjadi kebutuhan dasar yang sangat penting dan harus terpenuhi (Steele A. and
B.A. Clarke., 2008).
Secara geografis Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana (hazard
potency) yang sangat tinggi. Pergerakan lempeng-lempeng Eurasia, Australia dan lempeng
Dasar Samudera Pasifik menyebabkan gempa bumi, tsunami, rangkaian gunung api aktif,
tanah longsor, banjir, dan lain-lain (Tejakusuma, 2005 dan KLH, 2009). Hal ini
membutuhkan kesiapan dan kesiagaan dalam menghadapi setiap bencana dan penanganan
pasca bencana. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana dan undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu kebutuhan dasar yang harus diberikan
kepada korban bencana adalah kebutuhan air bersih dan air minum. Bencana membuat
banyak masyarakat sulit memenuhi kebutuhan dasarnya termasuk kebutuhan air minum dan air
bersih. Jika air bersih dan air minum tidak tersedia maka para korban bencana akan
menderita berbagai penyakit. Penyakit yang muncul adalah penyakit gatal-gatal, dehidrasi,
diare dan muntaber, dapat dipastikan jumlah korban akan bertambah banyak sehingga
penanganan menjadi lebih sulit (Indriatmoko R. H. dan W. Hidayat, 2007). Air bersih dan
khususnya air minum menjadi sulit diperoleh karena rusak dan tercemarnya sumber air
bersih pada daerah bencana dan sulitnya akses menuju lokasi bencana. Untuk itu
pengembangan metode dan teknologi penyediaan air minum dalam situasi darurat
(emergency) yang cepat dan sederhana sangat diperlukan. Inovasi dan pengembangan
teknologi dalam penyediaan air bersih khususnya air minum masih perlu dikembangkan
lebih lanjut (Loo dkk., 2012 dan Clark and Steel, 2009).
2
Inovasi dan pengembangan yang telah dilakukan dalam penyediaan air dalam
keadaan darurat adalah pengadaan mobil yang dilengkapi dengan mesin pengolahan air
kotor menjadi air bersih, namun tidak efektif untuk daerah yang terisolir akibat bencana.
Selain itn pengadaan mobil tersebut membutuhkan biaya yang besar karena menggunakan
metode membran osmosis balik (reverse osmosis atau disingkat RO). Metode ini
mempunyai kelemahan terutama dibagian pengoperasian dan pemeliharaannya.
Pengoperasian membran osmosis balik memerlukan energi tinggi; energi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan tekanan hidrolik melebihi tekanan osmotik; untuk desalinasi air payau
pada tekanan 15 bar dan dalam desalinasi air laut pada tekanan 60 sampai 80 bar (Laura A.
Hoover dkk., 2011). Pada membran osmosis balik kemungkinan terjadinya fouling tinggi,
jika tidak ditangani secara tepat waktu, secara permanen dapat merusak membran dan
mengakibatkan penurunan dalam proses kerja membran sehingga membutuhkan membran
pengganti (Fritzmann. C dkk., 2006). Kelemahan-kelemahan metode membran osmosa
balik menyebabkan tidak mudah diaplikasikan dalam keadaan darurat dan daerah lokasi
bencana.
Metode atau teknologi pengolahan air minum alternatif sedang dikembangkan
adalah membran osmosis maju (forward osmosis atau disingkat FO). Para peneliti
mengembangkan membran forward osmosis untuk menggantikan membran reverse
osmosis. Metode membran forward osmosis merupakan suatu metode penyaringan air
yang tidak memerlukan energi/tekanan, pompa, bahan kimia dan efektiv menghilangkan
bakteri dan virus bahkan dari air limbah sekalipun serta praktis dalam penggunaannya
(Altee dkk., 2014). Membran ini merupakan membran hidrofilik, memungkinkan air untuk
melewati, namun mampu menahan semua kontaminan karena penggunaan ukuran pori
yang sangat kecil (Zhao dkk., 2012). Salah satu aplikasi yang memungkin adalah
pembuatan modul dan kantong penyaring air siap minum. Membran ini telah digunakan
oleh NASA, Departemen Pertahanan AS untuk memproduksi air minum dari air limbah
dan urin di ruang angkasa. Hal ini memungkinkan air murni untuk dibuat dari hampir
semua sumber air, termasuk air pasokan yang sangat keruh, tercemar dan beracun (Shafer
dkk., 2015).
Inovasi kunci membran forward osmosis adalah memanfaatkan potensi tekanan
osmotik yang diciptakan oleh cairan seperti larutan gula dan elektrolit dalam sirup
minuman olahraga sebagai sumber energi untuk menggerakkan proses filtrasi. Ini berarti
bahwa minuman yang dihasilkan bukan hanya air, tetapi menyediakan pengganti elektrolit
3
dan sumber kalori bagi pengguna. Membran forward osmosis dengan struktur yang sangat
rapat, mampu menolak hampir 90% dari garam dalam urin. Dengan kemampuan
filterisasi yang optimal membran ini telah digunakan oleh militer AS, termasuk pasukan
elit pertempuran, dan organisasi bantuan bencana untuk memenuhi kebutuhan air minum.
Aplikasi dan kebutuhan membran forward osmosis ini pada masa akan datang akan
meningkat dengan luas dan pesat (Chung dkk., 2012 dan Shafer dkk., 2015).
Salah satu polimer alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan dasar
membran forward osmosis adalah khitosan (Saiful dkk., 2014). Khitosan digunakan
sebagai bahan dasar karena khitosan merupakan polimer alam sehingga lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan polimer sintetik. Khitosan mempunyai sifat mekanik
yang baik, hidrofilik, dan mempunyai sisi aktif. Sehinggga khitosan merupakan polimer
pendukung yang baik untuk pembuatan membran (Saiful dkk., 2013). Pada penelitian ini
akan dilakukan pembuatan membran forward osmosis berbahan dasar khitosan. Pembuatan
membran diawali dengan pembuatan larutan homogen dengan kekentalan yang diinginkan,
lalu pencetakan larutan polimer sebagai lapisan tipis. Selanjutnya, penguapan pelarut dari
larutan cetak sehingga terbentuk membran yang dikarakterisasi dan dikembangkan sebagai
media untuk memproduksi air siap minum.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Membran Forward osmosis
Metode forward osmosis yaitu suatu proses pemurnian air dimana larutan dengan
kosentrasi rendah menuju ke larutan dengan konsentrasi tinggi melalui membran
semipermeabel (Cath T.Y. dkk., 2006). Dimana proses tersebut berkerja berdasarkan
gradien tekanan osmotik, sehingga energi untuk mengangkut air melintasi membran
hampir dapat diabaikan (Jincai Su dkk.,2012). Ada pun keuntungan dari membran forward
osmosis dibandingkan dengan osmosis balik yaitu tidak memerlukan tekanan eksternal
hidrolik, kemungkinan terjadinya fouling pada membran kecil dan kemungkinan terjadinya
kontaminan rendah (McCormick P. dkk., 2008). Pada metode membran osmosis balik,
proses pemurnian air dengan cara memaksa pelarut dari daerah konsentrasi zat terlarut
tinggi melalui membran semipermeabel ke daerah konsentrasi zat terlarut rendah dengan
menggunakan tekanan hidrolik melebihi tekanan osmotik (Laura A. Hoover dkk., 2011).
Perbedaan membran forward osmosis dan membran osmosis balik dapat dilihat pada
gambar 2.2.
Gaya (∆P)
Gambar 2.1. Perbedaan membran forward osmosis (FO) dan membran reverse osmosis (RO) (Cath T.Y. dkk., 2006)
Sampai saat ini, ada beberapa jenis membran FO yang telah dilaporkan seperti (1)
membran lembaran datar yang terbuat dari ester selulosa (Zhang dkk., 2010), (2) serat
berongga tunggal dan dual-layer berdasarkan polibenzimidazol (PBI) (Yang dkk., 2009),
selulosa asetat (CA) (Su dkk. 2010; Su dan Chung 2011) atau poli-amida-imida (Setiawan
ε (%) = Porositas membran swelling degree(%) = Derajat pengembangan Vmembran basah = Jumlah volume membran basah Vmembran kering = Jumlah volume membran kering (Avramescu dkk,
2004)
Penentuan fluks air.
Penentuan fluks air membran ditentukan dengan waktu 1, 3, 6, dan 9 jam
dan diperoleh volume permeate dengan menggunakan modul forwad osmosis pada
suhu ruang. Nilai fluks yang diperoleh, dihitung dengan persamaan:
Ket:
J = Fluks air ( L/m2jam)
R = Jari-jari (m)
V = Volume (L)
T = Waktu (jam)
Uji SEM
Dipotong sampel dengan ukuran 1x1 cm. Setelah itu sampel dikarakterisasi
dengan menggunakan peralatan scanning electron microscopy (SEM) untuk
melihat permukaan membran dengan beberapa kali pembesaran.
Uji Mekanik
Pegujian tarik untuk membran mengacu pada ASTM-D638. Spesimen uji tarik
pada membran dapat dilihat pada gambar 4.1.
2 cm 5 cm
Gambar 4.1 Bentuk spesimen uji kekuatan tarik Sumber: ASTM D-368 (1976)
(Mulder,
𝐽 =𝑉
𝜋𝑟2𝑡
0,
15
Pada gambar spesimen tersebut, kedua ujung dari spesimen dijepit pada
speciment clamp dengan menggunakan alat uji mekanis (Universal Testing
machine), diamati kekuatan tarik (kgf/mm2) dan persen elongasi (%). Setelah
dilakukan uji tarik maka akan didapat komposisi yang kompatibel dan ketahanan
mekanis yang optimum (Annual Book of ASTM Standars, 1976).
Analisis Termal
Untuk mempelajari pengaruh suhu pada membran, dilakukan pengujian
menggunakan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC). Analisis termal
dilakukan untuk mengetahui suhu transition glass (Tg) berdasarkan standar ASTM
D3418-08. Differential Scanning Calorimetry (DSC) dapat mengukur secara
kuantitatif perubahan entalpi yang timbul sebagai fungsi dari suhu dan waktu.
