Akad kerja sama : Al Syirkah Pengertian Syirkah adalalah perkongsian. Yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Beberapa Ketentuan 1. Ijab dan Qabul -Harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). -Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak. -Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak -Dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2. Subyek Akad -Cakap hukum, kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. -Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. -Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. -Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing- masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. -Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri 3. Objek Akad a. Modal -Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. (Jika bentuknya aset perdagangan harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra) -Tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. -Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan. (Namun bisa saja LKS meminta jaminan untuk menghindari terjadinya penyimpangan) b. Kerja -Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. -Kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Yang bekerja lebih banyak boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya -Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. -Kedudukan masing-masing mitra dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. C. Keuntungan dan kerugian -Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. -Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. -Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
29
Embed
Akad kerja sama : Al Syirkah - ibec-febui. · PDF fileAkad kerja sama : Al Syirkah ... meminta jaminan untuk menghindari terjadinya penyimpangan ... menjelaskan sifat-sofat yang sebenarnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Akad kerja sama : Al Syirkah
Pengertian Syirkah adalalah perkongsian. Yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Beberapa Ketentuan
1. Ijab dan Qabul
-Harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad).
-Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak.
-Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
-Dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2. Subyek Akad
-Cakap hukum, kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
-Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
-Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
-Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-
masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
-Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri
3. Objek Akad
a. Modal
-Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. (Jika
bentuknya aset perdagangan harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh
para mitra)
-Tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
-Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan. (Namun bisa saja LKS
meminta jaminan untuk menghindari terjadinya penyimpangan)
b. Kerja
-Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
-Kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Yang bekerja lebih banyak boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya
-Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya.
-Kedudukan masing-masing mitra dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
C. Keuntungan dan kerugian
-Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas menghindari perbedaan dan sengketa pada
waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
-Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan
dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
-Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
-Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
-Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
-Jika terjadi persengketaan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
-Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-
masing dalam modal.
Berakhir atau batalnya akad
a. Salah satu pihak mengudurkan diri, karena menurut para pakar fiqih, akad perserikatan itu
tidak bersifat mengikat, dalam artian tidak boleh dibatalkan.
b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia
c. Gila
d. Murtad atau melarikan diri.
Jenis-jenis akad dalam Syirkah
Syirkah milk ikhtiyar berarti kerjasama yang muncul karena adanya kontrak antara orang yang
bersekutu. Semisal jika dua orang membeli dan keduanya menerima maka jadilah pembeli
dan yang diberi wasiat bersekutu diantara keduanya kerjasama milik.
Syirkah milk al-jabr berarti kerjasama yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya, misal
dua orang mewariskan sesuatu, maka yang diberi warisan adalah menjadi sekutu mereka.
Syirkah Uqud
Syirkah uqud adalah transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih bersekutu dalam harta
dan keuntungannya dan sirkah uqud terbagi dalam beberapa jenis yaitu sirkah inan,
mufawwadah, wuju, dan abdan.
Syirkah inan merupakan kerjasama antara dua orang dalam harta untuk berdagang secara
bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-sama.
Syirkah Mufawwadah merupakan kerjasama dengan cara memiliki kesamaan dalam nominal
modal, sharing keuntungan, pengolahan, dan agama yang dianut.
Syirkah Wujuh merupakan kerjasama dua pemimpin yang tidak memiliki modal dalam usaha
membeli barang dengan cara tidak tunai, dan akan menjualnya secara tunai ( cash ).
Kemudian dibagi diantara mereka dengan kondisi dan syarat tertentu. Namun beberapa ulama
melarang pola seperti ini, karena rentan penipuan.
Syirkah Abdan merupakan kerjasama untuk menerima pekerjaan dan akan dikerjakan secara
bersama-sama, lalu keuntungan dibagi diantara keduanya dengan menetapkan syarat tertentu.
Syirkah al-Mudharabah, Yaitu, seseorang sebagai pemodal (investor) menyerahkan sejumlah
modal kepada pihak pengelola (mudharib) untuk diperdagangkan, dan dia berhak mendapat
prosentase tertentu dari keuntungan.
MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
Musyarakah mutanaqishah (perkongsian yang mengecil) adalah suatu bentuk musyarakah
dimana porsi dana salah satu pihak akan menurun terus hingga akhirnya menjadi nol. Ketika hal ini
telah terjadi maka kepemilikan akan berpindah kepada pihak yang lain. Pada kerjasama ini kedua
belah pihak mencampurkan dananya untuk membiayai sebuah usaha/proyek, yang nantinya secara
bertahap porsi modal salah satu pihak akan berkurang hingga menjadi nol.
