Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan di
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPengetahuan Lingkungan
yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes dan Dr.H. Istamar Syamsuri,
M.Pd.Oleh:
Kelompok 11/offering C :
Dian Hidayaturrahma (130341614840)Firmanti Syukuriasri
(130341614837)Gigih Hasbi R (130341614830)Rizka Permatasari
(130341614841)Yoananda Ramadina (13034161826)
The Learning UniversityUNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGISeptember 2014
KATA PENGANTAR
"Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat ALLAH SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul "Penerapan Sistem Agroforestri dalam Rangka Pengelolaan Hutan
di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur" pada matakuliah
Ilmu Pengetahuan Lingkungan ini tanpa ada halangan dan rintangan
yang besar. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas
Matakuliah Ilmu Pengetahuan Lingkungan.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami ucapkan terima
kasih yang sebesar - besarnya kepada:1. Bapak Dr.H. Istamar
Syamsuri, M.Pd dan Bapak Dr. Sueb, M.Kes selaku dosen yang telah
bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya
makalah ini.2. Mahasiswa offering C yang telah memberi dukungan dan
motivasi untuk terselesaikannya makalah ini.3. Semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan berbagai bantuan entah itu besar
maupun kecil, sehingga dapat menunjang terselesaikannya makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Karena penulis hanyalah manusia yang jauh dari
kesempurnaan ALLAH SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, 6 Oktober 2014
Penulis
ABSTRAK
Sistem agroforestri merupakan salah satu sistem pertanian yang
memanfaatkan hutan sebagai tempat bercocok tanam dengan tanaman
tumpangsari. Agroforestri merupakan salah satu kerjasama antara
pihak perhutani dengan petani yang bertempat tinggal disekitar
hutan dan petani. Adanya Agroforestri memiliki dampak yang baik
bagi masyarakat disekitar hutan karena mampu menaikkan perekonomian
masyarakat setempat. Agroforestri sendiri diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas hasil hutan, meningkatkan peran/serta
dan kesempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, pendapatan dan
mengentaskan kemiskinan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Penerapan Agroforestri telah nampak di beberapa daerah di Jawa
Timur, tetapi hanya sebagian kecil daerah saja di kota Malang.
Untuk itu, makalah ini dibuat dengan tujuan mengetahui penerapan
sistem agroforestri dalam rangka pengelolaan hutan di Dusun Maron
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dalam proses
pemenuhan data makalah ini dengan menggunakan metode wawancara
kepada pemilik hutan agroforestry dan warga Dusun Maron, Kecamatan
Tumpang serta observasi langsung ke hutan. Untuk wawancara
dilakukan kepada pemilik hutan agroforestry dan juga masyarakat di
sekitar hutan, dengan pertanyaan mengenai hutan agroforestry begitu
juga pertanyaan yang ada pada angket yang kami bagikan. Ketika
observasi didapatkan kondisi hutan agroforestry yang di dalamnya
terdapat berbagai pohon tinggi seperti pinus yang dikolaborasikan
dengan pohon kopi, pisang, jahe dan lainnya. Untuk hasil wawancara
cukup berbeda dari data para pemilik hutan agroforestry dengan
warga di sekitar hutan dimana pemilik hutan lebih mengetahui banyak
tentang hutan agroforestry dari pada warga biasa. Pemilik hutan
menjelaskan bahwa agroforestry sendiri pada awalnya merupakan hasil
penjarahan warga Dusun Maron, tetapi setelah beberapa lama pihak
perhutani memberi kesepakatan untuk bekerja sama dalam mengolah
hutan agroforestry dengan sistim pembagian hasil. Jadi hutan
agroforestry sendiri merupakan hutan hasil jarahan dimana digunakan
untuk bercocok tanam warga Dusun Maron Kecamatan Tumpang, Jawa
Timur.Kata Kunci: Agroforestri, petani, pihak perhutani
ABSTRACTAgroforestry is a farming system that utilizes the
jungle as a farm with crops. Agroforestry is one of cooperation
between the forestry and farmers who live around the forest. The
existence of Agroforestry has good impact on the communities around
the forest being able to raise the local economy. Agroforestry
itself directed to improve the productivity of forest products,
enhance the role / participation and employment, labor
productivity, income and alleviate poverty continuously and
sustainably. Application of Agroforestry has appeared in several
areas in East Java, but only a small area just in Malang. Because
of that, this paper is made in order to know the implementation of
agroforestry systems in the context of forest management in Maron
Hamlet Ngantang Disrict, Malang, East Java. In the process of
fulfilling this paper the data using interviews to the agroforestry
forest owner of Maron Hamlet, and direct observation to the forest
in Ngantang District. For interviews done to the forest owner of
agroforestry and forest communities, with questions about
agroforestry forest as well as the existing questions on the
questionnaire that we share. When observations obtained
agroforestry forest condition in which there is a variety of tall
trees like pine trees collaborated with coffee, bananas, ginger and
others. For interviews and questionnaire results are quite
different from the data agroforestry forest owners with residents
around the forest where more forest owners know a lot about
agroforestry forests of the ordinary citizen. Forest owners
explained that agroforestry itself was originally the result of
looting of Maron Hamlet, but after some time the forestry gives
agreement to cooperate in the process of forest agroforestry system
of sharing. So agroforestry own forest is a forest of booty which
is used for cultivation of Maron Hamlet Ngantang District, East
Java.
