Pengolahan air limbah laboratorium menggunakan proses biologi
tercelup aerobic
Khoirotul Latifah, Latif Abdul Rohman, M. Muhajjir
Syarifuddin,
Nur Noviyantika, Tsurayya Akira HasnaJurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang
I. Latar BelakangLimbah adalah buangan yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya
karena tidak mempunyai nilai ekonomi.Limbah mengandung bahan
pencemar yang bersifat racun dan bahaya.Limbah ini dikenal dengan
limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).Limbah Laboratorium adalah
buangan yang berasal dari laboratorium.Dalam hal ini khususnya
adalah laboratorium kimia.Limbah ini dapat berasal dari bahan
kimia, peralatan untuk pekerjaan laboratorium dan lain-lain.Limbah
laboratorium ini mempunyai resiko berbahaya bagi lingkungan dan
mahluk hidup (Nurfaiqoh.2012).Adapun Baku Mutu Air limbah salah
satunya berasal dari Industri Farmasi yang masih terkait dengan
adanya kandungan air limbah laboratorium juga,
yakni:(Pergub.No.69,2013)
Beberapa kegiatan lain yang menghasilkan limbah, adalah kegiatan
radiologi, kedokteran nuklir, pengobatan cancer dan limbah
laboratorium yang sebagian merupakan limbah dengan kandungan B3.
Dengan kata lain limbah cair B3 dapat memberikan dampak pada
kesehatan akibat kontak dengan B3 atau terpapar oleh pencemar
melalui berbagai cara maka dampak kesehatan yang timbul bervariasi
dari ringan, sedang sampai berat bahkan sampai menimbulkan
kematian, tergantung dari dosis dan waktu perjalanan. Jenis
penyakit yang ditimbulkan, pada umumnya merupakan penyakit non
infeksi antara lain : keracunan, kerusakan organ, kanker,
hypertensi, asma brochioli, pengaruh pada janin yang dapat
mengakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental,
gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan
dan lain-lain (Salvato, 1982). Limbah cair Laboratorium (misal sisa
analisis parameter COD) mengandung logam berat terlarut seperti
merkuri (Hg), perak (Ag), dan Krom (Cr) dalam konsentrasi tinggi
dapat berpotensi mencemari lingkungan. Meskipun dalam jumlah
sedikit, limbah ini bersifat sangat toksik sehingga perlu ditangani
lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan. (Suprihatin &
Nastiti, 2010)
Menurut Nusa Idaman (2000) menyebutkan bahwa, proses pengolahan
air limbah industri dan limbah rumah tangga secara biologi dengan
menggunakan reaktor bench scale yang terdiri dari 3 zona yakni zona
pengendapan awal, zona anaerob, zona aerob dan zona pengendapan
akhir, menghasilkan kesimpulan yakni Kombinasi biofilter tercelup
anaerob-aerob dapat menghilangkan polutan organik (SS) dengan
effesiensi cukup tinggi > 90 %. Proses ini cukup stabil terhadap
fluktuasi beban organic yang cukup tinggi serta dapat menghemat
suplai udara dan hemat listrik. (Ir. Nusa I.S,2000.) Sedangkan
menurut Suprihatin & Nastiti menyebutkan bahwa limbah cair
laboratorium dapat diolah menggunakan metode Presipitasi dan
Adsorbsi yakni dengan tingkat penyisihan logam Cr sebesar 97% pada
pH 10, penyisihan logam Hg dan Ag sebesar 97-99% pada pH 12,
sedangkan Adsorbsi dapat menurunkan lebih lanjut kadar logam Hg, Ag
dan Cr dalam filtrat hasil presipitasi. (Suprihatin & Nastiti,
2010)
Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu diharapkan dapat
melaksanakan proses pengolahan limbah cair laboratorium menggunakan
proses biologi tercelup aerobic, serta dapat mengetahui penurunan
kadar BOD dan COD yang masih terkandung dalam air limbah cair
laboratorium tersebut.II. Dasar Teori (Tinjauan Pustaka)Pengolahan
air limbah secara biologi merupakan pengolahan air limbah dengan
memanfaatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dimanfaatkan untuk
menguraikan bahan-bahan organic yang terkandung dalam air limbah
menjadi bahan yang lebih sederhana dan tidak berbahaya. Pemakaian
mikroorganisme disebabkan karena mikroorganisme memiliki enzim,
enzim inilah yang berfungsi untuk menguraikan bahan organic
tersebut.Jenis mikroorganisme yang umum dipergunakan dalam
pengolahan air limbah adalah BAKTERI. ( Ketut S, 2012)Kehidupan
mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, sehingga
dalam pengolahan air limbah secara biologi harus memperhatikan
lingkungan mikroorganisme yaitu : derajat keasaman (pH),
temperature, bahan makanan (nutrient) dan kebutuhan oksigen. (Ketut
S, 2012)Berdasarkan kebutuhan oksigen, pengolahan air limbah secara
biologi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) proses yaitu :a.
Pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu pengolahan air
limbah dengan mikroorganisme disertai dengan injeksi oksigen
(udara) kedalam proses. Pada proses ini jenis mikroorganisme yang
dipergunakan adalah mikroorganisme yang hidup dengan adanya Oksigen
Oksigen yang diinjeksikan dimanfaatkan oleh kehidupan
mikroorganisme dan proses oksidasib. Pengolahan air limbah secara
biologi anaerob, yaitu pengolahan air limbah dengan mikroorganisme
Tanpa injeksi oksigen (udara) kedalam proses. Pada proses ini jenis
mikroorganisme yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat
hidup tanpa adanya Oksigen c. Pengolahan air limbah secara biologi
Fakultatif, yaitu pengolahan air limbah dengan mikroorganisme Tanpa
injeksi oksigen (udara) secara langsung kedalam proses. Pada proses
ini terdapat dua jenis mikroorganisme yang dipergunakan yaitu
mikroorganisme aerob dan anaerob. Pada proses ini, umumnya pada
bagian atas kolam (tangki) akan bersifat aerob sedangkan pada
bagian bawah kolam akan bersifat anaerob.(Ketut S, 2012)Umumnya
bakteri merupakan mikroorganisme utama dalam proses pengolahan
biologi. Karakteristik mereka beragam dan kebutuhan lingkungan yang
sederhana membuat mereka dapat bertahan pada lingkungan air limbah.
Perlu diperhartikan bahwa mikroorganisme lain juga dapat ditemukan
pada lingkungan pengolahan air limbah namun peranannya dalam
oksidasi materi organik relatif kecil. Proses pengolahan biologi
juga dapat dibagi berdasarkan media pertumbuhan mikroorganismenya,
yaitu :
a. Suspended growth atau pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme
berada dalam keadaan tersuspensi di air limbah seperti pada reaktor
lumpur akif atau kolam oksidasi.
b. Attached growth atau pertumbuhan terlekat, mikroorganisme
tumbuh terlekat pada media pendukung yang berada di dalam air
limbah. Media pendukung ini dapat berupa media pendukung yang
bergerak (rotating biological contactor, fluidized bed,
rotortogue), diam (trickling filter, baffled reactor), terendam
(fluidized bed) maupuntidak terendam (trickling filter).c.
Kombinasi dari suspended dan attached growth.Secara keseluruhan,
tujuan pengolahan limbah secara biologis pada limbah domestik ialah
(1) Mengubah (mengoksidasi) unsure terlarut dan partikel
biodegradable ke dalam bentuk akhir yang cocok (2) Menangkap dan
menggabungkan padatan tersuspensi dan padatan koloid yang sulit
diendapkan pada lapisan biofilm (3) Mengubah atau menghilngkan
nutrien, seperti nitrogen dan fosfor (4). Pada beberapa kasus,
menghilangkan unsur dan senyawa trace organik spesifik. (Metcalf
& Eddy 2004)
1. Proses Aerob
Proses dimana menggunakan O2. Dibutuhkan aerasi sesuai dengan
kebutuhan yang diinginkan. Proses aerob biasanya menghasilkan
biomassa dalam jumlah besar (66%) dan menghasilkan air, gas, asam
organik (34%) (Sutapa DAI, 1999).
Reaksi yang terjadi :2. Proses Anaerob
Reaksi : Zatorganikcell CH RSH energi 4
(Bambang T. Basuki, 2001) Beberapa limbah Industri dengan kadar
COD dan BOD tinggi lebih efektif diolah dengan menggunakan proses
anaerob. Pengolahan limbah anaerob adalah sebuah metode biological
untuk peruraian bahan organik atau anorganik tanpa kehadiran
oksigen.Produk akhir dari degradasi anaerob adalah gas, paling
banyak metana (CH4), karbondioksida (CO2), dan sebagian kecil
hidrogen sulfide (H2S) dan hydrogen (H2). Proses yang terlibat a
dalah fermentasi asam dan fermentasi metana. (Metcalf & Eddy,
2004).
Pengolahan air limbah bilogis secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni:Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah
sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme
untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan
mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam
suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini
antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard
activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended
aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan
lainya.Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses
pengolahan limbah dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan
pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada
permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film
mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling
filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating
biologicalcontactor, RBC), contact aeration/oxidation(aerasi
kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau
kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas
dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas
mikroorganisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada
dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa
polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses
aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara
ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization
pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang
dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi.
