10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Penduduk di atas usia 15 tahun dan dibawah 65 tahun makin membengkak karena pertumbuhan penduduk anak-anak peninggalan masa lalu. Begitu juga penduduk diatas usia 60 tahun, atau diatas usia 65 tahun. Penduduk usia ini dikenal sebagai penduduk lanjut usia yang tumbuh dengan kecepatan paling tinggi (Suyono, 2007). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas, menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Bab 1 Pasal 1. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan ( middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Tamher, 2009). 2.1.2 Batasan lansia 1) Menurut WHO, lansia dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : 1. Usia pertengahan ( Middle Age ) = usia 45 – 59 tahun 2. Usia lanjut ( Elderly ) = usia 60 – 74 tahun ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian
Penduduk di atas usia 15 tahun dan dibawah 65 tahun makin
membengkak karena pertumbuhan penduduk anak-anak peninggalan masa lalu.
Begitu juga penduduk diatas usia 60 tahun, atau diatas usia 65 tahun. Penduduk
usia ini dikenal sebagai penduduk lanjut usia yang tumbuh dengan kecepatan
paling tinggi (Suyono, 2007).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
keatas, menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Bab 1 Pasal 1. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle
age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia
tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
(Nugroho, 2008). Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik
pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka
yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada
orang lain untuk menghidupi dirinya (Tamher, 2009).
2.1.2 Batasan lansia
1) Menurut WHO, lansia dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
1. Usia pertengahan ( Middle Age ) = usia 45 – 59 tahun
2. Usia lanjut ( Elderly ) = usia 60 – 74 tahun
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
11
3. Usia lanjut tua ( Old ) = usia 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua ( Very Old ) = usia diatas 90 tahun
2) Menurut Siti Maryam (2009), lansia dikatagorikan sebagai berikut :
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang / jasa
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada orang lain.
3) Menurut Undang - Undang No.13 tahun 1998
Seseorang diktakan sebagai lanjut usia setelah mencapai umur 60 tahun
keatas
.4) Menurut Departemen Kesehatan tahun 1994
1. Kelompok lanjut usia dini (55-64 tahun), yakni kelompok yang baru
memasuki lanjut usia
2. Kelompok lanjut usia (65 tahun keatas)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
12
3. Kelompok lanjut usia resiko tinggi, yakni lanjut usia yang berusia lebih
dari 70 tahun.
2.1.3 Tipe lansia
Tipe yang ada pada lansia tergantung oleh karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho , 2000 dalam
Siti Maryam 2009) :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
11. Sistem muskuloskletal : Cairan tulang menurun sehingga mudah
rapuh, bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, tremor
2) Perubahan mental
Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat
berupa sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah pelit atau
tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan
lingkungan (Nugroho, 2000).
3) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial meliputi pensiun yang merupakan
produktivitas dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan,
merasakan atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup, ekonomi
akibat dari pemberhentian dari jabatan, dan penyakit kronis.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
20
2.2 Konsep Tidur
2.2.1 Pengertian
2.2.1.1 Tidur secara umum
Tidur adalah perubahan alami status kesadaran yang biasanya terjadi pada
manusia dalam irama biologis 24 jam atau bioritme (Brooker, 2009). Tidur
merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan
indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008).
2.2.1.2 Kebutuhan tidur pada lansia
Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan
waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka menghabiskan
lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun
pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur,
dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et al, 2004). Kecenderungan
tidur siang meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan
waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya
terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan
ditempat tidur menurun sejam atau lebih (Perry& Potter, 2005).
Pada usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang
lambat, sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium
1 ke stadium IV, selama 70-100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode
REM berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total.
Umumnya tidur REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II sekitar
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
21
50% dan stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang normal
berkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Pada usia lanjut efisiensi tidur
berkurang, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat
dalam keadaan tidur. Menurut Darmojo (2009), seiring bertambahnya usia,
terdapat penurunan periode tidur. Seorang usia lanjut membutuhkan waktu lebih
lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan
mempunyai lebih sedikit waktu tidur nyenyaknya.
2.2.2 Fase tidur
Menurut Asmadi (2008), fase tidur terbagi menjadi :
2.2.2.1 Tidur REM (Rapid Eye Movement )
Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial yang berarti
bahwa tidur REM sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan
kedua bola mata sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot
kendor, tekanan darah meningkat, gerakan mata cepat (mata cenderung
bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki-
laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernapasan sering
tidak teratur dengan ciri lebih cepat, serta suhu dan metabolisme
meningkat. Gejala seseorang yang mengalami kehilangan fase tidur REM,
yaitu :
1) Cenderung hiperaktif
2) Emosinya labil
3) Nafsu makan bertambah
4) Bingung dan curiga
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
22
2.2.2.2 Tidur NREM ( Non Rapid Eye Movement )
Merupakan tidur yang nyaman dan dalam dengan gelombang otak
yang lebih lambat dibanding pada orang yang sadar atau tidak tidur.
Tanda-tanda pada tidur NREM yaitu mimpi berkurang, tekanan darah
turun, kecepatan pernapasan dan metabolisme tubuh menurun, dan
gerakan bola mata melambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap dan setiap tahap ditandai
dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak. Tahapan tersebut yaitu :
1) Tahap I
Tahap ini adalah tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar
menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang merasa kabur
dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata mulai menutup
mata, kedua bola mata bergerak ke kanan dan ke kiri, kecepatan
jantung dan pernapasan menurun, pada pemeriksaan EEG terjadi
penurunan voltasi gelombang-gelombang alfa pada otak. Pada tahap
ini, seseorang dapat dibangunkan dengan mudah.
2) Tahap II
Tahap ini merupakan tahap tidur yang ringan dan ditandai dengan
kedua bola mata yang mulai berhenti bergerak, tonus otot perlahan
berkurang, kecepatan pernapasan turun secara signifikan. Pada
pemeriksaan EEG, muncul gelombang beta yang berfrekuensi 14-18
siklus/detik, gelombang ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II
berlangsung 10-15 menit.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
23
3) Tahap III
Pada tahap III ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap
secara menyeluruh. Terdapat penurunan kecepatan jantung,
pernapasan, dan proses metabolisme tubuh akibat dominasi dari sistem
saraf parasimpatis. Pada EEG terlihat perubahan gelombang beta
menjadi 1-2 siklus / detik. Selama tahap III ini berlangsung, seseorang
sulit dibangunkan.
4) Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam
keadaan sangat rileks dan jarang bergerak serta sulit untuk
dibangunkan. Pada pemeriksaan EEG hanya tampak gelombang delta
yang lambat dengan frekuensi 1-2 siklus / detik. Denyut jantung dan
pernapasan menurun sekitar 30%. Dalam tahap ini seseorang akan
mengalami mimpi. Selain itu, keadaan tubuh akan pulih pada tahap ini.
Setelah tahap keempat, sebenarnya ada tahap kelima yaitu tahap
dimana kembali gerakan bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari
tahapan sebelumnya dan berlangsung salam 10-15 menit. Selama tidur
malam selama 7-8 jam, seseorang mengalami REM dan NREM secara
bergantian sekitar 4-6 kali.
Jika seseorang tidak mengalami fase tidur NREM, maka akan
muncul gejala :
1. Menarik diri, apatis, dan respon tubuh mengalami penurunan
2. Merasa kurang enak badan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
24
3. Ekspresi wajah kuyu
4. Malas berbicara
5. Merasakan kantuk berlebihan
2.2.3 Fisiologi tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan
mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak
untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem
pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikularis mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan
tidur. Fisiologi tidur seseorang dapat terganggu seiring terjadinya proses penuaan
karena adanya kerusakan sensorik pada sistem saraf pusat. (Hidayat, 2008).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon
dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating
System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS
yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan,
juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi
dan proses pikir (Hidayat, 2008). Saat tidur terdapat pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar
Synchronizing Regional (BSR). Sedangkan pada saat bangun bergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Demikian,
sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah
RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Menurut Potter dan Perry (2005) seseorang tetap
terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari
pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
25
bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur
maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa
tertidur.
Gambar 2.1 Struktur tidur pada usia lanjut dibandingkan dengan anak dan dewasa muda (H a p o n i k E F . D i s o r d e r S l e e p i n t h e E l d e r l y d a l a m Principles of Geriatric Medicine and Gerontology.Mc Graw-Hill Inc. 1990).
2.2.4 Fisiologi gelombang tidur
Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga ditunjukkan dengan
gelombang otak beta yang bercirikan frekuensi yang cepat yaitu lima belas hingga
dua puluh putaran perdetik dan bertegangan rendah yaitu kurang dari lima puluh
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
26
mikrovolt. Selanjutnya dalam keadaan yang lelah dan siap tidur mulai untuk
memejamkan mata, pada saat ini gelombang otak yang muncul mulai melambat
frekuensinya, meninggi tegangannya dan menjadi lebih teratur. Gelombang ini
dinamakan gelombang alpha yang memiliki 8 hingga 12 putaran per detik yang
menggambarkan keadaan santai, tidak tegang tapi terjaga. Setelah beberapa menit
dalam keadaan alpha kecepatan napas mulai melambat. Ini adalah transisi tidur
awal (tidak nyenyak) yang ditandai oleh gelombang theta 50 hingga 100
mikrovolt, 4 hingga 8 putaran perdetik. Dalam keadaan permulaan tidur ini
denyut jantung melambat dan menjadi stabil, napas menjadi pendek-pendek dan
teratur. Tahap ini dapat berlangsung dari sepuluh detik hingga 10 menit dan
kadang disertai dengan citra visual yang disebut halusinasi hipnagogik, karena
otot rangka tiba-tiba mengendur, dan kadang mengalami sensasi seperti jatuh,
yang menyebabkan kita terbangun sebentar dengan gerakan yang menyentak,
keadaan ini dinamakan tidur tahap pertama. Tidur tahap kedua ditandai dengan
gelombang otak theta dengan disertai munculnya gelombang tunggal dengan
amplitudo tinggi dan munculnya sleep spidle (jarum tidur, karena terlihat di
monitor atau kertas perekam yang menunjukkan aktivitas otak). Pada tahap ini
gerakan dan ketegangan otot menurun berlangsung sekitar 10 hingga 20 menit
menandai permulaan tidur yang sebenarnya. Pada tahap ini seseorang biasanya
tidak dapat merespon rangsang dari luar, dan rerata bila seseorang dibangunkan
pada tahap ini akan merasa betul-betul telah tertidur (Setiyo, 2008).
Tahap selanjutnya setelah 20–30 menit adalah memasuki tahap ketiga
yaitu kombinasi theta dan delta (tegangan tinggidengan frekuensi sangat rendah).
Segera setelah tahap ke tiga ini dilanjutkan dengan tahap ke empat yaitu hilangnya
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
27
sama sekali gelombang theta dan hanya tinggal gelombang delta dengan 0,5 – 2
putaran perdetik, amplitudo 100 – 200 mikrovolt. Dalam tidur delta ini relaksasi
otot terjadi sepenuhnya, tekanan darah menurun, denyut nadi dan pernafasan
melambat. Pasokan darah ke otak berada pada batas minimal. Kondisi tidur
normal ini tidak selamanya dirasakan oleh seseorang yang akan memasuki tidur.
Gangguan dan kesulitan tidur seringkali mengganggu baik ketika memasuki tahap
pertama tidur ataupun ketika tidur berlangsung. Gangguan ini dapat terjadi karena
adanya permasalahan psikis maupun fisik, yang dapat menimbulkan kesulitan
seseorang untuk memasuki keadaan tenang. Keadaan cemas yang berlebihan akan
menyebabkan otot-otot tidak dapat rileks dan pikiran tidak terkendali (Setiyo,
2008).
2.2.5 Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif
dari tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan
NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Kualitas tidur lansia dipengaruhi beberapa
hal, yaitu pola tidur siang, lama tinggal di panti atau rumah sakit, dan kebiasaan
sebelum tidur. Lansia yang lebih lama tinggal di panti, memiliki kemampuan
adaptasi yang lebih baik daripada penghuni panti yang baru. Gangguan tidur
sering terjadi pada malam pertama di tempat perawatan jangka panjang atau
hospitalisasi yang lama, tetapi sulit tidaknya lansia tidur berhubungan dengan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
28
kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Gitawati,
2007).
Adanya kualitas tidur yang buruk disebabkan seseorang mengalami
gangguan kebutuhan tidur. Gangguan tidur yang sering dialami seseorang terdiri
dari insomnia, hipersomnia, enuresis, narkolepsi, dan apnea tidur.