Keywords: Agroforestry, farmers, the forestry
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL iKATA PENGANTARiiABSTRAK iii
ABSTRACT ivDAFTAR ISI vDAFTAR GAMBARviBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan
Penulisan21.4 Manfaat Penulisan3
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Bentuk Agroforestri42.2 Proses yang Terjadi dalam Sistem
Agroforestri72.3 Peranan Agroforestri dalam Pengelolaan Sumber Daya
Hutan8BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
........................................................................................123.2
Waktu dan Tempat Penelitian
....................................................................123.3
Subyek Penelitian
.....................................................................................133.4
Metode Pengambilan Data
.........................................................................133.5
Alat Penelitian
............................................................................................133.6
Prosedur Penelitian
.....................................................................................143.7
Analisa Data
...............................................................................................14BAB
IV HASIL DAN DISKUSI4.1 Hasil
..........................................................................................................174.2
Diskusi.......................................................................................................18BAB
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
....................................................................................205.2
Saran
.............................................................................................20DAFTAR
RUJUKAN
...............................................................................................21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Agroforestri Sederhana .5Gambar 2.2 Agroforest
Kompleks 6Gambar 2.3 Perkembangan sistem kebun talun ...8
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Agroforestri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara
optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan
kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama
dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat yang berperan serta (Anonymous, 1990).
Tujuan agroforestri untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
petani, terutama di sekitar hutan yaitu dengan memprioritaskan
partisipasi aktif masyarakat dan memperbaiki keadaan lingkungan
yang rusak dan berlanjut dengan pemeliharaannya. Program
agroforestri biasanya diarahkan pada peningkatan dan pelestarian
produktivitas sumberdaya yang akhirnya akan meningkatkan taraf
hidup masyarakat sendiri (Triwanto, 2002).
Agroforestri berpotensi sebagai suatu upaya konservasi tanah dan
air, serta menjamin keberlanjutan produksi pangan, bahan bakar,
pakan ternak maupun hasil kayu, khususnya dari lahan marginal dan
terdegradasi. Agroforestri sebagai istilah kolektif bagi sistem dan
teknologi penggunaan lahan yang sesuai diterapkan pada lahan
pertanian beresiko tinggi terhadap erosi, terdegradasi, dan lahan
marginal (Nair, 1993).
Pengembangan agroforestri diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas hasil hutan, meningkatkan peran/serta dan kesempatan
kerja, produktivitas tenaga kerja, pendapatan dan mengentaskan
kemiskinan secara terus menerus dan berkelanjutan (Triwanto,
2000a). Masyarakat harus melakukan konservasi tanah dan air
dilakukan secara vegetatif yang berupa penanaman campuran termasuk
tanaman, tumpangsari (agroforestri) dan tumpang gilir serta teknik
konservasi dengan bangunan teknis berupa teras gulud maupun teras
bangku termasuk pembuatan pematang kontur dan pembuatan saluran air
(Anonymous, 1997 dan Triwanto, 2000b).
Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai kawasan
hutan tropis terluas di dunia. Luas kawasan hutannya mencapai 120,4
juta ha atau sekitar 68% dari total luas wilayah daratan. Hutan
Indonesia menjadi habitat bagi
spesies flora dan fauna penting dunia. Secara ekonomi, sejak
tahun 1980- an, sumber daya hutan telah banyak memberi sumbangan
terhadap peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia yang
cukup pesat (De Foresta dan Michon, 1997).
Tidak hanya hutan tropis saja, banyak jenis hutan lain yang
terdapat di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Timur. Salah satu
contohnya adalah hutan agroforestry yang ada di Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada Kecamatan Ngantang, terdapat
hutan yang luasnya 11.195 ha. Terjadi pula peningkatan kepadatan
penduduk dari 587 jiwa/km2 pada tahun 1990 menjadi 657 jiwa/km2 di
tahun 2000. Disinyalir terjadi peningkatan aktivitas manusia di
dalam menggunakan lahan yang mengakibatkan terjadi alih fungsi
hutan menjadi lahan pertanian atau bisa disebut dengan system
agroforestri. Dalam kurun waktu 1990 2000, terjadi penurunan luasan
hutan yang diiringi meningkatnya luasan semak belukar dan
perkebunan.1.2 Rumusan Masalah:Rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut.1. Bagaimana bentuk agroforestri yang ada di
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?2. Bagaimana proses yang
terjadi dalam sistem agroforestri di Kecamatan Ngantang Kabupaten
Malang?3. Bagaimana peranan agroforestri dalam pelestarian sumber
daya hutan di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang?1.3 Tujuan:1.
Mengenal bentuk agroforestri yang ada di Kecamatan Ngantang
Kabupaten Malang2. Memahami proses yang terjadi dalam sistem
agroforestri di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang3. Mengetahui
peranan agroforestri dalam pelestarian sumber daya hutan di
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang1.4 Manfaat: 1. Agar masyarakat
mengenal bagaimana bentuk hutan agroforestry dan manfaaat hutan
agroforestry untuk kehidupan.
2. Agar pemenrintah mendukung system agroforestry dan mulai
bekerjasama dengan para petani yang memiliki lahan.