Sampel ditimbang sekitar 2.2 mg kemudian dimasukan ke dalam crucible 40 pada
suhu ruang sampai 500 oC. Dari pengujian DSC, sifat termal dari bahan dapat
dilihat dari grafik yang akan muncul dari layar komputer.
4.3.3. Pengujian Membran Forward Osmosis
a. Pembuatan larutan penarik
Dibuat larutan penarik dari glukosa, fruktosa dan campuran fruktosa dan
glukosa dengan variasi konsentrasi 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 1 M yang dilarutkan
menggunakan aquades dalam labu ukur 250 mL hingga tanda batas.
b. Uji membran forward osmosis
Proses pengujian membran forward osmosis menggunakan modul forward
osmosis dengan pengujian sistem kontinyu (aliran). Dimana modul forward
osmosis diilustrasikan seperti pada Gambar 4.2. Pada tabung 1 diisi dengan larutan
penarik berupa glukosa dengan variasi konsetrasi (0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 1 M) dan
tabung ke 2 diisi dengan larutan umpan berupa air payau. Dimana larutan penarik
ini akan menarik molekul air (pelarut) yang ada dilarutan umpan sehingga akan
berpindah ke larutan penarik melalui membran yang terbuat dari khitosan. Proses
forward osmosis dilakukan dengan variasi waktu 1, 3, 6, dan 9. Setelah itu dicek
kembali kualitas dari air yang dihasilkan tersebut dengan menggunakan parameter
16
Daya Hantar Listrik (DHL), salinitas, TDS dan pH. Larutan penarik digantikan
dengan fruktosa dan kemudian digantikan lagi dengan campuran (fruktosa dan
glukosa) dengan variasi konsetrasi (0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 1 M) dengan perlakuan
yang sama.
Gambar 4.2. Ilustrasi proses pengujian membran forward osmosis (Jincai Su
et al., 2012).
c. Analisis larutan penarik dan larutan umpan
Dilakukan pengujian terhadap larutan penarik dan umpan dengan
menggunakan parameter daya hantar listrik serta pH dengan menggunakan alat
konduktimeter dan pH meter.
17
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1. Pembuatan Membran Khitosan dengan Penambahan DMF dan
Formamida
Pembuatan membran khitosan murni yang terbaik, berdasarkan penelitian
sebelumnya yaitu dengan konsentrasi 3% b/v (Nurfitriana, 2012). Membran
khitosan murni yang dihasilkan secara kasat mata mempunyai sifat transparan,
tipis dan kuat. Malahayati (2001) melaporkan, membran khitosan murni memiliki
struktur yang lebih rapat dan kurang berpori.
Membran khitosan yang lebih berpori, dihasilkan dengan melakukan
penambahan senyawa aditif. Pada penelitian ini senyawa aditif yang digunakan
yaitu dimetil formamida (DMF). Melisa (2010) melaporkan membran forward
osmosis telah berhasil dibuat dari polimer khitosan dengan komposisi DMF terbaik
yaitu 10% (v/v) sehingga dapat diaplikasikan untuk pemurnian air payau. Fungsi
dari penambahan zat aditif dimetil fomamida itu sendiri yaitu sebagai pengatur
pori. Salah satu syarat plat yang digunakan untuk media cetak membran yaitu plat
yang tidak memiliki interaksi antara larutan polimer. Media cetak untuk membran
yang digunakan adalah plat keramik. Hasil cetakan membran dapat dilihat pada
Gambar 5.1.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.1. Proses pencetakan membran khitosan (a) Membran khitosan yang dicetak diatas plat keramik , (b) Membran khitosan yang sudah mulai mengering (c) Membran khitosan yang sudah lepas dari permukaan keramik setelah 2-3 hari.
18
5.2 Karakterisasi Membran
5.2.1 Ketebalan, Porositas dan Swelling Degree
Ketebalan membran diukur pada 3 titik yang berbeda secara random dan
dirata-ratakan. Rata-rata ketebalan membran murni dan membran dengan variasi
persentase konsentrasi DMF yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil karakteristik ketebalan membran
Karakterisasi Porositas dan Swelling Degree dilakukan untuk memprediksi
transport atau difusi suatu zat melalui membran. Karakterisasi porositas dan
swelling degree membran khitosan 3% (b/v) dengan variasi konsentrasi DMF
dapat dilihat pada Tabel 5.1. Grafik tersebut menunjukkan bahwa porositas dan
swelling degree yang dihasilkan membran khitosan DMF 10% memiliki nilai rata-
rata yaitu 39,2% dan 66,3%. Penambahan zat aditif DMF meningkatkan nilai
porositas dan swelling degree secara keseluruhan, hal ini dikarenakan sifat dari
DMF itu sendiri yaitu porogen (sebagai pengatur pori).
5.2.2 Morfologi Membran
Seperti yang telah diketahui, membran forward osmosis memiliki struktur
asimetri (Wanling Tang, 2008). Membran asimetri merupakan membran dengan
ukuran pori-pori permukaan atas lebih rapat sedangkan permukaan bawah lebih
renggang (Mulder, 1996). Hasil karakterisasi SEM membran khitosan 10% (v/v)
DMF pada permukaan atas, bawah dan penampang melintang dengan pembesaran
1500x dapat dilihat pada Gambar 5.2. Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada
perbedaan struktur antara permukaan atas dan bawah. Terlihat bahwa pada
permukaan atas lebih rapat dan rata sedangkan permukaan bawah lebih kasar
dengan pembesaran 1500x. Pada penampang melintang membran dengan
pembesaran 1500 x terlihat bahwa membran mempunyai struktur yang terkoneksi
dengan baik dan bebas dari makrovoid. Pada penelitian ini membran yang
diinginkan untuk aplikasi pengujian forward osmosis adalah jenis membran yang
rapat dan berpori. Membran memiliki ketebalan overal sekitar 55μm.
A. Top Layer B. Bottom Layer
C. Crossection
D. Crossection
Gambar 5.2. Morfologi membran khitosan 10% (v/v) DMF yang dikarakterisasi menggunakan SEM, (a) pemukaan atas, (b) permukaan bawah dan (c) dan (d) penampang melintang.
Pada penampang membran dengan pembesaran 1500x terlihat bahwa
membran memiliki struktur yang terkoneksi dengan baik kurang dari macrovoid.
Dalam penelitian ini, membran yang disukai untuk aplikasi pengujian osmosis ke
depan adalah jenis membran padat. Komposisi yang disukai dari larutan
pengecoran untuk membuat membran pada konsentrasi larutan khitosan di atas 2%
(b / v) (Yang et al., 1984). Tingkat fluks air membran menurun dengan konsentrasi
larutan casting yang meningkat. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, larutan
20
pengecoran menghasilkan kristalinitas derajat yang lebih tinggi, membran bebas
yang relatif void karena jaringan polimer yang sangat berikatan silang dan hanya
ada sedikit atau tidak ada ruang kosong sehingga ion garam dikeluarkan. Membran
chitosan cocok untuk desalinasi air. How et al. (2006) mengemukakan bahwa
membran FO ideal harus terdiri dari lapisan selektif tipis padat tanpa lapisan
pendukung kain longgar. Oleh karena itu sifat mekanik merupakan faktor penting
dalam menentukan kegunaan membran chistosan untuk filtrasi pada tekanan
tinggi, suhu kerja tinggi dan laju alir yang bervariasi untuk periode yang lama.
5.2.3 Uji Mekanik Membran
Pada penelitian ini, pengukuran sifat mekanik membran dilakukan dengan
uji tarik. Membran yang akan dilakukan uji tarik yaitu membran khitosan 10%
(v/v) DMF. Hasil uji tarik dapat ditentukan kuat tarik dan elongasi. Uji tarik
dilakukan dengan membran ditarik pada kecepatan 10 mm/menit hingga membran
putus. Kemudian diperoleh nilai kuat tarik dan elongasi. Dari hasil uji tarik
terdapat perbedaan nilai kuat tarik dan elongasi pada membran khitosan 10% (v/v)
DMF. Dimana kuat tarik yang diperoleh membran khitosan 10% (v/v) DMF yaitu
sebesar 28,13 kgf/mm2 sedangkan elongasi yang diperoleh sebesar 7,16%. Hal ini
dikarenakan membran khitosan 10% (v/v) DMF memiliki struktur yang lebih
berpori.
A
B
Gambar 5.3. Pengujian sifat mekanik dari membran khitosan (a) Penampakan
sampel yang disiapkan sesuai dengan ukuran untuk analisis, (b) alat yang digunakan untuk pengukuran kuat tarik dan elongasi.
21
Semakin rapat struktur membran, maka membran mempunyai kekuatan tarik
dan jebol yang kuat dikarenakan jarak antar molekul dalam membran semakin
rapat (Kusumawati, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan zat
aditif (DMF) berpengaruh terhadap penurunan sifat mekanik membran.
Gambar 5.4. Hasil pengujian mekanik membran kitosan menyangkut kuat tarik dan elongasi
5.2.4 Uji Termal Membran Khitosan
DSC merupakan teknik analisis termal dengan menganalisis perubahan fisik
dan kimia dari material baik bahan alami maupun sinstesis. Pada DSC,
peralatan didisain untuk memungkinkan pengukuran kuantitatif perubahan entalpi
yang timbul dalam sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu. Teknik ini
umumnya digunakan untuk mengetahui temperatur transisi gelas,Tg. Hasil uji
DSC terhadap sampel membran khitosan murni dan aditif dimetil formamida
diperlihatkan pada gambar 5.5. Secara umum puncak termogram yang dihasilkan
menunjukkan kompatible dan hanya memiliki satu puncak endoterm dan eksoterm.
Baik khitosan murni maupun penambahan dimetil formamida memperlihatkan
temperatur transisi gelas,Tg sekitar titik 100 0C dengan luas puncak yang mirip.