2.2.5.1 Insomnia
Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan tidur
malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan kantuk di siang hari
yang berlebihan (Cole & Richards,2007). Insomnia dapat berupa kesulitan untuk
tetap tidur atau pun seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum
cukup tidur (Japardi, 2002). Menurut Hidayat (2008), insomnia dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :
1) Insomnia initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh atau
mengawali tidur.
2) Insomnia intermiten, yang merupakan ketidakmampuan memepertahankan
tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
3) Insomnia terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali
setelah bangun tidur pada malam hari.
Sedangkan menurut Stanley (2006), insomnia dibagi menjadi
1) Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat pengalaman
stress yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai,
tekanan di tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi
medis setelah orang itu beradaptasi dengan stressor.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
29
2) Sementara
Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti
konstruksi bangunan yang bising atau pengalaman yang menimbulkan
ansietas.
3) Kronis
Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Disebabkan
kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur
yang berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan. Empat puluh
persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur,
sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis.
2.2.5.2 Hipersomnia
Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24
jam, dengan keluhan tidur berlebihan (Stanley, 2006). Biasanya disebabkan oleh
masalah psikologis, depresi, kecemasan, dan gaya hidup yang membosankan.
Dengan pada ciri mengantuk di siang hari yang persisten, mengalami serangan
tidur.
2.2.5.3 Enuresis
Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau mengompol, paling
banyak terjadi pada laki-laki (Asmadi, 2008). Pada pria lansia dapat terjadi
hipertrofi kelenjar prostat yang menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih
sehingga sering berkemih. Selain itu, hipertrofi prostat dapat mengakibatkan
kesulitan memulai dan mempertahankan aliran urine. Wanita lansia, terutama
wanita yang memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu terjadi
pelepasan urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat tidur tanpa disadari
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
30
mereka akan mengompol sehingga menyebabkan terbangun. Hal ini disebabkan
karena melemahnya otot kandung kemih pada lansia (Perry & Potter, 2005).
2.2.5.4 Narkolepsi
Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur atau serangan
mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur pada setiap saat di mana serangan
tidur itu datang (Asmadi, 2008). Serangan mendadak yang dialami pada siang hari
tidak bisa dihindari, biasanya berlangsung 10-20 menit atau kurang dari 1 jam
(Copel, 2007). Gambaran tidur pada narkolepsi ini menunjukkan penurunan fase
REM 30-70 %. Terdapat empat gejala klasik penderita narkolepsi yaitu rasa
kantuk berlebihan (EDS), melemasnya otot secara mendadak (katapleksi), dan
sleep paralysis (keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas
seperti tercekik, dada sesak, sulit berteriak, dan badan sulit bergerak) (Hanun,
2011).
2.2.5.5 Apnea tidur
Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau mendengkur (Stanley,
2006). Yang disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan
di mulut. Pangkal lidah yang menyumbat saluran napas sering terjadi pada usia
lanjut karena otot-otot di bagian belakang mengendur lalu bergetar jika dilewati
udara pernapasan (Asmadi, 2008). Telah dilaporkan apnea napas terjadi pada 11%
sampai 62% pada usia lanjut (Cole & Richards, 2007). Sebagian besar penderita
apnea tidur ini adalah pria, dengan keluhan sering terbangun di malam hari,
banyak tidur di siang hari, mendengkur,dan nyeri kepala pada saat bangun
(Lumbantobing, 2004)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
31
2.2.6 Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
1) Faktor psikologis dan stres
Menurut para spesialis masalah tidur, stres merupakan penyebab
kesulitan tidur jangka pendek nomor satu. Pemicu stres yang umum
dialami oleh masyarakat adalah masalah sekolah atau pekerjaan, masalah
keluarga atau pernikahan, dan penyakit serius atau musibah kematian
dalam keluarga. Biasanya masalah tidur akan menghilang seiring dengan
situasi stres yang berlalu. Jika masalah tidur disebabkan oleh insomnia dan
tidak segera ditangani, hal ini akan berlanjut meskipun stres yang menjadi
pemicu telah hilang (Rafiudin, 2004). Seseorang yang mengalami
kecemasan juga dapat terganggu kebutuhan tidurnya. Cemas dan depresi
akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan
karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin dalam darah
melalui sistem saraf simpatis. Norepinefrin akan mengurangi tahap IV
pada NREM dan menghilangkan tahap REM (Asmadi, 2008)
2) Gaya hidup dan diet
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Jika
seseorang mengalami kelelahan tingkat menengah, tidur nyenyak masih
dapat dialami. Namun bagi seseorang dengan kelelahan yang berlebihan,
dapat menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008).
Kebiasaan buruk atau tidak sehat yang dilakukan setiap hari dapat
mempengaruhi kualitas tidur dan kemudian menimbulkan gangguan. Gaya
hidup ini antara lain kebiasaan minum minuman beralkohol atau minuman
yang mengandung cafein di senja atau sore hari, berolahraga saat mau
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
32
tidur, mengikuti jadwal pagi dan malam hari yang tidak beraturan, dan
bekerja yang memerlukan aktivitas daya pikir sesaat sebelum tidur
(Rafiudin, 2004).
3) Kerja lembur
Pekerjaan yang memerlukan jam lembur / shift, dapat mengganggu
kebutuhan tidur seseorang. Pekerjaan ini menghalangi seseorang memiliki
kesempatan untuk tidur dengan jam tidur cukup dibanding seseorang yang
memiliki pekerjaan reguler di pagi hari (Rafiudin,2004)
4) Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubunya sehat, memungkinkan seseorang
dapat mengalami kualitas tidur yang baik. Namun pada orang yang sakit
dan mengalami nyeri, kebutuhan istirahat dan tidurnya mengalami
gangguan sehingga kualitas tidurnya menurun. (Asmadi, 2008). Penyakit-
penyakit seperti ISPA, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah sangat
berpeluang mengalami gangguan tidur. Seperti misalnya pada pasien
jantung, sangat sering mengalami kualitas tidur yang buruk. Pada pasien
dengan penyakit gagal jantung kongestif, adanya sesak di saat tidur atau
apnea, membuat pasien mengalami gangguan tidur berat. (Rafiudin, 2004).
