Top Banner
IMPLIKASI TEORI LOKASI VON THUNEN DALAM JURNAL : AGRICULTURAL PRODUCTIVITY ACROSS PRUSSIA DURING THE I NDUSTRIAL REVOLUTION: A THÜNEN PERSPECTIVE OLEH : WIHELWINA ANNISA PUTRI (3613100502) MATA KULIAH : ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2015
10

Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Mar 25, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

IMPLIKASI TEORI LOKASI VON THUNEN DALAM JURNAL :

AGRICULTURAL PRODUCTIVITY ACROSS PRUSSIA DURING THE I

NDUSTRIAL REVOLUTION: A THÜNEN PERSPECTIVE

OLEH :

WIHELWINA ANNISA PUTRI

(3613100502)

MATA KULIAH :

ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

2015

Page 2: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

IDENTITAS JURNAL

Artikel : Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial

Revolution: a Thünen perspective

Penulis : Michael Kopsidis

ISSN : 0022-0507

Volume : 72

Nomor : 3

Tahun : 2012

Institusi : Humboldt University Berlin

Kota : Berlin

Sumber : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 3: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jurnal Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a

Thünen perspective merupakan penelitian yang membahas produktifitas pertanian

Prussia pada abad 19 dimana saat itu mulai terjadi revolusi industri.

Dengan menggunakan dasar teori lokasi Von Thunen, tujuan dari penelitian ini

untuk membahas interaksi antara pertanian dan pertumbuhan ekonomi dalam lingkup

wilayah bagian pusat dan bagian timur Eropa. Perbedaan pertumbuhan perekonomian

akan dibahas dalam aspek geografis benua Eropa. Kedua, penelitian ini ingin

mengevaluasi pengaruh permintaan perkotaan (non pertanian) karena bertentangan

dengan faktor lainnya seperti perbedaaan kelembagaan dan legalitasnya atau kondisi

alamiah dari produktivitas pertanian.

Sehingga, diperlukannya pembahasan mengenai implikasi teori lokasi Von

Thunen dalam membahas interaksi antara pertanian dan pertumbuhan ekonomi dalam

lingkup wilayah bagian pusat dan bagian timur Eropa.

1.2. Tujuan

Makalah ini bertujuan menjelaskan implikasi teori lokasi Von Thunen terhadap

fenomena lokasi di Prussia pada masa revolusi industri di benua Eropa.

1.3. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan pada makalah kali ini bertujuan untuk mempermudah

pembaca dalam mengeksplorasi makalah ini, maka kami menyusun makalah ini dengan

sistematika yang terkonsep, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang konsep dasar teori lokasi, alasan pemilijam lokasi, dan faktor-faktor

lokasi.

BAB III IMPLIKASI TEORI

Bab ini berisi tentang implikasi teori Von Thunen pada jurnal Agricultural Productivity

across Prussia during the Industrial Revolution: a Thünen perspective.

BAB III KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan keseluruhan dari makalah ini.

Page 4: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Teori Lokasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengklarifikasi hubungan antara sewa lahan dan

jarak dari lokasi permintaan. Penelitian ini menggunakan teori sederhana Von Thunen,

yang menjelaskan bahwa permintaan seperti yang diberikan dan membahas bagaimana

keputusan penawaran dipengaruhi oleh jarak dari lokasi permintaan. Model Von Thunen

diformulasikan sebagai kesetimbangan parsial terhadap penanaman jenis tanaman

tertentu yang ditentukan oleh biaya transportasi dan parameter teknologi. Hal pertama

yang akan dilakukakan adalah mengkelompokkan karakteristik kesetimbangan parsial

untuk satu tanaman sebelum menunjukan grafik penentuan jenis tanaman yang akan

berpengaruh terhadap lokasi permintaan.

Dengan menerapkan model landuse neoklasik oleh Von Thunen, hal pertama

yang dilakukan adalah mengasumsikan bahwa produktifitas pertanian adalah fungsi dari

dua faktor yaitu lahan dan tenaga kerja, dengan memperhitungkan skala yang

digunakan. Seluruh produksi dikirim menuju pusat pasar di kota. Terkecuali jika dari

lokasi kota tersebut, struktur geografi tidak diperhitungkan.

Dengan ini, penelitian ini dapat merumuskan output per hektar untuk tanaman

tertentu sebagai fungsi dari tenaga kerja per hektar (intensitas tenaga kerja) sebagai

berikut.

𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡

𝑎𝑐𝑟𝑒 =

𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟

𝑎𝑐𝑟𝑒 , 𝑜𝑟 𝑦 = ∅ 𝑥 ,𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 ∅′ 𝑥 > 0, ∅" 𝑥 < 0, 𝑎𝑛𝑑 ∅ − 𝑥∅′ > 0 (1)

Sewa per hektar 𝑔 𝑟, 𝑥 kemudian menghasilkan nilai yaitu, harga lokal dikurangi biaya

faktor.

𝑔 𝑟, 𝑥 = 𝑝 𝑟 ∅ 𝑎, 𝑟, 𝑥 − 𝑤𝑥 (2)

Perhitungan ini sangat dekat dengan sewa GRE dalam data sebelumnya, dimana

sewa lahan dihitung sebagai keuntungan per hektar dalam harga lokal, setelah dikurangi

biaya pemasukan (upah). Sewa lahan 𝑔(𝑎, 𝑟, 𝑥) dalam persamaan kedua yang biasanya

disebut dengan “bid-rent” (harga lahan), karena harga maksimum dari sewa lahan,

seorang petani bisa menyewa satu hektar lahan dengan jarak (r) dari kota. Hal ini juga

bisa menjadi keuntungan minimun bagi seorang petani yang bersaing dengan

penggunaan lahan yang lain disekitar kota. Terdapat catatan penting bahwa perhitungan

tersebut mengasumsikan bahwa disana hanya ada satu jenis tanaman. Parameter

dalam persamaan dua (2), mencerminkan faktor total produktivitas untuk tanaman

tertentu dan variasi tanaman yang ditanam, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Selain

itu, penelitian ini juga menilai hasil dari harga lokal, 𝑝 𝑟 .

Hal ini adalah harga barang per unit dikalangan petani, oleh sebab itu, biaya

transportasi dikurangi jarak terhadap pasar. Tidak seperti yang dijelaskan Von Thunen,

penelitian ini lebih mengeneralkan biaya transportasi. Pertama, penelitian ini terdapat

Page 5: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

komponen valorem menurut P. Samuelson, dimana meningkatkan secara proporsional

nilai barang yang dikirim. Kedua, penelitian ini memperhitungkan biaya transportasi per

unit komponen yang tidak bergantung pada nilai angkut barang. Jika kita menunjukkan

harga di pasar pusat ( p ), dan harga di kalangan petani dengan jarak (r) dari pasar

pusat p(r). Maka persamaanya adalah sebagai berikut.

𝑝 𝑟 =𝑝 − 𝑡2𝑟

1 + 𝑡1 𝑟 𝑜𝑟 𝑝 𝑟 =

𝑝

1 + 𝑡1 𝑟−

𝑡2

1 + 𝑡1

Dengan catatan bahwa biaya transportasi per unit tidak bervariasi dalam jarak.

Namun, dampak dari jangka konstan harga dikalangan pertanian dan harga

lahan akan selalu meningkat pada jarak dari pasar pusat. Dengan fungsi produksi Cobb

Douglas, kita bisa menyampaikan hasil dari fungsi intensitas tenaga kerja per hektar

sebagai berikut.

∅ 𝑥 = 𝑎𝑥𝑎 , 𝑤𝑖𝑡ℎ 0 < 𝑎 < 1

Persamaan ini memudahkan untuk menunjukan peningkatan keuntungan maksimum per

hektar yang semakin dekat dengan pusat kota. Memaksimalkan keuntungan intensitas

tenaga kerja (x) bisa kemudian menjadi sebagai sebuah paramter fungsi, harga, dan

jarak terhadap pasar pusat dengan persamaan sebagai berikut.

𝑥∗ 𝑟 = 𝑎𝑎

𝑤

𝑝

1+𝑡1𝑟−

𝑡2

(1+𝑡1

1

1−𝛼 dengan persamaan ini, memaksimalkan keuntungan

sewa per hektar g* dengan mengurangi jarak ke pusat kota

𝑔 ∗ 𝑟 = 1 − 𝛼 𝛼

𝑤

𝛼

1−𝛼 𝑎𝑎

𝑝

1−𝑡1 𝑟−

𝑡2

1+𝑡2

1

1−𝛼 (3)

Persamaan 3 mencirikan keseimbangan terhadap satu jenis tanaman tertentu.