22
Gambar 5.5. Hasil pengujian DSC membran khitosan 3% dan penambahan aditif dimetil formamida 10%
5.3. Pengujian Membran Forward Osmosis dan Fluks Air
Pengukuran fluks air pada membran dilakukan setiap 1,3,6, dan 9 jam
dengan diameter masing membran 0,029 m. Menghitung nilai fluks dilakukan
dengan menggunakan rumus perhitungan fluks (J=V/ 𝜋𝑟2𝑡). Karakterisasi fluks air
pada membran dilakukan menggunakan proses forward osmosis (FO) dan diukur
volume air dalam waktu tertentu dengan menggunakan modul khusus seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5.6.
23
(a)
(b)
Gambar 5.6. Karakterisasi fluks air pada membran (a) Modul forward osmosis (b) Alat pompa peristaltik
a. Pengaruh konsentrasi larutan penarik terhadap fluks air
Pada pengaruh konsentrasi larutan penarik terhadap fluks air dilakukan variasi
larutan penarik dan variasi konsentrasinya. Variasi larutan penarik yang digunakan yaitu
larutan penarik glukosa, fruktosa dan campuran glukosa dan fruktosa. Variasi konsentrasi
larutan penarik yang digunakan yaitu 0,1M, 0,3M, 0.5M, 0,7M dan 1M. Variasi larutan
penarik ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi larutan penarik yang optimum untuk
proses forward osmosis.
Larutan umpan dan larutan penarik diberikan dengan laju alir volumetrik 23 ml/
menit menggunakan pompa peristaltik (Watson Marlow) dalam mode cocurrent untuk
meminimalkan tegangan pada membran FO yang tersuspensi. Kekuatan pendorongnya
adalah perbedaan tekanan osmotik pada membran antara sisi umpan dan sisi larutan
penarik. Seperti yang diharapkan, operasi proses FO pada konsentrasi larutan penarik yang
lebih tinggi menghasilkan fluks permeat yang lebih tinggi karena gradien osmotik net yang
lebih tinggi yang mendorong fluks air melintasi membran. Membran khitosan memiliki
fluks air yang khas, karena prosedur fabrikasinya memungkinkan optimalisasi konsentrasi
larutan cetak membran. Peningkatan gaya penggerak harus mengarah pada peningkatan
fluks air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.7 untuk glukosa, fruktosa dan campuran
sebagai larutan penarik masing-masing, pada laju alir yang sama. Fenomena ini dijelaskan
oleh Ge et al. [2008], di mana konsentrasi larutan penarik yang lebih tinggi memungkinkan
air pada larutan umpan ditarik dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi larutan penarikan yang lebih rendah karena konsentrasi larutan zat terlarut
yang lebih tinggi pada larutan undian meningkatkan gradien konsentrasi pelarut antara sisi
24
permeat dan sisi umpan dan peningkatan tekanan osmotik dari sisi umpan ke sisi permeat.
Xu et [2012] membuktikan bahwa fluks air yang lebih tinggi dapat dicapai dengan
meningkatkan konsentrasi larutan yang menarik karena peningkatan konsentrasi juga akan
meningkatkan tekanan osmotik sehingga mendorong proses osmosis. Menurut Phuntsho
dkk. [2013], tekanan osmotik tinggi dalam larutan menarik meningkatkan perbedaan
osmotik antara larutan penggambaran dan larutan umpan yang pada akhirnya akan
membentuk potensi osmotik tinggi yang dapat meningkatkan pengambilan air dari larutan
umpan untuk menarik larutan. Membran khitosan memiliki fluks air yang khas, karena
Penting untuk diperhatikan bahwa membran kitosan masih memiliki fluks permeat pada
konsentrasi larutan penarik yang rendah.
Gambar 5.7. Pengaruh konsentrasi larutan penarik terhadap fluks air dengan
larutan tiga jenis penarik yang berbeda
Gambar 5.7 juga menggambarkan bahwa campuran glukosa dan fruktosa
menunjukkan fluks yang relatif lebih tinggi pada setiap konsentrasi. Glukosa mencatat
fluks terendah karena menunjukkan tekanan osmotik terendah dibandingkan dengan
larutan penarikan lainnya yang menyebabkannya memiliki daya pendorong terendah untuk
menarik air dari sisi umpan ke sisi permeat (Checkli et al, 2006 dan Ge et al, 2013). Untuk
keempat solusi menarik, urutan fluks air murni adalah: campuran glukosa dan fruktosa
>fruktosa > glukosa. Fenomena ini juga dapat dijelaskan oleh Su et al. (2013), di mana
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,20
1
2
3
4
5
Wat
er F
lux
(L m
2 h-1)
Concentration (M)
Glukosa Fructose Glucose+Fructose
25
mereka mengklaim osmosis ke depan sangat bergantung pada gradien osmotik dimana
tekanan larutan tarik osmotik yang lebih tinggi akan meningkatkan potensi air dari aliran
air dari sisi umpan ke sisi permeat dan pernyataan ini ditunjukkan dengan jelas pada
perbedaan fluks antara glocuse, fruktosa dan sukrosa. Namun, fluks glukosa bereksperimen
lebih rendah dari fruktosa meskipun memiliki tekanan osmotik dan berat molekul yang
sama. Kelarutan tinggi larutan menarik menginduksi tekanan osmotik yang lebih tinggi dan
karena itu dapat mencapai fluks air yang lebih tinggi; fruktosa memiliki kelarutan yang
lebih tinggi daripada glukosa (Chekli et al, 2006). Kelarutan tinggi sangat penting dalam
memilih solusi menarik karena kelarutan yang tinggi memungkinkan solusi menarik untuk
terdisosiasi menjadi ion masing-masing dengan lebih mudah dan pada tingkat yang lebih
cepat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan osmotik dari larutan menarik
tersebut dan terakhir menginduksi fluks air yang lebih tinggi dari air dari umpan sisi ke sisi
permeate dalam proses osmosis (Wilson and Steward, 2008). Pada Gambar 5.7
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan fluks air pada konsentrasi 1 M dari campuran
glukosa dan fruktosa dapat mencapai 3,8 L/m2jam.
b. Kuliatas air Produk Forward osmosis
Parameter standar kualitas air minum yang digunakan untuk mengecek kualitas
air adalah konduktivitas, TDS, salinitas, pH dan logam berat. Logam berat yang dianalisis
adalah Hg, Pb, Fe, Cu, Cr, Zn. Hasil uji kualitas air payau yang digunakan sebagai umpan
pada uji FO menunjukkan bahwa kualitas air payau tidak memenuhi persyaratan kualitas
air minum. Hasil analisis total padatan terlarut dan salinitas jauh di atas standar kualitas air
minum sesuai dengan Permenkes. 492 / Menkes / Per / IV / 2010 tentang persyaratan mutu
air minum. Air payau mengandung padatan terlarut total 1648 ppm dan salinitas air payau
24,8 ppt. TDS tinggi dan salinitas menunjukkan bahwa air payau mengandung garam yang
relatif tinggi (NaCl). Sedangkan pH air dan kandungan logam masih sesuai dengan baku
mutu. Hasil uji kualitas air payau yang digunakan sebagai larutan umpan ditunjukkan pada
Gambar 5.8a.
26
A) B)
Gambar 5.8. Hasil uji kualitas air payau sebagai larutan umpan (a) dan air produk forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
Air payau sebagai larutan umpan dalam proses FO bertujuan untuk menghilangkan kation
dan kadar garam yang terlarut yang terkandung dalam air payau. Hasil uji kualitas air dari
produk solusi penarik dapat dilihat pada gambar 5.8b. Grafik menunjukkan solusi menarik
yang mengalami perubahan setelah proses osmosis ke depan. Secara umum, membran
kitosan dapat berfungsi dengan baik untuk menyaring dan memisahkan air payau dari
garam dan ion terlarut di dalamnya. Parameter salinitas menunjukkan bahwa garam yang
ada dalam air payau tidak bermigrasi ke larutan penarik. Kualitas air dari produk solusi
penarik dapat memenuhi persyaratan air minum sesuai Keputusan Menteri Kesehatan no.
492 / Menkes / Per / IV / 2010 tentang persyaratan mutu air minum. Perubahan
konduktivitas larutan penarik diperkirakan disebabkan oleh perpindahan zat terlarut ke
dalam larutan penarik. Adanya perpindahan pelarut ini disebabkan oleh banyaknya pori-
pori yang terbentuk pada membran. Semakin DMF ditambahkan maka pori-pori yang
terbentuk akan semakin banyak sehingga perpindahan pelarut akan semakin banyak.
Meskipun perpindahan pelarut, perubahan konduktivitas relatif kecil. Sedangkan parameter
pH tidak menunjukkan adanya perubahan setelah proses FO dan tetap memenuhi baku
mutu air minum.
Hasil pengujian kandungan logam berat ditunjukkan pada gambar 5.9. Hasil
pengujian pada kandungan logam berat menunjukkan bahwa tidak ada kenaikan
konsentrasi logam berat yang bergerak dari larutan umpan ke larutan penarik.
0100200300400
1600
1800
2000
DHLsalinitypH
Feed Standard Kepmenkes
Wat
er q
ualit
y pa
ram
eter
TDS
0
10
20
30
Glucose+FructoseFructoseGlucose
pH TDS (mg/L) DHL (us/cm) Salinity (mg/L)
27
Berdasarkan standar Permenkes, kualitas produk larutan yang larut dalam air yang
dihasilkan oleh metode osmosis ke depan memenuhi standar yang ditetapkan. Hal
ini mengindikasikan bahwa produk air dari osmosis ke depan dapat digunakan
sebagai air minum. Produk air minum yang dihasilkan dalam proses osmosis ke
depan dalam penelitian ini adalah air minum energi yang bisa digunakan langsung
sebagai air minum. Produk air minum ini bisa dijadikan sumber air minum dalam
keadaan darurat atau kebutuhan mendesak jenis yang sama.
