AGENDA POLITIK NEGARA DALAM DIPLOMASI MULTILATERAL INDONESIA Makalah Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah politik luar negeri dan memaparkan agenda diplomasi multilateral Indonesia dalam periodisasi pemerintahan. Oleh: Kelompok 6 Alya Safira I. P. (145120400111066) Helda Noor Frietka (145120401111036) M. Beryl Ardhiya Nugraha (145120407111019) M. Zulkarnain Pratama (145120401111093) Prasetyo Pangestu Nugroho (145120401111075) Ray Patrick Rayner (145120407111037) Resa Huda Firmansyah (145120400111051) HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
25
Embed
Agenda Politik dalam Diplomasi Multilateral Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AGENDA POLITIK NEGARA DALAM DIPLOMASIMULTILATERAL INDONESIA
Makalah
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah politik luarnegeri dan memaparkan agenda diplomasi multilateral
Indonesia dalam periodisasi pemerintahan.
Oleh:
Kelompok 6
Alya Safira I. P. (145120400111066)
Helda Noor Frietka (145120401111036)
M. Beryl Ardhiya Nugraha (145120407111019)
M. Zulkarnain Pratama (145120401111093)
Prasetyo Pangestu Nugroho (145120401111075)
Ray Patrick Rayner (145120407111037)
Resa Huda Firmansyah (145120400111051)
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Abstrak
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi
banyak permasalahan internasional yang merupakan dampak
dari perkembangan sistem internasional yang semakin
kompleks. Perkembangan tersebut mendorong banyak
perubahan serta permasalahan multilateral, permasalahan
tersebut muncul di setiap regional dengan bentuk yang
berbeda tetapi pada dasarnya memiliki bentuk yang sama.
Indonesia dalam politiknya memiliki tujuan untuk
menciptakan sebuah kondisi yang damai, makmur dan
demokratis. Hal ini terlihat pada peranan diplomasinya
pada sistem internasional, Indonesia memiliki
kepentingan nasional yang ingin dicapai melalui
berbagai cara dengan menghadapi berbagai tantangan
serta permasalahan pembangunan, keamanan kolektif, hak
asasi manusia serta sistem demokrasi yang diterapkan
dalam negara. Dalam diplomasi multilateralnya Indonesia
menghadapi permasalahan yang sama dengan berbagai
negara, isu-isu yang berkembang secara global menjadi
fokus permasalahannya. Untuk itulah dengan adanya
peranan diplomasi, Indonesia berusaha menciptakan
kerjasama yang bertujuan untuk menghimpun kekuatan
negara-negara yang tergabung dalam persatuab bangsa-
ii
bangsa. Indonesia memandang PBB sebagai badan
internasional yang secara resmi mengakomodasi negara-
negara di seluruh dunia untuk menciptakan tatanan
politik dunia yang seimbang. Dengan menggunakan
kekuatannya serta peranan PBB yang efektif, demokratis,
serta bertanggung jawab terhadap anggotanya mendorong
Indonesia dalam diplomasi multilateralnya yang didasari
penyelesaian permasalahan internasional tersebut.
Kata kunci: Politik Internasional, Diplomasi
Multilateral, Indonesia, PBB.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................... 1
B. Rumusan Masalah .......................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................ 2
D. Landasan Teori ........................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Diplomasi Multilateral Indonesia ......... 4
BAB III PEMBAHASAN
A. Contoh Permasalahan Multilateral .........
6
B. Agenda Politik Diplomasi Multilateral Indonesia
..........................................8
1) Era Orde Lama: Konferensi Asia – Afrika
.....................................8
2) Era Orde Baru: Pembentukan ASEAN .... 9
3) Era Pasca Reformasi: Anggota G-20 ... 9
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................
10
B. Saran ....................................
11
DAFTAR PUSTAKA ................................
12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan internasional dalam berbagai
dimensi dihadapi oleh berbagai negara di dunia.