5) Obat-obatan
Terapi pengobatan yang dikonsumsi seseorang ada yang
menyebabkan tidur, tetapi ada pula yang berefek mengganggu pola tidur,
seperti obat golongan amfetamin dapat menurunkan fase REM (Asmadi,
2008).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
33
2.2.7 Penatalaksanaan gangguan tidur
2.2.7.1 Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi adalah
untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup pada usia lanjut (Galimi R., 2010). Ada beberapa prinsip dalam terapi
farmakologi yaitu:
1) menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif,
2) dosis yang diberikan bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu),
3) pengobatan jangka pendek (3-4 mimggu)
4) penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia,
5) memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari pasien.
Terapi farmakologi yang paling efektif untuk insomnia adalah golongan
Benzodiazepine (BZDs) atau nonBenzodiazepine. Obat golongan lain yang
digunakan dalam terapi insomnia adalah golongan sedating antidepressant,
antihistamin, antipsikotik. Menurut The NIH state of the Science Conference obat
hipnotik baru seperti eszopiclone, ramelteon, zaleplon, zolpidem dan zolpidem
MR lebih efektif dan aman untuk usia lanjut. Beberapa obat hipnotik yang aman
bagi usia lanjut :
1. Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan untuk
mengobati insomnia pada usia lanjut. langsung pada reseptor benzodiazepine.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
34
(Kamel & Gammack, 2006). Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah
menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency, dan
mencegah pasien terjaga di malam hari (Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat terjadinya
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait pertambahan umur
(Galimi, R., 2010). Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan akan
tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan meningkatkan drug
elimination half life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap
BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan dengan
pasien usia muda. Pilihan pertama adalah short-acting BZDs serta
dihindari pemakaian long acting BZDs (Galimi, R., 2010).
BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4 minggu akan
menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan BZDs yang paling
sering dipakai adalah temazepam, termasuk intermediate acting BZDs
karena memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg
setiap malam. Efek samping BZDs meliputi: gangguan psikomotor dan
memori pada pasien yang diterapi short-acting BZDs, sedangkan residual
sedation muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada
pasien yang menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko
ketergantungan, daytime sedation, jatuh, kecelakaan, dan fraktur (Kamel &
Gammack, 2006).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
35
2. Non-Benzodiazepine
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif
pada reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada usia
lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat golongan ini
juga mengurangi efek hipotoni otot, gangguan prilaku, kekambuhan insomnia
jika dibandingkan dengan obat golongan BZDs. Zaleplon, Zolpidem dan
Eszopiclone berfungsi untuk mengurangi latensi tidur sedangkan Ramelteon
(Melatonin Receptor Agonist) digunakan pada pasien yang mengalami
kesulitan untuk mengawali tidur (Galimi, 2010). Obat golongan non-
Benzodiazepine yang aman pada usia lanjut:
3. Zaleplon
Ancoli- Israel menemukan keefektifan dan keamanan dari zaleplon pada
usia lanjut. Zaleplon dapat digunakan jangka pendek maupun jangka panjang,
tidak ditemukan terjadinya kekambuhan atau withdrawal symptom setelah
obat dihentikan. Dosis dari zaleplon 5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya
hanya 1 jam (Kamel & Gammack, 2006).
4. Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif pada
reseptor benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia lanjut karena tidak
mempengaruhi sleep architecture. Zolpidem memiliki waktu paruh 2,5-2,9
jam dengan dosis 5-10 mg. Zolpidem merupakan kontraindikasi pada sleep
related breathing disorder dan gangguan hati. Efek samping dari zolpidem
adalah mual, dizziness, dan efek ketergantungan jika digunakan lebih dari 4
minggu (Petit, dkk., 2003).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
36
5. Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh paling lama
adalah eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia lanjut (Galimi,
2010). Scharf et al dalam penelitiannya menyimpulkan eszopiclone 2 mg
dapat menurunkan sleep latency, meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur,
meningkatkan TST pada pasien usia lanjut dengan insomnia primer (Scharf
M., dkk., 2005). Krystal AD et al dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
eszopiclone 3 mg setiap malam dapat membantu mempertahankan tidur dan
meningkatkan kualitas tidur pada pasien usia lanjut dengan insomnia kronik
(Krystal, dkk., 2003).
6. Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang
direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi
insomnia kronis pada usia lanjut. Ramelteon bekerja secara selektif pada
reseptor melatonin MT1 dan MT2. Dalam penelitian yang dilakukan dengan
metode A randomized, double blind study selama 5 minggu pada 829 sampel
berumur rata-rata 72,4 tahun dengan chronic primary insomnia disimpulkan
terjadi penurunan latensi tidur dan peningkatan TST pada minggu pertama.
Ramelteon tidak menimbulkan withdrawal effect (Petit, dkk., 2003).
7. Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang
diakibatkan oleh depresi. Amitriptiline adalah salah satu sedating
antidepressant yang digunakan sebagai obat insomnia, akan tetapi pada usia
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
37
lanjut menimbulkan beberapa efek samping yaitu takikardi, retensi urin,
konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan delirium. Pada pasien usia lanjut juga
dihindari penggunaan trisiklik antidepresan (Galimi, 2010). Obat yang paling
sering digunakan adalah trazodone. Walsh dan Schweitzer menemukan bahwa
trazodone dosis rendah efektif pada pasien yang mengalami insomnia oleh
karena obat psikotik atau monoamnie oxidase inhibitor dan pada pasien yang
memiliki kontraindikasi terhadap BZDs. Dosis trazodone adalah 25-50 mg
perhari, efek samping dari trazodone adalah: kelelahan, gangguan sistem
pencernaan, dizziness, mulut kering, sakit kepala dan hipotensi (Kamel &
Gammack, 2006).
2.2.7.2 Non farmakologik
1) Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan
syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadwal tidur-bangun dan latihan fisik
sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari
suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan
kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk
memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif
yang tidak memerlukan biaya (Petit, dkk., 2003).
2) Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan
dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi
faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
38
3) Sleep Restriction Therapy
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan
tidur. Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa
bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima
jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di
tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia
dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi
tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat
tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara
berangsurangsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam
hari (Petit, dkk., 2003).
4) Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri
sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan
yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan
fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan
kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat
dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur (Petit, dkk.,
2003).
2.2.8 Pengkajian istirahat tidur
Menurut Asmadi (2008), aspek yang perlu dikaji pada klien untuk
mengidentifikasi mengenai gangguan kebutuhan istirahat tidur meliputi
pengkajian mengenai :
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
39
1) Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa
biasa bangun tidur dan keteraturan pola tidur klien.
2) Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca buku,
buang air kecil dan lain-lain.
3) Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya
4) Adanya kebiasan tidur siang atau tidak
5) Lingkungan tidur klien, bagaimana kondisi lingkungan tidur klien, apakah
kondisinya bising, gelap, atau suhunya dingin dan lain-lain.
6) Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup, perawat mempelajari
apakah peristiwa yang dialami klien yang menyebabkan klien gangguan
tidur.
7) Status emosi dan mental klien. Status emosi dan mental mempengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status
8) Emosi dan mental misalnya apakah klien mengalami stress emosional atau
ansietas, yang dikaji sumber stress yang dialami klien.
9) Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi dan perilaku yang timbul sebagai
akibat gangguan istirahat tidur seperti :
1. Penampilan wajah misalnya adakah area gelap di sekitar mata,
bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan, mata terlihat cekung
dan lain-lain
2. Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur misalnya apakah
klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, terlihat
bingung dan lain-lain.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
40
3. Kelelahan misalnya apakah klien tampak lelah, letih, lesu dan lain-lain.
Selain itu informasi tambahan mengenai istirahat tidur dapat menggunakan
kuesioner untuk tujuan penelitian serta untuk evaluasi klinis. Ada tiga contoh
instrument untuk pengkajian kebutuhan istirahat tidur antara lain Stanford
Sleepiness Scale (SSS), The Epworth Sleepiness Scale (ESS), The Pittburgh Sleep
Quality Index (PSQI). Dimana SSS dan ESS digunakan untuk mengukur perasaan
mengantuk atau kelelahan pada waktu tertentu, tetapi ESS lebih mengukur
kecenderungan tertidur dan jatuh tidur pada waktu tertentu.Sedangkan PSQI yang
mempunyai 9 item digunakan untuk mengukur kualitas tidur subjektif, latensi
tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan
disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Penilaian dengan skala PSQI ini
menggunakan kunci scoring untuk keseluruhan tujuh pasien, yang masing-masing
berkisar dari 0 sampai 3. Semua nilai dihitung dan menghasilkan nilai keseluruhan
taun global yang berkisar dari 0 sampai 21. Nilai keseluruhan 5 atau lebih yang
menununjukkan kualitas tidur yang buruk, semakin tinggi nilai maka semakin
buruk kualitas tidur (Smyth, 2007).
2.3 Penatalaksanaan dengan Musik
2.3.1 Pengertian
Penatalaksanaan dengan musik atau yang lebih dikenal sebagai intervensi
musik terdiri dari dua kata, yaitu “intervensi” dan “musik”. Kata “intervensi”
berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau
menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks pada masalah
fisik. Kata “musik” dalam intervensi musik digunakan untuk menjelaskan media
yang secara khusus digunakan dalam rangkaian proses terapi. Intervensi musik
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
41
adalah sebuah terapi yang bersifat nonverbal karena dengan bantuan musik,
pikiran klien dibiarkan untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan,
membayangkan ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang dicita-
citakan. (Djohan, 2006)
Intervensi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk
dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati
penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik
diterapkan menjadi sebuah intervensi, musik dapat meningkatkan, memulihkan,
dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual. Hal ini
disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik bersifat
nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal. Perlu diingat
bahwa banyak dari proses dalam hidup kita selalu ber-irama. Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan berirama (Pusat
Riset Intervensi musik, 2011).
2.3.2 Manfaat musik
Manfaat musik antara lain :
1) Musik merangsang fungsi otak
Musik dapat memberi rangsangan pertumbuhan fungsi pada otak
(fungsi ingatan, belajar, bahasa, mendengar dan bicara, serta analisis,
intelek, dan fungsi kesadaran) dan merangsang pertumbuhan gudang
ingatan. (Satyadarma, 2002). Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk
efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
42
intelegensia seseorang (Satyadarrna, 2002). Penelitian menunjukkan
bahwa gelombang otak dapat dimodifikasi oleh musik dan suara-suara
yang ditimbulkannya. Semakin lamban gelombang otak, individu
semakin merasa rileks, puas, dan tenang. Seperti halnya meditasi, yoga,
sugesti dan latihan lain untuk menyatukan fisik dan pikiran. Musik
dengan tempo lambat sekitar 60 beat / menit, dapat mengubah tingkat
kesadaran dari susunan gelombang beta ke gelombang alfa, sehingga
meningkatkan tingkat rileks dan ketenangan (Campbell,2002).
2) Musik mempengaruhi detak jantung, nadi, dan tekanan darah
Detak jantung manusia berespon terhadap beberapa variabel musik
seperti frekuensi, tempo, volume, dan cenderung cepat atau lambat sesuai
irama musik. Seperti halnya dengan pernafasan, detak yang lambat
membuat tekanan darah dan stres menurun, membantu tubuh
menyembuhkan diri sendiri dan dapat menenangkan pikiran (Barnason,
1995).
3) Musik mempengaruhi sistem respirasi
Bernafas dengan pola lambat dan dalam dapat menimbulkan rasa
ketenangan, kontrol emosi, berpikir dalam dan metabolisme tubuh
menjadi lebih baik. Dengan memperlambat tempo musik, pada umumnya
seseorang mampu memperlambat pernafasan, sehingga pikiran menjadi
tenang (Campbell,2002).
4) Musik mempengaruhi suhu tubuh
Musik mempengaruhi suhu tubuh dan berpengaruh terhadap
kemampuan tubuh beradaptasi pada perubahan suhu. Musik yang lembut
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
43
dengan tempo lambat dan berefek menurunkan suhu tubuh dan membuat
suhu tubuh stabil. Musik mengatur suhu tersebut melalui sirkulasi, detak
nadi, pernafasan, dan keringat (Campbell, 2002).
5) Musik menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan kemampuan
gerak serta koordinasi.
Persarafan auditorik menghubungkan telinga tengah dengan sistem
otot seluruh tubuh melalui sistem saraf otonomik, karena hal itu kekuatan
otot, fleksibilitas dan tonus otot dipengaruhi oleh musik dan vibrasinya
(Campbell, 2002).