Gambar 5.9. Hasil uji kualitas air umpan dan air produk forward osmosis terhadap
logam berat (Cu, Pb, Zn, Cr, Fe, Ar, Cd)
Proses forward osmosis membran khitosan juga telah diaplikasi untuk
pemurnian air kotor. Hasil pengujian forward osmosis ditunjukkan pada gambar
5.10. Pengujian dilakukan dengan menggunakan larutan penarik campuran glukosa
dan fruktosa. Parameter baku mutu air minum yang digunakan yaitu konduktivitas,
TDS, salinitas dan pH juga. Hasil analisa konduktivitas pada air gula dan air kotor
dengan menggunakan membran khitosan menunjukkan bahwa nilai konduktivitas
air kotor dan air gula terjadi perubahan yang signifikan. Perubahan koduktivitas
yang terjadi pada air payau dan air gula disebabkan karena adanya perpindahan zat
pelarut (air) ke larutan penarik. Adanya perpindahan zat pelarut disebabkan karena
banyaknya pori-pori yang terbentuk pada membran. Kadar DHL setelah proses FO
diperoleh pada penelitian ini yaitu sebesar 11,5 mg/liter.
2 3 40,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
standard KemenkesWater permeateConc
entra
tioon
hea
vy m
etal
(ppm
)
Cu Pb Zn Cr Fe Hg
Feed solution
28
Gambar 5.10. Hasil uji kualitas air kotor sebagai larutan umpan (a) dan air produk
forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
Pada analisa TDS, hasil grafik nilai TDS air payau dan air gula dengan
menggunakan membran 10%(v/v) DMF dan larutan penarik campuran glukosa dan
fruktosa dengan konsentrasi 1M. Grafik tersebut menunjukkan kualitas air
larutan penarik (air gula) mengalami perubahan setelah proses FO. Nilai TDS pada
air gula sesuai dalam standar baku mutu air minum. DEPKES RI melalui
PERMENKES:492/Menkes/Per/IV/2010, standar TDS maksimum yang
diperbolehkan adalah 500 mg/liter. Kadar TDS setelah proses FO diperoleh pada
penelitian ini yaitu sebesar 12 mg/liter.
Pengamatan terhadap perubahan kualitas air selama proses FO ditunjukkan
pada gambar 5.11. Pada analisa pH, konduktivitas, tds, dan salinitas untuk larutan
penarik (air gula) menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
kualitas produk air tersebut. pH awal air gula yaitu 7,7 setelah proses FO
berlangsung, nilai pH air gula mengalami perubahan menjadi 7,85. Salinitas yang
terjadi pada jenis konsentrasi larutan penarik lainnya juga tidak terjadi perubahan
yang terlalu signifikan, hal ini bisa dilihat dari tren grafik pada gambar tersebut.
Sedangkan analisis perubahan TDS dan DHL menunjukkan adanya peningkatan
dan perubahan selama proses forward osmosis. Adanya perubahan konduktivitas
dan TDS air gula disebabkan karena terjadinya perpindahan zat terlarut ke larutan
0
100
200
300
400
500
Pruduk air FO
Par
amat
er k
ualit
as a
ir
Umpan
pH TDS (mg/L) DHL (us/cm) Salinity (mg/L)
29
penarik (air gula), dimana penyebab perpindahan zat terlarut yaitu karena
banyaknya pori-pori yang terbentuk pada membran.
A) B)
Gambar 5.11. Hasil uji kualitas air kotor sebagai larutan umpan (a) dan air produk
forward osmosis (b) terhadap pH, TDS, DHL, dan salinitas
Walaupun TDS, DHL, pH pada air gula mengalami perubahan, namun masih
dalam standar baku mutu air minum. DEPKES RI melalui
PERMENKES:492/Menkes/Per/IV/2010. Sedangkan parameter salinitas dari air
larutan gula tersebut tidak terjadi perubahan dan tetap bernilai mendekati nol.
Hal ini membuktikan bahwa tidak adanya garam–garam yang terdapat di air payau
yang berpindah ke air gula. Berdasarkan standar PERMENKES, air yang
dihasilkan dengan metode forward osmosis memenuhi standar yang telah
ditetapkan.
5.4. Luaran yang telah dicapai pada tahun pertama (2017)
Beberapa luaran yang telah dicapai pada tahun 2017 adalah sebagai beikut :
a. Presenter pada seminar Internasional IWA di Singapore (bukti terlampir)
b. Presenter pada seminar Internasional ISC 2017 di Bandung (bukti terlampir)
c. Presenter pada seminar Internasional/Nasional AIC-ICMR 2017 di Banda Aceh
(bukti terlampir)
d. Draft artikel publikasi internasional (submitted/draft terlampir)
e. Draft paten sederhana (draft terlampir)
0 2 4 6 80
20
40
60
80
100
0
2
4
6
8
10
TDS
TDS
(mg/
l)
Time (hour)
pH
pH
0 2 4 6 8
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
Salin
ity (%
)
Time (hour)
Salinity
DHL
Con
duct
ivity
(ms/
cm)
30
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rangkaian kegiatan penelitian tahun 1 belum selesai ada beberapa kegiatan yang akan terus
dilakukan baik terkait luaran maupun penelitian lanjutan.
6.1. Penelitian lanjutan tahun ke dua Pada penelitian tahun pertama tim peneliti telah berhasil membuatkan membran forward
osmosis berbahan dasar kitosan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran kitosan
mempunyai kinerja yang baik sebagai membran forward osmosis dalam aplikasi desalinasi air
payau dan air kotor. Penelitian dan pengembangan membran kitosan sebagai media penyaring
air atau pemurnian air masih banyak yang perlu dipelajari. Salah satunya adalah
pengembangan membran kitosan forward osmosis sebagai kantong penyaring air minum dan
optimasi beberapa parameter seperti life time dan fouling. Pada penelitian tahun ke dua ini
akan difokukan pada pembuatan membran forward osmosis berbahan dasar khitosan untuk
kantong penyaring air kotor/tercemar. Optimasi akan dilakukan sebagai media untuk
memproduksi air siap minum. Pengembangan membran kitosan sebagai media penyaring air
atau pemurnian air atau sebagai kantong penyaring air minum dapat menghasilkan alat
produksi air siap minum dalaam keadaan darurat. Invensi yang diajukan ini memiliki potensi
komersial karena teknologi membran belum banyak berkembang di Indonesia. Bahan dasar
pembuatan membrannya menggunakan polimer alam yang tersedia berlimpah dan dapat diolah
dari limbah udang, kepiting. Kantong penyaring air minum merupakan media penyaring air
yang udah digunakan dan menyaring air dengan cara alami menggunakan tekanan osmotik
dari bahan nutrisi sebagai sumber energi dan vitamin sehingga menjadi solusi untuk penyedian
air siap minum dalam keadaan darurat seperti setelah gempa bumi, tsunami, rangkaian gunung
api aktif, tanah longsor, banjir, dan lain-lain. Ilustrasi rencana kantong penyaring air yang akan
dibuat dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 6.1.
31
Gambar 6.1. Rancangan kantong air minum berbasis membran FO
6.2. Luaran artikel publikasi internasional Draft artikel publikasi internasional akan direvisi sesuai dengan hasil review yang didapatkan.
6.3. Luaran draft dan pendaftaran paten Draft paten sederhana dengan topik terkait Desalinasi Dan Pemurnian Air Kotor Dalam
Keadaan Darurat Berbahan Dasar Membran Kitosan. Invensi ini berkaitan dengan proses
pembuatan membran kitosan dan alat penyaring air dengan sistem membrane forward
osmosis menggunakan membran khitosan.
6.4. Luaran buku ajar
Penyusunan draft buku ajar terkait dengan membran desalinasi air payau dan air
laut berbasis forward osmosis akan disusun dengan kerangka aplikasi teknologi
membran dan teknologi lainnya dalam desalinasi air.
32
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Membran osmosis maju Chitosan telah dibuat dari basis polimer kitosan untuk
desalinasi air payau. Membran dibuat dengan metode inversi fasa. Membran
memiliki struktur asimetris dengan 33,67% porositas dan 5,76% tingkat
pembengkakan. Membran chitosan memiliki kekuatan tarik 28,83 kgf / mm2 dan
pemanjangan sebesar 7,16%. Glukosa, fruktosa, sukrosa digunakan sebagai larutan
penarik untuk menghilangkan larutan umpan air payau. Peningkatan konsentrasi
larutan yang menarik menyebabkan peningkatan fluks air. Untuk keempat solusi
menarik, urutan fluks air adalah campuran glukosa dan fruktosa >fruktosa >
glukosa, sama dengan laju alir. Kualitas air produk yang tinggi diperoleh untuk
semua solusi menarik. Produk kualitas air telah dipenuhi dengan peraturan
pemerintah tentang kualitas air minum di Indonesia. Membran osmosis maju
Chitosan bisa menjadi metode alternatif untuk produksi air minum.
7.2. Saran Kinerja membran forward osmosis ditentukan oleh beberapa faktor yang belum
terjawab dalam penelitian ini. Beberapa hal yang perlu dipelajari lebih lanjut yaitu
terkait dengan penurunan fluks air selama proses forward osmosis yang diduga
akibat dari membran fouling. Disamping kekuatan membran khitosan masih dapat
ditingkatkan dengan membuat membran komposit khitosan yang dapat
meningkatkan kekuatan mekanik sekaligus juga fluks dan selektifitasnya. Salah
satu tantangan untuk penelitian lebih lanjut yaitu membuat kantong penyaring air
minum berbasis membran khitosan yang dapat digunakan dalam keadaan darurat.
33
DAFTAR PUSTAKA Achilli, A.; Cath, T. Y.; Childress, A. E., 2010, Selection of Inorganic Based
Draw Solutions for Forward Osmosis Applications. J. Membr. Sci. 364 (12) : 233–241
Altaee A., Guillermo Zaragoza b, H. Rost van Tonningen, 2014, Comparison between Forward Osmosis-Reverse Osmosis and Reverse Osmosis processes for seawater desalination, Desalination 336 : 50–57
APHA, 1997, Standard Methods for the Examination Water and Waste Water, American Public Health Association, 20th Edition, Washington DC
Cath T.Y., A.E. Childress, M. Elimelech, 2006, Forward Osmosis: Principles, Applications and Recent Developments. J. Membr. Sci. 281: 70-87.