Apabila mempertimbangkan 2 jenis tanaman, contohnya, sayuran dan gandum. Jika kita

asumsikan bahwa kedua jenis tanaman ini berberda dalam dua hal yaitu, biaya

transportasi per unit (t2) dan penghasilan per hektar dari intensitas tenaga kerja.

Tanaman jenis sayuran seperti selada atau kacang polong, biaya trasnportasinya akan

lebih mahal jika dibandingkan dengan gandum. Hal tersebut dikarenakan selada atau

kacang polong dapat mudah rusak dan karenanya harus ditangani dengan sangat hati-

hati. Hal tersebut menunjukan bahwa sewa lahan perhektar berubah ketika terdapat dua

jenis tanaman berbeda dalam satu hektar (a) dan biaya transportasi per unit (t2).

Berikut adalah kurva fungsi ”Bid Rent” (harga lahan) terhadap sayuran dan

gandum serta jarak dari pusat kota.

Page 6: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Kurva The “Bid-Rent” Function for Vegetables and Grain and Distance from The

Central Market

Sumber : Penulis Jurnal

Kurva diatas menjelaskan bawa terdapat dua garis berwarna biru (sayuran) dan

garis berwarna merah (gandum). Kedua garis tersebut menjelaskan bahwa semakin

dekat jarak dengan kota maka akan mendapatkan keuntungan tinggi tetapi juga

membayar tinggi biaya transportasi untuk jenis tanaman sayuran, telur, maupun produk

susu. Selanjutnya, akan semakin menguntungkan apabila memproduksi pertanian

dengan biaya transportasi rendah dan menurunkan keuntungan per hektarnya untuk

jenis tanaman gandum. Selain itu, memaksimalkan keuntungan petani akan merubah

faktor pemasukan yaitu semakin dekat dengan pusat kota, makan akan semakin mahal

harga lahan dan petani akan memproduksi dengan metode yang lebih intensif (land

saving).

Selanjutnya, ukuran dari sebuah kota N berpengaruh terhadap keuntungan

petani. Ditentukan keseluruhan penawaran ( wakaf, teknologi, dan pendapatan diluar

ekonomi) dan dibawah beberapa asumsi pada fungsi permintaan (yang dibuktikan dalam

The Appendix diartikel ini), harga pusat kota akan meningkat sebanding ukuran kota.

𝑁 = 𝜃𝑝, 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜃 = 𝜋1𝛽

1

1 + 𝛼

1𝛽 𝛼

𝑤

2

> 0

Di lokasi yang ditentukan, sewa lahan akan meningkat dengan permintaan,

ditentukan oleh populasi penduduk kota N, dan turunnya biaya transportasi yang

ditentukan oleh jarak (r), atau

𝑔 𝑟 = 1 − 𝛼 𝛼

𝑤

𝛼1−𝛼

𝛼𝛼

𝑁𝜃

1 + 𝑡1 𝑟−

𝑡2

1 − 𝑡1

11−𝛼

Page 7: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Dengan ini, model sederhana yang telah dijelaskan memiliki tiga implikasi yang dapat

diuji. Pertama, sewa lahan akan mempengaruhi harga lahan di kota-kota sekitarnya.

Kedua, sewa lahan akan meningkatankan intensitas tenaga kerja yang berpindah ke

wilayah kota. Ketiga, sewa lahan akan meningkatkan harga rata-rata sewa lahan yang

akan meningkatkan pendapatan produksi pertanian (karena harga trasnportasi yang

rendah) dan sebagian dikarenakan jenis tanaman yang berbeda beda menghasilkan

harga produksi yang sangat tinggi dan akan meningkatan biaya transportasi. Oleh

karena itu, model prediksi rata-rata harga lahan per hektar seharusnya diperngaruhi oleh

tingkat variasi harga dan variasi produktifitas yang bisa dilakukan dengan penanaman

jenis tanaman yang berbeda.