Dalam Indrawanto (1997), dijelaskan bahwa musik jenis klasik dan
pop, dapat menurunkan ketegangan otot dan membuat individu menjadi
rileks. Selain itu dijelaskan juga bahwa musik dengan frekuensi 40-66
hertz, beresonansi pada regio punggung bawah pelvis, paha, dan kaki.
Sedangkan semakin tinggi frekuensi musik, akan berefek lebih terasa
pada dada atas, leher, dan kepala.
6) Musik menstimulasi pencernaan
Menurut Campbell (2002), menjelaskan bahwa musik rock
membuat orang makan dengan cepat dan tidak terasa dalam jumlah
banyak. Sedangkan pada musik klasik dan berirama lambat dapat
membuat orang makan dengan perlahan dan menikmati makanan
tersebut.
2.3.3 Mekanisme mendengar
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
44
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membrane tektoria (Guyton, 2007). Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadi defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis (Iskandar Nurbaiti, dkk., 2007).
Menurut Chandra (2007) Dalam Harnita (1995) Telinga manusia
hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 80 dB (batas
aman) dan dengan frekuensi suara sekitar bekisar antara 20-20.000Hz.
Lebar responden telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat
didengar. Dan batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk
mendengarkan suara itu sudah timbul perasaan sakit pada alat pendengaran
(Doelle, 1993).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
45
2.3.4 Musik sebagai terapi
Penggunaan musik sebagai terapi didasarkan pada beberapa alasan berikut
menurut Djohan (2005), yaitu :
1) Sebagai fokus perhatian dan atau mengatur latihan. Contohnya seorang
wanita yang menggunakan musik dalam proses persalinan sesuai
dengan pilihan musik dan disesuaikan dengan metode melahirkan, atau
dapat pula pada pasien yang menggunakan musik sebagai sebuah
motivasi untuk terapi latihan fisik
2) Meningkatkan hubungan terapi seorang pasien dan atau keluarga.
Contohnya seorang terapis mengembangkan hubungan yang terbuka
dengan seorang penderita remaja dengan menggunakan musik
kegemaran remaja tersebut.
3) Memprakarsai proses belajar. Contohnya seorang anak diajarkan
mengatur diri untuk membiasakan belajar disiplin diri oleh terapis
dengan mengajarkan tahapannya melalui sebuah lagu.
4) Sebagai audioanalgesik atau penenang atau sebaliknya untuk
menimbulkan pengaruh biomedis yang positif atau psikososial. Pada
penderita penyakit kronis misalnya, diajarkan menggunakan musik
untuk menurunkan gejala fisiologis dan kadar stres dengan
mengalihkan perhatian dari rasa sakit, dan atau mengubah persepsi
secara langsung dengan menurunkan tingkat persepsi terhadap rasa
sakit.
5) Sebagai penata kesehatan dalam hal keterampilan fisiologis, emosi,
dan gaya hidup. Seorang klien belajar memainkan piano untuk
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
46
mengatasi depresi yang dialami. Orang yang berpartisipasi dalam
kelompok kebugaran akan lebih mudah melaksanakan perintah jika
musik latar yang dipergunakan sesuai dengan gerakannya.
6) Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif. Contohnya
anggota keluarga klien sebagai kelompok penunjang, melakukan
diskusi tentang sebuah lirik lagu, penulisan lagu, bernyanyi dan
berimprovisasi untuk meningkatkan rasa saling percaya dan kerjasama
satu sama lain dengan panduan seorang fasilitator.
2.3.5 Musik sebagai pengantar tidur
Musik dengan tempo lamban memberikan rangsangan pada korteks serebri
(korteks auditorius primer dan sekunder) sehingga dapat menyeimbangkan
gelombang otak menuju gelombang otak α yang menandakan ketenangan
dan mengurangi ketegangan otot (Nursalam, 2007). Rangsangan musik
pada korteks serebri akan diteruskan ke serat saraf nuklei rafe sehingga
dapat menghambat sinyal nyeri yang masuk dan mampu menstimulus
sekresi serotonin yang merupakan bahan transmitter utama yang berkaitan
dengan timbulnya keadaan tidur (Guyton&hall, 1997). Musik yang
memiliki karakteristik lembut dan santai dapat membantu menjaga
keseimbangan homeostasis tubuh melalui jalur HPA axis, yang dapat
merangsang produksi β endorphin dan enkephalin yang merupakan
neurotransmitter tidur. Β endorphin dan enkephalin mampu membuat
tubuh menjadi rileks, rasa nyeri berkurang, dan menimbulkan rasa senang
sehingga lansia dapat lebih mudah tertidur (Nursalam, 2007).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
47
2.3.6 Musik instrumental
Instrumental adalah memainkan musik tanpa syair. (Hendro, 2005).
Musik instrumental adalah musik yang memiliki media atau sarana utama
berupa bunyi-bunyian dari alat musik, baik alat musik tunggal maupun
berbagai alat musik yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga
menghasilakn karya seni musik yang menawan.
Menurut Kate dan Richard Mucci (2008), seseorang harus
menemukan nada yang bisa menstimulasi bagian tubuh yang kurang sehat.
Biarkan tubuh menyerap getaran tersebut ketika seseorang memusatkan
perhatian pada gelombang suara yang memasuki bagian tubuhnya.
Seseorang dianjurkan untuk mencoba beberapa nada dan secara intuitif
akan dapat merasakan nada seperti apa yang dapat membantu. Seseorang
juga diminta untuk memainkan suatu alat musik untuk membunyikan
rangkaian nada tersebut selama dua puluh satu menit setiap periodenya.
Jenis musik instrumental ada berbagai macam seperti musik klasik,
jazz, perkusi, rock dan musik tradisional. Diantara semua jenis musik
instrumental tersebut, jenis musik yang dapat digunakan sebagai intervensi
relaksasi seseorang adalah musik klasik.
1) Jenis Suara Instrumen Musik
Memahami jenis suara/kesan suara yang dihasilkan oleh instrumen
musik dibutuhkan kepekaan rasa. Menurut jenisnya suara instrumen
musik dibedakan menjadi :
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
48
1. Instrumen bersuara Tunggal (Ritmik)
Instrumen musik yang bunyinya tidak bernada/tidak menghasilkan
nada
Contoh : Marawis, snar drum dll
2. Instrumen bersuara majemuk (Melodik)
Instrumen musik yang bunyinya menghasilkan nada
Contoh: gitar, piano, biola dsb.