Chung TS., Sui Zhang , Kai Yu Wang, Jincai Su, Ming Ming Ling, 2012, Forward osmosis processes: Yesterday, today and tomorrow, Desalination 287: 78–81
Clarke B.A. and A. Steele, 2009, Water treatment systems for relief agencies: The on-going search for the ‘Silver Bullet, Desalination 248 (2009) 64–71
Fritzmann, C.; L€owenberg, J.;Wintgens,T.;Melin, T. 2007, State-of-Theart of Reverse Osmosis Desalination. Desalination. 216 (1_3): 1–76
Ge Q,MingmingLing,Tai-ShungChung, 2013, Review : Draw solutions for forward osmosis processes: Developments, challenges,and prospects for the future, Journal of Membrane Science 442 : 225–237
Indriatmoko R. H. dan Wahyu Hidayat, 2007, Penyediaan Air Siap Minum Pada Situasi Tanggap Darurat Bencana Alam, JAI Vol. 3, No. 1, pp. 29-37
Inoue, K., Kazuharu, Y., dan Baba, Y., 1994, Adsorption of Metal Ion on Chitosan and Chemicallly Modified Chitosan and Teir Application to Hidrometalurgy, Biotechnology and Bioactive Polymer, Plenum Publishing, New York
Jincai Su, Sui Zhang, Ming Ming Ling, Tai-Shung Chung, 2012, Forward Osmosis: an Emerging Technology for Sustainable Supply of Clean Wate, . Department of Chemical & Biomolecular Engineering, National University of Singapore.
Kessler J.O., C.D. Moody, 1976, Drinking Water From Sea Water by Forward Osmosis. Desalination 18: 297–306.
Kravath R.E., J.A. Davis, 1975, Desalination of Seawater by Direct Osmosis, Desalination 16 151–155.
KLH, 2007, Analisis Potensi Rawan Bencana Alam di Papua dan Muluku (Tanah longsor-Banjir-Gempa Bumi-Tsunami), Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, Kantor Lingkungan Hidup, Jakarta
Loo SL., Anthony G Fane, William B Krantz, Teik-Thye Lim, 2012, Emergency water supply: a review of potential technologies and selection criteria. Water Res 3;46(10):3125-51
Marlina et.al, 2007, Sintesis Pemanfaatan Asam Lemak Bebas Teroksidasi dari Minyak Jarak untuk Sintesis Membran PU, Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 6/No. 2/2007
Marlina et.al, 2009, Sintesis Membran Poliuretan dari Karagenan dan 2,4-Toylulen Diisosianat, Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 8/No. 1/2009
Marlina, Siti Saleha, Murniana, Proses Pembuatan Membran Poliuretan dari Minyak Jarak Jenis Jatropha Oil dan Berbagai Jenis Isosianat, 2012, Paten, P00201201180
Marlina, Siti Saleha, Murniana, Proses Pembuatan Membran Poliuretan dari Asam Lemak Minyak Jarak dan Metilen Diisosianat, 2013, Paten, P00201304716
McCutcheon J.R. and M. Elimelech, 2008, Influence of Membrane Support Layer Hydrophobicity on Water Flux in Osmotically Driven Membrane Processes. Journal of Membrane Science. 318 : 458-466.
McCormick P., J. Pellegrino, F. Mantovani, G. Sarti,. 2008, Water, Salt, and Ethanol Diffusion Through Membranes for Water Recovery by Forward (Direct) Osmosis Processes. Journal of Membrane Science. 325 : 467-478.
McGinnis R. L. and M. Elimelech, Global Challenges in Energy and Water Supply: The Promise of Engineered Osmosis, 2008, Environ. Sci. Technol., 42 (23), pp 8625–8629
Laura A. Hoover, William A. Phillip, Alberto Tiraferri, Ngai Yin Yip, and Menachem Elimelech, 2011, Forward with Osmosis: Emerging Applications for Greater Sustainability, American Chemical Society 45: 9824–9830 .
Lawrence K.Wang, Jiaping Paul Chen, Yung-Tse Hung, Nazih K. Shammas, 2011, Membrane and Desalination Technologies. Springer Science. London.
Phuntsho, S.; Shon, H. K.; Hong, S.; Lee, S.; Vigneswaran, S, 2011, A Novel Low Energy Fertilizer Driven Forward Osmosis Desalination for Direct Fertigation: Evaluating The Performance of Fertilizer Draw Solutions. J. Membr. Sci. 375 (12): 172–181.
Qiu C, Qi S, Tang CY, 2011, Synthesis of High Flux Forward Osmosis Membranes by Chemically Crosslinked Layer-by-Layer Polyelectrolytes. J Membr Sci 381:74–80.
Saiful, Marlina, Melisa, 2014, Forward Osmosis Membrane Application For Desalination As New Approach In Water Desalination, Proceeding Conference on membrane Technology for Desalination, Jakarta, Indonesia
Saiful, Rahmi, dan Eka Safitri, 2003, Studi Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Membran Khitosan, Jurnal Kimia Andalas, 9(1), 29-33
Saiful, Nurfitriana, Muliadi Ramli, Ilham Maulana, 2013, Pengembangan Membran Magnesol untuk Pemurnian Biodiesel. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan.Vol. 9, No. 3, hal. 117 – 124.
Setiawan L, Wang R, Li K, Fane AG, 2010, Fabrication of Novel Poly(amide–imide) Forward Osmosis Hollow Fiber Membranes With a Positively Charged Nanofiltration-Like Selective Layer. J Membr Sci 369:196–205
Steele A. and B.A. Clarke., 2008, Problems of Treatment Process Selection for Relief Agency Water Supplies in an Emergency. J. Water Health. 6(4) : 483–489 (IWA)
Su JC and Chung TS, 2011, Experimental and theoretical study of sublayer structure and its effect on concentration polarization and membrane performance in FO processes. J Membr Sci 376:214–224
Wang HL, Chung TS, Tong YW, Jeyaseelan, Armugam A, Chen Z, Hong M, Meier W, 2012, Highly permeable and selective porespanning biomimetic membrane embedded with Aquaporin Z. Small 8:1185–1190
Wanling Tang and How Yong Ng, 2007, Concentration of Brine by Forward Osmosis; Performance and Influence of membrane Structure. Desalination 224: 143-153.
35
Widodo, A. dan Muslihatin, W., 2005, Khitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil, Karya Tulis Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Widjojo N, Chung TS, Weber M, Maletzko C, Warzelhan V, 2011, The role of sulphonated polymer and macrovoid-free structure in the support layer for thin-film composite (TFC) forward osmosis (FO) membranes. J Membr Sci 383:214–223.
Yang Q, Wang KY, Chung TS, 2009, Dual-layer hollow fibers with enhanced flux as novel forward osmosis membranes for water production. Environ Sci Technol 43:2800–2805.
Yip NY, Tiraferri A, Phillip WA, Schiffman JD, Elimelech M, 2010, High Performance Thin-Film Composite Forward Osmosis Membrane. Environ Sci Technol 44:3812–3818.
Zhang S, Wang KY, Chung TS, Chen H, Jean YC, Amy G, 2010, Well-Constructed Cellulose Acetate Membranes for Forward Osmosis: Minimized Internal Concentration Polarization With an Ultra-Thin Selective Layer. J Membr Sci 360:522–532.
Zhao S., Linda Zoua, Chuyang Y. Tang, Dennis Mulcahy, 2012, Review Recent developments in forward osmosis: Opportunities and challenges, Journal of Membrane Science 396 : 1– 21
LAMPIRAN 1. Produk Penelitian
1
Produk Modul dan Membran FO
LAMPIRAN 1. Produk Penelitian
2
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
1
1. Seminar Internasional IWA-MTC2017 di Singapore
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
2
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
3
2. Seminar Internasional ISC 2017 di Bandung
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
4
EFFECT DRAW SOLUTION ON PERFORMANCE CHITOSAN FORWARD OSMOSIS MEMBRANE
1Department of Chemistry, Syiah Kuala University, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia2Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, University of Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, IndonesiaCorresponding Author: [email protected]
IntroductionAccess to clean water, especially drinking water is difficult forpeople in the present and the future, this is because the waterneeds to meet the increasing global consumption of the humangrowth (Jincai Su et al., 2012). Lack of water for the communityhas encouraged the development of various technologies tosupport the limitation of direct access water in nature.
The 4th International Seminar on Chemistry (ISC 2017)
Sea and brackish water desalination is the most fast and easy tomeet growing water needs. Forward osmosis is recognized as oneof the membrane-based desalination process and a promisingalternative to reverse osmosis as a lower cost and moreenvironmentally friendly desalination technology. One of themain factor which affects the entire process of forward osmosis isthe draw solution as draw solution acts as the driving force whichdrives water to pass through semipermeable membrane bymeans of concentration gradient.
In this research the performance characteristics of membrane FOto the influence of concentration of draw solution, salt rejection
Figure 2. Forward Osmosis Membrane process combine with RO membrane
Figure 1. Water shortages in many regions
FO Chitosan membrane performance
0 2 4 6 8 10
0,0
0,4
0,8
1,2
1,6
2,0
2,4
Wa
ter
Flu
x (
L m
2h
-1)
Time (hour)
0,1 M Glucose 0,3 M Glucose 0,5 M Glucose 0,7 M Glucose 1,0 M Glucose
0 2 4 6 8 10
0,0
0,4
0,8
1,2
1,6
2,0
2,4
Wate
r F
lux
(L
m2h
-1)
Time (hour)
0,1 M Fructose 0,3 M Fructose 0,5 M Fructose 0,7 M Fructose 1,0 M Fructose
1,6
2,0
2,4
Wa
ter
Flu
x (
L m
2h
-1)
0,1 M Glucose+Fructose 0,3 M Glucose+Fructose 0,5 M Glucose+Fructose 0,7 M Glucose+Fructose 1,0 M Glucose+Fructose
Water fluxes by different concentration of fructose as draw solution
Water fluxes by different mixture
Water fluxes by different concentration of sucrose as draw solution
Presented in The 4th Internasional Seminar on Chemistry (ISC 2017) , Bandung, 28-29 September 2017
Materials and MethodsMembrane forward osmosis are prepared based chitosanpolymer. To obtain FO membrane, chitosan was dissolved in 1 %acetid solution. Dimethyl formamide was added in castingsolution to increased porosity and permeability FO membrane.The gel solution was spread as a thin coat on a glass plate to forma clear chitosan membrane. The membrane that is characterizedand applied as a medium for producing ready-to-drink water.
to the influence of concentration of draw solution, salt rejectionand the rate of flux of chitosan membrane in brackish waterdesalination are presented.
