2.1 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif. ADHD adalah istilah popular, kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hiperactivity = hiperaktif dan Disorder = gangguan). Diartikan dalam Bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. ADHD sekitar tiga kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD, juga dikenal sebagai gangguan perhatian defisit (ADD) atau gangguan hyperkinetic, telah ada lebih lama daripada kebanyakan orang sadari. Bahkan, kondisi yang muncul untuk menjadi serupa dengan ADHD digambarkan oleh Hippocrates, yang tinggal 460-370 SM. Nama Perhatian Defisit Disorder pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 di DSM-III, edisi ketiga dari "Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders", digunakan dalam psikiatri. Pada tahun 1994 definisi telah diubah untuk memasukkan tiga kelompok dalam ADHD: jenis dominan hiperaktif-impulsif, tipe didominasi inatentif, dan jenis gabungan. ADHD biasanya muncul pada masa kanak-kanak tetapi dapat didiagnosis pada orang dewasa. 2.2 Karakteristik Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif. Sekarang ini, anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, tipe ADHD gabungan. Kedua, tipe ADHD kurang memerhatikan. Ketiga, tipe ADHD hiperaktif impulsive. 1. Tipe ADHD gabungan Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk ‘perhatian’, ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya enam gejala 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2.1 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif.
ADHD adalah istilah popular, kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian,
Deficit = berkurang, Hiperactivity = hiperaktif dan Disorder = gangguan). Diartikan dalam Bahasa Indonesia, ADHD
berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif adalah gangguan perkembangan dalam
peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan. ADHD sekitar tiga kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak
hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau
diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
ADHD, juga dikenal sebagai gangguan perhatian defisit (ADD) atau gangguan hyperkinetic, telah ada lebih lama
daripada kebanyakan orang sadari. Bahkan, kondisi yang muncul untuk menjadi serupa dengan ADHD digambarkan oleh
Hippocrates, yang tinggal 460-370 SM. Nama Perhatian Defisit Disorder pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 di
DSM-III, edisi ketiga dari "Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders", digunakan dalam psikiatri. Pada tahun
1994 definisi telah diubah untuk memasukkan tiga kelompok dalam ADHD: jenis dominan hiperaktif-impulsif, tipe
didominasi inatentif, dan jenis gabungan. ADHD biasanya muncul pada masa kanak-kanak tetapi dapat didiagnosis pada
orang dewasa.
2.2 Karakteristik Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif.
Sekarang ini, anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, tipe ADHD gabungan. Kedua, tipe ADHD
kurang memerhatikan. Ketiga, tipe ADHD hiperaktif impulsive.
1. Tipe ADHD gabungan
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 kriteria
untuk ‘perhatian’, ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya enam gejala
tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain sebagi berikut.
a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.
b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua tempat yang berbeda.
c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik.
d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri.
2. Tipe ADHD kurang memerhatikan dan Tipe ADHD hiperaktif impulsif.
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 kriteria
untuk ‘perhatian’ dan mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang mendalam
tanpa hiperaktifvitas/impulsifitas. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa dalam beberapa buku teks, kita
menemukan ADHD ditulis dengan garis AD/HD. Hal ini membedakan, ahwa ADHD kurang memerhatikan dari jenis
ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif impulsif.
3. Tipe ADHD hiperaktif impulsive
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas. Tipe
‘ADHD kurang memerhatikan’ ini mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori
(ingatan) mereka dan kecepatan motor perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali menyendiri
secara sosial.
1
2.2.1 Kriteria ADHD dari DSM IV (1994)
Berikut ini kriteria ADHD berdasarkan Diagnostic Statistical Manual.
A.1 Kurang Perhatian
a. Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail
b. Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain.
c. Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara langsung
d. Seringkali tidak mengikuti baik-baik intruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan atau tugas di
tempat kerja.
e. Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.
f. Seringkali kehilangan barang/benda yang penting untuk tugas-tugas dan kegiatan.
g. Seringkali mengihndari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental
yang didukung.
h. Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar.
i. Seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
A.2 Hiperaktifitas Impulsifitas.
Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berkutnya bertahan selama paling
sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.
· Hiperaktivitas.
a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering mengggeliat di kursi.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas
c. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat.
d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang.
e. Sering ‘bergerak’ atau bertindak seolah-olah ‘dikendalikan oleh motor.
f. Sering berbicara berlebihan.
· Impulsifitas
a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b. Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c. Mereka sering mengintrupsi orang lain.
B. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum anak
berusia 7 tahun.
C. Ada sesuatu di dua atau lebih setting/situasi.
D. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala-gejala tidak terjadi selamanya berlaku PDD,skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dijelaskan dengan
lenbih baik oleh gangguan mental lainnya.
2.3 Faktor Penyebab Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif.
ADHD bukan disebabkan oleh parenting yang buruk, terlalu banyak asupan gula atau MSG, ataupun gara-gara
vaksin. ADHD itu berawal dari masalah biologis yang belum seratus persen dapat dipahami.
Dalam hal ini, tidak ada penyeba tunggal untuk ADHD. Para ahli telah meneliti beberapa kemungkinan dari faktor
genetik dan lingkungan. Berikut ini komentar orang tua mengenai ADHD, “Gangguan ADHD dapat merusak hidup anak,
menghabiskan banyak energy, menimbulkan rasa sakit secara emosional, menurunkan harga diri dan secara serius
merusak hubungan kekerabatan atau pertemanan.”
2
Beberapa hal yang dapat menyebabkan perilaku hiperaktif ialah :
a. Kondisi saat hamil & persalinan. Misalnya keracunan pada akhir kehamilan (ditandai dengan tingginya tekanan darah,
pembengkakan kaki & ekskresi protein melalui urine), cedera pada otak akibat komplikasi persalinan.
b. Cedera otak sesudah lahir,yang disebabkan oleh benturan kuat pada kepala anak.
c. Tingkat keracunan timbal yang parah dapat mengakibatkan kerusakan otak. Hal ini ditandai dengan kesulitan
konsentrasi, belajar dan perilaku hiperaktif. Polusi timbal berasal dari industri peleburan baterai, mobil bekas, asap
kendaraan atau cat rumah yang tua. Obat untuk mengeluarkan timbal dari dalam tubuh hanya diberikan dibawah
pengawasan dokter bagi anak kadar timbalnya sudah sangat tinggi, karena obat tersebut mempunyai efek samping.
d. Lemah pendengaran, yang disebabkan infeksi telinga sehingga anak tidak dapat mereproduksi bunyi yang didengarnya.
Akibatnya, tingkah laku menjadi tidak terkendali & perkembangan bahasanya yang lamban. Segeralah hubungi dokter
THT jika anak menunjukkan ciri berikut: perkembangan bahasa yang lambat, lebih banyak memperhatikan mimik lawan
bicara & lebih banyak berreaksi terhadap perubahan mimik & isyarat.
e. Faktor psikis, yang lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan anak dengan dunia luar. Meskipun jarang, hubungan
dengan anggota keluarga dapat pula menjadi penyebab hiperaktivitas. Contoh kasus, orang tua yang bersikap sangat
tegas menyuruh anak berdiri 15 menit di pojok ruangan untuk mengatasi ketidakdisiplinannya. Tapi setelah 15 menit
berlalu, maka anak malah mempunyai energi berlebih yang siap meledak dengan akibat lebih negatif dibanding kesalahan
sebelumnya.
Faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak
1. Faktor neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti
lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat
badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut
adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif
yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi.
2. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku
hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan
mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
3. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih
sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat
pada anak kembar.
4. Faktor Kultural dan psikososial
a. Pemanjaan.
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan,
membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi
kebutuhannya.
b. Kurang disiplin dan pengawasan.
3
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika
anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya
ditempat lain termasuk di sekolah dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya.
c. Orientasi kesenangan.
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif
secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri. Anak yang
mempunyai orientasi kesenangan ingin memuaskan kebutuhan atau keinginan sendiri.
2.4 Pelayanan Pembelajaran Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Hiperaktif.
Menurut Moeslichatoen ada beberapa metode yang cocok untuk membimbing dan
mengarahkan anak. Adapun keseluruhan metode tersebut akan dijelaskan di bawah ini
sebagaimana Moeslichatoen menjelaskan dalam bukunya “Metode pengajaran di
Taman Kanak-Kanak”.
1. Metode Bercerita
Metode cerita juga digunakan oleh Allah untuk mengajarkan kepada manusia tentang
prinsip-prinsip rohani. Dalam cerita terjadi peristiwa yang menarik. Metode cerita bagi
anak-anak usia 3-5 tahun merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar
bagi anak secara lisan. Metode bercerita bagi anak usia ini dalam mengajarkan tentang
kebenaran haruslah menarik, mengundang perhatian dan tidak lepas dari konsep
bercerita. Dunia kehidupan anak itu penuh sukacita, maka kegiatan bercerita haruslah
diusahakan dapat memberikan perasaan, gembira, lucu, dan mengasyikkan. Karena
dunia kehidupan anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah dan
diluar lingkungannya.
