AGAMA YAHUDI Pendekatan pada llmu Agama·Agama 3 Copyright© 2018 by Olaf Herbert Schumann
Gambar sampul: Barang rampasan dari Bait Suci di Yerusalem diangkut ke Roma pada tahun 10 Masehi (Foto: Daniel Gloor)
Diterbitkan oleh PT BPK Gunung Mulia JI. Kwitang 22-23, Jakarta 10420 E-mail: [email protected] Website: www.bpkgunungmulia.com Anggota IKAPI Hak Cipta dilindungi Undang-undang Cetakan ke-1: 2018
Penyunting: Adri B. Setiawan dan Veronica B. Vonny Tata letak: Varian Desain Sampul: Arie Setiawati
Katalog dalam Terbitan (KOT)
Schumann, Olaf Herbert
Agama Yahudi : pendekatan pada ilmu agama-agama 3 I oleh Olaf Herbert Schumann; - Cet. 1. - Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018 xxiv, 192 him.; 21 cm
1. Agama Yahudi. I. Judul.
296
ISBN 978-602-231-547-6
2. Sejarah - Agama Yahudi. 3. Filsafat - Filsafat Yahudi
KATA SAMBUTAN Leonard Chrysostomos Epafras1
D upanya topik Yahudi dan agama Yahudi (Yudaisme) mempunyai
.l '-Peminat yang cukup besar di Indonesia. Ada beberapa buku
mengenai Yudaisme yang diterbitkan bagi pembaca Indonesia, sementara
buku-buku yang membahas kaum Yahudi secara umum rasanya bahkan
lebih banyak lagi. Buku-buku tentang Yudaisme, langsung maupun
tidak, berbicara tentang kaum Yahudi pula. Terlebih karena istilah
"Yahudi" terdapat dalam tradisi Islam dan Kristen, sehingga tidak
1 Leonard Chrysostomos Epafras adalah staf pengajar dan peneliti di Universitas Kristen Duta Wacana dan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS). Beliau pernah belajar beberapa waktu di Duke Islamic Studies Center, Universitas Duke, Durham, Hebrew Union College, Los Angeles, dan Schusterman Center for Israel Studies, Universitas Brandeis, Boston. Minat penelitiannya adalah Yudaisme, Sejarah Agama, dan Religi-on Online. Menulis beberapa artikel mengenai relasi Islam dan Yudaisme, relasi Israel-Palestina, Yudaisme, Sejarah Yahudi di Indonesia, Budaya Populer dan Religi-on Online. Beberapa artikel tersebut dapat diakses di https:// ukdw.academia.edu/LeonardChrysostomosEpafras. Beliau dapat dihubungi melalui alamat email: [email protected].
vii
viii I AGAMA YAHUDI
heran Yudaisme senantiasa berada dalam apitan kedua tradisi agama
ini. Sementara itu, buku-buku tentang Yahudi secara umum memiliki rentang topik yang lebih luas, mulai dari perpolitikan di Timur Tengah
khususnya dalam kaitan Israel dan Palestina serta negara-negara Arab,
kisah Yahudi di dunia Barat, holocaust (atau Shoah), konspirasi Yahudi,
hingga humor Yahudi. Buku-buku semacam ini sudah ada sejak tahun
1940-an dengan terjemahan buku harian Anne Frank, seorang gadis
Yahudi yang terbunuh di kamp konsentrasi Jerman. Sesudah itu, buku
komprehensif tentang sejarah dan agama Yahudi muncul tahun 1975 oleh penerbit Katolik, terjemahan dari karya Abba Eban, Menteri Luar
Negeri Israel. Buku ini dapat diduga ditujukan bagi pembaca Kristen.
Sementara itu, bagi pembaca Islam, ada buku karya penulis Mesir yang
pernah mengajar di Indonesia, Ahmad Shalaby, yang diterjemahkan
sejak tahun 1977, dan mengalami cetak ulang dan revisi hingga terbitan
tahun 2006.