Ketentuan Umum
1. Pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap
dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya.
2. Jual beli hishshah dilaksanakan sesuai kesepakatan
3. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya
(nasabah).
Hint:
Syarik > (mitra)
Hishshah > Porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’
Musya’ > Porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai
dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik
Ketentuan khusus
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset
tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan.
4. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para
syarik.
5. Porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh
syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan
kepemilikan menjadi beban pembeli
- *Fatwa DSN No.8, No.13, dan No.16 Th.2000 tentang Pembiayaan Musyarakah (baca lagi)
*Fatwa DSN No.73 Tahun 2008 tentang pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah (baca lagi)
Sebagai contoh kasus adalah : pihak bank dan nasabah bekerja sama dalam sebuah pengadaan
barang atau sebuah usaha. Misalnya saja penyewaan rumah mewah yang mana pihak bank
mempunyai saham 50% dan pihak nasabah 50%. Harga rumah tersebut sejumlah Rp. 100.000.000,-,
jadi bank berkontribusi Rp. 50.000.000,- dan nasabah Rp.50.000.000,-.
Seandainya sewa yang dibayarkan oleh penyewa sebesar Rp.2.000.000,- per bulan maka pada
realisasinya Rp.1.000.000, menjadi bagian bank dan Rp.1.000.000,- menjadi bagian nasabah. Akan
tetapi karena nasabah ingin memiliki rumah tersebut maka uang Rp.1.000.000,- itu dijadikan
pembelian saham dari saham bank. Dengan demikian saham nasabah setiap bulan akan semakin
bertambah dan saham bank semakin mengecil hingga akhirnya nasabah akan memiliki 100% saham
rumah dan pihak bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut.
Akad Kerjasama Al-Syirkah dalam Pertanian
Menghidupkan Tanah Mati (Ihyaa’ul Mawaat)
Secara terminologis berarti membuka tanah yang tidak bertuan dan belum pernah dikelola untuk
dipersiapkan dan dijadikan sebagai tanah yang bermanfaat, untuk perumahan, lahan pertanian dan
sebagainya. (Ibnu Bassam dalam Taudhihul Ahkam)
Hukumnya diperbolehkan. Berdasarkan dalil Aisyah radhiyallahu ‘anha juga meriwayatkan bahwa
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakmurkan tanah yang tidak ada
pemiliknya, maka ia lebih berhak terhadapnya.” (HR. Bukhari No. 2335)
Syarat-syarat membuka tanah baru:
Tanah yang dibuka masih terlantar yang belum dimiliki oleh seorang pun. Jika tidak,
dialokasikan untuk kepentingan kaum muslimin seperti untuk jalan, lapangan, taman,
kuburan, saluran air dan sebagainya.
Cara pembukaan tanah baru sesuai dengan tradisi yang berlaku karena hadits yang
menjelaskan tentang ihya’ al-mawat bersifat umum
TAHAJJUR
Tahajjur artinya menahan tanah dan mengumumkannya dengan tanda atau pagar. Diantara model
tahajjur adalah jika seseorang mengelilingi tanah dengan dinding yang tidak melindungi, membangun
dinding di sebagian sisinya saja dan tidak di sisi yang lain, atau mengelilingi tanah dengan parit,
pembatas atau dengan menggali sumur. Tahajjur mempunyai implikasi hukum pengkhususan dan
hak prioritas daripada orang lain tetapi tidak berimplikasi kepada kepemilikan.
Masa berlakunya tahajjur adalah tiga tahun. Jika dikelola dengan baik maka dipersilahkan. Tapi jika
tidak maka akan ditarik kembali.
Berbagai macam akad pemanfaatan lahan: Al-Musaqah dan Al-Muzara’ah
Musaqah secara etimologis terambil dari kata as-saqyu yang artinya pengairan/penyiraman. Ia juga
disebut mu’amalah. Adapun secara terminologis adalah transaksi untuk merawat pohon dengan upah
sebagian buahnya.
Muzara’ah secara etimologis terambil dari kata az-zar’u yang berarti penanaman atau pengolahan.