BAB IIKAJIAN TEORI2.1 Bentuk Agroforestri Indonesia merupakan
salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan tropis terluas di
dunia. Luas kawasan hutannya mencapai 120,4 juta ha atau sekitar
68% dari total luas wilayah daratan. Hutan Indonesia menjadi
habitat bagi spesies flora dan fauna penting dunia. Secara ekonomi,
sejak tahun 1980- an, sumber daya hutan telah banyak memberi
sumbangan terhadap peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB)
Indonesia yang cukup pesat (De Foresta dan Michon, 1997).
Para petani yang ada di Indonesia mengolah lahan hutan yang ada
dengan menerapkan berbagai system, salah satunya adalah system
agroforestry. System ini sudah sejak lama dilakukan petani di
Indonesia di mana pada lahan hutan pekarangan di sekitar tempat
tinggal petani ditanami kopi, pisang, durian dan berbagai tumbuhan
perkebunan lainnya.Agroforestri sendiri merupakan manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara
mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit
pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan
fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta
(Anonymous, 1990). System agroforestry memiliki 2 bentuk yaitu
agroforestry sederhana dan agroforestry kompleks.
A. Sistem Agroforestri SederhanaModel agroforestry sederhana
adalah perpaduanperpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah
kecil unsur, yang menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema
agroforestry klasik. Bagi kalangan penelitian dan lembaga yang
menangani agroforestry, tampaknya sistem agroforestry sederhana ini
menjadi perhatian yang utama (Steppler dan Nair, 1987). Bentuk
agroforestry sederhana yang paling banyak dibahas adalah
tumpangsari (Karta Subrata, 1986), yang merupakan sistem naungan
versi Indonesia yang diwajibkan di areal hutan jati di Pulau
Jawa.
Sistem agroforestry sederhana dalam versi Indonesia, dikenal
dengan taungya yang diwajibkan di areal hutan jati di Jawa dan
dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial dari Perum
Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam
tanaman semusim di antara pohon jati muda. Hasil tanaman semusim
diambil oleh petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau
merusak pohon jati dan semua pohon tetap menjadi milik Perum
Perhutani. Bila pohon telah menjadi dewasa, tidak ada lagi pemaduan
dengan tanaman semusim karena adanya masalah naungan dari pohon.
Jenis pohon yang ditanam khusus untuk menghasilkan kayu bahan
bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi perubahan pola
tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati monokultur.
Sistem sederhana tersebut sering menjadi penciri umum pada
pertanian komersial (Michon dan De Foresta, 1995).Dalam
perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga merupakan
campuran dari beberapa jenis pohon tanpa adanya tanaman semusim.
Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap
(Erythrina) atau kelorwono disebut juga gamal (Gliricidia) sebagai
tanaman naungan dan penyubur tanah.
Gambar 2.1 Agroforestri Sederhana: Tembakau ditanam di antara
barisan pohon siwalan di Sumenep, Madura. (Foto. Widianto)B. Sistem
Agroforestri Kompleks
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian
menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon)
baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang
lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem
menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka
jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman
musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari
sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan
dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik
hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini
dapat pula disebut sebagai Agroforest (Noviana et al., 2009).
Seperti halnya pada sistem-sistem agroforestry sederhana, sumber
daya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan. Tetapi lebih dari
itu, pada agroforestry sejumlah besar keanekaragaman flora dan
fauna asal hutan alam tetap dipelihara. Inilah ciri khas
agroforestry yang membedakannya dari sistem pertanian dan
agroforestry lainnya (Nair, 1987).Berdasarkan jaraknya terhadap
tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi
dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang
letaknya di sekitar tempat tinggal dan agroforest, yang biasanya
disebut hutan yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta et
al., 2000). Contohnya hutan damar di daerah Krui, Lampung Barat
atau hutan karet di Jambi.
Gambar 2.2 Agroforest Kompleks: Kebun damar di Krui, Lampung
Barat (De Foresta et al, 2000).Pada salah satu hutan di Kecamatan
Ngantang tepatnya di Desa Mulyorejo diterapkan system agroforestry
kompleks yang ditunjukkan dengan penanaman pohon pinus diselingi
berbagai macam tanaman perkebunan seperti pisang, kopi durian dan
sebagainya. Terdapat hutan yang luasnya 11.195 ha di Kecamatan
Ngantang dimana sekitar tahun 1974 Perum Perhutani menawarkan
kepada petani program tumpangsari dan setiap petani yang mengikuti
program ini berhak mengelola tanah seluas 0.5 ha.
Setiap petani memperoleh bibit mahoni atau pinus untuk ditanam.
Mahoni dan pinus merupakan pohon penghasil timber sebagai sumber
keuntungan bagi Perhutani. Lahan dibuka dari hutan primer, kemudian
ditanami jagung atau ubi kayu di antara pohonpohon pinus yang baru
ditanam. Sistem ini terus berlangsung sampai tanaman pinus berumur
5 tahun, kemudian karena pertumbuhan mahoni kurang baik Perhutani
menawarkan kepada masyarakat untuk menanam kopi di antara tanaman
pinus, asalkan keamanan dan perawatan pohon pinus tetap terjaga.