(Nusa Idaman, 2000)Prinsip mekanisme Biofilm
Mekanisme proses metabolisme di dalam sitem biofilm aerobik
secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 3. Gambar
tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari
medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan
alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan
yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD),
ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau
film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang
bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air
limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme
yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan
diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni
dengan cara kontak dengan udara luar, pada sistem Trickling Filter
dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup
dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi. Jika lapiasan
mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan
mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada
bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam
kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S,
dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H2S yang
terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4 ) oleh bakteri
sulfat yang ada di dalam biofilm. Selain itu pada zona aerobik
nitrogen ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan
selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami
proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam
sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang
bersamaan maka dengan sistem tersebut maka proses penghilangan
senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Hal ini secara sederhana
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau
biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke
dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media
penyangga untuk pengebang-biakan mikroorganisme dengan atau tanpa
aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau
oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan
air.Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan
material organik atau bahan material anorganik.Untuk media
biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk tali, bentuk
jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan
(plate), bentuk sarang tawon dan lain-lain. Sedangkan untuk media
dari bahan anorganik misalnya batu pecah (split), kerikil, batu
marmer, batu tembikar, batu bara (kokas) dan lainnya. Di dalam
proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter tercelup
aerobik, sistem suplai udara dapat dilakukan dengan berbagai cara,
tetapi yang sering digunakan adalah seperti yang tertera pada
Gambar 5. Beberapa cara yang sering digunakan antara lain aerasi
samping, aerasi tengah (pusat), aerasi merata seluruh permukaan,
aerasi eksternal, aerasi dengan air lift pump, dan aerasi dengan
sistem mekanik. Masing-masing caramempunyai keuntungan dan
kekurangan. Sistem aerasi juga tergantung dari jenis media maupun
efisiensi yang diharapkan. Penyerapan oksigen dapat terjadi
disebabkan terutama karena aliran sirkulasi atau aliran putar
kecuali pada sistem aerasi merata seluruh permukaan media. Di dalam
proses biofilter dengan system aerasi merata, lapisan
mikroorganisme yang melekat pada permukaan media mudah terlepas,
sehingga seringkali proses menjaditidak stabil. Tetapi di dalam
sistem aerasi melalui aliran putar, kemampuan penyerapan oksigen
hampir sama dengan sistem aerasi dengan menggunakan difuser, oleh
karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar sulit
dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas belakangan ini
penggunaan sistem aerasi merata banyak dilakukan karena mempunyai
kemampuan penyerapan oksigen yang besar. Jika kemampuan penyerapan
oksigen besar maka dapat digunakan untuk mengolah air limbah dengan
beban organik (organic loading) yang besar pula. Oleh karena itu
diperlukan juga media biofilter yang dapat melekatkan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar. Biasanya untuk media
biofilter dari bahan anaorganik, semakin kecil diameternya luas
permukaannya semakin besar, sehinggan jumlah mikroorganisme yang
dapat dibiakkan juga menjadi besar pula. Jika sistem aliran
dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit banyak
terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses peumpukan lumpur
organik pada bagian atas media yang dapat mengakibatkan
penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya.
Jika terjadipenyumbatan maka dapat terjadi aliran singkat(Short
pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas
pengolahan dapat menurun secara drastis. (Nusa Idaman Said.2000,
pdf)
Gambar 5. Mekanisme pengolahan limbah Biofilter tercelup aerobic
dan anaerobicPada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan
menjadi: pengolahan menurut tingkatan perlakuanpengolahan menurut
karakteristik limbah. Laboratorium kimia sekolah merupakan salah
satu penghasil limbah cair, padat maupun gas.Kuantitas dan
frekuensi limbah laboratorium sekolah termasuk kecil, sedangkan
kandungan bahan pencemar termasuk bervariasi dan bahkan adayang
mengandung bahan buangan berbahaya.Limbah padat di laboratorium
kimia relatif kecil, biasanya berupa endapan atau kertas saring
terpakai, sehingga masih dapat diatasi.Demikian pula limbah yang
berupa gas umumnya dalam jumlah kecil, sehingga relatif masih aman
untuk dibuang langsung di udara.Tetapi berbeda dengan limbah cair,
umumnya laboratorium sekolah berlokasi di sekitar kawasan hunian,
sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah
dapat membahayakan lingkungan sekitar.Ulasan dalam makalah ini
terbatas pada penanganan limbah cair yang berasal dari laboratorium
kimia sekolah.
Indikasi Pencemaran Air
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual
maupun pengujian. Indikasi pencemaran air yang dapat diamati maupun
diuji meliputi :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen)
air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH
netral dengan kisaran nilai 6.5 7.5. Air limbah laboratorium yang
belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah
pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan organisme didalamnya.
Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta
langsung meresap ke dalam air tanah. Limbah dengan pH asam / rendah
bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak
akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air
warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi
bahwa air telah tercemar.Timbulnya bau pada air lingkungan
merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar.Air yang bau dapat
berasal dari limbag atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba
yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah
menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid
dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah yang berbentuk padat.