Adapun secara terminologis adalah menyerahkan tanah kepada orang yang menanami dan
mengelolanya dan hasilnya dibagi berdua
Rukun akad:
Dua orang yang bertransaksi yaitu pemilik tanah dan pekerja/penggarap.
Objek transaksi yaitu sesuatu yang disepakati dalam akad meliputi pohon, tanaman pertanian
dan bagian masing-masing.
Shighoh akad : Dianggap sah dengan semua lafal yang menunjukkan arti yang dimaksud.
Perbedaan pembagian dan kerusakan
Jika kedua pihak berselisih mengenai bagian pekerja, pendapat yang dipegang adalah ucapan
pekerja jika ia menuntut sesuatu yang layak baginya karena ia mempunyai posisi yang kuat
dalam melaksanakan musaqah atau muzara’ah.
Imam Syafi’i menyatakan bahwa keduanya harus bersumpah. Adapun Hanabilah berpendapat
bahwa yang dipegang adalah ucapan pemilik tanah karena ia yang mengingkari. Hal ini
berdasarkan hadits: “Bukti itu wajib bagi orang yang menggugat dan sumpah wajib bagi yang
tergugat.”
Jika pekerja mengkalim bahwa garapannya rusak, klaimnya itu dapat diterima karena ia orang
yang dipercaya. Posisinya sama seperti pelaksana dalam bagi hasil. Jika ia mengklaim, ia
bersumpah dan jika terbukti khianatnya, harus dicarikan oranglain yang menyertainya. Jika
tidak mungkin menjaganya, pemilik tanah boleh mempekerjakan orang lain untuk
menggantikannya. Demikian ini pendapat Imam Syafi’i, sementara itu para sahabat Malik
berpendapat bahwa orang lain tidak boleh menggantikan pekerjaannya, tetapi menjaganya
SYARAT-SYARAT MUSAQAH DAN MUZARA’AH
Objek musaqah dan muzara’ah dapat diketahui atau dilihat dengan mata atau dengan
menjelaskan sifat-sofat yang sebenarnya karena tidak sah transaksi tentang sesuatu yang tidak
diketahui.
Pekerja mendapatkan bagian dari hasilnya (buah atau lainnya) yang berlaku dan diketahui,
seperti separoh atau sepertiga. Jika disyaratkan bagi keduanya mendapatkan hasil suatu lahan
tertentu, maka tidak sah.
OBJEK MUSAQAH
Musaqah boleh pada semua pohon yang berbuah. Demikian ini adalah pendapat Khulafaur
Rasyidin, Sa’id ibnu al-Musayyab, Malik, Ahmad, Abu yusuf, Muhammad dan lain-lain.
Imam Syafii berpendapat lain. Menurutnya, musaqah tidak boleh kecuali pada pohon kurma
dan anggur karena hanya keduanya yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun pohon yang tidak berbuah, menurut Imam Malik dan Asy-Syafii, tidak boleh menjadi
objek musaqah karena musaqah itu pembayarannya dengan sebagian buah, sedangkan pohon
yang dikerjakan adalah jenis pohon yang tidak berbuah. Berbeda dengan pohon yang
dimanfaatkan daun atau bunganya, seperti pohon teh dan mawar
Ibnu Qudamah menyatakan bahwa berdasarkan qiyas, musaqah dibolehkan padanya karena
daun-daun dan bunga itu semakna dengan buah, dalam arti dapat berkembang berulang-ulang
setiap tahun yang dapat diambil dan dikelola dengan cara musaqah.
Kami (ath-Thayyar dkk) berpendapat bahwa musaqah boleh pada semua pohon meskipun
tidak berbuah. Hal ini berdasarkan riwayat: “Sesungguhnya Rasulullah mempekerjakan
penduduk Khaibar dengan upah separoh hasil yang keluar dari pohon kurma dan pohon.”
KEWAJIBAN PEMILIK DAN PEKERJA
Pekerja wajib mengerjakan sesuatu yang dibutuhkan untuk kebaikan buah dan peningkatan
produksi setiap tahun, seperti menyirami, mengolah lahan, meyerbukkan, menjaga buah dan
lain sebagainya.
Adapun pemilik tanah berkewajiban mengerjakan sesuatu yang dibutuhkan untuk kebaikan
pohon seperti membuat pagar, menggali sumur, membuat saluran pengairan dari sungai dan
sebagainya
.