2) Macam – macam instrumen musik menurut sumber bunyi
Dalam memainkan alat musik diperlukan pengetahuan yang memadai,
bakat dan kreativitas pemain. Macam-macam instrumen musik
menurut sumber bunyinya :
1. Idiofon
Bunyi yang dihasilkan dari badan instrumen tersebut. Contoh
:triangle, castanyet, gong
2. Membranofon
Bunyi yang dihasilkan dari membran/selaput yang ditegangkan.
Contoh:, gendang, marawis, drum dan sebagainya.
3. Kardofon
Bunyi yang dihasilkan dari dawai/snar yang ditegangkan. contoh,
gitar, biola, cello dan sebagainya.
4. Aerofon
Bunyi yang dihasilkan oleh udara/satuan udara dalam instrumen
tsb. Contoh: seruling.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
49
5. Elektrofon
Instrumen musik yang bunyinya dibantu dengan rangkaian
elektronik dan menggunakan daya listrik.
Contoh: gitar listrik, keyboard dsb.
3) Musik klasik
Musik klasik merupakan istilah luas yang biasanya mengarah
pada musik yang dibuat di atau berakar dari tradisi kesenian
Barat, sekitar abad ke-9 hingga abad ke-21 (Oxford, 2007).
Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan
katarsis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi, dan
harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa serta
gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan
ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek
rileks, dan menidurkan (Nurseha dan Djaafar, 2002). Selain itu musik
klasik berfungsi mengatur hormon-hormon yang berhubungan dengan
stres antara lain ACTH, prolaktin, dan hormon pertumbuhan serta
dapat meningkatkan kadar endorfin sehingga dapat mengurangi nyeri
juga kecemasan. (Champbell, 2001).
2.4 Sugesti
2.4.1 Definisi
Sugesti adalah cara pemberian suatu pengaruh oleh seseorang
kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti
pengaruh yang diberikan tanpa harus berpikir panjang. (Sunaryo, 2004).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
Siklus tidur lansia dikelompokkan menurut kuantitas waktu yang dihabiskan
lansia saat terbangun menuju tidur, kedalaman serta kualitas tidur secara
keseluruhan. Pertambahan usia dapat mempengaruhi keseluruhan kuantitas tidur
lansia, tetapi tidak secara signifikan mempengaruhi kualitas tidur dan kuantitas
istirahat. Ketidakmampuan untuk memulai mempertahankan tidur merupakan
masalah yang sering dikeluhkan oleh lansia.
Teori keperawatan yang dikemukakan oleh Miller tentang Promoting
Sleep Wellness in Older Adults menjelaskan pengkajian keperawatan terhadap
tidur lansia, faktor yang mempengaruhi tidur lansia dan intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan untuk memperoleh perbaikan kualitas tidur lansia.
2.5.1 Pengkajian keperawatan untuk pola tidur
1) Mengidentifikasi Kemungkinan untuk Promosi Kesehatan
Perawat mengkaji pola tidur untuk menilai keadekuaatan pola tidur lansia dan
untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
tidur. Selama pengkajian, perawat mendengar beberapa indikasi dari kurangnya
pengetahuan yang dapat mempengaruhi gangguan tidur. Identifikasi faktor
pengetahuan dapat menjadi panduan untuk kebutuhan promosi kesehatan.
2) Menggunakan Alat Pengkajian Tidur
Perawat dapat mengkaji riwayat tidur dengan meminta lansia untuk memiliki
diari tidur-bangun untuk membantu mengidentifikasi area masalah dan
merencanakan intervensi. Perawat dapat menggunakan PSQI (the Pittsburgh Sleep
Quality Index) untuk menkaji pola dan kualitas tidur lansia dalam setting layanan
kesehatan.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
55
2.5.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul jika diperoleh data bahwa lansia
memiliki gangguan tidur adalah gangguan pola tidur. Gangguan pola tidur adalah
keadaan dari seorang individu yang memiliki resiko atau mengalami perubahan
kualitas atau kuantitas dari pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan
atau penurunan kualitas tidur. Faktor umum yang berhubungan adalah nyeri,
ansietas, depresi, nokturia, inkontinensia, efek pengobatan, perubahan hormon
menopaus, perubahan lingkungan atau kondisi, dan kondisi patologi seperti
demensia.
2.5.3 Perencanaan untuk perbaikan pola tidur
Nursing Outcomes Classification (NOC) yang dapat dirumuskan adalah
perbaikan kualitas tidur yang ditandai dengan lansia melaporkan perubahan pola
tidur dengan meningkatnya level kenyamanan, perbaikan kualitas hidup secara
keseluruhan.
2.5.4 Intervensi keperawatan untuk perbaikan tidur
2.5.4.1 Promosi Kesehatan Pola Tidur
Promosi kesehatan yang dapat diajarkan kepada lansia tentang tidur adalah
1) Kegiatan yang harus dilakukan
1. Membangun kebiasaan tidur yang efektif dan menjalankannya setiap
malam
2. Membuat jadwal harian untuk bangun, istirahat dan tidur
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
56
Tabel 2.1 Jadwal Harian Kegiatan Lansia di Griya Lansia Santo Yosef Surabaya
Hari Jam Aktivitas Senin – Sabtu 05.00 Bangun pagi 05.00-06.00 MCK 06.00-06.30 Doa pagi 06.30-07.30 Sarapan pagi 08.00 – 10.00 Kegiatan / Hiburan 10.00-10.30 Snack 10.30-11.30 Istirahat dan mendengarkan musik
klasik rohani 12.00-12.30 Doa siang 12.30-13.30 Makan siang 14.00 – 15.30 Tidur siang 15.30 – 16.30 MCK 17.00-18.00 Makan Malam 18.00-18.30 Doa Sore 19.00 Tidur Minggu 08.00-09.30 Misa Pagi
3. Melakukan mandi air hangat pada awal malam
4. Setelah jam 13.00 WIB, hindari makanan dan obat-obatan yang
mengandung kafein termasuk kopi, permen soklat, coklat hangat serta
menghindari alkohol, gula.
5. Mengkonsumsi makanan yang dapat mendukung tidur seperti susu
hangat, teh kamomile, dan makanan ringan dengan karbohidrat
kompleks.
6. Menggunakan satu atau lebih metode relaksasi: imajinasi, meditasi,
napas dalam, latihan pasif, musik lembut, pijat tubuh atau kaki.