Tawaran ini disambut baik oleh petani setempat karena harga biji
kopi cukup menarik. Bibit kopi yang ditanam adalah swadaya petani
setempat. Selain kopi, petani juga menanam pisang sebagai naungan
kopi.2.2 Proses Yang Terjadi Dalam Sistem AgroforestriPada
prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan agroforest itu
dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan IIRR,
1995), antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah
dan besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi
dan dinamika usaha tani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan
aturan sosial dan adat istiadat setempat, tekanan kependudukan dan
ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan dunia
luar, perilaku ekologis dari unsur pembentuk agroforest, stabilitas
struktur agroforest, cara pelestarian yang dilakukan.Proses dalam
system agroforestry sendiri bermula dari terbentuknya pekarangan
atau kebun yang merupakan sistem bercocok tanam berbasis pohon yang
paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Kebun yang umum
dijumpai di Jawa Barat adalah sistem pekarangan, yang diawali
dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang
kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun
(fase kebun). Pada fase ke dua pohon buah (durian, rambutan,
pepaya, pisang) ditanam secara tumpang sari dengan tanaman semusim
(fase kebun campuran). Pada fase ketiga beberapa tanaman asal hutan
yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi
tanaman asli setempat misalnya bambu, pohon penghasil kayu lainnya
dengan pohon buah (fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang
tumbuh di bawahnya amat terbatas karena banyaknya naungan. Fase
perpaduan berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase
talun. Dengan demikian pembentukan talun memiliki tiga fase yaitu
kebun, kebun campuran dan talun (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Perkembangan sistem kebun talun (De Foresta et al,
2000).
Untuk proses agroforestry di Kecamatan Ngantang sendiri sama
dengan uraian di atas yaitu melalui fase kebun, fase kebun campuran
dan fase talun. Proses- proses ini terjadi dengan olah tangan
petani sehingga suatu system agroforestry dapat terwujut di Desa
mulyorejo Kecamatan Ngantang.2.3 Peranan Agroforestri Dalam
Pelestarian Sumber Daya Hutan Secara umum agroforestri memainkan
peran penting dalam pelestarian sumberdaya hutan baik nabati maupun
hewani karena struktur dan sifatnya yang khas. Agroforestri
menciptakan kembali arsitektur khas hutan yang mengandung habitat
mikro, dan di dalam habitat mikro ini sejumlah tanaman hutan alam
mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Kekayaan flora semakin
besar, jika di dekat kebun terdapat hutan alam yang berperan
sebagai sumber (bibit) tanaman. Bahkan ketika hutan alam sudah
hampir lenyap sekalipun, warisan hutan masih mampu terus berkembang
dalam kelompok besar: misalnya kebun campuran di Maninjau
melindungi berbagai tanaman khas hutan lama di dataran rendah,
padahal hutan lindung yang terletak di dataran lebih tinggi tidak
mampu menyelamatkan tanaman-tanaman tersebut (Noviana et al.,
2009).Di pihak lain, agroforest merupakan struktur pertanian yang
dibentuk dan di rawat. Tanaman bermanfaat yang umum dijumpai di
hutan alam menghadapi ancaman langsung karena daya tarik
manfaatnya. Dewasa ini sumber daya hutan dikuras tanpa kendali.
Berbeda dengan kebun agroforest, bagi petani, agroforest merupakan
kebun bukan hutan. Agroforest merupakan warisan sekaligus modal
produksi. Sumberdayanya, baik yang tidak maupun yang sengaja
ditanam, dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan dan
kelestarian kebun (Noviana et al., 2009). Pohon di hutan dianggap
tidak ada yang memiliki. Sebaliknya, pohon di kebun ada pemiliknya
sehingga pohon tersebut mendapat perlindungan yang lebih efektif
daripada yang terdapat di hutan negara. Sumber daya hutan di dalam
agroforest dengan demikian turut berperan dalam mengurangi tekanan
terhadap sumber daya alam. Secara tidak langsung agroforest turut
melindungi hutan alam (Triwanto, 2002).Aneka kebun campuran di
pedesaan di Jawa mempunyai peranan penting bagi pelestarian
kultivar pohon (tradisional) buah-buahan dan tanaman pangan. Karena
kendala ekonomi dan keterbatasan ketersediaan lahan, maka kebun
tersebut tidak dapat berfungsi sebagai tempat berlindung jenis
tanaman yang tidak bernilai ekonomi bagi petani. Di Sumatera dan
Kalimantan, agroforest masih mampu menawarkan pemecahan masalah
pelestarian tanaman hutan alam dan sekaligus dapat diterima pula
dari sudut ekonomi (Michon dan de Foresta, 1995).