Moeslichatoen mengatakan bahwa ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat
dipergunakan antara lain guru atau orang tua dapat membaca langsung dari buku,
menggunakan illustrasi dari buku gambar, menggunakan papan flanel, menggunakan
boneka, bermain peran dalam suatu cerita.
2. Metode tanya-jawab.
Dengan adanya metode tanya-jawab ini akan membuat antara anak dan guru ada
komunikasi. Itu juga diperlukan persiapan yang baik agar dapat memberikan jawaban
yang sesuai dengan kebenarannya. Kadang kala ada anak hiperaktif menanyakan
sesuatu yang dapat membuat guru menjadi bingung untuk menjawabnya. Saat anak
yang memiliki perilaku yang berlebihan itu tidak bisa diam, guru dapat langsung
bertanya kepada anak mengenai cerita yang baru saja diceritakan. Dengan cara ini
maka anak tersebut akan memberikan perhatiannya kepada guru yang bertanya.
Walaupun rentang konsentrasi anak seperti itu sangat singkat.
3. Metode pekerjaan tangan.
Guru/pembimbing anak dapat memberikan metode pekerjaan tangan ini kepada anak
yang memiliki perlaku berlebihan atau yang tidak mau diam, seperti membuat bentuk
dari lilin, melukis dengan kanji yang berwarna warni. Hal tersebut harus dibuat oleh
anak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru. Dengan adanya metode ini maka
anak yang tidak mau diam tadi dapat diberikan kegiatan diatas, sehingga anak itu tidak
lagi mengganggu teman yang lainnya saat berada di kelas.
4. Metode pemberian tugas.
4
Metode pemberian tugas merupakan tugas atau pekerjaan yang sengaja diberikan
kepada anak yang tidak mau diam, supaya kesempatan si anak untuk mengganggu
temannya mulai berkurang. Pemberian tugas itu juga harus jelas dan penentuan batas
yang tepat diberikan secara nyata. Banyak anak yang mengalami hambatan untuk
memperoleh kemajuan belajar karena tidak menentunya batas tugas yang diberikan
oleh guru untuk diselesaikan. Kejelasan penentuan batas tugas yang harus
diselesaikan anak akan memperkecil kemungkinan anak membuang-buang waktu dan
tenaga untuk suatu kegiatan yang tidak membuahkan hasil dan tidak bermakna bagi
anak. Pemberian tugas kepada anak seperti ini juga harus dapat membangkitkan minat
anak untuk mengembangkan tugas itu secara kreatif. Anak itu tidak akan melakukan
tugas bila yang diberikan oleh guru baginya itu tidak menarik. Pemberian tugas secara
tepat dan profesional akan dapat meningkatkan bagaimana cara belajar yang benar,
sehingga keinginan anak untuk melakukannya timbul pada dirinya sendiri. Bila
pemberian tugas itu menggunakan bahan yang bervariasi, dan sesuai dengan
kebutuhan dan minat anak, maka akan memberikan arti yang besar bagi anak tersebut.
5. Metode bermain.
Metode bermain juga sangat baik diberikan kepada anak tersebut karena anak akan belajar mengendalikan diri
sendiri, memahami dunianya. Dengan menggunakan metode bermain kepada anak seperti ini diperlukan guru-guru
yang harus menemaninya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan
kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang dapat menyalurkan bakat si anak.
Bagi anak seperti ini, metode ini dapat diberikan dan anak akan merasa sangat senang.
Karena anak itu dapat dengan bebas melakukan kegiatannya yang dirasakan cukup
baik bagi dirinya. Melalui kegiatan bermain ini anak dapat menggunakan otot kasar.
Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan tersebut seperti
Twin studies indicate that the disorder is highly heritable and that genetics are a factor in about 75 percent of all cases.[14] Hyperactivity also seems to be primarily a genetic condition; however, other causes have been identified.[50]
A large majority of ADHD cases may arise from a combination of various genes, many of which
affect dopamine transporters. Candidate genes include DAT1, DRD4, DRD5, 5HTT, HTR1B, andSNAP25. There is also
strong heterogeneity for the associations between ADHD and DAT1, DRD4, DRD5, dopamine beta
hydroxylase, ADRA2A, 5HTT, TPH2, MAOA, and SNAP25.[51] A common variant of a gene called LPHN3 is estimated
to be responsible for about 9% of the incidence of ADHD, and ADHD cases where this gene is present are particularly
responsive to stimulant medication.[52]
Executive functions
Cognitive processes that regulate, control, and manage other cognitive processes are termed "executive functions" (EF).[53] Examples of such regulated processes are planning, working memory,attention, inhibition, mental flexibility, and
initiation and monitoring of actions.[54] One of the most noticeable neuropsychologic theories of ADHD suggests that its
symptoms arise from a primary deficit in executive functions (EF).[55] A 2005 review found that groups with ADHD
showed significant impairment on all EF tasks. The strongest effects were on measures of response inhibition, vigilance,
working memory, and planning. However, the effect sizes were moderate and there were also individual differences.[55] Not all individuals with ADHD show deficits in executive functioning;[56] the criteria for an executive function deficit
are met in 30–50% of children and adolescents with ADHD.[57] Furthermore, deficits in EF are not unique to ADHD.[56] For example, deficits in executive function are seen in individuals with oppositional defiant disorder and conduct
disorder.[56] One study found that 80% of individuals with ADHD was impaired in at least one EF task, compared to 50%
for individuals without ADHD.[58] The 2005 review concluded that deficits in certain executive functions play an
important role in ADHD; however, "EF weaknesses are neither necessary nor sufficient to cause all cases of ADHD".[55]
Evolution
See also: Hunter vs. farmer hypothesis
At more than 1 percent of the population, researchers have proposed that the high prevalence of ADHD may be due
to natural selection having favoured ADHD, possibly because the individual traits may be beneficial on their own, and
only become dysfunctional when these traits combine to form ADHD.[59] The high prevalence of ADHD may in part be
because women in general are more attracted to males who are risk takers, thereby promoting ADHD in the gene pool.[60]
Further evidence that hyperactivity might be evolutionarily beneficial was put forth in a 2006 study finding that it may
carry specific benefits for certain forms of society. In these societies, those with ADHD are hypothesized to have been
more proficient in tasks involving risk, competition, and/or unpredictable behavior (i.e. exploring new areas, finding new
food sources, etc.), where these societies may have benefited from confining impulsive or unpredictable behavior to a
small subgroup. In these situations, ADHD would have been beneficial to society as a whole even while severely
detrimental to the individual.[60] More recent research suggests that because ADHD is more common in mothers who are
anxious or stressed that ADHD is a mechanism of priming the child with the necessary traits for a stressful or dangerous
environment, such as increased impulsivity and explorative behaviour etc.[61] A genetic variant associated with ADHD
(DRD4 48bp VNTR 7R allele) has been found to be at higher frequency in more nomadic populations and those with
more of a history of migration.[62] Consistent with this, another group of researchers observed that the health status of
nomadic Ariaal men was higher if they had the ADHD associated genetic variant (7R alleles). However in recently
sedentary (non-nomadic) Ariaal those with 7R alleles seemed to have slightly worse health.[63]
ADHD is predominantly a genetic disorder with environmental factors contributing a small role to the etiology of
ADHD. Twin studies have shown that ADHD is largely genetic with 76 percent of the phenotypic variance being
explained by inherited genetic factors.[64][65] Alcohol intake during pregnancy can cause the child to have a fetal alcohol
spectrum disorder which can include symptoms similar to ADHD.[66] Exposure to tobacco smoke during pregnancy
impairs normal development of the feotus including the central nervous system and can increase the risk of the child
being diagnosed with ADHD.[67] Many children exposed to tobacco do not develop ADHD or else only have mild
symptoms which do not reach the threshold of a diagnosis of ADHD. A combination of a genetic vulnerability to
developing ADHD as well as the toxic developmental effects of tobacco on the foetus explain why some children
exposed to tobacco smoke in utero develop ADHD and others don't.[68] Children exposed to lead, even relatively low
levels of lead develop neurocognitive deficits which resemble ADHD and these children can fulfill the diagnostic criteria
for ADHD. There is also some evidence that exposure to polychlorinated biphenyls during childhood causes
developmental damage and can cause ADHD type symptoms which are the diagnosed as ADHD.[69] Exposure to
the organophosphate insecticides chlorpyrifos and dialkyl phosphate is associated with an increased risk of ADHD.