AcknowledgmentsThe authors wish to thank the Kemeristek Dikti for Financial Support, Chemistry Department of Syiah Kuala University to the research facilities.
Conclusion1. This study demonstrates that chitosan forward osmosis is a viable
alternative membrane process for desalination of brackish water.2. The permeate flow increased at greater
draw solution concentration.ResultsReferences
Jincai Su, Sui Zhang, Ming Ming Ling, Tai-Shung Chung, 2012, Forward Osmosis: an Emerging Technology for Sustainable Supply of Clean Wate, . Department of Chemical & Biomolecular Engineering, National University of Singapore
Figure 1. SEM Picuter Chitosan Forward Osmosis Membrane
0 2 4 6 8 10
0,0
0,4
0,8
1,2
Wa
ter
Flu
x (
L m
Time (hour)
different mixture concentration of fructose + glucose as draw solution
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
5
2. Seminar Internasional/Nasional AIC-ICMR 2017 di Banda Aceh
LAMPIRAN 2-Seminar Ilmiah
6
CHITOSAN FORWARD OSMOSIS MEMBRANE FOR EMERGENCY DRINKING WATER SUPPLY
1Department of Chemistry, Syiah Kuala University, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia2Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, University of Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, IndonesiaCorresponding Author: [email protected]
IntroductionIn the events of emergency such as natural disasters (e.g.,flood, earthquake, hurricane, etc.) or man-made disasters(e.g., political unrest, wars, etc.), one may not have access toclean and safe drinking water supply due to the destructionand disruption of the necessary infrastructure and facilities.During emergency situations, effective and quick reactionsare vital in order to supply safe and unpolluted drinking waterwithin approved guidelines Point-of-use water treatmentsystem.
The 7th Annual International Conference (AIC) of Syiah Kuala University in conjunction with The The 6th International Conference on Multidisciplinary Research (ICMR)
,
Sea and brackish water desalination is the most fast and easyto meet growing water needs. Forward osmosis (FO) isrecognized as one of the membrane-based desalinationprocess and a promising alternative to reverse osmosis as alower cost and more environmentally friendly desalinationtechnology, very suitable for water supply in case ofemergency
In this study a high performance forward osmosis membrane
Figure 2. FO Membrane in emergency drinking water supply
Figure 1. Natural hazards and emergency water supply
Brackish Water Desalination
Salinity and Conductivity of puirified water with Sucrose as draw solution
Tds and pH of purified water with Sucrose as
0 2 4 6 8
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
Sa
lin
ity (
%)
Time (hour)
Salinity
TDS
Co
nd
uc
tiv
ity
(m
s/c
m)
60
80
100
6
8
10
TD
S (
mg
/l)
pH
pH
Materials and MethodsMembrane forward osmosis are prepared based chitosanpolymer. To obtain FO membrane, chitosan was dissolved in 1 %acetid solution. Dimethyl formamide was added in castingsolution to increased porosity and permeability FO membrane.The gel solution was spread as a thin coat on a glass plate to forma clear chitosan membrane. The membrane that is characterizedand applied as a medium for producing ready-to-drink water.
In this study a high performance forward osmosis membranehas been prepared from chitosan polymer base. Themembrane were prepared by phase inversion method.
AcknowledgmentsThe authors wish to thank the Kemeristek Dikti for Financial Support, Chemistry Department of Syiah Kuala University to the research facilities.
ConclusionThis study demonstrates that chitosan forward osmosis is a viable asalternative membrane for producing ready-to-drink water
Results
ReferencesSiew-Leng Loo Anthony G. Fane, William B. Krantz, Teik-Thye Lim, Review Emergency water supply: A review of potential technologies and selection criteria, water research 46 (2012) 3125-3151
Figure 1. SEM Picture Chitosan FO Membrane
Sucrose as draw solution
A. Top Layer Membrane B. Crossection C. Crossection
Presented in The 7th AIC and 6th ICMR 2017, Unsyiah-Banda Aceh, 18-20 October 2017
Parameter Standard drinking water quality
Salinity 0
TDS 500 mg/liter*)
pH 6.5-8.5*)
Conductivity -
0 2 4 6 80
20
40
0
2
4
ConductivityTD
S (
mg
/l)
Time (hour)
pH
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
1
Effect Draw Solution on Performance Chitosan Forward Osmosis Membrane For Desalination Brackish Water
Saiful1), Marlina1), Muliadi Ramli1), Nizar Mahmud2), Melisa1), and Maizar1) 1Department of Chemistry, Faculty of Natural Science, Syiah Kuala University, Jalan T. Tanoh Abbe No. 3, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia 2 Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, Syiah Kuala University
Lack of water for the community has encouraged the development of various technologies to support the limitation of direct access water in nature. In this study a high performance forward osmosis membrane has been prepared from chitosan polymer base for brackish water desalination. The membrane were prepared by phase inversion method. The membrane posses asymmetric structure with 33,67 % of porosity and 5,76 % of a swelling degree. The chitosan membrane have the tensile strength of 28,83 kgf / mm2 and elongation equal to 7,16%. Chitosan FO membrane were tested using glucose, fructose, sucrose as the draw solution to extract water from a brackish water feed solution. An increase in draw solution concentration lead to an increase in water flux. For all four draw solutions, the order of water flux is sucrose >mixture of glucose and fructose >fructose >glucose, at the same of flow rate. High product water quality was obtained for all draw solutions. The product of water quality has been met to indonesian government regulation of drinking water quality. Chitosan forward osmosis membrane can be an alternative method for the drinking water production
Keywords: forward osmosis, membrane desalination, water desalination, dringking water
I. Introduction The survival of mankind depends on the availability of sufficient clean water in the
earth. Although most of the Earth's surface is covered with water, a billion people worldwide
do not have access to adequate drinking water and more than 2 billion people is suffer to
access clean water, especially drinking water. The need for clean water will continue to
increase in the future as the growth of the world population, climate change and water
pollution by industrial and household waste and future indicators shows increasing scarcity of
water worldwide(Chung, Zhang et al. 2012). Besides, some parts of the world prone to
natural disasters also face the clean water crisis, especially in the emergency response period
after the natural disaster. In an emergency after a natural disaster the availability of clean
water and drinking water is much more difficult. If the availability of water is not met then
the victims of disasters will suffer various diseases. Disaster relief agencies procure cars
equipped with sewage machines into clean water, but they are ineffective against isolated
areas due to disasters(Steele and Clarke 2008), pollution of clean water sources in disaster
areas, and infrastructure damage. The development of alternative water treatment and
purification methods is essential to be undertaken and developed especially in emergencies
(Clarke and Steele 2009, Loo, Fane et al. 2012). Rapid and sufficient clean water can be
obtained through the purification of contaminated water and desalination of seawater.
Membrane based desalination is the proven and established technology for mitigating the
increasing water demand.
Alternative membrane method or technology being developed for water purification
and seawater desalination is a forward osmosis membrane (forward osmosis or abbreviated
FO). The forward osmosis membrane method is a water purification process in which a
solution with low concentrations leads to a solution of high concentration via a
semipermeable membrane(Cath, Childress et al. 2006). Where the process works based on
the osmotic pressure gradient, so the energy to transport water across the membrane is almost
negligible (Jincai Su et al., 2012). The forward osmosis membrane method does not require
energy / pressure, pumps, chemicals and effectively removes bacteria and viruses even from
waste water, and is practical in its use (Altee et al., 2014). This membrane is a hydrophilic
membrane, allowing water to pass through, but is able to withstand all contaminants due to
the extremely small pore size (Zhao et al., 2012). One of the most promising applications is
the creation of a waterproof filter module and bag. This FO membrane allows pure water to
be made from almost any water source, including a very turbid, polluted and toxic supply
water (Achilli et. al., 2010).
The key innovation of forward osmosis membranes is to utilize the potential osmotic
pressure created by the liquid (draw solution) such as sugar and electrolyte solutions in sport
drink syrup as an energy source to drive the filtration process. This means that the resulting
beverage is not just water, but provides a substitute for electrolytes and a source of calories
for the user. The applications and needs of these forward osmosis membranes in the future
will increase exponentially and rapidly (Chung et al., 2012 and Shafer et al., 2015).
One of the natural polymers that has the potential to be developed as a base material for a
forward osmosis membrane is chitosan (Saiful et al., 2014, other research results). Khitosan
is used as a base material because chitosan is a natural polymer making it more
environmentally friendly compared to synthetic polymers. Its advantages include abundant
availability, good mechanical properties, non-toxic, hydrophilic nature that has many
hydroxyl groups and generally has relatively good biocompatibility and has an active side.
The high surface hydrophilicity properties are essential for improving FO membrane
performance and reducing fouling tendencies (Salehi, Rastgar, and Shakeri, 2017).
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
3
Chitosan is one of the most promising and widely studied membrane materials. It can
be used as a membrane material for ultrafiltration, reverse osmosis, pervaporation] and other
types of applications. Chitosan also removes phosphorus, heavy metals, and oil from water.
And other contaminants from water and wastewater This is an important additive in filtration
processes Membranes made from chitosan have been developed for filtration of solutions that
improve the quality of feed solutions and these can be used in separation techniques such as
ultrafiltration and reverse osmosis. The chitosan membrane can be made in single or
composite membrane where the surface layer of the chitosan membrane is a very selective
layer for separation. Characteristics possessed by these chitosan make biopolymer CS as a
promising candidate for the manufacture of forward osmosis membrane. In this research will
be made membrane forward osmosis based khitosan. Membrane preparation begins with
making a homogeneous solution with the desired viscosity, then molding the polymer
solution as a thin layer. Further, solvent evaporation of the printed solution to form a
membrane that is characterized and applied as a medium for producing ready-to-drink water.