Limbah yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan
mengendap didasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi
koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur
melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia,
namun dapat diukur menjadi uji COD.Adapun komponen pencemaran air
pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan
organik dan bahan buangan anorganik.Limbah anorganik adalah limbah
yang tidak dapat diuraikan oleh organisme detrivor atau diuraikan
tetapi dalam jangka waktu yang lama. Bahan yang diuraikan berasal
dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaruhi, seperti
mineral, minyak bumi dan berasal dari proses industri, seperti
botol, plastik, dan kaleng. Limbah organik dapat dimanfaatkan baik
secara langsung (contohnya untuk makanan ternak) maupun secara
tidak langsung melalui proses daur ulang (contohnya pengomposan dan
biogas). Limbah anorganik yang dapat di daur ulang, antara lain
adalah plastik, logam, dan kaca. Namun, limbah yang dapat didaur
ulang tersebut harus diolah terlebih dahulu dengan cara sanitary
landfill, pembakaran (incineration), atau penghancuran
(pulverisation).(Endang Widjajanti, UNY)
Menurut D.Dewanti (2002) menyebutkan bahwa proses pengolahan
limbah biologis ini secara konvesional kecuali pemisahan actived
sludge dengan effluent yang dilakukan dengan membrane filtrasi
sebagai pengganti sedimentasi, Mikroorganisme yang digunakan pada
tangki aerobic merupakan bakteri dan protozoa. Bakteri sebagai
mikroorganisme yang paling dominan dengan ukuran micron. Sedangkan
protozoa sebagai indicator biologis kondisi lumpur aktif dengan
sistem aerobic. Menghasilkan kesimpulan yakni Removal COD
dipengaruhi oleh MLSS dari 2000 5000 mg/L. konsentrasi DO > 2
mg/L. sedangkan removal ammonia dan nitrat dipengaruhi oleh kondisi
anoxic, Pada penelitian diketahui bahwa penurunan COD dari awal
umpan 3600 mg/L menjadi 432,4 mg/L dan 1800 mg/L menjadi 376 mg/L
pada tangki aerobic. Dan dengan menggunakan membrane dapat
diturunkan lagi menjadi menjadi 473,281 dan 180 mg/L. (D. Dewanti,
2002)
Menurut Martia & Shofi (2000) menyebutkan bahwa penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi degra simba
yang ditambahkan terhadap COD limbah dan waktu terhadap kecepatan
peruraian terhadap bahan organic. Variable tetapnya pH = 7, laju
alir 0,5 ml/detik dan mikroorganisme degra simba, untuk
metodologinya hampir sama dengan pengolahan biologi secara umum.
Adapun hasilnya yakni Semakin lama waktu operasi maka semakin
banyak penurunan konsentrasi COD, Semakin besar konsentrasi degra
simba yang digunakan untuk mengolah limbah maka semakin besar pula
penurunan konsentrasi COD. (Martia S & Shofiyatul,
2000)Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengolahan Secara Biologi
Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan air
limbah secara biologi diantaranya :a. Kualitas air limbah yang akan
diolah meliputi : derajat keasaman (pH), temperatur, konsentrasi
bahan organik yang dinyatakan dalam besaran chemical oxygen demand
(COD) dan biological oxygen demand (BOD), dan konsentrasi logam
berat. b. Laju alir air limbah, laju alir air limbah berpengaruh
terhadap waktu tinggal (waktu proses) didalam tangki aerasi,
semakin besar laju alir, waktu tinggal semakin kecil dan ini akan
berdampak pada hasil pengolahan air limbah.
c. Konsentrasi mikroorganisme didalam tangki aerasi, konsentrasi
mikroorganisme berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah,
jika konsentrasi mikroorganisme terlalu kecil maka hasil pengolahan
tidak maksimal, dan jika terlalu besar mikroorganisme bekerja tidak
maksimal dan hasil pengolahan juga tidak maksimal. Pada umum
dipergunakan perbandingan antara jumlah makanan (F) sebagai
nutrient terhadap jumlah mikroorganisme yaitu (F/M) ratio yang
besarnya berkisar 0,8 1,0. Artinya jika COD air limbah sebesar 5000
mg/L, maka konsentrasi mikroorganisme dalam tangki aerasi kurang
lebih 5000 mg/L.
d. Injeksi udara, besarnya udara yang diinjeksikan berpengaruh
terhadap kelarutan oksigen dalam tangki aerasi, kelarutan oksigen
berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah. Jika oksigen
terlarut sangat kecil, maka hasil pengolahan tidak maksimal.
Kelarutan oksigen dalam air limbah diharapkan maksimal sehingga
hasil pengolahan air limbah maksimal. Berdasarkan data kelarutan
oksigen yang baik sekitar 2 mg/L.e. Distribusi Udara, Injeksi udara
kedalam air limbah dimaksudkan untuk membantu kebutuhan oksigen
mikroorganisme dan proses oksidasi. Distribusi udara yang tidak
merata dapat mempengaruhi hasil pengolahan air limbah, diharapkan
udara terdistribusi secara merata agar hasil pengolahan air limbah
maksimal.f. Laju alir (recycle) mikroorganisme, besarnya laju alir
recycle mikroorganimse berpengaruh terhadap waktu tinggal dan
konsentrasi mikroorganisme pada tangki aerasi. Laju alir recycle
harus dilakukan pengendalian agar konsentrasi mikroorganisme pada
tangki aerasi tidak berlebih maupun berkurang dan waktu tinggal
terpenuhi sehingga hasil pengolahan air limbah maksimal.III.
Metodologi
Pengolahan Aerobik
Alat alat yang yang digunakan dalam percobaan ini adalah bak
plastik, aerator aquarium, dan selang plastik. Sedangkan bahan
bahan yang digunakan yaitu Limbah cair laboratorium dan biakan
mikroba aerobik.