However, the evidence is not definitive as 5 of 17 studies failed to find an association.[70]
Very low birth weight, premature birth and exceptional early adversity increase the risk of the child having ADHD.[71] At
least 30 percent of children who experience a paediatric traumatic brain injury develop ADHD.[72] Infections during
pregnancy, at birth, and in early childhood are linked to an increased risk of developing ADHD. These include various
viruses (measles, varicella, rubella,enterovirus 71) and streptococcal bacterial infection.[73]
Diet
Main article: Diet and attention deficit hyperactivity disorder
Concerns were first raised by Benjamin Feingold, a paediatric allergist that food colourings and additives may affect
children's behaviour in 1973. There is evidence suggesting that some food colourings may make some children
hyperactive. However, the evidence for a link between food colourings and hyperactive behaviour remains uncertain. The
FDA interpreted the evidence as being inconclusive as to whether food colours caused hyperactivity or not. The FDA
review of food colours has been criticised for only doing a very narrow investigation into food colourings and their
possible association with causing hyperactivity instead of investigating their possible effect on neurobehaviour in general.[74] It is possible that certain food colourings act as a trigger for ADHD symptoms in subgroup of children who have a
genetic vulnerability. The U.K, followed by the European Union took regulatory action on food colourings due to
concerns about their possible adverse effects in children.[75] According to the Food Standards Agency, the food regulatory
agency in the UK, food manufacturers were encouraged to voluntarily phase out the use of most artificial food colors by
the end of 2009. Sunset yellow FCF (E110), quinoline yellow (E104), carmoisine (E122), allura red (E129), tartrazine
(E102) and ponceau 4R (E124) are collectively called the "Southampton six". Following the FSA’s actions, the European
Commission ruled that any food products containing the contentious colourings must display warning labels on their
packaging by 2010.[76]
Social
The World Health Organization states that the diagnosis of ADHD can represent family dysfunction or inadequacies in
the educational system rather than individual psychopathology.[77] Other researchers believe that relationships with
caregivers have a profound effect on attentional and self-regulatory abilities. A study of foster children found that a high
number of them had symptoms closely resembling ADHD.[78] Researchers have found behavior typical of ADHD in
children who have suffered violence and emotional abuse.[14][79] Individuals with posttraumatic stress syndrome(PTSD)
show deficits in executive functions and in attention, and children with PTSD can be misdiagnosed with ADHD.[80]
disorders and child abuse,[105] and cluttering (tachyphemia) among others.
As with other psychological and neurological issues, the relationship between ADHD and sleep is complex. In addition to
clinical observations, there is substantial empirical evidence from a neuroanatomic standpoint to suggest that there is
considerable overlap in the central nervous system centers that regulate sleep and those that regulate attention/arousal.[106] Primary sleep disorders play a role in the clinical presentation of symptoms of inattention and behavioral
dysregulation. There are multilevel and bidirectional relationships among sleep, neurobehavioral functioning and the
clinical syndrome of ADHD.[107]
Behavioral manifestations of sleepiness in children range from the classic ones (yawning, rubbing eyes), to externalizing
behaviors (impulsivity, hyperactivity, aggressiveness), to mood lability and inattentiveness.[106][108][109] Many sleep
disorders are important causes of symptoms that may overlap with the cardinal symptoms of ADHD; children with
ADHD should be regularly and systematically assessed for sleep problems.[106][110]
From a clinical standpoint, mechanisms that account for the phenomenon of excessive daytime sleepiness include:
Chronic sleep deprivation, that is insufficient sleep for physiologic sleep needs,
Fragmented or disrupted sleep, caused by, for example, obstructive sleep apnea (OSA) or periodic limb movement
disorder (PLMD),
Primary clinical disorders of excessive daytime sleepiness, such as narcolepsy and
Circadian rhythm disorders, such as delayed sleep phase syndrome (DSPS). A study in the Netherlands compared
two groups of unmedicated 6-12-year-olds, all of them with "rigorously diagnosed ADHD". 87 of them had problems
getting to sleep, 33 had no sleep problems. The larger group had a significantly later dim light melatonin
onset (DLMO) than did the children with no sleep problems.[111]
Management
Main article: Attention deficit hyperactivity disorder management
Methods of treatment often involve some combination of Positive behavior support (PBS), life-style changes, counseling,
and medication. A 2005 study found that medical management and behavioral treatment is the most effective ADHD
management strategy, followed by medication alone, and then behavioral treatment.[112] While medication has been shown
to improve behavior when taken over the short term, they have not been shown to alter long-term outcomes.[113] Medications have at least some effect in about 80% of people.[114] Dietary modifications may also be of benefit.[115]
Psychosocial
The evidence is strong for the effectiveness of behavioral treatments in ADHD.[116] It is recommended first line in those
who have mild symptoms and in preschool-aged children.[117] Psychological therapies used
include psychoeducational input, behavior therapy, cognitive behavioral therapy (CBT), interpersonal
psychotherapy (IPT), family therapy, school-based interventions, social skills training, parent management training,[14] neurofeedback,[118] and nature exposure.[119][120] Parent training and education have been found to have short-term
benefits.[121] There is a deficiency of good research on the effectiveness of family therapy for ADHD, but the evidence
that exists shows that it is comparable in effectiveness to treatment as usual in the community and is superior to
medication placebo.[122] Several ADHD specific support groups exist as informational sources and to help families cope
with challenges associated with dealing with ADHD.