Secara umum, buku-buku dengan topik Yahudi dan agama Yahudi
terbagi dalam dua jenis, yaitu buku-buku terjemahan, baik dari penerbit
Barat maupun penerbit dari negara-negara Arab. Yang kedua adalah
karya orang Indonesia sendiri. Sejauh pengamatan saya yang terbatas
dengan memanfaatkan internet sebagai sumber informasi, jenis yang
kedua ini semakin berkembang.
Menariknya, buku-buku terjemahan ditulis oleh berbagai kalangan
non-agamis, Yahudi, Kristen, dan Muslim, sementara buku-buku karya
orang Indonesia sendiri didominasi oleh penulis Muslim. Kesan yang
perlu ditelusuri lebih jauh adalah bahwa isu Yahudi (termasuk Yudaisn1e
di dalamnya) semula lebih menjadi persoalan orang Muslim daripada
Kristen. Namun, saat ini ada pergeseran besar di kalangan Kristen sejak
Perdamaian Oslo 1993, yang semakin menguat sejak tahun 2000-an
ketika muncul kelompok Kristen Mesianik, yang semakin menguat
sejak tahun 2010 dengan munculnya identitas baru komunitas Yahudi
Indonesia. Pergeseran ini sebagian dapat diterangkan oleh semakin
mudahnya melakukan ziarah ke Israel dan perkembangan pesat internet
yang saat ini menjadi elemen pen ting pembentukan identitas keagamaan
KATA SAMBUTAN I ix
ra- ra tersebut, isu Yahudi mulai masuk dalam
ri t n Indon sia dan tercermin dengan beragam
i u i d buku-buku t ~ ntang Yahudi, Yudaisme, serta relasi
isten. Int · rnet memberi p luang lebih luas bagi diskusi
udi dan Yudaisme di luar medium buku, misalnya melalui
bl . d m ·a sosial.
Di tengah dinamika di atas, terbitan-terbitan yang informatif,
imbang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan bernu
ansa, t rnyata tidak banyak. Sebagian besar cenderung berada dalam
polarisasi dua sikap terhadap Yahudi, yaitu antagonistis, yang bentuk
ekstr mnya adalah antisemitisme, clan sikap gandrung yang berlebihan
terhadap segala sesuatu yang berbau Yahudi, atau filosemitisme. Jika
sikap antagonistik menekankan konspirasi Yahudi mengendalikan
dunia ini dan semangat antiagama lain, khususnya Islam, sementara
yang gandrung dengan Yahudi cenderung memuja kehebatan dan
capaian-capaian orang Yahudi tanpa melihat kerumitan dan konteks
sejarahnya. Kedua sikap ini sama-sama memproyeksikan Yahudi sebagai
penanda atau objek simbolis yang berada di luar sejarah dan senantiasa
tak berubah. Akibatnya, Yahudi sering kali hanyalah ccwajah" dan
'suara ketiga" dari ketegangan antaragama di Indonesia. la bukanlah
suatu kenyataan sejarah, budaya, dan keagamaan, tetapi figur yang
sudah dijebak dalam imajinasi keagamaan clan sosial tertentu, dicintai
sekaligus dibenci.
Dalam kekristenan, kecenderungan di atas tampak dengan me
ringkaskan persoalan Yahudi clan Yudaisme semata-mata dalam
representasi agama Perjanjian Lama. Bahkan, sekalipun Perjanjian
Baru telah menunjukkan tanda-tanda yang gamblang atas perbedaan
agama Yahudi masa itu-dalam buku Pak Olaf Schumann (selanjutnya
Pak Olaf) ini disebut Yudaisme Zaman Bait Sud Kedua-dengan agama
Israel kuno yang dimanifestasikan dalam beberapa kitab sebelum
era Pembuangan Babel, namun Yahudi zaman Yesus clan masa kini
dipandang tak lebih sebagai sisa-sisa agama Perjanjian Lama. Identitas
x I AGAMA YAHUDl
Yahudi sendiri, beserta istilah-istilah yang terkait dengannya, sepeni
I ra I dan Zionisme, dibaca secara senapas. Di kalangan Muslim, kecenderungannya adalah memulainya
d ngan menunjukkan relasi sulit antara Nabi Muhammad dan kaum
Yahudi Madinah, lalu membahas tentang sejarah Yahudi-beberapa di antaranya cukup akurat- namun langsung melompat pada persoalan
kontemporer tentang konspirasi Yahudi mengendalikan dunia melalui
Kabbalah, Freemason, Rotary Club, Iluminati, dan sebagainya. Lebih khusus lagi dihubungkan langsung dengan kejahatan Israel terhadap
Palestina. Israel tidak saja menjadi simbol musuh Islam, tetapi bangsa
Palestina juga diringkas sebagai simbol kaum Muslim yang tertindas,
dengan mengabaikan kenyataan sejarah panjang bangsa Arab Kristen
clan Muslim serta pembentukan identitas Palestina sendiri. Sebuah karya
antisemitik yang sangat berpengaruh, yaitu Protokol Tetua Zion yang
telah dibuktikan sebagai karya hoax ten tang konspirasi untuk menguasai
dunia, sangat berpengaruh di dunia Barat pada awal abad ke-20 sampai
saat ini. Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sejak
tahun 1979 dan masih diterbitkan pada tahun 2006, sementara inti
konspirasinya bertebaran di situs-situs internet berbahasa Indonesia
sampai hari ini. Karya ini menjadi rujukan bagi sikap antagonisme
sebagian Muslim Indonesia kepada Yahudi.
Buku Pak Olaf yang ada di tangan Anda saat ini melampaui
dinamika di atas dan berada dalam jajaran karya yang melihat persoalan
Yahudi clan agama Yahudi secara jernih, faktual, dan berdimensi
antaragama. Soal dimensi antaragama ini jarang muncul dalam tulisan
tentang agama Yahudi di Indonesia. Buku ini berada dalam rangkaian
buku-buku tradisi agama karya Pak Olaf yang akan memperkuar
gambar besar kajian agama untuk pembaca Indonesia.
Namun, lebih dari sekadar menjadi salah satu jilid kajian agama, ada konsistensi dalam buku ini untuk melihat suatu isu dalam kaitan
dengan agama lain, khususnya Kristen dan Islam. Kaitan itu muncul
di batang tubuh maupun dalam catatan-catatan kaki yang banyak itu.
Kaitan ini juga tampak dalam penggunaan istilah yang bagi sebagian
KATA SAMBUTAN I XI
orang tidak umum didengar. Memang ini bisa menjadi tantangan
tersendiri bagi pembaca awam, namun bisa juga menjadi jalan masuk
pembelajaran agama Yahudi berdimensi antaragama. Di lain pihak, Pak
Olaf juga menyajikan banyak istilah Ibrani atas kata-kata kunci konsep
tertentu yang tentu akan memberi bobot didaktis tersendiri.
Buku ini ditulis kurang lebih secara kronologis sebagai perjalanan
bangsa Yahudi sejak era Perjanjian Lama, namun memberi porsi terbesar
pada momen sejarah sesudah Pembuangan Babel ketika identitas Yahudi •
sudah lebih stabil, sebagai kelanjutan identitas Israel Kuno. Dua bab
buku ini dikhususkan pada sejarah Yahudi pada zaman Bait Allah Kedua
atau Haikal Kedua, dan diakhiri dengan bab yang mengulas masa abad
pertengahan, masa pemerintahan Islam di Andalusia (Spanyol). Memang
berhentinya diskusi di abad pertengahan menimbulkan kehausan dan
rasa penasaran, sebab masih banyak cerita yang belum dibahas hingga
di era modern ini.
Pada bah terakhir itu dibahas cukup detail mengenai tradisi mistik
Yahudi yang disebut dengan Kabbalah. Menarik sekali bagian ini,
khususnya pembahasan tentang pohon sefirot yang menggambarkan
aristektur ilahi secara sangat imajinatif. Lebih menarik lagi diskusi
tentang "robot Yahudi" golem dan legendanya. Golem merupakan
gambaran manusia spiritual yang rentan-dihidupkan oleh kata Ibrani
emet {"kebenaran")-tapi dengan mudah dicabut nyawanya menjadi
met {"kematian'') hanya dengan menghapus huruf ale/ dari kata emet.