Secara umum permasalahan yang ada sekarang
merupakan perkembangan yang awalnya berangkat dari
dasar politik, keamanan, dan ekonomi. Dalam
perkembangannya, terjadi pelemahan terhadap usaha
multilateralisme yang kemudian digantikan oleh
unilateralisme. Hal ini terjadi karena ada
pemikiran berbeda dari berbagai negara dalam usaha
penyelesaian permasalahan.
Pada satu sisi multilateralisme merupakan
usaha bersama untuk meringankan beban dengan
melibatkan berbagai pihak dalam proses
penyelesaian konflik. Hal ini dipercayai dapat
mempercepat solusi yang dihasilkan serta
memperkuat hubungan antar negara yang berdampak
pada perdamaian dunia. Namun pada sisi yang lain,
banyak negara memandang unilateralisme merupakan
solusi yang lebih baik sedangkan multilateralisme
terkesan lamban bagi negara-negara maju yang lebih
memilih tindakan perseorangan.
Negara-negara maju seperti Amerika tentunya
dapat menyelesaikan permasalahan secara cepat dan
sepihak dalam mengambil kebijakan, hal itu
1
dikarenakan kekuatan yang dimiliki serta peranan
negaranya yang sangat penting dalam lingkungan
internasional. Kecenderungan negara-negara maju
bergerak secara individual didorong oleh kekuatan
yang mereka miliki dan kemudian mendorong
kesadaran pola pikir mereka terhadap peluang
solusi serta prediksi permasalahan yang akan
dihadapi.
Berbeda dengan Indonesia dan kebanyakan
negara-negara berkembang lainnya, negara-negara
ini memiliki ketergantungan dan integrasi antara
satu dengan yang lain. Integrasi ini terbangun
karena adanya berbagai persamaan permasalahan yang
dihadapi melalui kerjasama multilateral. Disamping
itu, negara-negara ini membangun kekuatan kolektif
yang memiliki kuantitas serta kualitas lebih
dibandingakan kekuatan perseorangan negara mereka.
Karena negara-negara berkembang memercayai
multilateralisme merupakan solusi tepat untuk
mencapai kesepakatan dalam berbagai permasalahan
internasional.
Indonesia dalam peranan diplomasi
multilateralnya menggagas beberapa pertemuan
internasional baik dalam regional ASEAN, Asia,
bahkan dunia dalam bentuk yang lebih luas.
Indonesia memiliki pengaruh kuat bagi negara-
negara lain di seluruh dunia karena kredibilitas
2
serta kontribusinya terhadap peranan sistem
internasional. Indonesia secara aktif membuka
hubungannya dengan berbagai negara dan turut
berperan dalam organisasi internasional. Hal ini
mendorong indonesia dipercayai untuk mengetuai
berbagai forum internasional.
Diplomasi multilateral Indonesia perlu cermat
mengamati berbagai fenomena internasional, serta
tanggap dalam menghadapi masalah dan kemudian
mampu melihat peluang dalam setiap kondisi.
Indonesia memiliki peranan penting dalam
multilateralisme, Masih banyak yang harus dibenahi
dalam perpolitikan Indonesia sehingga dapat
mengangkat nama baik diplomasi multilateralnya.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan berbagai
permasalahan multilateral beserta peranan
diplomasi multilateral dari Indonesia dalam
menghadapinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan
sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja permasalahan multilateralisme yang
ada sekarang ini?
2. Bagaimana peranan diplomasi multilateralisme
Indonesia?
3
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan
sebelumnya, maka dapat ditarik tujuan penulisan
sebagai berikut:
1. Memaparkan analisis terhadap permasalahan
multilaterlaisme.
2. Menjelaskan peranan diplomasi
multilateralisme Indonesia.
D. Landasan Teori
Pola diplomasi multilateralisme melandasi
penulisan makalah ini. Berangkat pada sebuah
realitas kehidupan yang berawal pada konsep
sosial, yaitu saling ketergantungan dan saling
berintegrasi untuk memenuhi segala kebutuhannya
maka dari itu negara sebagai subjek sosial dalam
lingkup internasional juga memerlukan proses
sosial antar negara. Dengan adanya diplomasi
multilateralisme tersebut, masing-masing negara
yang memiliki kepentingan nasional yang ingin
dipenuhi dan kemudian mendorong untuk membentuk
sebuah hubungan diplomatik dengan berbagai negara
demi memenuhi kepentingannya tersebut.
Diplomasi multilateralisme menekankan pada
komunikasi secara langsung (verbal) dibandingkan
dengan komunikasi tidak langsung yang umumnya pada
4
diplomasi bilateral. Kemudian meliputi subjek
diplomasi yang luas, bidang, ukuran dan tingkatan,
kemampuan partisipasi, kerjasama jangka panjang,
dan birokrasi yang luas sehingga menghasilkan
sebuah diplomasi multilateral. Tingkatan
partisipasi dalam diplomasi multilateral ini
mendorong terciptanya berbagai konferensi,
perjanjian, persetujuan dan bentuk kerjasama
lainnya yang mengatasnamakan kepentingan secara
umum. Multilateralisme dipahami sebagai kumpulan
dari negara yang berunding terhadap suatu
permasalahan.
Penyelesaian perkara melalui diplomasi
multilateral dipandang sebagai jalan tengah,
dengan melibatkan banyak negara sebagai penentu
keputusan maka dapat dihasilkan sebuah keputusan
yang seimbang karena didasari oleh kepentingan
bersama. Diplomasi multilateral berbanding
terbalik dengan diplomasi unilateral yang memiliki
kecenderungan berat sebelah terutama untuk negara
dengan kekuatan politik yang besar, oleh karena
itu diplomasi multilateralisme dipandang sebagai
jalan tengah untuk mencapai sebuah konsensus atas
masalah yang sedang dihadapi.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Diplomasi Multilateral Indonesia
Di dalam kamus atau ensiklopedi, kita
menemukan banyak ragam arti dan makna diplomasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Umum
Bahasa Indonesia, diplomasi berarti urursan dalam
penyelenggaraan hubungan resmi antara satu negara
dengan negara yang lain, atau urursan kepentingan
sebuah negara dengan dengan perantaraan wakil-
wakilnya di negara lain. Diplomasi juga berarti
pengetahuan dan kecakapan dalam membina hubungan
antar satu negara dengan negara yang lain yang
memiliki tujuan tertentu.1
Inti dari diplomasi adalah kesedian negara-
negara yang saling berhubungan untuk saling
memberi dan menerima untuk mencapai kepentingan
bersama baik secara bilateral (dua negara),
trilateral (tiga negara), bahkan multilateral
(banyak negara). Diplomasi bersifat resmi karena
dilakukan oleh pemerintah antar negara, dan yang
tidak resmi berupa hubungan kerjasama aktor
transnasional non-negara berupa lembaga ataupun
penduduk dan komunitas antar negara yang berbeda.
Yang pada akhirnya diplomasi merupakan jalan untuk
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, diplomasi.
6
mencapai persetujuan terhadap permasalahan yang
sedang dirundingkan.2
Konsep multilateralisme memandang bahwa
kekuatan kolektif sebagai sebuah sumber kekuatan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
multilateral secara efektif. Keikutserataan
berbagai negara yang tergabung dalam diplomasi
multilateral ini memiliki berbagai motif serta
tujuan yang ingin dicapai, kecenderungan negara
bergabung membentuk sebuah kekuatan kolektif
dikarenakan situasi internasional baik secara
politik maupun geografis negara yang memiliki
perbedaan potensi. Dengan adanya diplomasi
multilateral, membuka peluang bagi negara yang
tergabung didalamnya untuk berkembang.
Dalam memaknai diplomasi multilateral ini,
Indonesia yang dikategorikan sebagai salah satu
negara berkembang menekankan pada kebijakan luar
negeri yang berorientasikan pada perdamaian dengan
usaha penyelesaian berbagai permasalahan melalui
tindakan diplomasi. Diplomasi multilateral ini
memiliki berbagai keuntungan sebagaimana yang
dirasakan Indonesia, dengan berdirinya berbagai
organisasi internasional yang memiliki peranan
penting seperti PBB dan IMF yang mendukung
masyarakat internasional dalam penyelesaian
2 Mohammad Soelhi, DIPLOMASI: Praktik Komunikasi Internasional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), hal. 79.
7
permasalahannya. Organisasi internasional
merupakan salah satu bentuk dari diplomasi
multilateral yang memiliki efek permanen berjangka
panjang karena dibentuk berdasarkan kepentingan
bersama.3
Diplomasi yang dahulu hanya membahas seputar
permasalahan negara dan hanya melibatkan aktor
transnasional negara kini telah berkembang lebih
kompleks melibatkan aktor transnasional non-
negara. Hal ini terjadi karena abad ke-21 telah
melontarkan masalah atau isu-isu yang bersifat
universal secara alami seperti hak asasi manusia,
pengawasan terhadap epidemi dan patologi dalam
penyakit, arus modal dan informasi internasional,
hak-hak buruh, perdagangan bebas, serta isu
lingkungan nasional dengan perdebatan
internasional.
Setiap aktor dan negara tentunya memiliki
sudut pandang dan ideologi yang berbeda-beda.
Kekuatan yang dimiliki oleh tiap pihak juga
berbeda. Tentu negara berkembang dalam suatu
konteks akan merasa tertekan apabila dihadapkan
dengan negara yang memiliki kekuatan besar.
Pemahaman tentang kesetaraan posisi masing-masing
memiliki perbedaan. Dengan demikian, perbedaan
tingkat kekuatan negara akan menimbulkan konflik
3 G. R. Berridge. Diplomacy: Theory and Practice 2nd edition. (NewYork: University of Leicester, Palgrave, 2002), hal. 151.
8
baru, tentu akan sering ditemui keengganan suatu
pihak untuk terlibat dalam diplomasi multilateral.
Namun, untuk menghadapi tantangan ini maka
diperlukan adanya suatu bentuk aturan demi
kepentingan bersama.
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. Contoh Permasalahan Multilateralisme
Perkembangan isu-isu global yang semakin
kompleks membuat banyak permasalahan berdimensi
banyak yang mengakibatkan keterlibatan banyak
negara. Permasalahan multilateralisme yang
bersifat universal mendorong negara-negara yang
ada di dunia membentuk jaringan kerjasama dalam
menghadapi permasalahan tersebut. Penyelesaian
masalah menggunakan diplomasi multilateral
diyakini memiliki banyak keuntungan khususnya bagi
negara berkembang dalam menghadapi kekuatan
politik tunggal dari negara lain, oleh karena itu
dengan adanya diplomasi multilateral dalam
berbagai bentuk diharapkan dapat menekan
permasalahan yang berkembang.
Laut Cina Selatan merupakan konflik yang
melibatkan banyak negara dengan tingkat kekuatan
negara yang berbeda-beda. Karena menyangkut banyak
negara inilah penyelesaian konflik secara
bilateral sulit untuk dilakukan karena jika hanya
dilakukan oleh 2 negara saja, maka belum tentu
negara lain akan menyetujuinya. Penyelesain
multilateral bisa menjadi penahan ambisi bagi
negara yang bersengketa supaya tidak memperburuk
keadaan karena balasan bagi negara yang melanggar
10
perjanjian multilateral adalah dengan dikucilkan
oleh banyak negara.Penempatan yang pas dalam
pemanfaatan kekuatan multilateral juga diperlukan
agar tidak terjadi konflik yang baru.