Dalam percobaan ini ada satu prosedur percobaan dan dua analisa
pecobaan yaitu BOD dan COD. Hal pertama yang dilakukan dalam
percobaan ini yaitu menyiapkan seperangkat peralatan persobaan yang
terdiri dari : beaker glass ukuran 1 liter atau bak plastik ukuran
5 liter (sebagai reaktor aerobik) kompresor beserta
flowmeternya.Dan masukan air limbah tertentu sebanyak 750 ml atau 2
liter sebagai sampel (sesuai saran pembimbing) kedalam reaktor
aerobik.Kemudian ukur konsentrasi BOD5, COD, dan turbidy awal dari
sampel dengan peralatan dan metode yang sesuai.Masukan kultur /
isolate bakteri tertentu (sesuai saran pembimbing) dalam mg
tertentu (sesuai saran pembimbing, sebagai variabel percobaan)
serta nutrisi. Alirkan udara dari kompresor pada rate alir tertentu
(sebagai variabel percobaan) dengan melihat besarnya flowrate pada
folwmeter. Lakukan pengamatan proses yang terjadi pada reaktor
aerobik.Ambil sampel air limbah dari reaktor aerobik untuk setiap
periode waktu tertentu (sebagai variabel percobaan). Kemudian
lakukan analisa konsentrasi BOD5, COD,dan turbidy air limbah akhir
dan lanjutkan dengan mencatat hsil analisa sebagai data percobaan.
Dan hentikan percobaan dengan cara mematikan kompresor. Dan yang
terakhirLakukan analisa BOD5, COD, dan turbidy akhir dari sampel
dengan peralatan dan metode yang sesuai.Analisa COD dengan Metode
Titrasi
Peralatan
Reflux
Erlenmeyer asa
Pipet
Labu ukurBahan
Reagen:
a) Larutan standart kalium dikromat 0,250 N (larutkan 12,259 g
K2Cr2O7 yang telah dikeringkan dalam oven 105C selama 2 jam dan
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan kelembapan,
kemudian tambahkan air suling sampai 1000 ml dalam labu ukur).
b) Larutan perak sulfat-asam sulfat (Asam sulfat yang telah
ditambah 10 g Ag2SO4 per liter asam sulfat, pelarutan garam Ag2SO4
ini membutuhkan waktu 1 sampai 2 hari)
c) Larutan standart fero ammonium sulfat 0,10 N (larutkan 39 g
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dengan aquades, tambahkan 20 ml asam sulfat
pekat, dinginkan dan tambahkan aquades sampai tepat 1 liter.
Larutan ini harus distandarisasi stiap kali akan digunakan).
d) Larutan indikator feroin (1,48 g 1.10 phenanthroline
monohydrat dan 0,70 besi(II) sulfat 7 hidrat (FeSO4.7H2O)
dilarutkan dengan aquades dengan labu ukur 100 ml sampai tanda
batas).
e) Merkuri sulfat (bubuk atau kristal).
Langkah kerja
A. Standarisasi larutan fero ammonium sulfat
1. 10 ml larutan standart kalium dikromat diencerkan dengan
aquades sampai 100 ml.
2. Tambahkan 20 ml H2SO4 dan dinginkan.
3. Titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat dengan
menggunakan indikator ferroin 2-3 tetes.
4. Perubahan warna dari biru hijau menjadi merah coklat
B. Analisa COD
1. Tambahkan 0,4 g Hg2SO4 kedalam erlenmeyer 300 ml.
2. Tambahkan 20 ml contoh air yang sudah diencerkan sedemikian
sehingga mengandung kira-kira 50g/1 COD. Larutkan hingga
homogen.
3. Tambahkan 10 ml larutan standart kalium dikromat dan
tambahkan pula dengan hati-hati 30 ml asam sulfat pekat yang
mengandung Ag2SO4 (kerjakan dilemari asam) campur dengan baik dan
hati-hati agar tidak terjadi pemanasan setempat dan dapat
melemparkan pendingin.
4. Lau refluks sealma 2 jam.
5. Bilas kondensor dengan 25-50 ml aquades, tambahkan air
bilasan ke campuran hasil refluks.
6. Tambahkan 2-3 tetes indikator ferroin dan titrasi kelebihan
dikromat dengan menggunakan larutan standart ferro ammonium sulfat.
Perubahan warna yang terjadi dari biru hijau menjadi merah
coklat.
7. Lakukan tahap-tahap yang sama untuk blanko, tetapi contoh
diganti dengan aquades.
C. Perhitungan
Keterangan :
a = ml Fe(NH4)2(SO4)2 untuk blanko
b = ml Fe(NH4)2(SO4)2 untuk contoh
C = faktor pengenceran
N = normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
Analisa BOD dengan Metode titrasi WINKLER
Peralatan
Botol winkler
Pipet
Labu ukur
Bahan
Reagen :
a) Air suling, bebas darizat beracun seperti Cr, Cl2 dan
sebagainya.
b) Larutan bufer fosfat (larutkan ke dalam labu takar 1 liter
yang berisi 500 ml air suling, 8,5 g KH2PO4, 21,75 K2HPO4, 33,4
Na2HPO4.7H2O dan 1,7 g NH4Cl. Kemudian encerkan dengan air suling
sampai menjadi 1 liter, sesuaikan pHnya sampai pH 7,2 dengan HCl
atau NaOH 0,1 atau 1 N).