Dalam versi legendanya, golem digambarkan sebagai "mesias kecil"
Yahudi yang menyelamatkan mereka dari musuh-musuh Yahudi.
Bagian Kabbalah ini menurut saya penting karena sebagai penghapus
gambaran antisemitik yang memojokkan Kabbalah sebagai organisasi
rahasia Yahudi dengan agenda-agenda jahatnya. Ia lebih jauh berpeluang
menjadi titik diskusi bersama antara Kristen dan Yudaisme sebagaimana
tradisi mistisisme ini telah menjadi inspirasi gerakan Kabbalah Kristen
abad ke-16 yang berusaha mendudukkan Yesus dalam struktur sefirot
JUga.
xii I AGAMA YAHUDI
Pemerhari Perjanjian Lama dalam tradisi Kristen mendapatkan
manfaat dari beberapa diskusi, misalnya soal gagasan berit (''perjanjian" .
Namun, lebih cocok lagi bagi mereka yang menggumuli Perjanjian
Baro karena ad.a diskusi mengenai latar historisnya beserta munculnya
golongan keagamaan dan sosial, seperti Parisi, Saduki; Zelot, dan Eseni.
Saya pribadi memberi apresiasi tinggi bagi pembahasan bangsa
Yahudi di bawah pemerinrahan Islam, sebab biasanya buku tentang
Yahudi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia cenderung
memberi porsi terbesar sejarah Yahudi di Eropa dan negara-negara
Barat. Relasi Yahudi dan Islam menurut saya akan memberi manfaat
bagi diskusi bermakna dalam konteks masyarakat Indonesia yang
mayoritas penduduknya muslim, dengan dinamika persepsi Yahudi
seperti yang telah disinggung di atas.
Pembahasan tersebut berada di bab terakhir, yaitu yang diberi judul
"Sejak Abad Pertengahan". Seperti disinggung Pak Olaf pada bagian
ini, kisah bangsa Yahudi di bawah pemerintahan Islam, khususnya
di Andalusia, Spanyol, pada abad ke-9 sampai abad ke-11, dikenang
sebagai masa keemasan antaragama. Kaum Yahudi, lebih tepatnya
Yahudi Arab dan Kristen, dapat hidup berdampingan dengan damai.
Kaum Yahudi Arab ini sepenuhnya mengadopsi budaya Arab, termasuk
dalam nama diri dan konsep-konsep keagamaannya. Bisa dikatakan
pula bahwa bahasa Ibrani sebagai bahasa keagamaan Yahudi sistemnya
dibangun berdasarkan sistem bahasa Arab di era ini pula. Pemerintah
Islam memberi ruang luas bagi partisipasi kelompok non-Muslim
untuk aktif terlibat dalam kehidupan sosial politik. Sejarawan Spanyol,
Americo Castro y Quesada (1885-1972) yang menciptakan istilah la convivencia, diterjemahkan Pak Olaf sebagai "hidup bersama secara
damai". Quesada hanya mengkristalkan pendapat beragam sarjana dan
tokoh yang memuji era ini, seperti teolog Protestan Franz Delirzsch (1813-1890) yang menyebutnya "era keemasan", "mukjizat Spanyol"
oleh Shlomo Goitein (sejarawan Yahudi), al-firdaws al-mafijud, "firdaus
yang hilang" sebagaimana ratapan penyair Palestina, Mahmoud Darwish
KATA SAMB UTAN I xiii
(1941-2008), dan dramatisasinya sebagai "sepotong surga di Andalusia"
sebagaimana judul terjemahan karya Maria Rosa Menocal.
Sekalipun gambaran ini tidak sepenuhnya salah, namun sering
kali ia lebih merupakan proyeksi ke masa lalu daripada kenyataan
hubungan antaragama saat ini yang panas dan terpolarisasi. Pandangan
yang lebih kritis melihat kondisi lebih rumit daripada sekadar hidup
bersama secara damai. Brian Catlos menawarkan istilah conveniencia
untuk menekankan pentingnya melihat konteks sosial-politik dan
bukan agama yang menyebabkan terjadinya simbiosis mutualistis.