MENYEWAKAN TANAH
Boleh menyewakan tanah dengan pembayaran uang atau barang. Imam Ahmad menyatakan
bahwa ulama berbeda pendapat mengenai emas dan perak. Ibnu Al-Mundzir berkata, “Pada
umumnya, ulama sepakat dibolehkannya menyewakan tanah dengan pembayaran emas dan
perak.” Demikian ini juga merupakan pendapat Sa’id ibn al-Musayyab.
karena kedudukan barang identik dengan harga. Adapun tentang makanan, Imam Malik
melarangnya secara total, baik dari hasil yang keluar dari tanah itu atau lainnya.
BERAKHIRNYA MUSAQAH DAN MUZARA’AH
Pekerja melarikan diri. Dalam kasus ini, pemilik tanah boleh membatalkan transaksi
berdasarkan pendapat yang mengkategorikannya sebagai transaki tidak mengikat
Pekerja tidak mampu bekerja.
Salah satu dari dua pihak meninggal dunia atau gila. Jika transaksi yang mengikat, maka ahli
waris atau walinya yang menggantikan posisinya.
Kesepakatan kedua belah pihak untuk mengakhiri transaksi dengan kerelaan.
AKAD IJARAH
Adalah akad untuk mendapatkan manfaat yang mubah dari barang yang sudah ada, atau belum ada
tapi dijamin dengan sifat-sifat tertentu, dalam waktu tertentu atau akad untuk melakukan pekerjaan
tertentu dengan upah tertentu.
Syarat Ijarah
Syarat Wujud > Jika ada anak kecil mumayyiz yang menyewakan harta atau dirinya, maka
apabila diizinkan oleh walinya maka akad itu dianggap sah dan apabila ia dibatasi hal
membelanjakan hartanya maka tergantung pada izin walinya –Hanafiyyah.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mencapai usia mumayyiz adalah syarat dalam
ijarah dan jual beli sedangkan baligh adalah syarat berlaku
Syafiiyah dan Hanabilah harus baligh
Syarat Berlaku (Syarth an-Nafaadz) > Mempunyai hak kepemilikan
Syarat Sah (Syarth as-Shihhah
• Kerelaan kedua pelaku akad
• Hendaknya objek akad (yaitu
manfaat) diketahui sifatnya guna
menghindari perselisihan
• Hendaknya objek akad dapat
diserahkan baik secara nyata (hakiki)
maupun syara
• Hendaknya manfaat yang dijadikan
objek ijarah dibolehkan secara syara
• Orang yang disewa tidak boleh
mengambil manfaat dari pekerjaannya
• Hendaknya pekerjaan yang
ditugaskan bukan kewajiban bagi
penyewa sebelum akad ijarah
• Manfaat dari akad itu harus
dimaksudkan dan biasa dicapai
melalui akad ijarah
• penjelasan tempat manfaat, penjelasan
masa waktu, penjelasan objek kerja,
penentuan waktu dan objek kerja
sekaligus
Syarat Objek Akad
Apabila objek akad termasuk barang bergerak, maka disyaratkan terjadinya penerimaan. Jika
tidak, maka hukumnya tidak sah.
Syarat-syarat Ujrah (upah)
• Hendaknya upah tersebut harta yang bernilai dan diketahui
• Upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Ma’quud Alaih (Objek Akad)
Syarat Kelaziman Ijarah (Syarth al-Luzuum)
• Terbebasnya barang yang disewakan dari cacat yang merusak pemanfaatannya
• Tidak terjadi alasan yang membolehkan membatalkan ijarah. Seperti jika terjadi sesuatu
terhadap salah satu pihak atau barang yang disewakan, maka setiap pihak boleh membatalkan
akad
Rukun Ijarah
Menurut mayoritas ulama: 1) Dua pelaku akad (pemilik sewa dan penyewa), 2) Sighah (ijab dan
qabul), 3) Upah, 4) Manfaat Barang. Menurut mayoritas fuqaha, menyandarkan ijarah ke masa yang
akan datang hukumnya sah. Berbeda dengan jual beli.
Sifat dan Konsekuensi Hukum Ijarah
• Ijarah menurut ulama Hanafiyah adalah akad yang mengikat hanya saja boleh dibatalkan
dengan sebab adanya uzur.
• Sedangkan menurut mayoritas ulama, ijarah adalah akad lazim yang mengikat yang tidak
dapat dibatalkan kecuali dengan hal-hal yang dapat membatalkan akad-akad lazim seperti