c) Larutan magnesium sulfat (larutkan kedalam labu takar 1 liter
yang berisi 500 ml air suling, 22,5 g MgSO4.7H2O dan encerkan
dengan air suling sampai menjadi 1 liter).
d) Larutan kalsium klorida (arutkan kedalam labu takar 1 liter
yang berisi 500 ml air suling, 27,5 g CaCl2 dan encerkan dengan air
suling sampai menjadi 1 liter).
e) Larutan ferriklorida (arutkan kedalam labu takar 1 liter yang
berisi 500 ml air suling, 0,25 g FeCl3.6H2O dan encerkan dengan air
suling sampai menjadi 1 liter. Larutan b sampai e harus diganti
kalau endapan atau lumut telah muncul).
f) Air pengencer (untuk per liter air suling tambahkan 1 ml
bufer fosfat, 1 ml larutan magnesium sulfat, 1 ml larutan kalsium
klorida, 1 ml larutan ferriklorida).
g) Larutan standart natrium tiosulfat 0,1 N (25 g Na2S2O3.5H2O
larutkan dengan akuades lalu tambahkan 1 g NaOH, campurkan sampai
homogen pada labu ukur 1 liter, kemudian tepatkan sampai tanda
batas).
h) Larutan pereaksi alkali-iodida (masukkan kedalam labu ukur 1
liter, 500 g NaOH 135 g NaI atau 150 g KI, larutkan dengan akuades
sampai 1 liter dan simpan dalam botol gelap).
i) Manga(II) sulfat (200 g MnSO4.H2O per liter larutan).
j) Amilum 1% (1 g kanji dilarutkan dalam 100 ml air suling,
didihkan selama 2 menit hingga larutan jernih, dinginkan dan
awetkan untuk menghindari lumut dengan 1,52 g asam salisilik bila
menjadi keruh harus diganti)Langkah kerja
1. Sampel yang bersifat asam atau basa dinetralkan sampai pH 7,0
denga menggunakan asam atau basa.
2. Sampel yang mengandung oksigen yang melebihi kejenuhannya
(terlalu jenuh), misalnya lebih dari 9 mg O2/liter pada 20C, perlu
diturunkan ladar oksigennya dengan sara pengocokkan. Keadaan
tersebut dapat terjadi pada sampel yang ditumbuhi ganggang.
3. Pengenceran sampel, oleh karena oksigen dalam botol terbatas,
masimum 9 mg O2/liter tersedia dan sebaiknya oksigen terlarut pada
akhir masa inkubasi antara 3 dan 6 mg O2/liter maka sampel perlu
diencerkan.
4. Kedalam sampel yang sudah ditempatkan dalam botol winkler,
tambahkan 2 ml larutan mangan(II) sulfat dibawah permukaan
cairan.
5. Kemudian tambahkan 2 ml larutan alkali-iodida dengan pipet
yang lain. Tutup dengan hati-hati agar tidak ada gelembung, lalu
dikocok dengan membalik-balikan botol beberapa kali sampai
pereakasi bercampur homogen.
6. Biarkan gumpalan endapan mengendap selama 10 menit. Bila
proses pengendapan sudah sempurna, maka bagian larutan yang jernih
dikeluarakn dari botol sebanyak 100 ml dan pindahkan ke erlenmeyer
500 ml.
7. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat pada sisa larutan yang mengendap
dalam botol winkler yang dialirkan melalui dinding bagian dalam
dari leher botol, kemudian botol segera ditutup kembali.
8. Botol digoyangkan dengan hati-hati sehingga seemua endapan
terlarut. Seluruh isi botol dituangkan secara kuantitatif kedalam
erlenmeyer 500 ml.
9. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan diatas kemudian dititrasi
dengan larutan tiosulfat 0,025 N sehingga timbul warna coklat
muda
10. Tambahkan inikator kanji 1-2 ml dan akan timbul warna biru.
Titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan sehingga tercapai titik akhir
titrasi ditandai dengan warna biru hilang pertama kali (setelah
beberapa menit akan timbul kembali).