2.2. Alasan Pemilihan Lokasi

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Prussia. Prussia merupakan sebuah

kerajaan di Jerman pada abad ke 19 yang terletak di wilayah Jerman (pada masa kini di

Polandia). Seperti yang kita ketahui pada masa tersebut, pertumbuhan ekonomi Prussia

dipengaruhi oleh produktifitas pertaniannya yang berkembang pesat. Produktifitas pertanian

di Prussia merupakan lokasi terbaik dalam menjelaskan aplikasi teori Von Thunen. Hal ini

terbukti dengan adanya berbagai persepektif konvensional dalam literatur Prussia. Pada

tahun 1970, sarjana lulusan terbaik Kelembagaan Ekonomi The Younger Historical School

seperti Georg Fridrich, Max Weber, dan Werner Sombart yang pada saat itu mendominasi

data historiography mengenai revolusi pertanian dan perkembangan pertanian di Prussia.

Selain itu, penelitian ini memetakan perbedaan perkembangan ekonomi dalam lingkup

geografis dalam skala benua. Kedua, penelitian ini akan mengevaluasi pengaruh

permintaan perkotaan yang bertentangan dengan faktor lain seperti perbedaan dalam

kelembagaan dan legalitasnya atau perbedaan kondisi alami dalam produktivitas pertanian.

Kerajaan Prussia merupakan lokasi yang tepat dalam menjelaskan isu tersebut. Administrasi

Kerajaan Prussia menghasilkan laporan rinci yang menyangkut variasi regional dalam

seluruh dimensi penting yaitu, produktifitas pertanian, akses terhadap lokasi permintaan,

kualitas tanah, dan legalitas kelembagaan. Setelah Kongres Vienna pada tahun 1815,

Prussia merupakan satu-satunya kerajaan di Eropa yang seluruh wilayahnya secara

serempak termasuk dalam pusat pertumbuhan di barat laut dan wilayah di pusat dan timur

Eropa. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan lokasi Prussia dengan didukung oleh

data-data literatur mengenai pertanian di Prussia pada masa tersebut.

2.3. Faktor – Faktor Lokasi

Faktor-faktor lokasi pertanian di Prussia dapat dilihat dari produktifitas pertaniannya pada

abad 19 yang dideskripsikan melalui tabel kinerja pertanian dan faktor penentu dalam

produktivitas pertanian Prussia disetiap provinsi pada tahun 1865.

Page 8: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Dalam tabel kinerja pertanian tersebut dijelaskan bahwa faktor-faktor lokasi di

Prussia dipengaruhi oleh produktifitas pertaniannya seperti kualitas lahan, densitas ternak,

peternakan kuda, kereta pengangkut dan irigasi, densitas populasi, rasio tenaga kerja

(kuda), ratio tenaga manusia, potensi pasar, indeks harga tanaman pertanian Prussia, serta

perhitungan GRE. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi Prussia adalah harga

sewa lahan, intensitas tenaga kerja, jenis tanaman, dan jarak lokasi terhadap lokasi

permintaan (kota) serta institusi kelembagaan.

2.4. Implikasi Teori

Teori von Thunen menitikberatkan pada dua hal utama tentang pola keruangan

pertanian yaitu pada jarak pertanian ke pasar serta sifat produk pertanian (keawetan, harga,

dan beban angkutan). Teori tersebut merupakan teori yang digunakan pada wilayah

pertanian yang terletak di wilayah yang terisolasi. Petani yang berada di lokasi jauh dari

pusat pasar atau kota harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil

panennya.

Dalam penelitian ini penerapan teori lokasi Von Thunen berlokasi di Kerajaan

Prussia pada abad 19 (sekarang Polandia). Kerajaan Prussia pada masa tersebut

merupakan kerajaan pertumbuhan ekonomi yang didorong dari sektor pertanian. Penelitian

ini beranggapan bahwa pertanian dipengaruhi oleh perkotaan dan pertumbuhan industri.

Oleh sebab itu, teori lokasi Von Thunen digunakan untuk menguji bagaimana akses lokasi

perkotaan berdampak pada pertumbuhan pertanian di Prussia.

Teori lokasi Von Thunen diimplikasikan dengan menggunakan model land use yang

digunakan untuk menganalisa hubungan antara GRE dan permintaan pasar dalam

serangkaian regsesi di 342 kabupaten di Prussia sekitar tahun 1865. GRE atau

Grundsteuerreinertrag merupakan indikator yang digunakan untuk produktifitas pertanian

dalam penelitian ini. Dalam analisa tersebut seluruh variabel di ubah menjadi logaritma

alami dalam memperoleh elastisitas. Asumsi yang digunakan adalah produksi pertanian

merupakan sebuah fungsi dari dari dua faktor, yaitu lahan tenaga kerja, dengan

menggunakan skala konstan.