This article discusses the performance characteristics of membrane FO and presents data of
choice relating to the influence of concentration of towing solution, salt rejection and the rate
of flux of chitosan membrane in brackish water desalination.
. Materials and Methods Chitosan with an average dengree of acetylation up to 94 mol % was purchased from
chitosan manufacture and was used as membrane material without further modification.
Acetic acid 1 % (DMSO, Merck) was employed as solvent and dimethyl formamide (Fluka)
was used as an additive in the casting solution. Water was used as non-solvent in the
coagulation bath. Brackish water with pH of about 7,13 and total dissolved solids of 1400
ppm was used as feed. It had a salinity of 3 and conductivity of 6,15 (us/cm). Sucrose
solution with a range concentration of 0,25 M to 3 M was employed as draw solution.
Membrane Preparation and Characterization
The chitosan membrane was prepared via phase invertion method according to Yang
and Zall (1984) with modification. To obtain FO membrane, chitosan was dissolved in 1 %
acetid solution. Dimethyl formamide was added in casting solution to increased porosity and
permeability FO membrane. The gel solution was spread as a thin coat on a glass plate
(casting knife 0,388 mm) to form a clear chitosan salt membrane. The membrane was then
neutralized with 10 % sodium hydroxide to produce a chitosan membrane. The membranes
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
4
were washed with tap water at room temperature to remove residual sodium hydroxide. After
washing, the membranes were dried in the air overnight and afterwards dried in a
conventional oven at 50°C.
The membranes were characterized for porosity, swelling degree, mechanical
strength, and membran morfology. The membrane porosity was determined by the water
uptake of a calibrated volume of membrane. Average values were obtained from three
different samples. The membrane porosity (ε) and swelling degree (sd) were determined
from the swelling experiments. The membranes were characterized by Scanning Electron
Microscopy (SEM) using a Zeiss Evo MA 10. The cross-section was scanned as well as the
top and bottom surfaces of the membrane. Tensile strength and elongation testing for
membrane refers to ASTM-D638 method using mechanical test equipment (Universal
Testing machine).
FO Performance Test
Forward osmosis performance of chitosan membranes were investigated using a
simple forward osmosis module. The forward osmosis module is illustrated in Figure 1. In
left side of the module was filled in with brackish water and right side was filled a solution of
sucrose (draw solution). Effective area of the membrane in this study was 9.6 cm2. The
concentration difference between the draw and feed solutions makes permeate water through
the semi-permeable membrane. Flux through the membrane was calculated based on the
change in the volume of the draw solution. Experiments were carried out to examine the
efficiency of FO under various conditions. The forward osmosis process is carried out with
variations of time 1, 3, 6, 10 and 24 hours. The water quality of feed solution and the draw
solution were measured intermittently for the Electrical Conductivity (DHL), salinity, TDS
and pH. The water flux (Jv, L m-2 h-1) was determined from the volume change of either feed
or draw solution and can be calculated from equation (1)
𝐽𝑉 = ∆𝑉𝜋𝑟2∆𝑡
(1)
where ΔV (L) is the volume of water permeated across the membrane from the feed to the
draw solution over a predetermined time interval Δt (h) during FO experiments and A is the
effective membrane surface area (m2). All experiments were carried out at room temperature.
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
5
RESULTS AND DISCUSSION
Membrane Preparation and Characterization
The chitosan membrane has been made through several stages: polymer dissolution,
solvent evaporation of the molding solution, and solidification. The chitosan polymer was
dissolved in 1% acetic acid solvent to obtain homogeneous chitosan polymer solution. The
concentration of chitosan as membrane forming polymer affects rather than the structure and
properties of the resulting membrane. The chitosan membrane morphology can be observed
the result of SEM characterization of top layer, bottom layer and cross-sectional surfaces the
membrane as shown in Figure 2. The figure 2 revealed that the membrane have asymetric
structure that is a difference structure between a dense selective layer on the top and more
open structure on the bottom surfaces. It appears that the top surface is more dense while the
bottom surface is more rough with 250x magnification. The membrane has an overal
thickness of about 55µm.
In the cross section of the membrane with 1500x magnification it is seen that the
membrane has a well-connected structure less of macrovoid. In this study, the preferred
membrane for forward osmosis testing applications is a dense membrane type. The preferred
composition of a casting solution to fabricate membranes at concentrations of chitosan
solution were above 2 % (w/v) (Yang et al., 1984). The water flux rate of the membrane
decreased with increased casting solution concentrations. At higher concentrations, casting
solutions produce higher degree of crystallinity, relatively void free membranes due to
highly crosslinked the polymer network and there is little or no free space so that salt ions
are excluded. The chitosan membrane is suitable for water desalination. How et al. (2006)
suggested that an ideal FO membrane should consist of a thin dense selective layer without
any loose fabric support layer. Therefore mechanical properties are a critical factor in
determining the usability of chistosan membranes for filtration at high-pressure, high
working temperatures and varying flow rates for prolonged periods. In this study, the
chitosan membrane were subjected to tensile testing. The chitosan membrane have the
tensile strength of 28,83 kgf / mm2 and elongation equal to 7,16%. The membrane posses
asymmetric structure with 33,67 % of porosity and 5,76 % of a swelling degree.
FO Performance Evaluation
The feed and draw solutions were supplied at volumetric cross-flow rates of 23
ml/min using a peristaltic pumps (Watson Marlow) in cocurrent mode to minimize strain on
the suspended FO membranes. The driving force is the difference in osmotic pressures
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
6
across the membrane between the draw and feed solution sides. As expected, operating the
FO process at higher DS concentration resulted in higher water permeate flux because of the
higher net osmotic gradient that drives the water flux across the membrane. Chitosan
membranes have characteristically moderate water flux due to their fabrication procedure that
enables property optimization of membrane casting solution concentrations. An increase in
the driving force should lead to an increase in water flux, as demonstrated in Figure 3 for
glucose, fructose and sucrose as draw solutions respectively, at the same of flow rate. This
phenomenon is explained by Ge et al. [2008], where higher concentration of draw solution
enable water at feed solution to be pulled at higher rate as compared to lower concentration of
draw solution as higher concentration of solute in draw solution increases the solvent
concentration gradient between the permeate side and the feed side and an increase in
osmotic pressure from feed side to permeate side. Xu et [2012] proved that higher water
fluxes can be achieved by increasing draw solution concentration as increase in concentration
will also increase the osmotic pressure thus promoting the process of forward osmosis.
According to Phuntsho et al. [2013], high osmotic pressure in draw solution increases the
osmotic difference between the draw solution and the feed solution which will ultimately
form a high osmotic potential that can enhance the drawing of water from feed solution to
draw solution. Chitosan membranes have characteristically moderate water flux due to their
fabrication procedure that enables property optimization of membrane casting solution
concentrations. It is important to notice that chitosan membranes are still have permeate flux
event at low DS concentration.
Figure 3 is also ilustrate that sucrose and mixture of glucose and fructose shows
sligthly higher flux at every concentration. Glucose recorded the lowest flux as it exhibits
lowest osmotic pressure compared to the other draw solution which causes it to have the
lowest driving force to draw water from feed side to the permeate side (Checkli et al, 2006
and Ge et al, 2013). For all four draw solutions, the order of pure water flux is: sucrose
>mixture of glucose and fructose >fructose >glucose. These phenomenons can also be
explained by Su et al. (2013), where they claim forward osmosis depends very much on
osmotic gradient where higher osmotic pressure of draw solution will increase the water
potential of water flow from feed side to permeate side and this statement is clearly shown in
the difference of flux between glocuse, fructose and sucrose. However, the flux of glucose is
experimented to be lower than fructose despite having similar osmotic pressure and
molecular weight. A high solubility of draw solution induces higher osmotic pressure and
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
7
therefore can achieve higher water flux; fructose have higher solubility than glocuse (Chekli
et al, 2006). High solubility is essential in selecting draw solution because high solubility
enables the draw solution to dissociate into its respective ions more easily and at a faster rate
which will ultimately increase the osmotic pressure of that particular draw solution and lastly
induces higher water flux of water from feed side to permeate side in forward osmosis
process (Wilson and Steward, 2008)
Product Draw Solution Quality
The standard parameters of drinking water quality used to check water quality are
conductivity, TDS, salinity, pH and heavy metals. Heavy metals analyzed are Hg, Pb, Fe, Cu,
Cr, Zn. The results of the brackish water quality test used as the feed on the FO test show that
the brackish water quality does not meet the drinking water quality requirements. The results
of total analysis of dissolved solids and salinity are far above the drinking water quality
standard in accordance with Permenkes. 492 / Menkes / Per / IV / 2010 regarding drinking
water quality requirements. Brackish water contains total soluble solids of 1648 ppm and
brackish water salinity 24.8 ppt. High Tds and salinity indicate that brackish water contains
relatively high salt (NaCl). While the pH of water and metal content still in accordance with
the standard quality. The brackish water quality test results used as the feed solution are
shown in Fig. 4a.
Brackish water as a feeding solution in the FO process aims to desalinate dissolved
cations and salt content contained in brackish water. Water quality test results of towing
solution product can be seen in figure 4b. The graph shows the pulling solution undergoing
changes after the forward osmosis process. In general, chitosan membranes can function well
to filter and separate brackish water from salt and dissolved ions in it. The salinity parameter
shows that the salts present in brackish water do not migrate to the towing solution. Water
quality of towing solution products can meet drinking water requirements according to
Minister of Health Decree no. 492 / Menkes / Per / IV / 2010 regarding drinking water quality
requirements. Changes in the conductivity of the towing solution are thought to be caused by
the displacement of the solute into the towing solution. The presence of solvent displacement
is due to the large number of pores formed on the membrane. The more DMF is added then
the pores are formed will be more and more so that the transfer of solvents will be more and
more. Despite the displacement of the solvent, the changes in conductivity are relatively
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
8
small. While the pH parameter did not show any changes after the FO process and still meet
the drinking water quality standards.