Adanya perubahan sosial ekonomi dapat mempengaruhi sifat dan
susunan kebun, sehingga dikhawatirkan banyak spesies yang terancam
kepunahan. Pada gilirannya sumberdaya tersebut akan punah dan usaha
penyelamatannya belum terbayangkan. Apakah seluruh sumberdaya
genetik yang ada dalam agroforest dapat disimpan dalam lahan-lahan
khusus atau bank benih.Untuk meningkatkan keberhasilan perlindungan
terhadap sumber daya alam, maka petani harus dilibatkan pada setiap
usaha pelestarian alam, misalnya dengan memberikan pengakuan
terhadap agroforest yang sudah ada dan melaksanakan budidaya
agroforest di pinggiran kawasan taman-taman nasional. Upaya
melestarikan alam harus sekaligus dapat memenuhi kebutuhan penduduk
setempat. Gagasan ini bukan khayalan, karena secara tradisional
telah dirintis oleh petani agroforest. Pada akhirnya agroforest di
daerah tropika merupakan lahan berharga bagi eksplorasi genetik dan
etno-botani. Pengetahuan petani pengelola agroforest seyogyanya
tidak lagi diremehkan oleh para pengelola hutan (Noviana et al.,
2009). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM) adalah suatu
sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama-sama
antara Perum Perhutani dan masyarakat desa, atau Perum Perhutani
dan Masyarakat Desa Hutan (MDH) dengan pihak yang berkepentingan
(stakeholder) berdasarkan prinsip berbagi, sehingga kepentingan
bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya
hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pada
prinsip berbagi ada pembagian peran, tanggung jawab, faktor
produksi (input) hingga pembagian hasil (output). Dalam PHBM,
pemberdayaan masyarakat bukan suatu program tetapi merupakan bagian
yang tak terpisahkan dalam pengelolaan hutan. (Keputusan Ketua
Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001) (Noviana et
al., 2009).
PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya
hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara
proporsional dan professional. Salah satu tujuan dari Program PHBM
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Akan tetapi tidak semua masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
mendapatkan lahan dari Perhutani melalui program PHBM. Ada beberapa
kriteria masyarakat yang dapat menerima program PHBM? antara lain:?
Masyarakat yang kurang mampu/miskin? Masyarakat yang tidak memiliki
lahan pertanian ?Masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan Janda
Pada awal program, banyak masyarakat miskin di Kecamatan Ngantang
dan Pujon yang menjadi peserta PHBM dan mendapatkan hak kelola
lahan dari Perhutani. Namun, kemudian banyak terjadi kasus
pengalihan hak kelola lahan Perhutani oleh peserta PHBM yang miskin
kepada orang yang lebih mampu, terutama terjadi di wilayah
Kecamatan Pujon. Mereka menyebut pengalihan hak kelola ini dengan
istilah uang ganti rugi. Padahal menurut aturan PHBM, lahan yang
diberikan tidak boleh dipindahtangankan. Karena lahan garapan telah
dipindahtangankan, maka sekarang mereka tidak memiliki lahan lagi,
sehingga dampak dari program PHBM ini tidak dapat dirasakan,
terutama terhadap pendapatan mereka (Noviana et al.,2009).PHBM ini
juga diterapkan pada warga Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang yang
memiliki hutan agroforestry dimana penerapannya memakai prinsip
bagi hasil antara petani tau pemilik hutan dengan pihak Perhutani.
Petani sekaligus pemilik hutan agroforestry di Desa Mulyorejo juga
merasakan peran dari agroforestry seperi pada uraian di atas,
terutama peran dalam segi ekonomi dimana meningkat seiring lamanya
menggunakan system agroforestry.BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini
adalah metode wawancara langsung ke petani program tumpangsari atau
program agroforestri sederhana dan warga sekitar hutan, observasi
langsung ke hutan agroforestry di Desa Mulyorejo Kecamatan Ngantang
serta penyebaran angket.
Observasi adalah metode atau cara yang menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku
dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung. Cara atau metode tersebut dapat juga dikatakan dengan
menggunakan teknik dan alat khusus seperti blanko, check list atau
daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya (Ngalim, 2008).
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (interview
guide). Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk
tanya jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses
pengumpulan data untuk suatu penelitian (Ngalim, 2008).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian3.2.1 Penelitian selesai pada
bulan Oktober 20143.2.2 Penelitian dilakukan di Desa Mulyorejo
Kecamatan Ngantang Kecamatan Malang, Jawa Timur
Mulyorejo adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Ngantang,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 3 dusun,
Yaitu dusun Maron, Suko Anyar, Kambal, Sidorjo. Lokasi hutan
agroforestry sendiri terlatak pada dusun maron dengan lokasi hutan
tepat dipinggir jalan di belakang rumah warga.
3.3 Subyek PenelitianTiga orang petani program
tumpangsari/program agroforestri, serta tiga orang warga di sekitar
lahan agroforestry di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, Jawa
Timur untuk diwawancarai.3.4 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara.
Wawancara merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh
periset untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung
melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan
(Churchill, 2005). Sebelum menyusun pertanyaan untuk wawancara, ada
beberapa tahap yang harus dilakukan antara lain:1. menetapkan
informasi yang ingin diketahui
2. menetukan jenis wawancara dan metode administrasinya
3. menentukan isi dari masing-masing pertanyaan
4. menentukan banyak respon atas tiap pertanyaan
5. menentukan kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan
6. menentukan karakteristik fisik wawancara7. menguji kembali
langkah satu sampai tujuh dan melakukan perubahan jika perlu
8. melakukan uji awal atas wawancara dan melakukan perubahan
jika perluSelanjutnya metode yang kami gunakan adalah observasi
yang merupakan metode atau cara menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat
atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Disini kami
melakukan pengamatan langsung ke hutan agroforestry di Desa
Mulyorejo Kecamatan Ngantang .
3.5 Alat Penelitian3.5.1 Daftar Pertanyaan Wawancara
Dengan jumlah 10 pertanyaan berdasarkan pada pengetahuan tentang
system agroforestry yang diterapkan pada hutan di Dusun Maron Desa
Mulyorejo, Kecamatan Ngantang untuk mendapatkan hasil datatentang
penerapan system agroforestry di kawasan tersebut.
Berikut adalah daftar pertanyaan yang kami susun: 1. Apa yang
melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?
2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini
?
3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?
4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?
5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?
6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri ?7.
Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?
8. Bagaimana cara memanennya ?
9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?10. Apakah ada
perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya program
agroforesti ?
3.5.2 Kamera
3.5.3 Tape Recorder
3.6 Prosedur Penelitian3.6.1 Langkah Persiapan
3.6.1.1 Mencari informasi via internet, buku dan jurnal
3.6.1.2 Menyusun kerangka makalah
3.6.1.3 Observasi tempat penelitian
3.6.2 Implementasi
3.6.2.1 Melakukan wawancara dan melakukan observasi
langsung3.6.3 Langkah Akhir
3.6.3.1 Melaporkan hasil penelitian
3.7 Analisis Data
Menurut Pak Martani sekertaris kelompok tani Wono Lestari,
pertama kali terbentuknya tumpang sari akibat adanya penjarahan
hutan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Maron. Awal kerjasama
petani dengan pihak perhutani karena adanya manfaat yang didapat
oleh petani dan pihak perhutani. Kerjasama ini sudah dimulai sejak
tahun 2005. Kerjasama ini sudah berjalan sekitar 9 tahun lamanya
dan memberikan banyak manfaat bagi petani dan pihak perhutani.
Petani menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman dari
petani sendiri sedangkan lahannya merupakan pembagian lahan bantuan
dari perhutani. Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari
petani sendiri tanpa bantuan pihak perhutani.
Tanaman tumpangsari yang biasa di tanam di lahan agroforestri
itu seperti tanaman singkong, kopi, jagung, bawang merah, jahe,
kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan buah seperti pisang,
alpukat, nangka, durian dan sebagian tamanan hutan asli seperti
pinus dan pohon karet. Tanaman tumpangsari biasanya ditanam pada
saat musim hujan karena sumber pengairan yang digunakan tergantung
pada hujan sedangkan pada musim kemarau jarang ditanami karena
tidak adanya sumber pengairan dan tanaman yang ditanam rentan untuk
layu bahkan mati kekeringan .
Cara merawat tanaman tumpangsari cukup mudah hanya diberi pupuk
tiga kali setahun. Petani menanaman tanaman pada musim hujan
sedangkan pada musim kemarau hanya tanaman tertentu saja yang bisa
bertahan dengan kondisi air yang sedikit seperti karet, pinus,
kopi. Masing- masing tanaman tumpangsari memiliki usia panen yang
berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Seperti kopi memiliki
usia panen yang lama yaitu satu tahun baru bisa dipanen. Sedangkan
bawang merah memiliki usia panen yang lebih singkat yakni usia
panen 3 bulan sekali sudah bisa dipanen jadi selama satu tahun
petani dapat memanen hingga empat kali. Sama halnya dengan kopi,
masa panen jahe dan alpukat juga cukup lama yaitu satu tahun sekali
baru bisa dipanen
Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau
agroforesti disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh
pihak perhutani. Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung
dijual pada tengkulak atau pembeli yang langsung datang dan membeli
pada petani. Alasan dari petani untuk menjual langsung kepada
pembeli yang datang atau ke tengkulak karena kelompok tani Wono
Lestari belum mempunyai badan usaha koperasi yang mampu menampung
hasil panen para petani, hal ini pula yang mendorong Bapak Martani
untuk mendirikan koperasi khususnya bagi kelompok tani Wono Lestari
agar ada yang menampung hasil panen para petani.
Sebagai bentuk pembagian hasil dari kerjasama petani dan pihak
perhutani, hasil panen para petani biasanya disisihkan 6% dari
hasil panen untuk diberikan kepada pihak perhutani oleh kelompok
usahatani Desa Mulyorejo kepada pihak perhutani.
Adanya agroforestri dapat dirasakan manfaatnya oleh para petani.
Sebelum adanya agroforestri, rata-rata pekerjaan mereka yaitu
pencari kayu bakar, pencari rumput untuk pakan ternak, bahkan
adapula yang bekerja sebagai buruh tani yang mengolah sawah orang
lain. Keuntungan yang didapat para petani dari pengadaan tumpang
sari yaitu kondisi ekonomi semakin meningkat ditandai dengan makin
banyaknya petani yang membuka dan mengolah lahan perhutani, karena
sebagian besar dari petani tumpangsari tidak memiliki sawah
sehingga dengan adanya agroforestri mendorong para warga yang tidak
memiliki sawah dapat mengolah lahan perhutani sehingga dapat
meningkatkan perekonomiannya menjadi lebih baik dan perlahan warga
bisa hidup dengan sejahtera, berbeda jauh ketika sebelum adanya
agroforesti atau tumpang sari. Keuntungan dengan adanya
agroforestri tidak hanya dirasakan oleh para petani tetapi juga
dirasakan oleh pihak perhutani yakni dengan adanya sistem
argoforestri, pihak perhutani dapat merasakan hasil panen dari
tanaman tumpangsari yang besarnya 6%.
