1 ADAPTASI PETANI JAWA DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS DESA KOLAM-KANAN) I. PENDAHULUAN Pertanian hingga sekarang ini masih merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah ekosistem wilayahnya ada yang sudah berubah menjadi daerah pemukiman dan perindustrian, tetapi pertanian masih tetap merupakan andalan utama bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, meskipun Indonesia memasuki era industrialisasi, tetapi kemampuan pertanian yang tangguh masih akan terus diperlukan untuk mendukung industrialisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa peranan pembangunan pertanian pada tahun-tahun mendatang masih terus dibutuhkan. Berdasarkan tujuan pembangunan nasional jangka panjang, dalam pembangunan sektor industri terus mengalami perturnbuhan yang cepat. Keadaan ini tidak saja menyebabkan perluasan kawasan industri, sehingga pembangunan industri telah menimbulkan berbagai dampak yang tidak di inginkan, antara lain berkurangnya lahan pertanian di Jawa. Selain itu, dewasa ini kian pesatnya proses alih fungsi (konversi) lahan pertanian subur menjadi lahan untuk kepentingan non-pertanian (industri dan pemukiman). Hal ini mendorong sebagian petani Jawa melakukan migrasi ke daerah-daerah lain di luar Jawa khususnya di daerah Kalimantan Selatan. Petani Jawa di Kalimantan Selatan harus beradaptasi dengan kondisi geografis setempat agar dapat bertahan hidup (survive). Penyesuaian diri terhadap lingkungan alam biasanya terwujud dalam berbagai pola pertanian yang mereka miliki. Dengan demikian, para petani di Kalimantan Selatan khususnya petani Jawa yang tinggal di desa Kolam-Kanan harus beradaptasi dan berjuang keras untuk menghadapi kondisi geografis setempat. Sejumlah penelitian mengenai adaptasi petani di propinsi Kalimantan Selatan telah banyak dilakukan, seperti penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Prof. DR. H. Wahyu, M.S (2001) dalam memperoleh gelar Doktor dengan
22
Embed
ADAPTASI PETANI JAWA DI KALIMANTAN SELATAN …eprints.ulm.ac.id/226/1/6 Adaptasi Petani Jawa di Kalimantan... · Penyesuaian diri terhadap lingkungan alam ... memanfaatkan tenaga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ADAPTASI PETANI JAWA DI KALIMANTAN SELATAN
(STUDI KASUS DESA KOLAM-KANAN)
I. PENDAHULUAN
Pertanian hingga sekarang ini masih merupakan mata pencaharian
utama bagi masyarakat Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah ekosistem
wilayahnya ada yang sudah berubah menjadi daerah pemukiman dan
perindustrian, tetapi pertanian masih tetap merupakan andalan utama bagi
kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, meskipun Indonesia memasuki era
industrialisasi, tetapi kemampuan pertanian yang tangguh masih akan terus
diperlukan untuk mendukung industrialisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa
peranan pembangunan pertanian pada tahun-tahun mendatang masih terus
dibutuhkan.
Berdasarkan tujuan pembangunan nasional jangka panjang, dalam
pembangunan sektor industri terus mengalami perturnbuhan yang cepat.
Keadaan ini tidak saja menyebabkan perluasan kawasan industri, sehingga
pembangunan industri telah menimbulkan berbagai dampak yang tidak di
inginkan, antara lain berkurangnya lahan pertanian di Jawa. Selain itu,
dewasa ini kian pesatnya proses alih fungsi (konversi) lahan pertanian subur
menjadi lahan untuk kepentingan non-pertanian (industri dan pemukiman).
Hal ini mendorong sebagian petani Jawa melakukan migrasi ke daerah-daerah
lain di luar Jawa khususnya di daerah Kalimantan Selatan.
Petani Jawa di Kalimantan Selatan harus beradaptasi dengan kondisi
geografis setempat agar dapat bertahan hidup (survive). Penyesuaian diri
terhadap lingkungan alam biasanya terwujud dalam berbagai pola pertanian
yang mereka miliki. Dengan demikian, para petani di Kalimantan Selatan
khususnya petani Jawa yang tinggal di desa Kolam-Kanan harus beradaptasi
dan berjuang keras untuk menghadapi kondisi geografis setempat.