11. Perhitungan :
OT = oksigen terlarut (mg O2/liter )
a = volume titran natrium tiosulfat (ml)
N = normalitas larutan natrium tiosulfat (ek/liter)
V = volume botol winkler (ml)
X0 = OT sampel pada saat t = 0 hari (mg O2/liter )
X5 = OT sampel pada saat t = 5 hari (mg O2/liter )
B0 = OT blanko pada saat t = 0 hari (mg O2/liter )
B5 = OT blanko pada saat t = 5 hari (mg O2/liter )
P = derajat atau faktor pengenceranIV. Data Pengamatan dan
PembahasanAnalisa BOD
Kelompok 1
NoSampelOT0OT7BOD0BOD7
1Blanko0.20270.10140.30
2Influent0.54050.18430.80.1016
3effluent0.33780.15320.50.1014
Kelompok 2
NoSampelOT0OT7BOD0BOD7
1Blanko0.32140.31540.50
2Influent0.74380.35741.670.4051
3Effluent0.88100.33951.320.404
Kelompok 3
NoSampelOT0OT7BOD0BOD7
1Blanko0.33210.27140.420
2Influent0.53670.39931.5240.2165
3Effluent0.41670.36391.2670.1854
Kelompok 4
NoSampelOT0OT7BOD0BOD7
1Blanko0.20050.12650.330
2Influent0.57430.19530.8740.1154
3Effluent0.35380.59800.5780.1120
Gambar hasil analisa BOD kelompok 1
Gambar hasil analisa BOD kelompok 2
Gambar hasil analisa BOD kelompok 3
Gambar hasil analisa BOD kelompok 4 Analisa COD
Kelompok 1
NoSampelKonsentrasi
Fe(NH4)2(SO4)2(N)Kebutuhan Fe(NH4)2(SO4)2 (ml)Konsentrasi
(mg/L)
1Blanko0.111.50
2Influent0.11.8582000
3Effluent0.15.4366000
Kelompok 2
NoSampelKonsentrasi
Fe(NH4)2(SO4)2(N)Kebutuhan Fe(NH4)2(SO4)2 (ml)Konsentrasi
(mg/L)
1Blanko0.113.20
2Influent0.12.3654000
3Effluent0.17.6336000
Kelompok 3
NoSampelKonsentrasi
Fe(NH4)2(SO4)2(N)Kebutuhan Fe(NH4)2(SO4)2 (ml)Konsentrasi
(mg/L)
1Blanko0.116.30
2Influent0.15.3660000
3Effluent0.19.7396000
Kelompok 4
NoSampelKonsentrasi
Fe(NH4)2(SO4)2(N)Kebutuhan Fe(NH4)2(SO4)2 (ml)Konsentrasi
(mg/L)
1Blanko0.115.80
2Influent0.14.4684000
3Effluent0.19.1402000
Grafik hasil analisa COD masing-masing kelompok
Gambar prosentase penurunan CODV. Pembahasan
Proses pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Dalam percobaan ini,
metode pengolahan air limbah yang kami lakukan yaitu secara biologi
tercelup aerobic. Proses pengolahan air limbah secara biologi
tercelup aerobic dibantu dengan mikroorganisme yang disertai dengan
injeksi oksigen (udara) kedalam proses. Pada proses ini jenis
mikroorganisme yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang hidup
dengan adanya oksigen-oksigen yang diinjeksikan dimanfaatkan oleh
kehidupan mikroorganisme dan proses oksidasi.
Bahan yang digunakan adalah air limbah laboratorium dengan
konsentrasi yang cukup tinggi. Sehingga dilakukan pengenceran 1500x
supaya mudah dalam melakukan analisa air limbah. Pengenceran ini
juga dilakukan untuk semua kelompok.Pengolahan air limbah ini
menggunakan aerator. Kolom aerator ini dibagi menjadi tiga bagian
yang masing-masing berisi bakteri aerob yang sudah dibiakkan
sebelumnya. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri yang memerlukan
oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Pada pengolahan areasi,
penggunaan mikroba sangat menguntungkan yaitu untuk penurunan
konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain bakteri, adanya
oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia
di dalam air limbah. Waktu aerasi yang digunakan oleh semua
kelompok adalah selama 2-3 jam.
Selanjutnya kami melakukan analisa air limbah laboratorium yaitu
penurunan kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biologic
Oxygen Demand) sebelum dan sesudah pengolahan. Pada analisa COD
terjadi proses oksidasi total oleh kalium dikromat dalam
lingkungan, dengan kalium dikromat berlebih agar dapat mengoksidasi
dan sisanya dititrasi dengan larutan standar ferro ammonium sulfat
(FAS). Dan untuk mengefektifkan proses oksidasi maka digunakan
Ag2SO4 yang larut dalam H2SO4 pekat sebagai katalisator.Hasil
analisa COD masing-masing kelompok sebelum proses (influent) dari
kelompok 1 sampai kelompok 4 didapatkan nilai COD berturut-turut
sebesar 582000 mg/L; 654000 mg/L; 660000 mg/L; dan 684000 mg/L.
Dari data nilai tersebut berarti dibutuhkan oksigen sejumlah
582000, 654000, 660000, dan 684000 mg untuk mengoksidasi atau
menguraikan senyawa organik dalam 1 liter air limbah. Sedangkan
setelah proses aerasi (effluent) didapatkan penurunan nilai COD
masing-masing kelompok yaitu menjadi 366000 mg/L; 336000 mg/L;
396000 mg/L; dan 402000 mg/L. Dari data tersebut dibuat grafik dan
dapat dilihat bahwa proses aerasi dapat mengurangi kandungan
senyawa organik dalam air limbah laboratorium, sehingga oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senya organik juga berkurang,
sehingga nilai COD menurun. Prosentase penurunan COD dari kelompok
1 sampai kelompok 4 berturut-turut sebesar 37,1134%; 48,6239%; 40%;
dan 41,228%. Hasil penelitian menunjukkan prosentase penurunan COD
masih kurang karena menurut literatur, dimana menurut Nusa Idaman
Said (2000) menyebutkan bahwa pegolahan limbah dengan proses
biofilter tercelup memiliki efisiensi penurunan COD yang cukup
besar dan stabil yaitu mencapai 90%. Masih tingginya angka COD
setelah proses aerasi dimungkin karenakan oleh beberapa faktor,
antara lain:
a. Waktu tinggal yang kurang lama, karena semakin lama waktu
tinggal maka semakin banyak kesempatan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung didalamnya,
sehinggga presentase penurunan COD semakin besar.
b. Besarnya nilai COD awal, di mana menunjukkan jumlah
bahan-bahan organik di dalam air limbah laboratorium sangat besar.