Untuk hasil wawancara dari warga sekitar didapatkan hasil yang
kurang mendukung karena umumnya warga sekitar hutan tidak
mengetahui bagaimana system agroforestry diterapkan karena mereka
bukan pemilik dan pengolah hutan agroforestry sendiri melainkan
hanya warga yang rumahnya dekat dengan hutan saja.
BAB IVHASIL DAN DISKUSI
4.1 HASIL
1. Apa yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada
kawasan ini ?
Jawab :Pertamanya bekerjasama dengan perhutani dengan petani
disekitar hutan. Dimulai dengan penjarahan hutan atau tebang tanam
hutan disekitar Dusun Maron, sejak 2005.2. Sudah berapa lama
pembuatan agroforestri pada kawasan ini ?
Sudah lama sekitar 9 tahun lamanya. 3. Bagaimana cara melakukan
agroforestri ?
Jawab :Kami menanam tanaman tumpang sari dengan bibit tanaman
dari kami sendiri sedangkan lahannya pembagian lahan bantuan dari
perhutani. Sedangkan untuk perawatan tanamannya itu murni dari
petani sendiri tanpa bantuan pihak perhutani.
4. Apa saja tanaman yang bisa ditanam untuk agroforestri?
Jawab :Tanaman yang biasa di tanaman itu seperti singkong, kopi,
jagung, brambang, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang menghasilkan
buah(pisang, alpukat, nangka, durian) dan sebagaian tamanan hutan
asli seperti pinus dan pohon karet. 5. Bagaimana cara menanam
tanaman pada kawasan ini?
Jawab :
Tanaman biasanya ditanam pada saat musim hujan karena pada saat
musim kemarau air tidak banyak
6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri
?Cara merawat tanaman hanya dengan pemberian pupuk tiga kali
setahun. ditanaman saat musim hujan sedangkan pada musim kemarau
hanya tanaman yang bisa bertahan dengan kondisi air yang sedikit.7.
Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ? Jawab : Masing-
masing tanaman itu usianya berbeda mbak. Seperti kopi itu biasanya
1 tahun baru bisa dipanen. Bawang merah 3 bulan sekali sudah bisa
dipanen. Jahe 1 tahun baru bisa dipanen,sedangkan alpukat 1 tahun
sekali baru bisa dipanen mbak.8. Bagaimana cara memanennya ?
Jawab :
Panen dilakukan oleh petani yang mengolah tumpang sari atau
agroforesti disekitar hutan secara langsung tanpa dibantu oleh
pihak perhutani.9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?
Jawab :
Hasil panen dari tumpang sari biasanya langsung dijual pada
tengkulak atau pembeli yang langsung membeli pada petani. Karena
kelompok tani masih belum membuat koperasi. Hasil panen biasanya 6%
dari hasil panen diberikan untuk pihak perhutan oleh kelompok
usahatani Desa Mulyorejo kepada pihak perhutani.10. Apakah ada
perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah adanya program
agroforesti ?Kondisi ekonomi semakin meningkat dan perlahan warga
bisa hidup dengan sejahtera. Berbeda dengan sebelum adanya
agroforesti atau tumpang sari. 4.2 DISKUSI
Untuk hasil wawancara yang kami pakai hanya dari satu sumber
saja karena jawaban yang diberikan sudah cukup lengkap dan
mencangkup dari sumber lainnya.
System agroforestry di Desa Mulyorejo Kecamatan ngantang
diterapkan dengan pengkombinasian pohon pinus dan pohon karet
dengan tanaman tumpangsari yang biasa seperti tanaman singkong,
kopi, jagung, bawang merah, jahe, kunyit, ataupun tanaman yang
menghasilkan buah seperti pisang, alpukat, nangka, durian dan
sebagian tamanan hutan asli seperti pinus. Pohon penyusun hutan
agroforestry pada Desa Mulyorejo ini tidak jauh berbeda dengan
pohon pada hutan agroforestry di Desa Mentaraman Kecamatan
Donomulyo yang mengkombinasikan pohon pinus dengan ubi jalar dan
jagung sesuai dengan penelitian Joko Triwanto, dkk (2012).
Penerapan system agroforestry sendiri memliki banyak kesamaan
antara daerah satu dengan daerah lain terutama pada tanaman hutan
yang umumnya pinus, tetapi variasi muncul pada tanaman perkebunan
yang sedikit berbeda antar daerah.
Tidak jauh berbeda dengan Desa Mulyorejo dan Desa mentaraman,
groforestry yang diterapkan di Desa Pesawaran Indah Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran merupakan kombinasi tanaman
berkayu (pohon) dengan tanaman bukan kayu (pertanian dan
perkebunan) dengan jenis pohon seperti Cempaka, Bayur, Jati,
Sengon, Medang dan Waru sedangkan jenis-jenis tanaman pertanian dan
MPTS (Multi Purpose Tree Species) yang banyak ditanam meliputi
Kakao, Pisang, Kopi, Kelapa, Pala, Cengkeh, Durian dan Petai.
Diantara berbagai jenis tanaman yang ditanam masyarakat tersebut,
jenis tanaman Kakao yang paling mendominasi sebesar 60%.