David Wacks lebih tajam lagi dengan menamainya contravivencia yang
menekankan relasi simbiosis yang polemis sekaligus produktif di antara
penguasa Islam dan subjek non-muslimnya. Namun, apapun itu, bah
ini penting untuk menegaskan keterkaitan sejarah Yahudi dengan
kelompok agama lainnya, sementara identitas Yahudi tidaklah purna,
baku, dan stabil, melainkan terus-menerus bertransformasi sesuai
dengan konteks perjumpaannya dengan tradisi keagamaan lain.
Studi Yahudi dan Yudaisme sangat berkembang pesat, khususnya
di arena relasi Yahudi dan Islam setelah pasca-Perang Dunia Kedua
dan holocaust yang -didominasi oleh urgensi membangun relasi Yahudi
dan Kristen. Penemuan arkeologis dan sejarah memberi wawasan baru
yang menguak relasi Yahudi dan Yudaisme dengan beragam kelompok
agama, budaya, dan sosial di luar dirinya. Penemuan kepustakaan
~ masif di Sinagoge Fustat, Kairo Tua, yang dikenal sebagai koleksi
~ Geniza Kairo ( disinggung sedikit oleh buku Pak Olaf ini dalam catatan -t:' -~ kaki no. --~) oleh Solomon Schechter, bersama dengan kepustakaan
~ sejenis di Leningrad/St.Petrograd (koleksi Firkovich) dan berbagai kota
lainnya, menguak relasi yang jauh lebih intim antara kaum Yahudi dan
kaum Muslim daripada yang semula dibayangkan orang. Penemuan
penemuan ini amat menggairahkan para peneliti sejarah Yahudi
sekaligus peneliti kajian agama sebagaimana ditunjukkan dengan
kemunculan berbagai buku terbitan Brill clan jurnal semacam Ginzei
Qedem. Menurut saya, perkembangan ini pen ting bagi peminat kajian
Yahudi clan tradisi keagamaan Ibrahimi di Indonesia. Pilihan Pak Olaf
xiv I AGAMA YAHUDI
dalam bah terakhir mengenai relasi Islam dan Yahudi di Andalusia itu
semakin memperkuat landasan bagi kelanjutan kajian semacam ini
dalam konteks Indonesia.
Tentu saja, saat ini semakin mudah mendapatkan informasi ten
tang sejarah dan teologi Yudaisme melalui internet maupun interaksi
langsung dengan kalangan Yahudi di seluruh dunia, namun wawasan
untuk kajian yang mendalam dan relevan dengan kondisi antaragama
di Indonesia tak tergantikan dengan akses internet. Buku ini adalah
sebuah kontribusi tentang Yudaisme yang disajikan mendalam clan peka terhadap realitas antaragama di Indonesia, oleh seorang teolog Jerman
yang bergumul dengan isu-isu Islam, kekristenan, dan relasi antaragama
di Indonesia sejak tahun 1970-an. Buku ini semacam destilasi antara
pengalamannya di Barat, khususnya sebagai seorang Jerman yang
terbebani dengan sejarah Shoah (holocaust) terhadap orang Yahudi,
dan pergaulannya bersama orang Indonesia dengan segala pengalaman
keagamaannya. Hal semacam ini melampaui capaian buku-buku
Yudaisme yang ditulis penulis Barat lain yang kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia. Para penerjemahnya sering kali tidak cukup
memiliki pengetahuan tentang Yudaisme sehingga kurang informarif
dan rentan terhadap kesalahpahaman. Namun, a:da juga tantangan
membaca buku Olaf, yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang "terlalu
baku" sehingga kurang mengalir. Wajar saja bahasa Indonesia bukanlah
bahasaibu Pak Ola£ Namun, ini bukanlah penghalang bagi merekayang
haus akan substansi karya bermutu ini.
Selamat menikmatinya.
Yogyakarta, 7 Oktober 2018.