Sejumlah penelitian mengenai adaptasi petani di propinsi Kalimantan
Selatan telah banyak dilakukan, seperti penelitian ilmiah yang dilakukan oleh
Prof. DR. H. Wahyu, M.S (2001) dalam memperoleh gelar Doktor dengan
2
judul Kemampuan Adaptasi Petani Dalam Sistem Usaha Tani Sawah Pasang
Surut dan Sawah Irigasi di Kalimantan Selatan. Selain itu penelitian yang
sama juga dilakukan oleh Abdoelah (1990) tentang adaptasi yang dilakukan
oleh para transmigran dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Proses penelitian mengenai adaptasi petani Jawa ini akan
dideskripsikan melalui proses adaptasi petani transmigran di daerah pasang
surut di Desa Kolam Kanan, propinsi Kalimantan Selatan. Dimana pola
pertanian yang diterapkan berbeda dengan pola pertanian yang biasa
dilakukan di daerah Jawa. Di daerah Kolam Kanan ini, para transmigran
dituntut dapat beradaptasi dengan kondisi geografis setempat. Hal tersebut
secara langsung juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan, terutama dalam
aspek ekonomi masyarakatnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola umum stategi
adaptasi yang dilakukan oleh para petani transmigran dalam melakukan
usahanya agar dapat bertahan hidup (survive) dalam keadaan lingkungan yang
berbeda dengan keadaan lingkungan yang sebelumnya. Adapun bentuk-
bentuk adaptasi yang dimaksud meliputi strategi di bidang pertanian, strategi
di bidang pangan, dan strategi di bidang reproduksi. Penelitian ini tidak
membicarakan semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi petani, tetapi
hanya membicarakan variabel yang erat hubungannya dengan kelangsungan
ekonomi dan proses adaptasi di daerah baru, sehingga dapat diketahui pola
adaptasi petani Jawa di Desa Kolam-Kanan.
Dari studi pendahuluan di lapangan pada kenyataannya bahwa petani
Jawa di Desa Kolam-Kanan sudah mampu melakukan adaptasi dengan pola-
pola pertanian yang ada di Desa Kolam-Kanan. Hal ini dapat terlihat dari
kemampuan petani Jawa dalam mengolah lahan pasang surut yang jauh
berbeda dengan lahan pertanian di Jawa yang, pada umumnya menggunakan
sistem irigasi.
Oleh karena itu penelitian ini panting dilakukan untuk mengetahui
strategi adaptasi petani Jawa di Kalimantan Selatan khususnya di Desa
Kolam-Kanan. Sebaliknya jika tidak dilakukan penelitian maka tidak akan
3
diketahui mengenai inovasi dan strategi-strategi adaptasi yang dilakukan
petani Jawa untuk dapat bertahan hidup. Jika demikian maka tidak
teridentifikasi mengenai permasalahan yang dihadapi petani Jawa di Desa
Kolam-Kanan.
II. LANDASAN TEORI
A. Petani
Masyarakat petani merupakan terjemahan dari peasant society
(Redfield, 1985 dalam Wahyu, 2001). Dalam konteks historis, masyarakat
petani menurut Sanderson (1993:97) pertama muncul kira-kira 5000-6000
tahun yang lalu di Mesir dan Mesopotamia dan agak berkembang sedikit di
Cina dan India. Masyarakat petani belum lama terdapat dibanyak bagian
dunia. Sejak masyarakat petani muncul untuk pertama kalinya sampai
sekarang, mayoritas manusia hidup secara agraris.,
Sejauh menyangkut cara hidup, masyarakat sekarang ini telah
mengalami perubahan akibat perkembangan industrialisasi. Sebagai
perbandingan, petani dahulu menggunakan alat-alat seperti bajak dengan
memanfaatkan tenaga hewan sedang kini para petani telah menggunakan
teknologi seperti traktor.
Di Indonesia kehidupan masyarakat petani terpolarisasi diberbagai
tempat seperti di sawah, tegalan, ladang dan sebagainya. Perbedaan ekologi
pertanian tersebut akan menghasilkan pola pertanian yang berbeda. Sebagai
contoh pertanian di ladang, petani menanami lahan dengan cara "dua ladang"
atau "tiga ladang". Pada petani yang menanami lahan dengan cara "dua
ladang", mereka bekerja pada satu ladang selama satu tahun sambil
membiarkan ladang yang satunya kosong, kemudian pada tahun berikutnya
akan membalikkan proses yang sama. Berbeda dengan para petani yang
menggunakan "tiga ladang", satu ladang ditanami buah-buahan, ladang yang
lain ditanami sayur-sayuran, sementara ladang ketiga dibiarkan kosong pada
saat yang sama.
4
Tahun berikutnya tanah yang dibiarkan kosong tadi akan ditanami,
begitulah selanjutnya. Secara alamiah dengan menggilirkan bibit dan ladang,
dan hal ini merupakan usaha para petani untuk menjaga kesuburan tanah
setinggi mungkin. Berbeda dengan pertanian di sawah mereka menanami padi
atau palawija secara berkesinambungan (Wahyu, 2001).
Redfield (Wahyu, 2001:26) melukiskan bahwa "petani di masa lalu itu
mempunyai sikap yang intim dan hormat terhadap tanah serta pekerjaan
pertanian adalah baik". Tentang sikap yang intim dan menghormati tanah ini
dimaksudkan bahwa para petani tetap menjalankan pertanian meskipun secara
ekonomis kadang-kadang tidak menguntungkan. Sebaliknya pekerjaan diluar
pertanian seperti perdagangan tidak pernah menjadi sesuatu yang begitu
penting dan sungguh-sungguh seperti pertanian. Hal ini adalah suatu yang
begitu jelas bagi petani bahwa tanah adalah sebagai tempat petani bekerja.
