BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat. Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Insiden penyakit Addison adalah 4 per 100.000 penduduk, 50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari proses atoimun. Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak
(75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau
infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat.
Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal
tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi
kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks
adrenal. Insiden penyakit Addison adalah 4 per 100.000 penduduk, 50% pasien
dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari
proses atoimun. Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon
korteks adrenal.
Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-
masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita
hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat
dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 – 50 tahun .
50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya
merupakan manifestasi dari proses atoimun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan addison ?2. Bagaimana etiologi addison ?3. Bagaimana patofisiologi addison ?4. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan addison ?
1
1.3 Tujuan
1 Mahasiswa megetahui definisi addison
2 Mahasiswa mengetahui etiologi addison
3 Mahasiswa megetahui patofisiologi addison
4 Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan addison
1.4 Manfaat
1 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi addison
2 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang etiologi addison
3 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang patofisiologi addison
4 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan addison
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan
pada kelenjar adrenal (Black,1997) Penyakit Addison (juga dikenal sebagai
kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah
penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid
yang tidak cukup. Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak. Nama penyakit
ini dinamai dari Dr Thomas Addison, dokter Britania Raya yang pertama kali
mendeskripsikan penyakit ini tahun 1855.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal.
(Soediman,1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik,biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks
adrenal (keperawatan medical bedah, bruner, dan suddart edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison adalah kekurangan partikal sekresi hormon korteks
adrenal. Keadaan seperti ini terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal
zona glomeruluna dan sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana
gangguan enzim menghambat sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi (kerusakan)
jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas)
atau tindakan pembedahan (Doenges, 1993).
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang
menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron
2. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih.
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar
matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku.
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.
5. Hipotensi arterial ( TD : 80/50 mmHg/kurang).
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal.
Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium yang dapat
ditandai oleh penurunan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
5
sianosis, panas dan tanda-tanda syok, pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan
lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Di samping itu, pasien dapat
mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-
tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani ynag sedikit
berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam.(
Keperawatan Medikal Bedah II, edisi 8, 2001 )
2.4 Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari
6
kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan
urin. Tes diagnostic fungsi adrenalkortikal meliputi:
1. Uji ACTH
Meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder). Tes
skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison. Prosedurnya sebagai
berikut: batas dasar plasma cortisol ditarik (waktu ‘0’). Kortisol plasma
merespon ACTH secara intravena, 45 menit kemudian sampel darah
diambil. Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20 µg/dl.
2. Plasma ACTH
Jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan akurat akan
mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal primer (tinggi), atau
sekunder (normal atau rendah).
3. Serum elektrolit
Serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan kalsium
biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron dan
kekurangan kortisol.
4. ADH meningkat
Aldosteron menurun, kortisol plasma menurun dengan tanpa respons
pada pemberian ACTH secara IM (primer) atau secara IV.
5. Glukosa: hipoglikemia
7
6. Ureum/ kreatini
mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
Analisa gas darah : Asidosis metabolic
7. Sel darah merah (eritrosit): normositik,
anemia normokromik (mungkin tidak nyata/ terselubung dengan
penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht) meningkat (karena
hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
8. Urine (24 jam)
17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid
menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam pencapaian atau
peningkatan kadar steroid urin setelah pemeriksaan dengan pemberian
ACTH merupakan indikasi dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar
adrenal yang permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan
kesan penyebab supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
1. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.
2. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
3. Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai
60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan –
tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
8
4. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari
ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara
intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit
setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder
memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon
– respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada
pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan
pada hypothalamus sebagai penyebab.
5. Sinar X
Jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal)
mungkin akan ditemukan.
2.6 Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5-50 mg/hr.
b) Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV.
c) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol.
d) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline.
e) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral.
2. Keperawatan
a) Pengukuran TTV.
b) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan waktu istirahat
pasien.
9
c) Meniempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai
ditinggikan.
d) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam.
e) Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit
yang normal disertai regresi gambaran klinis.
f) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang
menunjukan adanya krisis Addison.
10
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1) Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang
mengalami krisis adrenal
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan
muntah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun ca paru, payudara dan limpama
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah
pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB
turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien
lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm)
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6) Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)
a. Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi
otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping
hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
11
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b. Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c. Sistem Pencernaan
· Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
· Abdomen :
I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d. Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas
dingin,cyanosis, pucat, terjadi piperpigmentasi di bagian distal
ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa
e. Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab.
Diagnostik ACTH meningkat
f. Sistem Eliminasi Uri
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik
urin
g. Eliminasi Alvi
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
12
h. Sistem Neurosensori
Pusning, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi
disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam