AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN DI ASMAT PADA HARIAN KOMPAS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh Rheza Alfian NIM: 1113051000047 PROGRAM STUDI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2019 M
91
Embed
AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47028...kategori apa saja yang paling dominan, seberapa besar tempat yang diberikan terkait
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AGENDA MEDIA TERKAIT BENCANA KESEHATAN DI ASMAT PADA
HARIAN KOMPAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Rheza Alfian
NIM: 1113051000047
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2019 M
v
KATA PENGATAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan
kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat
berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga
tidak lupa ditunjukkan kepada Nabi besar Muhamad SAW.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga
mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras.
Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah agama
yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh
manusia.
Peneliti skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam pengerjaannya.
Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini
peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Orangtua tercinta, Ayahnda Saroji dan Ibunda Umiyanah yang sangat
luar biasa memerjuangkan dan mendukung peneliti untuk bisa meraih
pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang doa yang tak
terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.
3. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed., Ph.D., Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, Dr. Roudhonah, M.Ag., Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
4. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si., Serketaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan
waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal
perkulihan.
5. Bintan Humeira, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu
bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah kesibukan
vi
yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini
selesai dengan baik dan juga bermanfaat.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mengajari dan memberi ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada
kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkulihan.
7. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tela berbaik hati
dalam meberikan buku-buku yang dibutuhkan oleh peneliti.
8. Teruntuk adik tersayang, Muhammad Alfi Syahri dan Almira Tsalisa
yang selalu memberi motivasi dan semangat setiap harinya.
9. Segenap keluarga besar LPM Journo Liberta, yang selalu memberikan
tempat dan waktu bagi penulis untuk belajar.
10. Seluruh teman-teman Jurnalistik 2013 yang selalu menjadi tempat
berbagi dan belajar banyak hal di dalam kelas, semoga silaturahmi di
antara kami tidak terputus sampai di sini.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat
disebutan stau persatu. Semoga amal dan kebaikan kalian selalu dijabah
oleh Allah SWT.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telah peneliti lakukan dapat
bermanfaat untuk para pembaca, memberikan nilai kebaikan khususnya
bagi peneliti maupun pembaca sekalian dan semoga dapat menjadi kebaikan
dalam bidang dakwah dan komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aamiin Ya Rabbal Alamiiin
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Jakarta, 29 April 2019
Rheza Alfian
vii
ABSTRAK
Nama: Rheza Alfian
NIM: 1113051000047
Agenda Media Terkait Bencana Kesehatan Di Asmat pada Harian Kompas
Bencana kesehatan terjadi di Asmat, Papua. Sejak awal Januari 2018, total
sebanyak 76 orang meninggal akibat gizi buruk dan campak. Peristiwa ini pun
mendapat perhatian khusus, bahkan sampai ditetapkan menjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB). Terkait dari sisi pemberitaan, media pun memberikan perhatian
khusus. Media cetak maupun online ramai-ramai menjadikan kejadian ini sebagai
bahan pemberitaan. Hingga, percakapan mengenai bencana kesehatan di Asmat pun
ramai di ruang publik. Salah satu media yang cukup vokal dalam memberitakan
bencana kesehatan ialah surat kabar Harian Kompas.
Melihat dari uraian di atas, peneliti memunculkan sebuah pertanyaan;
“Bagaimana pemberitaan Harian Kompas terkait bencana kesehatan di Asmat?”,
“Apakah hanya sekadar memberitakan ada sebuah bencana di Asmat?”, dan
“Bagaimana agenda media Harian Kompas terkait bencana kesehatan di Asmat?”,
serta “Bagaimana peran sebuah media dalam sebuah bencana?”.
Penelitian ini dilakukan dengan melihat pemberitaan Harian Kompas dari
bulan Januari 2018 hingga bulan Maret 2018, dengan menggunakan teori agenda
media yang merupakan hasil proses pemilahan tentang berita apa yang akan dimuat
serta ditonjolkan melalui pemberitan media massa. Metode yang digunakan adalah
analisis isi (content analysis) dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat
deskriptif. Langkah dalam metode analisis isi yaitu menentukan variabel, definisi
operasional dan konseptualisasi terkait bencana kesehatan di Asmat. Kemudian
berita-berita dalam Harian Kompas dikategorisasikan ke dalam indikator korban
yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana
kesehatan di Asmat terjadi, bantuan yang diberikan kepada korban bencana
kesehatan di Asmat, pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan
bencana, hambatan yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya
diversifikasi pangan, gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca
bantuan, dan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk
penanggulangan bencana. Selanjutnya peneliti menggunakan coding sheet sebagai
alat ukur penelitian ini dan menggunakan rumus Holsty (1969).
Hasil dari penelitian ini adalah Harian Kompas lebih menonjolkan kategori
kategori yang berkaitan tentang mitigasi bencana, seperti hal yang menyebabkan
bencana kesehatan di Asmat terjadi, kebijakan yang harus dilakukan pemerintah
pusat untuk penanggulangan bencana, bantuan yang diberikan kepada korban
bencana kesehatan di Asmat, dan korban yang ditimbulkan akibat gizi buruk dan
campak. Hal tersebut dapat dilihat dari dominannya kategori di atas jika dilihat dari
frekuensi munculnya kategori, luas kolom dominan, dan penempatan kategori
berdasarkan headline dan non headline.
Kata Kunci: Agenda Media, Analisis Isi, Bencana Kesehatan, Asmat,
Harian Kompas.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iv
KATA PENGATAR .................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 4
D. Metedologi Penelitian .................................................................... 5
E. Kerangka Konsep .......................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 13
A. Agenda Setting ............................................................................ 13
B. Agenda Media ............................................................................. 16
C. Media Cetak ................................................................................ 21
ix
1. Sejarah Media Cetak ................................................................ 24
2. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak ................................. 25
D. Bencana Kesehatan di Asmat ...................................................... 28
E. Media Massa dan Mitigasi Bencana ............................................ 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 36
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ............................................... 36
Analisis isi hanya memfokuskan pada konten yang tersurat atau yang nyata
dalam suatu dokumen yang akan diteliti.12 Peneliti hanya memberi tanda apa yang
dilihat berupa suara atau tulisan. Dalam analisis isi kuantitatif, ketepatan dalam
mengidentifikasikan isi pernyataan, seperti penghitungn, penyebutan yang
berulang-ulang dari kata-kata tertentu sangat diutamakan. Secara umum analisis isi
ialah metode untuk mengetahui apa pesan yang tampak secara objektif, replikabel,
dan sistematis.
E. Kerangka Konsep
Dalam analisis isi, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap awal dari
analisis isi adalah merumuskan tujuan dan konseptualisasi. Penulis kemudian
menyusun lembar coding. Semua data ini dihitung dan ditabulasi, dalam bentuk
tabel dan grafik. Sebelum lembar coding dipakai dalam penelitian, kategori-
kategori perlu diuji terlebih dahulu. Pengujian kategori ini untuk mengetahui
apakah kategori dalam lembar coding yang akan digunakan sudah terpercaya
(reliable) atau belum. Bila dari hasil uji kategori menunjukan sudah reliablel, baru
kategori yang telah ditentukan layak digunakan dalam penelitian.
Adapun kerangka konsepnya adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan tujuan analisis, apa yang ingin diketahui lewat analisis isi, hal-
hal apa saja yang menjadi masalah penelitian dan ingin dijawab lewat
analisis isi.
b. Konseptualisasi dan Opersionalisasi, merumuskan konsep penelitian dan
melakukan opersionalisasi sehingga konsep bisa diukur.
12 Eriyanto, Analisis Isi, h.2.
10
c. Lembar coding, yaitu menurunkan operasionalisasi ke dalam lembar
coding. Lembar coding dimasukkan hal yang ingin dilihat dan cara
pengukurannya.
d. Populasi dan sampel, peneliti merumuskan populasi dan sampel analisis isi,
apakah populasi dapat diambil semua (sensus) atau hanya mengambil
beberapa konten saja (sampel).
e. Pelatihan coder dan pengujian validitas kepercayaan (realibilitas), penulis
memberikan pelatihan kepada coder yang akan membaca dan menilai isi.
Penulis menguji realibilitas. Jika reaibilitas belum memenuhi syarat,
dilakukan pengubahan lembar coding sampai angka realibilitas.
f. Proses coding, penulis mengkode semua isi berita ke dalam lembar coding
yang telah disusun.
g. Penghitungan realibilitas final, penulis menghitung angka realibilitas dari
hasil coding dengan menggunakan rumus atau formula yang tersedia.
h. Input data dan analisis, penulis melakukan input data dari lembar coding
dan analisis data.
F. Tinjauan Pustaka
Untuk menulis skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap
skripsi-skripsi terdahulu. Ternyata sudah ditemukan kesamaan dan perbedaan
dalam penelitian ini.
Adapun skripsi yang sudah penulis temukan adalah sebagai berikut. Skripsi
oleh Wina Saputri, mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2016yang berjudul Analisis Isi Pemberitaan
Eksekusi Mati Mary Jane Fiesta Veloso di Tempo.co. Kesamaan dalam skripsi ini
11
adalah dari teori yang digunakan yaitu teori agenda media dan teknik analisis isi,
namun terdapat perbedaan dalam konten yang diteliti serta kategori yang
digunakan.
Lalu skripsi Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Bunda Disayang Allah
oleh Bobby Dwi Sanjaya, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Dalam skripsi ini ditemui
kesamaan pada bagian unit analisis datanya, yaitu menggunakan paragraf. Selain
itu tidak ditemukan lagi kesamaan dengan skripsi yang penulis tulis.
Ada juga skripsi dari Diana Patricia Manulong, mahasiswi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia pada tahun 2012 yang berjudul
Representasi Agenda Media Dalam Surat Kabar Nasional, Analisis Isi Isu
Lingkungan Dalam Kompas dan Koran Tempo. Perbedaan yang ada ialah skripsi
ini menggunakan dua media. Di sini peneliti membandingkan media yang satu
dengan media yang lainnya.
Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian skripsi ini
tidak hasil dari penjiplakan atau penelitian ulang skripsi terdahulu. Skripsi ini
benar-benar dibuat sesuai dengan kriteria yang berlaku, yaitu dengan melakukan
penelitian yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Sehingga jauh dari
plagiarisme.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengna penyusunan sebagai
berikut:
12
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikansi Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan .
BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang deskripsi pengertian Agenda Media, Berita, Media
Cetak, Bencana, Bencana Kesehatan, dan Konseptualisasi.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi Pendekatan dan Disain Penelitian, Ruang dan Lingkup Penelitan,
Pupulasi dan Sampel, Operasionalisasi Konsep, Teknik Pengumpulan Data, Teknik
Pengolahan dan Analisis Data, dan Analisis Isi.
BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini, penulis menjelaskan hasil temuan data yang didapatkan serta
diuji dan diolah berdasarkan statistika. Berbagai temuan serta analisa data akan
dibahas pada bab ini.
BAB V: PENUTUP
Meliputi Kesimpulan dan Saran
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Agenda Setting
Teori agenda setting ditemukan oleh McComb dan Donald L Shaw sekitar
tahun 1968. Teori ini berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan mentransfer
isu untuk memengaruhi agenda publik.1 Khalayak akan menganggap suatu isu itu
penting karena media menganggap isu itu penting juga. Jadi asumsi dasar dari teori
agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa
maka media itu akan mempengaruhi khalayak yang menganggap penting. Apa yang
dianggap penting bagi media maka penting juga bagi masyarakat. Apabila media
massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan
memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain
bahwa media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini
berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Dalam literatur lain, agenda setting atau penentuan agenda ialah saat media
menunjukan arti penting dari suatu isu melalui liputan-liputannya. Penentuan isu
liputan dalam suatu media pun tidak ditentukan secara sepihak, tetapi juga
mempertimbangkan audien dalam menentukan prioritas liputan.2
Teori agenda setting mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang
menganggap media mempunyai kekuatan memengaruhi khalayak. Bedanya, teori
1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 222. 2 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h.495.
14
peluru memfokuskan pada sikap, pendapat, atau bahkan perilaku. Agenda setting
memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif).
Stephen W. Littlejohn dan Karren Foss mengutip Rogers dan Dearing
mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari
tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun oleh awak media.
Kedua, agenda media dalam beberapa hal memengaruhi atau berinteraksi dengan
agenda publik atau naluri publik terhadap pentingnya isu, yang nantinya
memengaruhi agenda kebijakan. Ketiga, agenda kebijakan (policy) adalah apa yang
dipikirkan para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan
kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik, karena itu, riset yang
menggunakan model ini, harus mengkaji ketiga hal tersebut.
Werner Severin dan James W. Tankard dalam buku Communication
Theories, Origins, Methods, Uses in the Mass Media mengatakan ada 3 dimensi
atas agenda di atas, yaitu:
1. Agenda Media, dimensinya adalah:
a. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita
b. Tingkat menonjol bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi
berita dengan kebutuhan khalayak.
c. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara
pemberitaan bagi sauatu persitiwa.
2. Agenda Publik, dimensinya adalah:
a. Keakraban (familiarity), yakni derajat kesadaran khalayak akan topik
tertentu.
15
b. Penonjolan pribadi (personal salience), yakni relevansi kepentingan
individu dengan ciri pribadi.
c. Kesenangan (favorability), yakni pertimbangan senang atau tidak
senang akan topik berita.
3. Agenda Kebijakan, dimensinya adalah:
a. Dukungan (support), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu
berita tertentu.
b. Kemungkinan kegiatan (likelihood of action), yakni kemungkinan
pemerintah melaksanankan apa yang diibaratkan.
c. Kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang
mungkin dilakukan pemerintah.
McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa besar arti penting yang diberikan pada suatu isu atau topik
dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.
Menurut Sosiolog Robet Park, media lebih banyak menciptakan kesadaran
tentang suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan ataupun sebuah sikap. Ada 3
level agenda setting menurut Park, yaitu:
a. Penciptaan Kesadaran
b. Menentukan Prioritas
c. Mempertahankan Isu
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa media memiliki kemampuan
untuk menusun isu-isu bagi masyarakat. Wartawan Amerika Serikat Walter
Lippman memandang masyarakat tidak merespon pada kejadian sebenarnya dalam
16
lingkungan, tetapi ada “gambaran di dalam kepala” yang disebut dengan
lingkungan palsu (pseudoenvironment).3 Menurut Lippman, sebuah lingkungan
sebenarnya terlalu besar dan komplek, juga menuntut adanya kontak langsung
sehingga menimbulkan banyak detail dan keragaman. Masyarakat harus membuat
model yang lebih sederhana untuk memahami apa yang sedang terjadi. Kemudian,
media massa lah yang memberikan masyarakat model yang lebih sederhana dengan
menyusun agenda untuk publik.
Donal Shaw dan Maxwell McCombs juga mengatakan pengaruh media
massa (kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif antar individu untuk
menyusun pemikiran mereka) telah diberi nama fungsi penyusunan agenda dari
komunikasi massa. Di sini terletak pengaruh paling penting dari komunikasi massa,
kemampuannya untuk menata mental, dan mengatur dunia.4 Singkatnya, media
massa mungkin tidak berhasil dalam memberitahu apa yang harus dipikirkan
masyarakat, tetapi mereka secara mengejutkan berhasil dalam memberitahu kita
tentang apa yang harus dipikirkan.
B. Agenda Media
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan terhadap pengaruh dalam
komunikasi, ditemukan bahwa komunikasi cenderung lebih banyak memengaruhi
pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang.5
Model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan yang positif antara
penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan pengertian khalayak
3 Stephen W. Littenjohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba Humatika,
2009), h. 415. 4 Stephen W. Littenjohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi, h. 416. 5 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 156.
17
pada persoalan tersebut. Konsep mengenai agenda media ini diambil dari teori
agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw.6
Ide dasar dari teori ini bahwa media memberikan perhatian yang berbeda pada
setiap isu. Dari berbagai isu yang muncul atau mengemuka, ada isu yang
diberitakan dengan porsi yang besar, ada yang diberitakan dengan porsi yang kecil.
Perbedaan perhatian media terhadap isu ini akan berpengaruh terhadap kognisi
(pengetahuan dan citra) suatu peristiwa di mata khalayak. Liputan berita yang
diulang-ulang untuk mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik
merupakan kemampuan media yang berfungsi sebagai penentu agenda.
Berdasarkan teori agenda setting maka diturunkanlah konsep agenda media.
Menurut McQuail dan Sven Windahl, agenda media memiliki konsep sebagai suatu
isu yang ditampilkan oleh media.7 Begitu juga dengan Rogers dan Dearing
mendefinisikan agenda media sebagai suatu peristiwa dan isu dalam isi media
terhadap yang menjadi pada prioritas perhatian.8
Media memberikan perhatian yang berbeda pada setiap isu, dari isu yang
muncul, terdapat isu yang diberitakan dengan porsi besar, ada juga yang diberitakan
dengan porsi kecil, ini yang mendasari agenda media. Pemilihan kata-kata yang
digunakan juga bisa berdampak terhadap masyarakat. Perbedaan perhatian media
inilah yang dapat memengaruhi kognisi suatu peristiwa di mata masyarakat.
Masyarakat cenderung mengetahui tentang hal-hal yang dibertitakan media dan
6 Denis Mc Quail, Sven Windahl, Communication Models for the Study of Mass
Communication, edisi ke-2, (London: Longman, 1996), h. 127. 7 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 196. 8 Edi Santoso dan Mite Setiansah, Teori Komunikasi (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010) h.90.
18
menerima terhadap isu yang ditampilkan.9 Dengan kata lain, agenda media dapat
menjadi agenda masyarakat. Misalnya, media memberitakan tentang naiknya kurs
rupiah terhadap dollar, sehingga masyarakat juga ikut memperbincangkan apa yang
sedang diberitakan oleh media massa. Fungsi penentuan agenda media mengacu
pada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, untuk
mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik.10 Jadi dapat dikatakan
agenda media adalah soal proporsi pemberitan yang ditampilkan media kepada
khalayak.
Latar belakang lahirnya agenda media diambil dari teori agenda setting yang
dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L Shaw. Mereka memberi
contoh bahwa media dapat memberi pengaruh terhadap khalayak dalam pemilihan
presiden melalui penayangan berita, isu, citra, maupun penampilan kandidat itu
sendiri.11 Menurut Becker & McLeod dan Iyenger & Kinder dalam Canggara,
mengakui bahwa meningkatnya penonjolan atas isu yang berbeda bisa memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap opini publik.
Mannheim menyatakan dalam buku Nurudin menyampaikan dimensi-
dimensi dalam Agenda Media, yaitu:12
1. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita.
9 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 197. 10 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, Metode,
dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h 261. 11 Hafied Canggara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi (Jakarta: Rajawali
Press, 2006) h. 124. 12 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013)
h.198.
19
2. Tingkat menonjolnya bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi
berita dengan kebutuhan khalayak.
3. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara
pemberitaan bagi suatu peristiwa.
Konsep ini dapat langsung diturunkan ke dalam indikator pengukuran.
Konsep ini merujuk pada teori agenda setting yang dikemukakan oleh McComb
dan Shaw mempunyai tiga indikator, yakni:13
1. Isu yang diberitakan media. Dengan melihat isu mana yang paling banyak
diberitakan oleh media, maka isu tersebutlah yang ingin disorot oleh media.
2. Panjang berita dalam surat kabar. Dengan mengukur panjang berita dalam
halaman surat kabar.
3. Penempatan isu tersebut dalam halaman-halaman surat kabar.
Dengan tiga indikator pengukuran, agenda media yang dimaksud adalah
isu-isu yang mendapat perhatian media. Hal itu dilihat dengan frekuensi isu yang
sering muncul, pemberian kolom yang panjang, dan penempatan isu di halaman
depan sehingga mudah diakses oleh khalayaknya.
Variabel media massa diukur melalui analisis isi kuantitatif. Analisis ini
untuk menentukan rangking berita berdasarkan panjangnya (waktu dan ruang),
penonjolan tema berita (ukuran headline, penempatannya, frekuensinya), konflik
(cara penyajiannya).14
13 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 197. 14 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 225.
20
Media massa menentukan agenda media jika awak media benar- benar
intens mencoba persuasi pembaca. Dalam hal ini dapat ditemukan dalam konsep
framing, bahwa framing adalah pusat ide yang terorganisir dalam menyampaikan
konteks dan saran mengenai isu yang diseleksi, diberikan penekanan, pengecualian,
dan elaborasi. Demikian, baik framing maupun agenda dalam media memiliki
keterkaitan yang mendasar, setidaknya begitulah menurut Tankard.15
Menganalisis framing diperlukan untuk mengkaji lebih mendalam kekuatan
media massa dalam mempengaruhi berbagai sistem, seperti sistem politik. Menurut
Beterson, framing adalah bingkai, dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan, dan
wacana.16 Perbedaan bingkai terlihat pada peletakan berita (utama atau biasa),
volume berita, dan teknik kecendrungan pemberitaannya. Gaya berita dan opini
media yang ditawarkan juga bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan
multidispliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.
Proses framing berfokus pada strategi seleksi, penonjolan, dan tautan fakta
ke dalam berita. Gunanya hal itu agar berita tersebut lebih bermakna, lebih menarik,
lebih berarti atau lebih diingat, dan untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai
perspektifnya.17
15 Glenn G. Sparks, Media Effects Research; A Basic Overview, (Wadsworth: Cengage
Learning, 2006), h. 182. 16 Mubarok dan Made Dwi Andjani, Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam
Indonesia: Analisis Framing Republika dan Kompas, (Purwokerto: STAIN, Vol.3 No.1, Februari-
Juli 2012), h.27. 17 Agus SB, Deradikalisasi Dunia Maya: Mencegah Simbiosis Terorisme dan Media,
(Jakarta: DaulatPress, 2016), h. 64
21
Penulisan berita yang berlandaskan prinsip pembingkaian atau framing.
Mampu mewujudkan suatu tulisan yang jelas dan komunikatif saat melakukan
strategi framing pesan yakni dengan menggarisbawahi atau menonjolkan perspektif
penulis terhadap gagasan inti pemberitaan agar pembaca terpengaruh pada ideologi
kita.Pembingkaian terhadap suatu realitas menjadi sebuah berita merupakan suatu
strategi dalam politik redaksi media untuk menarik perhatian khalayak dalam
memberikan respon terhadap wacana teks dalam berita Atas dasar itu, diharapkan
analisis penelitian ini mampu mengkaji fenomena agenda media dalam
pembingkaian pemberitaan di Harian Kompas.
C. Media Cetak
Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diuna dan Acta
Senatus dikerajaan romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johanes
Guttenberg menemukan mesin cetak hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti
surat kabar, tabloid, dan majalah. Media cetak adalah segala barang cetak yang
dipergunakan sebagai sarana penyampaian pesan.18
Sejarah media modern berawal dari buku cetak. Meskipun pada awalnya
upaya pencetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat teknik untuk
memproduksi teks yang sama atau hampir sama, yang telah disalin dalam jumlah
yang besar, namun upaya itu tentu saja masih dapat disebut semacam revolusi.
Lambat laun perkembangan buku cetak mengalami perubahan dalam segi isi
semakin bersifat sekular dan praktis. Kemudian semakin banyak pula karya
populer, khususnya dalam wujud brosur dan pamflet politik dan agama yang ditulis
18 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya , (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), cet pertama,
h. 228
22
dalam bahasa daerah, yang ikut berperan dalam proses transformasi abad
pertengahan. Jadi, pada masa terjadinya revolusi dalam masyarakat buku pun ikut
memainkan peran yang tidak dapat dipisahkan dari proses revolusi itu sendiri.19
Hampir dua ratus tahun setelah ditemukannya percetakan barulah apa yang
sekarang ini kita kenal sebagai surat kabar prototif dapat dibedakan dengan surat
edaran, pamflet, dan buku berita akhir abad keenam belas dan abad ketujuh belas.
Dalam kenyataannya terbukti bahwa suratlah yang merupakan bentuk awal dari
surat kabar, bukannya lembaran yang berbentuk buku. Surat edaran diedarkan
melalui pelayanan pos yang belum sempurna dan berperan terutama untuk
menyebarluaskan berita menyangkut peristiwa yang ada hubungannya dengan
perdagangan internasional. Jadi, munculnya surat kabar merupakan pengembangan
suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan
dilingkungan dunia usaha.
Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat
komersial (dijual secara bebas), bertujuan banyak (memberi informasi, mencatat,
menyajikan adpertensi, hiiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka.20
Dalam konsep pengertian diatas, media cetak (surat kabar dan majalah)
memiliki kadar inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak pada masa itu
pandangan yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat kabar, jika
dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada
individualisme, orientasi pada kenyataan, kegunaan, sekularitas (nilai–nilai), dan
19 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya , (Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), cet pertama,
h. 229. 20 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, h. 230.
23
kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, yakni kebutuhan para
usahawan kota dan orang profesional. Kualitas kebaruannya bukan terletak pada
unsur teknologi atau cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi
kelas sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan suasana
yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif (terbuka).
Sejarah perkembangan surat kabar serta majalah selanjutnya dapat
dipaparkan sebagai serangkaian perjuangan, kemajuan dan pengulangan, yang
mengarah ke iklim kebebasan, atau bisa juga dilihat sebagai kelanjutan dari sejarah
kemajuan ekonomi dan teknologi. Memang sejarah perkembangan pers setiap
bangsa tidak mungkin dipaparkan dalam satu pemaparan ringkas. Terlepas dari hal
tersebut, patut dicatat bahwa unsur – unsur penting tersebut, yang sering kali
berbaur dan berinteraksi satu sama lain, merupakan faktor penentu dalam
perkembangan institusi pers. Tentu saja dengan kadar pengaruh yang berbeda –
beda.21
Media cetak koran adalah medium massa utama bagi orang untuk
memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber berita yang bisa
menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita koran. Ini memperkuat
popularitas dan pengaruh koran. Industri koran mengungguli media berita lain di
hamper segala aspek. Satu dari tiga orang Amerika memiliih membaca koran setiap
hari, jauh lebih banyak ketimbang orang yang menonton berita televisi sore hari.
Datangya cukup mengejutkan, sekitar 1.570 koran harian menerbitkan 52,4 juta
eksemplar setiap harinya, dan belum termasuk koran mingguan. Karena setiap
21 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa , (Jakarta: Penerbit Airlangga), Edisi Kedua ,
h. 9
24
eksemplar diberikan rata-rata 2,2 orang maka koran-koran harian itu sampai ke 116
juta pembaca setiap harinya. Dan koran mingguan mengeluarkan 50 juta eksemplar.
Dengan demikian perkiraan sirkulasi itu sampai keempat orang per eksemplar,
maka koran ini menjangkau sekitar 200 juta orang setiap minggunya.22
Dengan menurunnya sirkulasi, koran harian menghadapi tantangan besar.
Bahkan sirkulasi edisi Minggu yang menyemangati industri ini juga mulai turun.
Pendapatan advertising juga sedang mengalami transisi. Efisiensi dilakukan
melalui pembagian berita dan fasilitas produksi dan tindakan penghematan lainnya.
Pada Masa Depresi 1930-an, ketika hampir semua sektor ekonomi turun,
koran adalah salah satu di antara sedikit bisnis yang tetap menguntungkan di abad
ke-20. Bahkan meski sirkulasi sedikit turun, dari 62,8 juta menjadi 52,4 juta pada
tahun 1988, industri ini tetap meraup laba. Kebanyakan perusahaan rantai bisnis
koran yang besar, yang menguasai hampir semua harian, melaporkan meraup
untung kisaran 20 peresen.23
Pada tahun 1990an koran mulai masuk ke dunia internet dengan situs berita.
Pelan-pelan, koran menjual ruang online untuk pengiklan yang mungkin juga sudah
beriklan di edisi cetaknya.24
1. Sejarah Media Cetak
Penemu pertama Media Cetak adalah Johannes Gutenberg pada tahun 1455
terutama di Negara Eropa. Perkembangan awal terlihat dari penggunaan daun atau
tanah liat sebagai medium, bentuk media sampai percetakan. Gutenberg mulai
22 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 7. 23 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, h. 90. 24 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, h. 93.
25
mencetak Bible melalui teknologi cetak yang telah ditemukannya. Teknologi mesin
cetak Gutenberg mendorong juga peningkatan produksi buku menjadi hitungan
yang tidak sedikit. Teknologi percetakan sendiri menciptakan momentum yang
justru menjadikan teknologi ini semakin mendorong dirinya untuk berkembang
lebih jauh.
Lanjutan dari perkembangan awal media cetak adalah di mana
perkembangan teknologi yang belum berkembang, yaitu media cetak dibuat
memakai mesin tik untuk membuat suatu iklan produk sedangkan gambar-gambar
atau animasi yang memperbagus iklan produk itu dibuat secara manual dengan
menggunakan pena.
Tanda-tanda perkembangan media cetak adalah melek huruf (kemampuan
untuk baca-tulis). Memang melek huruf adalah kondisi yang dipunyai oleh kaum
elite. Bahasa yang berkembang pun hanya beberapa bahasa pokok, bahasa latin –
misalnya. Perkembangan pendidikan pada abad 14 juga mendorong perkembangan
orang yang melek huruf. Perkembangan media cetak sekarang yaitu didukungnya
perkembangan teknologi yang sudah berkembang, sehingga dapat memudahkan
orang untuk membuat suatu iklan yang lebih kreatif dan atraktif.
2. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak
a. Kelebihan Media Cetak
Setiap media memiliki kelebihan masing-masing, media cetak juga
memiliki kelebihan dibanding media elektronik. Kelebihan media cetak secara
umum dibanding media elektronik terletak dari “daya tahan” informasi. Dari
berbagai jenis media massa, media cetak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki
26
oleh media lain. hasil cetakan tersebut permanen dan bisa disimpan sehingga
pembaca bisa mengulanginya sampai mengerti isi pesan yang disampaikan,
tanpa biaya tambahan. Selain itu, halaman media cetak, menurut Mondry, bisa
terus ditambah seandainya diperlukan.25
Surat kabar harian memiliki kelebihan lebih khusus lagi bila
dibandingkan dengan media cetak lain. sesuai periodesasi terbitnya, informasi
surat kabar harian diterima pembaca setiap hari sehingga informasi diperoleh
terus secara berkesinambunga. Informasi yang disampaikan surat kabar lebih
lengkap dibanding radio dan televisi. Dengan halaman yang cukup banyak,
apalagi kini banyak surat kabar yang terbit dengan 32 halaman atau lebih,
informasi tentang suatu peristiwa dapat diberitakan secara mendalam, dari
berbagai sisi, sedangkan radio dan televisi butuh jam tayang khusus guna
melakukan hal itu.
Tabloid dan majalah yang periodesasi terbitnya lebih lama dibanding
surat kabar, berusaha menampilkan informasi yang lebih lengkap lagi, juga
dengan gaya penulisan feature yang lebih memikat sehingga tetap disukai
pembaca.26
b. Kelemahan Media Cetak
Kelemahan media cetak yang pertama ialah lambat dan tidak langsung.
Kelebihan media elektronik sebenarnya merupakan kelemahan media cetak.
Informasi media cetak tidak bisa cepat dan langsung. Berita media cetak baru
25 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia
2008), h. 21. 26 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h. 22.
27
kaan diterima khalayak sesuai periodesasinya. Surat kabar harian terbit setiap
hari, informasinya diterima publik sehari hanya sekali, tabloid atau majalah
mingguan berarti informasinya diterima masyarakat seminggu sekali. Hal ini
membuat para pembaca media cetak mengalami sedikit penghambatan dalam
informasi.
Kelemaha kedua yaitu jauh. Informasi yang disampaikan media cetak
terkesan “jauh” karena pembaca tidak dapat mengetahui secara langsung
peristiwa seperti yang disampaikan media elektronik. Guna mengatasi kekurang
itu, media cetak menampilkan foto-foto yang menarik guna mengimbangi
tayangan televisi, juga memuat tulisan atau informasi yang lengkap, bahkan
dengan penlisan feature guna mengimbangi informasi media elektronik.
Ketiga, tidak akrab. Pada media etak, tidak ada penyiar yang
menyampaikan, tetapi harus disiarkan oleh diri sendri. Sebagai sumber
informasinya, jajaran redaksi tidak ada yang akrab dengan pembaca, bahkan
mungkin tidak kenal sama sekali. Berbeda dengan penyiar atau pembaca berita
televisi atau radio, tentu banyak yang kenal (minimal suaranya), bahkan
mengidolakan mereka.
Keempat, tidak fleksibel. Membaca informasi media cetak tentu tidak
bisa dilakukan sambil memasak atau mengendarai kendaraan sehingga bisa
dikatakan tidak fleksibel, sedangkan dengan radio bisa mendapatkan
informasinya. Perbandingan kelemahan antara surat kabar, tabloid, dan majalah
pada umumnya terkait periode terbit dan banyaknya halaman. Hal serupa juga
28
terjadi antara tabloid yang umumnya terbit mingguan dengan majalah yang dua
mingguan atau bulanan, isi majalah lengkap dan bahasanya lebih dalam.
D. Bencana Kesehatan di Asmat
Harian Kompas memberitakan bencana kesehatan yang terjadi di Asmat,
menelan banyak korban jiwa. Sebanyak 58 anak dinyatakan meninggal akibat
wabah yang tersebar di 23 distrik di Kabupaten Asmat, Papua. Hingga kini, jumlah
anak yang menderita karena wabah tersebut mencapai 471 anak.27
Hingga akhir Januari, sedikitnya 71 anak meninggal dan 800 orang dirawat
di rumah sakit di Asmat.28 Uskup Aloysius Murwito dari keuskupan Agats-Asmat
menceritakan pengalamannya berhadapan dengan anak-anak dengan kondisi minim
gizi di wilayah tersebut. Tim keuskupan Agats menemukan situasi ini saat kegiatan
pelayanan Natal pada 2017 di Kampung As dan Kampung Atat, Distrik Pulau Tiga.
Menurutnya, kondisi anak-anak sangat memprihatinkan dengan kondisi fisik yang
sangat kurus.
Ketika krisis kesehatan gizi buruk dan campak di Asmat ini menjadi sorotan
media, kondisi geografis wilayahnya (yang didominasi rawa berlumpur dan sungai-
sungai) dianggap sebagai salah satu pemicu utama kasus tersebut. Kondisi ini
diperparah harga bahan bakar minyak (BBM) yang relatif lebih mahal akibat suplai
27 Diakses dari kompas.com yang berjudul 58 Anak Meninggal akibat Wabah Campak di
Asmat pada tanggal 10 Desember 2018 (Berita tanggal 15 Januari 2018) -
penanggulangan-bencana.html, Penulis: Margaretha Feybe L / JEM. 32 Disasterchannel.co adalah portal kebencanaan pertama di Indonesia. Portal ini diinisasi
oleh Planas PRB, TEMPO, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Portal ini
merupakan langkah awal dari tujuan besar pihak-pihak tersebut untuk membangun knowledge
management center untuk mereduksi dampak bencana. Berbeda dengan portal lainnya, porsi
informasi kebencanaan dalam portal DisasterChannel.co lebih banyak tentang semangat
komunikasi dan edukasi menghadapi bencana alam pada masyarakat. Hal ini
penting untuk mencapai human security dalam pembangunan yang berkelanjutan
sehingga dapat meminimalisir dampak korban jiwa maupun material. Peran
strategis dari media massa dalam menyediakan informasi sangat diperlukan oleh
masyarakat, baik dalam kondisi pra atau sebelum bencana, saat bencana terjadi,
maupun pascabencana. Informasi reguler yang disediakan oleh media akan menjadi
semacam sistem peringatan dini (early warning system) bagi masyarakat dan
mengingatkan masyarakat yang khususnya berada di wilayah rawan bencana
sehingga masyarakat menjadi lebih siap saat menghadapi bencana. Informasi dari
media massa akan dapat mengurangi kepanikan masyarakat akibat isu-isu dan
rumor yang tidak jelas mengenai kondisi bencana.
Masyarakat Indonesia memerlukan edukasi mengenai bencana dan
pencegahannya, media massa dapat menjadi medium dalam mendukung edukasi
ini. Pemahaman mengenai bencana alam dan dampaknya, perlu diinformasikan
kepada masyarakat. Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, definisi bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
35
Berkaitan dengan paparan di atas, dalam penyajian berita bencana di media
massa dengan mengelompokan bencana menjadi dua kategori. Kategori pertama
adalah bencana alam, yaitu bencana yang ditimbulkan oleh dinamika bumi,
misalnya gempa tektonik, gempa vulkanik, dan lainnya. Kategori yang kedua
adalah bencana anthropogene, yaitu bencana akibat kinerja manusia dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang melampaui batas kewajaran dan tidak ramah
lingkungan.34 Berkaitan dengan fungsi media massa, media memiliki tanggung
jawab untuk ‘meluruskan’ informasi dan menjelaskan rumor yang berkembang,
menyajikan yang berupa fakta dari realitas sebenarnya. Media massa mampu
menenangkan masyarakat dari kepanikan akibat bencana, dengan berita secara
akurat dan lengkap, termasuk informasi tentang cara dan langkah yang harus
dilakukan masyarakat dalam kondisi darurat.
34 Sukandarrumidi, Bencana Alam & Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h.63.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
1. Paradigma Penelitan
Penelitian ini menggunakan salah satu jenis paradigma yakni positivistme,
yaitu memandang realitas atau suatu fenomena itu dapat diklasifikasikan, teramati
dan terukur. Pengaruh positivisme dalam penelitian komunikasi sangat jelas ketika
persoalan yang dipertanyakan berkaitan dengan perilaku-perilaku orang dalam
berkomunikasi, kekuatan media dalam memengaruhi dan merubah perilaku
khalayak.1
2. Pendekatan Penelitian
Metode ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif untuk mendapat
informasi guna penarikan kesimpulan dan penambilan keputusan yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.2
3. Metode Penelitian
Penelitan ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi merupakan
teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk menarik referensi dari isi dan
mengetahui gambaran karakteristik isi. Penelitian dengan metode ini analisis isi
bertujuan untuk mengidentifikasi secara sisitematis isi komunikasi yang tampak,
objektif, valid, replikasi dan reliabel.3
1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2008), h. ix. 2 Benny Kurniawan, Metodologi Penelitian (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012), h.21. 3 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011) h. 15.
37
Pada dasarnya, analisis isi menekankan metode penelitian yang
menggunakan seperangkat prosedur untuk membuat kesimpulan yang valid dari
suatu teks. Maksud dari kesimpulan adalah tentang pengirim pesan, pesan itu
sendiri, ataupun penerima pesan.4 Dengan cara menghitung atau mengukur aspek
dari isi dan menyajikannya secara kuantitatif. Analisis isi hanya menekankan pada
apa yang tersurat dengan memberi tanda atau meng-coding apa yang dilihat
peneliti.
Unit pencatatan yang digunakan adalah unit tematik. Unit tematik melihat
topik pembicaraan dari suaru teks yang sama menjadi satu kesatuan.5 Jadi, teknik
analisis isi, menggunakan penekatan kuantitatif berdasarkan dari frekuensi yang
jelas akan jumlah dan presentase kejadian dari varibel melalui angka.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek merupakan responden yang memahami objek penelitian sebagai
pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian, sedangkan yang
dimaksud dengan objek yaitu sasaran dalam penelitian.6 Subjek dalam penelitian
ini adalah Harian Kompas. Sedangkan objeknya adalah berita-berita berita-berita
terkait bencana kesehatan yang terjadi di Asmat, Papua.
C. Popuasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai kesimpulan yang didapat dari wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
4 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, (California: Sage Publications,
1990), h.9. 5 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 84 6 Burhan Bungin, Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 76
38
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sedangkan
sampel yakni sebagian dari elemen-elemen tertentu suatu populasi yang diteliti.7
Peneliti mengambil seluruh populasi sebagai sumber data penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah berita terkait bencana kesehatan yang terjadi
di Asmat, Papua yang diberitakan Harian Kompas sebanyak 65 judul dan 63 sub
judul berita (total 128 item) dari tanggal 10 Januari sampai 13 Maret dengan
menggunakan judul dan sub judul sebagai sampel.
D. Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep yaitu suatu proses untuk menjabarkan pengertian
suatu konsep yang abstrak dengan menggunakan beberapa indikator-indakator. Hal
itu dilakukan untuk menunjukan dan mengukur konsep sehingga dapat
menurunkannya pada tingkat yang lebih konkret.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini hanya menggunakan
satu variabel, yaitu agenda media. Analisis isi merupakan penghitungan tentang
berita mana yang dimuat, serta apa berkembang dari setiap berita. Sedangkan berita
bencana kesehatan di Asmat adalah laporan mengenai bencana kesehatan yang
berkembang dalam Harian Kompas.
Jadi operasionalisasi konsep analisis isi menurut penjabaran di atas adalah
suatu laporan berita mengenai bencana kesehatan di Asmat yang berkembang di
Harian Kompas. Berita di Harian Kompas ini dioperasionalisasikan sebagai urutan
7 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 139.
39
ranking tema berita bencana kesehatan di Asmat. Tema tersebut terdiri atas sepuluh
tema isu bencana kesehatan dari 10 Januari hingga 13 Maret 2018.
Langkah selajutnya, setelah pengumpulan berita-berita, peneliti membuat
kategorisasi. Sesuai dengan tujuan penelitan ini untuk bagaimana pemberitaan
bencana kesehatan yang berkembang terkait bencana kesehatan di Asmat di Harian
Kompas. Diperlukan instrumen utama dalam penelitian ini, yakni kategorisasi.
Fungsi kategorisasi identik dengan kuisioner dalam survei, agar objektif, maka
kategorisasi perlu dijaga reliabilitasnya.
Untuk mempermudah dalam menganalisis berita, maka peneliti membuat
tabel berdasarkan kategorisasi secara sistematik yang di dalamnya mengandung
muatan isu bencana kesehatan. Pemberitaan ini memuat korban yang ditimbulkan
akibat gizi buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat
terjadi, bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat,
pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan bencana, hambatan
yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya diversifikasi pangan,
gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca bantuan, dan kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana. Berikut
penjelasan lengkapnya:
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk dan Campak.
Pada kategori ini yang dimaksud adalah seluruh pemberitaan yang
menyatakan bahwa gizi buruk dan campak menimbulkan korban baik
korban jiwa maupun korban terdampak. Kategori ini terfokus hanya pada
korban manusianya saja.
40
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan di Asmat Terjadi.
Penekanan pada ketegori ini adalah seluruh pemberitaan yang
menyatakan bahwa bencana kesehatan yang terjadi di Kabupaten Asmat
ialah akibat minimnya pendidikan kesehatan, gaya hidup masyarakat,
kurangnya tenaga kesehatan, hingga infrastruktur yang tidak memadai.
3. Bantuan yang Diberikan kepada Korban Bencana Kesehatan di Asmat.
Kategori ini maksudnya ialah seluruh pemberitaan yang menyatakan
adanya kegiatan pemberian bantuan kepada korban setelah bencana
kesehatan di Asmat terjadi, baik dalam bentuk materi ataupun non materi.
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Bencana.
Penekanan dari kategori ini ialah seluruh pemberitaan yang
menyatakan peran pemerintah daerah harus dimaksimalkan, baik dari segi
peran maupun anggaran, tidak termasuk apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah pusat, karena masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia
sudah mempunyai tanggung jawab otonomi daerahnya masing-masing.
5. Hambatan yang Dihadapi dalam Memberikan Bantuan.
Kategori ini ialah yang menyatakan adanya hambatan untuk
melakukan pertolongan maupun bantuan, seperti medan yang sulit
dijangkau. Fokusnya pada hal-hal yang menyebabkan pemberitan bantuan
terhambat.
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan.
Seluruh pemberitaan yang menyatakan diversifikasi pangan ialah
hal penting. Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar
masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong
41
untuk juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan
pokok yang selama ini dikonsumsinya. Di Indonesia, diversifikasi pangan
dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai
satu-satunya makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan
pangan yang lain.
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat.
Maksudnya ialah penggambaran umum warga, lingkungan, serta
gaya hidup masyarakat di wilayah Asmat.
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan.
Penekanan kategori ini ada pada keadaan di Asmat saat bencana
kesehatan telah mendapatkan pertolongan.
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Pusat untuk Penanggulangan
Bencana.
Pada kategori ini ialah kebijakan yang seharusnya diambil
pemerintah pusat terkait penanganan bencana kesehatan di Asmat, tidak
termasuk apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah.
Setelah semua data selesai diberi kategori, data tersebut diberikan kepada
coder atau juri. Juri bertugas melakukan uji koder yaitu membantu penelitian dalam
memberi kategori berita-berita ke dalam tema yang ada dalam lembar koding. Tiga
orang juri dipilih yang sesuai dengan kriteria dalam syarat-syarat metode penelitan
anaisis isi, yaitu:
a. Rheza Alfian (Peneliti)
b. Fakhrizalhaq (Mahasiswa)
c. Denny Aprianto (Mahasiswa)
42
Setiap juri akan diberikan alat ukur dan diminta untuk memberikan
penilaian sesuai dengan petunjuk dalam lembar coding. Juri akan diminta untuk
membaca berita Harian Kompas kemudian memasukannya ke dalam coding sheet,
yakni berupa tabel daftar cek yang berisi kategori-kategori berita yang akan diukur.
Setelah itu, hasil dari pengisian juri ini yang diperbandingkan, dihitung berapa
persamaan dan berapa perbedaannya. Hasil dari kesepakatan itulah yang dijadikan
sebagai keofisien reliabilitas.
Diperlukan rujukan dalam penelitian dengan membuat definisi operasional.
Definisi operasional merupakan bagian terpenting dalam mendefinisikan apa yang
diteliti oleh peneliti dalam menjabarkan konsep atau variabel yang diukur dalam
sebuah penelitian secara detil berupa prilaku, aspek atau karakteristik. Dengan
demikian definisi operasional bukan mendefinisikan pengertian atau makna pada
teori namun lebih terkait dengan hal-hal yang menghubungkan ukuran atau
indikator dari suatu variabel.8 Penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu agenda
media pemberitaan bencana kesehatan yang terjadi di Asmat.
Demi memenuhi unsur objektivitas, hasil penghitungan dari proses
pengukuran unit analisis perlu diuji kembali. Dibutuhkan rumus yang dipakai dalam
penghitungan tingkat keterpercayaan antar juri pada penelitian ini menggunakan
intercoder reliability dari Holsti, yaitu:9
CR= 2M x100%
N1+N2
8 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013) h.97. 9 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 290.
43
Keterangan:
CR = Coeficient Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding
NI, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding
Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, 0 berarti tidak ada satupun yang
disetujui oleh para coder dan 1 berarti persetujuan sempurna di antara para coder.
Makin tinggi angka, makin tinggi pula angka reliabilitas. Dalam formula Holsti,
angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70 persen. Artinya,
kalau hasil perhitungan menunjukan angka reliabilitas di atas 0,7 berarti alat ukur
ini benar-benar reliabel. Tetapi, jika di bawah angka 0,7, berarti alat ukur (coding
sheet) bukan alat yang reliabel.10
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai
berikut:
1. Data Primer
Data primer didapat mealui observasi. Observasi merupakan kegiatan
mengamati secara langsung tanpa mediator.11 Adapun observasi yang penulis
lakukan dengan meninjau hasil berupa teks berita yang telah dikumpulkan dari
Harian Kompas, selama 1 Januari hingga 30 Maret 2018 sebanyak 128 judul
beserta sub judul pemberitaan.
10 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 290. 11 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h.106.
44
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengolahnya. Data sekunder ini diperoleh dari buku,
jurnal, dan situs-situs internet yang berkaitan dengan isu pemberitaan yang
menjadi objek penelitian.
F. Teknik Analisis Isi
1. Definisi Analisis Isi
Analisis isi merupakan salah satu penelitian yang dipakai untuk
mengetahui isi yang terdapat dalam dokumen. Perbedaan analisis isi dengan
bentuk penelitian yang lain adalah penggunannya. Analisis isi dipakai untuk
mengukur secara kuantitatif aspek-aspek tertentu dari isi secara tersurat.12
Dalam sejarahnya menurut Kripendoff, analisis isi hadir pertama kali di
Swedia pada abad XVII. Namun, sampai pada 1920-an analisis isi baru
mendapat pengakuan sebagai metode ilmiah oleh para ilmuan sosial dari
berbagai bidang. Hingga saat ini, beragam disiplin ilmu menggunakan metode
ini seperti sosiologi, komunikasi, psikologi, politik, dan antropolgi.13 Pada abad
ke-20, analisis isi dinilai sangat penting dalam bidang politik terkait efek
propaganda dan pesan persuasif lainnya.14
Berelson dalam Andi Bulaeng mengemukakan bahwa analisis isi adalah
cara yang digunakan untuk menggambarkan isi pernyataan suatu komunikasi
12 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 1. 13 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 6. 14 Daniel Riffe, dkk., Analyzing Media Messages: Using Quantitative Content Analysis in
Research, 2th ed (New York: Routledge, 2014), h. 4.
45
dengan cara menganisis dan mempelajarinya secara objektif, kuantiatif, dan
sistematis.15 Kripendorf melihat analisis isi sebgai teknik untuk membuat
inferensi yang sahih datanya dan dapat ditiru lewat konteksnya.16 Sementara
Budd mengatakan analisis isi adalah sesuatu yang digunakan untuk mengolah
pesan dan menganalisis pesan dengan cara yang sistematis.17 Pesan adalah apa
yang terlihat, didengar, dirasakan, atau dibaca. Sebaliknya, analisis isi tidak
meniliti aliran produksi dan pertukaran makna, ini berkaitan dengan penafsiran.
Dengan kata lain, analisis isi meneliti apa yang tersurat, bukan tersirat.
Pada dasarnya seperti yang diutarakan Robert Philip Weber dalam
bukunya Basic Content Analysis edisi ke-2 bahwa analisis isi menekankan
metode penelitian untuk mendapat kesimpulan dari pesan yang valid pada teks.
“Content analysis is a research method that uses a set of
proceduresto make valid inferences from text. 1 These inferences are about
thesender(s) of the message, the message itself, or the audience of the
message.”18
Kesimpulan tersebut didapat dengan cara menghitung atau mengukur
aspek dari isi dan menyajikannya secara kuantitatif. Analisis isi hanya
menekankan pada apa yang tersurat dengan memberi tanda atau meng-coding
apa yang dilihat peneliti. Jadi, dapat dikatakan, analisis isi adalah suatu metode
15 Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer (Yogyakarta: Andi, 2004),
h. 164. 16 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 15. 17 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, h. 230. 18 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed (California: Sage Publications,
1990), h.9.
46
penelitian yang dilakuan untuk meneliti pesan dengan melakukan serangkaian
prosedur secara sistematis, objektif, dan kuantitatif.
Ilmu komunikasi menggunakan analisis isi sebagai salah satu metode
utama. Analisis isi sebagai penelitian yang mempelajari isi media. Peneliti dapat
mengetahui tren dari isi, gambaran isi, dan karakteristik pesan. Selain hal itu,
dalam ilmu komunikasi analisis isi juga mempelajari semua konteks
komunikasi (komunikasi organisasi, kelompok, maupun antarpribadi), dengan
syarat adanya dokumen.19
2. Ciri-Ciri dalam Analisis Isi
Dalam penelitian menggunakan analisis isi, harus memiliki ciri-ciri
objetif, sistematis, replikabel, isi yang tampak, perangkuman, dan generalisasi.
Objektif artinya betul menamplikan isi yang ada dalam teks dan bukan dari
subjektivitas dari peneliti. Terdapat dua hal dari objektif anaisis isi yakni
validitas dan reliabilitas20. Validitas mengandung arti tentang alat ukur
mengenai keabsahan suatu varibel apa sesuai dengan yang diharapkan.21
Sedangkan reliabilitas berarti sejauh mana menghasilkan hasil yang sama,
ketika teks yang sama dikerjakan lebih dari satu coder atau orang yang
berbeda.22
19 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 11. 20 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 16. 21 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, h.18. 22 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, h.17.
47
Sistematis berarti penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan
definisi dan kategori yang sama untuk semua bahan yang akan dianalisis.23
Sementara replikabel yakni penelitian dengan temuan tertentu dapat diulang
dengan menghasilkan temuan yang sama juga, meskipun dilakukan oleh
peneliti, waktu, dan konteks yang berbeda-beda.
Lalu isi yang tampak, artinya bagian dari isi yang terlihat nyata atau
tampak. Sedangkan perangkuman (summarizing) dibuat untuk membuat
gambaran umum karakteristik dari suatu pesan. Terakhir yaitu generalisasi,
yang digunakan jika analisis isi menggunakan sampel untuk memberikan
gambaran populasi.24
Sebagai sebuah metode penelitian, tentu analisis isi juga memiliki
tahapan-tahapan. Terdapat tiga tahap dalam analisis isi, yaitui:25
a. Merumuskan masalah
Rumusan masalah masih berbentuk konsep-konsep. Suatu konsep
dengan tema tertentu yang harus dicari ukuran-ukurannya dan apa
termasuk dalam tema tersebut. Ukuran-ukuran ini disebut
kategorisasi.
b. Menyusun kerangka konseptual untuk riset deskriptif atau kerangka
teori untuk riset eksplanasi.
23 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 19 24 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
Ilmu Sosial Lainnya, h. 29-30. 25 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran , h. 234.
48
Peneliti cukup mendefinisikan serta mengemukakan ukuran
atau operasional dari suatu tema. Hasilnya adalah sebuah
kategorisasi yang dijadikan sebagai ukuran-ukuran suatu tema,
misalnya tema berita politik.
c. Menyusun perangkat metodologi
1) Menentukan prosedur atau metode pengukuran, dalam hal
ini ukuran-ukuran tetentu dijabarkan dalam suatu konsep, umumnya
dalam bentuk kategori beserta indikator-indikatornya.
2) Menentukan unit analisis, kategorisasi dan uji realibilitas.
3) Menentukan populasi dan sampel.
4) Menentukan metode pengumpulan data.
5) Menentukan metode analisis.
6) Analisis dan interpretasi data.
G. Uji Realibilitas
Untuk memeperoleh reliabelitas dan validitas kategori isu dalam konten
pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat diadakan pengujian kategori pada tiga
orang juri atau koder yang dipilih dan mampu memberikan penelitian secara
objektif. Hasil dari kesepakatan tim juri tersebut dijadikan sebagai koefisien
reliabelitas.
Kategori yang terdapat pada pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas adalah kategori isu pemberitaan dan kategori bentuk pemberitaan.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.
49
Tabel 1. Kategori Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas
No. Kategori Pemberitaan
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk dan Campak
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan di Asmat Terjadi
3. Bantuan yang Diberikan kepada Korban Bencana Kesehatan di Asmat
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Bencana
5. Hambatan yang Dihadapi dalam Memberikan Bantuan
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Pusat untuk
Penanggulangan Bencana
Pada penelitian selama tiga bulan, Harian Kompas menerbitkan 128
judul dan sub judul pemberitaan terkait Bencana Kesehatan di Asmat. Ada 20 judul
dan sub judul yang dimasukan ke dalam lembar koding untuk diujikan kepada para
juri atau koder. Berikut ini adalah tabel dari hasil kesepakatan antar juri pada
pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat.
Tabel 2. Koefisien Reliabelitas Kesepakatan Semua Kategori
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
Juri ke 1 dan 2 18 15 3 0.83
Juri ke 1 dan 3 18 14 4 0.78
Juri ke 2 dan ke 3 18 15 3 0.83
50
Komposit Reabilitas = 3(0.81) = 0.92
1 + (3 − 1) (0.81)
Dari tabel di atas menunjukkan kesepakatan antara juri 1 dan 2 sebesar 0.83
(hal ini menunjukan kesepakatan yang sangat baik antar kedua juri). Kesepakatan
antar juri 1 dan 3 sebesar 0.78 (menunjukkan kesepakatan baik antar kedua juri).
Kesepakatan antar juri 2 dan 3 sebesar 0.83 (menunjukkan kesepakatan yang sangat
baik antar kedua juri).
Kemudian untuk menghitung rata-rata perbandingan nilai kesepakatan antar
juri tersebut dihitung dengan rumus komposit reliabelitas. Dari hasil yang
ditemukan bahwa rata-rata tingkat kesepakatan antar juri untuk kategori-kategori
yang dibuat yaitu sebesar 0.92, hal ini menunjukkan kesepakatan yang sangat baik
di antara para juri. Setelah dilakukan penghitungan reliabelitas terhadap tiga juri
atas kategori-kategori tersebut, kategori dapat dianggap reliabel sebagai sebuah
kategori penelitian.
51
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Kategori Dominan dalam Pemberitaan Bencana Kesehatan di
Asmat pada Harian Kompas
Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas dibagi
dalam 9 kategorisasi. Kategori tersebut ialah korban yang ditimbulkan akibat gizi
buruk dan campak, hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi,
bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan di Asmat,
pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam penanggulangan bencana, hambatan
yang dihadapi dalam memberikan bantuan, pentingnya diversifikasi pangan,
gambaran umum wilayah Asmat, kondisi Asmat pasca bantuan, dan kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana. Kategori atau
indikator ini digunakan untuk menemukan agenda yang dianggap penting oleh
suatu media, Salah satu cara mengukur agenda media adalah dengan melihat
kategori atau indikator yang ditonjolkan media.
Berikut ini adalah hasil jumlah berita dari kategori pemberitaan Bencana
Kesehatan di Asmat pada Harian Kompas, total ada 65 judul dan 63 sub judul berita
(total 128 item).
Tabel 1. Jumlah Pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada
Harian Kompas berdasarkan Rangking Frekuensi Muncul
No. Kategori Frekuensi Persentase
1. Korban yang Ditimbulkan Akibat Gizi Buruk
dan Campak
16 13 %
2. Hal yang Menyebabkan Bencana Kesehatan
di Asmat Terjadi
23 18 %
52
3. Bantuan yang Diberikan Kepada Korban
Bencana Kesehatan di Asmat
21 16 %
4. Pengoptimalisasian Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Bencana
12 9 %
5. Hambatan yang Dihadapi Dalam Memberikan
Bantuan
11 9 %
6. Pentingnya Diversifikasi Pangan 15 12 %
7. Gambaran Umum Wilayah Asmat 6 5 %
8. Kondisi Asmat Pasca Bantuan 3 2 %
9. Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pusat untuk Penanggulangan Bencana
21 16 %
Total 128 100 %
Dari penghitungan jumlah judul dan subjudul pada tabel di atas
menunjukkan kategori pemberitaan Bencana Kesehatan di Asmat pada Harian
Kompas terdapat 128 item. Jumlah kategori pemberitaan yang paling dominan
terdapat pada kategori hal yang menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi
sebanyak 23 pemberitaan atau sekitar 18% dari total pemberitaan. Hairan Kompas
menganggap pemberitaan kategori ini sangat penting dibandingkan dengan kategori
lainnya, sebab dengan mengetahui apa yang menyebabkan bencana kesehatan di
Asmat dapat terjadi, pembaca dalam hal ini pemerintah dan publik dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk merespon bencana kesehatan ini.
Setelah memberikan frekuensi yang dominan pada kategori hal yang
menyebabkan bencana kesehatan di Asmat terjadi, Harian Kompas memberikan
frekuensi yang dominan selanjutnya pada kategori kebijakan yang harus dilakukan
pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana dengan frekuensi muncul
sebanyak 21 kali atau sekiatr 16% dari total pemberitaan. Kategori ini memiliki
53
frekuensi muncul yang sama dengan kategori bantuan yang diberikan kepada
korban bencana kesehatan di Asmat. Dengan memunculkan kategori ini secara
dominan, Harian Kompas mengajak pembaca untuk mengetahui apa kebijakan
yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat, kebijakan yang dimaksud ialah seperti
penetapan peristiwa ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), apa upaya yang harus
dilakukan dalam menanggulangi bencana ini, dan lain sebagainya. Kemudian,
Harian Kompas juga menstimulus pembaca melalui pemberitaannya dengan
memberitakan kategori bantuan yang diberikan kepada korban bencana kesehatan
di Asmat. Dengan memberikan dominasinya kepada kategori ini, Harian Kompas
menganggap kategori ini juga cukup penting untuk diketahui pembaca. Sebab,
ketika pembaca mengetahui apa saja bantuan yang telah diberikan kepada korban
bencana kesehatan di Asmat, publik dapat mengetaui sudah sampai mana kejadian
luar biasa ini mendapat perhatian dari pemerintah. Tidak hanya itu, dengan
mengetahui kategori ini, publik juga dapat mengetahui apa saja bantuan yang
kurang dan dapat segera memberikan bantuan yang belum ada di tempat bencana
kesehatan tersebut.
Masih terkait dengan tiga kategori sebelumnya, kategori yang dominan
muncul selanjutnya ialah kategori mengenai korban yang ditimbulkan akibat gizi
buruk dan campak dengan frekuensi 16 kali muncul atau sekitar 13% dari total
pemberitaan. Kategori ini cukup penting untuk diberitakan karena kategori ini dapat
mengukur seberapa besar bencana kesehatan yang terjadi di Asmat. Ketika sebuah
bencana tidak diketahui seberapa besar jumlah korbannya, tentu sangat sulit untuk
menetapkan seberapa parah bencana yang ada, sebab sebuah bencana yang
memiliki jumlah korban jiwa yang sangat banyak dapat mempengaruhi kebijakan
54
apa saja yang harus diambil pemerintah, serta juga akan sulit mengetahui seberapa
besar bantuan yang dibutuhkan dalam bencana tersebut.
Tidak hanya berfokus pada pemberitaan inti di atas, Harian Kompas juga
memberitakan kategori lainnya yang cukup penting, yaitu kategori pentingnya
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar
masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong untuk
juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang
selama ini dikonsumsinya.1 Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan agar
masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai satu-satunya makanan pokok
yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki
beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti
sukun, ubi, talas, dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan salah satu cara menuju
swasembada beras dengan mengurangi konsumsi beras sehingga total konsumsi
tidak melebihi produksi. Sebagaimana diketahui, bahwa makanan pokok di Papua
ialah sagu. Namun anak-anak di Asmat lebih menyukai beras dan mie instan yang
tidak ditanam di tanah mereka sendiri.2 Harian Kompas melalui pemilihan
narasumbernya mendorong agar masyarakat di Papua, khususnya Asmat untuk
lebih banyak mengkonsumsi sagu yang sudah menjadi makanan pokok masyarakat
di sana. Kategori ini mendapat frekuensi muncul sebanyak 15 kali atau sekitar 12%
dari total pemberitaan. Diversifikasi pangan merupakan salah satu penyebab
bencana kesehatan di Asmat ini terjadi, tetapi penulis memberikan tempat sendiri
1 Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. 2 B Josie Susilo Hardianto, Ironi Asmat: Gizi Buruk di Tengah Rawa Penuh Sagu dan Ikan,