Sehingga kemungkinan presentase turunnya nilai COD kecil.
c. Laju alir air limbah yang terlalu cepat. Laju alir air limbah
berpengaruh terhadap waktu tinggal (waktu proses) didalam tangki
aerasi, semakin besar laju alir, waktu tinggal semakin kecil dan
ini akan berdampak pada hasil pengolahan air limbah.
d. Konsentrasi mikroorganisme didalam tangki aerasi yang terlalu
kecil. Konsentrasi mikroorganisme berpengaruh terhadap hasil
pengolahan air limbah, jika konsentrasi mikroorganisme terlalu
kecil maka hasil pengolahan tidak maksimal.
e. Injeksi udara yang terlalu kecil, sehingga menyebabkan
oksigen terlarut sangat kecil, maka hasil pengolahan tidak
maksimal. Kelarutan oksigen dalam air limbah diharapkan maksimal
sehingga hasil pengolahan air limbah maksimal. Berdasarkan data
kelarutan oksigen yang baik sekitar 2 mg/L.Pada analisa BOD,
oksigen air limbah diikat oleh senyawa MnSO4 dan alkali iodide
sehingga membentuk endapan coklat. Dan iodin yang dihasilkan
dititrasi dengan tiosulfat dengan indicator amilum untuk mengetahui
kebutuhan iodinnya.
Hasil analisa BOD dari masing-masing kelompok berturut-turut
didapatkan BOD0 influent 0,8 ; 1,67 ; 1,524 ; 0,874 mg/L dan BOD7
influent 0,1016 ; 0,4051 ; 0,465 ; 0,1054 mg/L. Sedangkan BOD0
effluentnya 0,5 ; 1,52 ; 1,267 ; 0,578 mg/L dan BOD7 effluentnya
0,1014 ; 0,404 ; 0,1854 ; 0,1120 mg/L.Dari hasil analisa ini dapat
dikatakan bahwa setelah dilakukan inkubasi nilai kadar BODnya
menurun karena saat inkubasi, mikroorganismenya bekerja untuk
menghilangkan polutan dan bahan-bahan organic yang tedapat pada air
limbah. Dan dari hasil analisa dapat dikatakan cukup baik karena
menurut Nurfaiqoh (2012) kadar air limbah minimal untuk BOD sebesar
50 mg/L. Kecilnya harga BOD ini dikarenakan waktu inkubasinya cukup
lama yaitu tujuh hari. Dan perbedaan kadar BOD dikarenakan air
limbah yang digunakan tiap kelompok berbeda.VI. Kesimpulan1.
Pengolahan air limbah laboratorium secara aerobik dapat menurunkan
kadar COD dan BOD dalam air limbah laboratorium.2. Hasil analisa
COD masing-masing kelompok cukup baik. Namun kelompok 2 lah yang
prosentasenya lebih mendekati literature yaitu 48,6239%.3. Hasil
analisa BOD terlalu kecil kadarnya dikarenakan waktu inkubasi yang
terlalu lama yaitu 7 hari.4. Factor-faktor yang mempengaruhi kadar
penurunan COD dan BOD adalah waktu tinggal dalam aerator, besarnya
injeksi udara, dan laju alir air limbah masuk aerator.Sumber
ReferensiBeauty S, Dewanti. 2000. Pengolahan Limbah Cair Industri
secara Aerobic dan Anoxic Dengan Membran Bioreactor (MBR). Jurnal
FTI-ITS.Ir. Nusa Idaman, S. 2000. Teknologi Pengolahan Air Limbah
Dengan Proses Biofilm Tercelup. Jurnal Teknologi Lingkungan.
Vol.1
Ketut Sumada, 2012. Artikel Pengolahan Air Limbah Secara
Biologi.
http://ketutsumada.blogspot.com/pengolahan-air-limbah-secara-biologi.htmlMartia
Siti A, & Shofiyatul A. 2000. Pengolahan Limbah Cair Pati
secara Aerob mrnggunakan Mikroba Degra Simba.Universitas
Diponegoro, Semarang.Metcalf & Eddy. 1991. Waste Water
Engineering Treatment Disposal Reuse, Mc. Graw-Hill International
Editional. Singapore.
Suprihatin & Nastiti S.I .2010. Penyisihan Logam Berat dari
Limbah Cair Laboratorium Dengan Metode Presipitasi Dan Adsorbsi.
Makara Sains Vol.14 EMBED Excel.Chart.8 \s
_1465099204.xlsChart1
37.1134020619
48.623853211
40
41.2280701754
COD
persen(%)
Prosentase Penurunan COD
Sheet1
influenteffluentColumn1Column2COD
kelompok 15820003660002160000.371134020637.1134020619
kelompok 26540003360003180000.486238532148.623853211
kelompok 36600003960002640000.440
kelompok 46840004020002820000.412280701841.2280701754