Sehingga kesimpulan dari analisa ini adalah pola sewa lahan pertanian di Prussia

sangat signifikan perbedaannya jika dipengaruhi oleh akses menuju lokasi permintaan. Hal

ini juga pernah diungkapkan oleh Ernst, 150 tahun yang lalu. Di pasar ekspor gandum

sangat lemah jika dibadingkan dengan nilai tambah yang tinggi untuk bahan makanan

seperti daging dan produk susu. Oleh sebab itu, pusat perkembangan pertanian di Prussia

selama revolusi industri tidak berlokasi di Timur Elbia seperti asumsi yang dikemukakan oleh

histography Jerman tetapi tepatnya berlokasi di bagian barat dan pusat Jerman. Berbagai

variasi akses lokasi permintaan berdampak pada harga sewa lahan pertanian terutama

melalui perubahan tanaman biasa menjadi tanaman campuran terhadap pertumbuhan

penduduk kota, perubahan faktor intensitas tenaga kerja, dan tingkat harga efek.

Page 9: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Pada tahun 1865 wilayah Prussia membentang dari pusat Eropa ke Eropa Timur,

dan adanya variasi dalam kualitas tanah dan kelembagaan, penelitian ini menyimpulkan hal

tersebut merupakan hasil implikasi diluar Prussia. Pertanian abad ke 19 dipengaruhi oleh

kondisi pasar. Di kota-kota sekitarnya, petani kota-kota sekitar tersebut menyesuaikan

produksi mereka terhadap permintaan untuk sayuran, daging, dan produk susu dan

persaingan terhadap lahan dengan perindustrian.

Pertanian dipengaruhi oleh permintaan lokal dengan berbagai studi yang

menemukan bahwa pasar pertanian tetap di benua Eropa merupakan nomor ketiga terakhir

di abad 19 berdasarkan arus perdagangan dan dinamika pasar. Dalam konteks Europe’s

“Little Divergence”, berdasarkan analisa yang telah dilakukan menjelaskan bahwa penyebab

perbedaan industri dan pertumbuhan kota dalam benua Eropa.

2.5. Lesson Learned Lesson Learned dari pembahasan sebelumnya adalah bahwa teori lokasi Von

Thunen merupakan teori lokasi yang sangat berperan dalam perkembangan ekonomi

Prussia di abad 19. Dari pembahasan analisa ini dapat disimpulkan bahwa pola sewa lahan

pertanian di Prussia memiliki perbedaan yang sangat signifikan jika dipengaruhi oleh akses

menuju lokasi permintaan (kota).

Selain itu, faktor-faktor lokasi di Prussia dipengaruhi oleh produktifitas pertaniannya

seperti kualitas lahan, densitas ternak, peternakan kuda, kereta pengangkut dan irigasi,

densitas populasi, rasio tenaga kerja (kuda), ratio tenaga manusia, potensi pasar, indeks

harga tanaman pertanian Prussia, serta perhitungan GRE. Selain itu faktor-faktor lainnya

yang mempengaruhi adalah harga sewa lahan, intensitas tenaga kerja, jenis tanaman, dan

jarak lokasi terhadap lokasi permintaan (kota) serta institusi kelembagaan.

Terdapat hal baru juga yang saya ketahui mengenai teori lokasi Von Thunen, bahwa

lokasi pertanian juga dipengaruhi oleh jenis tanaman dilokasi tersebut. Hal ini bisa dijelaskan

di kurva “bid rent” dalam jurnal ini. Sehingga jika petani ingin mendapatkan keuntungan

lebih, maka sebaiknya petani menanam jenis sayuran di dekat lokasi kota dan jenis gandung

di agak jauh dari lokasi kota.

Page 10: Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a  Thünen perspective

Daftar Pustaka

Kopsidis, Micheal. 2012. Agricultural Productivity across Prussia during the Industrial Revolution: a Thünen perspective. Berlin: Humboldt University Berlin.

Unknown, 2015. “a thunen perspective”. http://e-resources.perpusnas.go.id/library.php?id=10000&key=a+thunen+perspective. Diakes 22 Febuari 2015.

Unknown, 2015. “Prussia”. http://id.wikipedia.org/wiki/Prusia. Diakses pada 19 Maret 2015.