Dalam konflik laut Cina Selatan, sebenarnya
sudah banyak usaha yang dilakukan untuk mencapai
perdamaian. Seperti dibentuknya Declaration of
Conduct, akan tetapi karena tidak adanya sanksi
apapun dan tidak diadaptasikannya ke hukum
internal negara bersangkutan menjadikan DOC ini
menjadi kompetisi untuk saling dilanggar. Maka ini
merupakan pekerjaan bagi ASEAN untuk bertindak
lebih tegas dalam masalah ini.
Setelah DOC sendiri kemudian dibentuk Code Of
Conduct (COC) atau kode etiknya di antara negara
yang bersengketa di Laut Cina Selatan. Penerapan
COC ini juga membutuhkan rasa saling percaya,
sehingga diharamkan adanya pihak lain yang campur
tangan selain ASEAN kecuali jika Cina sudah setuju
untuk melanjutkan permasalahan ini ke Mahkamah
Internasional.
ASEAN sebagai fasilitator dan pengingat akan
jasa baik antar negara yang bersengketa. ASEAN
tidak memihak siapapun meskipun merupakan
organisasi bentukan negara di Asia Tenggara. ASEAN
sebagai kekuatan multilateral mampu menjadi
bargaining position ketika keputusan adil
11
dijatuhkan,dengan menerapkan sanksi tegas seperti
pelarangan tindakan diplomatik serta perdagangan
di wilayah Asia Tenggara jika Cina terbukti
melanggar kesepakatan yang telah dibuat
sebelumnya. Hal ini menggambarkan bahwa ASEAN
sebagai salah satu bentuk diplomasi multilateral
memiliki peranan yang efektif.
ASEAN menjalankan peranannya sebagai sebuah
organisasi internasional, melalui diplomasi
multilateralnya ASEAN menjadikan sengketa Laut
Cina Selatan ini sebagai isu global tentang
keamanan yang berkembang. ASEAN menggunakan
kekuatan kolektifitasnya untuk menekan kekuatan
Cina sebagai negara superior. Disini terlihat
peranan penting dari multilateralisme yang dapat
menyelesaikan permasalahan secara efektif. Ini
merupakan salah satu contoh dari permasalahan
multilateralisme dalam bidang keamanan yang
Indonesia terlibat dalam usaha penyelesaiannya.
Ada semacam kesepakatan di antara negara-
negara di kawasan Asia Pasifik bahwa cara terbaik
untuk melibatkan Cina adalah melalui proses dialog
multilateral. Pendekatan demikian ini memang
diinginkan, tetapi mengingat oposisi Cina terhadap
pendekatan multilateral, maka aspirasi
"multilateralis" untuk membendung Cina dengan
cara-cara lain dianggap tidak realistis. Bagi
12
negara-negara di kawasan, mengimbangi Cina melalui
cara-cara unilateral atau aliansi bilateral dan
multilateral tetap merupakan pilihan keamanan yang
terbuka.4
B. Agenda Politik dalam Diplomasi Multilateral
Indonesia
Pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi
beberapa periode, periodisasi tersebut dibagi
sesuai dengan pola kebijakan politik dari
pemerintah yang berkuasa pada saat itu.
Periodisasi tersebut dilakukan untuk mempermudah
analisis terhadap tipe politik pemerintahan,
Indonesia terbagi menjadi tiga tahapan atau fase
politik yaitu, era orde lama, orde baru, dan
reformasi. Setiap era juga mamiliki peristiwa
sejarah penting yang menggambarkan kondisi dari
setiap fase politik Indonesia pada saat itu.
Perbedaan era pemerintahan juga mempengaruhi
tipe dan bentuk kebijakan luar negeri yang
ditempuh, orientasi kerjasama, serta hubungan
diplomatik antar negara, tetapi masih berpegang
pada satu tujuan yaitu kepentingan nasional yang
berpegang teguh pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-
4. Perbedaan ini terlihat karena karakter
4 Bantarto Bandoro, Arsitektur Keamanan di Asia Pasifik Sebelum Krisis: Sebuah Refleksi (Analisis CSIS tahun XXVII No. 4 1998), hal. 325.