The results of the test of heavy metal content are shown in figure 5. The test results
on heavy metal content indicate that there is no increase in heavy metal concentration that
moves from the feed solution to the towing solution. Based on the Permenkes standard, the
quality of the water-soluble solution product produced by the forward osmosis method meets
the established standard. This indicates that the product water from forward osmosis can be
used as drinking water. Drinking water products produced in the forward osmosis process in
the study are energy drinking water that can be used directly as drinking water. These
drinking water products can be used as a source of drinking water in emergencies or urgent
needs of similar types.
Conclusion
Chitosan forward osmosis membrane has been prepared from chitosan polymer base for
brackish water desalination. The membrane were prepared by phase inversion method. The
membrane posses asymmetric structure with 33,67 % of porosity and 5,76 % of a swelling
degree. The chitosan membrane have the tensile strength of 28,83 kgf / mm2 and elongation
equal to 7,16%. Glucose, fructose, sucrose were used as the draw solution to desalinate a
brackish water feed solution. An increase in draw solution concentration lead to an increase
in water flux. For all four draw solutions, the order of water flux is sucrose >mixture of
glucose and fructose >fructose >glucose, at the same of flow rate. High product water quality
was obtained for all draw solutions. The product of water quality has been met to
indonesian government regulation of drinking water quality. Chitosan forward osmosis
membrane can be an alternative method for the drinking water production
Acknowledgements
We want to acknowledge the financial support of this work thorough the Ministry of
Education of the Republic of Indonesia has financed this research through Competitive Grant
Research
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
9
References
1. Achilli, A.; Cath, T. Y.; Childress, A. E., 2010, Selection of Inorganic Based Draw Solutions for Forward Osmosis Applications. J. Membr. Sci. 364 (12) : 233–241
2. Cath T.Y., A.E. Childress, M. Elimelech, 2006, Forward Osmosis: Principles, Applications and Recent Developments. J. Membr. Sci. 281: 70-87.
3. Chekli L , Sherub Phuntsho, Ho Kyong Shon, Saravanamuthu Vigneswaran, Jaya Kandasamy a & Amit Chanan, A review of draw solutes in forward osmosis process and their use in modern applications, Desalination and Water Treatment, 43 (2012) 167–184
4. Chung TS., Sui Zhang , Kai Yu Wang, Jincai Su, Ming Ming Ling, 2012, Forward osmosis processes: Yesterday, today and tomorrow, Desalination 287: 78–81
5. Clarke B.A. and A. Steele, 2009, Water treatment systems for relief agencies: The on-going search for the ‘Silver Bullet, Desalination 248 (2009) 64–71
6. Fritzmann, C.; L€owenberg, J.;Wintgens,T.;Melin, T. 2007, State-of-Theart of Reverse Osmosis Desalination. Desalination. 216 (1_3): 1–76
7. Ge Q,MingmingLing,Tai-ShungChung, 2013, Review : Draw solutions for forward osmosis processes: Developments, challenges,and prospects for the future, Journal of Membrane Science 442 : 225–237
8. How Y.Ng, Wanling Tang , And Weis Wong, Performance Of Forward (Direct) Osmosis Process: Membrane Structure And Transport Phenomenon, Environ. Sci. Technol. 2006, 40, 2408-2413
9. Jincai Su, Sui Zhang, Ming Ming Ling, Tai-Shung Chung, 2012, Forward Osmosis: an Emerging Technology for Sustainable Supply of Clean Wate, . Department of Chemical & Biomolecular Engineering, National University of Singapore.
10. Loo SL., Anthony G Fane, William B Krantz, Teik-Thye Lim, 2012, Emergency water supply: a review of potential technologies and selection criteria. Water Res 3;46(10):3125-51
11. McCutcheon J.R. and M. Elimelech, 2008, Influence of Membrane Support Layer Hydrophobicity on Water Flux in Osmotically Driven Membrane Processes. Journal of Membrane Science. 318 : 458-466.
12. McGinnis R. L. and M. Elimelech, Global Challenges in Energy and Water Supply: The Promise of Engineered Osmosis, 2008, Environ. Sci. Technol., 42 (23), pp 8625–8629
13. Phuntsho, S.; Shon, H. K.; Hong, S.; Lee, S.; Vigneswaran, S, 2011, A Novel Low Energy Fertilizer Driven Forward Osmosis Desalination for Direct Fertigation: Evaluating The Performance of Fertilizer Draw Solutions. J. Membr. Sci. 375 (12): 172–181.
14. Saiful, Marlina, Melisa, 2014, Forward Osmosis Membrane Application For Desalination As New Approach In Water Desalination, Proceeding Conference on membrane Technology for Desalination, Jakarta, Indonesia
15. Steele A. and B.A. Clarke., 2008, (Steele and Clarke 2008). J. Water Health. 6(4) : 483–489 (IWA)
16. Su JC and Chung TS, 2011, Experimental and theoretical study of sublayer structure and its effect on concentration polarization and membrane performance in FO processes. J Membr Sci 376:214–224
17. Yang Q, Wang KY, Chung TS, 2009, Dual-layer hollow fibers with enhanced flux as novel forward osmosis membranes for water production. Environ Sci Technol 43:2800–2805.
18. Yip NY, Tiraferri A, Phillip WA, Schiffman JD, Elimelech M, 2010, High Performance Thin-Film Composite Forward Osmosis Membrane. Environ Sci Technol 44:3812–3818.
19. Zhang S, Wang KY, Chung TS, Chen H, Jean YC, Amy G, 2010, Well-Constructed Cellulose Acetate Membranes for Forward Osmosis: Minimized Internal Concentration Polarization With an Ultra-Thin Selective Layer. J Membr Sci 360:522–532.
20. Zhao S., Linda Zoua, Chuyang Y. Tang, Dennis Mulcahy, 2012, Review Recent developments in forward osmosis: Opportunities and challenges, Journal of Membrane Science 396 : 1– 21
21. Xu, Y., X. Peng, C. Y. Tang, Q. S. Fu and S. Nie , Effect of draw solution concentration and operating conditions on forward osmosis and pressure retarded osmosis performance in a spiral wound module, Journal of Membrane Science 348(122): 298
22. Yang, T. and Zall, R.R (1984), Chitosan membrane for reverse osmosis application, Journal of Food Science 49, 91-93
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
11
Figure 1. Illustration of testing process of forward osmosis membrane
A. Top Layer B. Bottom Layer
C. Crossection
D. Crossection Figure 2. SEM picture of the membranes are prepared with a 3 % Chitosan, 10 % DMF in
1% (v/v) acetetic acid solutio as solvent; A) Top layer Chitosan membrane are prepared by drying at room temperatur. B) Bottom layer Chitosan membrane are prepared by drying at room temperatur. C dan D) Crossection Chitosan membrane are prepared by drying at room temperatur
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
12
Fig. 3. Comparison of water permeate flux with brackish water as feed and glucose, fructose and sucrose as draw solutions. Experiments were carried out at room temperature of 27 ± 1˚C and volumetric cross-flow rates of 23 ml/min with membrane active layers facing draw solution.
a. Brackish water as Feed b. Product of draw solution
Fig. 4. Results of water quality brackish water as feed in forward osmosis process. Experiments were carried out at room temperature of 27 ± 1˚C and volumetric cross-flow rates of 23 ml/min with membrane active layers facing draw solution.
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,20
1
2
3
4
5
Wat
er F
lux
(L m
2 h-1)
Concentration (M)
Glukosa Fructose Glucose+Fructose Sucrose
0100200300400
1600
1800
2000
DHLsalinitypH
Feed Standard Kepmenkes
Wat
er q
ual
ity
par
amet
er
TDS
0
10
20
30
Glucose+FructoseFructoseGlucose
pH TDS (mg/L) DHL (us/cm) Salinity (mg/L)
Sucrose
LAMPIRAN 3- Artikel Publikasi Internasional
13
Fig. 5. Results of water quality for draw solution product glucose . Experiments were carried out at room temperature of 27 ± 1˚C and volumetric cross-flow rates of 23 ml/min with membrane active layers facing draw solution.
2 3 40,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
standard KemenkesWater permeateConc
entra
tioon
hea
vy m
etal
(ppm
) Cu Pb Zn Cr Fe Hg
Feed solution
1
Lampiran-4-Draft Usulan Patent Sederhana Page 1
Deskripsi
DESALINASI DAN PEMURNIAN AIR KOTOR DALAM KEADAAN DARURAT
BERBAHAN DASAR MEMBRAN KITOSAN 5
Bidang Teknik Invensi
Invensi ini berkaitan dengan proses pembuatan membran
kitosan dan alat penyaring air dengan sistem membrane forward
osmosis menggunakan membran khitosan. 10
Latar Belakang Invensi
Akses terhadap air minum yang higienes telah menjadi
masalah utama di banyak bagian dunia terutama di negara-
negara miskin, negara sedang berkembang, dan negara yang 15
sering mengalami bencana. Lebih dari satu miliar orang
kekurangan air minum yang merupakan kebutuhan dasar setiap
hari. Air tidak sehat telah menjadi penyebab utama kematian
di seluruh dunia; lebih dari 50% pasien rumah sakit menderita
penyakit akibat dari air tidak sehat (McGinnis R. L. and M. 20
Elimelech, 2008). Pada sisi lain, daerah yang mengalami
bencana membutuhkan penanganan tanggap darurat yang cepat
terhadap kebutuhan akan air minum dan air bersih. Pasca
tanggap darurat bencana, air bersih dan air minum menjadi
kebutuhan dasar yang sangat penting dan harus terpenuhi. 25
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
dan undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, salah satu kebutuhan dasar yang harus diberikan
kepada korban bencana adalah kebutuhan air bersih dan air 30
minum. Bencana membuat banyak masyarakat sulit memenuhi
kebutuhan dasarnya termasuk kebutuhan air minum dan air
Saiful Universitas Syiah Kuala Email : [email protected] Hp : 081360581225