2) Kegiatan yang harus dihindari
1. Jangan minum alkohol sebelum tidur, jika mau minum alkohol cukup
dalam jumlah kecil.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
57
2. Jangan merokok pada sore hari
3. Jika waktu tidur berubah sementara, coba untuk menjaga waktu bangun
mendekati waktu biasanya.
4. Jangan gunakan tempat tidur untuk membaca atau aktivitas lain.
5. Jika terbangun pada malam hari dan tidak bisa kembali tidur, pergi dari
tempat tidur setelah 30 menit dan lakukan aktivitas seperti membaca di
ruangan lain.
3) Nutrisi
1. L-tryptophan memiliki efek hipnotis, yang terdapat dalam susu, telur,
ikan, kacang-kacangan dan sayuran daun hijau
2. Makan makanan dengan masukan zink, kalsium, magnesium, mangan,
vitamin C dan vitamin B kompleks
3. Vitamin E dan asam folat dapat membantu mengurangi restless leg
syndrome
4) Perawatan komplementer dan alternatif
1. Yoga meditasi, hipnoterapi, terapi cahaya, relaksasi progresif, dan
mandi air hangat atau rendam kaki air hangat yang dapat mendukung
tidur secara efektif
2. Kamomile, lavender dan marjoram dapay digunakan sebagai
aromaterapi
3. Herbal yang biasanya digunakan adalah ginseng, catnip, skullcap,
lavender, kamomile, lemon.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
58
5) Memodifikasi Lingkungan
Lingkungan yang dapat dimodifikasi untuk mendukung tidur adalah
kurangi sumber keributan, berikan suasana yang tenang, nyaman dan bersih,
kontrol suhu ruangan, dan kontrol penerangan cahaya lampu.
6) Relaksasi dan mental imagery
Menurut Miller, musik yang lembut adalah intervensi tambahan
untuk mendukung tidur. Intervensi musik adalah sebuah cara empiris yang
didasarkan pada intervensi yang ditunjukkan untuk meningkatkan kualitas
tidur, durasi, dan efisiensi, latensi tidur pada lansia. Para lansia dan pengasuh
lansia yang kebutuhannya dibantu dapat diajarkan untuk menggunakan teknik
relaksasi sebagai metode yang efektif untuk menginduksi tidur tanpa adanya
efek samping.
Kaset tape atau CD player dengan tombol mati hidup yang otomatis dapat
digunakan untuk memutar musik atau instruksi relaksasi, guided imagery,
atau latihan relaksasi.
7) Pendidikan kepada lansia tentang pengobatan dan tidur
8) Mengatasi obstructive sleep apnea
Evaluasi kefektifan intervensi keperawatan
Keefektifan intervensi untuk diagnosa gangguan tidur dapat diukur secara
subjektif atau objektif. Pengukuran secara subjektif melalui laporan lansia tentang
tidur mereka dan perasaan mereka setelah bangun tidur. Jika secara objektif
menggunakan alat pengukuran tidur yaitu diperoleh lansia yang mampu tidur
lebih dari 8 jam dan penampilan lansia serta kebutuhan untuk istirahat saat siang
hari.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
59
Gambar 2.2 Teori Keperawatan Miller tentang Promoting Sleep Wellness in Older Adult
Pengkajian Keperawatan 1. Pola tidur biasa 2. Persepsi dan kepuasan tidur 3. Rutinitas sebelum tidur 4. Resiko gangguan tidur
Penuaan 1. Penurunan waktu tidur dalam 2. Penurunan waktu bermimpi
Keadaan tidur 1. Peningkatan waktu untuk tidur 2. Sering terbangun di malam hari 3. Kualitas tidur buruk
Intervensi Keperawatan 1. Mengajarkan tentang intervensi untuk perbaikan tidur 2. Modifikasi lingkungan 3. Relaksasi dan perbaikan mental ( intervensi gabungan
sugesti dan musik instrumentalia) 4. Mengajarkan tentang pengobatan dan faktor resiko 5. Mengurangi obstuktif sleep apnea
Perbaikan kualitas 1. Merasakan kepuasan tidur 2. Peningkatan skor pada alat pengkajian tidur 3. Peningkatan kualitas hidup 4. Perubahan fungsi kesehatan yang lebih baik
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
60
2.6 Keaslian Penelitian
Adapun penelitian yang terkait dengan penelitian yang berjudul pengaruh
gabungan sugesti dan musik instrumentalia terhadap peningkatan kualitas tidur
lansia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Keaslian Penelitian No Judul Artikel; Penulis;
Tahun Metode (Desain,
Sampel, Variabel, Instrumen, Analisa)
Hasil Penelitian
1. Perbedaan Tingkat Insomnia pada Lansia Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi musik Keroncong di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tulungagung (Fina Yuli, 2012)
D: Penelitian Pre Eksperimen one group pretest post test
S: berjumlah 28 responden
I: Kuesioner PIRS A: uji Wilcoxon
Signed Rank Test
Ada perbedaan tingkat insomnia pada lanjut usia sebelum dan sesudah pemberian intervensi musik keroncong.
2. Pengaruh Intervensi musik Keroncong dan Aromaterapi Lavender (Lavandula Angustifola) terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta ( Fefi Putri , 2014)
D: Quasy eksperiment dengan desain pre and post test without control.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian intervensi musik keroncong dan aromaterapi lavender terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.
3.
Efektifitas Intervensi musik terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Penderita Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang (Sutrisno, 2007)
D: Quasy eksperimen dengan pendekatan One-Group pre test post test
S: 20 responden I: Kuesioner PSQI A: Uji korelasi
Spearman
Ada hubungan antara terapi music terhadap peningkatan kualitas tidur penderita insomnia pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang
4. Perbedaan Efektifitas Intervensi musik dengan Teknik Relaksasi Progresif terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja (Widyastuti , 2010)
D: Quasy eksperiment S: 32 responden I: Kuesioner
observasi A: Paired T-Test
Ada perbedaan efektifitas antara terapi music dan teknik relaksasi progresif terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH GABUNGAN SUGESTI DAN MUSIK INSTRUMENTALIA CECILIA INDRI K.
61
5. Pengaruh Intervensi musik terhadap Kualitas Tidur Penderita Insomnia pada Lanjut Usia (Lansia) di Panti Jompo Graha Kasih Bapa Kabupaten Kubu Raya ( Arina, 2014)
D: Pre eksperimental dengan one-group pretest-posttest design without control group