13
kepemimpinan yang mempengaruhi setiap struktur
politik baik dari infrastrukturnya sampai dengan
suprastrukturnya.
Kemudian setiap era memiliki agenda politik
yang berdasarkan pada diplomasi multilateral yang
kemudian akan kami jelaskan dalam setiap periode
politik Indonesia sebagai berikut:
1. Era Orde Lama: Konferensi Asia-Afrika (1955)
Di dalam konferensi ini, sikap dan
kebijakan yang diambil oleh Indonesia
bersifat netral tanpa memihak satu pihak
secara khusus terhadap isu perang dingin
antara Amerika serikat dan Uni Soviet. yang
sedang melanda dunia. Indonesia berusaha
untuk mewujudkan hal tersebut dengan mengajak
29 negara lain untuk ikut dalam menentang
segala bentuk Imperialisme, Kolonisme, Neo-
Kolonisme, dan segala bentuk politik blok
yang sedang terjadi akibat dari Perang
Dingin. Konferensi ini menghasilkan 10 pasal
yang dinamakan Deklarasi Bandung yang
merupakan bentuk manifestasi keseriusan
Indonesia dan 29 negara lainnnya dalam
menjalankan politik luar negeri yang bersih
dari politik blok.
2. Era Orde Baru: Pembentukan ASEAN (1967)
14
Bersama dengan Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand sebagai anggota awal
dan pembentuk ASEAN, Indonesia berusaha untuk
membangun dan menjaga hubungan regional yang
harmonis antara negara – negara Asia
Tenggara. Hal ini juga merupakan bentuk
keseriusan Indonesia dalam mengakhiri konflik
panjang yang pernah terjadi dengan Malaysia
untuk memperbaiki kestabilan dan kedamaian
yang sempat terusik di kawasan Asia Tenggara.
Di dalam pembetukannya, ASEAN juga merupakan
front yang digunakan Indonesia dalam memenuhi
berbagai National Interestnya seperti
perbaikan ekonomi negara dengan mengundang
Investor luar negeri untuk berinvestasi di
Indonesia dan perbaikan Citra Indonesia ke
Negara – Negara yang dapat memberikan bantuan
kepada Indonesia dalam mengatasi Krisis
ekonomi sedang melanda negara pada saat itu.
3. Era Pasca Reformasi: Anggota G-20 (2008)
Selain bukti atas hasil dari
perkembangan ekonomi yang dialami Indonesia
pasca krisis yang melanda negara-negara Asia
pada tahun 1997, bergabungnya Indonesia
dengan G-20 juga menunjukkan kemampuan
diplomasi negara dalam memperjuangkan National
15
Interest nya. Selain itu ada tujuan tersendiri
dari Indonesia ketika memutuskan bergabung
dengan G-20, yaitu untuk menarik para
investor-investor agar kembali menanamkan
modalnya untuk berinvestasi guna
mengembalikan perekonomian Indonesia agar
kembali stabil pasca krisis. Dengan bergabung
dengan G-20, Indonesia juga dapat menjaga dan
memperbaiki International Standing nya dengan
memperkuat dan memperluas pengaruhnya di rana
perpolitikan Internasional.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diplomasi multilateral berdiri sebagai sebuah
tindakan yang berbanding terbalik dengan
unilateral atau bilateral. Dalam berbagai
perspektif politik dan kemudian melakukan banyak
pertimbangan sehingga mendorong negara untuk
saling bekerjasama dalam sebuah ikatan. Perbedaan
antara multilateral dengan unilateral dan
bilateral terlihat dari negaranya. Bagi sebagian
besar negara dengan kekuatan politik yang besar,
kecenderungan memilih untuk melakukan diplomasi
unilateral dan bilateral, karena memperbesar
peluang untuk melakukan dominasi .