Pekerjaan di atas tanah adalah sebagai keharusan ini memperlihatkan bahwa
petani benar-benar menekankankan pekerjaan di tanah untuk membangun
suatu kehidupan yang bermartabat bukan hanya sekedar mati-matian mencari
sesuap nasi.
Selanjutnya Redfield (Wahyu, 2001), selain melihat sikap petani
terhadap tanah juga terhadap kerja, ia menyatakan bahwa "cara hidup yang
terhormat bagi petani adalah bekerja keras". Para petani umumnya
menanamkan daya tahan dan bekerja keras kepada anak-anaknya atau kaum
muda. Bekerja keras ini telah menjadi tradisi yang berkembang luas
dilingkungan petani. Di samping itu orientasi petani dimasa lalu lebih
sederhana. Mereka tidak memamerkan seleranya atau menampakkan
emosinya. Jadi nilai-nilai kesederhanaan adalah sikap-sikap yang dipilih para
petani.
Pandangan Wolf (1983:19) "Petani di masa lalu umumnya hanya
menyediakan bagi kebutuhan keluarganya sendiri atau untuk menunaikan
kewajiban-kewajiban keluarga dan bukan untuk dipertukarkan dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Dari sudut pandangan ini sistem pertanian yang
5
demikian itu disebut "subsistence" yaitu sistem pertanian dimana tujuan, dari
petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya.
Menurut Scott (1981:7) petani subsistence ini menganut prinsip safety
first yaitu dahulukan selamat. Artinya petani yang bercocok tanam itu
berusaha menghindari kegagalan yang menghancurkan kehidupannya dan
bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko.
Tingkah laku itu oleh Scott disebut risk-averse yaitu mereka meminimumkan
kemungkinan subyektif dari kerugian maksimum.
Menurut Mubyarto, (1994: 22) bahwa "Hasil produksi pertanian pada
umumnya untuk keperluan sendiri sedangkan sarana produksi semuanya
dicukupi dari dalam keluarga sendiri, perdagangan hampir tidak ada". Dalam
istilah ekonomi pertanian usaha ini dinamakan usaha tani subsistence.
Sementara Wolf (1983: 2) menyebutnya peasent (petani pedesaan), mereka
mengelola usaha taninya untuk keperluan sendiri, bukan untuk bisnis.
B. Adaptasi
Menurut Sahlins (Wahyu, 2001), adaptasi merupakan suatu proses
dimana individu berusaha untuk memaksimalkan kesempatan hidupnya.
Sementara Barnet (Wahyu, 2001) mengatakan bahwa adaptasi merupakan
suatu proses saling hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik, bahwa
individu tersebut berusaha untuk meyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan
tantangan lingkungan fisik.
Cara pandang demikian sebenarnya sejak lama telah digunakan oleh
Steward yang disebut Ekologi Budaya. Steward (1955:65) menjelaskan ada
hubungan timbal balik antara lingkungan fisik dan kebudayaan. Dasar teori
Steward ini telah ditindak lanjuti oleh studi Geertz dari etnik Jawa. Teori
Geertz (1976:10) menegaskan bahwa, "sifat adaptasi suatu komunitas
tergantung pada perjuangan keras atau kecerdikan mereka untuk mengalahkan
lingkungan alam".
Proses adaptasi yang digambarkan oleh Steward dapat terjadi di dalam
struktur masyarakat manapun juga. Dengan teori Steward di atas maka
6
permasalahan umum di sawah pasang surut dan sawah irigasi dapat diatasi
secara baik asal saja perintah-perintah yang menimbulkan permasalahan dapat
teratasi. Caranya para petani di sawah pasang surut dan sawah irigasi ini harus
lincah, gesit, mudah bergerak dan berjuang keras. Karena itu, faktor tradisi,
motivasi, karsa dan kemampuan dasar petani merupakan bagian dari
kebudayaan dikaji lebih mendalam.
Menurut Garna (Wahyu, 2001), "Tradisi itu terintegrasi dalam
kehidupan masyarakat, tidak mudah menyisihkannya, malah cenderung
berlanjut terus yang diperkaya oleh unsur-unsur budaya luar". Senada dengan
itu hasil penelitian Collier (Wahyu, 2001) menemukan bahwa "proyek
transmigrasi Purwosari Kalimantan Selatan yang disponsori oleh pemerintah
sukses karena transmigran menanam kelapa dan padi mengikuti sistem
pertanian tradisional orang Banjar". Seperti halnya faktor produksi, inovasi
pun merupakan motivasi yang sangat penting dalam mengantarkan petani
beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Menurut Me Clelland (Wahyu,