Secara keseluruhan lahan agroforestri yang dikelola di ketiga
desa di atas merupakan tanah milik pemerintah yang dikhususkan
untuk diolah masyarakan dan diterapkan sistim bagi hasil saat
petani mulai memanen.BAB IVPENUTUP
5. 1 KESIMPULAN
Sistem agroforestri yakni sistem pertanian dengan cara penanaman
tanaman secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman
yang semusim misalnya pinus, karet, kopi, jahe, dan kunyit. Sistem
tumpang sari dibedakan menjadi sistem agroforestri sederhana dan
kompleks. Pada hasil wawancara kami, kelompok tani Dusun Maron,
Desa Mulyorejo menggunakan sistem agroforestri kompleks. pengertian
dari agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap
yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik
sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan
dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai
hutan. Agroforestri kompleks diterapkan oleh kelompok tani Dusun
Maron dengan menanam tumpangsari kawasan hutan dengan berbagai
macam tanaman seperti kopi, jahe, bawang merah dan kunyit.
Sistem agroforesti ini memberikan banyak manfaat selain untuk
para petani juga memberikan manfaat bagi pihak perhutani. Manfaat
yang dirasakan oleh para petani Dusun Maron yaitu terjadi
peningkatan ekonomi yang semula bekerja sebagai buruh tani ataupun
pencari kayu bakar dihutan sekarang menjadi petani dengan hasil
yang menjanjikan tanpa harus memiliki lahan atau sawah. 5.2
SARAN
Penerapan sistem agroforestri merupakan salah satu rangka
pengelolaan hutan yang ada di Malang khususnya di Dusun Mulyorejo.
Sistem agroforestri ini selain menguntungkan petani juga
menguntungkan pihak perhutani. Adanya kerjasama yang baik antara
duabelah pihak menjadikan agroforestri dianggap sebagai salah satu
bentuk pengelolaan hutan yang mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat disekitar hutan.
DAFTAR RUJUKANAnonymous 1992 . Manual Kehutanan . Departemen
Kehutanan R.I. Jakarta.
__________ 1997. Pengelolaan Sumber daya lahan kering di
Indonesia. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta.Churchill, gilbert
A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Edisi 4 jilid i alih bahasa
oleh andriani,dkk. Penerbit Erlangga. Jakarta.
De Foresta H and Michon G, 1997. The agroforest alternative to
Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry
reach sustainability. Agroforestry Systems 36:105-120.
De Foresta H, Kusworo A, Michon G dan Djatmiko WA, 2000. Ketika
Kebun Berupa Hutan Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan
Masyarakat. ICRAF, Bogor. 249 pp.
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Pengajaran. Jakarta.
FAO, IIRR, 1995. Resource management for upland areas in
SE-Asia. An Information Kit. Farm field document 2. Food and
Agriculture Organisation of the United Nations, Bangkok, Thailand
and International Institute of Rural Reconstruction, Silang,
Cavite, Philippines. ISBN 0-
942717-65-1:p 207
Karta Subrata, j. 1986. Agroforestry in Indonesia with Special
Referenci to Tumpangsari in Forest Area. In : omperativ Studies on
The Utilization and Konservation of the Natura Enviroment by
Agroforestry System. MAART c/o Laboratory of Forest Resource .
Faculty of Aglicultur Kyioto University. Japan.
Michon G and de Foresta H, 1995. The Indonesian agro-forest
model: forest resource management and biodiversity conservation.
Dalam: Halladay P and Gilmour DA (eds.), Conserving Biodiversity
outside protected areas. The role of traditional agroecosystems.
IUCN: 90-106
Nair, P.K.R. 1987. Agroforestry System Inventory. Agroforestry
System 5 : 301- 317. Marinus Nyhoff The Netherlands.
Nair PKR, 1993. An introduction to Agroforestry. Kluwer Academic
Publisher, The Netherlands. 499. Noviana Khususiyah, Suyanto dan
Yana Buana.2009. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) :
Pembelajaran Keberhasilan & Kegagalan Program.Brief no.01
Policy Analysis Unit World Agroforestry Centre-ICRAF pg 1-3
Steppler, N.A and Nair, B.K.R (editor).1987. Agroforestry a
Decade of Development. ICRAF, Nairobi. Kenya.
Triwanto, J., 2000a. Seminar Sehari Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat. Himpunan Mahasiswa Jurusan Silva. Tidak dipublikasikan.
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Triwanto, J., 2000b. Seminar Sehari Perhutanan Sosial bagi
Kelompok Pondok Pesantren. Tidak dipublikasikan. Universitas Islam
Malang.Triwanto, J., 2002. Buku Ajar Agroforestry. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Lampiran
Pedoman Wawancara
Pertanyaan penelitian yang disusun sebagai sebuah panduan
wawancara yang menggali data pada responden anak antara lain:1. Apa
yang melatar belakangi pembuatan agroforestri pada kawasan ini
?
2. Sudah berapa lama pembuatan agroforestri pada kawasan ini
?
3. Bagaimana cara melakukan agroforestri ?
4. Apa saja tanaman yang bisa ditanaman untuk agroforestri?
5. Bagaimana cara menanam tanaman pada kawasan ini?
6. Apakah ada cara khusus untuk merawat tanaman agroforestri
?
7. Berapa lama tanaman agroforestri dapat dipanen ?
8. Bagaimana cara memanennya ?
9. Bagaimana hasil panen tanaman agroforestri ?
10. Apakah ada perbandingan ekonomi pada masyarakat setelah
adanya program agroforesti ?
ii
iii
iv
v
vi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22