Negara-negara besar lebih menghendaki
hubungan bilateral daripada rezim keamanan
multilateral dengan negara-negara yang lebih lemah
atau kecil. Sebab melalui mekanisme yang pertama
(bilateral), negara-negara besar lebih mudah
mempengaruhi dan mendominasi hubungan, sementara
rezim yang disebut terakhir dapat dipakai sebagai
arena negara-negara lemah untuk gang up dan
membentuk kekuatan kolektif dalam menghadapi
kepentingan negara-negara besar.
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang yang ada di sistem internasional, turut
17
mendukung terhadap peranan dipomasi multilateral
dalam proses penyelesaian sengketa dan konflik
unilateralisme khususnya di regional Asia Pasifik
sendiri. Indonesia berpartisipasi aktif dalam
berbagai organisasi inernasional, mengadakan
perjanjian multilateral, menjadi ketua konferensi
dan konvensi internasional. Semua itu menunjukkan
sikap Indonesia dalam multilateralisme.
Diplomasi multilateral mutlak diperlukan
untuk terciptanya keamanan dan perdamaian (balance
of power), ketahanan ekonomi, serta preservasi
lingkungan global. Meskipun begitu, diplomasi
multilateral juga cenderung memberi celah besar
terjadinya konflik, dikarenakan pada satu kelompok
diplomasi itu sendiri masing-masing negara
memiliki suara yang terkadang cederung
mendominasi, mendikte, bisa menyetujui atau
menolak yang berdasar pada kepentingan nasional
masing-masing tiap negara.
PBB menjadi contoh yang baik dari diplomasi
multilateral, meskipun dalam beberapa hal tidak
selalu mencapai tujuan mereka. Seperti ketika AS
menciptakan pre-emptive war terhadap Irak tanpa izin
anggota PBB, hal ini menunjukan adanya pengaruh
kekuatan besar yang membentuk jalannya Organisasi
Internasional termasuk peranan anggota dewan
keamanan tetap yang dapat mempengaruhi keputusan
18
melalui hak veto. Di sisi lain, kesuksesan PBB
dipandang berhasil dalam mengatasi permasalahan
seperti proses pemulihan pasca-konflik di Sierra
Leone setelah lama perang saudara berkecamuk
disana.
B. Saran
Jika dilihat melalui perkembangan Indonesia
sebagai suatu negara, peranan diplomasi
multilateral dapat terus digunakan untuk mencapai
kepentingan nasionalnya, dengan berdasarkan
perdamaian tanpa menggunakan jalan kekerasan.
Indonesia mengutamakan jalur diplomasi sebelum
menempuh jalan perang sebagai rasionalitas
pemikiran mereka, kecenderungan untuk selalu
berpikir tentang sebab-akibat membuat Indonesia
dapat mempertimbangkan segala tindakan yang
diambil.
Dari setiap era pemerintahan di Indonesia
mendukung adanya peranan diplomasi atau kerjasama
secara multilateral, kami memandang bahwa hal ini
merupakan keputusan yang tepat mengingat Indonesia
memiliki prinsip bebas aktif dalam kebijakan luar
negerinya. Juga konsep “million friends, zero enemies”
turut mendukung peranan multilateralisme untuk
menekan sebuah dominasi dan hegemoni kekuatan.
19
Fokus Indonesia terlihat pada hubungan
kerjasama antar negara yang menguntungkan bagi
negara berkembang. Dengan kekuatan secara
kolektif, dipecayai dapat melakukan perimbangan
kekuatan dengan entitas internasional lainnya.
Namun, yang perlu diperhatikan disini adalah sikap
Indonesia dalam suatu hubungan. Indonesia harus
berhati-hati saat mengambil kebijakan yang terkait
dengan multilateral karena dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Bandoro, Bantarto. Arsitektur Keamanan di Asia Pasifik Sebelum
Krisis: Sebuah Refleksi, Analisis CSIS tahun XXVII No. 4