Stimulant medications are the medical treatment of choice.[123][124] There are a number of non-stimulant medications, such
as atomoxetine, that may be used as alternatives.[123] There are no good studies of comparative effectiveness between
various medications, and there is a lack of evidence on their effects on academic performance and social behaviors.[125] While stimulants and atomoxetine are generally safe, there are side-effects and contraindications to their use.[123] Medications are not recommended for preschool children, as their long-term effects in such young people are
unknown.[14][126] There is very little data on the long-term benefits or adverse effects of stimulants for ADHD.[127] Any drug
used for ADHD may haveadverse drug reactions such as psychosis and mania,[128] though methylphenidate-induced
psychosis is uncommon. Regular monitoring of individuals receiving long-term stimulant therapy for possible treatment
emergent psychosis has been recommended.[129] Tolerance to the therapeutic effects of stimulants can occur,[90] and abrupt
withdrawal is not recommended.[130] People with ADHD have an increased risk of substance abuse, and stimulant
medications reduce this risk.[131][132] Stimulant medications in and of themselves however have the potential for abuse
and dependence.[133] Guidelineson when to use medications vary internationally, with the UK's National Institute of
Clinical Excellence, for example, recommending use only in severe cases, while most United States guidelines
recommend medications in nearly all cases.[134] Deficiency in zinc is more commonly found in ADHD children compared
to other children. There is evidence that zinc supplementation can benefit ADHD children who have low zinc levels.[135]
Prognosis
Children diagnosed with ADHD have significant difficulties in adolescence, regardless of treatment.[136][137] In the United
States, 37 percent of those with ADHD do not get a high school diploma even though many of them will receive special
education services.[138] A 1995 briefing citing a 1994 book review says the combined outcomes of the expulsion and
dropout rates indicate that almost half of all ADHD students never finish high school.[139] Also in the US, less than 5
percent of individuals with ADHD get a college degree[140] compared to 28 percent of the general population.[141] The
proportion of children meeting the diagnostic criteria for ADHD drops by about 50 percent over three years after the
diagnosis. This occurs regardless of the treatments used and also occurs in untreated children with ADHD.[105][142]
[143] ADHD persists into adulthood in about 30 to 50 percent of cases.[7] Those affected are likely to develop coping
mechanisms as they mature, thus compensating for their previous ADHD.[8]
Epidemiology
ADHD's global prevalence is estimated at 3 to 5 percent in people under the age of 19. There is, however, both
geographical and local variability among studies. Children in North America appear to have a higher rate of ADHD than
children in Africa and the Middle East.[145] Published studies have found rates of ADHD as low as 2 percent and as high
as 14 percent among school-aged children.[146] The rates of diagnosis and treatment of ADHD are also much higher on the
east cast of the United States than on its west coast.[147] The frequency of the diagnosis differs between male children
(10%) and female children (4%) in the United States.[148] This difference between genders may reflect either a difference
in susceptibility or that females with ADHD are less likely to be diagnosed than males.[149]
Rates of ADHD diagnosis and treatment have increased in both the UK and the US since the 1970s. In the UK an
estimated 0.5 per 1,000 children had ADHD in the 1970s, while 3 per 1,000 received ADHD medications in the late
1990s. In the US in the 1970s 12 per 1,000 children had the diagnosis, while in the late 1990s 34 per 1,000 had the
diagnosis and the numbers continue to increase.[14]